Studi Deskriptif Mengenai Profil Motif Sosial Pada Anggota DPR RI Fraksi "X" Periode 2009-2014.

(1)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Studi Deskriptif mengenai motif sosial pada anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014. Tujuan dari penelitian tersebut untuk memahami gambaran profil aspek-aspek psikologis yang melatarbelakangi perilaku politik pada anggota DPR RI Fraksi “X” yaitu motif sosial.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori motif sosial dari David Clarence McClelland (1953) dan pengayaan teori politik dari Ramlan Surbakti (1992) dan Miriam Budiardjo (2000). Motif sosial terdiri dari motif berprestasi, motif afiliasi, dan motif kekuasaan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif untuk menggambarkan profil motif sosial. Alat ukur yang digunakan berbentuk kuesioner untuk memperoleh tingkatan ketiga motif sosial dengan nilai validitas antara 0,315-0,705 dan reliabilitas 0,841. Data dianalisis dengan distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Hasil penelitian ini adalah Motif sosial anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 banyak ditunjukkan dengan profil motif sosial TTT (motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan tinggi), RTT (motif berprestasi rendah, afiliasi tinggi dan kekuasaan tinggi), dan TRT (motif berprestasi tinggi, afiliasi rendah, kekuasaan tinggi). Jika dilihat pada grafik motif pada anggota DPR RI Fraksi “X” 2009-2014, tipe grafik pada profil motif yang banyak ditampilkan adalah tipe grafik 10, nilai tertinggi terletak pada motif kekuasaan (nilai palinggi tinggi pada motif kekuasaan, kedua motif berprestasi, ketiga motif


(2)

Universitas Kristen Maranatha

afiliasi). Yang berikutnya adalah tipe grafik 9, nilai tertinggi terletak pada motif kekuasaan (nilai paling tinggi pada motif kekuasaan, kedua motif afiliasi, dan ketiga motif berprestasi). Terakhir tipe grafik 6, nilai tertinggi terletak pada motif afiliasi (nilai paling tinggi motif afiliasi, kedua motif kekuasaan, dan ketiga motif berprestasi). Jika dilihat dari tabel tabulasi silang profil motif sosial dengan usia dan pendidikan, tidak tampak keterkaitan antara motif motif sosial dengan kedua faktor tersebut. Saran penelitian adalah bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini untuk meneliti hubungan antara perilaku politik dan motif sosial.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Judul………..i

Lembar pengesahan……….ii

Abstrak...v

Kata Pengantar ...vi

Daftar Isi ...ix

Daftar Bagan………...xiii

Daftar Tabel………..xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10

1.6 Asumsi………18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi ... 19


(4)

Universitas Kristen Maranatha

2.1.2 Proses Motivasi ... 25

2.1.3 Ciri-ciri Motivasi ... 28

2.1.4 Motivasi dan Motif Menurut David Clarence Mc Clelland………..28

2.1.4.1 Motif dan Perilaku...30

2.1.4.2 Tiga Motif Sosial...33

2.1.4.2.1 Motif Berprestasi (Achievement Motive)...33

2.1.4.2.2 Motif Kekuasaan (Power Motive)...34

2.1.4.2.3 Motif Afiliasi (Affiliation Motive)...35

2.2 Psikologi Politik...36

2.3 Politik……….……43

2.3.1.1 Definisi Ilmu Politik………...43

2.3.1.2 Bidang-Bidang Ilmu Politik ... 51

2.3.1.3 Hubungan Ilmu Politik dengan Psikologi Sosial ... 54

2.4 Perilaku dan Partisipasi Politik ... 56

2.4.1 Perilaku Politik ... 56

2.4.2 Model Perilaku Politik ... 60

2.4.3 Partisipasi Politik ... 62

2.5 Badan Legislatif ... 65

2.5.1 Fungsi Badan Legislatif ... 67

2.6 Partai Politik ………..70

2.6.1 Perkembangan Partai Politik ………70

2.6.2 Definisi Partai Politik ………...72


(5)

Universitas Kristen Maranatha BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 75

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 76

3.2.1 Variabel Penelitian ... 76

3.2.2 Definisi Operasional ... 76

3.2.2.1 Motif Sosial ... 76

3.3 Alat Ukur Penelitian ... 78

3.3.1 Alat Ukur Motif Sosial ... 78

3.3.1.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Motif Sosial...79

3.3.1.2 Prosedur Kegiatan ... 81

3.3.2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 81

3.3.2.1 Pengujian Validitas Alat Ukur ... 81

3.3.2.2 Pengujian Reliabilitas Alat Ukur ... 82

3.4 Populasi dan Penarikan Sampel ... 83

3.4.1 Populasi Sasaran ... 83

3.4.2 Karakteristik Sampel...83

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ... 84

3.5 Teknik Analisis Data ... 84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian...85

4.1.1 Gambaran Subjek...85

4.1.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...85


(6)

