BAB II KAJIAN TEORI A. Kematangan Sosial Anak Usia Dini 1. Pengertian Kematangan Sosial - RIZKI AGUSTINA BAB II

BAB II KAJIAN TEORI A. Kematangan Sosial Anak Usia Dini 1. Pengertian Kematangan Sosial Ada berbagai istilah tentang kematangan sosial yang sering sekali orang

  menyebut dengan istilah kematangan atau kedewasaan sosial. Berbagai pendapat dan definisi menjelaskan tentang kematangan sosial.

  Menurut Singgih (2013) definisi operasional dari kematangan sosial adalah kemampuan individu untuk melakukan kegiatan yang mengarah pada kemandirian dan muncul berdasarkan tingkat perkembangan yang dimiliki oleh individu saat itu.

  Menurut Soetjiningsih (1995) kematangan sosial merupakan suatu evolusi perkembangan perilaku, yang nantinya seseorang dapat mengekspresikan pengalamanya secara bertahap untuk meningkatkan kemampuannya untuk mandiri, bekerja sama dengan orang lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya.

  Chaplin (2004:433) mendefinisikan kematangan sosial merupakan suatu perkembangan keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan inidividu yang menjadi ciri khas kelompoknya, dengan demikian ciri-ciri kematangan sosial itu ditentukan oleh kelompok sosial di lingkungan tersebut.

  Lebih lanjut, Doll (dalam Afifah dan Dwisusari 2016), mengungkapkan bahwa kematangan sosial seseorang tampak dalam perilakunya. Perilaku

  7 tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam mengurus dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah pada kemandirian sebagaimana layaknya orang dewasa.

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan sosial adalah perkembangan perilaku dan kebiasaan individu dalam mengurus dirinya sendiri dan melakukan kegiatan yang mengarah pada kemandirian, yang nantinya membuat individu tersebut lebih meningkatkan kemampuannya untuk mandiri, bekerja sama dengan orang lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Sosial Anak

  Lathifa dalam Khoirun (2012:15) kematangan sosial anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain : a.

  Faktor Internal (nature). Merupakan faktor bawaan yang mencakup semua hal yang diperoleh sejak lahir misalnya bentuk fisik, bakat, intelegensi, kepribadian. Dengan intelegensinya, orang menyesuaikan diri dengan lingkungan. Fungsi intelegensi adalah untuk memberi kemampuan untuk mengajakkan penyesuaian dengan maksud tujuan, semakin tinggi taraf intelegensi seseorang, maka ia semakin dapat menyesuaikan cara-caranya untuk mencapai tujuanya. Karena orang yang memiliki intelegensi yang tinggi akan cenderung mempunyai penyesuaian atau kematangan sosial baik.

  b.

  Faktor ekstrenal (nurture). Merupakan faktor yang berasal dari dalam dan di luar lingkungan rumah, yang keduanya saling mempengaruhi. Misalnya, pengaruh keluarga yang merupakan faktor sosial yang pertama dalam kehidupan individu anak untuk menyatakan diri sebagai manusia sosial yang melakukan interaksi dengan keluarga. Pengalaman dalam berinteraksi dengan keluarga turut menentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain. Menurut Hurlock (1998:28) pada kematangan umumnya perkembangan merupakan hasil proses atau kedewasaan. Demikian pula, kematangan sosial sebagai hasil proses Belajar anak yang diperolehnya melalui sosialisasi. Sosialisasi merupakan proses dari penyerapan sikapsikap, nilai-nilai, terampil dalam kebiasaan-kebiasaan menguasai masyarakat sehingga kebiasaan- kebiasaan individu kelompoknya dan berperilaku sesuai dengan tuntutan sosialnya dan dengan demikian individu akan menjadi orang yang mampu bermasyarakat dan diterima di lingkungan sosialnya, sebagai cermin adanya kematangan sosial sesorang anak maka haruslah melalui tahapan sosialisasi.

  Proses sosialisasi meliputi beberapa proses yaitu: a.

  Belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial b.

  Memainkan peran sosial yang diterima oleh lingkungannya c. Terjadinya perkembangan sikap sosial akibat adanya proses sosialisasi d.

  Adanya rasa puas dan bahagia karena dapat ikut ambil bagian dalam aktifitas kelomponya atau dalam hubungannya dengan teman atau orang dewasa yang lain.

