MODEL PELATIHAN PENINGKATAN KETERAMPILAN TEKNIS BERMUATAN NILAI-NILAI ESTETIS BAGI PERAJIN MEBEL KAYU DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ORANG DEWASA.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR DIAGRAM ... xiv

DAFTAR FOTO ... xv

DAFTAR LAMPIRAN FOTO ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 15

G. Kerangka Berpikir Penelitian ... 16

H. Struktur Organisasi Desertasi ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20

A. Konsep Pelatihan ... 20

B. Model-Model Pelatihan ... 28

C. Konsep Belajar Orang Dewasa ... 30

D. Perajin Mebel, Keterampilan Teknis dan Industri Kecil Mebel Kayu ... 49

1. Perajin Mebel Kayu ... 50

2. Keterampilan Teknis ... 51

3. Industri Kecil Mebel Kayu ... 54

E. Konsep Estetika ... 67


(2)

2. Estetika Produk ... 75

3. Estetika dan Perajin Mebel ... 83

F. Strategi Pembelajaran Pelatihan ... 86

BAB III METODE PENELITIAN ... 93

A. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 93

B. Metode Penelitian ... 95

C. Definisi Operasional ... 97

D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 105

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 112

A. Deskripsi Hasil Peneltian dan Pembahasan ... 115

1. Gambaran Kondisi Obyektif Kelompok Perajin Mebel Kayu Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 115

a. Lokasi Sentra Kelompok Perajin Kampung Mahmud ... 115

b. Lingkungan & Sikap Toleransi ... 118

c. Perajin & Etos Kerja Tinggi ... 118

d. Kerja Kelompok ... 121

e. Proses Belajar dan Minat Belajar Perajin ... 121

f. Keterampilan Teknis dan Teknik Pengerjaan ... 124

g. Estetika Perajin Mebel ... 138

h. Bengkel Kerja Mebel ... 150

i. Penggunaan Bahan baku kayu dan proses finishingnya .... 151

j. Harga Jual Produk Mebel ... 154

k. Sikap dan Pandangan Perajin yang berhubungan dengan Profesinya ... 156

l. Perajin dan Kemampuan Mengingat Aspek-Aspek pada Mebel ... 159

2. Studi terhadap Implementasi Beberapa Model Pelatihan Terdahulu yang Relevan ... 175

3. Hasil Temuan pada Penelitian Pendahuluan ... 189

B. Rancangan Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 196

1. Pendahuluan ... 196

2. Konsep Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 198


(3)

3. Tujuan Pelatihan ... 198

4. Definisi Operasional ... 200

5. Aspek-Aspek pada Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 205

6. Dasar-Dasar Pelatihan ... 207

7. Metode Pelatihan ... 209

8. Langkah-Langkah Pelatihan dan Materi Pelatihan ... 210

9. Alat Peraga Pelatihan ... 215

10. Instrumen Penelitian ... 220

C. Implementasi Model Konseptual Pelatihan Peningkat Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Esretis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 242

1. Ujicoba Terbatas Model Konseptual Pelatihan ... 242

a. Pendahuluan ... 242

b. Konsep Model Pelatihan ... 242

c. Tujuan Ujicoba Terbatas Model Pelatihan ... 243

d. Peserta Ujicoba Terbatas Model Pelatihan ... 243

e. Materi dan Jadwal Ujicoba terbatas ... 244

f. Pelaksanaan Ujicoba Terbatas ... 244

1) Revisi Draft Materi dan Jadwal Pelatihan ... 245

2) Pandangan Peserta Pelatihan dan Hasil Praktek Ujicoba Terbatas ... 245

g. Evaluasi dan Penilaian Praktek Ujicoba Terbatas ... 247

2. Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis Revisi ... 258

a. Pendahuluan ... 258

b. Revisi Materi Model Pelatihan ... 260

c. Uraian Ringkas Tiap Pokok Bahasan ... 260

d. Konsep Model Konseptual Pelatihan Revisi ... 269

e. Tujuan Implementasi Model Pelatihan ... 269

f. Peserta Implementasi Model Pelatihan ... 270

3. Implementasi Model Pelatihan ... 270

a. Implementasi Pokok bahasan 1: Motivasi & Perluasan Wawasan ... 271

b. Pokok bahasan 2: Teknik Mengamati, Membedakan dan Membandingkan ... 273


(4)

c. Pokok bahasan 3: Prakrek pembuatan Mebel Kursi 276

d. Pokok Bahasan 4: Evaluasi dan penilaian Akhir ... 279

e. Pandangan Perajin setelah mengikuti Implementasi Model Pelatihan ... 280

f. Hasil Implementasi Pelatihan Praktek Pembuatan Kursi pada Empat Kelompok Perajin Mebel Kampung Mahmud 297 g. Evaluasi dan Penilaian Tenaga Ahli trhadap Implementasi Model Pelatihan Revisi ... 309

h. Hasil Pembahasan dan Temuan Penelitian ... 311

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 322

DAFTAR PUSTAKA ... 328

RIWAYAT HIDUP PENELITI ... 333


(5)

DAFTAR TABEL

No Tabel Nama Tabel Hal

2.1 Matching Technique to Desired Behavioral Outcomes

(Knowles 1980:240) ... 42 2.2 Peralatan Dasar Industri Kecil Mebel Kayu dan

Kegunaannya ... 59 4.1 Standar Kompetensi Nasional Unit Kompetensi Bidang

Perkayuan Sub Bidang Mebel Sekolah Menengah Kejuruan 131 4.2A Rangkuman Pandangan Perajin Mengenai Muatan Estetika

Pada Produk Mebel... 142 4.2B Rangkuman Pandangan Pangrajin Ngeunaan Muatan

Estetika dina Produk Mebel 145

4.3 Persentase Jumlah Perajin yang Menyatakan Sikap terhadap beberapa Pernyataan yang berkaitan dengan

Profesinya ... 157 4.4 Prosentase yang Menyatakan Bahwa Perajin Mengingat

dengan Mudah atau Sukar Aspek-Aspek yang ada pada

Mebel Kayu (Kursi) ... 161 4.5 Kondisi Objektif Kelompok Perajin Mebel Kayu Kampung

Mahmud dan potensi yang dimilikinya ... 169 4.6 Analisis Terhadap Tiga Program Pelatihan (Bhutan,

Semarang & Pasuruan) ... 181 4.7 Rangkuman Indikator Keberhasilan dari Tiga Pelatihan

(Bhutan, Semarang dan Pasuruan)... 185 4.8A Draft Awal Materi Pelatihan Model Konseptual Pelatihan

Peningkatan Keterampilan Teknik bermuatan Nilai-Nilai

Estetis ... 212 4.8B Draft Materi Pelatihan dan Jadwal Ujicoba Model

Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknik

bermuatan Nilai-Nilai Estetis ... 214 4.9 Pandangan Peserta Pelatihan mengenai Tingkat

Ketertarikan terhadap Materi Pelatihan ... 221 4.10 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Waktu

penyelenggaraan Pelatihan ... 221 4.11 Pencatatan Hasil Pelatihan Praktek Teknik Mengamati,


(6)

4.12 Format untuk membantu Peserta Pelatihan dalam melakukan penilaian terhadap Kursi yang ‘Diamati, Dibedakan dan Diperbandingkan’ secara saling

Keterhubungan ... 224 4.13 Tabel Evaluasi dan Penilaian Praktek Mengamati,

Membedakan dan membandingkan pada aspek objektif

(terukur) ... 225 4.14 Contoh peggunaan Tabel 4.13 ... 226 4.15 Penilaian Peserta pelatihan terhadap Tingkat Kemudahan

dalam Penguasaan Keterampilan Teknik selama Praktek

Keterampilan Teknis Membuat Kursi ... 231 4.16 Penilaian Peserta pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman

Keterampilan Teknis secara Kontekstual dengan Muatan Estetika (keindahan) yang dirasakan pada Praktek

Pembuatan Mebel Kursi ... 232 4.17 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Pemahaman &

Penguasaan Materi Pengetahuan dan keterampilan Teknik 233 4.18 Sikap Perajin setelah Mengikuti Pelatihan Peningkatan

Keterampilan Teknis Bermuatan Nilai-Nilai Estetis ... 234 4.19 Rangkuman Persentase Penilaian Peserta Pelatihan pada

Materi Praktek Teknik Mengamati, Membedakan dan

Membandingkan ... 236 4.20 Rangkuman terhadap Penilaian Peserta pelatihan mengenai

Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan Teknik selama Praktek Keterampilan Teknis Membuat

Kursi ... 239 4.21 Rangkuman Terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap

Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara

Kontekstual dengan Muatan Estetika ... 240 4.22 Simpulan terhadap Penilaian 4 Kelompok Peserta Pelatihan

mengenai Pemahamannya akan Muatan Estetika (Keindahan) secara Kontekstual dengan Keterampilan

Teknis setelah Latihan Praktek pembuatan Kursi ... 241 4.23 Materi Pelatihan dan Alokasi Waktu Pelatihan Revisi ... 261 4.24 Rangkuman Persentase Penilaian Peserta Pelatihan pada

Materi Praktek Teknik Mengamati, Membedakan dan

Membandingkan ... 281 4.25 Rangkuman terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap

Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan


(7)

4.26 Rangkuman Terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara

Kontekstual dengan Muatan Estetika ... 288 4.29 Simpulan terhadap Penilaian 4 Kelompok Peserta Pelatihan

mengenai Pemahamannya akan Muatan Estetika secara Kontekstual dengan Keterampilan Teknis setelah Latihan

Praktek pembuatan Kursi ... 290 4.30 Pandangan Peserta Pelatihan mengenai Tingkat

Ketertarikan terhadap Materi Pelatihan... 292 4.31 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Waktu

penyelenggaraan Pelatihan ... 292 4.32 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Pemahaman &

Penguasaan Materi Pengetahuan dan keterampilan Teknik 293 4.33 Sikap Perajin setelah Mengikuti Pelatihan Peningkatan


(8)

DAFTAR GAMBAR

No

Gambar Nama Gambar Hal

4.1 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Tampak Samping dan

Tampak Depan Kursi 1 dan 2 ... 215

4.2 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Kerja Kursi 1 ... 216

4.3 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Kerja Kursi 2 ... 218

4.4 Gambar Kursi Hasil Praktek Ujicoba Terbatas ... 249

4.6 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok I ... 298

4.7 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok II ... 300

4.8 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok III ... 302


(9)

