BIOREMEDIASI LOGAM BERAT DENGAN MENGGUNAKAN MIKROALGA DI LINGKUNGAN PERAIRAN

BIOREMEDIASI LOGAM BERAT DENGAN MENGGUNAKAN MIKROALGA DI LINGKUNGAN PERAIRAN_FAISHAL WIDIAPUTRA NUGRAHA_26020112140077

  Poste

  MMAKALAH BIOREMEDIASI BIOREMEDIASI LOGAM BERAT DENGAN MENGGUNAKAN MIKROALGA DI LINGKUNGAN PERAIRAN Oleh : Faishal Widiaputra Nugraha 26020112140077 Ilmu Kelautan – B RINGKASAN

  Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah- masalah lingkungan.

  Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air) atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkunga Salah satunya dengan menggunakan mikroalge Chlorella sp. Kemampuan remediasi logam berat oleh alga sangat baik bila di bandingkan dengan beberapa mikroba, jamur, karena struktur dinding sel alga terbentuk dari berbagai serat metrik polisakarida. Kemampuan Chlorella sp dalam menyerap logam berat ini didukung dengan kemampuan beradaptasi, bertumbuh dan juga ekonomis untuk di jadikan Agen remediasi pada lingkungan tercemar. Selain dapat digunakan juga untuk bioremediasi logam berat mikroalga chlorella sp juga dapat di gunakan untuk sebagai prekursor biodiesel karena mengandung 20-50% lemak

  Logam berat yang mencemari di daerah Teluk Buyat berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan. Berdasarkan studi kasus mengenai pencemaran logam berat yang terjadi di Teluk Buyat, dapat diambil jalan alternatif untuk mengurangi tingkat pencemaran logam berat yang terjadi dengan cara bioremediasi menggunakan mikroalga Chlorella sp.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga pembuatan makalah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam pembuatan makalah ini adalah bioremediasi logam berat dengan menggunakan mikroalga di lingkungan perairan. Dalam penyusunan laporan praktek kerja lapangan ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Subagyo, Msi selaku dosen mata kuliah bioremediasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan makalah ini, dan kepada Ir. Sri Sedjati M.Si selaku dosen wali yang telah membantu dalam memberikan pengarahan sehingga kegiatan pembuatan makalah ini dapat berlangsung dengan baik.

  Penghargaan yang terbesar penulis berikan kepada Ibu, Bapak, Farras serta teman teman tercinta yang telah membantu penulis secara moril dan materil, serta dorongan semangat dalam menyelesaikan laporan praktek kerja lapangan ini. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada teman-teman Albatross angkatan 2012, terima kasih semuanya karena telah memberikan semangat dan dukungannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sebagai penutup penulis berharap makalah ini kiranya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran baru bagi ilmu pengetahuan.

  Semarang, 31 Desember 2014 Penulis

DAFTAR ISI

  Lembar Judul ……………………………………………………………………. i Ringkasan …………………………………………………………………………. ii Kata Pengantar…………………………………………………………………… iii Daftar Isi……………………………………………………………………………. iv

  BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

  1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 1

  1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………. 2

  1.3 Tujuan……………………………………………………………………………… 2

  1.4 Manfaat …………………………………………………………………………… 3

  BAB II. LANDASAN TEORI ………………………………………………. 4

  2.1 Pengertian bioremediasi …………………………………………………… 4

  2.2 Tujuan Bioremediasi…………………………………………………………… 5

  2.3 Jenis Mikroalga Yang Berperan Dalam Proses Bioremediasi ….. 5

  2.4 Proses Bioremediasi Dengan Menggunakan Mikroalgae …………. 5

  2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bioremediasi ………………….. 7

  2.6 Kekurangan dan Kelebihan Bioremediasi ………………………… 9

  2.7 Contoh Studi Kasus Pencemaran Logam Berat……………………….. 10

  2.8 Pemanfaatan Bioremediasi Dalam Menanggulangi Logam Berat Di Teluk Buyat ……………………………………………………………………………. 12

  BAB. III PENUTUP ……………………………………………………. 15

  3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………… 15

  3.2 Saran …………………………………………………………………………………. 15

DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kita semua tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus membangun pada sektor-sektor industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan Pembangunan di sektor industri tidak hanya memberikan nilai tambah bagi ekonomi negara, tetapi di sisi lain berpotensi bagi kerusakan lingkungan akibat limbah yang dihasilkannya. Limbah-limbah domestik maupun limbah industri yang di buang ke lingkungan secara terus menerus tanpa dikelolah dengan baik dapat mencemari lingkungan. Salah satu bahan pencemaran yang berbahaya bagi lingkungan yang terdapat dalam limbah industri sekitar adalah logam berat. Logam berat berasal dari industri-industri yang tidak mengatur dan mengolah limbahnya sebelum di lepas ke lingkungan seperti limbah pertanian, emisi gas buang kendaraan bermotor. Limbah yang mengandung logam berat jika masuk dalam rantai makanan dapat membahayakan bagi kehidupan mahkluk hidup karena dapat menyebabkan penyakit penyakit- penyakit degeratif.

  Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sangat berbahaya baik paa organisme perairan manusia dan lingkungan.

  Kontaminasi logam berat di lingkungan perairan merupakan suatu permasalahan, karena akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam tidak mengalami transformasi (persistent), sehingga menyimpan potensi keracunan yang laten (Notodarmojo, 2005). Keberadaan logam berat dalam tanah perlu mendapatkan perhatian yang serius karena tiga hal, meliputi: 1) bersifat racun dan berpotensi karsinogenik; 2) logam dalam tanah pada umumnya bersifat mobile 3) mempunyai sifat akumulatif dalam tubuh manusia (Notodarmojo, 2005).

  Atas dasar uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan pemulihan suatu perairan yang terkontaminasi logam berat pada lokasi bekas timbunan limbah padat industri agar perairan yang tercemar tersebut dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman. Salah satu pilihan untuk mengatasi masalah kontaminasi oleh logam berat adalah bioremediasi menggunakan mikroalgae. Tindakan remediasi perlu dilakukan agar perairan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman.

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan beberapa permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai berikut :

  1. Apakah pengertian bioremediasi ?

  2. Apakah tujuan dari bioremediasi ?

  3. Jenis mikroalgae yang berperan dalam proses bioremediasi ?

  4. Bagaimanakah proses bioremediasi dengan menggunakan mikroalgae ?

  5. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi ?

  6. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ?

  7. Studi kasus bioremediasi dengan menggunakan mikroalgae dalam menangani kasus pencemaran logam berat ?

  1.3 Tujuan

  Mengetahui teknik bioremediasi dengan mikroalgae dalam menangani kasus pencemaran logam berat di suatu wilayah perairan serta memberikan solusi alternatif dalam penanganan masalah pencemaran logam berat di daerah tersebut melalui bioremediasi dengan mikroalgae.

  1.4 Manfaat

  Memberikan informasi tentang teknik bioremediasi dengan mikroalgae dalam menangani kasus pencemaran logam berat di suatu wilayah perairan serta mensejahterakan masyarakat dengan adanya kualitas air yang lebih baik dan aman untuk berbagai kegiatan.

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bioremediasi

  

Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses

  dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasimerupakan pengembangan pencemaran. Bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2), metan, dan air. Bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.

  2.2 Tujuan Bioremediasi

  Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air) atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.

  2.3 Jenis Mikroalga Yang Berperan Dalam Proses Bioremediasi

  Belakangan ini teknik remediasi lingkungan tersemar banyak menggunakan cara biologis (bio- remediasi), karena pertimbanagn efek samping yang dihasilkannya dan biaya operasional. Remediasi logam berat pada lingkungan oleh bakteri dan juga mikroalga sudah banyak diteliti. Salah satunya dengan menggunakan mikroalge Chlorella sp. Kemampuan remediasi logam berat oleh alga sangat baik bila di bandingkan dengan beberapa mikroba, jamur, karena struktur dinding sel alga terbentuk dari berbagai serat metrik polisakarida (Niczyporuk, Bajguz, Zambrzycka, & Żyłkiewiczb, 2012).

