A. FAKTA CERITA DALAM NOVEL - Yesi Wulandari BAB II

BAB II LANDASAN TEORITIS Menurut Sayuti (2009 : 291), elemen-elemen pembangunan prosa fiksi

  pada dasarnya dapat dibedakan 3 bagian, yaitu : fakta cerita, sarana cerita, dan tema. Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Fakta cerita meliputi tema, plot (alur), dan tokoh, latar (setting).

A. FAKTA CERITA DALAM NOVEL

  Termasuk dalam kategori fakta cerita adalah tema, tokoh, alur (plot), dan latar (setting). Dalam istilah yang lain, fakta cerita ini sering disebut sebagai struktur faktual (factual structure) atau tahapan faktual (factual level). Fakta cerita sangat jelas kelihatan dan mengisi cerita secara dominan sehingga pembaca sering mendapatkan kesulitan untuk mengidentifikasi unsur-unsur lainnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa fakta cerita bukannya bagian yang terpisah dari cerita, dan hanya merupakan salah satu aspeknya, cerita dipadang dengan cara tertentu (Stanton dalam Supriyadi, 2000 : 19).

  a.

   Tema menurut Baribin (59-60), Kata tema seringkali disamakan dengan

  pengertian topik. Padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Kata topik berasal dari bahasa Yunani, ”topoi” yang berarti tempat. Topik dalam suatu tulisan atau karangan berarti pembicaraan, sedangkan tema merupakan suatu gagasan sentral, sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Picket menyebutkan wujud tema dalam sastra berpangkal kepada alasan tindak (motif tokoh).

  

8 Sedangkan Robert Stantan (1965), menyebutkan ”theme”as” that meaning

  

of a story which specially acountas of the largest number of its elements in

the simplest way”.

  Jadi, tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran dari karangan tersebut.

  Lebih lanjut Stanton berpendapat bahwa dalam karya-karyanya tertentu, beberapa plot ditemukan lebih kuat ikatannya dari pada yang lain.

  Biasanya semakin sedikit tokohnya, semakin kuat plotnya. Setiap tindakan tokoh berpengaruh terhadap hubungannya dengan tokoh-tokoh lain dan narasi-narasi mereka juga berpengaruh terhadap tokoh lain. Tegangan ini bergerak terus sampai terjadi stabilitas. Karya sastra seperti ini lebih menekankan hubungan kejiwaan dan nilai-nilai norma. Dalam hal yang ekstrim, sebuah novel terdiri dari episode-episode yang dihubungkan secara longgar yang melibatkan banyak tokoh, dan beberapa diantaranya muncul satu kali. Karya seperti ini mungkin lebih menekankan pada kompleksitas masyarakat luas, dari pada tokoh utamanya.

  Subplot adalah sekuen-kuen peristiwa yang sekurang-kurangnya sedikit berbeda dengan sekuen-kuen dalam plot utama. Sering bentuk subplot ini sejajar dengan bagian lain plot, sehingga dapat menunjukkan maknanya dengan cara mementingkan atau menyamakannya. Salah satu contoh subplot ini adalah cerita berbingkai. Menurut Stanton, plot merupakan tulang punggung cerita, sebab plot lebih menjelaskan dirinya sendiri, dari pada unsur-unsur lainnya. Seperti unsur-unsur cerita lainnya, plot memiliki kaidahnya sendiri. Plot harus memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Plot harus plausibel dan logis, tetapi mampu mengejutkan kita dengan tegangan yang dibangunnya (Stanton dalam Supriyadi, 2000 : 22)

  Gerakan plot mengalir ke dalam pikiran atau angan-angan pembaca terutama melalui kemampuannya memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang mengakibatkan dorongan rasa keingintahuan, harapan, dan ketakutan. Terdapat dua unsur penting dalam plot, yaitu konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh. Sedangkan konflik antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh. Sedangkan konflik eksternal merupakan konflik antara tokoh yang satu dengan yang lain (antar tokoh), atau antar tokoh dengan lingkungannya. Banyak konflik terdapat dalam karya fiksi, tetapi yang paling penting ialah adanya konflik sentral.

  Konflik sentral merupakan inti struktur cerita, dan dari konflik itu, plot dapat berkembang. Pada kenyataannya, konflik sentral berhubungan dekat dengan tema cerita, bahkan sering identik (Stanton dalam Supriyadi, 2000: 23-24).

  b.

