Studi Deskriptif Mengenai Values Schwartz pada Masyarakat Ambon Usia Dewasa Awal di Kota Ambon.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul ”Studi Deskriptif Mengenai Values Schwartz Pada Masyarakat Ambon Usia Dewasa Awal Di Kota Ambon”. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana gambaran values Schwartz pada masayarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon.

Sampel pada penelitian ini adalah 300 orang yang memiliki ayah dan ibu dari suku Ambon, sejak lahir tinggal di Ambon, dan berusia 20 sampai 39 tahun.

Alat ukur yang digunakan adalah Portrait Value Quetionare (PVQ) yang dikembangkan oleh Schwartz. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah menggunakan Smallest Space Analysis (SSA) dengan program Hebrew University Data Analysis Package (HUDAP) dan SPSS 16.0.

Data diolah melalui tiga cara yaitu content, structure dan hierarchy value Schwartz. Dalam content hanya teridentifikasi tujuh area yaitu hedonism, achievement, self direction, benevolence, conformity, security, dan universalism. Dalam structure akan dibahas tentang hubungan antar values Schwartz, dengan hubungan compatibilities dan conflict yang sebagian sesuai dengan teori Schwartz, tapi ada beberapa yang berbeda akibat dari pengaruh budaya Ambon yang diyakini oleh responden, antara lain tradition dan hedonism, benevolence dan power, benevolence dan achievement, universalism dan power.Hierarchy values pada penelitian ini hedonism, power, achievement, self direction, stimulation, tradition, conformity, security, benevolence, dan universalism values. Terdapat perbedaan hierarchy values pada jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pendidikan dan status sosial ekonomi.

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian values Schwartz pada responden dengan usia di tahap perkembangan yang berbeda seperti dewasa madya ataupun dewasa akhir dan melakukan studi perbandingan antara masyarakat Ambon usia dewasa awal yang sejak lahirnya tinggal di kota Ambon dengan masyarakat Ambon usia dewasa awal yang pernah beberapa tahun tinggal di luar kota ambon dan kini telah menetap di kota Ambon.


(2)

viii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI PENELITIAN ... ... iv

KATA PENGANTAR ... ... v

ABSTRAK ... ... vii

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR TABEL ... ... xii

DAFTAR BAGAN ... ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... ... 6

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... ... 7

1.4Kegunaan Penelitian ... ... 7

1.5Kerangka Pikir ... ... 8

1.6Asumsi ... ... 18


(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Values ... ... 19

2.1.1 Pengertian Values ... ... 19

2.1.2 Tipe Values ... ... 20

2.1.3 Dinamika dan Struktur Values ... ... 23

2.1.4 Second Order Type ... ... 27

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Values ... ... 30

2.1.6 Transmission Values ... ... 35

2.2 Dewasa Awal ... ... 40

2.2.1 Definisi Dewasa Awal ... ... 40

2.2.2 Karakteristik Dewasa Awal ... ... 41

2.2.3 Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... ... 44

2.2.4 Perubahan-Perubahan pada Masa Dewasa Awal ... ... 44

2.2.5 Mobilitas pada Dewasa Awal ... ... 45

2.3 Kebudayaan ... ... 46

2.3.1 Pengertian Kebudayaan ... ... 46

2.3.2 Komponen-Komponen Kebudayaan ... ... 46

2.4 Ambon ... ... 49

2.4.1 Tradisi-Tradisi Masyarakat Ambon ... ... 49

2.4.2 Produk Budaya Masyarakat Ambon ... ... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... ... 55


(4)

x

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... ... 55

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... ... 55

3.3.1 Variabel Penelitian ... ... 55

3.3.2 Definisi Operasional ... ... 56

3.4 Alat Ukur ... ... 58

3.4.1 Alat Ukur Schwartz’s Values ... ... 58

3.4.2 Prosedur Pengisian ... ... 59

3.4.3 Sistem Penilaian ... ... 59

3.4.4 Data Penunjang ... ... 60

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas ... ... 60

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... ... 61

3.5.1 Populasi Sasaran ... ... 61

3.5.2 Karakteristik Populasi ... ... 61

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... ... 62

3.5.4 Ukuran Sampel ... ... 62

3.6 Teknik Analisis Data ... ... 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... ... 64

4.1.1 Jenis Kelamin ... ... 64

4.1.2 Usia ... ... 65

4.1.3 Bahasa Sehari-Hari ... ... 66

4.1.4 Penghasilan ... ... 66


(5)

4.1.5 Pendidikan ... ... 67

4.1.6 Tempat Tinggal ... ... 67

4.1.7 Agama ... ... 68

4.1.8 Transmisi Budaya ... ... 68

4.2 Hasil Penelitian ... ... 70

4.2.1 Content ... ... 70

4.2.2 Structure ... ... 72

4.2.3 Hierarchy ... ... 73

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... ... 74

4.3.1 Content ... ... 74

4.3.2 Structure ... ... 79

4.3.3 Hierarchy ... ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... ... 89

5.2 Saran ... ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... ... 93

DAFTAR RUJUKAN ... ... 94 LAMPIRAN


(6)

xii

DAFTAR TABEL

3.2 Tabel Kisi-Kisi Portrait Value Quetionnaire (PVQ) 3.3 Tabel Validitas Item

3.4 Tabel Reliabilitas Item

4.1 Tabel Jenis Kelamin Responden 4.2 Tabel Usia Responden

4.3 Tabel Bahasa Sehari-Hari Responden 4.4 Tabel Penghasilan Responden 4.5 Tabel Pendidikan Responden

4.6 Tabel Daerah Tempat Tinggal Responden 4.7 Tabel Agama Responden

4.8 Tabel Transmisi Budaya Responden 4.10 Tabel Content Area

4.11 Tabel Korelasi antar Values 4.12 Tabel Hierarchy Values


(7)

