PEMBEKALAN KETERAMPILAN LABORATORIUM IPBA BERBASIS KEMAMPUAN GENERIK SAINS BAGI CALON GURU.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING ... PERNYATAAN ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMA KASIH ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ... A.Latar Belakang ... B.Rumusan Masalah ... C.Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional... F. Sistematika Penulisan ...

BAB II PENGEMBANGAN KETERAMPILAN LABORATORIUM BERBASIS KEMAMPUAN GENERIK SAINS... A.Keterampilan Laboratorium dan Peranannya dalam

Pembelajaran Sains... B.Kompetensi Guru terkait Keterampilan Laboratorium IPBA... C.Kemampuan Generik Sains ... D.Pembelajaran Keterampilan Laboratorium Berbasis KGS ... E. Kurikulum IPBA bagi Calon Guru ... F. Deskripsi Materi Kegiatan Laboratorium IPBA ... G.Hasil Penelitian Lain yang Relevan...

ii iii iv v vi viii xii xiv xvii xix 1 1 12 13 13 14 16 18 18 29 40 53 63 68 77 xii


(2)

BAB III METODE PENELITIAN ... A.Paradigma Penelitian ... B.Desain Penelitian ... C.Prosedur Pengembangan PPKL-BKGS ... D.Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... E. Analisis Data ... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A.Hasil Penelitian ... 1. Hasil Studi Pendahuluan ... 2. Karakteristik PPKL-BKGS ... 3. Hasil Validasi Ahli ... 4. Hasil Uji Coba Tes dan LKM ... 5. Hasil Uji Coba Terbatas ... 6. Hasil Uji Coba Luas (Implementasi)... B.Pembahasan ...

1. Penguasaan Keterampilan Laboratorium Calon Guru... 2. Peningkatan Kemampuan Generik Sains Calon Guru... 3. Penguasaan Materi Ajar Calon Guru... 4. Tanggapan Mahasiswa dan Dosen terhadap Implementasi

PPKL-BKGS... 5. Kendala yang dihadapi dalam Mengimplementasikan

PPKL-BKGS... 6. Keunggulan dan Keterbatasan PPKL-BKGS...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... A.Kesimpulan ... B.Rekomendasi... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP... xiii 82 82 84 86 96 98 101 101 101 106 112 115 122 133 176 177 186 197 202 204 205 209 209 211 213 224 410


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Macam-macam Model Panduan Kegiatan Laboratorium ... Tabel 2.2 Standar Kompetensi Guru Pemula terkait dengan Kegiatan

Laboratorium ... Tabel 2.3 Kemampuan Generik Sains dan Indikatornya ... Tabel 2.4 Konten Standar IPBA di SMP dan SMA ... Tabel 3.1 Hubungan Antara Data yang Diperlukan, Sumber Data,

Instrumen Penelitian, dan Teknik Pengumpulan Data ... Tabel 3.2 Konversi Skor Penilaian Keterampilan Laboratorium Menjadi

Kategori Kemampuan ... Tabel 3.3 Kriteria Persentase Gain Ternormalisasi ... Tabel 4.1 Topik Kegiatan Laboratorium IPBA yang Dikembangkan ... Tabel 4.2 Kemampuan Generik Sains yang Melandasi Kegiatan

Laboratorium IPBA ... Tabel 4.3 Keterampilan Laboratorium yang Dikembangkan pada

Kegiatan Pembekalan ... Tabel 4.4 Rekomendasi Ahli terhadap Tes KGS IPBA ... Tabel 4.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Generik Sains IPBA ... Tabel 4.6 Kisi-kisi Tes Praktikum IPBA ... Tabel 4.7 Rerata Skor Keterampilan Laboratorium IPBA dalam

Merancang, Melaksanakan, Melaporkan dan Tes Praktikum... Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas dan Uji Beda Rerata Skor Tes Awal dan

Tes Akhir Kemampuan Generik Sains IPBA... Tabel 4.9 Rangkuman Identifikasi Masalah pada Uji Coba Terbatas dan

Usaha Perbaikannya... Tabel 4.10 Respon Mahasiswa terhadap Pembelajaran Pada Uji Coba

Terbatas ... 24 32 52 68 96 98 99 102 103 104 114 117 120 124 127 130 131 xiv


(4)

Halaman Tabel 4.11 Kemampuan Awal Mahasiswa Kelompok Kontrol dan

Eksperimen... Tabel 4.12 Pengelompokkan Prestasi Subjek Penelitian Kelas

PPKL-BKGS... Tabel 4.13 Skor Kinerja Mahasiswa Kelas PPKL-BKGS pada saat

Merancang Kegiatan Laboratorium... Tabel 4.14 Skor Kinerja Mahasiswa Kelas PPKL-BKGS pada saat

Melaksanakan Kegiatan Laboratorium ... Tabel 4.15 Skor Kinerja Mahasiswa Kelas PPKL-BKGS pada saat

Melaporkan Kegiatan Laboratorium ... Tabel 4.16 Perbandingan Pencapaian Keterampilan Laboratorium IPBA

Berdasarkan Skor Laporan antara Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS... Tabel 4.17 Perbandingan Keterampilan Laboratorium IPBA Berdasarkan

Skor Praktikum IPBA antara Kelas Reguler dan Kelas

PPKL-BKGS... Tabel 4.18 Perbandingan Kemampuan Merancang, Melaksanakan dan

Melaporkan Kegiatan Laboratorium IPBA Berdasarkan Skor Praktikum antara Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS... Tabel 4.19 Capaian Kinerja Keterampilan Laboratorium dalam

Praktikum IPBA, Kebumian dan Astronomi menurut

Kelompok Prestasi... Tabel 4.20 Perbandingan Kemampuan Merancang, Melaksanakan dan

Melaporkan Kegiatan Laboratorium IPBA Berdasarkan

Kelompok Prestasi Tinggi dan Rendah... Tabel 4.21 Perbandingan Kemampuan Generik Sains IPBA antara Kelas

Reguler dan Kelas PPKL-BKGS... Tabel 4.22 Perbandingan Kemampuan Generik Sains Kebumian

antara Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS... Tabel 4.23 Perbandingan Kemampuan Generik Sains Astronomi

antara Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS...

xv 133 134 136 138 139 142 145 148 151 152 154 156 159


(5)

Halaman Tabel 4.24 Rerata N-gain (%) Indikator KGS menurut Kelompok Prestasi... Tabel 4.25 Perbandingan Kemampuan Generik Sains IPBA, Kebumian, dan

Astronomi antara Kelompok Tinggi dan Rendah pada Kelas

PPKL-BKGS...

Tabel 4.26 Perbandingan Penguasaan Materi Ajar IPBA, Kebumian dan

Astronomi antara Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS... Tabel 4.27 Rerata N-gain (%) Penguasaan Materi Ajar IPBA, Kebumian,

Astronomi menurut Kelompok Prestasi... Tabel 4.28 Perbandingan Penguasaan Materi Ajar IPBA, Kebumian, dan

Astronomi antara Kelompok Tinggi dan Rendah pada Kelas PPKL-BKGS... Tabel 4.29 Penilaian Terhadap Sikap Mahasiswa ... Tabel 4.30 Rangkuman Pertanyaan dan Jawaban Mahasiswa yang digali

dengan Angket Respon Tertutup setelah Implementasi

PPKL-BKGS ... Tabel 4.31 Rangkuman Pertanyaan dan Jawaban Mahasiswa yang Digali

dengan Angket Respon Terbuka Setelah Implementasi

PPKL-BKGS ... 161

162

164

167

168 170

172

175


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Unsur-unsur Kompetensi Guru ... Gambar 2.2 Diagram Alir Strategi Pembelajaran PPKL-BKGS ... Gambar 3.1 Paradigma dalam Penelitian dan Pengembangan PPKL-BKGS.... Gambar 3.2 Tahapan R&D yang terdiri dari Studi Pendahuluan (Define),

Penyusunan Draft PPKL-BKGS (Design), dan

Pengembangan Program (Develop) ... Gambar 3.3 Rancangan Penelitian pada Uji Coba Luas untuk Menguji

Efektivitas PPKL-BKGS dalam Mengembangkan

Keterampilan Laboratorium ... Gambar 3.4 Rancangan Penelitian pada Uji Coba Luas untuk Menguji

Efektivitas PPKL-BKGS dalam Meningkatkan Kemampuan Generik Sains ... Gambar 4.1 Diagram Pembelajaran dengan PPKL-BKGS ... Gambar 4.2 Diagram Perbandingan Rerata Skor Keterampilan Laboratorium

IPBA dalam Merancang, Melaksanakan, Melaporkan dan

Tes Praktikum... Gambar 4.3 Diagram Perbandingan Rerata Skor Tes Awal dan Tes Akhir

dari Kemampuan Generik Sains ... Gambar 4.4 Perbandingan Pencapaian Keterampilan Laboratorium

Mahasiswa Kelas PPKL-BKGS dalam Merancang,

Melaksanakan dan Melaporkan Kegiatan Laboratorium ... Gambar 4.5 Perbandingan Capaian Skor Laporan Kegiatan Laboratorium

Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS... Gambar 4.6 Perbandingan Perolehan Tes Praktikum Kelas Reguler dan

Kelas PPKL-BKGS Per Topik Kegiatan... Gambar 4.7 Perbandingan Pencapaian Skor Praktikum IPBA, Kebumian dan

Astronomi antara Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS... 30 59 83

85

93

94 109

125

128

141

143

146

147


(7)

Halaman Gambar 4.8 Perbandingan Keterampilan Merancang, Melaksanakan

dan Melaporkan Kegiatan Laboratorium antara Kelas

Reguler dan Kelas PPKL-BKGS Berdasarkan Tes Praktikum... Gambar 4.9 Diagram Perbandingan Rerata N-gain (%) KGS IPBA... Gambar 4.10 Diagram Perbandingan Rerata N-gain (%) KGS Kebumian... Gambar 4.11 Perbandingan Rerata N-gain (%) KGS Astronomi ... Gambar 4.12 Perbandingan Rerata N-gain (%) KGS IPBA, Kebumian dan

Astronomi... Gambar 4.13 Perbandingan Penguasaan Materi Ajar antara Kelas Reguler

dan Kelas PPKL-BKGS... Gambar 4.14 Perbandingan Penguasaan Materi Ajar untuk Setiap Topik

IPBA antara Kelas Reguler dan Kelas PPKL-BKGS...

xviii

149 155 158 160

160

165


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Perangkat Pembelajaran ...