  Menurut Hurlock ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan sosial, antara lain :

1. Usia kronologis dan usia mental.

  Dikatakan oleh Meddinus dan Johnson (dalam Hurlock, 1998:101) bahwa setiap usia tertentu mempunyai taraf perkembangan tertentu. Seiring dengan bertambahnya usia, makin meningkat pula kemampuan anak hingga akhirnya anak mampu menolong dirinya sendiri. Kemandirian ini menunjukkan sudah adanya kematangan sosial pada diri anak.

  2. Urutan kelahiran Urutan kelahiran memberikan keuntungan tersendiri bagi perkembangan kematangan sosial anak. Dikatakan oleh Hurlock (1989:137) bahwa perkembangan anak sulung lebih diuntungkan daripada anak berikutnya karena adanya dorongan dan rangsangan yang lebih banyak dari orang tua dan lingkungannya. Adanya dorongan dan rangsangan ini dapat meningkatkan pencapaian kematangan sosial.

  3. Jenis kelamin Anak perempuan memiliki minat sosial dan orientasi sosial yang lebih baik daripada anak laki-laki (Anastasi, 1963). Kelebihan ini membuat anak perempuan dapat berkomunikasi secara baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa sehingga anak dapat dengan mudah untuk terlibat dalam aktivitas sosial 4. Keadaan keluarga

  Seorang anak yang berasal dari keluarga yang keadaan sosial ekonominya rendah akan lebih cepat memiliki kematangan sosial daripada anak yang berasal dari keluarga yang sosial ekonominya lebih tinggi (Hurlock, 1981:78).

  5. Besarnya jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga yang lebih banyak memungkinkan anak untuk mempelajari ketrampilan sosial lebih awal (Hurlock,1981:78).

  6. Keadaan diri anak Seorang anak yang memiliki tubuh ideal akan lebih mudah mempelajari ketrampilan sosial daripada anak yang memiliki tubuh kurus dan gemuk (Hurlock, 1981:79).

3. Ciri-ciri Kematangan Sosial

  Menurut Kartono (1990:17), kematangan sosial ditandai oleh kematangan- kematangan potensi dari organism, baik fisik maupun psikis untuk terus mju menuju pemekaran atau perkembangan secara maksimal. Oleh karena itu prestasi dari penggunaan dan pengendalian ketrampilan atau fungsi tergantung pada derajat kematangan, sebab kematangan ini mempengaruhi kualitas hasil belajar. Kematangan sosial akan menimbulkan kesiapan pada diri untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya untuk dapat benar bersosialisasi dengan baik.

  Menurut Harlock (1990:120), adapun ciri-ciri tertentu yang menandai adanya kematangan sosial yaitu : a.

  Kemandirian Menurut Harlock, pada umumnya seseorang ingin mandiri setelah perkembangan mereka memungkinkan untuk belajar mandiri. Pada kematangan sosialnya, seseorang akan melepaskan diri dari ketergantungan pada orang lain, terutama dari orang tuanya. Kemandirian pada anak dapat dilihat dari berkurangnya keinginan mendapatkan bantuan dan perlindungan.

  b.

  Partisipasi Sosial Adanya partisipasi sosial dapat dilihat dengan adanya tingkah laku penyesuaian anak terhadap situasi baru dan tidak canggung dengan kehadiran orang lain. Semakin baik partisipasi sosial yang ditunjukkan maka akan semakin mempermudah anak diterima dalam suatu kelompok sosial.

  c.

  Pengontrol Emosi Pengendalian diri ditandai dengan kemampuan anak untuk mengendalikan perasaanya, disamping itu anak mulai dapat menilai dirinya berdasarkan pandangan orang lain dan dapat mengerti perasaan orang lain.

  d.

  Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang yang dapat menyesuaikan dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial, seperti kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang belum dikenal sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan.

  Sedangkan menurut Anderson (dalam Mappiare 1983:17) ciri-ciri kematangan sosial adalah : a.

  Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego semata b. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien c. Memiliki keobjektifan d. Mampu mengendalikan perasaan pribadi e. Memiliki tanggung jawab terhadap usaha-usaha pribadi f. Menyesuaikan yang realistis terhadap situasi-situasi baru.