DAFTAR BAGAN

1.1Bagan Kerangka Pikir

2.1 Schwartz’ Model of Individual Level Motivational Types of Value 2.2 Vertical, horizontal dan oblique dari transmisi budaya dan akulturasi. 3.1 Bagan Rancangan Penelitian


(8)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Portrait Value Quetionnaire Lampiran 2 Data Penunjang

Lampiran 3 Kuisioner Transmisi Budaya Lampiran 4 Tabel Cross Tab Data Penunjang


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, karena dibangun di atas keragaman budaya yang masing-masingnya memiliki ciri khas tertentu. Ciri khas inilah yang akan membedakan tingkah laku setiap orang yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Setiap orang perlu memahami kebudayaan yang berlaku di tempat tinggalnya, agar mereka dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kebudayaan setempat.

Menurut Kathy Stolley kebudayaan merupakan seluruh gagasan, keyakinan, perilaku, dan produk-produk yang dihasilkan secara bersama, dan menentukan cara hidup suatu kelompok. Kebudayaan menghasilkan kepercayaan, pengetahuan, seni, moral, adat istiadat, hukum, peralatan, bangunan tradisional, dan tata cara berkomunikasi yang berlaku pada suatu suku atau kelompok sosial. Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui interaksi antar kedua generasi (sistembudayablogspot.com, September 2010).

Ambon merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan kebudayaan yang lekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Seperti masyarakat di daerah lainnya yang memiliki kebudayaan dengan ciri khas tertentu, demikian pula dengan masyarakat di Kota Ambon. Ciri khas kebudayaan pada masyarakat


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha

Ambon tercermin dari segi kehidupan beragama antara umat Islam dan Kristen, tradisi, seni, petuah-petuah kuno, dan sebagainya.

Heterogenitas masyarakat Ambon dalam kehidupan beragama menciptakan salah satu tradisi yang sudah ada sejak turun-temurun. Tradisi ini dikenal dengan sebutan Pela Gandong. Pela Gandong merupakan tradisi kerukunan antara dua kampung yang berbeda agama, yakni kampung yang beragama Kristen dengan kampung yang beragama Islam. Hubungan ini didasari oleh kesadaran bahwa mereka adalah saudara yang harus saling menjaga, agar dapat tetap hidup rukun dan aman. Tradisi ini biasanya dirayakan melalui upacara tradisional yang disebut Panas Pela, yang mana pada upacara ini kedua kampung yang memiliki hubungan Pela Gandong akan memperbaharui sumpahnya untuk mengingatkan tali persaudaraan yang terjalin diantara mereka (jagaakangbaebae, September 2010).

Selain tradisi Pela Gandong, masyarakat Ambon juga memiliki tradisi lain yang telah dilakukan turun-temurun, seperti tradisi Makan Patita. Tradisi Makan Patita adalah tradisi makan bersama yang dihadiri oleh seluruh masyarakat Ambon untuk menjalin keakraban antar anggota masyarakat, sekaligus merupakan simbol solidaritas antar masyarakat di Kota Ambon. Pada tradisi yang umumnya dilakukan setiap bulan Januari dan Desember ini disajikan berbagai makanan tradisional, yang mana makanan-makanan tersebut dibawa oleh masing-masing warga dari rumahnya. Makanan tersebut bukan hanya untuk dimakan sendiri oleh yang membawa, tetapi juga untuk dibagikan kepada warga lainnya (jagaakangbaebae, September 2010).


(11)

3

Tradisi lainnya yang melekat dengan kehidupan masyarakat Ambon adalah tradisi Badendang. Tradisi Badendang adalah pesta yang dilakukan oleh para pemuda untuk menyambut hari raya Natal dan Idul Fitri. Pada tradisi ini para pemuda berjalan menyusuri kota sambil bernyanyi dan menari untuk menarik perhatian pemuda lainnya agar bergabung dalam rombongan. Tradisi ini menunjukan adanya saling menghargai antara masyarakat Kristen dan Islam yang hidup dalam heterogenitas. Tradisi lain yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Ambon seperti tradisi Pili Cengkeh. Tradisi Pili Cengkeh merupakan tradisi yang dilakukan pada waktu musim cengkeh. Bagi yang tidak memiliki kebun Cengkeh/pohon Cengkeh, mereka diperbolehkan oleh pemilik kebun Cengkeh/pohon Cengkeh untuk memungut Cengkeh yang kebetulan berguguran secara alami dan jatuh di tanah. Tradisi ini dilakukan dengan tujuan agar orang yang kaya belajar menolong orang lain yang secara ekonomi kurang mampu (jagaakangbaebae, September 2010).

Selain tradisi, masyarakat Ambon juga memiliki petuah-petuah kuno seperti Jang pulang kalo balom dapa hidop (jangan kembali pada orang tua kalau belum berhasil dalam hidup), Pi cari hidop (Pergi mencari masa depan) yang mengajarkan kepada setiap orang Ambon untuk berani mencari tantangan dalam hidup, dan Manggurebe maju (mari berkarya untuk membangun Ambon). Selain itu, pada masyarakat Ambon sendiri terdapat hukum yang dikenal dengan sebutan Sasi, yang mana Sasi bertujuan untuk mencegah masyarakat merusak hutan dan laut yang telah dilindungi. (jagaakangbaebae, September 2010).