A. Silabus

dan Jadwal Kegiatan ...

B. Pedoman

dan Skenario Teknis Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA ...

C. LKM

Berbasis Kemampuan Generik Sains (Kebumian)...

D. LKM

Berbasis Kemampuan Generik Sains (Astronomi)...

E. Rubrik

Penilaian Kegiatan Laboratorium IPBA ...

F. Angket

Tanggapan Mahasiswa dan Dosen ...

Lampiran 2 Instrumen Penelitian ...

A. Kisi-kisi

dan Tes KGS Kebumian...

B. Kisi-kisi

dan Tes KGS Astronomi...

C. Soal dan

Kunci Jawaban Tes Praktikum IPBA

224 224

240 244 266 285 293 296 296 335

370

377 384 390 407


(9)

(Bidang Kebumian)...

D. Soal dan

Kunci Jawaban Tes Praktikum IPBA

(Bidang Astronomi)... Lampiran 3 Data Hasil Uji CobaTerbatas ... Lampiran 4 Data Hasil Uji Coba Luas ... Lampiran 5 Foto-foto Kegiatan Penelitian...


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada berbagai tantangan yang berkaitan dengan peningkatan mutu dan produk yang dihasilkannya. Di bidang sains, peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan, karena kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi. Sebagaimana dinyatakan oleh National Research Council (1996), bahwa di era sekarang ini (abad ke-21) dunia akan dipenuhi dengan produk sains dan teknologi yang membuat setiap orang membutuhkan pengetahuan sains dasar. Oleh karena itu, literasi sains menjadi kebutuhan setiap individu agar mampu memanfaatkan sains dan teknologi dalam kehidupannya, sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia.

Tingkat literasi sains dapat dijadikan sebagai indikator bagi kualitas pendidikan dan sumber daya manusia suatu negara. Studi literasi sains tingkat dunia, misalnya pada TIMSS (The Third International Matemathics and Science Study) tahun 1999, menunjukkan perolehan siswa SLTP dari Indonesia dalam sains menduduki peringkat ke-32 dari 38 negara yang berpartisipasi (Martin et al., 2000). Pada tahun 2003, posisi Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 45 negara (Rustaman, 2006), dan pada tahun 2007 posisi Indonesia berada pada urutan ke-35 dari 48 negara (Gonzales, 2009).


(11)

2 Sementara itu, prestasi literasi sains pada PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2000, Indonesia menempati urutan ke-38 dari 41 negara, hasil PISA tahun 2003 Indonesia menduduki urutan ke-38 dari 40 negara (Jalal, 2006), dan pada PISA tahun 2006 Indonesia berada pada urutan ke-53 dari 57 negara (OECD, 2007). Selanjutnya pada PISA 2009, Indonesia menduduki urutan ke 60 dari 65 negara (OECD, 2010). Kondisi ini menunjukkan kualitas penguasaan sains (termasuk IPBA) bagi siswa Indonesia masih rendah. Rendahnya kualitas penguasaan sains menunjukkan kualitas pembelajaran sains di sekolah-sekolah masih belum optimal.

Sains termasuk di dalamnya IPBA, dikembangkan oleh manusia dengan tujuan untuk mamahami gejala alam (NRC, 1996; Brotosiswoyo, 2000). Menurut Hungerford et al. (1990) sains mengandung tiga pengertian, yaitu (1) proses memperoleh informasi melalui metode empiris, (2) informasi yang diperoleh melalui penyelidikan yang telah ditata secara logis dan sistematis, dan (3) suatu kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid. Lebih lanjut Hungerford et al. (1990) menjelaskan bahwa sains mengandung dua unsur utama yaitu produk dan proses. Sains sebagai produk meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum, sedangkan sains sebagai proses merupakan rangkaian kegiatan ilmiah terhadap fenomena alam yang menghasilkan pengetahuan ilmiah. Dalam istilah psikologi pengetahuan produk ilmiah disebut pengetahuan deklaratif dan pengetahuan proses ilmiah disebut pengetahuan prosedural (Lawson, 1995). Rasa ingin tahu telah mendorong ilmuwan untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah (Hodson, 1996), sehingga


(12)

3 ditemukan suatu jawaban atau produk yang mencakup konsep, prinsip, teori, dan hukum.

Kualitas pembelajaran sains dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti guru, siswa, kurikulum, sarana-prasarana, dan lingkungan. Semua komponen tersebut tidak akan berguna untuk terjadinya perolehan pengalaman belajar maksimal siswa, bilamana tidak didukung oleh keberadaan guru yang profesional. Dalam pembelajaran sains, kurangnya kemampuan guru-guru mengajarkan sains menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan sains (Depdiknas, 2002). Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan (Alder dalam Bafadal, 2006). Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah. Saphero (Bafadal 2006) menyatakan guru yang unggul merupakan “critical resource in any excellent teaching learning activities... a school system is only as good as the people who make it”. Hal ini berarti peningkatan mutu pendidikan sangat tergantung pada tingkat profesionalisme guru. Sund and Trowbridge (1973) menyatakan bahwa masyarakat memahami sains berdasarkan pengalamannya ketika belajar di kelas. Sementara apa yang disajikan dan dialami siswa di dalam kasus ini berdasarkan pengalaman sains guru. Oleh karena itu untuk menyukseskan masyarakat yang melek sains, peran guru sains sangat diperlukan.

Untuk menghasilkan guru sains yang berkualitas memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terdapat serangkaian tahapan yang harus dilalui, mulai dari persiapan pendidikan guru (calon guru) sampai pada pembinaan ketika seorang guru menjalani profesinya (in-service training). Kondisi kelembagaan


(13)

4 penghasil guru sendiri sampai sekarang masih memiliki persoalan besar. Adanya program sertifikasi guru pada dasarnya merupakan satu bukti bahwa keluaran yang dihasilkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) masih jauh dari yang diharapkan, yakni guru yang profesional. Sebagaimana dinyatakan oleh Mulyasa (2009) bahwa sertifikasi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Senada dengan hal tersebut, McDermot (1990) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi rendahnya kinerja pendidikan sains adalah kurang dipersiapkannya guru-guru dengan baik.

Pada Standar Pendidikan Sains Nasional Amerika (NRC, 1996) disarankan agar dalam penyiapan guru sains, metode mengajar dalam perkuliahan lebih memperhatikan pada kemampuan pengambilan keputusan, teori dan penalaran. Di samping itu, dalam pengembangan profesional guru, harus memberikan keterampilan laboratorium, sehingga calon guru dapat membangun pengetahuan dan keterampilannya. Upaya ini penting untuk dilakukan karena praktikum atau kegiatan laboratorium merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar (Rustaman et al., 2005; Kertiasa, 2006; dan Liem, 2007), dan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran laboratorium adalah guru (Lazzarowitz and Tamir, 1994). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola laboratorium berpengaruh positif terhadap frekwensi penggunaan laboratorium (Rustad et al., 2004).

Kegiatan laboratorium tidak lain adalah kegiatan praktikum baik dilakukan di laboratorium maupun di luar laboratorium yang ditujukan untuk menunjang pembelajaran teori. Praktikum atau kegiatan laboratorium merupakan kegiatan


(14)

5 istimewa yang berfungsi untuk melatih dan memperoleh umpan balik serta meningkatkan motivasi belajar siswa (Utomo dan Ruijter, 1990; Liem, 2007). Pembelajaran melalui kegiatan laboratorium tidak hanya meningkatkan ranah psikomotorik siswa, tetapi juga kognitif dan afektif. Seperti dinyatakan oleh Pabelon and Mendosa (2000), bahwa: “Kerja laboratorium berperan dalam mengembangkan kognitif, psikomotor, dan afektif”. Ranah kognitif antara lain keterampilan berpikir, ranah psikomotorik antara lain keterampilan melaksanakan kegiatan laboratorium, dan ranah afektif antara lain belajar bekerja sama dengan orang lain dan menghargai hasil kerja orang lain. Oleh karena itu, kegiatan laboratorium seyogianya memperhatikan aspek-aspek itu dan calon guru IPBA perlu diberikan pembekalan keterampilan laboratorium khususnya dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan kegiatan laboratorium IPBA.

Hasil studi pendahuluan menemukan bahwa pembelajaran IPBA di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi belum menyelenggarakan kegiatan laboratorium (Pujani dan Liliasari, 2011). Pembelajaran IPBA didominasi oleh ceramah, tanya jawab dan penugasan. Dosen dan guru tidak pernah mengajarkan IPBA melalui kegiatan laboratorium. Hal ini sejalan dengan temuan Depdiknas (2002), bahwa pembelajaran sains di sekolah umumnya bersifat teoritis, melalui ceramah, diskusi, dan penyelesaian soal, tanpa eksperimen ataupun demonstrasi. Terhadap hal ini banyak alasan umum yang dikemukakan, antara lain karena guru tidak pernah dilatih melaksanakan praktikum IPBA, tidak adanya ruang laboratorium, dan tidak ada alat-alat praktikum IPBA.


(15)

6 Senada dengan hal itu, hasil penelitian Balitbang (Rustad et al., 2004) menunjukkan bahwa sekitar 51% guru IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di Indonesia tidak dapat menggunakan alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolahnya, akibatnya tingkat pemanfaatan alat-alat itu dalam pembelajaran cenderung rendah. Timbul dugaan bahwa inti persoalan mengapa guru tidak melakukan pembelajaran dengan kegiatan laboratorium terletak pada kurangnya kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan laboratorium. Jadi, paling tidak kegiatan laboratorium tersebut dapat dilakukan andaikan para guru memiliki keterampilan dalam melaksanakan kegiatan laboratorium dan membuat alat-alat percobaan sederhana.

Hasil observasi lebih lanjut terhadap cakupan materi IPBA dalam kurikulum SMP dan SMA menemukan bahwa IPBA sebagai bagian konten dari kurikulum di sekolah menengah mengalami pergeseran orientasi yang cukup signifikan. Hal ini terindikasi dari cakupan materi IPBA dalam kurikulum fisika mengalami pengurangan porsi cukup besar dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tahun 2004 ke KTSP 2006. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Liliawati (2009), bahwa pengurangan porsi materi IPBA di kurikulum fisika SMP dan SMA disebabkan oleh adanya integrasi sebagian materi IPBA ke kurikulum IPS dan Geografi. Di sisi lain, materi IPBA seperti Astronomi dan Kebumian sangat sering dikompetisikan bagi siswa SMP dan SMA, baik tingkat nasional maupun internasional. Fenomena ini menuntut agar guru fisika memiliki penguasaan IPBA baik pengetahuan deklaratif maupun prosedural, sehingga calon


(16)

7 guru dapat memahami urgensi pentingnya materi ini dan implikasinya bagi kehidupan sehari-hari peserta didik.

