KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
BAB 6
KEUANGAN DAN RENCANA
PENINGKATAN PENDAPATAN
6.1
Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Serta Kerangka Pendanaan
Kemajuan pembangunan ekonomi salah satunya diukur dengan pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto yang terjadi merupakan gambaran akumulasi keberhasilan
pembangunan daerah dari berbagai sektor. Pertumbuhan ekonomi diharapkan
berkualitas, yaitu mampu menyerap tenaga kerja yang tersedia dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada prinsip keadilan, kepatutan,
dan manfaat sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Kebijakan otonomi daerah memberi peluang bagi perubahan
paradigma pembangunan yang semula lebih mengedepankan pencapaian pertumbuhan
menjadi pemerataan dengan prinsip mengutamakan keadilan dan perimbangan.
Semangat perubahan paradigma tersebut oleh pemerintah ditindaklanjuti dengan
terbitnya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
6-1
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Terbitnya undang-undang tersebut merupakan langkah yang akomodatif dan strategis
dalam menjawab berbagai permasalahan yang muncul di daerah antara lain meliputi
permasalahan kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup
masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Selain itu,
kondisi ini membuka peluang bagi daerah untuk memperkuat basis perokonomian
daerah guna menyongsong era globalisasi ekonomi.
Indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dilihat dari berbagai hal,
antara lain adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun arah dan kebijakan
di bidang keuangan. Hal ini diatur dalam berbagai produk peraturan perundangundangan sebagai landasan utama penyusunan arah dan kebijakan keuangan daerah,
mencakup:
a. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akutansi Pemerintah;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
dan
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;
Arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah yang akan dilakukan adalah:
a. Mengembangkan pengelolaan keuangan daerah yang bertumpu pada kepentingan
public (public oriented). Hal ini tidak hanya dilihat dari besarnya proporsi
pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pengawasan/
pengendalian keuangan daerah.
6-2
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
b. Mengembangkan kerangka hukum dan administrasi untuk pembiayaan dan investasi
berdasarkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik, yaitu efisien, efektif,
ekonomis, transparan dan akuntabel, serta adil dan patut.
c. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang dan jasa daerah secara lebih profesional
dan bertanggung jawab.
d. Meningkatkan standar dan sistem akuntansi keuangan daerah, laporan keuangan
daerah, peran akuntan independen dalam pemeriksaan, pemberian opini dan
penilaian kinerja anggaran, serta transparansi informasi anggaran kepada publik.
e. Aspek pembinaan dan pengawasan keuangan daerah, baik melalui pengawasan
fungsional maupun pengawasan eksternal yang melibatkan masyarakat.
f. Mengembangkan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi
anggaran yang akurat sebagai komitmen pemerintah daerah dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
6.2
Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah
Pengelolaan Pendapatan Daerah harus memperhatikan upaya, untuk peningkatan pajak dan
retribusi serta penerimaan daerah lainnya. Hal ini dimungkinkan karena Pendapatan
Daerah dalam struktur APBD Kota Pematangsiantar masih merupakan momen yang cukup
penting peranannya dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan maupun pelayanan
publik.
Pendapatan daerah dalam struktur APBD merupakan elemen penting bagi kemampuan
pemerintah
daerah
dalam
melakukan
kontrol
terhadap
alokasi
sumber
daya.
Pengembangan sistem pendapatan daerah dibutuhkan untuk menjamin stabilitas
pendapatan daerah supaya pemerintah daerah mampu mengembangkan administrasi dan
keuangan layanan publik yang lebih independen dan autonomous.
6-3
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Pengelolaan pendapatan daerah hendaknya menekankan pada keserasian antara kebutuhan
pengeluaran dan pendapatan. Prinsip bahwa nilai tambah pendapatan daerah akan
digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat merupakan upaya mobilitas
sumber daya lokal melalui peningkatan pendapatan daerah tidak akan menimbulkan
gangguan terhadap alokasi sumber daya.
Arah pengelolaan pendapatan daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2011 - 2015 ditekankan
pada mobilisasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan lainnya
guna lebih mengoptimalkan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dengan kebijakan antara lain:
a. Menghimpun penerimaan dari semua sumber pendapatan daerah secara optimal sesuai
ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku;
b. Mengupayakan peningkatan konstribusi dari masing-masing bagian pendapatan daerah
sehingga kebutuhan pembiayaan Pemerintah Daerah dapat dipenuhi secara tepat dan
cukup; dan
c. Memberdayakan segenap potensi yang dimiliki untuk dapat meningkatkan penerimaan
pendapatan daerah.
Agar arah dan kebijakan pendapatan daerah tersebut dapat dicapai, maka ditetapkan
beberapa strategi yaitu:
a. Pemberdayaan segenap aparat, dengan cara meningkatkan motivasi, disiplin dan etos
kerja dalam rangka meningkatkan kinerja;
b. Meningkatkan koordinasi dengan segenap instansi dan institusi dalam rangka
mengoptimalkan pendapatan daerah baik di tingkat Daerah maupun Pusat;
c. Memperluas jangkauan pelayanan, dengan membuka tempat-tempat pelayanan pajak
daerah, retribusi daerah dan pendapatan lainnya sepanjang dapat meningkatkan
penerimaan pendapatan daerah;
d. Sosialisasi melalui pemanfaatan berbagai media komunikasi dalam rangka intensifikasi
pungutan pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan lain-lain yang sah; dan
6-4
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
e. Melakukan pendekatan yang intensif dengan berbagai pihak, baik dalam rangka
peningkatan sumbangan pihak ketiga maupun penerimaan yang bersumber dari bagi
hasil dan Dana Alokasi Umum (DAU).
6.3
Arah Pengelolaan Belanja Daerah
Belanja daerah diarahkan pada peningkatan proporsi daerah untuk memihak kepentingan
dan kebutuhan masyarakat lokal, disamping tetap menjaga eksistensi penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam penggunaannya, belanja daerah harus tetap mengedepankan efisiensi
maupun efektivitas sesuai dengan prioritas untuk memberikan dukungan pada strategi
pembangunan daerah.
Sebagai
instrumen
kebijakan,
APBD
menduduki
posisi
sentral
dalam
upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai
alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan
keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan
datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk
memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit
kerja.
Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD Kota Pematangsiantar
difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi
prioritas daerah, untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah
direncanakan dan mempermudah pengendalian. Untuk memastikan bahwa pengelolaan
dana publik (public money) telah dilakukan sebagaimana mestinya (sesuai konsep value
for money), perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi
dapat dilakukan oleh pihak internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun
oleh eksternal auditor (auditor independen). Untuk menciptakan transparansi dan
6-5
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
akuntabilitas publik, Pemerintah Kota Pematangsiantar perlu membuat Laporan Keuangan
yang disampaikan kepada publik. Pengawasan dari semua lapisan masyarakat dan
khususnya dari DPRD mutlak diperlukan agar otonomi yang diberikan kepada daerah
dapat mencapai tujuannya.
Secara umum, arah pengelolaan belanja daerah dalam kerangka implementasi terwujudnya
Kota “Pematangsiantar Mantap, Maju dan Jaya” Tahun 2010-2015 adalah:
a. Anggaran Daerah yang efektif dan efisien.
b. Anggaran Daerah yang memperhatikan fungsi dan prioritas yaitu fokus pada kegiatan
2011-2015.
c. Anggaran Daerah yang mengutamakan target kinerja 2011-2015.
d. Anggaran Daerah bertumpu pada kepentingan publik.
e. Anggaran Daerah dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better and
cost less).
f. Anggaran Daerah yang mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara
rasional untuk keseluruhan siklus anggaran.
g. Anggaran Daerah yang dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented)
untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan.
h. Anggaran Daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap
organisasi yang terkait.
i. Anggaran Daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk
memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for
money.
6.4
Arah Pembiayaan Daerah
Sebagaimana ketentuan yang telah diatur pada penjelasan pasal 17 ayat (3) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan pasal 83 ayat (2) UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah,
disebutkan bahwa jumlah kumulatif defisit anggaran tidak
diperkenankan melebihi 3 % dari PDRB tahun bersangkutan.