  Tokoh Stanton dalam Supriyadi (2000 : 24-26), berpendapat bahwa hampir setiap cerita memiliki tokoh sentral, yaitu tokoh yang berhubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita. Biasanya peristiwa-peristiwa dengan setiap peristiwa dalam cerita. Biasanya dalam peristiwa-peristiwa itu menimbulkan perubahan, baik dalam diri tokoh maupun dalam sikap kita terhadap tokoh itu. Stanton juga berpendapat bahwa alasan tokoh mengerjakan apa yang harus dikerjakan disebut motivasi. Alasan mendadak terhadap suatu pembicaraan atau tindakan, mungkin tidak disadari, disebut motivasi khusus. Sedangkan motivasi dasar adalah segala aspek umum, yang antara lain berupa keinginan atau perhatian terus menerus yang mengatur tokoh melalui cerita. Hampir semua motivasi khusus mengarah atau mendukung motivasi dasar.

  Lebih lanjut Stanton berpendapat setiap pengarang menginginkan kita untuk memahami tokoh-tokohnya dan motivasi mereka dengan baik.

  Tetapi tidak ada seorang pengarang pun yang menceritakan kepada kita segala sesuatunya secara langsung dalam satu kalimat. Oleh karena itu, pengalaman kita tentang tokoh biasanya terlalu sederhana. Keterangan dalam cerita sering melibatkan nama tokoh. Sering nama menyiratkan arti atau bunyi nama menyiratkan watak tokoh. Keterangan lain yang biasanya berguna ialah uraian pengarang secara eksplisit mengenai tokoh. Dalam karya fiksi yang baik, tiap ucapan dan tindakan tidak hanya sebagai langkah dalam plot, tetapi juga sebagai manifestasi watak tokoh.

  c.

  Alur atau Plot Stanton dalam Supriyadi (2000 : 21-24), berpendapat bahwa dalam arti luas, plot cerita adalah keseluruhan sekuen peristiwa-peristiwa. Kita biasanya membatasi istilah ini hanya pada peristiwa-peristiwa yang dihubungkan secara sebab-akibat (kansal), yakni peristiwa-peristiwa yang secara langsung merupakan sebab atau akibat dari peristiwa lain, dan jika dihilangkan akan merusak jalannya tindakan (cerita). Peristiwa-peristiwa ini tidak hanya melibatkan kejadian-kejadian fisikal, seperti percakapan atau tindakan, tetapi juga melibatkan perubahan sikap (watak), pandangan hidup, keputusan, dan segala sesuatu yang dapat mengubah jalan cerita. Peristiwa-peristiwa yang tidak dihubungkan secara kausal, kita katakan tidak relevan dengan plot, dan biasanya akan dihilangkan ketika kita menulis ringkasan. Namun, cerita yang bagus jarang berisi peristiwa- peristiwa yang tidak relevan itu.

  Lebih tegas lagi Stanton dalam Supriyadi (2000 : 24), mengemukakan bahwa klimaks dalam cerita adalah momen-momen ketika konflik berlangsung memuncak dan mengakibatkan terjadinya penyelesaian yang tidak dapat dihindari. Klimaks cerita merupakan pertemuan kritis antara dua kekuatan, sehingga menetukan pertentangan itu terselesaikan. Sebab meskipun kekuatan yang satu mungkin mengalahkan yang lain, tetapi sering dalam kehidupan nyata penyelesaian konflik memerlukan keseimbangan yang kompleks, yang tidak sepenuhnya menang dan tidak sepenuhnya kalah. Sering konflik tidak merupakan peristiwa yang spektakuler, dan sering sulit mengidentifikasinya, sebab konflik-konflik bawahan memiliki klimaksnya masing-masing. Oleh karena itu, perlu dilihat satu konflik utama yang mendukung struktur cerita secara keseluruhan. d.

  Latar atau Setting Menurut Stanton dalam Supriyadi (2000 : 26), latar cerita adalah lingkungan peristiwa, yaitu dunia cerita tempat terjadinya peristiwa. Salah satu bagian latar ialah latar belakang yang tampak, misalnya gunung di California, jalan buntu di Dublin, dan pantai di Florida. Salah satu bagian latar lain, dapat berupa waktu (hari, minggu, bulan), iklim atau periode sejarah. Meskipun latar tidak melibatkan tokoh-tokoh secara langsung, tetapi mungkin melibatkan masyarakat sebagai latar belakang. Biasanya latar dihadirkan dalam bentuk deskripsi, dan banyak pembaca yang tidak sabar melanjutkan ke bagian cerita lain. Namun, selama sekurang- kurangny dalam pembacaan kedua, kita akan memberi perhatian pada latar ini. Menanyaka kepada diri sendiri mengapa pengarang telah memiliki latar belakang dan rincian demikian. Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan demikian. Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan demikian ialah mencoba membayangkan perubahan dan pendeskripsian rincian latar itu dengan cara lain, dan kemudian mencatat perubahan yang mempengaruhi akhir cerita.