Observasi terhadap karakteristik materi IPBA di LPTK menemukan, sekitar 70% topik-topik pada mata kuliah IPBA di LPTK dapat dipraktikumkan. Walaupun begitu, kurikulum di beberapa LPTK belum mengalokasikan waktu untuk praktikum. Bobot mata kuliah IPBA baru dialokasikan untuk kegiatan teori saja sebanyak 3 sks. Mestinya bobot perkuliahan IPBA juga meliputi kegiatan praktikum, mengingat IPBA merupakan kelompok sains. Perancangan sks bisa menjadi 3(1) artinya 2 sks teori dan 1 sks kegiatan laboratorium. Satu sks kegiatan laboratorium adalah sama dengan 2 x 50 menit, sedangkan 1 sks tatap muka pada teori hanya 50 menit. Dengan demikian meskipun sks-nya kecil, kegiatan laboratorium memiliki waktu yang lebih lama dan strategis untuk membekalkan keterampilan-keterampilan dasar dalam belajar IPBA yang penting untuk menunjang keterampilan merancang praktikum, melaksanakan dan melaporkan haisl kegiatan laboratorium, serta kemampuan lainnya yang bersifat pemecahan masalah.

Beberapa faktor yang menghambat pencapaian hasil praktikum (Hofstein and Lunetta, 2004) adalah: (1) Pelaksanaan praktikum model resep (ekspositori) oleh sebagian besar institusi tidak memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk berpikir tentang tujuan eksperimen dan urutan tugas-tugas, hanya menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan; (2) Asesmen sesungguhnya tidak dilaksanakan, memberi kesan bahwa kegiatan laboratorium tidak perlu dilakukan secara serius; dan (3) Terbatasnya sumber daya kegiatan laboratorium. Melihat kelemahan dari


(17)

8 pelaksanaan kegiatan laboratorium ini, semestinya mahasiswa diberi kesempatan untuk merancang praktikumnya sendiri, kemudian mengaplikasikan rancangannya dan melaporkan hasil kegiatan yang diperoleh secara mandiri.

Pembekalan keterampilan laboratorium bagi calon guru sejalan dengan pergeseran paradigma dalam pembelajaran sains. Paradigma baru dalam belajar sains yaitu pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih banyak mempelajari sains melalui pengalaman langsung daripada hafalan, sehingga siswa dapat menggunakan pengetahuan sainsnya tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Gallagher, 2007). Pendidikan sains dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman dan kebiasaan berpikir, sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk menjamin kelangsungan hidupnya (Rutherford and Ahlgren, 1990).

Pada kenyataannya aspek pola pikir sains ini jarang sekali diperhatikan oleh guru karena faktor ketidaktahuan. Belajar sains mereka artikan sebagai suatu kegiatan sepenting menghafal suatu konsep atau melakukan operasi hitung. Hal ini terlihat dari cara guru membelajarkan materi sains di sekolah secara tradisional dengan memfokuskan pembelajaran pada pelatihan rumus-rumus, latihan soal hitungan, dan menghafal konsep. Berkenaan dengan ini Liliasari (2007) menyatakan bahwa pembelajaran sains di Indonesia umumnya masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis. Pembelajaran sains secara tradisional ini masih berlangsung di banyak sekolah di Indonesia. Mereka mengajar sains hanya mengacu pada buku ajar yang


(18)

9 dimilikinya tanpa ada penyesuaian dengan karakteristik peserta didiknya. Guru memandang bahwa model pembelajaran tradisional merupakan suatu prosedur yang efektif dalam membelajarkan materi sains. Padahal, model ini sesungguhnya hanya efektif dalam hal penggunaan waktu mengajar, tetapi pola pikir siswa yang inovatif dan kreatif dengan pola pikir tingkat tinggi serta kemampuan bekerja sama dengan orang lain secara efektif tidak terkembangkan.

Melalui pembelajaran sains dengan kegiatan laboratorium siswa akan memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep, kemampuan memecahkan masalah dan keterampilan-keterampilan ilmiah, memahami bagaimana sains dan ilmuwan bekerja, menumbuhkan minat dan motivasi, serta melatih keterampilan berpikir (Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007). Kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya melalui kerangka berpikir sains disebut kemampuan generik sains (Liliasari, 2005).

Kemampuan generik sains (KGS) merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki calon guru, dapat diterapkan pada berbagai bidang, dan pengetahuannya tidak tergantung pada domain tertentu, tetapi mengarah pada strategi-strategi kognitif (Gibb, 2002). Kemampuan generik sains merupakan kemampuan yang dapat digunakan untuk mempelajari berbagai konsep dan menyelesaikan masalah dalam sains (Brotosiswoyo, 2000). Oleh karena itu, kemampuan generik sains merupakan kemampuan yang digunakan secara umum dalam berbagai kerja ilmiah, dan dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan kegiatan laboratorium. Banyak kemampuan generik yang dapat


(19)

10 dikembangkan melalui praktikum, misalnya mengambil keputusan, pemecahan masalah, komunikasi, kerja kelompok, dan penalaran tingkat tinggi (Gibb, 2002). Menurut Brotosiswoyo (2000) dan McDermott (1990), kemampuan generik sains yang perlu dibekalkan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan laboratorium di antaranya kemampuan melakukan pengamatan langsung dan tak langsung, bahasa simbolik, kesadaran tentang skala besaran, inferensi logika, hubungan sebab akibat, dan pemodelan.

Tujuan pengembangan kemampuan generik sains agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari hasil belajar akan dapat diaplikasikan pada bidang kehidupan sosial, teknologi atau pada setiap perubahan konteks, namun yang lebih utama adalah menghasilkan efisiensi yang lebih besar melalui pengetahuan dan penggunaan keterampilan yang lebih efektif. Pengembangan kemampuan generik sains pada materi pembelajaran sains akan menghasilkan kemampuan generik sains tertentu sesuai karakteristik materi pembelajaran sains. Kemampuan generik sains yang dapat dikembangkan juga tergantung pada disiplin ilmu yang diberikan melalui penerapan proses pembelajaran. Pembelajaran fisika dan kimia lebih mengembangkan kemampuan generik sains dibanding pembelajaran biologi (Liliasari, 2009).

Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan kemampuan generik sains dalam pembelajaran. Manfaat tersebut antara lain: (1) Kemampuan generik sains membantu guru meningkatkan cara belajar siswa; (2) Pembelajaran yang memperhatikan kemampuan generik sains dapat mempercepat pembelajaran; dan (3) Siswa yang berlatih kemampuan generik sains dapat


(20)

11 mengatur kecepatan belajarnya sendiri dan yang diatur oleh guru sesuai dengan kecepatan pembelajaran.

Beberapa penelitian tentang model pembelajaran fisika dengan kegiatan laboratorium telah berhasil mengembangkan kemampuan generik sains, misalnya pemodelan matematika, inferensi logika, dan membangun konsep pada pembelajaran fisika dasar (Suma, 2003). Kesadaran akan skala besaran, bahasa simbolik, inferensi logika, hubungan sebab akibat dan pemodelan pada pembelajaran fisika modern (Hartono, 2006). Pengamatan tak langsung, kesadaran akan skala besaran, inferensi logika, hubungan sebab akibat, pemodelan matematika dan membangun konsep pada pembelajaran fisika modern (Gunawan, 2011). Namun penelitian keterampilan laboratorium yang berbasis kemampuan generik sains pada pembelajaran IPBA belum ada yang melakukan.

Mengingat begitu pentingnya penguasaan akan keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sains bagi guru, maka dalam upaya meningkatkan kualitas calon guru IPBA dikembangkan suatu Program Pembelajaran Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis Kemampuan Generik Sains (PPKL-BKGS) yang mengkondisikan mahasiswa calon guru agar dapat mengembangkan keterampilannya dalam merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil kegiatan laboratorium IPBA serta meningkatkan kemampuan generik sainsnya. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan judul ”Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru”.


(21)

12 B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, secara umum permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah program perkuliahan yang dikembangkan untuk membekali mahasiswa calon guru agar dapat merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan kegiatan laboratorium IPBA berbasis kemampuan generik sains?”. Permasalahan ini dapat dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian berikut.

1. Bagaimanakah karakteristik program pembelajaran keterampilan laboratorium IPBA yang dikembangkan?

2. Apakah penerapan PPKL-BKGS dapat menghasilkan pencapaian keterampilan laboratorium IPBA calon guru yang lebih tinggi dibanding pencapaian program pembelajaran reguler?

3. Keterampilan laboratorium apa sajakah yang dapat dikembangkan melalui penerapan PPKL-BKGS?

4. Apakah penerapan PPKL-BKGS dapat lebih meningkatkan kemampuan generik sains calon guru dibanding penerapan program pembelajaran reguler? 5. Indikator-indikator kemampuan generik sains apa sajakah yang dapat

dikembangkan melalui penerapan PPKL-BKGS?

6. Apakah penerapan PPKL-BKGS dapat lebih meningkatkan penguasaan materi ajar calon guru dibanding penerapan program pembelajaran reguler?

7. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa calon guru dan dosen terhadap implementasi PPKL-BKGS?


(22)

13 9. Keunggulan dan keterbatasan apa yang ditemukan dalam penerapan

PPKL-BKGS dibandingkan dengan pembelajaran reguler?

C.Tujuan Penelitian

Mengingat pentingnya pengembangan keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sains bagi calon guru, maka kurikulum institusi pendidikan sudah semestinya menekankan pada upaya peningkatan keterampilan laboratorium melalui pelatihan keterampilan merancang, melaksanakan dan melaporkan hasil kegiatan laboratorium secara eksplisit. PPKL-BKGS yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dari permasalahan yang dihadapi di atas. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu model pembekalan keterampilan laboratorium IPBA yang teruji untuk meningkatkan keterampilan laboratorium IPBA dan kemampuan generik sains calon guru.

D.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dan pengembangan yang berupa PPKL-BKGS ini diharapkan dapat memberi manfaat dari segi teoritik dan praktis.