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha

Kebudayaan yang melekat dengan kehidupan masyarakat Ambon didasari oleh nilai-nilai budaya yang dianut. Nilai-nilai yang mendasari seseorang untuk bertingkahlaku disebut Values. Values merupakan suatu keyakinan yang mengarahkan tingkah laku sesuai dengan keinginan dan situasi yang ada. Terdapat 10 tipe values, antara lain benevolence, conformity, tradition, security, power, achievement, stimulation, self direction, universalism dan hedonism (Schwartz, 2001).

Dari sepuluh tipe values yang ada, akan dilihat content dari masing-masing tipe yaitu penyebaran values dan identifikasi region dalam bentuk pemetaan (multidimensional space). Kemudian berdasarkan compability dan conflict antar values akan terlihat bagaimana structure values pada kebudayaan tertentu. Selanjutnya values yang ada akan disusun secara hierarchy berdasarkan derajat kepentingannya (Schwartz dan Bilzky, 1987, 1990).

Di dalam budaya masyarakat Ambon tersirat values yang mendasari mereka untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Values ini tercermin melalui nilai saling menghargai sesama yang melatar belakangi diadakannya tradisi Makan Patita dan Badendang (benovalence value), nilai untuk mencapai kesuksesan pribadi yang diajarkan melalui petuah Jang pulang kalo balom dapa hidop (jangan kembali pada orang tua kalau belum berhasil dalam hidup) (achievement value), nilai keamanan yang melatar belakangi tradisi Pela Gandong (security value), nilai untuk menolong orang lain yang melatar belakangi tradisi Pili Cengke (benevolence value), sampai pada nilai yang mengutamakan


(13)

5

keseimbangan antara manusia dan alam yang mendasari hukum Sasi (universalism value).

Pada tahap perkembangan ini, seorang dewasa awal sudah mampu untuk menentukan value dan belief yang dianutnya sendiri. Value yang dianut oleh seorang dewasa awal akan membantunya dalam hidup bermasyarakat, karena lewat value, seseorang akan menentukan apa yang sesuai dan tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat di sekitarnya , agar ia dapat diterima oleh kelompoknya (Santrock, 2004).

Value pada masyarakat Ambon dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, sedangkan faktor eksternal meliputi proses transmisi. Proses transmisi adalah proses yang bertujuan untuk mengenalkan perilaku yang sesuai kepada para anggotanya dari suatu budaya tertentu. Transmisi budaya terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya, yaitu: vertical transmission (orang tua), oblique transmission (orang dewasa atau lembaga lain), dan horizontal transmission (teman sebaya) (Cavali-Sforza dan Feldman dalam Berry, 1999). Proses transmisi budaya tersebut dapat berasal dari budaya sendiri maupun dari budaya lain, yang akan diikuti oleh proses enkulturasi, akulturasi serta sosialisasi.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan salah satu budayawan, diketahui bahwa tradisi masyarakat Ambon masih dijalankan seperti biasanya. Para pemuda sering terlibat dalam tradisi Pela Gandong, Pili Cengkeh, Makan Patita, dan Badendang, hanya saja terkadang kebanyakan pemuda tidak memahami tujuan dan arti sebenarnya dari tradisi yang dijalankan. Para pemuda umumnya


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha

memanfaatkan tradisi-tradisi ini untuk bersenang-senang dengan sahabatnya, mencari teman baru, bahkan terkadang untuk menunjukan pengaruh dan kemampuan mereka.

Dari hasil survey awal terhadap 20 responden ditemukan 8 responden (40%) mengaku bahwa mereka sering menjalankan tradisi Pela Gandong, Pili Cengkeh, Makan Patita, dan Badendang setiap kali tradisi-tradisi tersebut diadakan, dengan tujuan agar dapat bersenang-senang dengan teman-temannya dan menjalin persahabatan dengan orang baru, sedangkan 6 responden (30%) lainnya mengaku bahwa mereka sering melakukan tradisi-tradisi tersebut dan mereka memahami benar tujuan dari suatu tradisi dilakukan, 6 responden (30%) lainnya mengaku bahwa mereka sering terlibat dalam tradisi-tradisi tersebut, hanya saja mereka kurang memahami tujuan dari tradisi tersebut dan hanya sekedar mengikuti. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui content, structure, dan hierarchy values pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon.

1.2Identifikasi Masalah

Bagaimanakah gambaran mengenai Values Schwartz pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon.


(15)

7

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai Values Schwartz pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui content, structure, dan hierarchy Values Schwartz pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon serta faktor – faktor eksternal dan internal yang mempengaruhinya.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

• Hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan terutama untuk bidang Psikologi Sosial, lebih khususnya lagi bagi perkembangan Psikologi Lintas Budaya. Agar kedepannya pengkajian mengenai Values Schwartz dapat dikembangkan.

Memberikan gambaran mengenai Values Schwartz pada masyarakat Ambon dewasa awal, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif informasi untuk penelitian selanjutnya mengenai Values Schwartz pada sampel dengan tahap perkembangan yang berbeda.