  Stanton juga menjelaskan bahwa kadang-kadang kita menemukan bahwa latar secara langsung mempengaruhi tokoh, dan kadang-kadang dapat menjelaskan tema. Dalam banyak cerita, latar dapat menggugah nada emosi disekiling tokoh. Istilah lain nada emosi ini adalah atmosfer.

  Baik atmosfer yang mencerminkan emosi tokoh, atau merupakan bagian dari dunia di sekeliling tokoh.

B. KONSEP NILAI-NILAI ISLAMI

  Menurut Hasan Alwi (2007 : 789), pengertian nilai adalah sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, atau sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan pengertian islami adalah sesuatu yang bersifat keislaman. Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai islami adalah sifat-sifat penting yang bersifat keislaman dan berguna bagi kemanusiaan, serta dapat menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Konsep nilai-nilai islami meliputi tiga hal yaitu mengenai (1) hubungan manusia dengan Tuhan, (2) hubungan manusia dengan manusia, (3) hubungan manusia dengan alam sekitar.

  A Hubungan Manusia dengan Tuhan/Hablumin’allah

  Azyumardi (2002 : 222), berpendapat bahwa seorang yang bertakwa adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya. Sehingga dapat menghindarkan diri dari kejahatan dan kemungkaran dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Karena inti dari ketakwaan adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan tugas penghambaan dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh dan ikhlas, seperti mendirikan sholat dengan khusyuk dan penuh penghayatan sehingga sholat memberi warna dalam kehidupannya. Melaksanakan puasa dengan ikhlas melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, zakat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan diri dari ketamakan dan kerakusan, dan haji mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan diri dari takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

  Lebih lanjut lagi Humaidi (1991 : 23), mengungkapkan tentang seharusnya manusia terhadap Tuhan-Nya. Sebagai makhluk ciptaan-Nya, kita diharuskan untuk memiliki akhlak yang terpuji terhadap Tuhan. Perwujudan hal tersebut, antara lain : cinta dan ikhlas kepada-Nya, berbaik sangka kepada-nya, rela atas kadar dan qada-Nya, bersyukur atas nikmat- Nya, bertawakal kepada-Nya, senantiasa mengingat-Nya, memikirkan keindahan ciptaan-Nya, serta melaksanakan apa yang disuruh-Nya.

  Hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai dimensi taqwa pertama, karena itu hubungan inilah yang seyogyanya diutamakan dan tetap terpelihara. Sebab dengan menjaga hubungan dengan Allah manusia akan terkendali tidak melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya dan sesungguhnya inti taqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

  Ketaqwaan dan pemeliharaan hubungan dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa itu, dapat dilakukan dengan : a.

  Kebersihan dan Kesucian Allah Swt adalah Maha Suci, oleh karena itu Dia hanya bisa didekati oleh orang yang suci. Untuk berhubungan dengan Allah diri kita harus suci. Islam menekankan betapa pentingnya kebersihan, sehingga kebersihan disebut-sebut sebagai salah satu tujuan dan keimanan. Al-Qur’an menjelaskan masalah kebersihan dan kesucian dalam ayat berikut yang terjemahannya :

  

”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan

shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai ke siku, dan

sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki.

Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam

perjalanan atau kembali dari kakus atau menyentuh perempuan lalu

kamu tidak memperoleh air maka bertanyamumlah dengan tanah yang

baik (bersih) : usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah

tidak hendak menyulitkan kamu tetapi Dia hendak membersihkan

kamu dan hendak menyempurnakan nikmatnya bagimu supaya kamu

bersyukur (QS Al-Maidah : 6).

  Ada dua kesucian yang harus dijaga yaitu : 1)

  Menjaga Kebersihan Badan Bila hendak mengerjakan shalat, diwajibkan terlebih dahulu berwudlu. Melakukan wudlu hendaknya dengan air yang suci dan yang diperoleh secara legal (baik airnya maupun tempatnya).

  Dinyatakan Labib, (2000 : 25) Wudlu menurut bahasa adalah bersih. Sedangkan menurut istilah syara, artinya membersihkan anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu untuk menghilangkan hadast kecil, dalam rangka akan melaksanakan shalat. 2)

  Menjaga kesucian jiwa Untuk dapat mendekatkan diri dengan Allah SWT, jiwa kita harus suci. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Syam ayat 19-10, yang artinya : ”Sesungguhnya beruntunglah orang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya” .