Universitas Kristen Maranatha

4.1.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan...86

4.1.2 Hasil Penelitian...86

4.1.2.1 Tabel Motif Sosial...86

4.1.2.2 Tabel Tabulasi Silang Motif Sosial dan Tipe Grafik...88

4.1.2.3 Tabel Tabulasi Silang Motif Sosial dan Jenis Kelamin...89

4.1.2.4 Tabel Tabulasi Silang Motif Sosial dan Usia...91

4.1.2.5. Tabel Tabulasi Silang dan Tingkat Pendidikan...92

4.2 Pembahasan...94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...104

5.2 Saran...105

5.2.1 Saran Teoritis...105

5.2.2 Saran Praktis...105

DAFTAR PUSTAKA...106 LAMPIRAN

 Kuesioner motivasi  Analisis data

 Grafik profil motif sosial  Tipe grafik profil motif sosial


(7)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sinopsis dan Ciri Serta Tokoh dan Area Penelitian Psikologi Politik

Pada Tiga Periode...42

Tabel 2.2 Kontributor Berdasarkan Pendekatan...43

Tabel 3.1 Kisi-Alat ukur Motif Sosial...81

Tabel 4.1.1.Gambaran Motif Sosial Berdasarkan Jenis Kelamin...88

Tabel 4.1.2 Gambaran Motif Sosial Berdasarkan Usia...88

Tabel 4.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan...89

Tabel 4.1.4 Motif Sosial...89

Tabel 4.1.5 Tabulasi Silang Motif Sosial dan Tipe Grafik...91

Tabel 4.1.6 Tabulasi Silang Motif Sosial dan Jenis Kelamin...92

Tabel 4.1.7 Tabulasi Silang Motif Sosial dan Usia...94


(8)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Skema Kerangka pikir...17

Bagan 2.1 Skema Model Umum Proses Motivasi Dasar...23

Bagan 2.2 Siklus Motivasi...27

Bagan 2.3 Hubungan Antar disiplin Ilmu Politik dengan Disiplin Lainnya...38


(9)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keusioner Motif Sosial.

2. Data Mentah Hasil Perhitungan Motif Sosial.

3. Hasil Perhitungan Validitas Alat Ukur Motif Sosial. 4. Reliabilitas Alat Ukur.

5. Grafik Profil Motif Sosial. 6. Grafik Hasil Profil Motif. 7. Motif Sosial dan Tipe Grafik.


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dewan Perwakilan Rakyat atau yang biasa disingkat DPR merupakan suatu lembaga politik sebagai simbol dari suara rakyat. Lembaga tinggi negara ini memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam era reformasi yang sudah berjalan selama kurang lebih dua belas tahun belakangan ini, Dewan Perwakilan Rakyat diharapkan mampu memainkan peran konsisten dalam mengawasi pemerintahan yang diselenggarakan oleh badan eksekutif yang dipimpin oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan. Hal ini merupakan momentum yang tepat bagi DPR untuk mengembalikan citranya sebagai lembaga yang mewakili rakyat. Jika kita mencoba mengingat kembali pada masa orde baru sebelum era reformasi terjadi di negara kita, sudah menjadi rahasia umum bahwa Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat hanya sebagai simbol semu dari rakyat.

Simbol semu yang dimaksud adalah bahwa anggota DPR sebagai perwakilan suara dan aspirasi rakyat tidak memainkan peran sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan karena kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin negara pada masa itu sangat kuat dan tak tergoyahkan, terbukti dengan kekuasaan otoriter yang dimiliki oleh sang penguasa tersebut, ia mampu memerintah selama kurang lebih tiga puluh dua tahun. Hal ini merupakan sisi dilematis yang ada pada saat itu, disatu sisi kita sebagai bangsa Indonesia mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka dan


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha demokrasi yang mempelopori Gerakan Non Blok bagi bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk melawan imperialisme asing namun disisi lain pada praktik penyelenggaraan negara saat itu sangat bertolak belakang. Suatu hal yang sangat dilematis dan merupakan fakta sejarah yang menjadi pembelajaran bagi kita semua sebagai bangsa yang sedang berkembang dalam proses menuju kematangan dalam berdemokrasi.

Demokrasi merupakan sistem yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat ( J.J Rousseaudalam tulisan Ramlan Surbakti yang berjudul memahami ilmu politik, 1992 ). Berdasarkan pendefinisian tersebut diatas jelaslah bahwa dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, rakyatlah yang berdaulat. Pemerintah dan negara sebagai penyelenggara negara merupakan simbol dari kedaulatan rakyat tersebut. Demokrasi memiliki sistem pembagian kekuasaan menjadi menjadi tiga yaitu Eksekutif sebagai penyelenggara kebijakan pemerintah atau pembuat kebijakan umum (public policy), Legislatif atau yang biasa disebut Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pengawas pemerintah sebagai penyelenggara negara, dan Judikatif sebagai penegak hukum yang mengawal kebijakan-kebijakan publik terkait kasus penegakkan hukum dan juga tak terlepas dari kedua lembaga tinggi negara tersebut.