  Gambar 1. Chlorella sp Selain dapat digunakan juga untuk bioremediasi logam berat mikroalga Chlorella sp juga dapat di gunakan untuk sebagai prekursor biodiesel karena mengandung 20-50% lemak (Mata, Martins, & Caetano, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas maka percobaan ini dilakukan guna mengetahui Potensi Chlorella sp sebagai agen bioremediasi logam berat pada lingkungan perairan. Potensi remediasi diukur berdasarkan kemampuan tumbuh dan kemampuan menyerap logam berat yang diberikan dalam medium.

2.4 Proses Bioremediasi Dengan Menggunakan Mikroalgae

  Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi. Beberapa mikroalga mempunyai kemampuan untuk menjadi agen remediasi logam berat diantaranya adalah Nanochlorphis, Scenedesmus quadricauda dapat menyerap logam berat diantaranya Cd, Hg, Cr, Pb dan As dan juga Chlorella sp, kemampuan serap logam berat oleh Nannochloropsis sp lebih besar dibandingkan dengan Chlorella sp tetapi Chlorella memiliki kemampuan tumbuh pada lingkungkungan tercemar lebih baik dari Nannochloropsis sp. Kemampuan tumbuh Chlorella sp pada lingkungan tercemar karena Chlorella sp memiliki Phytohormon dan Polyamine untuk adaptasi pada ekosistim air yang tercemar dengan logam berat (Niczyporuk, Bajguz, Zambrzycka, & Żyłkiewiczb, 2012). Kemampuan Chlorella sp dalam menyerap logam berat ini didukung dengan kemampuan beradaptasi, bertumbuh dan juga ekonomis untuk di jadikan Agen remediasi pada lingkungan tercemar. Selain dapat digunakan juga untuk bioremediasi logam berat mikroalga chlorella sp juga dapat di gunakan untuk sebagai

  Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini dilakukan guna mengetahui Potensi Chlorella

  

sp sebagai agen bioremediasi logam berat (Cu, Cd, Cr, Zn) pada lingkungan perairan. Potensi

  remediasi diukur berdasarkan kemampuan tumbuh dan kemampuan menyerap logam berat yang diberikan dalam medium. Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben adalah :

  1. Alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam.

  Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.

  2. Bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak.

  3. Biaya operasional yang rendah.

  4. Sludge yang dihasilkan sangat minim.

  5. Tidak perlu nutrisi tambahan.

2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bioremediasi

  Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia. a)Lingkungan Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah. b)Temperatur Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.

  Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak.

  d) pH Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca,

  • Mg, Na, K, NH , N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan

  4

  • – –

  NO dan Cl . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan

  3 dibandingkan bakteri asam.

  e)Kadar H 2 O dan karakter geologi. Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 – 1.0, umumnya kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros. f)Keberadaan zat nutrisi. Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain. Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat. g)Interaksi antar Polusi. Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energi yang dihasilkan

   Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :

  1) Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang sempit sekalipun. 2) Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya. 3) Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat. 4) Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah). 5) Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya. 6) Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.

   Kekurangan bioremediasi sebagai berikut : 1) Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi. 2) Membutuhkan pemantauan yang ekstensif . 3) Membutuhkan lokasi tertentu. 4) Pengotornya bersifat toksik 5) Padat ilmiah 6) Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal 7) Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain 8) Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji Sumber : Wisnuprapto, 1996