1. Manfaat Teoritik

Manfaat teoritik dari hasil-hasil penelitian dan pengembangan ini adalah dapat memperkaya khasanah pembelajaran laboratorium inovatif yang ada dan memberikan ide-ide berupa prinsip-prinsip dasar dalam mendesain model pembelajaran kegiatan laboratorium yang memberi tantangan kepada mahasiswa


(23)

14 calon guru untuk belajar mandiri sehingga dapat meningkatkan keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sainsnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian dan pengembangan ini adalah: (1) penelitian dan pengembangan ini dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran kegiatan laboratorium untuk meningkatkan keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sains mahasiswa calon guru; (2) menggeser paradigma belajar mahasiswa tentang keterampilan laboratorium yang selama ini dilakukan dengan praktikum model resep menjadi praktikum berbasis kemampuan generik sains; (3) sebagai bahan pertimbangan bagi institusi pendidikan, khususnya Jurusan Pendidikan Fisika untuk merancang kurikulum, pendekatan, metode, dan strategi pengelolaan pembelajaran keterampilan laboratorium dengan mengadaptasi PPKL-BKGS.

E.Definisi Operasional

Beberapa istilah yang berkaitan dengan penelitian ini perlu diberikan definisi operasionalnya, antara lain:

1. Pembekalan adalah sebuah upaya pemberian pelatihan dengan menggunakan model pembelajaran yang bertolak dari keterampilan laboratorium IPBA berbasis kemampuan generik sains.

2. Kemampuan generik sains yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini terdiri dari: pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, kesadaran akan skala besaran, bahasa simbolik, inferensi logika,


(24)

15 hubungan sebab akibat, dan pemodelan. Variabel penelitian ini dijaring dengan tes kemampuan generik sains berbasis konten IPBA yang terdiri dari tes kemampuan generik sains Kebumian dan Astronomi.

3. Keterampilan laboratorium IPBA adalah keterampilan dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan kegiatan laboratorium yang dikembangkan dari topik-topik IPBA. Variabel keterampilan laboratorium ini dijaring dengan asesmen kinerja produk, kinerja proses dan tes praktikum.

4. Keterampilan merancang kegiatan laboratorium adalah keterampilan mahasiswa dalam membuat rancangan kegiatan laboratorium berbasis kemampuan generik sains secara runut dan logis, meliputi perumusan judul, identifikasi masalah, perumusan tujuan, identifikasi kemampuan generik sains yang melandasai praktikum, menyusun dasar teori, merumuskan hipotesis, identifikasi variabel yang terlibat, menentukan cara mengukur variabel terikat, pengenalan alat dan bahan, penyusunan langkah kerja, dan merancang alat evaluasi. Variabel merancang kegiatan laboratorium dijaring dengan asesmen kinerja produk.

5. Keterampilan melaksanakan kegiatan laboratorium adalah keterampilan mahasiswa dalam mengimplementasikan rancangan kegiatan laboratorium yang telah dihasilkan, meliputi: keterampilan mengaplikasikan rancangan, menggunakan atau merancang alat, melakukan pengamatan, mencatat hasil, presentasi dan keterampilan berdiskusi. Variabel melaksanakan kegiatan laboratorium dijaring dengan asesmen kinerja proses.


(25)

16 6. Keterampilan melaporkan kegiatan laboratorium adalah keterampilan mahasiswa dalam melaporkan hasil kegiatan laboratorium, meliputi keterampilan menganalisis data, membuat interpretasi, melakukan pembahasan, menarik kesimpulan, memberikan saran-saran ke depan dan menuliskan daftar pustaka. Variabel melaporkan hasil kegiatan laboratorium dijaring dengan asesmen kinerja produk.

7. Pembelajaran Reguler adalah pembelajaran yang lebih mengarah kepada product oriented daripada process oriented. Pembelajaran lebih berpusat pada pengajar dengan pemilihan pendekatan, strategi dan metode mengajar yang kurang bervariasi. Proses belajar cenderung dilaksanakan dengan penyajian informasi terkait konsep yang dibelajarkan dengan metode ceramah sebagai metode utama dan praktikum bersifat konvensional.

8. Praktikum konvensional adalah kegiatan praktikum yang cenderung bersifat verifikatif. Mahasiswa dituntut untuk melakukan praktikum sesuai langkah-langkah yang sudah ditetapkan, sehingga kurang memberi pengalaman langsung kepada mahasiswa untuk menentukan sendiri tujuan kegiatan laboratoriumnya.

F. Sistematika Penulisan

Disertasi ini terdiri atas lima bab. Bab I menyajikan gambaran umum mengenai penelitian ini, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan sistematika penulisan. Bab II berisi kajian pustaka yang membahas tentang keterampilan laboratorium dan


(26)

17 peranannya dalam pembelajaran sains, kompetensi guru terkait keterampilan laboratorium IPBA, kemampuan generik sains, pembelajaran keterampilan laboratorium berbasis kemampuan generik sains, kurikulum IPBA bagi calon guru, deskripsi materi kegiatan laboratorium IPBA, dan hasil penelitian lain yang relevan. Bab III mengupas metodologi penelitian yang mencakup paradigma penelitian, desain penelitian, prosedur pengembangan PPKL-BKGS, instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data, serta analisis data. Bab IV memaparkan hasil penelitian dan pembahasan, sedangkan Bab V menampilkan kesimpulan dan rekomendasi.


(27)

82 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sains sangat penting dimiliki oleh setiap calon guru agar dapat berhasil melaksanakan pembelajaran di laboratorium. Keterampilan laboratorium mencakup sejumlah keterampilan yang dibutuhkan agar calon guru mampu membuat rancangan, mengaplikasikan rancangan dan melaporkan hasil kegiatan laboratorium. Agar calon guru memiliki keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sains yang memadai, mahasiswa hendaknya memperoleh kesempatan berlatih dan mengembangkan keterampilan laboratorium berbasis kemampuan generik sains selama pembelajaran.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, PPKL-BKGS dirancang dan dikembangkan menggunakan kemampuan generik sains sebagai landasan pengembangan keterampilan laboratorium bagi mahasiswa calon guru. Pemilihan topik melalui eksplorasi yang dipandu sejumlah pertanyaan pengarah dan rancangan kegiatan laboratorium yang dibuat secara kolaborasi, penyiapan alat peraga melalui pemodelan, mengaplikasikan rancangan melalui pelatihan, pembimbingan, artikulasi, dan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan, mendorong mahasiswa menghasilkan ide-ide dan sekaligus membimbingnya menguasai keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sains. Semua rangkaian kegiatan pembekalan, memberikan peluang kepada mahasiswa berlatih


(28)

83 merancang, melaksanakan dan melaporkan kegiatan laboratorium dan mengembangkan kemampuan generik sains. Bagan dari pola dasar pemikiran yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini dituangkan dalam paradigma pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Paradigma dalam Penelitian dan Pengembangan PPKL-BKGS KURIKULUM IPBA

KEMAMPUAN GENERIK SAINS

Pengamatan Langsung Pengamatan Tak Langsung Kesadaran Skala Besaran Bahasa Simbolik Inferensi Logika Hukum Sebab Akibat Pemodelan

MATERI IPBA

TOPIK PRAKTIKUM

ILMU KEBUMIAN ASTRONOMI

MERANCANG MELAKSANAKAN MELAPORKAN

KETERAMPILANLABORATORIUM

PPKL-BKGS

Mahasiswa memiliki Keterampilan Laboratorium dan

Kemampuan Generik Sains


(29)

84 B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan (Research and Development, disingkat R & D). Penelitian dan Pengembangan Pendidikan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan (Gall et al., 2003). Menurut Thiagarajan et al., (1974), tahapan R & D pada dasarnya terdiri dari empat tahap, disebut model 4D yaitu: define, design, develop, dan disseminate. Define adalah kegiatan studi pendahuluan untuk pengumpulan berbagai informasi yang diperlukan (need assesment) melalui studi literatur dan studi lapangan yang digunakan untuk menyusun draft atau produk awal. Design adalah kegiatan merancang draft atau produk awal. Develop adalah kegiatan mengembangkan produk sehingga dihasilkan produk yang teruji, meliputi validasi pakar, uji keterbacaan LKM, uji coba terbatas, dan uji coba luas (implementasi). Disseminate adalah kegiatan menyebarluaskan produk. Pada pelaksanaan R & D dalam penelitian ini, kegiatan yang dilakukan hanya sampai pada tahapan develop. Desain penelitian dan pengembangan selengkapnya disajikan pada Gambar 3.2.


(30)

85 Gambar 3.2 Tahapan R & D yang terdiri dari Studi Pendahuluan (Define), Penyusunan Draft PPKL-BKGS (Design), Pengembangan Program (Develop) (dimodifikasi dari Thiagarajan et al., 1974)

1.Studi Pendahuluan (Define)

Studi Literatur tentang analisis kurikulum dan materi praktikum,

indikator kemampuan generik sains, indikator keterampilan laboratorium, teori dan penelitian yang relevan

Studi Lapangan tentang pembelajaran, kegiatan Laboratorium dan

fasilitas pendukung laboratorium IPBA di sekolah dan LPTK

3. Pengembangan Program (Develop)

Draft PPKL-BKGS

Validasi Ahli

Uji Coba Tes

Uji Coba LKM

Evaluasi & REVISI Uji Coba

Terbatas

Uji Coba Luas (Implementasi) Evaluasi dan Revisi Evaluasi dan Penyempurnaan Model PPKL-BKGS yang sudah teruji 2. Penyusunan Draft Program (Design)

Perangkat pembelajaran:

Silabus kegiatan laboratorium IPBA, Strategi pembekalan,

LKM konvensional,

LKM berbasis KGS dan panduan LKM untuk dosen, Rubrik penilaian kinerja produk dan kinerja proses, Pedoman observasi nilai dan sikap,

Angket respon.