6-6
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Mengingat tingkat ketergantungan Pemerintah Kota Pematangsiantar terhadap Pemerintah
Pusat dari sisi anggaran masih cukup tinggi, maka peranan Pemerintah Kota
Pematangsiantar
untuk mencari
sumber
anggaran
guna
menunjang percepatan
pembangunan amatlah dibutuhkan.
6.5
Kebijakan Umum Anggaran
Secara garis besar, pengelolaan (manajemen) keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Kedua
komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam
rangka melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah
berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 menyebabkan perubahan
dalam manajemen keuangan daerah.
Perubahan tersebut adalah proses pengesahan
anggaran. Jika pada UU No. 22 tahun 1999, proses penyusunan, mekanisme pelaksanaan
dan pertanggungjawaban anggaran daerah cukup pengesahan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) melalui Peraturan Daerah (PERDA), sedangkan menurut Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 diperlukannya verifikasi oleh Gubernur untuk APBD
Kabupaten/Kota.
Sementara itu, dari sisi manajemen adanya perubahan dari
traditional budget
ke
performance budget. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki
perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah: (a) Anggaran tradisional atau
anggaran konvensional; dan (b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan
anggaran berbasis kinerja (Performance budget).
Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran
daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus
mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientsi
pada kepentingan publik. Perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah harus tetap
6-7
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah (anggaran) yang baik.
Prinsip manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan
keuangan daerah tersebut meliputi; akuntabilitas; Value for Money, kejujuran dalam
mengelola keuangan publik (probity), transparansi dan pengendalian.
Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah
melalui
penyajian
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Kota
Pematangsiantar
yang
komprehensif, meliputi Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran), Nota
Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca. Laporan keuangan tersebut
merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor
publik dan
merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial pemerintah daerah. Bagi pihak eksternal,
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang berisi informasi keuangan daerah akan
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan
politik. Sedangkan bagi pihak intern pemerintah daerah, laporan keuangan tersebut dapat
digunakan sebagai alat untuk penilaian kinerja. Arah kebijakan umum anggaran terdiri dari
:
6.5.1
Pendapatan Daerah
Penerimaan pendapatan daerah Kota Pematangsiantar dari tahun ke tahun secara umum
mengalami kenaikkan walaupun bersifat fluktuatif. Peningkatan pendapatan masih
didominasi oleh sumber-sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik
pos bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum maupun Dana Alokasi
Khusus. Penerimaan Pendapatan Daerah tahun 2006-2010 rata-rata meningkat 10% setiap
tahunnya, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat 7.5%. Hal ini tampak
pada sebagaimana tersebut dalam table 6.1 berikut ini:
6-8
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Tabel 6.1
Realisasi dan Komposisi Keuangan Daerah - Aspek Pendapatan
Anggaran
No.
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2
3
4
5
6
7
18,464,651,924.00
22,227,827,106.00
23,714,156,359.00
18,636,653,104.00
25,395,510,797.16
5.81%
6.14%
5.36%
5.01%
5.26%
6,799,800,000.00
6,799,800,000.00
7,615,000,000.00
7,117,919,552.00
11,820,507,722.00
2.14%
1.88%
1.72%
1.62%
1.96%
7,174,729,000.00
9,574,729,000.00
11,509,339,000.00
6,670,146,327.00
7,756,291,719.00
2.26%
2.65%
2.60%
2.44%
2.35%
1,837,170,924.00
1,837,170,924.00
1,837,170,924.00
1,675,412,785.00
3,728,037,932.00
0.51%
0.42%
0.39%
0.40%
2,652,952,000.00
4,016,127,182.00
2,752,646,435.00
2,630,356,735.00
2,090,673,423.00
0.83%
1.11%
0.62%
0.56%
0.55%
283,075,000,000.00
320,333,660,281.00
368,841,936,798.00
373,757,904,501.00
365,043,041,284.00
89.01%
88.52%
83.85%
79.56%
80.19%
14,100,000,000.00
15,600,000,000.00
26,027,123,798.00
26,527,864,697.00
27,726,749,193.00
4.43%
4.31%
5.88%
5.71%
6.38%
1,100,000,000.00
1,048,660,281.00
986,830,000.00
478,602,804.00
267,160,987.00
0.35%
0.29%
0.22%
0.25%
0.20%
1
1
PAD
Pajak Daerah
Retribusi
Daerah
Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang
dipisahkan
0.58%
Lain-lain
pendapatan
asli daerah
yang sah
Dana
2
Perimbangan
dana bagi
hasil pajak
Dana bagi
hasil bukan
pajak
6-9
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Dana alokasi
umum
251,255,000,000.00
278,407,000,000.00
312,042,983,000.00
307,523,437,000.00
313,941,731,000.00
79.00%
76.93%
70.51%
65.27%
5.05%
16,620,000,000.00
25,278,000,000.00
29,785,000,000.00
39,228,000,000.00
23,107,400,000.00
5.23%
6.98%
6.73%
8.33%
5.26%
16,495,000,000.00
19,331,683,945.00
49,967,930,796.00
80,782,249,098.00
91,405,568,627.00
5.19%
6.14%
11.29%
5.01%
5.26%
Dana alokasi
khusus
lain-lain
pendapatan
daerah yang
3
sah
Hibah
0.00%
1,500,000,000.00
Dana darurat
6.14%
0.00%
10,650,000,000.00
15,422,662,596.00
14,557,056,473.00
14,695,477,331.00
3.49%
3.09%
3.21%
34,119,000,000.00
49,293,522,000.00
34,517,959,000.00
7.71%
10.46%
10.46%
8,835,924,000.00
8,744,420,000.00
2.44%
2.42%
Bagi hasil
pajak dari
provinsi dan
dari pusat
1,600,000,000.00
0.50%
Dana
penyesuaian
dan otonomi
khusus
0.00%
Bantuan
keuangan dari
pemerintah
daerah
lainnya
14,895,000,000.00
7,181,683,945.00
4.68%
1.98%
0.00%
Penerimaan
dari
pemrintah :
a. Tambahan
Penghasilan
guru PNS
7,287,750,000.00
0.00%
b. Upah
Pungut PBB
436,116,225.00
0.00%
6-10
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
c. Cukai
Tembakau
0.00%
426,268,200.00
965,125,920.00
0.10%
0.21%
Jumlah
Pendapatan
Daerah
318,034,651,924.00
318,034,651,924.00
442,524,023,953.00
473,176,806,703.00
481,844.,941,708.00
100%
100%
100%
100%
100%
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari perkembangan fenomena pendapatan daerah
tersebut adalah sebagai berikut:
PAD, meskipun mengalami peningkatan peranan tidak begitu besar namun
peningkatan peranan tersebut tampaknya memperlihatkan adanya suatu kecenderung
yang konsisten dari tahun ke tahun, dan ini tampaknya harus tetap dijaga untuk dapat
lebih berperan dalam ikut menentukan besaran perolehan pendapatan daerah untuk
masa-masa yang akan datang.
Dana Perimbangan, dalam 5 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan
peranan, dan penurunan tersebut lebih disebabkan oleh adanya penurunan peranan
Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam). Lebih
jauh lagi, penurunan ini tampaknya tidak bisa dilepaskan dari fenomena yang saat ini
tengah berkembang - dan sangat mungkin akan terus berlanjut untuk masa-masa yang
akan datang - yaitu semakin terbatasnya keuangan negara yang didorong oleh semakin
besarnya beban keuangan negara untuk melunasi hutang negara yang jatuh tempo dan
pembiayaan berbagai subsidi dalam meringankan beban masyarakat, serta adanya
tuntutan untuk lebih memelihara pelestarian lingkungan (konservasi SDA). Berpijak
dari hal tersebut, kedepan komponen dana perimbangan akan sangat ditentukan oleh
pos Bagi Hasil Pajak dan Penerimaan dari Provinsi, dimana kedua komponen tersebut
tidak akan bisa dilepaskan dari usaha keras yang harus dijalankan oleh pemerintah kota
untuk dapat memperoleh dana sharing sesuai dengan kebutuhan yang ada.