B. Full Day School di Taman Kanak-kanak 1. Konsep Sekolah Model Full Day School

  Menurut Khusnaya (2016) secara harfiah full day school dapat diartikan sebagai sekolah sehari penuh. Full day school berlangsung hampir sehari penuh lamanya, yakni sekitar pukul tujuh pagi hingga pukul tiga sore. Pengaturan jadwal mata pelajaran dan pendalaman materi merupakan hal yang diutamakan dalam full day school.

  Menurut Baharrudin (2014:221) menyatakan bahwa proses Belajar mengajar full day school dilakukan mulai pukul 06.45-15.00 WIB dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali. Sekolah full day dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa dan disesuaikan dengan bobot mata pelajaran yang ditambah dengan pendalaman materi keagamaan.

  Menurut Sismanto (2007:5) full day school merupakan sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran islam secara intensif dengan menambahi waktu khusus untuk pendalaman agama. Kebanyakan full day school sangat konsen terhadap keseimbangan antara kecerdasan intelektualitas dan spiritualitas peserta didiknya.

  Menurut Schudin (2005) Full Day School merupakan suatu sistem pembelajaran yang dilaksanakan secara penuh, dimana aktifitas anak banyak dilakukan di sekolah daripada di rumah. Konsep dasar dari Full Day School adalah intergrated curriculum dan intergreted activity yang merupakan bentuk pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk seorang anak (siswa) yang berintelektual tinggi yang dapat memadukan aspek keterampilan dan pengetahuan dengan sikap yang baik.

  Dapat disimpulkan dari pendapat diatas bahwa full day school adalah sekolah yang proses pembelajarannya dilakukan selama hampir satu hari penuh dan proses pembelajarannya memadukan sistem pembelajaran islam secara intensif sehingga akan menghasilkan anak (siswa) yang memiliki keseimbangan kecerdasan intelektualitas dan spiritualitas.

  Menurut Alaidroes format full day school meliputi beberapa aspek yaitu: a. Kurikulum

  Yaitu mengintegrasikan atau pemanduan program pendidikan umum dan agama. Dengan memadukan kurikulum umum dan agama dalam suatu jalinan kegiatan kegiatan belajar mengajar diharapkan peserta didik dapat memahami esensi ilmu dalam perspektif yang utuh. Seperti yang sudah disinggung diatas, dalam model full day school ini menggunakan intergreted curiculum dan melalui pendekatan intregated activity. Sedangkan pengembangan full day

  

school diperlukan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan anak.

  Pengembangan program ini dapat dilakukan melalui pengembangan kurikulum dan pengelola KBM oleh guru dan pengelola yayasan/lembaga yang bersangkutan. Pengembangan kurikulum harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Dari pengembangan kurikulum ini diharapkan adanya perbaikan pengelola proses KBM yang akan menunjang efektifitas pembelajaran. Pembelajaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak akan membantu anak mengoptimalkan bakat, minat, dan potensi positifnya.

  Sedangkan yang dimaksud dengan intergreted curiculum adalah perorganisasian kurikulum yang isinya mengupas bagaimana bentuk bidang studi harus disajikan di depan kelas yang konsekuensinya akan diikuti oleh tindakan bagaimana cara memilih bahan ajar dan cara menyajikan serta mengevaluasinya. Dalam integrated curriculum, suatu topik atau permasalahan dibahas dengan berbagai pokok bahasan baik dari bidang studi yang sejenis maupun dari bidang studi lain yang relevan.

  Aktivitas siswa siswi di sekolah yang menggunakan full day school tidak terbatas hanya di kelas seperti belajar. Sedangkan aktivitas yang ditawarkan dalam program full day school yaitu berupa integreted activity. Dengan pendekatan ini maka seluruh program dan aktivitas anak di sekolah mulai dari belajar, bermain, makan, dan ibadah di kemas dalam suatu system pendidikan. Dengan sistem ini pula diharapkan mampu memberikan nilai-nilai kehidupan yang islam pada anak didik secara utuh dan terintregasi dalam tujuan pendidikan.

  Konsep pendidikan yang dijalankan sebenarnya adalah konsep effective

  

school yaitu bagaimana menciptakan lingkungan yang efektif bagi anak didik

sebagai konsekuensinya, anak-anak didik diberi waktu lebih banyak di sekolah.

  b.