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Kegunaan Praktis

• Memberikan informasi kepada masyarakat Ambon terutama para pemuda di kota Ambon mengenai gambaran values pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon yang mendorong mereka untuk melakukan suatu tradisi, agar mereka dapat kembali merenungkan esensi sebenarnya dari suatu tradisi yang telah diwariskan turun-temurun, sehingga mereka dapat tetap mempertahankan tujuan yang sebenarnya ingin dicapai dari dilaksanakannya suatu tradisi.

• Memberikan gambaran bagi pemerintah kota, khususnya di bidang pariwisata mengenai gambaran values yang mendorong dewasa awal di Kota Ambon yang berguna untuk menjaga dan mengembangkan budaya masyarakat Ambon.

1.5Kerangka Pikir

Dewasa awal merupakan tahap perkembangan manusia yang berada pada rentang usia 20 sampai 39 tahun. Pada tahap perkembangan ini, seorang dewasa awal sudah mampu untuk menentukan value dan belief yang dianutnya sendiri. Value yang dianut oleh seorang dewasa awal akan membantunya dalam hidup bermasyarakat, karena lewat value seseorang akan menentukan apa yang sesuai dan tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat di sekitarnya (Santrock, 2004).

Value merupakan keyakinan yang mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku dan menentukan apakah sesuatu itu benar atau salah, baik atau buruk, diinginkan atau tidak diinginkan. Proses terbentuknya value sama dengan


(17)

9

mekanisme terbentuknya belief pada seseorang, yang mana mekanisme terbentuknya value melibatkan tiga komponen utama yaitu cognitive, affective, dan behavior. Individu mulai memikirkan dan memahami mengenai suatu objek atau kejadian di sekitarnya, apakah itu baik atau buruk, diinginkan atau tidak diinginkan. Selanjutnya pemahaman akan suatu objek atau kejadian akan dihayati oleh individu, apakah objek atau kejadian tersebut disukai atau tidak disukai olehnya. Apabila individu menyukai suatu objek atau kejadian, maka ia akan menunjukan tingkah laku yang diarahkan kepada objek atau kejadian tersebut. Sebaliknya jika ia tidak menyukai objek atau kejadian tersebut, maka ia akan menjauhinya.

Menurut Schwartz terdapat 10 tipe values yang juga disebut sebagai single value, antara lain benevolence, conformity, tradition, security, power, achievement, stimulation, self direction, universalism dan hedonism. Single values ini akan membentuk suatu kelompok berdasarkan tujuan dan kesamaannya menjadi second order value type (SOVT) yang terdiri atas SOVT openness to change (stimulation & self direction value), SOVT conservation (conformity, tradition, security value), SOVT self-transcedence (universalism & benevolence value) dan SOVT self-enhancement (power dan achievement value) (Schwartz, 1984:14).

SOVT openness to change merupakan belief yang mengutamakan minat intelekual dan emosional dalam arah yang tidak dapat diprediksi atau keterbukaan untuk berubah. Single values yang terkait dalam kelompok ini adalah stimulation value dan self direction value. Stimulation value yaitu sejauh mana keyakinan


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha

individu mengutamakan ketertarikan atau kesukaan kepada sesuatu yang baru atau tantangan dalam hidup ; merujuk pada kehidupan yang berwarna (ada perubahan-perubahan dalam hidup) dan kehidupan yang penuh kegembiraan; sedangkan self-direction value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan pemikiran dan tindakan yang bebas dalam memilih, menciptakan atau menyelidiki; merujuk pada kebebasan, memilih tujuan sendiri, dan keinginan keras.

SOVT conservation adalah belief yang mengutamakan hubungan dekat dengan orang lain, institusi, tradisi dan kepatuhan. Single values yang terkait dalam kelompok ini adalah conformity value, tradition value, dan security value. Conformity value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan pengendalian diri dari tindakan yang dapat membahayakan orang lain atau ekspektasi sosial; biasanya ditunjukkan dengan perilaku disiplin diri, patuh, sopan, menghargai orang yang lebih tua; tradition value adalah sejauh mana individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada rasa hormat dan penerimaan bahwa budaya atau agama mempengaruhi individu; menunjuk pada sikap yang hangat, respek pada budaya, kesalehan, dan bisa menempatkan diri dalam bermasyarakat; sedangkan security value adalah sejauh mana keyakinan individu menggambarkan betapa pentingnya rasa aman dalam diri maupun lingkungan; value ini merujuk pada aturan bermasyarakat, keamanan dalam keluarga, dan keamanan negara.

SOVT self-transcedence adalah belief yang mengutamakan peningkatan kesejahteraan orang lain dan lingkungan sekitar. Single value yang terkait dalam kelompok ini adalah universalism value dan benevolence value. Universalism


(19)

11

value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan penghargaan atau perlindungan terhadap kesejahteraan semua orang dan alam; merujuk pada kesamaan, perdamaian dunia, keindahan bumi, bersatu dengan alam, dan kebijaksanaan; sedangkan benevolence value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan perilaku untuk memperhatikan atau meningkatan kesejahteraan orang-orang terdekat; ditunjukkan dengan perilaku menolong, memaafkan, loyal, jujur, bertanggungjawab dan setia kawan.

SOVT self-enhancement adalah belief yang mengutamakan peningkatan minat personal bahkan dengan mengorbankan orang lain. Single value yang terkait dalam kelompok ini adalah power dan achievement values. Power value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada pencapaian status sosial atau dominasi atas orang-orang atau sumber daya; value ini merujuk pada social power, kekayaan, otoritas, pengakuan oleh orang banyak; sedangkan achievement value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan kesuksesan pribadi dengan memperlihatkan kompetensi menurut standar sosial; mengarah kepada kesuksesan, ambisi, kemampuan dan yang berpengaruh.

