BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir - Hubungan antara Kemandirian dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri I Lubuk Pakam

BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR

1. Pengertian Kematangan Karir

  Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan karirnya termasuk komponen pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan perkembangan karirnya. Super (dalam Winkel, 2006) berpendapat bahwa kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu.

  Levinson, Ohler, Caswell dan Kiewra (2001) mendefinisikan kematangan karir sebagai kemampuan individu untuk membuat pilihan karir yang tepat, sejauh mana pilihan-pilihan tersebut realistis dan konsisten dari waktu ke waktu serta kesadaran yang dibutuhkan untuk membuat keputusan karir tersebut. Savickas (dalam Patton, 2001) menyatakan bahwa kematangan karir adalah kesiapan individu untuk mengumpulkan informasi, membuat keputusan karir yang disesuaikan dengan usia dan menyesuaikannya dengan tugas-tugas perkembangan karir.

  Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan karir adalah kemampuan individu untuk membuat pilihan karir yang tepat, realistis dan konsisten yang disertai dengan pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan perkembangan karirnya.

  10

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir

  Super (dalam Osipow, 1996) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir dalam beberapa kelompok, yaitu: a.

  Faktor biososial Kematangan karir terdiri dari faktor-faktor yang sesuai dengan pilihan, informasi dan perencanan yang spesifik, penerimaan tanggung jawab terhadap pilihan dan perencanaan tersebut. Pilihan-pilihan tersebut berhubungan dengan usia dan inteligensi.

  b.

  Faktor lingkungan Kematangan karir berkorelasi dengan jenis pekerjaan orang tua, kurikulum sekolah, stimulasi budaya, dan kohesivitas keluarga.

  c.

  Faktor Vokasional Kematangan karir berkorelasi dengan aspirasi karir dan tingkat kesesuaian antara aspirasi dan harapan.

  d.

  Karakteristik Kepribadian Hal ini meliputi konsep diri, bakat khusus, nilai/norma dan tujuan hidup.

  e.

  Prestasi Individu Prestasi seseorang dihubungkan dengan kematangan karir, seperti tingkat kelas, partisipasi di sekolah dan kegiatan di luar sekolah.

3. Tahap Perkembangan Karir

  Super (dalam Brown, 2002) menyatakan bahwa setiap tahap dalam perkembangan karir ini memiliki tujuan dan tugas yang berbeda-beda. Tahap- tahap dalam perkembangan karir yaitu: a.

   Growth

  Tahap ini berlangsung pada usia 4-13 tahun. Hingga anak berusia 11 tahun tahap ini masih didominasi fantasi, mulai mengembangkan berbagai potensi dan minat yang ada pada dirinya.

  b.

   Exploration

  Tahap ini berlangsung pada usia 14-24 tahun. Pada tahap ini remaja mempelajari mengenai dirinya sendiri dan karirnya di masa depan. Remaja juga mendapatkan informasi mengenai dirinya sendiri dan pilihan-pilihan karir yang sesuai. Tahap ini terbagi atas 3 sub tahap, yaitu: 1). Crystallization (14-18 tahun)

  Remaja mengeksplorasi dirinya untuk mengetahui mengenai pilihan- pilihan karir yang sesuai untuk dirinya. Remaja dapat membuat sebuah keputusan dari pilihan-pilihan karir yang ada dengan mempertimbangkan ketertarikan, nilai dan kemampuan yang ada pada dirinya.

  2). Specification (18-21 tahun) Remaja lebih mengeksplorasi secara lebih mendalam mengenai pilihan- pilihan karir yang ada namun sudah mulai mengarah diri pada suatu pilihan karir tertentu sebagai persiapan untuk mengimplementasikannya.

  3). Actualization (21-25 tahun) Ketika remaja telah membuat keputusan akan pilihan-pilihan karir yang ada, lalu pilihan tersebut dilaksanakan dengan mencoba pekerjaan pada bidang tertentu.

  c.