6-11
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Salah satu ukuran untuk mengetahui kemampuan Pemerintah Daerah dalam menjalankan
fungsi pelayanan masyarakat dapat dilihat dari kapasitas keuangan daerah, yaitu
perbandingan antara Pendapatan Daerah dengan APBD. Kenyataan masih menunjukkan
tingginya ketergantungan daerah terhadap anggaran yang berasal dari dana perimbangan.
Rata-rata besarnya rasio sumbangan PAD terhadap APBD hanya sebesar 5.52%. Kondisi
tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi dengan usaha keras,
agar komposisi perimbangan antara PAD dan pendapatan dari pusat mencapai titik
keseimbangan (equilibrium). Rasio PAD terhadap APBD Kota Pematangsiantar tahun
2006 – 2010 dapat dilihat sebagaimana tersebut dalam tabel 6.2 di bawah ini:
Tabel 6.2
Rasio PAD Dibanding Dengan APBD Kota Pematangsiantar
Anggaran
No
.
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
1
2
3
4
5
6
7
18,464,651,924.0
22,227,827,106.0
23,714,156,359.0
18,636,653,104.0
25,395,510,797,1
0
0
0
0
6
5.81%
6.14%
5.36%
5.01%
5.26%
318,034,651,924.
361,893,171,332.
442,524,023,953.
473,176,806,703.
481,844,120,604,
00
00
00
00
16
100%
100%
100%
100%
100%
1
PAD
Pertumbu
han
Jumlah
Pendapata
n Daerah
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Dengan mempertimbangkan angka pertumbuhan pendapatan tahun 2006 - 2010, maka
proyeksi Penerimaan Daerah pada Tahun 2011 sampai dengan 2015 diperkirakan terjadi
pertumbuhan rata-rata sebesar 7.5% dengan distribusi sebagaimana terlihat pada tabel VI 3 di bawah ini.
6-12
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Tabel 6.3
Proyeksi Penerimaan Pendapatan Daerah Tahun 2010 - 2015
NO
TAHUN
PROYEKSI ( Rp.)
KENAIKAN ( % )
1
2010
481,578,941,708.00
2
2011
517,697,362,336.10
7.50%
3
2012
556,524,664,511.31
7.50%
4
2013
598,264,014,349.66
7.50%
5
2014
643,133,815,425.88
7.50%
6
2015
691,368,851,582.82
7.50%
Dengan asumsi kondisi makro dan mikro ekonomi tidak mengalami perubahan serta
stabilitas politik tetap terjaga, maka proyeksi pendapatan daerah tersebut masih cukup
wajar.
Mengingat dalam penerimaan pendapatan daerah terdapat variable yang “uncontrollable”
terutama pos penerimaan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, maka proyeksi
tersebut masih memungkinkan berubah. Kemungkinan terjadinya perubahan tersebut
berkaitan dengan perubahan kebijakan dari Pemerintah Pusat tentang upah/gaji pegawai
maupun keserasian penggunaan antar wilayah. Oleh karena itu, peningkatan kinerja
pendapatan daerah dari pos Pendapatan Asli Daerah harus ditingkatkan dalam upaya
mewujudkan kemandirian daerah. Proyeksi PAD Kota Pematangsiantar dapat digambarkan
sebagaimana tersebut dalam tabel 6.4 berikut:
6-13
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Tabel 6.4
Proyeksi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Tahun 2010 – 2015
NO
TAHUN
PROYEKSI ( Rp.)
KENAIKAN ( % )
1
2010
25,395,410,797.00
2
2011
27,934,951,876.70
10.00%
3
2012
30,728,447,064.37
10.00%
4
2013
33,801,291,770.81
10.00%
5
2014
37,181,420,947.89
10.00%
6
2015
40,899,563,042.68
10.00%
Dengan memperhatikan kecenderungan kenaikan PAD tahun 2010 – 2015 serta
mempertimbangkan keadaan dan upaya-upaya peningkatan petumbuhan perekonomiam
Kota Pematangsiantar untuk masa 5 (lima) tahun mendatang, maka dapat diproyeksikan
peningkatan PAD rata-rata sebesar 10% per-tahunnya.
Kebijakan pengelolaan pendapatan daerah diarahkan untuk menggali dan mengoptimalkan
sumber-sumber pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi
pendapatan daerah, optimalisasi asset dan kekayaan pemerintah daerah termasuk
mengembangkan sektor-sektor potensial yang selama ini belum optimal. Optimalisasi
peningkatkan pendapatan daerah terhadap obyek yang betul–betul potensial dilakukan
dengan tidak memberatkan masyarakat serta tidak merusak lingkungan.
6-14
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
6.5.2
Belanja Daerah
Dalam lima tahun terakhir 2005- 2010 proporsi anggaran belanja rutin terhadap total
APBD mengalami peningkatan dan penurunan yang fluktuatif, dari 72% pada 2005
menjadi 53% pada 2006. Angka ini mengalami peningkatan sehingga berada pada kisaran
63% pada 2007 dan penurunan menjadi 59% pada tahun 2008, kemudian meningkat
hingga 2010 pada kisaran 69%. Demikian juga terhadap total APBD, proporsi belanja
pembangunan mencapai 28% namun trend peningkatan relatif kecil yaitu berkisar pada
angka 39 % pada 2007 hingga 2010. Anggaran belanja daerah dimaksud selama 6 (enam)
tahun dapat dilihat sebagaimana tersebut pada tabel 6.5 di bawah ini.
Tabel 6.5
Anggaran Belanja Kota Pematangsiantar Tahun 2005 - 2010
No
Belanja
1
2
1.
Belanja Tidak
Anggaran
2005
2006
2007
2008
2009
2010
3
4
5
6
7
8
157.718.874.652
165.162.774.688
203.891.994.609
273.912.766.102
295.401.242.612
338.204.402.610
5%
23 %
34 %
8%
13 %
147.637.074.254
119.208.862.251
193.593.862.734
191.794.717.740
154.034.064.027
138 %
-19 %
62 %
-1 %
-22 %
Langsung
2.
Belanja
61.910.327.442
langsung
3.
Total Belanja
219.629.202.094
312.799.848.942
323.100.856.860
467.506.628.836
487.195.960.352
492.238.466.637
4.
Rasio BTL
0.72
0.53
0.63
0.59
0.61
0.69
5.
Rasio BL
0.28
0.47
0.37
0.41
0.39
0.31
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
6-15
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Gambar 6.1.
Grafik Rasio Belanja Langsung dan Tidak Langsung Tahun 2005 - 2010
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Gambaran perbandingan antara belanja rutin dan belanja pembangunan kurun waktu 6
(enam) tahun, 2005 - 2010 dilihat sebagaimana tersebut dalam tabel 6.5.
Gambaran pengelolaan belanja daerah sebagaimana tersebut dalam tabel 3.5 diatas,
menunjukkan bahwa anggaran belanja rutin yang sebagian besar digunakan untuk
membiayai kegiatan aparatur masih mendominasi belanja pemerintah dibandingkan
dengan anggaran pembangunan yang merupakan representasi anggaran publik.
Besarnya rasio anggaran belanja tidak langsung dibandingkan dengan belanja langsung
disebabkan besarnya jumlah pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Pematangsiantar,
namun kedepannya perlu dilakukan penyeimbangan rasio belanja tidak langsung terhadap
belanja langsung dengan meningkatkan anggaran untuk pembangunan daerah.
Adapun anggaran belanja daerah pada tahun 2011 s/d 2015, dapat diproyeksikan akan
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 10%. Hal ini ditentukan dengan memperhatikan
keadan kenaikan 5 tahun sebelumnya dan mengasumsikan keadaan 5 tahun mendatang.
6-16
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Distribusi peningkatan pertumbuhan belanja tahun 2010-2015 dapat dilihat pada tabel 6.6
di bawah ini (APBD tahun 2011 saat ini sedang dalam proses penetapan untuk dijalankan).