  Kegiatan belajar mengajar Yaitu dengan mengoptimalisasikan pendekatan berbasis active

  learning , siswa mesti dirangsang untuk aktif terlibat dalam setiap aktivitas.

  c.

  Iklim sekolah Yaitu lingkungan pergaulan, tata hubungan, pola perilaku dan segenap peraturan yang diwujudkan dalam kerangka nilai-nilai Islam yang syar’i melandasi segala aspek perilaku dan peraturan yang mencerminkan ahlakul karimah.

  Sekolah dapat dikatakan sebagai sekolah yang berbasis full day school apabila sekolah tersebut memulai jam pembelajaran pukul 07.30-15.30 (sekitar 8 jam), sekolah tersebut memadukan sistem pengajaran islam secara intensif dengan menambahi waktu khusus untuk pendalaman agama, konsen terhadap keseimbangan antara kecerdasan intelektualitas dan spiritualitas peserta didiknya, sistem pembelajaran yang dilaksanakan secara penuh, dimana aktifitas anak banyak dilakukan di sekolah daripada di rumah, dan sekolah tersebut menerapkan konsep pendidikan effective learning, intergrated

  

curriculum dan intergreted activity yang merupakan bentuk pembelajaran yang

  diharapkan dapat membentuk seorang anak (siswa) yang berintelektual tinggi yang dapat memadukan aspek keterampilan dan pengetahuan dengan sikap yang baik.

  Tentunya, full day school yang diterapkan di Taman Kanak-kanak (TK) tentu berbeda dengan full day school yang diterapkan di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Akhir (SMA). Pendidikan di jenjang Taman Kanak-kanak (TK) anak lebih banyak bermain, karena pada usia itu merupakan fitroh anak untuk bermain. Sehingga pembelajaran di TK ialah bermain seraya Belajar. Dan lebih ditekankan pada sosialisasi sehingga anak dapat bersosialisasi, baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa. Di Taman Kanak-kanak (TK) anak akan memdapat banyak pengalaman yang akan membantu anak dalam menyesuaikan diri pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Misalnya: mengenal adanya otorita lain selain otorita orang tua, Belajar disiplin, Belajar mandiri, dan sebagainya.

  Pengalaman ini akan memudahkan anak menyesuaikan diri nantinya di Sekolah Dasar. Full day school yang diterapkan di TK tidak jauh berbeda dengan full day school pada pendidikan jenjang tinggi lainnya. Hanya saja kegiatan belajar mengajar di TK tidak dipadatkan selama satu hari penuh. Jika kegiatan belajar dimulai pukul 07.30-12.30, maka sisa waktunya dari pukul 12.30-14.30 anak diberi waktu untuk istirahat tidur siang. Setelah itu dilanjutkan pukul 14.30.15.30 dengan kegiatan mandi, kegiatan mengaji, snack time dan berkemas-kemas untuk pulang.

2. Kelebihan dan Kelemahan Full Day School

  Menurut Hasan (2006) Full Day School memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan antara lain : a.

  Sistem full day school lebih memungkinkan terwujudnya pendidikan secara utuh. Benyamin S Bloom menyatakan bahwa sasaran obyektifitas pendidikan meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Karena melalui full day school tendensi ke arah penguatan pada sisi kognitif saja dapat lebih dihindarkan, dalam arti aspek afektif siswa dapat lebih diarahkan demikian juga dengan aspek psikomotorik.

  b.

  Sistem full day school lebih memungkinkan terwujudnya intensifikasi dan efektivitas proses edukasi. Full day school dengan menggunakan waktu lebih panjang sangat memungkinkan bagi terwujudnya intensifikasi proses pendidikan dalam arti siswa lebih mudah diarahkan dan dibentuk sesuai dengan misi dan orientasi pendidikan, sebab aktivitas siswa lebih mudah terpantau.

  c.

  Sistem full day school merupakan sistem pendidikan yang terbukti efektif dalam mengaplikasikan kemampuan siswa dalam segala hal, seperti aplikasi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mencakup semua aspek baik itu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

  Namun demikian sistem pembelajaran model full day school tidak terlepas dari kelemahan dan kekurangan, antara lain : a.

  Sistem Full Day School acapkali menimbulkan rasa bosan pada siswa.