   Establishment

  Tahap ini berlangsung pada usia 25-44 tahun. Pada tahap ini individu memasuki dunia kerja yang sesuai dengan dirinya dan berusaha meningkatkan posisi yang telah dimilikinya. Tahap ini memiliki beberapa sub tahap, yaitu: 1). Stabilization

  Individu sudah mendapatkan posisi dan nyaman akan pekerjaannya berdasarkan kepuasan kerja yang ditampilkanya.

  2). Consolidation Individu berusaha untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi dengan menunjukkan perilaku yang positif dan produktif.

  d.

   Maintanance

  Tahap ini berlangsung pada usia 45-64 tahun. Pada tahap ini individu fokus untuk mempertahankan karir yang telah mereka dapatkan. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu: 1). Holding

  Individu menemukan tantangan dalam perkerjaan mereka, seperti kompetisi antar pekerja, teknologi, kebutuhan keluarga yang semakin meningkat dan stamina yang menurun.

  2). Updating Individu berusaha untuk melakukan tugas lebih baik dengan memperbaharui kemampuan serta pengetahuan yang dimilikinya.

  3). Innovating Tugas-tugas yang dimiliki individu mulai berbeda atau menemukan tantangan yang baru.

  e.

   Decline

  Tahap ini dimulai pada usia 65 tahun. Pada tahap ini tugas-tugas perkembangan karir individu mulai menurun hal ini ditandai dengan energi yang semakin menurun dan kehilangan ketertarikan pada pekerjaan mereka. Individu mulai merencanakan pensiun dan kehidupan setelah mereka pensiun.

4. Dimensi Kematangan Karir

  Super (dalam Osipow, 1996) mengidentifikaiskan dimensi-dimensi kematangan karir, yakni: a.

  Dimensi 1 (Orientasi terhadap pilihan karir) Individu menyadari kebutuhan untuk memilih suatu pekerjaan dan individu menggunakan sumber daya secara efektif untuk membuat suatu keputusan.

  b.

  Dimensi 2 ( Perencanaan) Informasi yang digunakan untuk memilih karir dan perencanaan dalam memilih karir yang sesuai dengan minat individu. c.

  Dimensi 3 (Konsistensi minat pekerjaan) Kekonsistenan minat remaja terkait dengan berbagai pekerjaan dari waktu ke waktu.

  d.

  Dimensi 4 (Kristalisasi sifat) Kristalisasi sifat, yakni atribut psikologis yang relevan dalam pembuatan keputusan.

  e.

  Dimensi 5 (Kebijaksanaan) Hal ini berkaitan dengan pekerjaan seperti kesesuaian antara minat dengan kemampuan.

  Berdasarkan teori kematangan karir yang dikemukakan oleh Crites (dalam Alvarez, 2008) kematangan karir terdiri dari dua dimensi. Dimensi sikap yang mengungkap perasaan, reaksi subjektif dan kecenderungan seseorang terhadap pembuatan keputusan karir. Sedangkan dimensi kompetensi merupakan daya paham dan kemampuan memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengambilan keputusan karir. Masing-masing dimensi ini memiliki sub dimensi, yaitu: a. Dimensi Sikap

  1). Involvement in the choice process Keterlibatan individu secara aktif dalam proses pemilihan karir.

  2). Orientation toward work Orientasi seorang individu terhadap tugas atau kesenangan pada pekerjaannya dan nilai yang dihubungkan dengan pekerjaan.

  3). Independence in decision making Tingkat kemandirian individu dalam membuat suatu keputusan karir.

  4). Preference for career choice factors Sejauh mana Individu menentukan pilihannya berdasarkan faktor tertentu dalam dirinya.

  5). Conceptions of the choice process Kesesuaian konsep atau trait seseorang dalam proses pemilihan karir.

  b. Dimensi Kompetensi 1). Self Appraisal

  Kemampuan seseorang dalam menilai kekuatan dan kelemahan diri mereka sendiri.

  2). Occupational Information Pengetahuan individu mengenai dunia kerja

  3). Goal Selection Kemampuan individu dalam membuat pilihan karir yang sesuai dengan dirinya.

  4). Planning Dapat mengetahui dan merencanakan tahap-tahap untuk mendapatkan karir yang tepat.

  5). Problem Solving Kemampuan individu untuk dapat menyelesaikan masalah dalam membuat suatu keputusan.