2.7 Contoh Studi Kasus Pencemaran Logam Berat

   Pencemaran Logam Berat Di Teluk Buyat Gambar 2. Peta Teluk Buyat Teluk Buyat adalah teluk kecil yang terletak di pantai selatan Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. Secara administratif, teluk ini berada di Kabupaten Minahasa Tenggara. Teluk Buyat berada di sisi tenggara lengan semenanjung Sulawesi bagian utara, menghadap Laut Maluku. Di sekitar teluk ini tinggal sejumlah nelayan. Sejak tahun 1996, Teluk Buyat digunakan sebagai daerah penimbunan untuk Mesel Gold Mine, dijalankan oleh PT Newmont Minahasa Raya, perusahaan cabang Newmont Mining Corporation yang memiliki saham 80%. Tailing dari tambang emas itu merupakan cadas halus dan emas ditemukan di situ. Sejak tahun 1996, Newmont Mining Corporation di bawah cabangnya PT. Newmont Minahasa Raya memanfaatkan teluk ini sebagai penimbunan tailing (limbah pertambangan) untuk aktivitas pertambangan emasnya. Pada tahun 2004, penduduk setempat di wilayah tersebut memprotes beberapa masalah kesehatan tak lazim yang lebih lanjut mencurigai Newmont melanggar peraturan kadar limbah pertambangan sehingga mencemari wilayah itu dengan bahan berbahaya. Walhi, aktivis lingkungan Indonesia, mengklaim Newmont menimbun 2.000 ton tailing ke teluk itu setiap hari. Pada tahun 2004, akhirnya aktivitas pertambangan ditutup sementara pemantauan lingkungan pasca-penambangan terus berlangsung hingga tahun 2008. Jalur pipa dibangun untuk menyalurkan tailing dari daerah pertambangan ke teluk yang memanjang sekitar 900 m ke laut dan menimbun bahan intu pada kedalaman 82 m.

  Pada bulan Juli 2004, beberapa lembaga swadaya masyarakat memulai kampanye mendakwa PT Newmont Minahasa Raya mencemari Teluk Buyat dengan sengaja, yang menimbulkan efek samping pada kesehatan warga setempat.

  Pada pertengahan tahun 2004, kelompok nelayan setempat memohonkan penyelidikan independen kepada Pemerintah Indonesia atas kadar limbah tambang Newmont di Teluk Buyat. Nelayan setempat melihat jumlah ikan yang mati mendadak amat tinggi disertai dengan pembengkakan yang tak biasa, hilangnya ikan bandeng muda dan spesies lain di wilayah teluk. Mereka juga mengeluhkan masalah kesehatan yang tak biasa seperti penyakit kulit yang tak dapat dijelaskan, tremor, sakit kepala, dan pembengkakan aneh di leher, betis, pergelangan tangan, bokong, dan kepala. Penelitian itu menemukan beberapa logam berat seperti arsen, antimon, merkuri, dan mangan yang tersebar di sana dengan kepadatan tertinggi di sekitar daerah penimbunan.

  Pada bulan November 2004, WALHI (LSM lingkungan) bersama dengan beberapa organisasi nirlaba (Indonesian Mining Advocacy Network, Earth Indonesia, dan Indonesian Center for

  

Environmental Law) mengumpulkan laporan yang lebih menyeluruh atas keadaan Teluk Buyat,

  menyimpulkan teluk itu dicemari oleh arsen dan merkuri dalam kadar yang berbahaya, sehingga berisiko tinggi bagi masyarakat. Sampel endapan dasar Teluk Buyat menunjukkan kadar arsen setinggi 666 mg/kg (ratusan kali lebih besar daripada Kriteria Kualitas Perairan Laut ASEAN yang hanya 50 mg/kg) dan kadar merkuri rata-rata 1000 µg/kg (standar yang sama menetapkan 400 µg/kg). Dibandingkan dengan sampel kontrol alami dari tempat yang tak dipengaruhi penimbunan limbah pertambangan, studi itu juga menyimpulkan bahwa kadar arsen dan merkuri itu tidak alami dan satu-satunya sumber yang mungkin adalah dari penimbunan limbah pertambangan Newmont.

  Merkuri dan arsen tertumpuk di berbagai organisme hidup di Teluk Buyat termasuk ikan yang dimakan setiap hari oleh penduduk setempat. Kesehatan manusia berada dalam bahaya dan laporan itu merekomendasikan konsumsi ikan harus dikurangi secara signifikan dan mungkin relokasi penduduk ke daerah lain. Pada tahun 1994, AMDAL Newmont menegaskan adanya lapisan termoklin pada kedalaman 50–70 meter sebagai penghalang bagi tailing untuk bercampur dan menyebar di Teluk Buyat. Walaupun demikian, WALHI tak menemukan lapisan yang dimaksud. Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang mengantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante. Limbah yang akan mengakibatkan biaya tambahan bagi masyarakat akibat kegiatan perusahaan yang seharusnya tidak keluar ke alam bebas, justru sengaja dikeluarkan melalui pipa sepanjang 900 meter dari tepi pantai Teluk Buyat. Akibatnya menimbulkan biaya pencemaran bagi masyarakat sekitar Teluk Buyat atau eksternal cost.