DAFTAR DIAGRAM No

Diagram Nama Diagram Hal

1.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 16 2.1 Pengalaman menurut Pandangan Dewey

(Knowles,1990:88,89). Diagram dibuat : Aji.K ... 34 2.2 Pengalaman dalam Konteks Desain Produk (Bramston,

2009:50). Diagram dibuat oleh : Aji.K ... 37 2.3 Proses Kerja Kayu (Standar Kompetensi Nasional Bidang

Teknologi Perkayuan (2002) ... 59 2.4 Fungsi Estetika pada Produk (Bramston:2009:52)

Diagram dibuat oleh : Aji.K ... 76 2.5 Komponen ‘Good design’ (Bayley, Steven dan

Conran:2007:10)

Diagram digambar oleh :Aji.K ... 79 2.6 Estetika pada Desain produk (Norman, 2004:47)

Diagram dibuat oleh: Aji.K ... 82 2.7 Typical Group Instruction Delivery Strategies (Steven

David, jollife dan Forsyth Ian, 1995:74) ... 86 3.1 Tahap-Tahap Penelitian... 108 4.1 Proses Pembuatan Mebel di Kampung Mahmud ... 126 4.2 Proses Pembuatan Mebel Kayu berdasar Pembagian

Keahlian dan Keterampilan ... 130 4.3 Tuntutan Kebutuhan Pengetahuan dan Keterampilan yang

setara untuk dapat membuat Mebel yang sama ... 133 4.4 Konteks Pengetahuan Teknis dengan Muatan Estetis pada

Kerja Perajin Mebel ... 137 4.5 Proses Pengintegrasian Aspek Teknis dan Aspek Muatan


(10)

DAFTAR FOTO

No Foto Nama Foto Hal

4.1 Foto Alat Peraga : Kursi 1 ... 217

4.2 Foto Alat Peraga : Kursi 2 ... 219

4.3 Foto Kursi Hasil Ujicoba Terbatas ... 250

4.4 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok I ... 299

4.5 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok II ... 301

4.6 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok III ... 303


(11)

DAFTAR LAMPIRAN FOTO

No

Foto Nama Lampiran Foto Hal

L.1 Jalan menuju Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 350

L.2 Salah satu Rumah di Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 350

L.3 Perajin sedang membuat mebel sandaran kursi sofa dengan menggunakan peralatan tangan di ruang kerja yang sempit ... 351

L.4 Perajin sedang membuat kursi sudut dan kursi makan dengan menggunakan peralatan mesin kayu di ruang kerja yang luas .. 351

L.5 Bengkel mebel Kursi dengan ruang terbuka dan tertutup untuk kerja finishing dan tempat penyimpanan mebel sementara ... 352

L.6 Unit usaha Penggergajian Bahan baku – Kayu ... 353

L.7 Mesin pembelah Kayu - Band-Saw ... 353

L.8 Bahan baku untuk komponen berukuran kecil ... 354

L.9 Bahan baku yang sudah dipilah-pilah ... 354

L.10 Kursi Tamu produk Kelompok Perajim Kampung Mahmud ... 355

L.11 Meja Tamu produk Kelompok Perajin Kampung Mahmud ... 355

L.12 Kursi Tamu Produk Kampung Mahmud ... 356

L.13 Kursi Makan ... 356

L.14 Tempat penyimpanan sementara di dalam ruangan ... 357

L.15 Tempat penyimpanan sementara ... 357

L.16 Produk mebel yang akan dikirim ... 358

L.17 Produk mebel siap dikirim ... 358

L.18 Kursi Makan ... 359

L.19 Kursi teras ... 359

L.20 Mengukir sandaran Kursi ... 360


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki relevansi yang langsung dengan perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu yang bermanfaat bagi perorangan dan lingkungan masyarakatnya. Pemerintah mengatur Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan seperti yang terdapat pada Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 Bab IV menyatakan bahwa: Jalur pendidikan terdiri atas Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan Nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pelatihan merupakan salah satu bentuk pendidikan luar sekolah. Mustofa (2010: 11), mengemukakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran dan prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari prinsip-prinsip pembelajaran. Pelatihan bagi orang dewasa dilakukan dengan menggunakan pendekatan Andragogi yang menempatkan orang dewasa sebagai individu yang telah memiliki konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar serta orientasi belajar.

Orang dewasa bekerja pada beragam jenis pekerjaan, baik keterampilan jasa maupun keterampilan teknis dengan usia dan latar belakang


(13)

sosial, budaya dan pendidikan yang beragam. Salah satu pekerjaan tersebut adalah bekerja sebagai perajin mebel kayu. Perajin mebel kayu bekerja secara perorangan atau bekerja dalam kelompok kecil pada satu lokasi, membentuk sentra perajin atau semacam sentra perajin. Lokasi tempat kerja kelompok perajin mebel tidak hanya berada di Jawa Barat, tetapi menyebar di berbagai daerah lainnya seperti di propinsi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Pengetahuan dan keterampilan teknis yang selama ini telah mereka miliki berasal dari pendidikan formal melalui Sekolah Menengah Kejuruan, bidang mebel kayu dan atau pendidikan non- formal melalui magang (bekerja sambil belajar), kursus atau pelatihan. Observasi ke beberapa sentra di Jawa Barat memperlihatkan bahwa sebagian besar perajin memperoleh keterampilan melalui jalur pendidikan non-formal.

Industri Kecil dan Menengah mebel kayu tersebar hampir di seluruh peloksok daerah di Indonesia. Sebagian besar usahanya tergabung dalam kelompok atau sentra-sentra industri kecil mebel. Masalah yang dihadapi industri kecil mebel kayu pada saat sekarang antara lain adalah: (a) Pada umumnya desain produknya berasal dari pembeli (Job Order), (b) penurunan daya saing. (c) kompetensi SDM terbatas, (d) sistem serta proses produksi yang belum tertata (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian RI:2009). Salah satu program pemerintah melalui Direktorat Jenderal industri Kecil, Kementerian Perindustrian RI yang berkaitan dengan kondisi tersebut adalah Program peningkatan kompetensi SDM perusahaan atau kelompok perajin Industri kecil dan Menengah


(14)

melalui berbagai kegiatan, antara lain: pelatihan manajemen, pelatihan mutu, pelatihan teknik produksi dan pelatihan desain dll.

Wujud suatu produk mebel dilihat dari aspek produksinya, dibentuk oleh kompleksitas hubungan antara pengetahuan dan keterampilan yang meliputi aspek-aspek, pertama: Aspek pengetahuan dan keterampilan teknis, seperti membaca gambar, pengetahuan, pemilihan dan penggunaan bahan baku, pengetahuan dan keterampilan penggunaan peralatan kayu, proses produksi, langkah-langkah dari rangkaian kegiatan pembuatan mebel dan biaya, perhitungan biaya bahan, biaya produksi, penentuan laba dan harga jual produk. Kedua: Aspek Estetika atau keindahan produk mebel. Aspek ini bersifat subjektif dan berhubungan erat dengan pengalaman perajin dan ketiga: Aspek Bisnis, meliputi pemasaran, promosi dan penjualan. Aspek-aspek tersebut mempengaruhi keberadaan wujud fisik dari sebuah produk mebel.

Dalam penelitian ini fokus penelitian dibatasi pada lingkup peningkatan keterampilan teknis dan muatan estetis pada produk mebel. Dasar pemikirannya adalah bahwa Keterampilan teknis adalah inti dari keahlian yang harus dimiliki para pembuat mebel. Keterampilan inilah yang membuat sebuah mebel mewujud, tanpa keterampilan inti ini, gagasan atau ide yang sifatnya abstrak tak akan terwujud menjadi suatu produk. Pertimbangan estetika keberadaannya selama proses pembuatan mebel, secara sadar atau tanpa disadari sangat dekat dengan pemakaian keterampilan teknik dalam pembuatan sebuah mebel. Pilihan untuk menyatukan secara kontekstual


(15)

antara keterampilan teknis dan muatan estetis didasarkan pada keakraban perajin mebel pada aspek keterampilan teknis sebagai faktor dominan yang karena pengalamannya menjadi akrab dengan perajin dalam rangkaian proses pembuatan mebel. Menempatkan aspek estetika sebagai bahan ajar yang terpisah dari konteks aspek lainnya pada suatu pelatihan bagi perajin akan terkendala oleh kurang atau belum adanya pengalaman yang dapat memberi dukungan yang memudahkan perajin untuk memahami estetika dalam konteks tanggung jawabnya pekerjaannya. Keberadaan muatan estetika pada produk dikemukakan banyak ahli seperti Bramston (2009), Bayley, Steven dan Conran (2007), Norman (2004). Orang dewasa sebagai orang yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan juga memiliki ‘pengalaman’ sebagai modal yang kuat untuk mengembangkan ekspresi subyektifitas estetiknya dalam kegiatan kesehariannya sebagai pembuat mebel. Ini merupakan satu alternatif dalam fokus model peningkatan keahlian perajin. Knowles (1990: 18) mengemukakan bahwa orang akan mampu menerapkan pengetahuannya dalam kondisi-kondisi yang berubah dengan membelajarkan diri.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang dikemukakan di atas akan meningkatkan keahlian kelompok perajin dalam memecahkan masalah-masalah keseharian yang dihadapi kelompok perajin. Masalah yang dihadapi dapat berupa: masalah yang sifatnya teknis atau keterampilan teknis, maupun masalah yang sifatnya pengetahuan, seperti pengetahuan bahan baku dan peralatan kayu serta cara penggunannya serta masalah yang lebih bersifat umum atau menyeluruh.


(16)

Masalah yang dikemukakan terakhir antara lain mengenai ragam sikap konsumen yang selama ini dilayani atau calon konsumen yang potensial untuk menjadi konsumen baru. Hal tersebut sangat tergantung pada kebutuhan sentra atau kelompok perajin mebel kayu dalam meningkatkan usahanya.