  Sistem pembelajaran dengan pola full day school membutuhkan kesiapan baik fisik, psikologis, maupun intelektual yang bagus. Jadwal kegiatan yang padat dalam batas tertentu akan menyebabkan siswa menjadi jenuh.

  b.

  Sistem full day school memerlukan perhatian dan kesungguhan management bagi pengelola. Agar proses pembelajaran pada lembaga pendidikan yang berpola full day school berlangsung optimal, sangat dibutuhkan perhatian dan curahan pemikiran terlebih dari pengelolanya, bahkan pengorbanan baik fisik, psikologis, material, dan lainnya.

  Selain penjelasan di atas, kekurangan full day school juga sebagai berikut:

  a) Anak akan cepat bosan dengan lingkungan sekolah

  b) Mengurangi bersosialisasi dengan tetangga dan keluarga

  c) Kurangnya waktu bermain

  d) Anak-anak akan banyak kehilangan waktu dirumah dan belajar tentang hidup bersama keluarganya.

3. Tujuan Full Day School

  Pelaksanaan full day school merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan, baik dalam prestasi maupun dalam hal moral ataupun akhlak. Dengan mengikuti full day school, orang tua dapat mencegah dan menetralisir kemungkinan dari kegiatan-kegiatan anak yang menjerumus pada kegiatan yang negatif. Salah satu para orang tua memilih dan memasukkan anaknya ke full day school adalah dari segi edukasi siswa (Baharrudin 2010:230). Banyak alasan mengapa full day school menjadi pilihan diantaranya : a.

  Meningkatnya jumlah orang tua bekerja (parent-career) yang kurang memberikan perhatian kepada anaknya, terutama hubungan dengan aktivitas anak setelah pulang dari sekolah.

  b.

  Perubahan sosial budaya mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat. Salah satu ciri masyarakat industri adalah mengukur keberhasilan dengan materi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat yang akhirnya berdampak pada perubahan peran.

  Peran ibu yang dahulu hanya sebagai ibu rumah tangga, dengan tigas utamanya mendidik anak, mulai bergeser. Peran ibu di zaman sekarang tidak hanya sebatas ibu rumah tangga, namun seorang ibu juga dituntut untuk dapat berkarier di luar rumah.

  c.

  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat sehingga jika tidak dicermati, maka kita akan menjadi korban, terutama korban teknologi komunikasi. Dengan semakin canggihnya perkembangan di dunia komunikasi, dunia seolah-olah suah tanpa batas (bordeless world), dengan banyaknya program televisi serta menjamurnya stasiun televisi membuat anak-anak lebih enjoy untuk duduk di depan televisi dan bermain play

  

station (PS). Dari kondisi seperti itu, akhirnya para praktisi pendidikan

  berpikir keras untuk merumuskan suatu paradigma baru dalam dunia pendidikan, yaitu sekolah berbasis full day school.

  Menurut Siregar (2017), full day school mempunyai tujuan utama yaitu membentuk kualitas akhlak siswa. Dan agar tercapai dilakukan bimbingan khusus keagamaan yaitu antara lain dengan bimbingan shalat di sekolah.

  Menurut Schudin (dalam Saputro 2017:14), ada beberapa garis-garis program full day school yaitu:

1. Membentuk sikap yang islami a.

  Pembentukan sikap yang islami (1)Pengetahuan dasar tentng iman, islam, dan ikhsan (2)Pengetahuan dasar tentang akhlak terpuji dan tercela (3)Kecintaan kepada Allah dan Rosulnya (4)Kebanggaan kepada Islam dan semangat memperjuangkanya b. Pembiasaan berbudaya Islam

  (1)Gemar beribadah (2)Gemar Belajar (3)Disiplin (4)Kreatif (5)Mandiri (6)Hidup bersih dan sehat (7)Adab-adab islam 2. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan a.

  Pengetahuan materi-materi pokok program pendidikan b.