Tabel 6.6
Proyeksi Belanja Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2010 – 2015
NO
Tahun
Proyeksi (Rp.)
1
2010
484.336.467.450,00
2
2011
574.423.050.395,70
3
2012
681.265.737.769,30
4
2013
807.981.164.994,39
5
2014
958.265.661.683,35
6
2015
1.136.503.074.756,45
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Mencermati besarnya belanja yang harus dikeluarkan pada lima tahun mendatang
diperlukan upaya secara serius untuk mengelola belanja daerah sesuai dengan arah dan
kebijakan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu arah pengelolaan belanja harus digunakan
sebesar-besarnya
untuk kepentingan publik terutama masyarakat miskin dan kurang
beruntung, dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better dan cost less)
melalui pendekatan kinerja disetiap organisasi terkait, mendasarkan pada standart analisa
biaya, standart harga, tolok ukur kinerja dan standart pelayanan minimal serta
memperhatikan prinsip value for money.
Belanja daerah diarahkan untuk melaksanakan program/kegiatan prioritas hasil
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) dengan menerapkan fungsi
alokasi dan distribusi pengeluaraan anggaran yang tepat, melalui kebijakan:
a.
Merasionalkan pengeluaraan atau belanja secara adil dan dapat dinikmati hasilnya
secara proporsional oleh masyarakat luas;
6-17
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas Anggaran kegiatan dengan menetapkan
pencapaian tujuan dan sasaran secara jelas;
c. Anggaran disusun dengan menggunakan sistem anggaran berbasis kinerja;
d. Menerapkan Disiplin Anggaran yang didasarkan atas skala prioritas yang telah
ditetapkan, terutama program yang ditujukan pada upaya peningkatan pelayanan
masyarakat di bidang kesehatan dan pendidikan; dan
e. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran melalui perencanaan,
pelaksanaan serta pelaporan dan evaluasi kegiatan secara terbuka baik teknis maupun
ekonomi kepada pihak legislatif dan masyarakat.
Identifikasi belanja pengeluaran akan dibedakan menurut belanja langsung dan belanja
tidak langsung guna meningkatkan aspek transparansi. Kriteria tersebut bertitik tolak dari
indikator kegiatan yang dilakukan. Proporsi belanja daerah menurut fungsi dari tahun 2010
- 2015 dari belanja langsung maupun tidak langsung dapat diproyeksikan seperti dalam
tabel 6.7 di bawah ini.
Tabel 6.7
Proporsi Belanja Daerah Menurut Fungsi Tahun 2010 - 2015
NO
TAHUN
LANGSUNG
TIDAK LANGSUNG
1
2010
32%
68.00%
2
2011
33%
67.00%
3
2012
34%
66.00%
4
2013
35%
65.00%
5
2014
36%
64.00%
6
2015
37%
63.00%
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
6-18
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
6.5.3
Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan,
dimana sumber penerimaan pembiayaan sampai dengan tahun anggaran 2010 hanya
berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun yang lalu (SILPA). Dengan asumsi
bahwa perencanaan anggaran menggunakan prinsip anggaran berimbang maka SILPA
akan diperoleh apabila terjadi penghematan atau adanya pendapatan yang melebihi target
yang ditetapkan. Hal ini tentunya akan sulit diperkirakan. Oleh karena itu kebijakan yang
diambil dalam pembiayaan daerah adalah sebagai berikut:
a.
SILPA tahun anggaran sebelumnya;
SILPA tahun anggaran sebelumnya mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan
lanjutan, uang pihak ketiga yang belum diselesaikan, pelampauan target pendapatan
daerah, penerimaan dan pengeluaran lainnya yang belum diselesaikan melalui kas
daerah sampai dengan akhir tahun anggaran sebelumnya.
b.
Pencairan dana cadangan;
c.
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat berupa hasilpenjualan
perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang
dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah
daerah.
d. Penerimaan pinjaman;
Termasuk dalam penerimaan pinjaman daerah adalah penerbitan obligasi daerah yang
akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenan;
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
6-19
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Sedangkan Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. Pembentukan dana cadangan;
b. Penyertaan modal pemerintah daerah;
c. Pembayaran pokok utang; dan
d. Pemberian pinjaman.
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran
pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran. Adapun
kebijakan yang ditetapkan dalam menyertai Pembiayaan Daerah yang dapat ditempuh
adalah optimalisasi sumber penerimaan pembiayaan yang paling mungkin dapat dilakukan
secara cepat, yaitu dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu. Selain itu juga
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pembiayaan yang timbul dari
pernyertaan modal dan pembayaran utang pokok yang jatuh tempo.
6.6
Isu Strategis
A. Faktor Lingkungan Internal
1). Kekuatan (strength) :
Memiliki letak geografis yang strategis dan topografi lahan yang
sebagian besar relatif datar dan landai.
Memiliki jumlah penduduk dengan angkatan kerja (usia produktif)
yang cukup besar.
Memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang positif dan relatif stabil.
Memiliki struktur perekonomian yang sebagian besar didukung
oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran; industri; dan jasa-jasa.
Memiliki sarana, prasarana pendidikan dan tenaga pendidik yang
memadai.
Memiliki sarana, prasarana kesehatan dan kualifikasi tenaga medis
yang memadai.
Memiliki infrastruktur jalan nasional, provinsi dan kota serta kereta
api yang relatif dalam kondisi baik dan sedang.
6-20
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Memiliki kuantitas dan kualitas SDM aparatur pemerintahan yang
cukup memadai.
Memiliki kawasan hinterland yang mendukung sektor perdagangan
dan pariwisata.
Memiliki sektor industri yang relatif kuat dan stabil serta pangsa
pasar yang cukup luas.
2). Kelemahan (weakness) :
Sebaran dan kepadatan penduduk yang tidak merata, yang
menyebabkan masalah penyediaan infrastruktur.
Kinerja RSUD milik Pemerintah Kota yang masih belum
memenuhi standar ideal.
Kualitas Pelayanan Kesehatan Dasar yang belum optimal (belum
mencapai target).
Masih adanya kawasan permukiman kumuh di pusat kota dengan
kondisi prasarana, sarana dan utilitas yang minim.
Perkembangan jaringan jalan dan prasarana pendukung tidak
sebanding dengan pertumbuhan kendaraan, yang mengakibatkan
kemacetan di pusat kota.
Terpusatnya
semua
kegiatan di
pusat
kota
(monosentris)
berdampak pada timbulnya masalah-masalah perkotaan.
Masih
tingginya
angka
pengangguran
yang
berpotensi
menimbulkan permasalahan sosial.
Terjadinya alih fungsi (konversi) lahan pertanian menjadi kawasan
terbangun (settlement built up area) secara sporadis dan tidak
terkendali.
Terbatasnya kemampuan anggaran pendanaan pembangunan
Pemerintah Kota.
6-21
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
B. Faktor Lingkungan Eksternal
1). Peluang (opportunities) :
Kebijakan otonomi daerah yang semakin nyata dan lebih luas.
Adanya peluang kemitraan pembangunan dengan berbagai pihak
(investor).
Tersedianya bantuan Pemerintah Atasan, Swasta dan luar negeri.
Sebagai pusat koleksi dan distribusi komoditas wilayah hinterland.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tingginya jumlah kunjungan penduduk kawasan hinterland yang
mencari/mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan di Kota
Pematangsiantar.
Kerjasama regional antar daerah seperti: Kawasan Agropolitan
Bukit Barisan.
Dalam
RTRW
Provinsi
ditetapkan
sebagai
PKW
untuk
pengembangan kota baru.
2). Ancaman (threath) :
Kemajuan teknologi informasi mempengaruhi moral masyarakat.
Adanya ego daerah.
Krisis multidimensional.
Dinamika politik dan ekonomi dari luar mempengaruhi kondisi
dalam kota.