Sebagai negara demokrasi yang masih dalam proses berkembang, DPR sebagai badan legislatif yang membuat undang-undang dimana anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat diharapkan dapat merumuskan kebijakan-kebijakan umum yang mencerminkan aspirasi dan dukungan rakyat. Untuk itulah badan legislatif dibentuk yakni sebagai badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum dalam bentuk undang-undang. DPR sebagai lembaga yang


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha mewakili kedaulatan rakyat memiliki fungsi-fungsi yang sangat penting bagi penyelenggaraan negara yaitu menentukan kebijaksanaan umum dan membuat undang-undang serta mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan (Ramlan Surbakti, 1992). Fungsi ini memiliki peran yang penting dalam membawa kesehjahteraan bagi rakyat melalui penetapan kebijakan yang ditetapkan. Dengan demikian diharapkan mampu membawa perubahan yang mendukung atau pro rakyat.

Badan legislatif dikatakan sebagai simbol rakyat karena para anggotanya dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat yang merupakan konstituennya. Namun pada pelaksanannya untuk maju dalam pemilihan langsung sebagai anggota DPR, partai politiklah yang akan mengajukan calon-calonnya melalui pemilihan umum anggota dewan. Partai merupakan kendaraan politik yang harus dimiliki oleh masing-masing anggota dewan, tanpa partai mereka tidak mungkin melenggang ke Senanyan sebagai anggota DPR RI. Sama halnya dengan DPR RI, partai merupakan lembaga politik yang mendukung sistem demokrasi dalam implementasinya. Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka yang diklaim merupakan perwakilan dari suara rakyat (Ramlan Surbakti, 1992).


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha Dalam perkembangannya. Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat danpemerintah. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari sistem politik yang sudah modern atau dalam proses memodernisasikan diri. Dengan demikian, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat turut berhak menentukan siapa-siapa saja yang akan menjadi pemimpinnya yang akan menentukan kebijaksanaan umum (M.Ostrogorsky, 1992). Pada permulaan perkembangannya di negara-negara Barat seperti Inggris dan Perancis, kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen.

Kegiatan ini mula-mula bersifat elitik dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang diluar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pengatur pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena itu perlu dirasa memperoleh dukungan dari pelbagai golongan masyarakat, kelompok-kelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha mengembangkan organisasi massa sehingga terjalinlah suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik dalam parlemen dengan panitia-panitia pemilihan yang sepaham dan sekepentingan, dan lahirlah partai politik.


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha Di negara-negara bekas jajahan seperti Indonesia, partai-partai politik sering didirikan dalam rangka pergerakan nasional. Bahkan terkadang ada partai yang tidak duduk dalam dewan perwakilan rakyat. Setelah kemerdekaan dicapai dan dengan meluasnya urbanisasi, komunikasi massa, serta pendidikan umum, maka bertambah kuatlah kecenderungan untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui partai politik. Partai politik memiliki fungsi sebagai sarana komunikasi publik yang menyalurkan suara rakyat, sarana sosialisai politik yang mengarahkan sikap dan orientasi masyarakat terhadap suatu fenomena politik, sarana rekrutmen politik yang mengajak masyarakat turut berpartisipasi dalam politik sebagai anggota partai, dan terakhir adalah sebagai sarana pengatur konflik yang memecahkan permasalahan yang timbul di masyarakat (Miriam Budiardjo, 2000)

Jika melihat pemilihan umum dewan perwakilan rakyat di Indonesia pada tahun 2009 yang lalu, terdapat 1.604.324 orang yang maju sebagai calon anggota legislatif dari masing-masing partai politik yang mengajukan mereka dan 11.215 orang diantaranya adalah calon legislatif DPR RI yang memperebutkan 560 kursi di DPR RI. (Metro TV Election Channel, 21 Maret 2009). Data ini mengungkapkan bahwa masyarakat masih menghargai partai politik sebagai salah satu lembaga politik yang mewakili rakyat di lembaga legislatif yakni Dewan Perwakilan Rakyat. Fakta ini juga menyiratkan bahwa partai politik masih memiliki daya tarik tersendiri dikalangan publik. Hal ini dapat dilihat dari motivasi masyarakat yang cukup kuat dalam berpartisipasi ke dunia politik melalui partai politik, terkait dengan data diatas.