  Dalam menjaga kesucian jiwa kita harus men-Tauhidkan (Meng-Esakan) Allah dengan semurni-murninya Tauhid. Dialah Allah Yang Maha Esa dan Dzat, Sifat, ataupun perbuatanNya, tidak boleh ada benih syirik sekecil apapun dalam jiwa kita.

  MengEsakan Allah berarti pula bahwa kita hanya memandang Allah sebagai satu-satunya pencipta dan pemeliharaan alam.

  b.

  Memohon pertolongan hanya kepada Allah Dalam beribadah ataupun dalam hidup di dunia ini tidak ada seorang pun manusia ataupun jin yang dapat menolong manusia selain

  Allah. Pada prinsipnya, Allah itu sangat dekat dengan kita. Dalam (Q.S. Al-Baqoroh : 186), disebutkan yang terjemahannya sebagai berikut : ”Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang

  Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku

mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon

kepada-Ku, maka hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka

selalu berada dalam kebenaran”.

  Dalam berdo’a hal yang paling penting adalah mengerjakan adab-adab bathiniyah, caranya ialah dengan bertaubat, mengembalikan segala sesuatu yang berasal dari perbuatan dzalim, menghentikan kedzaliman, dan memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Allah. c.

  Shalat sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah Dinyatakan Labib, (2000 : 63) Shalat menurut bahasa artinya do’a. Sedangkan menurut arti istilah adalah suatu amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dari takbirotul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat rukun yang telah dilakukan.

  Shalat adalah amalan ibadah dari seorang hamba yang beriman untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan dirinya dihadapan Allah SWT, dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan hidup di akhirat nanti. Shalat wajib dikerjakan oleh setiap orang yang mengaku dirinya kepada Allah SWT.

  Di antara beberapa macam ibadah utama, shalat merupakan ibadah yang menjadi sarana untuk mendekatkn diri kepada Allah.

  Dalam shalat, segala gerakan, bacaan, dan hati sepenuhnya ditujukkan kepada Allah.

  d.

  Ikhlas dalam beribadah Dalam beribadah harus yakin bahwa Allah ada dihadapan kita, tidak beribadah asal-asalan, melainkan harus mengikhlaskan diri kepada-Nya. Ungkapan ”shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku” hanya untuk Allah harus benar-benar direalisasikan dalam kehidupan.

  Firman suci mengungkapkan sebagai berikut yang tercantum dalam (QS Al-Bayyinah : 5) yang artinya :

  Padahal mereka tidak di suruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan

menunaikan zakat : dan yang demikian itulah agama yang lurus.

  B Hubungan Manusia dengan Manusia/Habluminan’annas

  Muchtar (2005 : 39-40), berpendapat bahwa pada umumnya kewajiban terhadap sesama manusia hampir sama terhadap kewajiban terhadap sesama muslim, hanya bedanya kalau terhadap sesama muslim kita terikat oleh kesamaan akidah dan agama, sehingga bersifat khusus, sedangkan terhadap sasama manusia, kita terikat oleh kesamaan insan sebagai mahluk Allah SWT. Berdasarkan hal tersebut maka kewajibannya hampir sama, yakni menghormati dan memenuhi hak-hak dasar manusia, bersikap lemah-lembut dan sopan santun serta saling menolong dalam kebaikan, mengajak pada kebaikan dan mencegah keburukan.

  Ilyas (2007: 199 - 221), mengungkapkan tentang hubungan baik manusia dengan sesamanya juga terwujud dalam hal berikut, antara lain: membantu tetangga yang terkena musibah. Hal ini sesuai dengan sabda HR.Khatib: “Tetangga sebelum rumah, kawan sebelum jalan dan bekal

  

sebelum perjalanan.”HR.Hakim juga menegaskan lagi dalam sabdanya:

“Di antara yang membuat bahagia seorang muslim adalah tetangga yang

baik, rumah yang lapang dan kendaraan yang nyaman”.

  Hubungan antara manusia dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama.

  Menurut Muslichudin (2002 : 249) hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dapat dipelihara antara lain dengan cara menepati janji. Menepati janji adalah persetujuan antara dua pihak atau lebih dan orang yang berjanji adalah orang yang mengadakan persetujuan terhadap suatu masalah, dan bila orang yang mengadakan persetujuan itu tetapi tidak menepati terhadap apa disetujuinya itu dinamakan orang yang mengingkari janji.