Ketidaksiapan menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas
6-22
Tahun 2013-2017
BAB 6
KEUANGAN DAN RENCANA
PENINGKATAN PENDAPATAN
6.1
Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Serta Kerangka Pendanaan
Kemajuan pembangunan ekonomi salah satunya diukur dengan pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto yang terjadi merupakan gambaran akumulasi keberhasilan
pembangunan daerah dari berbagai sektor. Pertumbuhan ekonomi diharapkan
berkualitas, yaitu mampu menyerap tenaga kerja yang tersedia dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada prinsip keadilan, kepatutan,
dan manfaat sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Kebijakan otonomi daerah memberi peluang bagi perubahan
paradigma pembangunan yang semula lebih mengedepankan pencapaian pertumbuhan
menjadi pemerataan dengan prinsip mengutamakan keadilan dan perimbangan.
Semangat perubahan paradigma tersebut oleh pemerintah ditindaklanjuti dengan
terbitnya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
6-1
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Terbitnya undang-undang tersebut merupakan langkah yang akomodatif dan strategis
dalam menjawab berbagai permasalahan yang muncul di daerah antara lain meliputi
permasalahan kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup
masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Selain itu,
kondisi ini membuka peluang bagi daerah untuk memperkuat basis perokonomian
daerah guna menyongsong era globalisasi ekonomi.
Indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dilihat dari berbagai hal,
antara lain adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun arah dan kebijakan
di bidang keuangan. Hal ini diatur dalam berbagai produk peraturan perundangundangan sebagai landasan utama penyusunan arah dan kebijakan keuangan daerah,
mencakup:
a. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akutansi Pemerintah;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
dan
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;
Arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah yang akan dilakukan adalah:
a. Mengembangkan pengelolaan keuangan daerah yang bertumpu pada kepentingan
public (public oriented). Hal ini tidak hanya dilihat dari besarnya proporsi
pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pengawasan/
pengendalian keuangan daerah.
6-2
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
b. Mengembangkan kerangka hukum dan administrasi untuk pembiayaan dan investasi
berdasarkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik, yaitu efisien, efektif,
ekonomis, transparan dan akuntabel, serta adil dan patut.
c. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang dan jasa daerah secara lebih profesional
dan bertanggung jawab.
d. Meningkatkan standar dan sistem akuntansi keuangan daerah, laporan keuangan
daerah, peran akuntan independen dalam pemeriksaan, pemberian opini dan
penilaian kinerja anggaran, serta transparansi informasi anggaran kepada publik.
e. Aspek pembinaan dan pengawasan keuangan daerah, baik melalui pengawasan
fungsional maupun pengawasan eksternal yang melibatkan masyarakat.
f. Mengembangkan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi
anggaran yang akurat sebagai komitmen pemerintah daerah dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
6.2
Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah
Pengelolaan Pendapatan Daerah harus memperhatikan upaya, untuk peningkatan pajak dan
retribusi serta penerimaan daerah lainnya. Hal ini dimungkinkan karena Pendapatan
Daerah dalam struktur APBD Kota Pematangsiantar masih merupakan momen yang cukup
penting peranannya dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan maupun pelayanan
publik.
Pendapatan daerah dalam struktur APBD merupakan elemen penting bagi kemampuan
pemerintah
daerah
dalam
melakukan
kontrol
terhadap
alokasi
sumber
daya.
Pengembangan sistem pendapatan daerah dibutuhkan untuk menjamin stabilitas
pendapatan daerah supaya pemerintah daerah mampu mengembangkan administrasi dan
keuangan layanan publik yang lebih independen dan autonomous.
6-3
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Pengelolaan pendapatan daerah hendaknya menekankan pada keserasian antara kebutuhan
pengeluaran dan pendapatan. Prinsip bahwa nilai tambah pendapatan daerah akan
digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat merupakan upaya mobilitas
sumber daya lokal melalui peningkatan pendapatan daerah tidak akan menimbulkan
gangguan terhadap alokasi sumber daya.
Arah pengelolaan pendapatan daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2011 - 2015 ditekankan
pada mobilisasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan lainnya
guna lebih mengoptimalkan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dengan kebijakan antara lain:
a. Menghimpun penerimaan dari semua sumber pendapatan daerah secara optimal sesuai
ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku;
b. Mengupayakan peningkatan konstribusi dari masing-masing bagian pendapatan daerah
sehingga kebutuhan pembiayaan Pemerintah Daerah dapat dipenuhi secara tepat dan
cukup; dan
c. Memberdayakan segenap potensi yang dimiliki untuk dapat meningkatkan penerimaan
pendapatan daerah.
Agar arah dan kebijakan pendapatan daerah tersebut dapat dicapai, maka ditetapkan
beberapa strategi yaitu:
a. Pemberdayaan segenap aparat, dengan cara meningkatkan motivasi, disiplin dan etos
kerja dalam rangka meningkatkan kinerja;
b. Meningkatkan koordinasi dengan segenap instansi dan institusi dalam rangka
mengoptimalkan pendapatan daerah baik di tingkat Daerah maupun Pusat;
c. Memperluas jangkauan pelayanan, dengan membuka tempat-tempat pelayanan pajak
daerah, retribusi daerah dan pendapatan lainnya sepanjang dapat meningkatkan
penerimaan pendapatan daerah;
d. Sosialisasi melalui pemanfaatan berbagai media komunikasi dalam rangka intensifikasi
pungutan pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan lain-lain yang sah; dan
6-4
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
e. Melakukan pendekatan yang intensif dengan berbagai pihak, baik dalam rangka
peningkatan sumbangan pihak ketiga maupun penerimaan yang bersumber dari bagi
hasil dan Dana Alokasi Umum (DAU).
6.3
Arah Pengelolaan Belanja Daerah
Belanja daerah diarahkan pada peningkatan proporsi daerah untuk memihak kepentingan
dan kebutuhan masyarakat lokal, disamping tetap menjaga eksistensi penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam penggunaannya, belanja daerah harus tetap mengedepankan efisiensi
maupun efektivitas sesuai dengan prioritas untuk memberikan dukungan pada strategi
pembangunan daerah.
Sebagai
instrumen
kebijakan,
APBD
menduduki
posisi
sentral
dalam
upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai
alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan
keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan
datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk
memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit
kerja.
Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD Kota Pematangsiantar
difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi
prioritas daerah, untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah
direncanakan dan mempermudah pengendalian. Untuk memastikan bahwa pengelolaan
dana publik (public money) telah dilakukan sebagaimana mestinya (sesuai konsep value
for money), perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi
dapat dilakukan oleh pihak internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun
oleh eksternal auditor (auditor independen). Untuk menciptakan transparansi dan
6-5
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
akuntabilitas publik, Pemerintah Kota Pematangsiantar perlu membuat Laporan Keuangan
yang disampaikan kepada publik. Pengawasan dari semua lapisan masyarakat dan
khususnya dari DPRD mutlak diperlukan agar otonomi yang diberikan kepada daerah
dapat mencapai tujuannya.
Secara umum, arah pengelolaan belanja daerah dalam kerangka implementasi terwujudnya
Kota “Pematangsiantar Mantap, Maju dan Jaya” Tahun 2010-2015 adalah:
a. Anggaran Daerah yang efektif dan efisien.
b. Anggaran Daerah yang memperhatikan fungsi dan prioritas yaitu fokus pada kegiatan
2011-2015.
c. Anggaran Daerah yang mengutamakan target kinerja 2011-2015.
d. Anggaran Daerah bertumpu pada kepentingan publik.
e. Anggaran Daerah dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better and
cost less).
f. Anggaran Daerah yang mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara
rasional untuk keseluruhan siklus anggaran.
g. Anggaran Daerah yang dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented)
untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan.
h. Anggaran Daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap
organisasi yang terkait.
i. Anggaran Daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk
memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for
money.
6.4
Arah Pembiayaan Daerah
Sebagaimana ketentuan yang telah diatur pada penjelasan pasal 17 ayat (3) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan pasal 83 ayat (2) UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah,
disebutkan bahwa jumlah kumulatif defisit anggaran tidak
diperkenankan melebihi 3 % dari PDRB tahun bersangkutan.