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha

Partai “X” sebagai salah satu partai yang lahir di era reformasi memiliki

daya tarik tersendiri dalam 2 periode pemilihan belakangan ini baik dimata publik maupun pengamat politik. Dengan mengusung ideologi sebagai partai tengah, nasionalis dan agamis, partai “X” berhasil menempatkan posisinya sebagai partai besar di dalam kancah perpolitikan Indonesia. Selama 2 periode pemilihan legislatif mulai dari tahun 2004 sampai pada saat ini, partai “X” dapat mensejajarkan diri dengan partai-partai yang telah ada sebelumnya. Sebagai partai tengah modern, partai

“X” berhasil meraih jumlah suara yang patut diperhitungkan di badan legislitaf DPR

RI dan memiliki trend yang positif pada dua pemilihan umum belakangan ini. Hal ini dapat dipertegas kembali pada hasil perolehan suara melalui pemilihan langsung legislatif DPR RI pada periode 2009-2014 dimana partai “X” mengirimkan jumlah kader yang tergolong berjumlah banyak. Trend tersebut menempatkan partai “X” pada grafik yang meningkat dalam hal perolehan suara di DPR RI.

Jika dibandingkan pada partai-partai lainnya yang lahir di era reformasi dalam

hal perolehan suara, partai “X” memiliki kemajuan yang sangat pesat dalam 2 pemilihan umum legislatif belakangan ini. Dengan banyaknya kader partai “X” yang

duduk DI DPR RI periode 2009-2014, diharapkan anggota DPR RI fraksi “X” dapat memberikan perubahan sosial yang mampu membawa bangsa keluar dari berbagai macam persoalan pelik yang sedang dihadapi saat ini dan di masa yang akan datang. Melalui peran sebagai anggota dewan yang mengemban amanah rakyat, anggota DPR

RI fraksi “X” juga diharapkan mampu membawa kedaulatan rakyat dalam


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha masyarakat dalam implementasi yang diterapkan sebagaimana mestinya seperti sistem demokrasi yang telah dideklarasikan oleh pendahulu-pendahulu bangsa yaitu sistem yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena jabatan sebagai anggota dewan itu sendiri merupakan amanah rakyat.

Menurut penelitian David C. Mc Clelland (1970), untuk mendapatkan perubahan sosial yang mengarah kepada kemajuan bangsa dibutuhkan orang-orang yang didominasi oleh dorongan/motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Mc Clelland yang memperlihatkan bahwa negara-negara maju adalah negara-negara dengan motif berprestasi yang tinggi. Motivasi adalah suatu proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga atau memelihara perilaku manusia agar terarah pada tujuan ( Greenberg & Baron, 1997). Motivasi juga merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri ( Vincent Gaspersz, 1992). DPR sebagai lembaga legislatif sarat dengan kepentingan sosial yang ada di masyarakat dan juga tidak terlepas dari kepentingan politik. Hal ini disebabkan oleh fungsi DPR itu sendiri yang merupakan pembuat keputusan kebijakan publik. Tetapi kenyataannya, tindakan dan keputusan politik pada DPR tidak hanya ditentukan oleh fungsi (tugas dan kewenangan) yang melekat pada lembaga yang mengeluarkan keputusan (fungsi itu sendiri merupakan upaya mencapai tujuan masyarakat-negara atau nilai-nilai politik), tetapi juga dipengaruhi oleh motif sosial yang terdapat di dalam dirinya. ( Ramlan Surbakti, 1992).

Menurut Mc Clelland, setiap individu memiliki motif sosial yang terdapat dalam dirinya. Hal ini merupakan cerminan dan dorongan yang terdapat dalam


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha inidividu. David C. Mc Clelland (1953), melakukan penelitian dan mengembangkan suatu teori mengenai motif-motif yang berhubungan dengan lingkungan sosial. Motif-motif tersebut adalah Motif-motif berprestasi (Motif berprestasi merupakan Motif-motif yang mengarah pada kecenderungan seseorang dalam bertingkah laku, untuk memenuhi kebutuhannya dalam berprestasi), kekuasaan (sebagai dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi), afiliasi ( hasrat yang mendorong individu untuk berinteraksi dengan orang lain yang mengandung kepercayaan, afeksi, dan empati yang simpatik). Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 10 orang anggota

DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 terkait dengan motif sosial yang dimiliki :

terdapat 30% memiliki motif berprestasi, yang bertanggungjawab atas keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan memperkiran setiap resiko yang telah dilakukan dalam keputusan politik serta berusaha untuk mendengarkan masukan dari masyarakat dari kebijakan yang telah diambil. 40% memiliki motif kekuasaaan, berusaha memberi masukan terhadap kebijakan yang akan dikeluarkan sesuai dengan pandangan fraksi dimiliki, aktif dalam memberikan pandangan kepada anggota dewan lainnya terkait dengan posisi mereka sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif pada rapat-rapat yang dilaksanakan, dan menjaga nama baik , status, serta kedudukan sebagai anggota dewan sehingga dapat menjaga citra pada masyarakat. Sebesar 30% memiliki motif afiliasi, mencari dukungan dan persetujuan orang lain (aktif melakukan komunikasi terhadap fraksi lain di DPR) dalam merumuskan kebijakan seperti dalam merancang undang-undang, mengharapkan suasana yang kooperatif dalam membahas kebijakan, dan menginginkan hasil yang saling menguntungkan