Bahan Ajar: kemampuan generik sains, dan teknik menyusun rancangan dan laporan kegiatan laboratorium

Instrumen:

Tes kemampuan generik sains dan


(31)

86 C. Prosedur Pengembangan PPKL-BKGS

Berdasarkan desain penelitian di atas, prosedur penelitian dan pengembangan Program Pembekalan Keterampilan Laboratorium Berbasis Kemampuan Generik Sains (PPKL-BKGS) untuk tiap tahap dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan kegiatan untuk menganalisis kebutuhan yang diperlukan sebagai dasar menyusun draft program, dalam hal ini PPKL-BKGS. Pada analisis kebutuhan dikumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan melalui studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur merupakan cara pengumpulan informasi yang berkaitan dengan studi dokumen dan material lainnya yang mendukung pembuatan rancangan produk. Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor pendukung pembelajaran (seperti laboratorium, peralatan kegiatan laboratorium, metode pembelajaran), hambatan yang dialami guru dalam pembelajaran, serta pandangan guru terhadap pembelajaran di laboratorium.

a. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengkaji standar isi pada mata kuliah IPBA, keterampilan laboratorium, kemampuan generik sains, dan teori-teori serta temuan-temuan hasil penelitian sebagai dasar untuk merancang draft PPKL-BKGS. Kegiatan yang dilakukan pada studi literatur sebagai berikut.


(32)

87 1) Menganalisis standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dari kurukulum IPBA di SMP, SMA dan LPTK untuk menghasilkan topik-topik materi esensial yang relevan untuk dibelajarkan melalui kegiatan laboratorium IPBA.

2) Menganalisis keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan kegiatan laboratorium.

3) Menganalisis kemampuan generik sains yang melandasi kegiatan laboratorium disesuaikan dengan karakteristik materi.

4) Menganalisis temuan-temuan dari penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data berkenaan dengan: (1) fasilitas pendukung pembelajaran, seperti ketersediaan laboratorium dan peralatan pendukungnya, (2) keterlaksanaan kegiatan laboratorium IPBA, (3) hambatan yang dialami guru dalam melaksanakan kegiatan di laboratorium, dan (4) pandangan guru dan dosen terhadap kegiatan laboratorium IPBA. Hasil-hasil yang diperoleh dari studi lapangan ini akan memberi gambaran tentang daya dukung perguruan tinggi dan sekolah serta dosen dan guru, sehingga program pembelajaran yang dikembangkan didukung oleh kondisi yang ada dan layak diterapkan.

Pada studi lapangan ini angket diedarkan pada guru-guru fisika yang mengajar di SMP dan SMA di salah satu kota di Bali. Dari 20 angket yang disebarkan, angket yang kembali sebanyak 15 buah, terdiri dari tujuh orang guru


(33)

88 SMP dan delapan orang guru SMA. Selain itu observasi juga dilakukan pada kegiatan pembelajaran IPBA di perguruan tinggi mantan LPTK di Singaraja, Bali dan Bandung, Jawa Barat.

2. Penyusunan Draft PPKL-BKGS (Design)

Hasil-hasil yang diperoleh pada studi literatur dan studi lapangan digunakan sebagai bahan untuk merancang produk awal (draft) PPKL-BKGS. Draft PPKL-BKGS yang dirancang harus memperhatikan kelayakan implementasi di lapangan, seperti tersedianya fasilitas kegiatan laboratorium dan kemampuan menyiapkan alat peraga. Kegiatan dalam tahap perancangan draft PPKL-BKGS meliputi: (1) penyusunan silabus kegiatan laboratorium IPBA, (2) penentuan strategi pembelajaran, (3) penyusunan LKM kegiatan laboratorium IPBA konvensional, (4) penyusunan LKM kegiatan laboratorium berbasis kemampuan generik sains, (5) penyusunan panduan LKM untuk dosen, (6) penyusunan panduan dan format perancangan dan pelaporan kegiatan laboratorium untuk calon guru dan dosen, (7) penyusunan materi ajar kemampuan generik sains dengan indikatornya, (8) penyusunan indikator/rubrik penilaian kinerja proses untuk mengobservasi keterampilan melaksanakan kegiatan laboratorium, (9) penyusunan indikator/rubrik penilaian kinerja produk untuk menilai rancangan dan laporan kegiatan laboratorium, (10) penyusunan tes keterampilan laboratorium (tes praktikum) IPBA, (11) penyusunan instrumen tes kemampuan generik sains berbasis konten, (12) penyusunan angket respon dan dosen; dan (13) penyusunan pedoman observasi sikap mahasiswa.


(34)

89 3. Pengembangan PPKL-BKGS (Develop)

Pengembangan program dilaksanakan untuk dapat mengembangkan draft program menjadi suatu program yang layak diimplementasikan di lapangan. Pengembangan program dilakukan melalui beberapa tahapan validasi, yaitu: (1) validasi pakar, (2) uji coba tes, (3) uji coba LKM, (4) uji coba terbatas dan revisi produk, dan (5) uji coba luas (implementasi). Masukan yang diperoleh pada setiap tahap pengembangan program digunakan untuk revisi dan penyempurnaan instrumen sehingga diperoleh suatu instrumen yang sudah direvisi dan siap untuk digunakan pada uji coba secara luas.

a. Validasi Pakar

Analisis kelayakan draft program dilakukan dengan konsultasi kepada ahli. Draft dinilai dan divalidasi oleh tiga orang ahli, masing-masing memiliki keahlian dalam bidang kebumian, astronomi dan kependidikan di luar pembimbing. Validasi dimaksudkan untuk mengetahui keterbacaan dari PPKL-BKGS dan memperkuat validasi isi dari draft program. Berdasarkan masukan-masukan dari para ahli dilakukan revisi terhadap draft program sehingga dihasilkan draft program yang siap diuji coba.

b. Uji Coba Tes

Uji coba tes kemampuan generik sains dan tes keterampilan laboratorium dilakukan untuk mengetahui daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas tes. Uji coba dilakukan pada 30 orang mahasiswa semester VII Jurusan Pendidikan Fisika yang sudah pernah mengambil mata kuliah IPBA pada suatu LPTK di Bali.


(35)

90 c. Uji Coba LKM

Selain uji coba instrumen tes kemampuan generik sains dan keterampilan laboratorium, juga dilakukan uji coba perangkat LKM dan panduan dosen. LKM dan panduan dosen ini merupakan instrumen yang menstimulir kemampuan generik sains untuk digunakan dalam pembelajaran. Uji coba dilakukan pada 12 orang asisten mahasiswa yang sudah pernah mengambil mata kuliah IPBA dan 2 orang dosen tim pengajar IPBA, untuk mengetahui apakah LKM dan panduannya dapat dilaksanakan dalam pembelajaran keterampilan laboratorium berbasis kemampuan generik sains mahasiswa. Hal yang dicermati meliputi keterbacaannya, mampu tidaknya dikerjakan, dan lama waktu yang diperlukan. d. Uji Coba Terbatas dan Revisi Produk

Uji coba draft program secara terbatas dilaksanakan pada mahasiswa semester III Jurusan Pendidikan Fisika salah satu LPTK di Bali. Uji coba draft PPKL-BKGS dilaksanakan pada satu kelas (30 orang) mahasiswa calon guru fisika yang mengambil mata kuliah IPBA. Uji coba dimaksudkan untuk mengetahui keampuhan draft program dalam mengembangkan keterampilan laboratorium dan meningkatkan kemampuan generik sains calon guru. Selanjutnya dilakukan revisi sehingga diperoleh PPKL-BKGS yang siap diimplementasikan pada uji coba lebih luas. Peningkatan kemampuan generik sains calon guru diperoleh dengan membandingkan hasil tes awal dan tes akhir menggunakan rancangan One Group Pretest-Posttest Design (Creswell, 2008).


(36)

91 Pada rancangan ini, sebelum kelompok diberi perlakuan terlebih dahulu diberikan tes awal, kemudian setelah perlakuan diberikan tes akhir. Sementara itu, peningkatan keterampilan laboratoriumnya diungkapkan berdasarkan ketercapaian kelompok dibandingkan dengan skor idealnya sesuai bobot yang diberikan. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada uji terbatas ini adalah sebagai berikut.

1) Persiapan pelaksanaan uji coba terbatas.

a. Menentukan satu kelas untuk uji coba terbatas

b. Memperkenalkan PPKL-BKGS kepada dosen IPBA dan asisten agar mempunyai pemahaman dan keterampilan yang memadai untuk membantu mengimplementasikan PPKL-BKGS yang sedang dikembangkan.

c. Menyiapkan fasilitas pelaksanaan uji coba terbatas.

2) Pelaksanaan tes awal. Tes yang digunakan pada tes awal ini adalah tes kemampuan generik sains bidang Kebumian.

3) Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan PPKL-BKGS.

4) Melakukan observasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan laboratorium dengan lembar observasi kinerja proses untuk mengetahui kemampuan calon guru dalam melaksanakan keterampilan laboratorium.

5) Melakukan observasi terhadap proses pembelajaran untuk mengetahui keterlaksanaan dan hambatan yang dihadapi dalam mengimplementasikan PPKL-BKGS.


(37)

92 6) Melakukan penilaian kinerja produk terhadap rancangan dan laporan yang disusun oleh setiap mahasiswa untuk mengetahui kemampuan calon guru dalam merancang dan melaporkan keterampilan laboratorium.

7) Melaksanakan tes akhir. Tes yang digunakan pada tes akhir ini, selain tes kemampuan generik sains yang sama dengan tes yang digunakan pada tes awal, mahasiswa juga diberikan tes praktikum untuk mengukur kualitas keterampilan laboratoriumnya.

8) Mengedarkan angket untuk mengetahui respon mahasiswa dan dosen terhadap pembelajaran yang diterapkan.

9) Mewawancarai tiga orang mahasiswa dan dosen untuk melengkapi data respon terhadap PPKL-BKGS.

10) Melakukan analisis terhadap peningkatan kemampuan generik sains dan keterampilan laboratorium calon guru.

11) Menyempurnakan PPKL-BKGS berdasarkan hasil-hasil uji coba terbatas.

4. Uji Coba Luas (Implementasi)

PPKL-BKGS yang telah disempurnakan berdasarkan hasil-hasil uji coba terbatas, selanjutnya diimplementasikan atau diuji coba secara luas. Implementasi program dilakukan pada kelas sesungguhnya untuk mengetahui efektivitas PPKL-BKGS dalam meningkatkan kemampuan generik sains dan keterampilan laboratorium mahasiswa calon guru fisika.

Uji coba luas (implementasi) dilaksanakan pada mahasiswa semester III Jurusan Pendidikan Fisika pada suatu LPTK di Bali. Dalam tahap implementasi


(38)

93 ini dibutuhkan dua kelas pembelajaran IPBA dengan kemampuan setara, masing-masing sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jumlah mahasiswa calon guru dalam penelitian ini adalah 40 orang, dibagi dua kelompok, sehingga jumlah mahasiswa pada kelompok eksperimen dan kontrol masing-masing 20 orang. Kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan dengan pengundian. Pada kelas eksperimen diterapkan PPKL-BKGS, sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran secara reguler dengan praktikum konvensional.