Single value yang termasuk dalam dua wilayah adalah hedonism value. Hedonism value adalah sejauh mana keyakinan individu mengutamakan kesenangan atau sensasi yang memuaskan indra; merujuk kepada kesenangan dan menikmati hidup. Value ini termasuk dalam dua wilayah SOVT, yaitu SOVT openness to change dan SOVT self-enhancement, karena Hedonism merupakan


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha

value yang memfokuskan pada diri dan mengekspresikan motivasi yang menantang seperti stimulation dan self-direction values.

Dari sepuluh tipe values yang ada, akan dilihat content dari masing-masing tipe yaitu penyebaran values dan identifikasi region dalam bentuk pemetaan (multidimensional space). Kemudian berdasarkan compability dan conflict antar values akan terlihat bagaimana structure values pada kebudayaan tertentu. Selanjutnya values yang ada akan disusun secara hierarchy berdasarkan derajat kepentingannya (Schwartz dan Bilzky, 1987, 1990).

Value memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat seorang dewasa awal, karena akan membantunya dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat di sekitarnya. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat, seorang dewasa awal harus memahami dan mengikuti kebiasaan atau tradisi dan aturan yang berlaku di lingkungannya. Dalam setiap tradisi dan aturan yang berlaku di masyarakat mengandung value yang mengarahkan setiap anggotanya untuk melakukan tradisi dan aturan tersebut.

Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon. Individu dewasa awal di Kota Ambon berupaya untuk dapat memahami tradisi dan aturan yang berlaku di antara masyarakat Ambon, yang mana pada tradisi dan aturan tersebut mengandung values yang dikemukakan oleh Schwartz, seperti tradisi Makan Patita, Badendang, dan tradisi Pili Cengkeh yang mengutamakan hidup saling menolong dengan sesama (benevolence), tradisi Pela Gandong yang mengutamakan kehidupan aman dan rukun (security), dan hukum Sasi yang mengutamakan pemeliharaan lingkungan sekitar (universalism).


(21)

13

Masyarakat Ambon juga dibesarkan dengan mendengar petuah kuno yakni, Jang pulang kalo balom dapa hidop (jangan kembali pada orang tua kalau belum berhasil dalam hidup), yang mana petuah ini mengajarkan setiap orang Ambon untuk berkerja keras agar mencapai kesuksesan pribadi (achievement). Selain itu, terdapat petuah kuno lainnya yaitu, Manggurebe maju (mari berkarya untuk membangun Ambon), yang mana mengajarkan setiap orang Ambon untuk berani menciptakan karya-karya baru yang dapat mengembangkan Kota Ambon (self direction).

Value juga dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, agama, dan pendidikan. Pendidikan turut mempengaruhi values mahasiswa, menurut penelitian yang dilakukan Kohn & Schooler, 1983; Prince-Gibson & Schwartz, 1998 yang menyatakan bahwa pendidikan berkorelasi positif dengan self-direction value dan stimulation value dan mempunyai korelasi negatif dengan conformity value dan traditional value (Berry,1999: 533). Penelitian yang dilakukan oleh Roccos & Schwartz, 1997; Schwartz & Husmans, 1995 menyebutkan bahwa agama turut berperan dalam pembentukan values, semakin besar komitmen pada agama maka semakin diprioritaskan traditional value (Berry, 1999: 534). Jenis kelamin berpengaruh dalam pembentukan values, orang dengan jenis kelamin laki-laki maka tipe values yang dimiliki lebih mengarah pada achievement value, power value, hedonism value, self-directive value, dan stimulation value, sedangkan pada perempuan, tipe values yang dimiliki lebih mengarah pada benevolence value, dan security value. Individu dalam usia muda akan lebih menunjukkan values keterbukaan


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha

dibandingkan dengan individu yang usianya lebih tua (Feather, 1975; Rokeach, 1973 dalam Schwartz, 2001: 533).

Faktor eksternal meliputi proses transmisi yang merupakan proses pada suatu budaya yang mengajarkan pembawaan perilaku yang sesuai kepada para anggotanya. Transmission value terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya, yaitu: Vertical Transmission (orang tua), Oblique Transmission (orang dewasa atau lembaga lain) dan Horizontal Transmission (teman sebaya) (Cavali-Sforza dan Feldman dalam Berry, 1999). Proses transmisi budaya diatas dapat berasal dari budaya sendiri maupun berasal dari budaya lain yang juga akan terjadi proses enkulturasi dan akulturasi serta sosialisasi. Enkulturasi adalah proses yang memungkinkan kelompok memasukkan individu ke dalam budayanya sehingga memungkinkan individu membawa perilaku yang sesuai dengan harapan budaya. Sebaliknya, akulturasi adalah perubahan budaya dan psikologis karena pertemuan dengan orang berbudaya lain yang juga memperlihatkan perilaku yang berbeda. Untuk transmisi vertikal dapat berupa transmisi enkulturasi dan sosialisasi khusus dalam kehidupan sehari-hari dengan orang tua, misalnya pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Melalui orang tua, diwariskan nilai, budaya, keyakinan, keterampilan, pola pikir dan sebagainya kepada anak.