Mengenai lemahnya daya saing yang terjadi pada industri kecil, Primiana (2009: 135) mengatakan bahwa keberlangsungan dan tumbuhnya suatu industri tak dapat dilepaskan dari kreatifitas dan inovasi yang mampu diciptakannya. Tanpa memiliki kemampuan bersaing (competitive advantage) suatu industri tidak akan mampu bertahan, dan itu yang dialami oleh industri kecil dalam negeri pada saat sekarang. Dalam topik yang relevan, Hari Lubis mengemukakan pada “Membangun Daya Saing Industri Daerah” (Departemen Perindustrian. (2007: 316), bahwa perusahaan industri kecil menengah yang tetap dapat mempertahankan keberadaannya atau bahkan mampu berkembang dengan baik, ternyata mampu memenuhi dua jenis persyaratan kesesuaian, yaitu: (1) yaitu adanya kesesuaian antara produk yang dihasilkan dengan corak pasar yang dilayani, dan (2) adanya kesesuaian antara pasangan produk-pasar (yang sesuai) dengan karakteristik pengusaha industri kecil menengah yang menjalankan usaha tersebut.

Di Jawa Barat sendiri kelompok perajin mebel kayu berada menyebar hampir di semua kota dan kota Kabupaten. Perajin yang bekerja berkelompok di satu daerah tertentu atau di sentra tertentu antara lain berada di Tasikmalaya, Sumedang, Garut, Cirebon, Indramayu, Bandung, Kabupaten


(17)

Bandung dan di Cianjur. Daftar Industri kecil dan menengah yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Jawa Barat (2006), menunjukan jumlah sentra industri kecil mebel di Jawa Barat meliputi: Kabupaten Tasikmalaya (18 sentra), Kabupaten Garut (6 sentra), Kabupaten Indramayu (7 sentra), Sumedang dan Cianjur (tidak tercatat), sedangkan tenaga kerja yang terdaftar berjumlah 5625 orang SDM perajin mebel kayu yang terdiri dari SDM yang memiliki keahlian dengan melalui pendidikan formal, yaitu melalui pendidikan di sekolah kejuruan (SMK mebel kayu) dan SDM yang memperoleh keahlian dengan cara bekerja sambil belajar.

Sentra industri kecil adalah himpunan para pelaku atau produsen di bidang industri tertentu yang serupa dan berada di suatu lokasi (desa, kelurahan) tertentu (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (2009). Observasi awal terhadap produk-produk industri kecil mebel kayu memperlihatkan bahwa di Kota Bandung diperdagangkan beragam mebel kayu yang dibuat atau diproduksi di berbagai daerah. Produk mebel tersebut selain berasal dari wilayah Jawa Barat juga berasal dari sentra-sentra lain, seperti dari Jawa Tengah, yaitu berupa kursi ukiran atau tanpa hiasan ukiran yang berasal dari Kabupaten Jepara. Produk mebelnya selain diperdagangkan di toko-toko mebel juga di trotoar jalan-jalan yang strategis atau jalan yang banyak dilalui oleh masyarakat atau di wilayah-wilayah pemukiman. Kondisi tersebut mengindikasikan adanya persaingan diantara kelompok atau sentra-sentra perajin mebel kayu dan persaingan tidak saja diantara kelompok


(18)

perajin di Jawa Barat, tetapi juga dari sentra mebel dari propinsi lain di pulau Jawa.

Keragaman budaya, kondisi sosial dan ekonomi masing-masing kelompok perajin yang bekerja pada satu daerah atau sentra memiliki kekhasan tertentu yang menjadi latar belakang tumbuhnya industri mebel kayu. Tiap kelompok atau sentra menawarkan pada calon konsumennya produk mebel kayu dengan daya tarik yang beragam. Jika kelompok perajin atau perajin suatu sentra tidak memperhatikan persaingan, tuntutan dan perkembangan pasar, maka kelompok perajin tersebut akan ditinggalkan oleh calon konsumennya. Calon konsumen memiliki banyak pilihan untuk beralih pada produk mebel yang dibuat sentra atau kelompok perajin lain yang menjadi pesainganya. Ditjen IKM Sakri Widhianto (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian, 2007).) dalam konteks kondisi industri kecil, termasuk industri kecil mebel kayu antara lain mengemukakan bahwa kendala internal pada industri kecil adalah pada kualitas SDM, serta rendahnya mutu dan desain produk mebel. Mutu mebel meliputi mutu bahan baku yang digunakan, pengolahan. yang secara holistik menjadi garapan bidang keilmuan desain (desain produk). Artinya secara umum, ada kebutuhan belajar bagi perajin mebel untuk terus meningkatkan keahliannya. Pengetahuan dan keterampilan teknis dalam kerangka meningkatkan keahlian perajin mebel kayu yang kebutuhannya disesuaikan dengan kebutuhan belajar tiap kelompok atau yang bekerja di sentra-sentra yang beragam.


(19)

Salah satu sentra industri kecil mebel kayu di kabupaten Bandung yang menjadi subyek penelitian ini adalah kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud, desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga-Asih Kabupaten Bandung. Penelitian pendahuluan ke kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud memperlihatkan bahwa selama ini para perajin semuanya memperoleh keterampilan teknis membuat mebel dengan cara bekerja sambil belajar (magang). Pola belajar tersebut terjadi karena masih kuatnya hubungan kekeluargaan atau sistem kekerabatan yang berada pada satu lingkungan masyarakat. Faktor lain adalah pasang surutnya jumlah pesanan, yang pada kondisi banyak pesanan kelompok perajin umumnya membutuhkan tambahan tenaga kerja untuk membantu perajin, sehingga jumlah produksi yang besar dapat dipenuhi.

B. Identifikasi Masalah

Gejala yang terjadi sekarang adalah bahwa produk mebel dari Kampung Mahmud desa Mekar-Rahayu kurang memperlihatkan perkembangan dalam mengantisipasi tuntutan pasar yang berkembang pesat. Perkembangan yang dimaksud khususnya adalah pada ragam mebel kayu yang mereka buat sekarang. Suatu produk mebel kayu sebaiknya dapat memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan psikologis calon konsumen atau pasar. Pemenuhan kedua fungsi tersebut akan menentukan segmen pasar yang dapat dimasuki, sehingga terbuka peluang yang lebih besar terhadap pasar yang selama ini menjadi pasar mebel produk perajin Kampung Mahmud.


(20)

Potensi yang dimiliki perajin dapat dikembangkan menjadi kegiatan produktif untuk memenuhi kebutuhan calon konsumen yang lebih luas, mengingat umumnya perajin di kampung Mahmud memiliki pengalaman dan semangat kerja yang besar. Sentra ini sendiri keberadaannya dirintis oleh para pendahulunya selama lebih dari 20 tahun.

Jenis produk mebel kayu Kampung-Mahmud yang dibuat di Kampung Mahmud sangat beragam, mulai dari kursi dan meja tamu, kursi makan, lemari hias, credensa, tempat tidur, rak dapur dan sebagainya. Walaupun demikian produk mebel yang paling banyak dibuat adalah mebel kursi, baik kursi tamu maupun kursi makan. Sebagian besar produk yang dibuat merupakan produk pesanan toko, yang desainnya dibuat dan dibawa oleh pemesan. Dalam hal ini sikap perajin juga beragam, ada yang selain menerima pekerjaan pesanan, juga tertarik dan membuat model mebel sendiri, walaupun jumlahnya hanya sedikit. Selain itu, ada juga perajin yang hanya membuat barang seperti apa yang dipesan dan juga terdapat perajin yang membuat mebel dengan belajar dari bentuk-bentuk mebel yang dianggapnya menarik dan laku dipasaran. Walaupun demikian, penggunaan ruji-ruji kayu pada produk mebel, khususnya pada produk mebel kursi tamu dan kursi makan tampak dominan, seakan memberi ciri khas produk daerah ini.

Kondisi tersebut disebabkan oleh pola perkembangan tumbuhnya kelompok perajin di Kampung-Mahmud yang sangat mengandalkan pada pesanan dari toko-toko di kota Bandung dengan desain seperti yang banyak di produksi sekarang. Kekuatan kelompok perajin Kampung Mahmud pada saat


(21)

sekarang adalah kemampuan untuk mempertahankan pelanggan yang selama ini menjadi pemesan tetap ke Kampung Mahmud. Di satu sisi, kondisi tersebut menjadikan sentra ini, perajinnya dapat terus bekerja sampai sekarang dan pemesan atau konsumen yang setia pada hasil kerja kelompok perajin perlu dipertahankan. Di sisi lain pesaing dari sentra lain dengan produk sejenis dan serupa juga memasuki pasar yang sama. Sentra yang paling muda usianya seperti Cianjur berkembang pesat dengan ragam produk mebel lebih beragam. Selain itu, juga masuk mebel-mebel dari Sentra Jepara dengan harga yang kompetitif dengan sentra-sentra yang baru berkembang. Sentra perajin kampung Mahmud harus dapat menumbuhkan motivasi diri yang lebih besar, selain mempertahan pelanggan yang sudah ada juga meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sebagai alternatif untuk tetap dapat bersaing dengan sentra-sentra lainnya.

Beberapa perajin bekerja kreatif dengan mencoba mengubah-ubah bentuk kursi dan menawarkan ke calon konsumen, sedangkan sebagian besar perajin mengerjakan pesanan dari toko-toko. Wawancara dengan beberapa perajin dan mengamati kegiatan dan produk yang dibuat perajin memperlihatkan, bahwa selain mempertahankan konsumen lama dengan ragam pesanan yang selama ini dibuat, juga terdapat potensi lain sebagai alternatif untuk tidak saja mempertahankan pelanggan, tetapi juga memperkuat kemampuan bersaing dengan lebih menumbuhkan motivasi kebutuhan belajar yang tumbuh dari dalam diri perajin sendiri. Jika kelompok perajin di Kampung-Mahmud tidak meningkatkan kualitas keahliannya dalam


(22)

membuat produk mebel yang lebih baik secara teknis dan estetis, maka perajin mebel akan berkurang kemampuannya dalam mengantisipasi tuntutan kebutuhan pasar yang lebih kompetitif. Ada indikasi bahwa pasar bagi mebel kayu dari Kampung Mahmud akan berkurang daya saingnya dalam memenuhi tuntutan kebutuhan calon konsumen atau pasar mebel kayu yang menjadi tujuan pemasaran produk mebel dari Kampung-Mahmud. Kondisi ini sejalan dengan penilaian Ditjen IKM, Sakri Widhianto (2007), tentang kelemahan industri kecil mebel-kayu di Indonesia, yang telah dikemukakan di atas.