B. KEMANDIRIAN

1. Pengertian Kemandirian

  Setiap manusia dituntut untuk menjadi individu yang mandiri. Steinberg (2002) mendefinisikan kemandirian sebagai kemampuan individu untuk berperilaku sesuai dengan caranya sendiri. Perubahan kognitif dan sosial dapat mempengaruhi kemandirian pada masa remaja. Seorang remaja yang mandiri dapat membuat keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain, dapat mengandalkan diri dan lebih bertanggung jawab pada keputusan yang telah dibuat.

  Ryan dan Lynch (dalam Newman & Newman, 1991) mendefinisikan kemandirian sebagai suatu kemampuan untuk mengatur perilaku, memilih dan memandu tindakan dan keputusan, tidak tergantung pada orang tua. Menurut Masrun,dkk (1986) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

  Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan individu untuk bertindak dengan caranya sendiri, dapat membuat keputusan tanpa dipengaruhi oleh orang lain dan mampu bertanggung jawab atas keputusan yang telah dibuat.

2. Aspek-aspek Kemandirian

  Steinberg (2002) mengemukakan aspek-aspek kemandirian sebagai berikut: a. Kemandirian Emosional

  Aspek ini berhubungan dengan perubahan hubungan kedekatan individu, khususnya pada orang tua. Hubungan antara orang tua dan anaknya berubah sepanjang kehidupan. Pada masa remaja, individu tidak terlalu tergantung secara emosional pada orangtuanya dibandingkan ketika mereka masih kanak-kanak. Hal ini dikarenakan mereka tidak selalu datang kepada orang tuanya ketika sedang memiliki masalah, tidak selalu menganggap orang tua mereka mengetahui segalanya dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman mereka. Perubahan-perubahan hubungan antara orangtua dan anak inilah yang menggambarkan perkembangan kemandirian emosional.

  b.

  Kemandirian Perilaku Pada aspek ini terdapat kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan selanjutnya melaksanakan keputusan tersebut. Remaja yang mandiri secara perilaku dapat meminta pendapat orang lain ketika hal itu sesuai namun tetap membuat keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Selama masa remaja kemampuan untuk membuat keputusan meningkat. Perkembangan kemandirian perilaku ini mengakibatkan remaja mampu untuk melihat ke depan, hasil yang akan di dapat dari pilihan-pilihan yang tersedia serta mengetahui resikonya; remaja juga dapat menyadari bahwa ketertarikan pada suatu hal dapat dipengaruhi nasehat dari orang lain serta menyadari nilai-nilai untuk menjadi mandiri. c.

  Kemandirian Nilai Pada aspek ini remaja dapat mengetahui mengenai hal yang benar atau salah, mengenai hal yang penting atau tidak. Remaja juga memiliki prinsip dalam melakukan berbagai hal. Perubahan konsep moral, politik, ideologi, dan agama pada masa remaja merupakan bentuk perkembangan dari kemandirian nilai.

  Perkembangan kemandirian nilai didukung dengan perkembangan emosional dan perilaku.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

  Ali dan Asrori (2004) menyatakan ada sejumlah faktor yang sering dihubungkan dengan kemandirian, yaitu sebagai berikut: a.

  Gen atau Keturunan Orang Tua Orang tua yang memiliki sifat mandiri yang tinggi akan menurunkan sifat kemandirian tersebut kepada anaknya. Namun hal ini masih menjadi perdebatan, karena sesungguhnya bukan sifat mandiri yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya melainkan sifat mandiri tersebut muncul karena cara mendidik yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.

  b.

  Pola Asuh Orang Tua Cara orang tua mengasuh anaknya akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang anaknya tanpa disertai dengan penjelasan akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Suasana yang aman dan interaksi keluarga yang baik akan mendorong perkembangan anak. Ketika orang tua sering membandingkan anaknya yang satu dengan yang lainnya akan berpengaruh kurang baik terhadap kemandirian anak.

  c.