Untuk menentukan efektivitas program dalam mengembangkan keterampilan laboratorium mahasiswa dilakukan penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan Post Test Only Control Group Design (Creswell, 2008), Gambar 3.3. Hal ini dipilih karena dari hasil studi pendahuluan menemukan bahwa mahasiswa selama bersekolah mulai dari SMP hingga penelitian ini dilaksanakan belum pernah melakukan kegiatan laboratorium IPBA.

KELOMPOK EKSPERIMEN (KE) : X1 O’

KELOMPOK KONTROL (KK) : X2 O’

Gambar 3.3 Rancangan Penelitian pada Uji Coba Luas untuk Menguji Efektifitas PPKL-BKGS dalam Mengembangkan Keterampilan Laboratorium (Keterangan: O’= postes; X1 = Perlakuan dengan PPKL-BKGS, dan

X2= Program pembelajaran reguler dengan kegiatan laboratorium

konvensional).

Sementara itu, untuk menentukan efektivitas program dalam meningkatkan kemampuan generik sains mahasiswa dilakukan penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan Control Group Pretest-Posttest Design (Creswell,


(39)

94 2008), Gambar 3.4. Pada rancangan ini, sebelum kedua kelompok diberi perlakuan terlebih dahulu diberikan tes awal. Setelah pembelajaran dengan model yang telah ditentukan, mahasiswa pada kedua kelompok diberikan tes akhir.

KELOMPOK EKSPERIMEN (KE) : O X1 O’

KELOMPOK KONTROL (KK) : O X2 O’

Gambar 3.4 Rancangan Penelitian pada Uji Coba Luas untuk Menguji Efektifitas PPKL-BKGS dalam Meningkatkan Kemampuan Generik Sains (Keterangan: O = pretes, O’= postes, X1 = Perlakuan dengan

PPKL-BKGS, dan X2 = Program pembelajaran reguler dengan

kegiatan laboratorium konvensional)

Langkah kegiatan yang dilakukan pada tahap uji coba luas (implementasi) adalah sebagai berikut.

1) Persiapan pelaksanaan uji coba luas.

a. Menentukan dua kelas paralel untuk uji coba luas, dilanjutkan dengan mengundi kedua kelas tersebut untuk memperoleh kelas eksperimen dan kontrol.

b. Memperkenalkan PPKL-BKGS kepada dosen dan asisten agar mempunyai pemahaman dan keterampilan yang memadai untuk membantu mengimplementasikan PPKL-BKGS.

c. Mempersiapkan fasilitas pelaksanaan uji coba luas.

2) Memberikan tes awal pada kedua kelompok, menggunakan tes kemampuan generik sains IPBA berbasis konten.


(40)

95 3) Mengelola kegiatan laboratorium di kelompok eksperimen dengan menerapkan PPKL-BKGS, sedangkan di kelompok kontrol diterapkan pembelajaran secara reguler dengan kegiatan laboratorium konvensional. Kelompok eksperimen dan kontrol diajar oleh dosen yang berbeda.

4) Melakukan observasi terhadap proses pembelajaran pada kelompok eksperimen untuk menilai kinerja proses, sikap, keunggulan dan hambatan yang dihadapi dalam mengimplementasikan PPKL-BKGS.

5) Melakukan penilaian kinerja produk terhadap rancangan dan laporan yang disusun oleh setiap mahasiswa untuk mengetahui kemampuan calon guru dalam merancang dan melaporkan keterampilan laboratorium IPBA.

6) Memberikan tes akhir dengan tes kemampuan generik sains pada kedua kelompok, dengan menggunakan tes yang sama dengan tes yang digunakan pada tes awal.

7) Memberikan tes praktikum pada kedua kelompok, untuk mengukur kualitas keterampilan laboratorium mahasiswa dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan hasil kegiatan.

8) Mengedarkan angket kepada mahasiswa kelompok eksperimen untuk mengetahui tanggapannya terhadap pembelajaran yang telah diikuti.

9) Mewawancarai dosen yang mengimplementasikan PPKL-BKGS untuk memperoleh tanggapannya terhadap PPKL-BKGS.

10) Melakukan analisis dan evaluasi terhadap efektivitas PPKL-BKGS dalam mengembangkan keterampilan laboratorium dan meningkatkan kemampuan generik sains.


(41)

96 11) Menyempurnakan PPKL-BKGS berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada

uji coba luas (jika ada) sehingga dihasilkan PPKL-BKGS yang telah teruji. Produk akhir dari penelitian dan pengembangan ini berupa program pembekalan keterampilan laboratorium IPBA berbasis kemampuan generik sains yang telah teruji yang dapat meningkatkan keterampilan calon guru dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan kegiatan laboratorium IPBA serta dapat meningkatkan kemampuan generik sains mahasiswa.

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini didasarkan atas data yang diperlukan. Hubungan antara data yang diperlukan, sumber data, instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hubungan Antara Data yang Diperlukan, Sumber Data, Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan Data yang diperlukan

Sumber Data Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Studi Lapangan Topik kegiatan laboratorium IPBA yang esensial

1)Guru SMP, SMA &dosen 2)Dokumen

1) Angket studi pendahuluan 2) Pedoman wawancara Kuesioner, Wawancara Fasilitas pendukung kegiatan laboratorium IPBA

Guru dan Dosen 1) Angket studi pendahuluan 2) Pedoman Observasi Kuesioner, Observasi Kendala-kendala dalam mengelola kegiatan laboratorium IPBA

Guru dan Dosen Angket studi pendahuluan

Kuesioner

Pandangan guru dan dosen terhadap pelaksanaan pembelajaran IPBA

Guru dan Dosen Angket studi pendahuluan

Kuesioner

Validasi Ahli

Validasi isi dan keterbacaan draft PPKL-BKGS

Pakar Format expert

judgment


(42)

97 Tabel 3.1 Hubungan Antara Data yang Diperlukan, Sumber Data, Instrumen

Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data (lanjutan)

Kegiatan Data yang diperlukan

Sumber Data Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Uji Coba Tes Validitas dan reliabilitas tes

mahasiswa Tes kemampuan

generik sains dan tes praktikum Tes Uji Keterbacaan keterbacaan dan keterlaksanaan draft PPKL-BKGS Dosen dan mahasiswa Format uji keterbacaan - Uji Coba Terbatas Data efektivitas penerapan PPKL-BKGS Implementasi PPKL-BKGS 1) Pedoman observasi kinerja produk, kinerja proses dan sikap 2) Tes kemampuan

generik sains 3) Tes praktikum

Observasi, Tes Keterlaksanaan dan hambatan dalam penerapan PPKL-BKGS Implementasi PPKL-BKGS Pedoman observasi pembelajaran Observasi

Tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap PPKL-BKGS

Dosen dan mahasiswa

1) Angket Respon mahasiswa dan dosen 2) Pedoman wawancara Kuesioner, Wawancara Uji Coba Luas Data efektivitas penerapan PPKL-BKGS Implementasi PPKL-BKGS 1) Pedoman observasi kinerja produk, kinerja proses dan sikap 2) Tes kemampuan generik sains 3) Tes praktikum

Observasi, Tes Keterlaksanaan dan hambatan dalam penerapan PPKL-BKGS Implementasi PPKL-BKGS Pedoman observasi pembelajaran Observasi

Tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap PPKL-BKGS

Dosen dan mahasiswa

1) Angket Respon mahasiswa dan dosen 2) Pedoman wawancara Kuesioner, Wawancara


(43)

98 E.Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian dan pengembangan ini terdiri atas data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa: 1) karakteristik PPKL-BKGS; 2) keunggulan dan kendala dalam mengimplementasikan PPKL-PPKL-BKGS; 3) sikap mahasiswa dalam mengimplementasikan PPKL-BKGS; dan 4) tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap PPKL-BKSG. Data kuantitatif berupa skor keterampilan laboratorium (skor kinerja produk, skor kinerja proses, skor tes praktikum), skor kemampuan generik sains dan skor penguasaan materi ajar IPBA. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif interpretatif, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial.

Tingkat penguasaan keterampilan dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan kegiatan laboratorium dinyatakan dengan kategori kemampuan yang didasarkan pada kriteria keberhasilan yang diterapkan pada sistem penilaian di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) seperti Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Konversi Skor Penilaian Keterampilan Laboratorium Menjadi Kategori Kemampuan

Rentang Skor Kategori Kemampuan 8,5 – 10,0

7,0 – 8,4 5,5 – 6,9 4,0 – 5,4 0 – 3,9

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang


(44)

99 Peningkatan penguasaan kemampuan generik sains dan penguasaan materi ajar sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung berdasarkan gain ternormalisasi setiap mahasiswa pada masing-masing kelompok. Rumus persentase gain ternormalisasi (N-gain(%)) yang digunakan didasarkan pada rumus yang dikembangkan oleh Hake (Cheng et al., 2004) sebagai berikut.

( ) ( )

( )

( )

100

(%)

max

x S S

S S

gain N

pre pre post

− − =

Dalam hal ini, N-gain(%) = persentase gain ternormalisasi, (Spost) = skor tes akhir,

(Spre) = skor tes awal, dan Smax = skor maksimum ideal setiap individu.

Selanjutnya, kriteria peningkatan kemampuan generik sains dikategorikan seperti pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Kriteria Persentase Gain Ternormalisasi

N-gain(%) Kriteria

≥ 70

30 ≤ N-gain(%) < 70 < 30

Tinggi Sedang Rendah

Pada uji coba terbatas, analisis skor kemampuan generik sains dilakukan dengan menghitung normalitas dan homogenitas data serta uji beda untuk mengetahui signifikansi peningkatan antara skor tes awal dan tes akhir. Karena sampel pada uji terbatas hanya satu kelas dengan jumlah 30 orang, maka digunakan uji signifikansi perbedaan rerata antara dua sampel berpasangan atau sebuah sampel dengan subyek yang sama tetapi mendapat pengukuran yang


(45)

100 berbeda (Minium et al., 1993). Bila skor tes awal dan tes akhir berdistribusi normal, maka uji beda rerata dilakukan menggunakan uji t (dependent mean), sedangkan bila skor tes awal atau tes akhir berdistribusi tidak normal, maka uji beda rerata dilakukan menggunakan uji Wilcoxon Signed-Rank.