Gejala tersebut memunculkan permasalahan yang berhubungan dengan upaya-upaya yang yang dapat dilakukan untuk selalu meningkatkan kualitas keahlian SDM perajinnya. Upaya-upaya tersebut secara langsung akan berhubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas keahlian SDM perajin mebel kayu di KampungMahmud. Kelompok perajin mebel kayu di Kampung-Mahmud sedikit demi sedikit akan mengecil daya saingnya jika kualitas SDMnya tidak ditingkatkan. Pelanggan akan bergeser ke sentra atau kelompok perajin lain, karena perajin mebel di Kampung Mahmud kurang siap dalam menyiapkan SDMnya untuk membuat produk mebel yang lebih baik, dari produk yang selama ini mereka buat. Produk mebel yang baik pembuatannya tergantung pada kualitas sumber daya manusia atau kualitas keahlian perajinnya.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model pelatihan bagi kelompok perajin industri kecil mebel kayu dengan studi kasus kelompok


(23)

perajin di Kampung-Mahmud. Model Pelatihan dapat dirancang dan diimplementasikan dengan baik jika model pelatihan itu langsung menjawab permasalahan yang dihadapi oleh sentra atau kelompok perajin Kampung-Mahmud pada masa sekarang dan yang akan datang. Jika kesenjangan tersebut tidak dimulai untuk diatasi maka SDM perajin di kampung-Mahmud secara perlahan akan semakin ketinggalan oleh pesaing-pesaing lokal dari sentra atau kelompok perajin mebel kayu lain.

C. Rumusan Masalah

Terdapat kecenderungan bahwa pada saat sekarang belum ada model pelatihan yang dapat memberikan kontribusi bermakna untuk peningkatan keahlian yang memberi kemampuan bersaing di pasar mebel, khususnya bagi perajin mebel Kampung Mahmud. Masalahnya adalah Model Pelatihan yang bagaimanakah yang dibutuhkan oleh kelompok perajin mebel kayu di Kampung Mahmud, Desa mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung sekarang? Untuk menjawab pertanyaan di atas dikemukakan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung sekarang?.

2. Bagaimanakah Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-nilai Estetis yang dapat meningkatkan keahlian perajin mebel kayu di Kampung Mahmud?.


(24)

3. Bagaimanakah implementasi Model Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai estetis dalam rangka meningkatkan keahlian Perajin Mebel di Kampung Mahmud?

D. Tujuan Penelitian

Dengan menggunakan perspektif pendidikan orang dewasa, maka fokus penelitian ditujukan pada diperolehnya model pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan perajin mebel pada studi kasus ini. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan keahlian perajin mebel kayu di Kampung-Mahmud melalui pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis, selanjutnya lebih spesifik lagi tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung- Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung.

2. Untuk membuat Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai estetis yang dapat meningkatkan keahlian perajin mebel kayu Kampung-Mahmud

3. Untuk mengetahui hasil implementasi model pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis dalam rangka meningkatkan keahlian perajin mebel kayu Kampung Mahmud.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pengembangan keilmuan dan kajian pendidikan luar sekolah. Model


(25)

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis diharapkan mampu mendorong tumbuhnya model-model pelatihan bagi kelompok perajin Industri kecil mebel kayu dengan permasalahan yang beragam.

Pelatihan dengan memasukan nilai-nilai estetis secara kontekstual dengan aspek keterampilan teknis bagi perajin diharapkan dapat memberi peluang pada perajin untuk memanfaatkan potensi ‘pengalaman teknis dan estetiknya’ melalui kegiatan pelatihan. Selanjutnya manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya suatu model pelatihan yang dapat digunakan oleh berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dan tanggung jawab terhadap perkembangan industri kecil mebel. Manfaat penelitian lebih rinci dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Memberikan manfaat dalam pengembangan ragam model pelatihan khususnya model pelatihan bagi kelompok industri kecil mebel kayu yang banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia.

2. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi Instansi, lembaga swasta dan pemerintah serta perorangan dalam kerangka pembinaan kelompok perajin Industri Kecil Mebel kayu.

3. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti permasalahan lebih lanjut pada konteks yang serupa.


(26)

F. Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kampung Mahmud desa Mekar-Rahayu, Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena Kampung Mahmud merupakan lokasi yang paling banyak memiliki perajin mebel kayu diantara tempat bekerja perajin perajin lain yang bekerja menyebar di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih. Bengkel kerja kayu mereka menyebar di rumah-rumah penduduk yang satu dengan lain letaknya berdekatan. Jumlah kelompok perajin umumnya bersifat fluktuatif tergantung kondisi banyaknya pesanan dari toko-toko di Bandung atau konsumen lain pada waktu yang bersamaan.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah Perajin mebel dari kampung Mahmud yang dipilih secara purposif. Empat kelompok perajin dari 20 perajin aktif yang sudah memiliki keterampilan membuat mebel kayu dipilih sebagai subyek penelitian. Perajin akan bekerja dalam kelompok kecil yang masing-masing kelompok akan terdiri empat sampai lima orang anggota yaitu perajin mebel kayu yang pada saat sekarang sedang aktif bekerja membuat mebel kayu, di bengkel kerja kayu tempat mereka membuat mebel pesanan.


(27)

G. Kerangka Berpikir Penelitian

Pelatihan Keterampilan Teknis Bermuatan Nilai-Nilai estetis bagi perajin mebel kayu kampung Mahmud dalam perspektif Pendidikan Orang Dewasa menempatkan perajin sebagai orang dewasa yang memiliki: (1) Konsep diri (Self-Concept), (2) Pengalaman (Experience), (3) Kesiapan Belajar (Readyness to learn), (4) Perspektif waktu dan orientasi belajar (Time perspective and learning orientation). Pelatihan akan berpusat pada perajin mebel kayu terhadap masalah yang dihadapi perajin sekarang dan masa depan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah diperolehnya suatu produk berupa model pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang dapat meningkatkan kualitas keahlian SDM Perajin Kampung-Mahmud. Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan seperti pada Diagram 1.1.


(28)

Kesesuaian

Lingkup Penelitian

Diagram 1.1

Kerangka Berpikir penelitian Kelompok

Perajin Mebel

Pilihan Ragam

Pengetahuan & Keterampilan yang perlu ditingkatkan Pengetahuan & Keterampilan Aspek Pengetahuan &Keterampilan: •Teknis: Gambar, bahan baku, peralatan, Proses produksi, &Biaya •Estetika •Bisnis: Pemasaran Penjualan Aspek Pengetahuan, Keterampilan Teknis &

MuatanEstetis

Pelatihan Proses Perencanaan

Model Pelatihan

Peningkatan pada aspek Pengetahuan, Keterampilan Teknik

dengan Muatan Estetis

Pengetahuan & Keterampilan Setelah Pelatihan

Pengetahuan dan Keterampilan ‘baru’ sebagai Penguatan dalam

Menghadapi Permintaan Calon Konsumen yang Beragam


(29)

H. Struktur Organisasi Desertasi

Struktur penulisan Desertasi dibagi dalam lima bab dengan urutan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan: Berisi uraian yang berhubungan dengan latar belakng

masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan penelitian, kerangka berpikir penelitian dan struktur organisasi desertasi. Uraian pada Bab ini menjelaskan mengapa penelitian ini dilakukan dan dasar-dasar yang melatar belakanginya serta fokus dari penelitian yang akan dilakukan.

Bab II Kajian Pustaka: Bab ini merupakan suatu kajian teoritik yang

menjadi landasan dalam penyusunan pertanyaan-pertanyaan penelitian serta tujuan penelitian. Pada bab ini penulis mencoba melihat kedudukan masalah yang diteliti dalam konteks lingkup bidang keilmuannya.

Bab III Metode Penelitian: Bab ini menguraikan secara rinci mengenai

pendekatan dan metode yang digunakan, termasuk di dalamnya uraian mengenai : lokasi dan subyek penelitian, desain penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian yang akan digunakan, serta teknik dan analisis data, di dalamnya termasuk validitasnya. Teknik yang diguanakan melalui teknik observasi dan wawancara serta tes tulis untuk pengukuran sikap dan tes tindakan berkaitan dengan tingkat keterampilan teknis pada akhir pelatihan.


(30)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan:

Hasil penelitian mencakup deskripsi yang berhubungan dengan perajin kampung Mahmud, perajin, lokasi dan tempat kerja dan produknya dibahas secara komprehensif. Bab ini juga membahas penyusunan Model Pelatihan Peningkatan Pengetahuan, Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa, ujicoba terbatas dan implementasinya. Pada bagian ke dua berisi pembahasan hasil temuan pada penelitian pendahuluan di analisis untuk memperoleh data yang diperlukan dalam proses pembuatan suatu model Pelatihan. Pada bab yang sama juga di telaah tiga hasil implementasi pelatihan mengenai mebel kayu yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian pendahuluan dan pembahasannya dipergunakan untuk membuat desain model pelatihan dan implementasinya pada kelompok Perajin Kampung Mahmud.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi: Menyajikan pemaknaan peneliti


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian dilakukan di sentra industri kecil mebel kayu Kampung Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung. Kampung Mahmud sebagai sentra industri kecil mebel, lokasinya cukup strategis, yaitu berbatasan dengan tiga wilayah lain yang sedang berkembang pesat, yaitu wilayah Kopo, Kecamatan Cigondewah, Kota Cimahi serta berbatasan langsung dengan wilayah Kota Bandung. Kampung Mahmud dipilih sebagai lokasi penelitian karena di kampung ini terdapat lebih dari 200 orang perajin mebel kayu yang secara bertahap berkembang menjadi sebuah sentra industri kecil mebel kayu. Lokasinya walaupun masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung, tetapi secara geografis letaknya berada di pusat kegiatan industri dan perdagangan yang memiliki akses yang paling dekat ke kota Bandung.

Bagi sentra Kampung Mahmud, Kota Bandung selama ini merupakan pasar terbesar bagi produk mebelnya, artinya di satu sisi Kota Bandung memiliki kontribusi langsung dalam menghidupkan para perajin mebel Kampung Mahmud, melalui kegiatan jasa perdagangan, dan disisi lain Bandung sebagai kota Seni dan Budaya dapat menjadi pusat informasi perdagangan dan perkembangan industri kecil mebel di Jawa Barat. Kondisi objektif yang menguntungkan bagi sentra ini khususnya pada aspek akses ke


(32)

lokasi yang mudah dicapai. Perajin kampung Mahmud sendiri memiliki motivasi diri dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menghasilkan produk mebel yang lebih baik. Penguatan motivasi yang diperlukan adalah motivasi yang dapat menumbuhkan sikap yang mengarah pada kepercayaan diri untuk berkompetitif dengan produk-produk mebel dari sentra lain yang dipasarkan di Kota Bandung. Persaingan terjadi baik pada aspek kualitas pekerjaan (aspek teknis), kuantitas (aspek jumlah produksi), aspek kualitas keindahan (aspek estetis), aspek biaya produksi dan harga jual dari produk mebel yang dapat ditawarkan.