Transmisi oblique dibedakan menjadi dua bagian, yaitu transmisi oblique yang berasal dari budaya sendiri dan transmisi oblique yang berasal dari budaya lain. Transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan yang sama (budaya Ambon) terbentuk melalui orang dewasa lain dengan proses enkulturasi dan sosialisasi sejak lahir sampai dewasa, misalnya orang dewasa lain dan saudara yang


(23)

15

sebudaya. Sedangkan transmisi oblique yang berasal dari kebudayaan lain melalui orang dewasa lain akan terbentuk melalui proses akulturasi dan resosialisasi khusus yaitu interaksi dengan orang lain yang berasal dari luar budaya Ambon, misalnya dari dosen atau atasan di lingkungan kerja yang berasal dari budaya lain.

Transmisi horizontal merupakan peralihan value yang terjadi melalui enkulturasi dan sosialisasi dengan teman sebaya, misalnya dari teman sebaya yang sebudaya. Transmisi horizontal bisa juga terbentuk melalui proses akulturasi dan resosialisasi khusus yaitu interaksi dengan teman sebaya yang berasal dari luar budaya Ambon (Berry, 1999 : 33).

Proses transmisi budaya juga terjadi pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon. Mereka diajarkan oleh orang tua dan orang dewasa lain untuk terlibat dalam tradisi Makan Patita, Badendang, Pili Cengkeh, dan sebagainya bersama dengan teman-teman sebayanya yang juga berasal dari Ambon. Selain itu, mereka tumbuh dengan ajaran-ajaran yang berasal dari petuah kuno seperti Jang pulang kalo balom dapa hidop (jangan kembali pada orang tua kalau belum berhasil dalam hidup) dan Manggurebe maju (mari berkarya untuk membangun Ambon). Mereka pun diajarkan untuk patuh pada hukum Sasi, agar mereka terhindar dari sangsi adat.

Masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon juga mengalami transmisi budaya yang berasal dari budaya lain. Mengingat bahwa semakin banyaknya pendatang dari budaya lain yang menetap di daerah perkotaan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Ambon usia dewasa awal yang menetap di daerah perkotaan lebih banyak melakukan interaksi dengan para pendatang dibandingkan


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha

dengan masyarakat Ambon usia dewasa awal yang tinggal di daerah pegunungan dan pantai. Adanya interaksi dengan para pendatang akan dapat mempengaruhi value pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon.

Masyarakat Ambon usia dewasa awal ini memiliki dasar budaya dan value Ambon yang melekat dengan perilaku dan aktivitas sehari-hari. Selain itu mereka juga mengalami proses akulturasi dengan budaya-budaya lain yang berasal dari para pendatang di kota Ambon yang dapat mempengaruhi values yang terdapat dalam diri mereka. Untuk menjelaskan kerangka pemikiran secara singkat, maka dibuatlah bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(25)

17

BUDAYA SENDIRI BUDAYA LAIN

2 3

4

5

6

Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Masyarakat

Ambon usia

dewasa

awal di kota

Ambon

Values Schwartz Tipe-tipe Values 1. Benovelence 2. Conformity 3. Tradition 4. Security 5. Power 6. Achievement 7. Hedonism 8. Stimulation 9. Self Direction 10. Universalism Faktor Internal Usia Jenis Kelamin Pendidikan Agama Suku Status Sosial Oblique Transmission Dari orang dewasa lain 1. Enkulturasi umum 2. Sosialisasi

Vertical Transmission 1. Enkulturasi

Umum dari orang tua.

2. Sosialisasi khusus dari orang tua.

Oblique Transmission Dari dewasa lain 1. Akulturasi umum 2. Resosialisasi khusus

Horizontal Transmission 1. Akulturasi umum dari

sebaya.

2. Resosiliasi khusus. Horizontal Transmission

1. Enkulturasi umum dari sebaya.


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi

1. Masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon mempunyai 10 Schwartz’s values yang sama dengan kebudayaan lainnya tetapi berbeda dalam derajat kepentingannya, antara lain traditional value, hedonism value, benevolence value, conformity value, universalism value, stimulation value, self-directive value, achievement value, power value, security value.

2. Pembentukan value pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota Ambon dipengaruhi oleh faktor eksternal (orang tua, orang dewasa lain serta teman sebaya) dan faktor internal (usia, jenis kelamin, agama, pendidikan). 3. Terjadi proses transmisi pada masyarakat Ambon usia dewasa awal di Kota


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data PVQ dan data penunjang dari 300 masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini hanya teridentifikasi tujuah region values Schwartz yang terpisah yaitu hedonism, achievement, self direction, benevolence, conformity, security, dan universalism. Tiga values lainnya menyebar pada ketujuh region value yang sudah terbentuk. Selain itu, pada ketujuh region tersebut terdapat beberapa item yang berasal dari tipe values lainnya.

2. Teridentifikasi hubungan yang compatibilities antar values, yaitu values yang berada dalam satu SOVT, antara lain self direction dan stimulation (SOVT openness to change), power dan achievement (SOVT self-enhancement), universalism dan benevolence (SOVT self-transcedence), dan security dan conformity (SOVT conservation). Sedangkan values yang conflict antara lain, self direction dan conformity memiliki hubungan negatif yaitu -.039 (tabel 4.11). Self direction dan tradition, stimulation dan security, stimulation dan conformity, universalism dan achievement, dan hedonism dan conformity. 3. Kesepuluh values masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon dari


(28)

90

Universitas Kristen Maranatha

power, achievement, self direction, stimulation, tradition, conformity, security, benevolence, dan universalism values.