  Mengetahui dan terampil dalam beribadah sehari-hari c. Memahami secara sederhana isi kandungan amaliyah sehari-hari

  Dalam rangka memaksimalkan waktu luang anak-anak agar lebih berguna, maka diterapkanlah sistem full day school dengan tujuan pembentukan akhlak dan akidah dalam menanamkan nilai-nilai yang positif, serta memberikan dasar yang kuat dalam belajar di segala aspek. Full day school juga memberikan dasar yang kuat dalam belajar pada segala aspek yaitu perkembangan intelektual, fisik, sosial dan emosional. Karena dalam sistem full day school, sekolah memiliki waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan sekolah dasar konvensional pada umumnya.

  Agar semua dapat terakomodir, kurikulum dalam sistem pembelajaran full

  day school didesain untuk menjangkau masing-masing bagian dari perkembangan siswa.

C. Indikator Kematangan Sosial Anak Usia Dini

  Dalam rangka meneliti kematangan sosial anak usia dini, peneliti membutuhkan indikator-indikator kematangan sosial anak yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi instrumen penelitian. Menurut Doll (dalam Wulandari 2017:15), indikator kematangan sosial anak usia dini yaitu : 1.

  Menolong diri sendiri (self-help). Terdiri dari : a.

  Anak mencuci muka sendiri b.

  Anak mencuci tangan tanpa bantuan c. Anak pergi tidur sendiri d.

  Anak mengambil makanan sendiri e. Anak mengembalikan piring dan sendok ke dapur setelah makan f. Anak menggunakan sendok sendiri g.

  Anak memotong makanannya sendiri h. Anak makan sendiri tanpa disuapi i. Anak menutup kancing baju sendiri j.

  Anak memakai baju sendiri tanpa dibantu k.

  Anak memakai kaos kaki sendiri tanpa bantuan l. Anak memakai sepatu sendiri tanpa bantuan 2. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction), seperti : a.

  Anak dapat mengatur waktu saat bermain.

  b.

  Anak membereskan mainannya setelah bermain.

  3. Gerak (locomotion), anak pergi ke sekolah dengan diantar hanya sampai gerbang sekolah.

  4. Pekerjaan (occupation), seperti : a.

  Anak mampu menggunakan pensil.

  b.

  Anak mampu melaksanakan perintah sederhana.

  5. Sosialisasi (sosialization), seperti anak mampu mengikuti suatu permainan bersama.

  6. Komunikasi (communication), seperti : a.

  Anak mampu menulis kata sederhana.

  b.

  Anak mampu berkomunikasi dengan guru dan teman-temannya. Adapun indikator kematangan sosial menurut dinas pendidikan provinsi jawa tengah dalam pedoman pengembangan kurikulum dan pembelajaran TK holistik dan intregatif (2012:50) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 indikator kematangan sosial anak usia dini

  Tingkat Pencapaian Perkembangan Indikator 1.

  Bersikap kooperatif dengan

  • Dapat melaksanakan tugas teman kelompok
  • Dapat bekerjasama dengan teman
  • Mau bermain dengan teman 2.

  Menunjukkan sikap toleran

  • Mau meminjamkan miliknya
  • Mau berbagi dengan teman
  • Saling membantu sesama teman 3.

  Mengenal tata krama dan • Memberi dan membalas salam sopan santun sesuai dengan dengan tidak

  • Berbicara nilai sosial budaya berteriak 4.

  Memahami peraturan

  • Datang ke sekolah tepat waktu
  • Mentaati tata krama sekolah
  • Mentaati aturan/tata tertib di kelas
  • Mentaati aturan permainan 5.

  Memahami rasa empati

  • Menghibur teman yang sedih
  • Mendoakan teman yang sakit
  • Suka menolong
  • Mau memberi dan menerima maaf 6.

  Memiliki sikap gigih • Melaksanakan tugas sendiri sampai selasai

  • Dapat menerima kritik
  • Berani bertanya dan menjaab pertanyaan jawab atas
  • Bertanggung tugasnya 7.

  Menghargai keunggulan orang • Dapat memuji teman/orang lain lain hasil karya

  • Menghargai teman/orang lain keunggulan
  • Menghargai teman/orang lain
Sementara itu, Petersen dan Wittmer (2015: 155) menjelaskan indikator kematangan sosial anak meliputi :

  1. Perilaku dan kemampuan sosial.

  a.

  Kemampuan dan keinginan untuk menghibur, membantu, membela dan berteman dengan sebaya.

  b.

  Kemampuan memikirkan perasaan dan perspektif orang lain.

  2. Kemampuan bermain.

  a.