Produk mebel kayu dari daerah lain yang juga masuk ke pasar Bandung atau diperdagangkan melalui jasa perdagangan di kota Bandung antara lain mebel dari Sentra Jepara, Sumedang, Cianjur dan Tasikmalaya serta dari Kota Bandung sendiri. Pembeli atau konsumennya sendiri tidak saja berasal dari kota Bandung, tetapi juga ada yang berasal dari luar Kota Bandung, seperti Jakarta, Bekasi, Tanggerang. Sentra mebel Kampung Mahmud memiliki peluang untuk memanfaatkan perdagangan mebel yang kompetitif di pasar Jawa Barat, jika dimulai dari perubahan sikap perajin dalam memandang profesinya. Perubahan yang terjadi akan berpengaruh pada pola kerja dan hubungan antar konsumen dan kelompok perajin. Perubahan juga akan diikuti oleh peningkatan pada aspek lainnya, seperti pada kualitas produk mebel yang dibuatnya.

Subyek penelitian adalah empat kelompok perajin Kampung Mahmud yang dipilih secara purposif, masing-masing dengan anggota sebanyak lima


(33)

orang perajin mebel yang aktif bekerja membuat mebel kayu. Jumlah perajinnya cukup besar, tetapi bersifat fluktuatif, tergantung pada besarnya pesanan dari toko-toko di kota Bandung dan bulan-bulan tertentu yang biasanya jumlah pesanan meningkat.

B. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan Penelitian dan Pengembangan (research and development). Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh Model Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa. Studi kasus dilakukan pada kelompok perajin di Sentra Kampung Mahmud, desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung, dengan menggunakan teknik pembelajaran pelatihan partisipatif. Penelitian di desain dengan metode studi kasus, dengan metode ini peserta dilatih untuk mendiagnosis sebab-sebab suatu masalah dan juga dilatih untuk memecahkan masalah tersebut (Kamil.2010:45).

Tahap-tahap penyusunan model dilakukan dengan mengadaptasi tahap-tahap yang direkomendasikan Borg and Gall (1979:264), disertai beberapa penyesuaian yang diperlukan. Lebih rinci penelitian dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut : (1) Studi pendahuluan : terdiri dari studi literatur, studi lapangan dan analisis temuan, untuk mengetahui kondisi objektif sentra dan perajinnya. Teknik yang digunakan adalah teknik


(34)

observasi, wawancara serta studi kepustakaan serta studi model-model pelatihan yang relevan dengan kasus perajin di sentra Kampung Mahmud. Menentukan kebutuhan pelatihan dari beberapa alternatif kebutuhan yang ada. (2) Penyusunan draft awal model konseptual : Draft model disusun berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan fokus pada kebutuhan belajar bagi perajin mebel Kampung Mahmud. Kondisi objektif perajin Kampung Mahmud dan kebutuhan belajar perajin pada saat sekarang yang dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis digunakan untuk merumuskan tujuan penyusunan Model pelatihan yang sesuai bagi kasus yang dihadapi kelompok perajin Kampung Mahmud., (3) Draft awal Model Konseptual Pelatihan yang telah disusun, divalidasi oleh tenaga ahli kependidikan seni, desainer dan praktisi mebel. (4) Hasil validasi digunakan untuk memperbaiki draft awal model konseptual, sebelum diujicobakan secara terbatas. (5) Model pelatihan Konseptual Revisi diujicobakan secara terbatas pada satu kelompok perajin lain yang terdiri dari lima orang perajin, (6) Hasil ujicoba terbatas dianalisis dan oleh tenaga ahli kependidikan seni, desainer dan praktisi mebel yang sama, dan menjadi masukan bagi penyusunan Model Konseptual Revisi, (7) Model konseptual Revisi tersebut merupakan model yang sudah dianalisis kelebihan dan kekurangannya dari model sebelumnya, sehingga dianggap siap untuk diimplementasikan pada jumlah kelompok yang lebih besar yang memadai dengan jumlah perajin yang ada di sentra Kampung Mahmud , (8) Implementasi Model konseptual Revisi tersebut dilakukan terhadap 4 kelompok perajin yang masing-masing


(35)

terdiri dari lima orang perajin mebel kayu yang sekarang aktif bekerja mengerjakan mebel pesanan, (9) Tahap berikutnya adalah diskusi dengan peserta pelatihan dan evaluasi pelaksanaan pelatihan. Evaluasi akhir ini ditujukan untuk memperoleh: (10) model akhir yang merupakan model pelatihan hasil eksperimen dengan kelebihan dan kekurangannya, sehingga terbuka untuk perbaikan atau penyesuaian pada kasus serupa di sentra lain.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, studi kepustakaan. Data dan informasi yang diperoleh dikelompokan untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan model pelatihan. .Observasi dan wawancara dilakukan terhadap sikap, dan kegiatan keseharian kerja perajin serta terhadap produk yang dibuatnya. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang lebih mendalam mengenai bagaimana perajin menyikapi pekerjaan kesehariannya sebagai perajin mebel. Sikap, pengetahuan, keterampilan dan material akan menunjukan kondisi objektif perajin pada saat sekarang.

C. Definisi Operasional

Pendidikan Luar Sekolah atau Pendidikan Non-formal fungsinya adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Satuan pendidikan Nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majlis talim serta satuan pendidikan yang sejenis


(36)

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal, 2003:19,20). Beberapa definisi penting yang berhubungan dengan penelitian antara lain :

1. Pelatihan

Pelatihan adalah kegiatan pembelajaran melalui penerapan pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh suatu keahlian tertentu yang penguasaannya dibutuhkan untuk tujuan tertentu (Hill, P.J 1984:273, Tight Malcolm 2002:20, Norman 2004:37). Definisi pelatihan dalam kaitan dengan penelitian ini lebih mengacu pada terjadinya perubahan sikap yang akan berkaitan dengan terjadinya peningkatan keterampilan teknis serta memiliki kemampuan dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan. nilai-nilai estetis. Keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang diakibatkan oleh adanya upaya-upaya tertentu, sehingga terjadi proses transformasi pengalaman dan keterampilan teknis yang dimiliki sekarang ke pembentukan pengalaman dan keterampilan teknis baru yang pada hakekatnya didahului oleh terjadinya perubahan sikap.

There is no clear line between education and training. Some suggested differentiation can be made. Education deals a great with the acquisition of knowledge. Training deals more with the application of knowledge. Thus, within one learning system, we can find elements of both (Hill, P.J 1984:273).

Tidak ada garis batas yang jelas antara pendidikan dan pelatihan, beberapa perbedaan pandangan dapat dibuat. Pendidikan sangat berhubungan dengan penguasaan pengetahuan. Pelatihan lebih


(37)

berhubungan dengan penerapan pengetahuan, jadi diantara sistem pembelajaran kita dapat menemukan keduanya.

The concept of training has application when : (i) there is some specifiable types of performance that had to be mastered,(ii) practiced is required for the mastery of it, (iii), little emphasis is placed on the underlying rationale (Tight Malcolm 2002:20). Performance is about how well the product does those desired function – if the product inadequate, the product fails (Norman 2004:37).

Konsep pelatihan diterapkan ketika: (1) Ada penampilan yang khusus yang perlu dikuasai, (2) Latihan diperlukan untuk penguasaan tersebut, (3) Perlu sedikit penekanan untuk ditempatkan di atas hal yang rasional. Penampilan tentang suatu produk yang baik adalah produk yang fungsinya menarik, dan jika produk kurang memenuhi, maka ada kesalahan pada produk tersebut.

2. Model pelatihan

Terdapat berbagai model pelatihan sebagai kegiatan pendidikan luar sekolah. Model-model itu terutama dilihat dari tujuan pelatihan yang kemudian menentukan proses pelatihan (Kamil 2010:35). Model pelatihan peningkatan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis dirancang berdasarkan pada kebutuhan, potensi dan peluang yang dimiliki kelompok perajin industri kecil mebel kayu. Studi kasus ini ditujukan pada adanya kebutuhan belajar sumber daya manusia kelompok perajin mebel di kampung Mahmud untuk meningkatkan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai-nilai estetisnya melalui pelatihan.


(38)

Definisi pelatihan dari Tight Malcolm (2002:20) dan Norman (2004:37). Memberikan penguatan bahwa tiap model pelatihan memiliki karakteristik yang dibentuk oleh kebutuhan warga belajarnya.

3. Pembelajaran

Pembelajaran adalah Proses transformasi pengalaman ke pengetahuan keterampilan dan sikap (The processes of transforming experience into knowledge, skills and attitudes, Jarvis 1990, p 196, seperti yang dikutip Tight Malcolm (2002:25). Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan yang tetap yang diakibatkan oleh adanya usaha sadar, berupa proses transformasi pengalaman ke dalam pengetahuan dan keterampilan serta sikap.

4. Orang Dewasa (Adult)

Definisi mengenai seseorang untuk dapat dikatakan dewasa banyak dikemukakan oleh para ahli, antara lain dikemukakan oleh Knowles (1980:24): A person is adult to the extent that individual is performing social roles typically assigned by our culture to those it consider to be adults - the roles of worker, spouse, parent, responsible citizen, soldiers and the like. Seorang dikatakan dewasa ketika dia melakukan peran sosial yang khusus yang diberikan oleh lingkungan budaya kita. Mereka juga diakui sebagai orang dewasa, seperti peran sebagai pekerja, suami istri, orang tua, warga negara yang bertanggung jawab, tentara dan yang serupa. Definisi yang lain yang dikemukakan Knowles adalah mengatakan bahwa: A person is adult to the extent that individual perceives herself or himself


(39)

to be essentially responsible for her or his own life . Pada dasarnya seseorang dikatakan dewasa ketika dia merasakan bahwa dia bertanggung jawab terhadap kehidupan dirinya. Dua definisi tersebut menempatkan tanggung jawab individu dalam konteks dirinya dan masyarakat yang menjadi kriteria pokok dalam menempatkan seseorang untuk diakui menjadi orang dewasa. Tight Malcolm mengutip pendapat Rogers (1996) mengenai orang dewasa dengan menyebutkan bahwa:

A wide range of concepts is involved when we use the term “adult”. The word can refer to a stage in the life cycle of individual; he or she is first a child, then a youth, then an adult. It can refer to status, an acceptance by society that the person concerned has completed his or her novitiate and is now incorporated fully into the community. It can refer to a social sub-set: adults as distinct from children. Or it can include a set of ideals and values: adulthood.(Malcolm Tight, 2002:14).