6-6
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Mengingat tingkat ketergantungan Pemerintah Kota Pematangsiantar terhadap Pemerintah
Pusat dari sisi anggaran masih cukup tinggi, maka peranan Pemerintah Kota
Pematangsiantar
untuk mencari
sumber
anggaran
guna
menunjang percepatan
pembangunan amatlah dibutuhkan.
6.5
Kebijakan Umum Anggaran
Secara garis besar, pengelolaan (manajemen) keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Kedua
komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam
rangka melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah
berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 menyebabkan perubahan
dalam manajemen keuangan daerah.
Perubahan tersebut adalah proses pengesahan
anggaran. Jika pada UU No. 22 tahun 1999, proses penyusunan, mekanisme pelaksanaan
dan pertanggungjawaban anggaran daerah cukup pengesahan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) melalui Peraturan Daerah (PERDA), sedangkan menurut Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 diperlukannya verifikasi oleh Gubernur untuk APBD
Kabupaten/Kota.
Sementara itu, dari sisi manajemen adanya perubahan dari
traditional budget
ke
performance budget. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki
perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah: (a) Anggaran tradisional atau
anggaran konvensional; dan (b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan
anggaran berbasis kinerja (Performance budget).
Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran
daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus
mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientsi
pada kepentingan publik. Perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah harus tetap
6-7
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah (anggaran) yang baik.
Prinsip manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan
keuangan daerah tersebut meliputi; akuntabilitas; Value for Money, kejujuran dalam
mengelola keuangan publik (probity), transparansi dan pengendalian.
Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah
melalui
penyajian
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Kota
Pematangsiantar
yang
komprehensif, meliputi Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran), Nota
Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca. Laporan keuangan tersebut
merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor
publik dan
merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial pemerintah daerah. Bagi pihak eksternal,
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang berisi informasi keuangan daerah akan
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan
politik. Sedangkan bagi pihak intern pemerintah daerah, laporan keuangan tersebut dapat
digunakan sebagai alat untuk penilaian kinerja. Arah kebijakan umum anggaran terdiri dari
:
6.5.1
Pendapatan Daerah
Penerimaan pendapatan daerah Kota Pematangsiantar dari tahun ke tahun secara umum
mengalami kenaikkan walaupun bersifat fluktuatif. Peningkatan pendapatan masih
didominasi oleh sumber-sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik
pos bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum maupun Dana Alokasi
Khusus. Penerimaan Pendapatan Daerah tahun 2006-2010 rata-rata meningkat 10% setiap
tahunnya, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat 7.5%. Hal ini tampak
pada sebagaimana tersebut dalam table 6.1 berikut ini:
6-8
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Tabel 6.1
Realisasi dan Komposisi Keuangan Daerah - Aspek Pendapatan
Anggaran
No.
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2
3
4
5
6
7
18,464,651,924.00
22,227,827,106.00
23,714,156,359.00
18,636,653,104.00
25,395,510,797.16
5.81%
6.14%
5.36%
5.01%
5.26%
6,799,800,000.00
6,799,800,000.00
7,615,000,000.00
7,117,919,552.00
11,820,507,722.00
2.14%
1.88%
1.72%
1.62%
1.96%
7,174,729,000.00
9,574,729,000.00
11,509,339,000.00
6,670,146,327.00
7,756,291,719.00
2.26%
2.65%
2.60%
2.44%
2.35%
1,837,170,924.00
1,837,170,924.00
1,837,170,924.00
1,675,412,785.00
3,728,037,932.00
0.51%
0.42%
0.39%
0.40%
2,652,952,000.00
4,016,127,182.00
2,752,646,435.00
2,630,356,735.00
2,090,673,423.00
0.83%
1.11%
0.62%
0.56%
0.55%
283,075,000,000.00
320,333,660,281.00
368,841,936,798.00
373,757,904,501.00
365,043,041,284.00
89.01%
88.52%
83.85%
79.56%
80.19%
14,100,000,000.00
15,600,000,000.00
26,027,123,798.00
26,527,864,697.00
27,726,749,193.00
4.43%
4.31%
5.88%
5.71%
6.38%
1,100,000,000.00
1,048,660,281.00
986,830,000.00
478,602,804.00
267,160,987.00
0.35%
0.29%
0.22%
0.25%
0.20%
1
1
PAD
Pajak Daerah
Retribusi
Daerah
Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang
dipisahkan
0.58%
Lain-lain
pendapatan
asli daerah
yang sah
Dana
2
Perimbangan
dana bagi
hasil pajak
Dana bagi
hasil bukan
pajak
6-9
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Dana alokasi
umum
251,255,000,000.00
278,407,000,000.00
312,042,983,000.00
307,523,437,000.00
313,941,731,000.00
79.00%
76.93%
70.51%
65.27%
5.05%
16,620,000,000.00
25,278,000,000.00
29,785,000,000.00
39,228,000,000.00
23,107,400,000.00
5.23%
6.98%
6.73%
8.33%
5.26%
16,495,000,000.00
19,331,683,945.00
49,967,930,796.00
80,782,249,098.00
91,405,568,627.00
5.19%
6.14%
11.29%
5.01%
5.26%
Dana alokasi
khusus
lain-lain
pendapatan
daerah yang
3
sah
Hibah
0.00%
1,500,000,000.00
Dana darurat
6.14%
0.00%
10,650,000,000.00
15,422,662,596.00
14,557,056,473.00
14,695,477,331.00
3.49%
3.09%
3.21%
34,119,000,000.00
49,293,522,000.00
34,517,959,000.00
7.71%
10.46%
10.46%
8,835,924,000.00
8,744,420,000.00
2.44%
2.42%
Bagi hasil
pajak dari
provinsi dan
dari pusat
1,600,000,000.00
0.50%
Dana
penyesuaian
dan otonomi
khusus
0.00%
Bantuan
keuangan dari
pemerintah
daerah
lainnya
14,895,000,000.00
7,181,683,945.00
4.68%
1.98%
0.00%
Penerimaan
dari
pemrintah :
a. Tambahan
Penghasilan
guru PNS
7,287,750,000.00
0.00%
b. Upah
Pungut PBB
436,116,225.00
0.00%
6-10
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
c. Cukai
Tembakau
0.00%
426,268,200.00
965,125,920.00
0.10%
0.21%
Jumlah
Pendapatan
Daerah
318,034,651,924.00
318,034,651,924.00
442,524,023,953.00
473,176,806,703.00
481,844.,941,708.00
100%
100%
100%
100%
100%
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari perkembangan fenomena pendapatan daerah
tersebut adalah sebagai berikut:
PAD, meskipun mengalami peningkatan peranan tidak begitu besar namun
peningkatan peranan tersebut tampaknya memperlihatkan adanya suatu kecenderung
yang konsisten dari tahun ke tahun, dan ini tampaknya harus tetap dijaga untuk dapat
lebih berperan dalam ikut menentukan besaran perolehan pendapatan daerah untuk
masa-masa yang akan datang.
Dana Perimbangan, dalam 5 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan
peranan, dan penurunan tersebut lebih disebabkan oleh adanya penurunan peranan
Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam). Lebih
jauh lagi, penurunan ini tampaknya tidak bisa dilepaskan dari fenomena yang saat ini
tengah berkembang - dan sangat mungkin akan terus berlanjut untuk masa-masa yang
akan datang - yaitu semakin terbatasnya keuangan negara yang didorong oleh semakin
besarnya beban keuangan negara untuk melunasi hutang negara yang jatuh tempo dan
pembiayaan berbagai subsidi dalam meringankan beban masyarakat, serta adanya
tuntutan untuk lebih memelihara pelestarian lingkungan (konservasi SDA). Berpijak
dari hal tersebut, kedepan komponen dana perimbangan akan sangat ditentukan oleh
pos Bagi Hasil Pajak dan Penerimaan dari Provinsi, dimana kedua komponen tersebut
tidak akan bisa dilepaskan dari usaha keras yang harus dijalankan oleh pemerintah kota
untuk dapat memperoleh dana sharing sesuai dengan kebutuhan yang ada.