  Kemampuan bermain merujuk pada kemampuan terlibat dalam kegiatan dengan sebaya dengan menggunakan mainan, peralatan dan material.

  b.

  Kemampuan bermain dan permainan interaktif dan ritual.

  3. Negoisasi dan pengelolaan konflik atas perasaan agresif a.

  Kemampuan terlibat dalam ketidaksetujuan yang sehat dan menggunakan perundingan dan strategi menyelesaikan masalah sebagai respons terhadap ketidaksetujuan.

  b.

  Kemampuan mempelajari strategi untuk mengelola perasaan agresif dan marah.

  Dari berbagai pendapat diatas, peneliti mengadopsi sepuluh indikator yang akan dikembangkan sebagai instrumen penelitian, yaitu :

1. Anak memiliki keterampilan saat makan 2.

  Anak memiliki keterampilan berpakaian 3. Dapat bekerjasama dengan teman 4. Mau bermain dengan teman 5. Mau berbagi dengan teman

6. Mentaati peraturan permainan 7.

  Menghibur teman yang sedih 8. Berani bertanya dan menjawab pertanyaan 9. Bertanggung jawab atas tugasnya 10.

  Menghargai hasil karya teman/orang lain 7.

   Pedoman Penilaian Kematangan Sosial Anak Usia Dini

  Menurut Sugiyono (2014:141) penyusunan instrumen dengan rating scale harus mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrumen. Penjabaran arti tersebut dalam penelitian ini dituangkan pada interval jawaban dan pedoman penelitian. Menurut Wild dan Mazis (1978) dalam Friedman (1999:117) berikut ini adalah rating scale atau skala penilaian interval jawaban yang dapat digunakan dalam penelitian, yaitu :

  1 = Poor 2 = Avarage 3 = Good 4 = Very Good 5 = Excellent Adapun arti dalam penelitian ini adalah : 1 = Poor (Lemah) 2 = Avarage (Sedang) 3 = Good (Baik) 4 = Very Good (Sangat Baik)

  5 = Excellent (Luar biasa) Berdasarkan proses bimbingan, maka peneliti mengadopsi dan mengembangkan skala penilaian yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan beberapa pertimbangan.

1. Bila kematangan sosial anak belum berkembang 2.

  Bila kematangan sosial anak perlu dimotivasi 3. Bila kematangan sosial anak mulai muncul dengan terbatas 4. Bila kematangan sosial anak berkembang sesuai harapan 5. Bila kematangan sosial berkembang secara optimal

  Sedangkan pedoman penilaian kematangan sosial anak yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1)

  Item skala pengukuran : anak memiliki ketrampilan makan (makan dengan menggunakan alat makan sendiri)

  1 : Bila anak belum bisa sama sekali makan dengan menggunakan alat makan sendiri

  2 : Bila anak mulai mau makan dengan menggunakan alat makan sendiri jika dimotivasi

  3 : Bila anak mau makan dengan menggunakan alat makan sendiri dan intensitas masih terbatas (kadang-kadang)

  4 : bila anak sudah mampu makan dengan menggunakan alat makan sendiri secara terus menerus

  5 : bila anak sudah mampu makan dengan menggunakan alat makan sendiri secara optimal

  2) Item skala pengukuran : Anak memiliki keterampilan berpakaian

  (menggunakan pakaian)

  1 : Bila anak belum mampu menggunakan pakaianya sendiri

  2 : Bila anak mulai mampu menggunakan pakaianya sendiri jika dimotivasi

  3 : Bila anak mampu menggunakan pakaianya sendiri tetapi masih sedikit dibantu

  4 : Bila anak sudah mampu menggunakan pakaianya sendiri setiap harinya

  5 : Bila anak sudah mampu menggunakan pakaianya sendiri secara optimal

  3) Item skala pengukuran : Anak dapat bekerjasama dengan teman

  1 : Bila anak belum mampu bekerjasama dengan temannya

  2 : Bila anak mulai mampu bekerjasama dengan temannya jika dimotivasi

  3 : Bila anak mampu bekerjasama dengan temannya dengan intensitas waktu terbatas

  4 : Bila anak sudah mampu bekerjasama dengan temannya secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu bekerjasama dengan temannya secara optimal