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha dengan berbagai fraksi terkait dengan pengeluaran kebijakan publik. Melihat fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran motif sosial

pada anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran profil motif sosial pada anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran umum profil motif sosial pada anggota DPR RI

Fraksi “X” periode 2009-2014.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran lebih lanjut mengenai profil motif sosial pada

anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 meliputi motif berprestasi,

kekuasaan, dan afiliasi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi kepada Fraksi “X” DPR RI periode 2009-2014 mengenai profil motif sosial anggotanya dalam menjalankan perannya.


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha  Memberikan informasi mengenai penelitian profil motif sosial pada anggota DPR RI bagi peneliti lain yang berminat dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai psikologi politik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada Fraksi Partai “X” mengenai gambaran profil motif sosial (motivasi) para kadernya yang menduduki kursi DPR RI periode 2009-2014 agar mengetahui pemetaan motivasi kadernya dalam menjalankan kinerja.

 Memberikan informasi kepada Fraksi Partai “X” mengenai motif sosial (motivasi) kadernya yang berperan penting dalam pencapaian tujuan yang ingin diraih.

 Memberikan wawasan tambahan bagi pembaca yang ingin mengetahui gambaran profil motif sosial (motivasi) pada anggota dewan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Anggota DPR RI fraksi “X” merupakan wakil partai “X” dalam DPR RI.

Dalam menjalankan perannya sebagai anggota dewan, anggota DPR RI memiliki beberapa fungsi sebagai badan legislatif yang antara lain adalah menentukan anggaran yang akan dipakai oleh pemerintah terkait dengan kebijakannya sebagai penyelenggara pemerintahan, menentukan kebjijaksanaan dan membuat undang-undang, dan mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan.


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha (Miriam Budiardjo, 2000). Badan legislatif pusat yang terdiri dari anggota-anggota DPR RI merupakan wakil dari setiap suara rakyat yang memilih mereka dalam pemilihan umum langsung legislatif, sehingga jabatan yang mereka miliki saat ini adalah tak lain dari representasi amanah yang diberikan rakyat. Dengan demikian jabatan itu seharusnya mandat dari rakyat dalam keterwakilannya sebagai anggota dewan dalam melaksanakan setiap fungsi dan perannya seperti yang telah diatur dalam undang-undang negara.

Dalam implementasinya, anggota dewan yang terpilih juga tak lepas dari

berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh partai “X” terkait dengan visi dan misi

partai yang mengusung mereka sebagai anggota dewan di badan legislatif. Anggota

DPR RI fraksi “X” yang telah terpilih pada periode masa 2009-2014 adalah wakil

dari partai “X” yang biasa disebut sebagai fraksi “X” DI DPR RI sehingga biasanya

suara yang diberikan dalam merumuskan berbagai kebijakan merupakan pandangan yang berasal dari fraksi/partai dimana mereka bernaung. Hal ini adalah hal yang biasa ditemui dalam negara-negara yang menganut sistem demokrasi dalam melaksanakan penyelenggaran negara. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga politik yang dianggap mewakili rakyat tidak lepas dari partai-partai politik yang menempatkan kader-kadernya pada kursi anggota dewan. Sesuai dengan sistem yang dianut dalam negara demokrasi, partai politik juga semestinya merupakan representasi dari rakyat. Partai politik adalah Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan yang lain yang mempunyai pandangan berbeda (Sigmund Neumann, 1992).

Dalam negara demokrasi seperti Indonesia partai politik memiliki beberapa peranan penting : Pertama, sebagai sarana komunikasi politik yang menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran dalam masyarakat berkurang. Kedua, sebagai sarana sosialisasi politik. Di dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyrakat dimana ia berada . Ketiga, sebagai sarana rekrutmen politik. Mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politiknya. Keempat, sebagai sarana pengatur konflik (conflict

management ). Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam

masyarakat merupakan soal yang wajar.Jika sampai terjadi konflik, disinilah fungsi partai politik berusaha untuk memecahkan dan mengatasi permasalahan yang timbul (Ramlan Surbakti, 1992).