2.8 Pemanfaatan Bioremediasi Dalam Menanggulangi Logam Berat Di Teluk Buyat

  Sebelumnya, dapat dilihat video tentang bioremediasi alga terlebih dahul Kasus Teluk Buyat di Sulawesi Utara adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan. Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan penambangan emas mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lain-lain. Logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

  Salah satu alternatif pencegahan pencemaran dengan logam-logam berat yang termasuk dalam B3 tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran di suatu tempat bisa dengan menggunakan mikroalga (fitoplankton) untuk mengurangi tingkat pencemaran logam berat.

  Bioremediasi merupakan proses degradasi secara biologis bahan organik menjadi senyawa lain. Proses ini didasarkan pada siklus karbon, sehingga bentuk senyawa organik dan anorganik didaur ulang melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan organisme yang digunakan (mikroba, tanaman, atau hewan) dan sistem yang dioperasikan pada jangka waktu tertentu (Citroreksoko 1996).

  Bioremediasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya, memanfaatkan agen biologi yang ada di alam sehingga dapat menghemat biaya, dapat mencegah kerusakan lingkungan, penyisihan buangannya permanen dan menghapus resiko jangka panjang, dan dapat digabung dengan teknik pengolahan lain. Sedangkan kekurangannya, terdapat pengotoran toksik, membutuhkan pemantauan yang ekstensif, berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal, tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi, dan adanya batasan konsentrasi polutan yang dapat ditolerir oleh organisme (Citroreksoko 1996). Teknik bioremediasi dapat dilakukan yaitu melalui pemanfaatan agen biologi berupa tumbuhan air atau bakteri. Misalnya Microccocus, Corynebacterium, Phenylobacterium, Enhydrobacter,

  

Morrococcus, Flavobacterium, Bacillus, Staphylococcus, dan Pseudomonas, yang dapat

  mendegradasi logam Pb (misalnya pada tailing dari hasil kasus buyat), serta nitrat, nitrit, bahan organik, sulfida, kekeruhan, dan amonia di dalamnya (Priadie 2012). Bioremediasi merupakan proses degradasi secara biologis bahan organik menjadi senyawa lain. Proses ini didasarkan pada siklus karbon, sehingga bentuk senyawa organik dan anorganik didaur ulang melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan organisme yang digunakan (mikroba, tanaman, atau hewan) dan sistem yang dioperasikan pada jangka waktu tertentu (Citroreksoko 1996). Dalam makalah ini pemanfaatan mikroalga yang dapat menyerap logam berat yang akan dibahas lebih lanjut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium yang kemudian diterapkan ke lapangan. Mikroalga yang digunakan adalah Chlorella sp yang diperoleh dari stok murni dari Laboratorium setempat dan yang kemudian dikultur. Kondisi lingkungan mempengaruhi tumbuh dari

  

Chlorella sp dimana untuk pertumbuhan terbaik Chlorella sp pada salinatas 25%, Suhu 17, 20,

o dan 23 C dan juga intensitas cahaya 4500 Lux.

  Kondisi lingkungan yang ada di teluk Buyat terkadang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan untuk hidup Chlorella sp. Maka dari itu bagaimana caranya supaya Chlorella sp mampu

  Gambar 3. Alga Chlorella sp sebagai salah satu alternatif bioremediasi logam berat di Teluk Buyat Dengan adanya teknik seperti itu, Chlorella sp di duga mampu menyerap logam berat yang ada di Teluk Buyat. Selain itu penelitian tersebut mendapatkan hasil seperti penyerapan logam berat tertinggi terlihat berturut turut adalah Cr sebesar 33% , Cu sebesar 29 %, Cd sebesar 15% dan Zn sebesar 8% pada hari ke-7, dalam kondisi medium (salinitas 34%, pH 7 dan kandungan Oksigen terlarut 8 mg/L).