  4) Item skala pengukuran : Anak mau bermain dengan teman

  1 : Bila anak belum mampu bermain dengan temannya

  2 : Bila anak mulai mau bermain dengan temannya jika dimotivasi

  3 : Bila anak mau bermain dengan temannya dengan intensitas waktu terbatas

  4 : Bila anak sudah mampu bermain dengan temannya secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu bermain dengan temannya secara optimal

  5) Item skala pengukuran : Mau berbagi dengan teman

  1 : Bila anak belum mampu berbagi dengan temannya

  2 : Bila anak mulai mau berbagi dengan temannya jika dimotivasi

  3 : Bila anak mau berbagi dengan temannya dengan intensitas waktu terbatas

  4 : Bila anak sudah mampu berbagi dengan temannya secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu berbagi dengan temannya secara optimal

  6) Item skala pengukuran : Mentaati peraturan permainan

  1 : Bila anak belum mampu mentaati peraturan permainan

  2 : Bila anak mulai mampu mentaati peraturan permainan jika dimotivasi

  3 : Bila anak mampu mentaati peraturan permainan dengan intensitas waktu terbatas

  4 : Bila anak sudah mampu mentaati peraturan permainan secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu mentaati peraturan permainan secara optimal

  7) Item skala pengukuran : Menghibur teman yang sedih

  1 : Bila anak belum mampu menghibur teman yang sedih

  2 : Bila anak mulai mampu menghibur teman yang sedih jika dimotivasi

  3 : Bila anak mampu menghibur teman yang sedih dengan intensitas waktu yang terbatas

  4 : Bila anak sudah mampu menghibur teman yang sedih secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu menghibur teman yang sedih secara optimal

  8) Item skala pengukuran : Berani bertanya dan menjawab pertanyaan

  1 : Bila anak belum berani bertanya dan menjawab pertanyaan

  2 : Bila anak mulai mampu bertanya/menjawab pertanyaan

  3 : Bila anak mampu bertanya dan menjawab pertanyaan

  4 : Bila anak sudah mampu bertanya dan menjawab pertanyaan secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu bertanya dan menjawab pertanyaan secara optimal

  9) Item skala pengukuran : Bertanggung jawab atas tugasnya

  1 : Bila anak belum mampu bertanggung jawab atas tugasnya

  2 : Bila anak mulai mampu bertanggung jawab atas tugasnya jika dimotivasi

  3 : Bila anak mampu bertanggung jawab atas tugasnya dengan intensitas waktu yang terbatas

  4 : Bila anak sudah mampu bertanggung jawab atas tugasnya secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu bertanggung jawab atas tugasnya secara optimal

  10) Item skala pengukuran : Menghargai hasil karya teman/orang lain

  1 : Bila anak belum mampu menghargai hasil karya teman/orang lain

  2 : Bila anak mulai mampu menghargai hasil karya teman/orang lain jika dimotivasi

  3 : Bila anak mampu menghargai hasil karya teman/orang lain dengan intensitas waktu yang terbatas

  4 : Bila anak sudah mampu menghargai hasil karya teman/orang lain secara terus menerus

  5 : Bila anak sudah mampu menghargai hasil karya teman/orang lain secara optimal

  Menurut Supangat, (2008:21-22) berikut beberapa cara untuk mencari distribusi frekuensi : R =

  Nilai − Nilai

  −

  P = = Keterangan : R = Rentau b = Banyak Kelas diketahui : Nilai minimal : 10 Nilai maksimal : 50 R =

  − = 50-10 = 40

  −

  P = =

  40

  = = 8

5 Dari perhitungan diatas, dapat dibuat kriteria dan kelas interval sebagai

  berikut :

Tabel 2.2 Penilaian Kematangan Sosial Anak Usia Dini

  No Kriteria Kelas Interval

  1. Kematangan sosial anak belum 10-18 berkembang/belum mencapai kematangan sosial

  2. Kematangan sosial anak mulai 19-26 berkembang jika dimotivasi

  3. Kematangan sosial anak 27-34 berkembang dengan intensitas waktu yang terbatas

  4. Kematangan sosial anak sudah 35-42 berkembang/sudah mencapai kematangan sosial

  5. Kematangan sosial anak sangat 43-50 baik dan berjalan secara optimal/sudah mencapai kematangan sosial anak usia dini