Pada uji coba luas, analisis data skor kemampuan generik sains dan penguasaan materi ajar IPBA diawali dengan menghitung normalitas dan homogenitas data. Berdasarkan pada desain penelitian yang menggunakan kelompok kontrol dan eksperimen, maka perbedaan rerata kedua kelompok merupakan perbedaan rerata untuk dua sampel bebas. Bila data berdistribusi normal dan variannya homogen, maka uji beda dianalisis dengan uji t (independent mean), sedangkan bila prasyarat normal dan homogen tidak terpenuhi uji beda dilakukan dengan U Mann-Whitney (Minium et al., 1993). Tetapi, karena jumlah sampel pada tiap kelompok hanya 20 orang dan termasuk sampel kecil, maka meskipun syarat normal dan homogen terpenuhi, analisis akan lebih baik jika dilakukan dengan statistik non parametrik. Oleh karena itu, untuk mengetahui efektifitas PPKL-BKGS dalam meningkatkan kemampuan generik sains dan penguasaan materi ajar, uji beda terhadap N-gain(%) kemampuan generik sains dan penguasaan materi ajar dilakukan dengan uji U Mann-Whitney.

Demikian pula untuk menguji efektifitas PPKL-BKGS dalam mengembangkan keterampilan laboratorium, dilakukan uji beda N-gain (%) skor laporan maupun tes praktikum dengan uji U Mann-Whitney. Semua perhitungan dalam menganalisis data akan dilakukan dengan program aplikasi Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 17,0 pada taraf signifikansi 5%.


(46)

209 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

PPKL-BKGS merupakan pembelajaran keterampilan laboratorium berbasis kemampuan generik sains yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa calon guru untuk seluas-luasnya mengembangkan keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sainsnya. Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut.

1. Karakteristik program pembelajaran keterampilan laboratorium berbasis kemampuan generik sains yang diterapkan pada penelitian ini adalah pembelajaran dimulai dengan mengeksplorasi program simulasi dan mengerjakan pertanyaan pengarah dalam LKM; menugaskan mahasiswa menyusun rancangan praktikum berbasis kemampuan generik sains sebagai tugas terstruktur; mempelajari cara kerja alat dan membuat alat peraga di bawah bimbingan dosen; berkolaborasi untuk menyempurnakan dan melaksanakan praktikum sesuai rancangan yang telah dibuat; dan melaporkan hasil kegiatan secara individu.

2. Pencapaian keterampilan laboratorium calon guru yang mendapat pembelajaran dengan PPKL-BKGS lebih tinggi (xlaporan=8,56; xpraktikum=7,7) dibanding

pencapaian calon guru dengan pembelajaran reguler (xlaporan=7,91; xpraktikum=


(47)

210 3. Keterampilan laboratorium yang dapat dilatihkan dengan PPKL-BKGS adalah keterampilan merancang kegiatan (x = 8,7), mengaplikasikan rancangan (x =

8,5) dan melaporkan (x = 8,6) dengan pencapaian kinerja tergolong kategori sangat baik.

4. Penerapan PPKL-BKGS dapat lebih meningkatkan kemampuan generik sains calon guru (N-gain = 55,6%) dibanding program pembelajaran reguler (N-gain = 30,6%), dan tergolong kategori sedang.

5. Indikator kemampuan generik sains yang dapat dikembangkan secara signifikan dalam bidang IPBA adalah pengamatan langsung, kesadaran akan skala besaran, bahasa simbolik, inferensi logika, dan pemodelan.

6. Penerapan PPKL-BKGS dapat lebih meningkatkan capaian penguasaan materi ajar calon guru gain = 54,6%) dibanding program pembelajaran reguler (N-gain = 30,1%) dan tergolong kategori sedang.

7. Keunggulan PPKL-BKGS dibanding program reguler adalah meningkatkan keterlibatan mahasiswa secara aktif, menghasilkan alternatif model pengelolaan praktikum IPBA, menumbuhkan sikap positif mahasiswa, dan dapat dimanfaatkan pada mahasiswa kelompok prestasi tinggi, sedang dan rendah. Sementara keterbatasan PPKL-BKGS adalah tidak dilakukan presentasi laporan dan tidak dilakukan asesmen kinerja proses pada kelas reguler.

8. Kendala yang dialami saat implementasi adalah kurangnya peralatan laboratorium IPBA, dibutuhkan waktu yang lebih banyak dan konsultasi yang lebih sering dengan dosen, serta kurang didukung oleh kondisi cuaca saat praktikum di lapangan.


(48)

211 9. Tanggapan mahasiswa calon guru terhadap penerapan PPKL-BKGS adalah positif, seperti: pembelajaran menarik dan tidak membosankan; memberi pengalaman merancang dan melaksanakan praktikum dengan alat-alat sederhana; menjadi lebih mandiri dalam belajar; memahami cara kerja ilmiah; menginspirasi cara mengajar praktikum di SMP/SMA setelah menjadi guru; dan berharap agar pembelajaran dengan PPKL-BKGS dapat berkelanjutan. 10. Tanggapan dosen terhadap penerapan PPKL-BKGS adalah: mempermudah

mengelola dan membimbing calon guru dalam melaksanakan kegiatan laboratorium, serta memberi inspirasi dalam merancang program pembekalan kegiatan laboratorium untuk meningkatkan kemampuan generik sains.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai pada penelitian ini dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut.

1. PPKL-BKGS dapat dijadikan sebagai program percontohan bagi dosen dalam melaksanakan pembekalan keterampilan laboratorium untuk mata kuliah lain, terutama untuk mengembangkan keterampilan laboratorium dan kemampuan generik sains mahasiswa.

2. Guru atau Dosen dapat menerapkan PPKL-BKGS pada siswa atau mahasiswa kelompok prestasi tinggi, sedang dan rendah untuk meningkatkan keterampilan laboratorium, kemampuan generik sains, dan penguasaan materi ajar.


(49)

212 3. Agar implementasi program PPKL-BKGS menjadi optimal, diperlukan fasilitas laboratorium yang memadai, sehingga mahasiswa dapat berlatih menggunakan alat dengan lebih baik.

4. Perlu digunakan asesmen penilaian kinerja agar keterampilan laboratorium yang akan dilatihkan dapat dideskripsikan secara rinci dan asesmen disosialisasikan sebelum pembelajaran, sehingga pengukuran praktikum bisa diandalkan.

5. Kegiatan laboratorium perlu dilengkapi dengan perangkat lunak seperti program simulasi, sehingga bila cuaca tidak memungkinkan, kegiatan laboratorium tetap dapat terlaksana dengan baik.

6. Penelitian ini hanya berhasil mengembangkan lima dari sembilan kemampuan generik sains melalui pembelajaran keterampilan laboratorium berbasis kemampuan generik sains, karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan komponen-komponen kemampuan generik sains yan lain.


(50)

213

DAFTAR PUSTAKA

Abrahams, I. and Millar, R. (2008). “Does Practical Work Really Work? A Study of The Effectiveness of Practical Work as a Teaching and Learning Method in School Science”. International Journal of Science Education. 30, (14),

1945–1969.

Ahmadi, A. dan Prasetya. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Allen, M.L., Kelly, D. and Riley. (2006). “Promoting Undergraduate Critical Thinking in Astro 101 Lab Exercises”. The Astronomy Education Review. 4, (2), 10-19.

Amin, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”, Bagian I. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdikbud.

Arends, R.I. (2008). Learning to Teach ( 5th ed.). Singapore: McGrow Hill-Book Co.

Bafadal, I. (2006). Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: P.T. Bumi Aksara.

Barstow, D., Yazijian, H. and Geary (Eds). (2002). Revolution in Earth and Space

Science Education [Online]. Tersedia:

http://www.EarthScienceEdRevolution.org [10 April 2008] Bayong Tjasyono H.K. (2004). Klimatologi. Bandung: Penerbit ITB.

Bayong Tjasyono H.K. (2006). Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya - UPI.

Brotosiswoyo, B.S. (2000). “Hakekat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi”, dalam Hakekat Pembelajaran MIPA & Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka. Departemen Pendidikan Nasional.

Candy, P.C. (2002). Reaffirming a Proud Tradition: Universities and Lifelong Learning. Active Learning in Higher Education 1, 101 [Online]. Tersedia:

http://www.sagepub.com [22 April 2008]

Carin, A.A. and Sund, R.B. (1989). Teaching Science through Discovery. Ohio: Charles E. Merril Publishing.


(51)

214 Chandra W, A.F. (2009). Collaborative Ranking Task (CRT) Berbantuan

e-Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Generik Sains IPBA Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Cheng, K.K., Thacker, B.A. and Cardenas, R.L. (2004). “Using Online

Homework System Enhances Students’Learning of Physics Concepts in an Introductory Physics Course”. American Journal of Physics. 72, (11), 1447 – 1453.

Cheong, A.C.S. and Goh, C.C.M. (2002). Teachers Handbook on Teaching Generic Thinking Skills. Singapore: Prentice Hall.

Collette, A.T. and Chiappetta, E.L. (1994). Science Intruction in the Middle and Secondary School (third ed.) .New York: Maxwell Macmillan International. Creswell., J.W. (2008). Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed

Methods Approaches (third ed.). California: Sage Publication.

CURVE. (2002). Generic Skills in VET [Online]. Tersedia:

http://www.ncver.edu.au [2 April 2009]

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dearing, R. (1997). The Summary Report of The National Comitte of Inquiry Into Higher Education. London: HMSO.

Depdiknas. (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. Depdiknas. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan

Abad ke-21 (SPTK-21). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. (2003a). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. (2003b). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MT). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi Guru Mata Pelajaran Kimia. Jakarta: Direktur Tenaga Kependidikan.


(1)

218 Liliasari, Setiawan, A. dan Widodo, A. (2008). Model-model Pembelajaran Berbasis TI untuk Mengembangkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Tingkat Tinggi Pembelajar. Laporan Penelitian HPTP pada Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Ilmiah pada Pengukuhan Guru Besar Pendidikan IPA UPI, Bandung. 23 November 2005.

Liliasari. (2007). Sciencetific Concept and Generic Science Skill Relationship in The 21th Century Science Education. Makalah Kunci pada Seminar Internasional Pendidikan IPA ke-1 SPs UPI, Bandung. 27 Oktober 2007. Liliasari. (2009). Pembelajaran Sains untuk Membangun Insan Indonesia Cerdas

dan Kompetitif. Makalah Kunci pada Seminar Nasional Pendidikan II. Lembaga Penelitian dan FKIP Universitas Lampung, Bandar Lampung. 24 Januari 2009.