Kata ‘dewasa’ ketika digunakan akan melingkupi serangkaian konsep-konsep yang luas. “Dewasa” dapat menunjukan tingkat-tingkat perkembangan kehidupan seseorang mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa. Kata ini juga dapat menunjuk pada status yang diterima oleh masyarakat dimana individu berkembang dari masa percobaan dan kemudian sekarang memiliki tanggung jawab dan bergabung secara penuh ke dalam masyarakat. Ini dapat digunakan sebagai suatu pokok dalam perangkat kemasyarakatan, yaitu bahwa: orang dewasa berbeda dari anak-anak, atau di dalamnya termasuk satu perangkat idealisme dan nilai-nilai mengenai apa yang diakui sebagai masa dewasa. Artinya, bahwa kedewasaan tidak secara langsung berkaitan dengan usia, tetapi lebih


(40)

berhubungan pada apa yang terjadi ketika individu tumbuh menjadi lebih tua.

Rogers (1996) menyebutkan adanya indikasi bahwa ada tahap-tahap antara tertentu (intermediate stage) diantara masa anak-anak dan masa dewasa yang dikenal sebagai masa adolescents, youths or teenagers, jadi ada peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa bukan sesuatu yang terjadi secara mendadak atau instan.

5. Keterampilan(skills)

Keterampilanadalah kemampuan, keahlian untuk mengerjakan sesuatu dengan baik.. (Pocket Oxford Dictionary: 2007). Definisi keterampilan dalam konteks penelitian ini adalah kemampuan perajin dalam bekerja yang karena keahlian yang dimilikinya perajin dapat membuat mebel yang lebih baik. Definisi di atas merujuk pada beberapa pengertian keterampilan (skills), antara lain bahwa: Keterampilan adalah tipe kerja atau kegiatan yang memerlukan pelatihan dan pengetahuan khusus (A Skill is a type of work or activity which requires

special training and knowledge).Keahlian berhubungan dengan

pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mampu menjalankan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan pada suatu industri (The Northern Territory Public Sector of Australia, Depdiknas-LPPM ITB.2005:2).


(41)

Competence refers to the ability to perform a range of skills, relevance refers to the usefulness of those skills in an individual’s life or work situation; and motivation refers to one’s predisposition to improveskills(Kowalski, Theodore J (1988:125). Kompetensi merujuk pada kemampuan untuk menampilkan berbagai keterampilan, pertalian merujuk pada kegunaan dari keterampilan tersebut dalam kehidupan atau situasi kerja seseorang dan motivasi merujuk pada kecenderungan seseorang untuk memperbaiki keterampilannya.

7. Perajin Mebel Kayu

Perajin Mebel Kayu adalah perorangan yang bekerja secara individual atau berkelompok membuat mebel kayu terutama kursi dam meja. Perajin pada penelitian studi kasus ini adalah kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud Desa Mekar Rahayu, Kacamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung. Kayu adalah bahan alami yang banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan mebel. Pada setiap jenis kayu terdapat aspek teknis yang berkaitan dengan kekuatan dan keawetan serta aspek estetis yang berkaitan dengan keindahan mebel kayu yang ingin dimunculkan. Kata ‘Mebel’ kayu pengertiannya sama dengan kata furniture (Movable equipment of house, room etc) dalam bahasa Inggris. Istilah ‘furnitur’ banyak digunakan untuk pengganti kata mebel, misalnya ‘mebel kursi’ atau furnitur kursi. Kata kursi artinya adalah benda yang biasa digunakan sebagai pengganti kata mebel, seperti furnitur kursi. Kursi


(42)

merupakan benda yang digunakan sebagai tempat duduk dan biasanya memiliki sandaran punggung.

8. Muatan Nilai-Nilai Estetis

Muatan Nilai-nilai estetis berhubungan dengan jastifikasi tentang nilai keindahan suatu produk mebel yang dipertimbangkan dan dirasakan manusia (Fraenkel R. Jack, 1976:6, mengemukakan bahwa: Aesthetics refer to study and justification of what human beings consider beautiful-what they enjoy). Definisi milai-nilai estetik pada penelitian ini lebih ditekankan pada berkembangnya kemampuan dasar dalam menilai bentuk visual. Kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang kurang baik, mana yang indah dan mana yang kurang indah pada suatu produk mebel kayu yang dibentuk oleh komponen-komponen visual dan keseluruhan kesatuan sebagai benda fungsional.

9. Sikap (Attitudes)

Sikap merupakan minatdengan intesitas tertentu dari seorang individu tertentu dalam situasi tertentu untuk melakukan serangkaian tindakan terhadap suatu obyek. (Cattel seperti yang ditulis Lindzey Gardner dan Hall S. Calvin (1993:158). Sikap mempengaruhi pilihan tindakan seseorang (Briggs, J. Leslie and Gagne M Robert (1979:85), Sikap selanjutnya dapat didefinisikan sebagai keadaan internal yang memberi pengaruh pada pilihan tindakan seseorang terhadap beberapa obyek atau kejadian. Proses belajar manusia dewasa ke arah perubahan perilaku hendaknya digerakan melalui usaha perubahan sikap baru,


(43)

melatihkan keterampilan baru dan dalam hal tertentu penyediaan material baru ( Lunandi, A.G. 1987:3).

D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumentasi, Observasi (pengamatan) dan wawancara. Data dan informasi yang dikumpulkan dikategorikan dan dideskripsikan. Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung pada kegiatan produktif kelompok perajin dalam menjalani profesinya sebagai perajin yang aktif membuat mebel kursi. Kegiatan observasi ini dilakukan di tempat perajin bekerja atau bengkel kerja mebel. Wawancara dilakukan tidak hanya di bengkel kerja perajin, tetapi juga di tempat lain, seperti di rumah perajin atau tempat lainnya di lingkungan sentra Kampung Mahmud. Peneliti menggunakan panduan yang disusun untuk mengelompokan langsung data yang diperoleh selama melakukan wawancara dan observasi. Studi dokumentasi dilakukan melalui pembandingan penyelenggaraan pelatihan dan pemahaman karakteristik suatu sentra perajin. Peneliti juga mengadakan diskusi atau perbincangan dengan tenaga ahli pendidikan seni, perancang mebel dan praktisi mebel kayu untuk memvalidasi temuan dan rancangan draft model konseptual pelatihan. Data kualitatif yang dikumpulkan berupa deskripsi yang berhubungan dengan aspek latar belakang perajin, baik personal maupun kelompok perajin serta harapan-harapannya.Data dibagi ke dalam bagian-bagian (unit) yang relevan atau memiliki keterakitan makna dalam kerangka perspektif yang menyeluruh. Data yang jumlahnya cukup banyak akan disusun dengan


(44)

melakukan pengkatagorian.Kegiatan komparasi adalah salah satu kegiatan belajar yang akan dilakukan peserta pelatihan selama penelitian pembuatan model ini. Komparasi meliputi kegiatan mengamati, membedakan dan membandingkan dengan menggunakan alat peraga yang disiapkan sebelumnya.Sasarannya adalah untuk mengidentifikasi keserupaan dan perbedaan diantara kategori yang ada. Analisis terhadap informasi dan data yang diperoleh merupakan dasar dalam penyusunan model pelatihan yang bertujuanuntuk meningkatkan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis dengan bertolak dari sikap dan tingkat keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang dimiliki perajin sekarang.

Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang sangat penting, karena perajin mebel tingkat pendidikannya umumnya relatif rendah, sehingga pemberian tes tertulis kurang efektif. Kekurangan efektifitas ini terutama dalam menyusun kalimat tulis. Tes tertulis hanya dilakukan dalam menggunakan format pencatatan sebagai alat bantu dalam penggunaan skala Likert, yang untuk menjawabnya mereka tidak perlu menyusun kalimat, walaupun demikian masih tetap memerlukan bimbingan atau penjelasan. Hasil observasi, wawancara diharapkan akan memperkaya informasi dan data yang dapat diperoleh dari perajin mebel kayu. Tes tindakan di sampaikan secara sederhana yaitu untuk mengetahui sikap serta keterampilan perajin dalam membaca dan menafsirkan gambar kerja. Kemampuan menjelaskan dalam bentuk gambar sketsa sederhana, serta keterampilan dalam membuat ubahan sederhana mebel dilakukan secara partisipatif dalam kelompok kecil.


(45)

Praktek membuat mebel merupakan salah satu pengukuran terhadap tingkat keterampilan teknis dan muatan estetisnya selama pelatihan yang di dalamnya terdapat aspek kogniif, afektif dan psikomotorik. Muatan estetis secara kontekstual dimasukan dalam muatan pengetahuan dan keterampilan teknis.

Wawancara dilakukan dalam suasana non-formal dan tidak kaku sehingga tidak ada keraguan dalam menyampaikan informasi atau data yang diperlukan. Pedoman wawancara digunakan hanya untuk membantu peneliti dalam melakukan pencatatan kegiatan wawancara sehingga data yang dibutuhkan tidak terlewat selama kegiatan wawancara.

Data akan dibagi kedalam bagian-bagian (unit) yang relevan atau keterkaitan makna dalam kerangka perspektif yang menyeluruh. Data akan berupa teks (deskriptif), Gambar, foto dan benda (produk mebel) yang berhubungan dengan subyek penelitian serta kegiatan kesehariannya peserta pelatihan sebagai perajin. Data diklasifikasikan dan dianalisis dengan menggunakan teknik memperbandingkan dan mengkontraskan Sasarannya adalah untuk mengidentifikasi kesejalanan, keserupaan dan perbedaan diantara kategori yang telah disusun sebelumnya. Analisis data pada setiap tahap penelitian ditujukan untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan pada bagian awal tulisan ini.

