BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial - Gambaran Dukungan Sosial Ibu Tiri Terhadap Anak Tiri

BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian,

  dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Pada saat individu mengalami kesulitan, individu akan membutuhkan dukungan yang dapat membantu menyelesaikan kesulitan atau membantu mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut. Pendapat lain dari Wills & Fegan (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah perasaan nyaman, diperhatikan, dihargai, atau menerima pertolongan dari orang atau kelompok lain. Seseorang akan menerima dukungan sosial tergantung pada jumlah, komposisi, kedekatan, dan frekuensi dari kontak seseorang dengan jaringan sosialnya (Wills & Fegan, dalam Sarafino, 2006). Dukungan ini bisa berasal dari sumber-sumber yang berbeda, orang-orang yang dicintai, keluarga, teman, rekan sekerja, tenaga medis, atau komunitas organisasi.

  Orang yang memiliki dukungan sosial percaya bahwa orang tersebut dicintai, dihargai, dan merupakan bagian dari jaringan sosial (Sarafino, 2006).

  Keterikatan secara sosial dan hubungan dengan orang lain yang berlangsung lama diterima sebagai aspek kepuasan secara emosional dalam kehidupan. Hal ini dapat membuat stres, dan kemungkinan mengurangi stres akibat keadaan kesehatan yang memprihatinkan (Taylor dalam Sarafino, 2006).

II. A. 2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial

  Orford (1992) mengatakan ada 5 (lima) dimensi dukungan sosial, yaitu: a. Dukungan Instrumental

  Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau dukungan materi. Menurut Jacobson (dalam Orford, 1992), dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis. Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas- aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.

  b.

  Dukungan Informasional Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu. Douse (Orford, 1992) membagi dukungan ini ke dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah. Kedua adalah

  appraisal support , yaitu pemberian informasi yang dapat membantu individu

  dalam mengevaluasi performa pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992) bimbingan. c.

  Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Menurut Cohent & Wills (dalam

  Orford, 1992), dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang bahwa dia dihargai dan diterima, dimana harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.

  d.

  Dukungan Emosi Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Menurut

  Tolsdorf & Wills (dalam Orford, 1992), tipe dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih, dan emosi. Leavy (dalam Orford, 1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku yang memberi perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dan dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman.

  e.

  Dukungan Integrasi Sosial Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Menurut Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. Menurut Barren & Ainlay (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat meliputi membuat lelucon, membicarakan minat, melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan.

II. A. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

  Menurut Reis (Masbow, 2009) ada tiga faktor yang mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu: a. Keintiman

  Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek- aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar.

  b. Harga Diri Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha.

  c. Keterampilan Sosial Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan, individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki

II. A. 4. Sumber-Sumber Dukungan Sosial

  Sumber-sumber dukungan sosial merupakan aspek yang penting untuk dipahami. Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh dari lingkungan sekitar, tetapi pengetahuan seberapa banyak sumber dukungan sosial yang diperlukan penting untuk diketahui.

  Menurut Rook & Dooley (dalam Kuntjoro, 2002) ada dua sumber dukungan sosial, yaitu: a.

  Sumber artificial Dukungan sosial yang artificial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

  b.

  Sumber natural Dukungan sosial yang natural diterima individu melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya: anak, istri, suami, rekan kerja dan kerabat. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

  Berdasarkan penjelasan mengenai dukungan sosial di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah perasaan nyaman, perhatian, dan penghargaan yang diterima individu saat mengalami kesulitan, yang dapat berupa dukungan instrumental, informasional, penghargaan, emosi, dan integrasi sosial, yang dapat dipengaruhi oleh tingkat keintiman, harga diri, dan keterampilan sosial dari berbagai sumber yang berbeda, seperti sumbangan sosial maupun keluarga, yang dapat berupa suami, istri, anak dan keluarga lainnya.

  II. B. REMAJA

  II. B. 1. Definisi Remaja

  Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata Belanda, alolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Menurut Hurlock (1999), usia remaja biasanya berkisar antara 13–18 tahun, yang dibagi dalam dua kategori yaitu remaja awal yang berusia 13-16 tahun dan remaja akhir yang berusia 16-18 tahun.

  Piaget (dalam Hurlock, 1999), mengatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak langsung merasa di bawah tingkat orang – orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Selanjutnya Papalia (2007) menyatakan bahwa masa remaja adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak – kanak dan dewasa yang meliputi terjadinya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa, yang mana ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, dimana individu tumbuh dan berkembang, dan mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa.

  II. B. 2. Tugas Perkembangan Remaja

  Tugas – tugas perkembangan remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1999) yaitu: a.

  Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b.

  Mencapai peran sosial pria, dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya f.

  Mempersiapkan karier ekonomi g.

  Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis.

  II. B. 3. Ciri-Ciri Masa Remaja

  Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya (Hurlock, 1999), yaitu: a.

  Masa remaja sebagai periode yang penting Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan b.Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan dating, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.

  c.

  Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. d.Masa remaja sebagai usia bermasalah

  Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu: 1)

  Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. e.

  Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis.

  Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri, dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.

  f.

  Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

  g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.

  Semakin tidak realistik cita-citanya, ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.

  h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberi citra yang mereka inginkan.

II. C. IBU TIRI

  Ibu tiri cenderung lebih sulit dan memiliki kualitas hubungan yang lebih rendah dengan anak tiri mereka dibanding ayah tiri. Hubungan ibu tiri dan anak tiri kurang dekat dibanding hubungan ayah tiri dan anak tiri pada masa kehidupan selanjutnya (Stewart, 2006). Anak tiri memiliki level kelekatan yang lebih rendah dengan ibu tiri dibanding dengan ibu kandung, tetapi akan sama level kelekatannya antara ayah kandung dan ayah tiri (Stewart, 2006).