6-11
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Salah satu ukuran untuk mengetahui kemampuan Pemerintah Daerah dalam menjalankan
fungsi pelayanan masyarakat dapat dilihat dari kapasitas keuangan daerah, yaitu
perbandingan antara Pendapatan Daerah dengan APBD. Kenyataan masih menunjukkan
tingginya ketergantungan daerah terhadap anggaran yang berasal dari dana perimbangan.
Rata-rata besarnya rasio sumbangan PAD terhadap APBD hanya sebesar 5.52%. Kondisi
tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi dengan usaha keras,
agar komposisi perimbangan antara PAD dan pendapatan dari pusat mencapai titik
keseimbangan (equilibrium). Rasio PAD terhadap APBD Kota Pematangsiantar tahun
2006 – 2010 dapat dilihat sebagaimana tersebut dalam tabel 6.2 di bawah ini:
Tabel 6.2
Rasio PAD Dibanding Dengan APBD Kota Pematangsiantar
Anggaran
No
.
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
1
2
3
4
5
6
7
18,464,651,924.0
22,227,827,106.0
23,714,156,359.0
18,636,653,104.0
25,395,510,797,1
0
0
0
0
6
5.81%
6.14%
5.36%
5.01%
5.26%
318,034,651,924.
361,893,171,332.
442,524,023,953.
473,176,806,703.
481,844,120,604,
00
00
00
00
16
100%
100%
100%
100%
100%
1
PAD
Pertumbu
han
Jumlah
Pendapata
n Daerah
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Dengan mempertimbangkan angka pertumbuhan pendapatan tahun 2006 - 2010, maka
proyeksi Penerimaan Daerah pada Tahun 2011 sampai dengan 2015 diperkirakan terjadi
pertumbuhan rata-rata sebesar 7.5% dengan distribusi sebagaimana terlihat pada tabel VI 3 di bawah ini.
6-12
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Tabel 6.3
Proyeksi Penerimaan Pendapatan Daerah Tahun 2010 - 2015
NO
TAHUN
PROYEKSI ( Rp.)
KENAIKAN ( % )
1
2010
481,578,941,708.00
2
2011
517,697,362,336.10
7.50%
3
2012
556,524,664,511.31
7.50%
4
2013
598,264,014,349.66
7.50%
5
2014
643,133,815,425.88
7.50%
6
2015
691,368,851,582.82
7.50%
Dengan asumsi kondisi makro dan mikro ekonomi tidak mengalami perubahan serta
stabilitas politik tetap terjaga, maka proyeksi pendapatan daerah tersebut masih cukup
wajar.
Mengingat dalam penerimaan pendapatan daerah terdapat variable yang “uncontrollable”
terutama pos penerimaan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, maka proyeksi
tersebut masih memungkinkan berubah. Kemungkinan terjadinya perubahan tersebut
berkaitan dengan perubahan kebijakan dari Pemerintah Pusat tentang upah/gaji pegawai
maupun keserasian penggunaan antar wilayah. Oleh karena itu, peningkatan kinerja
pendapatan daerah dari pos Pendapatan Asli Daerah harus ditingkatkan dalam upaya
mewujudkan kemandirian daerah. Proyeksi PAD Kota Pematangsiantar dapat digambarkan
sebagaimana tersebut dalam tabel 6.4 berikut:
6-13
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Tabel 6.4
Proyeksi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Tahun 2010 – 2015
NO
TAHUN
PROYEKSI ( Rp.)
KENAIKAN ( % )
1
2010
25,395,410,797.00
2
2011
27,934,951,876.70
10.00%
3
2012
30,728,447,064.37
10.00%
4
2013
33,801,291,770.81
10.00%
5
2014
37,181,420,947.89
10.00%
6
2015
40,899,563,042.68
10.00%
Dengan memperhatikan kecenderungan kenaikan PAD tahun 2010 – 2015 serta
mempertimbangkan keadaan dan upaya-upaya peningkatan petumbuhan perekonomiam
Kota Pematangsiantar untuk masa 5 (lima) tahun mendatang, maka dapat diproyeksikan
peningkatan PAD rata-rata sebesar 10% per-tahunnya.
Kebijakan pengelolaan pendapatan daerah diarahkan untuk menggali dan mengoptimalkan
sumber-sumber pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi
pendapatan daerah, optimalisasi asset dan kekayaan pemerintah daerah termasuk
mengembangkan sektor-sektor potensial yang selama ini belum optimal. Optimalisasi
peningkatkan pendapatan daerah terhadap obyek yang betul–betul potensial dilakukan
dengan tidak memberatkan masyarakat serta tidak merusak lingkungan.
6-14
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
6.5.2
Belanja Daerah
Dalam lima tahun terakhir 2005- 2010 proporsi anggaran belanja rutin terhadap total
APBD mengalami peningkatan dan penurunan yang fluktuatif, dari 72% pada 2005
menjadi 53% pada 2006. Angka ini mengalami peningkatan sehingga berada pada kisaran
63% pada 2007 dan penurunan menjadi 59% pada tahun 2008, kemudian meningkat
hingga 2010 pada kisaran 69%. Demikian juga terhadap total APBD, proporsi belanja
pembangunan mencapai 28% namun trend peningkatan relatif kecil yaitu berkisar pada
angka 39 % pada 2007 hingga 2010. Anggaran belanja daerah dimaksud selama 6 (enam)
tahun dapat dilihat sebagaimana tersebut pada tabel 6.5 di bawah ini.
Tabel 6.5
Anggaran Belanja Kota Pematangsiantar Tahun 2005 - 2010
No
Belanja
1
2
1.
Belanja Tidak
Anggaran
2005
2006
2007
2008
2009
2010
3
4
5
6
7
8
157.718.874.652
165.162.774.688
203.891.994.609
273.912.766.102
295.401.242.612
338.204.402.610
5%
23 %
34 %
8%
13 %
147.637.074.254
119.208.862.251
193.593.862.734
191.794.717.740
154.034.064.027
138 %
-19 %
62 %
-1 %
-22 %
Langsung
2.
Belanja
61.910.327.442
langsung
3.
Total Belanja
219.629.202.094
312.799.848.942
323.100.856.860
467.506.628.836
487.195.960.352
492.238.466.637
4.
Rasio BTL
0.72
0.53
0.63
0.59
0.61
0.69
5.
Rasio BL
0.28
0.47
0.37
0.41
0.39
0.31
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
6-15
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Gambar 6.1.
Grafik Rasio Belanja Langsung dan Tidak Langsung Tahun 2005 - 2010
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Gambaran perbandingan antara belanja rutin dan belanja pembangunan kurun waktu 6
(enam) tahun, 2005 - 2010 dilihat sebagaimana tersebut dalam tabel 6.5.
Gambaran pengelolaan belanja daerah sebagaimana tersebut dalam tabel 3.5 diatas,
menunjukkan bahwa anggaran belanja rutin yang sebagian besar digunakan untuk
membiayai kegiatan aparatur masih mendominasi belanja pemerintah dibandingkan
dengan anggaran pembangunan yang merupakan representasi anggaran publik.
Besarnya rasio anggaran belanja tidak langsung dibandingkan dengan belanja langsung
disebabkan besarnya jumlah pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Pematangsiantar,
namun kedepannya perlu dilakukan penyeimbangan rasio belanja tidak langsung terhadap
belanja langsung dengan meningkatkan anggaran untuk pembangunan daerah.
Adapun anggaran belanja daerah pada tahun 2011 s/d 2015, dapat diproyeksikan akan
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 10%. Hal ini ditentukan dengan memperhatikan
keadan kenaikan 5 tahun sebelumnya dan mengasumsikan keadaan 5 tahun mendatang.
6-16
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Distribusi peningkatan pertumbuhan belanja tahun 2010-2015 dapat dilihat pada tabel 6.6
di bawah ini (APBD tahun 2011 saat ini sedang dalam proses penetapan untuk dijalankan).