4. Jenis kelamin turut berpengaruh pada hirarki values, yang mana pada responden perempuan dan laki-laki sama-sama menempatkan security dan benevolence values pada urutan kedelapan dan kesembilan, hanya saja pada perempuan nilai mean security dan benevolence values lebih besar dari pada nilai mean security dan benevolence values pada responden laki-laki.

5. Hedonism, power, achievement, self direction, dan stimulation values pada responden laki-laki dan perempuan berada pada ranking yang sama, tetapi nilai mean dari kelima values tersebut lebih besar pada responden laki-laki dibandingkan responden perempuan.

6. Terdapat perbedaan hirarki pada responden yang tinggal di pegunugan, perkotaan, dan pantai, yaitu responden yang tinggal di pengunungan dan pantai lebih mengutamakan tradition value dibandingkan dengan responden yang tinggal di perkotaan. Hal ini berkaitan dengan adanya pengaruh dari budaya lain yang cukup mendalam pada hampir sebagian besar respoden yang tinggal di perkotaan, karena mereka lebih sering berinteraksi dengan orang yang berasal dari budaya lain. Sedangkan pada hampir sebagian besar responden yang tinggal di pantai dan pegunungan mengahayati bahwa pengaruh dari budaya lain kurang mendalam, sehingga mereka masih mengganggap penting tradisinya.


(29)

91

7. Pada responden yang berlatar belakang pendidikan S1 memiliki nilai mean self direction value yang lebih besar dari responden yang berlatar belakang pendidikan D3 dan SMA.

8. Pada responden yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas memiliki nilai mean yang lebih besar untuk achievement value dibandingkan responden yang berasal dari kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah. Hal ini dikarenakan kurangnya sarana, prasarana, dan kesempatan pada kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah, yang mana responden yang berasal dari kalangan ini memiliki keterbatasan secara finansial.

9. Pada responden yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas memiliki nilai mean untuk power value lebih besar daripada kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah. Hal ini dikarenakan mereka yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik, sehingga dorongan untuk menguasai orang lain pun akan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah-bawah, dan bawah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti mengemukakan beberapa saran, yaitu :

1. Penelitian Lanjutan

• Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan validitas dan reliabilitas alat tes terlebih dahulu sebelum diberikan kepada sampel. Selain itu, jika dimungkinkan bahasa yang digunakan dalam alat tes


(30)

92

Universitas Kristen Maranatha

diubah ke dalam bahasa sehari-hari yang digunakan oleh sampel penelitian.

• Penelitian selanjutnya dapat dilakukan berupa studi perbandingan antara responden dewasa awal yang sejak lahirnya tinggal di kota Ambon dengan responden yang pernah beberapa tahun tinggal di luar kota ambon dan kini telah menetap di kota Ambon.

2. Guna Laksana

• Kepada masyarakat Ambon, khususnya masyarakat dewasa awal untuk tetap mempertahankan nilai yang mendasari tradisi mereka sehari-hari, agar lewat tradisi-tradisi tersebut, mereka dapat menunjukan ciri khas yang berbeda dengan suku lainnya.

• Kepada pemerintah Kota Ambon untuk mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang dapat mempertahankan budaya masyarakat Ambon dan lebih banyak melibatkan pemuda-pemuda untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan tersebut.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, J. W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1992. Cross-cultural Psychology. New York: Cambridge University Press

Santrock, John W. 2004. Life Span Development. New York: McGraw Hill inc Schwartz, S. H. 2001. Value hierarchies across culture taking a similar

perspective. Journal of cross-cultural psychology Vol. 32. no. 32. May 2001, 268-290.

Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in the Content and Strusture of values: Theoretical Advances and Empirical Test in 20 Countries. In Zanna. M.P.Ed. Advance in experimental social psychology Vol.25, 1-65. Oralando, FL : Academic Press.

Schwartz, Shalom H., M., Owens, V., & Burgess, S. 2001. Extending The Cross- Cultural validity of The Theory of basic Human Value with A Different Method of Measurament. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No.5. Septmber 2001

Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State University Press, 1967

Surakhmad, Prof., Dr. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito 2000. Kebudayaan Masyarakat Ambon.


(32)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik Kota Ambon, September 2010 lib.atmajaya.ac.id

Liem, Gregory A D., Martin, Andrew J., Nair, Elizabeth., Bernardo, Allan B I., & Prasetya, Paulus H. 2010. Content and Structure of Values in Middle Adolescence: Evidence From Singapore, the Philippines, Indonesia, and Australia. Journal of Cross Cultural Psychology. No 42. 2011

Schwartz, Shalom. 2006. Basic Human Value : Theory, Measurement, and Applications. The Hebrew University of Jerusalem

Vivekananda, Ni Luh Ayu. 2007. Studi Deskriptif mengenai Values SCHWARTZ pada Masyarakat Hindu Bali Usia Dewasa Madya di Kota Bandung.

Universitas Kristen Maranatha

www.jagaakangbaebae.com www.sistembudayablogspot.com


(1)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data PVQ dan data penunjang dari 300 masyarakat Ambon usia dewasa awal di kota Ambon, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini hanya teridentifikasi tujuah region values Schwartz yang terpisah yaitu hedonism, achievement, self direction, benevolence, conformity, security, dan universalism. Tiga values lainnya menyebar pada ketujuh region value yang sudah terbentuk. Selain itu, pada ketujuh region tersebut terdapat beberapa item yang berasal dari tipe values lainnya.