Data yang dianalisis merupakan data kualitatif yang di dalam prosesnya terdapat penilaian yang sifatnya interpretatif atau bahkan subjektif. Tenaga ahli, desainer mebel dan praktisi berperan untuk memperkecil tingkat subyektifitas penilaian dan interpretasi dari sudut pandang keahliannya


(46)

masing-masing. Muatan estetika dimasukan secara kontekstual pada materi pengetahuan dan keterampilan teknis, sehingga penilaian aspek muatan estetis dilakukan secara menyeluruh pada proses dan ujud produk hasil pelatihan. Hasil penilaian dalam bentuk baik sekali, baik, cukup dan kurang atau tertarik sekali, tertarik, cukup tertarik atau kurang tertarik dan lainnya akan diakumulasikan dalam bentuk prosentase.

Pada tahap pendahuluan penelitian dilakukan dilakukan: (1) pengkategorian data, kemudian, (2) mereduksi data dengan mencatat semua data dan merangkumnya, melakukan pengklasifikasian dan mendeskripsikan, memverifikasi dan menyimpulkan. Pada tahap pendahuluan ini salah satu fokusnya adalah diperolehnya data objectif mengenai kondisi perajin dan lingkungannya pada saat sekarang. Pengujian untuk menjaga validitas, reliabilitas dan objectivitas temuan dilakukan dengan pengujian validitas internal (credibility), melakukan pengecekan kembali hasil temuan dengan data yang telah dikumpulkan melalui catatan observasi dan wawancara.

Pada proses penyusunan draf model konseptual pelatihan, data kualitatif hasil validasi tenaga ahli pendidikan seni rupa, desainer dan praktisi digunakan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan pada draf model konseptual. Validasi Model Konseptual dilakukan dengan melakukan ujicoba terbatas. Analisis kualitatifnya dilakukan dengan melihat data hasil observasi dan wawancara tahap pendahuluan serta hambatan-hambatan yang terjadi selama proses ujicoba terbatas. Analisis data kualitatif model konseptual revisi dilakukan dengan membandingakan aspek perubahan pada model revisi


(47)

dengan mempertimbangkan bahwa aspek yang direvisi. Pembandingan akan memberi masukan pada kekurangan yang harus diperbaiki pada draf model konseptual awal. Melakukan pendeskripsian perubahan-perubahan yang terjadi. Selanjutnya dengan pola yang sama, model konseptual di revisi dan hasil revisinya diujicobakan pada empat kelompok perajin di sentra Kampung Mahmud. Data objektif pada penelitian pendahuluan dan data yang diperoleh dalam implementasi pelatihan akan menunjukan tingkat efektifitas Model pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan nilai-nilai estetis pada studi kasus kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud. Pencatatan Teknik dan analisis data dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa format-format tertulis untuk pencatatan selama proses penelitian dan evaluasi berlangsung. Format-format tersebut dikembangkan dengan melakukan analisis terhadap kondisi dan situasi perajin sekarang, sehingga tujuan pelatihan yang akan dicapai pada kondisi tersebut dapat disusun. Keberhasilan atau pencapaian kegiatan pembelajaran pelatihan akan tergantung pada diperolehnya susunan materi atau bahan ajar dan teknik pembelajaran pelatihannya untuk situasi perajin yang telah diketahui sebelumnya. Format tesebut bersifat fleksibel yang penyempurnaannya berlangsung terus selama penelitian berlangsung. Foto , Gambar dan Model mebel yang disiapkan peneliti dan mebel-mebel yang ada di tempat kerja merupakan alat bantu atau alat peraga untuk membantu kegiatan pelatihan , baik yang sifatnya pengetahuan maupun kegiatan praktek keterampilan teknis. Keragaman penggunaan alat bantu pelatihan atau alat peraga memungkinkan peserta


(48)

pelatihan untuk dapat memahami dan menguasai materi atau bahan ajar yang disampaikan selama proses pelatihan. Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagi berikut

1. Studi Pendahuluan (studi literatur, studi lapangan, identifikasi kebutuhan, deskripsi dan analisis temuan)

2. Penyusunan draft Model Konseptual 3. Validasi

4. Model konseptual

5. Ujicoba terbatas pada satu kelompok perajin mebel kayu 6. Model Konseptual Revisi

7. Implementasi Model Konseptual Revisi 8. Revisi Model Konseptual

9. Diskusi, Evaluasi 10. Model Eksperimen

Tahap-tahap penelitian digambarkan dalam bentuk Diagram 3.1 pada halaman berikut:


(49)

Diagram 3.1 Tahap-Tahap Penelitian

Studi Kepustakaan (Kerangka Teoritis)

Studi Lapangan (Kondisi Aktual) Masalah pada

Kelompok Perajin

Draft Model Konseptual Pelatihan Pengumpulan dan Analisis Data

Validasi

Uji Coba Terbatas

Draft Model Konseptual Pelatiham

Model Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis bermuatan

Nilai-Nilai Estetis Implementasi

Model Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis bermuatan

Nilai-Nilai Estetis Revisi

Evaluasi & Revisi Model Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan

Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis Revisi I

Diskusi & Evaluasi

MODEL EKSPERIMEN

Identifikasi Kebutuhan

Evaluasi & Revisi Keterampilan Teknis &


(50)

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini secara menyeluruh telah mencapai tujuan, yaitu menghasilkan Model Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa. Penelitian telah menghasilkan beberapa temuan empirik yaitu :

1. Keberlangsungan dan perkembangan suatu sentra perajin industri kecil mebel kayu tergantung dari sikap, tanggung jawab para pelaku industrinya terhadap kebutuhan dan tantangan yang secara terus menerus tumbuh dan berkembang. Sentra kelompok perajin mebel kayu industri kecil Kampung Mahmud sampai sekarang memperlihatkan keberlangsungan dan perkembangan yang dilatarbekangi oleh adanya sikap dan tanggung jawab tersebut. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki kelompok perajin yang sekarang bekerja di sentra Kampung Mahmud, menyebabkan keberadaan sentra dapat bertahan sampai sekarang. Walaupun demikian kelompok perajin juga secara terus menerus dihadapkan pada tantangan-tantangan baru sebagai akibat perkembangan lingkungan masyarakat dalam arti yang lebih luas. Perkembangan identik dengan adanya perubahan untuk perbaikan atau peningkatan. Kebutuhan untuk


(52)

tetap menjaga, mengembangkan dan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang aktual dalam menjaga keberlangsungan kegiatan sentra dapat bersifat internal, yang secara independen dilakukan oleh kelompok perajin sendiri dan atau bersifat eksternal, yaitu membangun kerjasama dengan pihak luar dalam berbagai bentuk dan jenis kerjasama atau bantuan. Perkembangan dan peningkatan kebutuhan masyarakat akan ragam jenis dan kualitas mebel, perkembangan desain dan teknologi serta peningkatan kebutuhan akan tingkat keterampilan sumberdaya manusia terampil, mendorong kebutuhan sentra untuk melakukan upaya-upaya kerjasama dengan pihak luar.

Kondisi aktual kelompok perajin industri Kecil Kampung Mahmud dengan keunggulan-keunggulan dan tentunya kekurangan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya juga dihadapkan pada kebutuhan untuk meningkatkan dan memperbaiki kinerja sumber daya kelompok perajinnya. Peningkatan Keterampilan Teknis dan Muatan Nila-Nilai Estetis secara kontekstual keduanya berhubungan erat dengan peran faktor eksternal, yaitu faktor terjadinya perkembangan pada bidang teknologi dan desain mebel, yang pemenuhan kebutuhannya akan dapat lebih efisien dengan melalui kerjasama dengan pihak luar. Pembelajaran pelatihan merupakan upaya pendidikan yang dilakukan secara berkelanjutan yang diperlukan sentra Kampung Mahmud untuk tetap dapat menjaga aktualisasi Keterampilan dan muatan estetis dari produk mebel yang dibuatnya.


(53)

2. Penelitian telah menghasilkan suatu model konseptual pelatihan peningkatan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis bagi perajin mebel kayu dalam perspektif pendidikan orang dewasa. Model pelatihan dirancang untuk memenuhi kebutuhan akan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis bagi kelompok perajin Industri Kecil Mebel Kayu, khususnya kelompok perajin mebel industri kecil Kampung Mahmud. Perbedaan Model konseptual pelatihan ini dengan model-model pelatihan bagi perajin kecil mebel lainnya terletak pada konsep dalam memasukan konsep muatan estetis secara kontekstual pada keterampilan teknis yang mendasari keseluruhan konten materi pelatihan. Konsep tersebut sejalan dengan karakteristik perspektif Pendidikan Orang Dewasa yang menempatkan ‘pengalaman’ sebagai faktor penting untuk menentukan kebutuhan belajarnya. Perajin mebel sebagai orang dewasa tidak saja kaya dengan pengalaman akan keterampilan teknis tetapi juga memiliki pengalaman estetis. Potensi estetis yang terbentuk oleh pengalaman estetis selama bekerja sebagai perajin mebel tersebu, pada model pelatihan ini secara disadari dibawa ke permukaan alam pikiran peserta pelatihan, membantu perajin memperkaya ruang untuk tumbuhnya pengalaman estetis baru. Model pelatihan yang banyak digunakan untuk kelompok perajin mebel kayu selama ini lebih terfokus pada materi peningkatan keterampilan teknis. Secara konseptual penempatan muatan estetis pada mebel dapat dihubungkan dengan aspek-aspek lain yang ada pada lingkup industri


(54)

kecil mebel secara keseluruhan. Menempatkan muatan estetik pada Pengetahuan dan Keterampilan Teknis pada rancangan model konseptual pelatihan ini didasarkan pada pertimbangan, bahwa keterampilan teknis adalah inti dari pengetahuan dan keterampilan yang wajib dimiliki dan mampu digunakan oleh perajin mebel kayu, yang dengan keterampilan tersebut suatu produk mebel mewujud secara fisik dan dapat digunakan sesuai kegunaannya.

3. Model konseptual pelatihan telah dapat diimplementasikan dengan efisien dan efektif pada kelompok perajin mebel kayu sentra industri kecil Kampung Mahmud. Hasil implementasi model pelatihan memperlihatkan bahwa penempatan bahan ajar muatan estetis pada keterampilan teknis secara kontekstual telah dapat disampaikan oleh instruktur pelatihan dan dipahami dengan baik oleh peserta pelatihan. Pada batas-batas abstraksi tertentu, peserta pelatihan menunjukan pemahaman dan kemampuannya dalam memahami makna dari keindahan atau estetika dari sebuah produk mebel. Proses kegiatan praktek pembuatan kursi secara disadari telah memberi gambaran sikap perajin tehadap keberadaan dan peran keterampilan teknis dan muatan estetis pada produk mebel. Implementasi model konseptual juga telah memperlihatkan terjadinya proses pembelajaran pelatihan yang efektif. Tanya jawab yang menarik terjadi melalui proses ‘saling mempertanyakan’ dalam menentukan pilihan bentuk dan konfigurasi


(55)

ragam bentuk dari sebuah mebel. Pada akhirnya peserta pelatihan sendiri dituntut untuk mampu menentukan pilihannya sendiri dengan mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut, baik aspek teknis maupun aspek muatan estetis. Implementasi model pelatihan secara eketif telah dapat lebih mendekatkan peserta pelatihan dalam memanfaatkan pengalaman teknis dan pengalaman estetisnya.