  Pada beberapa jurnal lain meyebutkan bahwa penyerapan logam berat paling tinggi oleh

  

Chlorella sp adalah Cd dibandingkan dengan Pb dan Cu (Niczyporuk, Bajguz, Zambrzycka, &

  Żyłkiewiczb, 2012) tetapi pada percobaan ini penyerapan tertinggi justru terjadi pada logam Cr dan Cu. (Niczyporuk, Bajguz, Zambrzycka, & Żyłkiewiczb, 2012) menyebutkan juga bahwa penyerapan logam berat dapat menurunkan tetapi tetapi pada percobaan ini berbeda misalnya pada logam jenis Cr pada hari ke 5 pH 7.1 tetapi pada hari ke 7 terjadi kenaikan pH 7.2 ini juga terjadi pada perlakuan yang lain menyebutkan bahwa kondisi lingkungan untuk pertumbuhan

  

Chlorella sp adalah pada salinitas 15 dan 35% tetapi untuk pertumbuhan terbaik Chlorella sp

  adalah pada 25% salinitas dan Alga juga bertumbuh pada suhu 17, 20, dan 23oC tetapi alga akan

  o

  bertumbuh lambat pada suhu 26, 29, 32 dan 14 C.

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

  Logam berat yang mencemari di daerah Teluk Buyat berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan. Berdasarkan studi kasus mengenai pencemaran logam berat yang terjadi di Teluk Buyat, dapat diambil jalan alternatif untuk mengurangi tingkat pencemaran logam berat yang terjadi dengan cara bioremediasi menggunakan mikroalga Chlorella sp. Kemampuan remediasi logam berat oleh alga Chlorella

  

sp sangat baik bila di bandingkan dengan beberapa mikroba, jamur, karena struktur dinding sel

  alga terbentuk dari berbagai serat metrik polisakarida. Meskipun tidak semua logam berat dapat terdegradasi semua namun setidaknya dapat mengurangi logam berat yang terdapat dalam perairan Teluk Buyat.

3.2 Saran

  

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara penanggulangan pencemaran

  logam berat yang terjadi di suatu wilayah perairan, sehingga kualitas air dan ekosistem yang terdapat di perairan tersebut tetap terjaga.

  REFERENSI

  Anonim, 2013 . Diunduh dari

  da tanggal 30 Desember 2014 pukul 23:00 WIB

  Anonim, 2013. Manajemen Kualitas Air. Diunduh dari

  da tanggal 30 Desember 2014 pukul 23:05 WIB

  Anonim, 2013. Bioremediasi Kualitas Air

  da tanggal 30 Desember 2014 pukul 23:05 WIB

  Anonim, 2013. Bioremediasi Kualitas Air pada tanggal 30 Desember 2014 pukul 23:06 WIB Citroreksoko, P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Prosiding pelatihan dan lokakarya: peranan

  

bioremediasi dalam pengelolaan lingkungan (Cibinong, 24-28 Juni 1996). Puslitbang

Bioteknologi LIPI, BBPT, dan Hanns Seidel Foundation: Cibinong, Bogor. Hal. 1-1 1.

  Hardiani, Henggar, 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Bandung. Balai Besar Pulp dan Kertas. Mata, T. M., Martins, A. A., & Caetano, N. S. (2010). Microalgae for biodiesel production and other applications: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews , 14 (1), 217-232. Niczyporuk, A. P., Bajguz, A., Zambrzycka, E., & Żyłkiewiczb, G. B. (2012). Phytohormones

  

as regulators of heavy metal biosorption and toxicity in green alga Chlorella vulgaris

(Chlorophyceae). Plant Physiology and Biochemistry , 52, 52 – 65.

  Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Penerbit ITB. ISBN 979-3507-43-8. Priadie, Bambang. 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian pencemaran air. Jurnal Ilmu Lingkungan 10(1): 135-145.

  Sutjahjo, S.H. 2010. Dampak Negatif Kegiatan Pertambangan pada Lingkungan.[http:// www.metrotvnews.com/metromain/analisdetail/2010/09/03/72/Dampak-Negatif-Kegiatan- Pertambangan-pada-Lingkungan].

  Untuk lebih menambah wawasan mengenai bioremediasi menggunakan alga, dapat dilihat video (algae Bioremediation) di