  Sistem Pendidikan di Sekolah Perkembangan kemandirian remaja akan terhambat jika proses pendidikan di sekolah tidak mengembangkan proses demokrasi, artinya sekolah cenderung tidak memberikan kesempatan kepada remaja untuk berargumentasi. Proses pendidikan yang lebih menekankan pemberian hukuman juga akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Proses pendidikan yang memberikan penghargaan dan suasana kompetisi yang aktif akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kemandirian anak.

  d.

  Sistem Kehidupan di Masyarakat Lingkungan masyarakat yang aman, tidak menekankan pentingnya hirarki sosial, dan menghargai potensi remaja dalam berbagai bentuk kegiatan akan lebih mendorong perkembangan kemandirian remaja. Namun sistem kehidupan masyarakat yang menekankan pentingnya hirarki sosial, lingkungan masyarakat yang tidak aman dan tidak menghargai potensi remaja dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja.

  C. REMAJA

1. Pengertian Remaja

  Siswa Sekolah Menengah Atas yang berusia di antara 15-18 tahun berada pada masa remaja. Remaja adalah masa transisi perkembangan yang dimulai dari usia 10 atau 11 tahun hingga awal usia dua puluhan yang berhubungan dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, Olds, dan Feldman, 2007). Santrock (2003) mendefinisikan masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.

  Monks (1998) menyatakan bahwa remaja berada diantara anak-anak dan dewasa, belum mampu menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikis. Remaja pada umumnya masih duduk di bangku sekolah menengah atau perguruan tinggi. Hurlock (1980) menyatakan bahwa istilah “adolescence” mencakup kematangan mental, fisik, emosional dan sosial.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya masih duduk di bangku sekolah menengah atau perguruan tinggi yang mencakup perubahan fisik, kognitif dan psikososial.

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja

  Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) ada beberapa tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu: a.

  Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.

  b.

  Mencapai peran sosial laki-laki dan perempuan.

  c.

  Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

  d.

  Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab. e.

  Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.

  f.

  Mempersiapkan karier ekonomi.

  g.

  Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

  h.

  Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap pendidikan

  Monks (1998) mengemukakakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap pendidikan: a.

  Sikap terhadap teman sebaya: orientasi sekolah atau kerja b. Sikap orang tua: pendidikan sebagai batu loncatan kearah mobilitas sosial atau suatu kewajiban karena hukum.

  c.

  Nilai-nilai yang menunjukkan keberhasilan atau kegagalan akademis.

  d.

  Sikap terhadap guru-guru, disiplin serta kebijakan akademis.

  e.

  Keberhasilan dalam berbagai ekstrakurikuler.

  f.

  Dukungan sosial dari teman-teman sekelas.

D. HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA REMAJA

  Remaja berada pada masa transisi perkembangan yang dimulai dari usia 10 atau 11 tahun hingga awal usia dua puluhan. Terdapat berbagai perubahan pada remaja yang berhubungan dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

  (Papalia, Olds, dan Feldman, 2007). Demikian pula siswa-siswi yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berusia antara 15- 18 tahun, dapat digolongkan pada masa remaja. Setelah siswa-siswi menamatkan pendidikannya di SMA, sebagian siswa akan melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi, namun ada pula yang mungkin ingin bekerja (Monks, 1998). Menurut Rowland (2004) yang melakukan penelitian di Bahama, remaja akan membuat suatu keputusan mengenai karir di masa depan dan oleh sebab itu harus dipersiapkan dengan baik.

  Savickas (2001) menyatakan bahwa salah satu hal yang sulit dilakukan pada masa remaja adalah membuat suatu keputusan terhadap beberapa pilihan karir yang tersedia. Menurut Dhillon dan Kaur (2005) yang melakukan penelitian di Amritsar, banyaknya pilihan karir yang tersedia membuat remaja mengalami kesulitan untuk membuat keputusan yang tepat. Taganing,dkk (2007) menyatakan bahwa untuk dapat memilih dan merencanakan karir secara tepat, dibutuhkan kematangan karir. Menurut Super (dalam Winkel, 2006) kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu.