Selain keunggulan, model ini juga memiliki keterbatasan yang disebabkan olehberbagai keterbatasan yang ada. Keterbatasan berkaitan dengan pembahasan saling keterhubungan ‘muatan nilai-nilai estetika’ dengan aspek-aspek lain pada mebel yang juga sama penting, seperti aspek bisnis, ekonomi, pemasaran dan perilaku konsumen. Hal tersebut perlu disampaikan karena muatan estetika keberadaannya berkaitan dengan serangkain proses dari awal sampai menjadi sebuah mebel yang diminati oleh calon konsumennya.

B. Rekomendasi

1. Bagi instansi pemerintah pembuat kebijkan, rekomendasi terhadap hasil penelitian ini adalah bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber acuan dalam pembinaan pada sentra lain, setelah terlebih dahulu dilakukan perancangan untuk penyesuaian dengan kondisi sentra di daerah lain yang memiliki keserupaan.


(56)

2. Bagi pengguna hasil penelitian penelitian ini bersandar pada kekuatan alat peraga yang lebih memberi kemudahan bagi peserta pelatihan untuk menyerap materi keterampilan teknis secara kontekstual dengan materi muatan estetis, sehingga perlu penyiapan dan penyesuaian alat peraga atau alat bantu lainnya yang akan digunakan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan sentra yang akan dilatih.

3. Bagi peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian, direkomendasikan untuk melakukan penelitian model pelatihan dengan fokus muatan estetika yang terkait dengan aspek lain pada mebel, terutama muatan nilai-nilai estetis secara kontekstual dengan aspek bisnis, atau lebih khusus aspek muatan nilai-nilai estetika yangberkaitan dengan aspek pemasaran, penjualan atau perilaku konsumen.


(1)

327

2. Bagi pengguna hasil penelitian penelitian ini bersandar pada kekuatan alat peraga yang lebih memberi kemudahan bagi peserta pelatihan untuk menyerap materi keterampilan teknis secara kontekstual dengan materi muatan estetis, sehingga perlu penyiapan dan penyesuaian alat peraga atau alat bantu lainnya yang akan digunakan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan sentra yang akan dilatih.

3. Bagi peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian, direkomendasikan untuk melakukan penelitian model pelatihan dengan fokus muatan estetika yang terkait dengan aspek lain pada mebel, terutama muatan nilai-nilai estetis secara kontekstual dengan aspek bisnis, atau lebih khusus aspek muatan nilai-nilai estetika yangberkaitan dengan aspek pemasaran, penjualan atau perilaku konsumen.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2000). Strategi Membangun Motivasi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira.

Abrahams, Gi. et al. (1984). The International Book of Wood. London: Mitchel Beazley Publisher.

Amir, M Taufik. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Arif, Z. (1994). Andragogi. Bandung : Penerbit Angkasa.

Asia-Pacific Programme of Education for All (APPEAL), , United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization UNESCO Bangkok (2004). Training Guide and Training Technique. Bangkok.

Asia-Pacific Programme of Education for All (APPEAL), Unesco Bangkok and SEMEO INNOTECH (2001), Continuing Education Programmes Focusing on Small-Scale Enterprise for Neo-Literates Through Community Learning Centres Bangkok; UNESCO Asia Pacific Regional Bereau for Education.

Badan Pusat Statistik, Indonesia (2002),

Bayley, S. dan Conran, T..(2007). Design, Intelligence Made visibel. London: Conran Octopus.

Borg, R. W. and Gall D. M.. (1979).Educational Research An Introduction, New York: Longman.

Bramston, D. (2009). Idea Sesarching. Lausanne, Switzerland: An Ava Book. Briggs, J. and Gagne, M. R. (1979). Principles of Instructional Design.New York:

Holt Reinhart and Winston.

Bueno, Patricia. (2004). Chairs. Barcelona: Atrium Group

Corbert, S. (Contributing Editor). (2006). The Illustrated Profesional Woodworker. London: Hermes House.

Craig, R. L. (1987). Training and Development Handbook. A Guide to Human Resource Development. New York: McGraw-Hill Book Company.


(3)

329

Creswell, W John. (2009). Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed (Terjemahan, judul asli : Research Design, Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Aproaches, Third Ediion, Sage Publication. Thousand Oaks California 91320. 2009). Yogyakarta: Pustaka Pelajar (2010).

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, (2002). IKM Buku I Kebijakan dan Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil menengah. Jakarta: Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, (2002). IKM Buku II Program

Pengembangan Industri Kecil Menengah. Jakarta: Departemen

Perindustrian dan Perdagangan.

Departemen Perindustrian. (2007). Membangun Daya Saing Industri Daerah dengan Pendekatan Kompetensi Inti Industri Daerah. Jakarta: Departemen Perindustrian.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. (2004). Profil Komoditi Mebel Kayu Jawa Barat. Bandung: Dinas Perindustrian Jawa Barat.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. (2006). Laporan Kegiatan Pengembangan IKM Kimia dan Bahan Bangunan. Bandung: Dinas Perindustrian Jawa Barat.

Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian. (2006). Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan Teknis Produksi Barang Jadi Kayu di Pasuruan Jawa Timur, Angkatan I. Jakarta.

Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian. (2006). Laporan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Furnitur melalui Pendekatan Klaster. Jakarta.

Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian. (2005). Pelaporan Pelatihan Desain Mebel I (Indonesia Bagian Barat) di Semarang. Jakarta.

Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian. (2005). Pelaporan Pelatihan Desain Mebel II (Indonesia Bagian Timur) di Surabaya. Jakarta.

Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian. (2007). Gema Industri Kecil Menengah, Media Informasi & Promosi Industri Kecil Menegah. Jakarta: Direktorat Industri Kecil Menengah.


(4)

Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian. (2009). Profil Sentra IKM Furnitur di Jawa Barat dan Jawa Tengah Indonesia-2009. Jakarta.

Direktorat Jenderal Menengah Kejuruan, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Kerangka Dasar Sistem Pelaksanaan Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. Depdiknas-LPPM ITB. ( 2005). The Northern Territory Public Sector of Australia Djelantik, A. A. M. (1999). Estetika sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat

Seni Pertunjukan Indonesia.

Evans, N. D. and Lang R. H.. (2006). Models, Strategies and Methods for Effective Teaching. Boston: Pearson.

Feagin, L. S. and Patrick. (1997). Aesthetics. Oxford: Oxford University Press. Fiell, P. & Charlotte. (1989). 1000 Chairs. London: Tashen

Fraenkel, R. J.. (1977). How to Teach Values, An Analytic Aproach. London: Prentice Hall.

Furqon dan Emilia Emi. (2010). Penelitian Kuantitatif & Kualitatif (Beberapa Isu Kritis). Bandung: SEKOLAH PASCASARJANA. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hill, P. J. (1982). A Dictionary of Education. London: Routledge & Kegan Paul. Ingalls, J. D. (1973). Trainers Guide to Andragogy.Revised Edition. Wathlam:

Mass, Data education, Incorporated.

Irianto, Y.. (2001). Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (Dari Analisis Kebutuhan sampai Evaluasi Program Pelatihan). Surabaya: Insan Cendekia.

Kamil, M.. (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan ( Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Knowles, M. (1980). The Modern Practice of Adult Education, From Pedagogy to Andragogy. Chicago: Foilet Publishing Company.

Knowles, M. (1990).The Adult Learner,A Negleted Species. Houston: Gulf Publishing Company.


(5)

331

Koswara, A. (1996). Ukiran Jepara. Tesis Magister FRSD ITB , Tidak dipublikasikan

Koswara, A.. (2007). ‘Kursi Rakyat’.

Kowalsky, T. J. (1988). The Organization and Planning of Adult Education. New York: State University of New York Press Albany.

Laird, D. (1985). Approaches to Training and Development. New York: Addison Wesley Publishing Company.

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat ITB, Departemen Pendidikan Nasional RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (2002). Standar Kompetensi Nasional Bidang Teknologi Perkayuan Sub-Bidang Mebel. Jakarta.

Levinson, Jerold. (2003). The Oxford Handbook of Aesthetics. Oxford: Oxford University Press.

Linzey, G. & Hall, S. C., Terjemahan, Editor: Supraktiknya (1993). Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Longman Dictionary of Contemporary English (1978). Harlow: Longman group Limited.

Lunandi, A.G. (1987). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta :PT Gramedia

Mujiman, H.. (2009). Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyana, E. (2008). Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam Perspektif Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Alfabeta.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Norman, A. D. (2004). Emotional Design. New York: Basic Books.

Pocket Oxford Dictionary, (2007).

Philip’s. (1998). Essential Encyclopedia.London: George Philip Limited.

Primiana, I. (2009). Menggerakan Sektor Riil UKM & Industri. Bandung: Alfabeta.


(6)

Schoenfeldt, Eberhard. Nolker, Helmut. (1983). Pendidikan Kejuruan, Pengajaran, Kurikulum, Perencanaan. Jakarta: P.T Gramedia.

Stevens, D, Jollife, A. and Forsyth, I. (1995). Planning A Course, Practical Strategies for Teachers, Lecturers and Trainers. London: Kogan Page limited.

Sudjana, H. D. (2006). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: P.T Remaja Rosda Karya dan program Pasca Sarjana UPI.

Sudjana, H.D. (2001). Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production .

Sukmadinata, Syaodih. N. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: P.T Remaja Rosdakarya.

Tight, M.. (2002). Key Concept in Adult Education and Training 2nd Edition. London: Falmer Taylor and Francis Group.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wakefield, A.S. Gatenby, H.V. dan Hornby, A.S (1963). The Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Great Britain:Oxford University Press. Wallen, E. Norman, Fraenkel R. Jack. (1993). How to Design and Evaluate