Liliawati, W. (2009). Identifikasi Materi IPBA di SMA dengan Menggunakan CRI (Certainly of Respons Index) dalam Upaya Perbaikan Urutan Pemberian Materi IPBA pada KTSP. Makalah pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. FMIPA UNY, Yogyakarta. 16 Mei 2009. Lippmann, R.F. (2003). Students’ Understanding of Measurement and Uncertainty in the Physics Laboratory: Social Construction, Underlying Concepts, and Quantitatif Analysis. Maryland: Departemen of Physics,

University of Maryland [Online]. Tersedia:

http://www.physics.umd.edu/perg/dissertation/lippmann.html [17 September 2007]

Mao, L.S. and Chang, C.Y. (1998). “Impact of an Inquiry Teaching Models on Earth Science Students’ Learning Outcomes and Attitudes at the Secondary School Level”. Proceeding National Science Counc. (ROC)D. 8, (3), 93-101.

Margono, H. (2000). Metode Laboratorium. Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.

Martin, M.O., Mullis, I.V.S., Gonzales, E.J., Gregory, K.D., Smith, T.A., Chrostowski, S.J., Garde, R.A. and O’Connor. (2000). The Third International Mathematics and Science Study. International Science Repeat. Boston: Boston University.

McCrady, N. and Rice, E. (2008). “Development and Implementation of a Lab Course for Introductory Astronomy”. The Astronomy Education Review. 7, (1), 1-16.


(2)

219 McDermot, L.C. (1990). “A Perspective on Teacher Preparation in Physic and Others Sciences: The Need for Special Science Courses for Teachers”. American Journal Physics. 58, (8), 734-742.

Merriam and Sharan, B. (2004). “The Role of Cognitive Development in Mezirow’s Transformational Learning Theory”. Jurnal of Adult Education Quartely. 55, (1). November 2004.

Millar, R. (2004). The Role of Practical Work in The Teaching and Learning of Science. Paper prepared for the Meeting: High School Science Laboratories: Role and Vision. National Academy of Sciences, Washington DC. June 3-4 2004.

Minium, E.W., King, B.M. and Bear, G. (1993). Statistical Reasoning in Psychology and Education (third ed.). New York: John Wiley and Sons Inc. Mulyasa, E. (2009). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Myers, M.J. and Burgess, A.B. (2003). “Inquiry-Based Laboratory Course Improves Students’ Ability to Design Experiments and Interpret Data”. Advances in Physiology Education. 27, (1), 26-33.

Naim. (1992). Pengantar Laboratorium Fisika. Jakarta: Depdikbud.

Nasution, Noehi, dan Budiastra, K. (2007). Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

NCVER. (2003). Defining Generic Skill, at a Glance [On-line]. Tersedia: http://www.ncver.edu.au [ 20 Oktober 2008]

NRC. (1996). National Science Education Standars. Washington D.C: National Academy Press.

NSTA and AETS. (1998). Standars for Science Teacher Preparation. National Science Teacher Association in Collaboration with The Association for The Education of Teachers in Science.

OECD. (2007). PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow’s World,

Executive Summary. [Online]. Tersedia:

http://dx.doi.org/10.1787/888932343342 [10 November 2011]

OECD. (2010). PISA 2009 Result: Executive Summary. [Online]. Tersedia: http://dx.doi.org/10.1787/888932343342 [10 November 2011]


(3)

220 Pabellon J.L. and Mendoza, A.B. (2000). Sourcebook on Practical Work for Teacher Trainers: High School Physics Volume 1. Quezon City: Science and Math Education Manpower Development Project (SMEMDP) University of The Phillipine.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Poerwadarminta, W.J.S. (1983). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Pujani, N.M., dan Liliasari. (2011). Deskripsi Hasil Analisis Pembelajaran IPBA sebagai Dasar Pengembangan Kegiatan Laboratorium Bagi Calon Guru. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan FKIP Unila, Bandar Lampung. 29-30 Januari 2011.

Pumphey, J. and Slater, J. (2002). An Assesment of Generic Skill Needs. Notingham: Departement for Educations and Skills.

Radiman, I. (2010). Fisika Planet, dalam Astronomi, Bahan Ajar Persiapan Menuju Olimpiade Sains Nasional/Internasional SMA. Bandung: Tim Pembina Olimpiade Astronomi.

Rahman, T. (2008). Pengembangan Program Pembelajaran Praktikum untuk Meningkatkan Kemampuan Generik Calon Guru Biologi (Studi Penelitian dan Pengembangan pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan). Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Rahman, T., Rustaman, N., Sukmadinata, N. S., dan Poedjiadi, A. (2006). “Profil Kemampuan Generik Perencanaan Percobaan Calon Guru Hasil Pembelajaran Berbasis Kemampuan Generik pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan”. Jurnal Pendidikan dan Budaya Educare. 4, (1), 72-87.

Ram, P., Ram, A. and Spragur, C. (2007). From Student Learner to Professional Learner: Training for Lifelong Learning through Online PBL [Online]. Tersedia: http://gatech.academia.edu [Juni 2009].

Ramsey, J. (1993). “Reform Movement Implication Social Responsibility”. Science Education. 77, (2). 235-258.

Rasagama, I.G. (2006). Model Pembelajaran Inquiry Terbimbing Pokok Bahasan Proses Litosfer dan Atmosfer Bumi untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.


(4)

221 Reif, F. (1995). “Milikan Lecture 1994: Understanding and Teaching Important Scientific Thought Processes”. American Journal of Physics. 63, (1), 17-32. Rosalite, G. (2008). Bandura and Social Cognitive Theory. Monterey California

State University: bay Instructional Design.

Rustad, S., Munandar, A. dan Dwiyanto. (2004). Analisis Prasarana dan Sarana Pendidikan SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/SMK/MA. Jakarta: Balitbangnas, Departemen Pendidikan Nasional.

Rustaman, N.Y. (2002). Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Makalah pada Program Applied Approach Bagi Dosen UPI tahun 2002, Bandung.

Rustaman, N.Y. (2006). Laporan Hasil Analisis Siswa, Guru, dan Sekolah Dikaitkan dengan Prestasi Siswa Survey Utama TMSS 2003. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Badan penelitian Pengembangan Pendidikan Depdiknas.

Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D. dan Nurjhani K., M. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press).

Rutherford, F.J. and Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans. New York: Oxford University Press.

Rutherford, F.J. (1993). Benchmarks for Science Literacy. New York: Oxford University Press.

Soejoto dan Sustini. (1993). Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Jakarta: Depdikbud.

Stasz, C., Ramsey, K., Eden, R., DaVanzo, J., Farris, H. and Lewis, M. (2001). Classroom That Work: Teaching Generics Skills on Academic and Cocational Setting. MDS-263 [Online]. Tersedia: http://ncrve/Berkeley.edu. [15 April 2009]

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assesment. New York: Merrill, an imprint of Macmillan College Publishing Company.

Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdikbud.

Sudarmin. (2007). Pengembangan Pembelajaran Kimia Organik dan Keterampilan Generik Sains (MPKOKG) Bagi Calon Guru Kimia. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.


(5)

222 Suma, K. (2003). Pembekalan Kemampuan-kemampuan Fisika bagi Calon Guru Melalui Mata Kuliah Fisika Dasar. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Sund, R.B. and Trowbridge, L.W. (1973). Teaching Science by Inquiry in The Secondary School (second ed.). Ohio: Bell & Howell Company.

Surapranata, S. (2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Suriasumantri, J. (1985). Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.

Sutantyo, W. (2010). Pengantar Astrofisika: Bintang-bintang di Alam Semesta. Bandung: ITB.

Suyatna, A. (2007). Pengembangan Program Pendidikan IPBA untuk Calon Guru. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Thiagarajan, S., Semmel, D.S. and Semmel, M.L. (1974). Instructional, Development for Training Teacher of Exceptional Children. Minnesota: Indiana University.

Tillery, B.W. (2005). Physical Science (6th ed.). New York: McGraw-Hill [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Physical_science [4 Maret 2007]

TIM. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Tn. (2005). America’s Lab. Report, Investigation in High School Science [Online]. Tersedia: http://books.nap.edu/open [28 Maret 2008].

Undiksha. (2009). Pedoman Studi FMIPA Undiksha. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Uno, H.B. (2011). Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Utari, S. (2010). Pengembangan Program Perkuliahan untuk Membekali Calon Guru dalam Merencanakan Kegiatan Eksperimen Fisika di Sekolah Menengah. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

223 Utomo, T. dan Ruijter, K. (1990). Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.

Jakarta: Gramedia.

Van den Berg, E. and Giddings, G.J. (1992). Laboratory Practical Work: An Alternative View of Laboratory Teaching. Monograph. Curtin University of Technology, Western Australia, Science and Mathematics Education Centre. VanCleave, J. (2004a). A+ Projects in Astronomy, Winning Experiments for

Science Fairs and Extra Credit (terjemahan). Bandung: Pakar Raya.

VanCleave, J. (2004b). A+ Projects in Earth Science, Winning Experiments for Science Fairs and Extra Credit (terjemahan). Bandung: Pakar Raya.

Wahyudi. (2001). “Tingkatan Pemahaman Siswa terhadap Materi Pembelajaran IPA”. Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi 36.

Ward, R.B., Sadler, P.M. and Shapiro, I.I. (2008). “Learning Physical Science through Astronomy Activities: A Comparison between Constructivist and Traditional Approaches in Grade 3-6”. The Astronomy Education Review, 6, (2), 1-19.

White, R.T. and Mitchell, I.J. (1994). Metacognition and the quality of Learning. Studies in Science Education.

Wirasasmita, O. (1989). Pengantar Laboratorium Fisika. Jakarta: Depdikbud. Wirjohamidjoyo, S. (2006). Meteorologi Praktik. Jakarta: Badan Meteorologi dan

Geofisika.

Wiyanto. (2005). Pengembangan Kemampuan Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Laboratorium Fisika Berbasis Inkuiri Bagi Calon Guru. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Wiyanto. (2008). Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Semarang: UNNES Press.

Zainuddin, M. (1996). Panduan Praktikum, dalam Program Applied Approach, Mengajar di Perguruan Tinggi. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional DIKTI.