2. Teridentifikasi hubungan yang compatibilities antar values, yaitu values yang berada dalam satu SOVT, antara lain self direction dan stimulation (SOVT openness to change), power dan achievement (SOVT self-enhancement), universalism dan benevolence (SOVT self-transcedence), dan security dan conformity (SOVT conservation). Sedangkan values yang conflict antara lain, self direction dan conformity memiliki hubungan negatif yaitu -.039 (tabel 4.11). Self direction dan tradition, stimulation dan security, stimulation dan conformity, universalism dan achievement, dan hedonism dan conformity.


(2)

90

Universitas Kristen Maranatha power, achievement, self direction, stimulation, tradition, conformity, security, benevolence, dan universalism values.

4. Jenis kelamin turut berpengaruh pada hirarki values, yang mana pada responden perempuan dan laki-laki sama-sama menempatkan security dan benevolence values pada urutan kedelapan dan kesembilan, hanya saja pada perempuan nilai mean security dan benevolence values lebih besar dari pada nilai mean security dan benevolence values pada responden laki-laki.

5. Hedonism, power, achievement, self direction, dan stimulation values pada responden laki-laki dan perempuan berada pada ranking yang sama, tetapi nilai mean dari kelima values tersebut lebih besar pada responden laki-laki dibandingkan responden perempuan.

6. Terdapat perbedaan hirarki pada responden yang tinggal di pegunugan, perkotaan, dan pantai, yaitu responden yang tinggal di pengunungan dan pantai lebih mengutamakan tradition value dibandingkan dengan responden yang tinggal di perkotaan. Hal ini berkaitan dengan adanya pengaruh dari budaya lain yang cukup mendalam pada hampir sebagian besar respoden yang tinggal di perkotaan, karena mereka lebih sering berinteraksi dengan orang yang berasal dari budaya lain. Sedangkan pada hampir sebagian besar responden yang tinggal di pantai dan pegunungan mengahayati bahwa pengaruh dari budaya lain kurang mendalam, sehingga mereka masih mengganggap penting tradisinya.


(3)

7. Pada responden yang berlatar belakang pendidikan S1 memiliki nilai mean self direction value yang lebih besar dari responden yang berlatar belakang pendidikan D3 dan SMA.

8. Pada responden yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas memiliki nilai mean yang lebih besar untuk achievement value dibandingkan responden yang berasal dari kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah. Hal ini dikarenakan kurangnya sarana, prasarana, dan kesempatan pada kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah, yang mana responden yang berasal dari kalangan ini memiliki keterbatasan secara finansial.

9. Pada responden yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas memiliki nilai mean untuk power value lebih besar daripada kalangan ekonomi menengah bawah dan bawah. Hal ini dikarenakan mereka yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan menengah-atas memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik, sehingga dorongan untuk menguasai orang lain pun akan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah-bawah, dan bawah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti mengemukakan beberapa saran, yaitu :

1. Penelitian Lanjutan


(4)

92

Universitas Kristen Maranatha diubah ke dalam bahasa sehari-hari yang digunakan oleh sampel penelitian.

• Penelitian selanjutnya dapat dilakukan berupa studi perbandingan antara responden dewasa awal yang sejak lahirnya tinggal di kota Ambon dengan responden yang pernah beberapa tahun tinggal di luar kota ambon dan kini telah menetap di kota Ambon.

2. Guna Laksana

• Kepada masyarakat Ambon, khususnya masyarakat dewasa awal untuk tetap mempertahankan nilai yang mendasari tradisi mereka sehari-hari, agar lewat tradisi-tradisi tersebut, mereka dapat menunjukan ciri khas yang berbeda dengan suku lainnya.

• Kepada pemerintah Kota Ambon untuk mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang dapat mempertahankan budaya masyarakat Ambon dan lebih banyak melibatkan pemuda-pemuda untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan tersebut.


(5)

Psychology. New York: Cambridge University Press

Santrock, John W. 2004. Life Span Development. New York: McGraw Hill inc Schwartz, S. H. 2001. Value hierarchies across culture taking a similar

perspective. Journal of cross-cultural psychology Vol. 32. no. 32. May 2001, 268-290.

Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in the Content and Strusture of values: Theoretical Advances and Empirical Test in 20 Countries. In Zanna. M.P.Ed. Advance in experimental social psychology Vol.25, 1-65. Oralando, FL : Academic Press.

Schwartz, Shalom H., M., Owens, V., & Burgess, S. 2001. Extending The Cross- Cultural validity of The Theory of basic Human Value with A Different Method of Measurament. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No.5. Septmber 2001

Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State

University Press, 1967

Surakhmad, Prof., Dr. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito 2000. Kebudayaan Masyarakat Ambon.


(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik Kota Ambon, September 2010 lib.atmajaya.ac.id

Liem, Gregory A D., Martin, Andrew J., Nair, Elizabeth., Bernardo, Allan B I., & Prasetya, Paulus H. 2010. Content and Structure of Values in Middle Adolescence: Evidence From Singapore, the Philippines, Indonesia, and Australia. Journal of Cross Cultural Psychology. No 42. 2011

Schwartz, Shalom. 2006. Basic Human Value : Theory, Measurement, and Applications. The Hebrew University of Jerusalem

Vivekananda, Ni Luh Ayu. 2007. Studi Deskriptif mengenai Values SCHWARTZ pada Masyarakat Hindu Bali Usia Dewasa Madya di Kota Bandung.

Universitas Kristen Maranatha

www.jagaakangbaebae.com www.sistembudayablogspot.com