  Super (dalam Savickas, 2001) menjelaskan bahwa individu dikatakan matang atau siap untuk membuat keputusan karir jika pengetahuan yang dimilikinya untuk membuat keputusan karir didukung oleh informasi yang adekuat mengenai pekerjaan berdasarkan eksplorasi yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, untuk membuat suatu keputusan yang tepat dibutuhkan informasi mengenai minat remaja tersebut serta pekerjaan yang ingin dicapainya di masa depan.

  Super (dalam Syahrul, 2011) mengemukakan bahwa terdapat ciri-ciri individu dengan kematangan karir yang tinggi, yaitu memiliki pilihan karir yang relatif konsisten dan realistik, mandiri dalam melakukan pilihan karir dan memiliki sikap memilih karir yang positif. Sedangkan, ciri-ciri individu dengan kematangan karir yang rendah adalah pemikiran tentang karir yang relatif berubah dan tidak realistik, belum mandiri dalam mengambil keputusan karir, dan ragu dalam mengambil keputusan karir.

  Ciri-ciri individu yang memiliki kematangan karir yang tinggi adalah individu yang mandiri dalam membuat suatu keputusan. Menurut Steinberg (2002) kemandirian sebagai kemampuan individu untuk berperilaku sesuai dengan caranya sendiri. Perubahan kognitif dan sosial dapat mempengaruhi kemandirian pada masa remaja. Seorang remaja yang mandiri dapat membuat keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain, dapat mengandalkan diri dan lebih bertanggung jawab pada keputusan yang telah dibuat.

  Remaja yang mandiri tidak tergantung secara emosional dengan orang tua lagi. Hill dan Holmbeck (dalam Steinberg, 2002) menyatakan bahwa remaja yang mandiri secara perilaku dapat meminta pendapat orang lain pada waktu yang tepat, mempertimbangkan pilihan-pilihan alternatif berdasarkan penilaiannya sendiri ataupun saran dari orang lain, lalu membuat keputusan yang tepat. Selama masa remaja kemampuan untuk membuat keputusan meningkat. Dengan demikian remaja diharapkan dapat lebih bertanggung jawab akan masa depannya dan mengetahui resiko-resiko yang ada ketika membuat suatu keputusan (Steinberg, 2002).

  Dengan kemandirian yang dimiliki banyak hal positif yang didapatkan oleh remaja, yaitu rasa percaya diri, tidak tergantung orang lain, tidak mudah dipengaruhi dan dapat berfikir secara lebih objektif (Mu’tadin, 2002).

E. HIPOTESA

  Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, maka hipotesa penelitian ini: “Ada hubungan positif antara kemandirian dengan kematangan karir pada siswa SMA, dimana semakin tinggi tingkat kemandirian maka semakin tinggi pula tingkat kematangan k arirnya”.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bakteri - Perbandingan Aktivitas Antibakteri Antara Ekstrak Etanol dari Serbuk dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Strain Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

1 1 16

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan - Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran Hutan Di Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan Data Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission)

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Persepsi Pengguna Jalan Terhadap Jalur Pejalan Kaki Di Jalan Gatot Subroto Medan

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN - Persepsi Pengguna Jalan Terhadap Jalur Pejalan Kaki Di Jalan Gatot Subroto Medan

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perjanjian Terapeutik 2.1.1. Pengertian Perjanjian Terapeutik - Analisis Penerapan Informed Consent Di Bagian SMF Bedah dan SMF Kandungan RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

0 1 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Penerapan Informed Consent Di Bagian SMF Bedah dan SMF Kandungan RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

0 0 18

Perubahan Nilai Indeks Probabilitas Gramling pada Pasien Maloklusi Klas II yang Dirawat dengan Pencabutan dan Tanpa Pencabutan Di RSGMP FKG USU

0 0 27

2.1 Maloklusi Klas II - Perubahan Nilai Indeks Probabilitas Gramling pada Pasien Maloklusi Klas II yang Dirawat dengan Pencabutan dan Tanpa Pencabutan Di RSGMP FKG USU

0 0 21

Perubahan Nilai Indeks Probabilitas Gramling pada Pasien Maloklusi Klas II yang Dirawat dengan Pencabutan dan Tanpa Pencabutan Di RSGMP FKG USU

0 0 18

Hubungan antara Kemandirian dengan Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri I Lubuk Pakam

0 2 62