Tabel 6.6
Proyeksi Belanja Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2010 – 2015
NO
Tahun
Proyeksi (Rp.)
1
2010
484.336.467.450,00
2
2011
574.423.050.395,70
3
2012
681.265.737.769,30
4
2013
807.981.164.994,39
5
2014
958.265.661.683,35
6
2015
1.136.503.074.756,45
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
Mencermati besarnya belanja yang harus dikeluarkan pada lima tahun mendatang
diperlukan upaya secara serius untuk mengelola belanja daerah sesuai dengan arah dan
kebijakan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu arah pengelolaan belanja harus digunakan
sebesar-besarnya
untuk kepentingan publik terutama masyarakat miskin dan kurang
beruntung, dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better dan cost less)
melalui pendekatan kinerja disetiap organisasi terkait, mendasarkan pada standart analisa
biaya, standart harga, tolok ukur kinerja dan standart pelayanan minimal serta
memperhatikan prinsip value for money.
Belanja daerah diarahkan untuk melaksanakan program/kegiatan prioritas hasil
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) dengan menerapkan fungsi
alokasi dan distribusi pengeluaraan anggaran yang tepat, melalui kebijakan:
a.
Merasionalkan pengeluaraan atau belanja secara adil dan dapat dinikmati hasilnya
secara proporsional oleh masyarakat luas;
6-17
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas Anggaran kegiatan dengan menetapkan
pencapaian tujuan dan sasaran secara jelas;
c. Anggaran disusun dengan menggunakan sistem anggaran berbasis kinerja;
d. Menerapkan Disiplin Anggaran yang didasarkan atas skala prioritas yang telah
ditetapkan, terutama program yang ditujukan pada upaya peningkatan pelayanan
masyarakat di bidang kesehatan dan pendidikan; dan
e. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran melalui perencanaan,
pelaksanaan serta pelaporan dan evaluasi kegiatan secara terbuka baik teknis maupun
ekonomi kepada pihak legislatif dan masyarakat.
Identifikasi belanja pengeluaran akan dibedakan menurut belanja langsung dan belanja
tidak langsung guna meningkatkan aspek transparansi. Kriteria tersebut bertitik tolak dari
indikator kegiatan yang dilakukan. Proporsi belanja daerah menurut fungsi dari tahun 2010
- 2015 dari belanja langsung maupun tidak langsung dapat diproyeksikan seperti dalam
tabel 6.7 di bawah ini.
Tabel 6.7
Proporsi Belanja Daerah Menurut Fungsi Tahun 2010 - 2015
NO
TAHUN
LANGSUNG
TIDAK LANGSUNG
1
2010
32%
68.00%
2
2011
33%
67.00%
3
2012
34%
66.00%
4
2013
35%
65.00%
5
2014
36%
64.00%
6
2015
37%
63.00%
Sumber : RPJMD Kota Pematangsiantar Tahun 2010 - 2015
6-18
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
6.5.3
Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan,
dimana sumber penerimaan pembiayaan sampai dengan tahun anggaran 2010 hanya
berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun yang lalu (SILPA). Dengan asumsi
bahwa perencanaan anggaran menggunakan prinsip anggaran berimbang maka SILPA
akan diperoleh apabila terjadi penghematan atau adanya pendapatan yang melebihi target
yang ditetapkan. Hal ini tentunya akan sulit diperkirakan. Oleh karena itu kebijakan yang
diambil dalam pembiayaan daerah adalah sebagai berikut:
a.
SILPA tahun anggaran sebelumnya;
SILPA tahun anggaran sebelumnya mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan
lanjutan, uang pihak ketiga yang belum diselesaikan, pelampauan target pendapatan
daerah, penerimaan dan pengeluaran lainnya yang belum diselesaikan melalui kas
daerah sampai dengan akhir tahun anggaran sebelumnya.
b.
Pencairan dana cadangan;
c.
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat berupa hasilpenjualan
perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang
dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah
daerah.
d. Penerimaan pinjaman;
Termasuk dalam penerimaan pinjaman daerah adalah penerbitan obligasi daerah yang
akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenan;
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
6-19
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Sedangkan Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. Pembentukan dana cadangan;
b. Penyertaan modal pemerintah daerah;
c. Pembayaran pokok utang; dan
d. Pemberian pinjaman.
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran
pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran. Adapun
kebijakan yang ditetapkan dalam menyertai Pembiayaan Daerah yang dapat ditempuh
adalah optimalisasi sumber penerimaan pembiayaan yang paling mungkin dapat dilakukan
secara cepat, yaitu dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu. Selain itu juga
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pembiayaan yang timbul dari
pernyertaan modal dan pembayaran utang pokok yang jatuh tempo.
6.6
Isu Strategis
A. Faktor Lingkungan Internal
1). Kekuatan (strength) :
Memiliki letak geografis yang strategis dan topografi lahan yang
sebagian besar relatif datar dan landai.
Memiliki jumlah penduduk dengan angkatan kerja (usia produktif)
yang cukup besar.
Memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang positif dan relatif stabil.
Memiliki struktur perekonomian yang sebagian besar didukung
oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran; industri; dan jasa-jasa.
Memiliki sarana, prasarana pendidikan dan tenaga pendidik yang
memadai.
Memiliki sarana, prasarana kesehatan dan kualifikasi tenaga medis
yang memadai.
Memiliki infrastruktur jalan nasional, provinsi dan kota serta kereta
api yang relatif dalam kondisi baik dan sedang.
6-20
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
Memiliki kuantitas dan kualitas SDM aparatur pemerintahan yang
cukup memadai.
Memiliki kawasan hinterland yang mendukung sektor perdagangan
dan pariwisata.
Memiliki sektor industri yang relatif kuat dan stabil serta pangsa
pasar yang cukup luas.
2). Kelemahan (weakness) :
Sebaran dan kepadatan penduduk yang tidak merata, yang
menyebabkan masalah penyediaan infrastruktur.
Kinerja RSUD milik Pemerintah Kota yang masih belum
memenuhi standar ideal.
Kualitas Pelayanan Kesehatan Dasar yang belum optimal (belum
mencapai target).
Masih adanya kawasan permukiman kumuh di pusat kota dengan
kondisi prasarana, sarana dan utilitas yang minim.
Perkembangan jaringan jalan dan prasarana pendukung tidak
sebanding dengan pertumbuhan kendaraan, yang mengakibatkan
kemacetan di pusat kota.
Terpusatnya
semua
kegiatan di
pusat
kota
(monosentris)
berdampak pada timbulnya masalah-masalah perkotaan.
Masih
tingginya
angka
pengangguran
yang
berpotensi
menimbulkan permasalahan sosial.
Terjadinya alih fungsi (konversi) lahan pertanian menjadi kawasan
terbangun (settlement built up area) secara sporadis dan tidak
terkendali.
Terbatasnya kemampuan anggaran pendanaan pembangunan
Pemerintah Kota.
6-21
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar
Tahun 2013-2017
B. Faktor Lingkungan Eksternal
1). Peluang (opportunities) :
Kebijakan otonomi daerah yang semakin nyata dan lebih luas.
Adanya peluang kemitraan pembangunan dengan berbagai pihak
(investor).
Tersedianya bantuan Pemerintah Atasan, Swasta dan luar negeri.
Sebagai pusat koleksi dan distribusi komoditas wilayah hinterland.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tingginya jumlah kunjungan penduduk kawasan hinterland yang
mencari/mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan di Kota
Pematangsiantar.
Kerjasama regional antar daerah seperti: Kawasan Agropolitan
Bukit Barisan.
Dalam
RTRW
Provinsi
ditetapkan
sebagai
PKW
untuk
pengembangan kota baru.
2). Ancaman (threath) :
Kemajuan teknologi informasi mempengaruhi moral masyarakat.
Adanya ego daerah.
Krisis multidimensional.
Dinamika politik dan ekonomi dari luar mempengaruhi kondisi
dalam kota.
Ketidaksiapan menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas
6-22