  Nasib anak-anak tiri dan fungsi ibu tiri sebagian besar ditentukan oleh mutu cinta wanita tersebut kepada suaminya dan oleh kepribadiannya (Kartono, 2007). Apabila wanita yang bersangkutan memiliki sifat yang halus dan feminim, ia akan mampu menguasai kecenderungan negatif yang timbul dan memahami, serta mentolerir perasaan anak tirinya, namun jika sebaliknya wanita yang bersangkutan memiliki sifat egois, maka akan memiliki kecenderungan untuk “dimiliki” oleh suaminya dan dapat memunculkan sifat narsistik ataupun agresif yang lebih dominan, sehingga menimbulkan perasaan penolakan atau kebencian terhadap anak tirinya yang dianggap sebagai penghalang atau berusaha membuat

II. D. DUKUNGAN SOSIAL

IBU TIRI TERHADAP ANAK TIRI

  Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Pada saat individu mengalami kesulitan, individu akan membutuhkan dukungan yang dapat membantu menyelesaikan kesulitan atau membantu mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut. Salah satu sumber dukungan sosial adalah keluarga, misalnya dari ayah, ibu, anak, atau saudara. Begitu juga di dalam keluarga tiri, dukungan sosial bisa berasal dari ayah tiri, ibu tiri, atau anak tiri.

  Dukungan sosial yang diterima oleh anak tiri dari ibu tiri akan berbeda satu sama lain. Dari kelima dimensi dukungan sosial, yaitu dimensi intrumental, informasional, penghargaaan, emosi, dan integrasi sosial, anak tiri bisa saja menerima kelima dukungan sosial tersebut ataupun tidak.

  Dukungan instrumental, seperti pemberian uang, sangat mempengaruhi kehidupan anak tiri. Anak tiri umumnya membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ketika dukungan tersebut tidak terpenuhi, maka dapat menyebabkan hubungan anak tiri dan ibu tiri menjauh karena munculnya rasa kekecewaan pada anak tiri akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut.

  Pemberian dukungan informasional, seperti pemberian nasehat atau informasi tertentu juga penting bagi diri anak tiri. Ketika dukungan tersebut tidak terpenuhi, maka dapat menjauhkan hubungan anak tiri dengan ibu tirinya, misalnya ketika anak tiri mengalami masalah dan ibu tiri tidak memperdulikan sehingga semakin menjauhkan hubungan anak tiri dengan ibu tirinya.

  Ibu tiri perlu memberikan penilaian yang positif terhadap diri anak tiri, sehingga anak merasa dihargai dalam keluarga. Hubungan ibu tiri dan anak tiri yang tidak baik sering membuat ibu tiri mengabaikan anak tiri atau berkata tidak baik pada anak tiri, sehingga membuat anak tiri sama sekali merasa tidak dihargai.

  Perasaan emosional sering menjadi faktor utama dalam suatu hubungan. Dukungan emosi yang menyangkut perasaan emosional seringkali mempengaruhi hubungan ibu tiri dan anak tiri. Dukungan emosi ini bisa berkaitan dengan rasa sayang, cinta kasih, dan emosi, yang membuat seseorang itu merasa dihargai dan dicintai. Ketika dukungan emosi ini tidak terpenuhi, dapat memancing timbulnya pertengkaran yang dapat semakin menjauhkan hubungan ibu tiri dan anak tiri.

  Berkumpul bersama dengan anggota keluarga dapat meningkatkan kedekatan dengan sesama anggota keluarga. Hal ini dapat diwujudkan dengan diberikannya dukungan integrasi sosial terhadap anak tiri yang dapat dilakukan dengan melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama, misalnya menonton TV bersama ataupun berekreasi pada waktu senggang.

  Pemberian dukungan sosial dari ibu tiri kepada anak tiri juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keintiman, harga diri, dan keterampilan sosial.

  Semakin dekat hubungan ibu tiri dengan anak tiri, maka anak tiri juga akan memperoleh dukungan sosial yang besar dari ibu tiri.

  Faktor kedua yang mempengaruhi pemberian dukungan sosial adalah harga diri. Ketika seseorang menganggap bahwa pemberian dukungan sosial dukungan sosial yang diberikan oleh siapapun. Anak tiri biasanya memerlukan pemenuhan dukungan sosial, sehingga tidak mempengaruhi harga dirinya ketika dukungan sosial tersebut terpenuhi, namun ketika ibu tiri tidak memberikan dukungan sosial dan melakukan hal sebaliknya seperti memarahi anak tiri juga dapat mempengaruhi harga diri anak tiri.

  Faktor ketiga adalah keterampilan sosial. Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Ketika anak tiri tidak memperoleh dukungan sosial dari ibu tirinya, mereka akan cenderung mencarinya dari pihak luar, seperti dari saudara yang lain ataupun teman-teman.

  Perbedaan dukungan sosial yang diberikan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat mempengaruhi hubungan ibu tiri dan anak tiri. Setiap anak tiri pasti akan mengalami hal yang berbeda dalam hal pemberian dukungan sosial yang dapat mempengaruhi kehidupannya.

II. E. PARADIGMA PENELITIAN

  DUKUNGAN SOSIAL

  IBU TIRI TERHADAP ANAK TIRI Faktor yang mempengaruhi pemberian dukungan sosial (Reis dalam Masbow, 2009): 1.

  Keintiman 2. Harga Diri 3. Keterampilan

  Sosial Jenis Dukungan Sosial (Orford, 1992):

  1. Dukungan Instrumental

  2. Dukungan Informasional

  3. Dukungan Penghargaan

  4. Dukungan Emosi

  5. Dukungan Integrasi Sosial