Jika melihat dari dinamika di atas, terdapat beraneka ragam dinamika yang terjadi pada anggota DPR RI dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Mulai dari peran dan fungsi anggota dewan yang diatur dalam undang-undang, peran sebagai perwakilan partai dalam menuangkan ideologi atau cara kerja di lembaga DPR, serta peran dalam menyuarakan aspirasi rakyat sebagai konstituen mereka dalam membuat dan menentukan kebijakan-kebijakan umum. Untuk itu anggota DPR RI diharapkan


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha mampu mengolah dan mengakomodir serta memposisikan diri dengan tepat dalam melaksanakan tugasnya. Dalam menjalan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan motivasi sebagai energi yang memberikan kekuatan untuk memantapkan perannya, demi perubahan sosial masyarakat luas yang lebih baik. Untuk itulah mereka hadir sebagai pembawa harapan rakyat.

Motivasi adalah suatu proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga atau memelihara perilaku manusia agar terarah pada tujuan (Greenberg &Baron, 1997). Menurut Mc Clelland (1953), motif terbentuk dari proses motivational yang kompleks yang melibatkan faktor-faktor internal dan eksternal dari diri individu. Faktor intenal meliputi apa yang disebut sebagai disposisi motif dan faktor eksternal meliputi demand atau tuntutan lingkungan dan insentif. Melalui interaksi antara disposisi motif yang ada dalam diri seseorang dengan lingkungan, dan faktor-faktor insentif yang relevan, maka motif terbentuk dengan kekuatan tertentu.

Mc Clelland (1953), meyakini bahwa motif dan kebutuhan dipelajari sejak masa kanak-kanak dan juga diperoleh dari latar belakang budayanya. Mc Clelland (dalam Keith Davis, 1978) mengungkapkan bahwa motif-motif yang terdapat dalam diri seseorang merupakan hasil pendidikan dan pengalaman yang diperoleh individu dari lingkungan sosial dimana individu tersebut tinggal. Motif-motif tersebut dengan kekuatannya masing-masing dapat mencerminkan elemen-elemen budaya dimana seseorang dibesarkan misalnya, keluarga, sekolah, dan buku-buku yang pernah dibaca. David C. Mc Clelland (1953), melakukan penelitian dan mengembangkan


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha suatu teori mengenai motif-motif yang berhubungan dengan lingkungan sosial. Motif-motif tersebut adalah atas yaitu Motif-motif berprestasi (achievement motive), Motif-motif kekuasaan (power motive), dan motif afiliasi (affiliation motive). Motif berprestasi adalah kebutuhan seseorang dalam bertingkah laku untuk berprestasi. Individu dengan motif berprestasi yang kuat sangat memperhatikan prestasi yang dicapainya dan memperoleh kepuasan dari usahanya dalam meraih prestasi tersebut.

Selain itu, orang yang memiliki motif berprestasi yang kuat tidak hanya berpikir mengenai tugas berprestasi namun ia juga memikirkan cara pencapaian tujuan dan rintangan apa saja yang akan ditemuinya serta bagaimana perasaannya jika ia berhasil atau gagal. Penelitian yang dilakukan oleh Mc Clelland menemukan beberapa karakteristik individu yang memiliki motif berprestasi yang tinggi : Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya, mencari umpan balik (feedback) tentang perbuatan-perbuatannya, memilih resiko-resiko yang moderat di dalam perbuatannya (berbuat sesuatu yang ada tantangannya tetapi dapat dicapai secara nyata atau tujuan realistis), berusaha melakukan sesuatu dengan cara baru dan kreatif (berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap), dan ingin lebih baik dari orang lain dan takut akan kegagalan dan kesalahan.

Motif kekuasaan adalah kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan, mempengaruhi perilaku orang lain dan mengambil tanggung jawab atas mereka. Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya. Dapat dikatakan juga sebagai dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Individu yang memiliki motif


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha kekuasaan yang tinggi, memiliki karakteristik: berkeinginan kuat untuk mengarahkan dan mengendalikan orang lain, sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi dimana ia berada, berusaha kuat untuk mempengaruhi individu lain dan bertanggungjawab atas tindakannya, mengutamakan nama baik, kedudukan dan status serta menjaganya agar tidak tercemar, dan sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.

Motif afiliasi adalah kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain yang mengandung kepercayaan, afeksi, dan empati yang simpatik. McClelland, mengidentifikasikan karakteristik orang yang memiliki motif afiliasi tinggi : keinginan kuat untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, menyukai situasi-situasi kooperatif daripada situasi-situasi kompetitif, menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi, mencari persetujuan dan kesepakatan dari orang lain dan lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada segi tugas yang ada pada pekerjaan tersebut.

Menurut Mc Clelland (1953), motif sosial memiliki peran penting dalam mencapai dan mempertahankan tujuan yang akan diraih. Motif ini bersinggungan erat dengan peran sosial yang ada dalam masyarakat maupun suatu lembaga.

Anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 mengemban peran dan tugas

sebagai penentu kebijakan umum dan sosial yang ada ditengah-tengah masyarakat luas. Dalam merumuskan, melaksanakan, dan mempertahankan rumusan kebijakan yang diputuskan terdapat motivasi (dalam istilah Mc Clelland motif sosial) yang


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha melatarbelakanginya. Gambaran motivasi tersebut dapat menjelaskan profil motif sosial pada masing-masing anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 dalam menjalankan fungsi dan perannya.


(26)

17

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Anggota DPR RI

Fraksi “X” periode

2009-2014

Motif Sosial Motif Berprestasi Motif Kekuasaan Motif Afiliasi

Profil

Faktor Eksternal  Lingkungan  Insentif  Pendidikan  Pengalaman Faktor Internal

 Disposisi motif


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengasumsikan bahwa :

 DPR RI memiliki peran dan fungsi yang digerakkan melalui perilaku politik, dipengaruhi oleh faktor psikologi (psikis) yaitu aspek-aspek motif sosial mengingat jabatan yang diemban adalah jabatan publik.

 Perilaku politik yang ditampilkan oleh anggota DPR RI Fraksi ”X” periode 2009-2014 dalam menjalankan fungsi dan perannya dilatarbelakangi oleh 3 motif sosial yang terdiri dari motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan.

 Profil motif sosial memiliki pengaruh terhadap kinerja anggota DPR RI Fraksi

“X” periode 2009-2014 dalam menjalankan perannya.

 Setiap anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 memiliki profil motif

sosial yang berbeda-beda.

 Motif sosial pada anggota DPR RI Fraksi “X” terdiri dari motif berprestasi,


(28)

104

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

 Motif sosial anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 banyak ditunjukkan dengan profil motif sosial TTT (motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan tinggi), RTT (motif berprestasi rendah, afiliasi tinggi dan kekuasaan tinggi), dan TRT (motif berprestasi tinggi, afiliasi rendah, kekuasaan).

 Jika dilihat pada grafik motif pada anggota DPR RI Fraksi “X” 2009-2014, tipe grafik pada profil motif yang banyak ditampilkan adalah tipe grafik 10, nilai tertinggi terletak pada motif kekuasaan (nilai paling tinggi motif kekuasaan, kedua motif berprestasi, ketiga motif afiliasi). Yang berikutnya adalah tipe grafik 9, nilai tertinggi terletak pada motif kekuasaan (nilai paling tinggi terletak pada motif kekuasaan, kedua motif afiliasi, dan ketiga motif berprestasi). Terakhir tipe grafik 6, nilai tertinggi terletak pada motif afiliasi (nilai paling tinggi terletak pada motif afiliasi, kedua motif kekuasaan, dan ketiga motif berprestasi).

 Tidak tampak keterkaitan antara motif motif sosial dengan faktor usia maupun pendidikan.


(29)

105

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran :

1.2.1 Saran Teoretis

 Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran untuk penelitian lanjutan tentang hubungan antara motif sosial dan perilaku politik.

 Mencermati kategorisasi profil yang sudah menggambarkan tinggi-rendah dan grafik.

5.2.2 Saran Praktis

 Bagi anggota DPR RI Fraksi “X” bahwa kecenderungan kombinasi ketiga

motif dengan tingkat motif kekuasaan yang tinggi harus diwaspadai dan dicermati agar orientasi tetap sebagai wakil rakyat yang sadar akan fungsinya sebagai wakil yang mendengar aspirasi rakyat.

 Bagi Fraksi “X” agar senantiasa menyertakan topik-topik motivasi maupun training-training motivasi dalam pengkaderisasian yang dilakukan untuk meningkatkan motivasi kader-kader selanjutnya sebagai penyambung masa depan partai sehingga dapat mencapai tujuan secara optimal.


(30)

106

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, J. W. 1978. Introduction to Motivation (2nd ed). New York : D.Van Nostrand.

Budiardjo, Miriam. 2000. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Franken, Robert. E. 1982. Human Motivation. California : Brooks/Cole Publishing

Company.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta, Indonesia.

McClelland, David C, The Achieving Society : With a New Introduction.

Irvington Publishing, Inc, Halsted Press, Division of John Wiley & Sons, New York, 1997

McClelland, et al. 1953.The Achievment Motive. Appleton-Century-Crofs.New York USA.

Muluk,Hamdi . 2010.Tantangan Psikologi di Dunia Publik. Redefinisi Psikologi Indonesia dalam keragaman : Himpsi.

Muluk,Hamdi. 2010. Mozaik Psikologi Politik Indonesia. Jakarta :Gramedia. Robins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi edisi ke-10. Jaktarta : Gramedia Siegel, Sidney. 1997. Statisik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Terjemahan

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Sobur, Alex. W, 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia

Steers, Richard. M. Porter, Lyman. W. Motivation and Work Behavior, Fifth Edition. Mc.Graw-Hill Book.co

Sudjana. 2002. Metode Statistika, edisi ke-6. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. 2004. Statistik Nonparametrics Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia


(31)

107

Universitas Kristen Maranatha Vroom, Victor Harold. 1995. Work and Motivation. Revised Edition.


(1)

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Anggota DPR RI

Fraksi “X” periode 2009-2014

Motif Sosial Motif Berprestasi Motif Kekuasaan Motif Afiliasi

Profil

Faktor Eksternal  Lingkungan  Insentif  Pendidikan  Pengalaman  Disposisi


(2)

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengasumsikan bahwa :

 DPR RI memiliki peran dan fungsi yang digerakkan melalui perilaku politik, dipengaruhi oleh faktor psikologi (psikis) yaitu aspek-aspek motif sosial mengingat jabatan yang diemban adalah jabatan publik.

 Perilaku politik yang ditampilkan oleh anggota DPR RI Fraksi ”X” periode 2009-2014 dalam menjalankan fungsi dan perannya dilatarbelakangi oleh 3 motif sosial yang terdiri dari motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan.

 Profil motif sosial memiliki pengaruh terhadap kinerja anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 dalam menjalankan perannya.

 Setiap anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 memiliki profil motif sosial yang berbeda-beda.

 Motif sosial pada anggota DPR RI Fraksi “X” terdiri dari motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaann dengan tingkat yang berbeda.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

 Motif sosial anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 banyak

ditunjukkan dengan profil motif sosial TTT (motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan tinggi), RTT (motif berprestasi rendah, afiliasi tinggi dan kekuasaan tinggi), dan TRT (motif berprestasi tinggi, afiliasi rendah, kekuasaan).

 Jika dilihat pada grafik motif pada anggota DPR RI Fraksi “X” 2009-2014,

tipe grafik pada profil motif yang banyak ditampilkan adalah tipe grafik 10, nilai tertinggi terletak pada motif kekuasaan (nilai paling tinggi motif kekuasaan, kedua motif berprestasi, ketiga motif afiliasi). Yang berikutnya adalah tipe grafik 9, nilai tertinggi terletak pada motif kekuasaan (nilai paling tinggi terletak pada motif kekuasaan, kedua motif afiliasi, dan ketiga motif berprestasi). Terakhir tipe grafik 6, nilai tertinggi terletak pada motif afiliasi (nilai paling tinggi terletak pada motif afiliasi, kedua motif kekuasaan, dan ketiga motif berprestasi).

 Tidak tampak keterkaitan antara motif motif sosial dengan faktor usia maupun pendidikan.


(4)

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran :

1.2.1 Saran Teoretis

 Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran untuk penelitian lanjutan tentang hubungan antara motif sosial dan perilaku politik.

 Mencermati kategorisasi profil yang sudah menggambarkan tinggi-rendah dan grafik.

5.2.2 Saran Praktis

 Bagi anggota DPR RI Fraksi “X” bahwa kecenderungan kombinasi ketiga

motif dengan tingkat motif kekuasaan yang tinggi harus diwaspadai dan dicermati agar orientasi tetap sebagai wakil rakyat yang sadar akan fungsinya sebagai wakil yang mendengar aspirasi rakyat.

 Bagi Fraksi “X” agar senantiasa menyertakan topik-topik motivasi maupun

training-training motivasi dalam pengkaderisasian yang dilakukan untuk meningkatkan motivasi kader-kader selanjutnya sebagai penyambung masa depan partai sehingga dapat mencapai tujuan secara optimal.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

Atkinson, J. W. 1978. Introduction to Motivation (2nd ed). New York : D.Van Nostrand.

Budiardjo, Miriam. 2000. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Franken, Robert. E. 1982. Human Motivation. California : Brooks/Cole Publishing

Company.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta, Indonesia.

McClelland, David C, The Achieving Society : With a New Introduction.

Irvington Publishing, Inc, Halsted Press, Division of John Wiley & Sons, New York, 1997

McClelland, et al. 1953.The Achievment Motive. Appleton-Century-Crofs.New York USA.

Muluk,Hamdi . 2010.Tantangan Psikologi di Dunia Publik. Redefinisi Psikologi Indonesia dalam keragaman : Himpsi.

Muluk,Hamdi. 2010. Mozaik Psikologi Politik Indonesia. Jakarta :Gramedia. Robins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi edisi ke-10. Jaktarta : Gramedia Siegel, Sidney. 1997. Statisik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Terjemahan

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Sobur, Alex. W, 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia

Steers, Richard. M. Porter, Lyman. W. Motivation and Work Behavior, Fifth Edition. Mc.Graw-Hill Book.co

Sudjana. 2002. Metode Statistika, edisi ke-6. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. 2004. Statistik Nonparametrics Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia


(6)

Universitas Kristen Maranatha

Vroom, Victor Harold. 1995. Work and Motivation. Revised Edition. San Fransisco : Jossey-Bass Publisher.