  Menunaikan janji merupakan kepribadian seorang muslim dan termasuk sebagian iman, Allah berfirman dalam QS. Al-Isra’ : 34 yang terjemahannya sebagai berikut : ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya”.

  Selain beberapa pendapat di atas, ada pula pendapat yang menyebutkan bahwa hubungan antar manusia dengan manusia bersumber dari Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan dan ilmu pengetahuan yang yang mengajarkan manusia dengan bahasanya yang lemah lembut dan indah kontribusi-nilai-nilai-pendidikan-islam.html).

  Dari beberapa pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan mengenai beberapa contoh wujud hubungan manusia dengan manusia, antara lain : lemah lembut, ramah, membantu orang yang membutuhkan, rendah hati, beramal, pemaaf, dan sebagainya.

C. Hubungan Manusia Dengan Alam Sekitar

  Muchtar (2005: 41-42), mengungkapkan ada dua fungsi utama diciptakannya manusia, yakni untuk beribadah (seperti di firmankan Allah SWT dalam Q.S Ad-Dzariyat:56), dan sebagai khalifah di muka bumi (Q.S Al-Baqarah: 30). Fungsi manusia sebagai khalifah dimuka bumi, artinya manusia bertugas mengelola semua yang ada dan telah diciptakan oleh Allah dimuka bumi. Hal ini erat kaitanya dengan alam sekitar. Sehubungan dengan itu, ada tiga kewajiban utama manusia terhadap alam sekitar yaitu: 1)

  Mengelola Sumber Daya Alam (SDA) Di dalam semesta ini banyak terdapat sumber daya yang dapat diolah dan didayagunakan oleh manusia. Baik yang terdapat didaratan maupun dilautan. Diantara sumber daya itu, ada yang sudah ditemukan, diolah, didayagunakan namun ada juga yang belum secara optimal terutama yang ada dilautan. Sesungguhnya di lautan itu terdapat banyak sumber daya. Apabila dikelola dan didayagunakan dengan lebih baik. Namun, tentu saja memerlukan sarana, prasarana, dan fasilitas yang lebih canggih.

  2) Tidak merusak lingkungan

  Manusia sudah diserahi tugas oleh Allah untuk mengolah dan mengelola semua sumber daya yang terdapat dialam ini, bukan hanya yang terdapat di muka bumi ini, tetapi juga yang berada di planet- planet lain, apabila ternyata ada. Dalam mengolah dan mengelola sumber daya yang terdapat di alam ini manusia dipersilahkan untuk mengerahkan semua potensi serta peralatan yang dimilikinya secara maksimal. Namun ada satu syarat yang harus dipenuhi, yakni tidak boleh membuat kerusakan dimuka bumi.

3) Memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA).

  Manusia diberi kebebasan untuk mengolah, mengelola dan mendayagunakan semua potensi serta sumber daya yang terdapat di alam ini secara maksimal. Namun, harus diperuntukan bagi kesejahteraan manusia. Dengan demikian, tidak diperbolehkan kita berbuat tamak dalam memanfaatkan sumber daya itu hanya untuk kebutuhan sendiri atau kelompoknya saja. Tapi juga harus untuk kesejahteraan manusia. Tidak hanya untuk manusia yang hidup sekarang, tapi juga yang akan hidup dimasa datang.

  Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya dapat dikembangkan antara lain dengan memelihara dan menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan udara serta semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya.

  Melihat pola taqwa yang dilukiskan dengan mengikuti empat jalur komunikasi manusia tersebut, bahwa ruang lingkup taqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa menyangkut seluruh jalur dan aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungn dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan manusia lain maupun dengan alam dan lingkungan hidup.

  Demikianlah gambaran orang yang taqwa menurut agama Islam. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang taat orang yang selalu memelihara keempat jalur hubungan itu secara baik dan seimbang serta mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Orang yang taqwa adalah orang yang senantiasa

  memenuhi kewajiban dalam rangka melaksanakan perintah Allah.

  Taqwa dalam makna memenuhi kewajiban perintah Allah yang

  menjadi kewajiban manusia taqwa untuk melaksanakannya pada pokoknya adalah (1) kewajiban kepada Allah, (2) kewajiban kepada diri sendiri, (3) kewajiban kepada masyarakat, terutama kewajiban kepada keluarga, tetangga, dan negara, (4) kewajiban kepada lingkungan hidup.

  Pengelompokan kewajiban ini bertitik tolak dari kerangka acuan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menunaikan kewajibannya mengabdi kepada Allah, bekerja dan beramal untuk kepentingan dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungan hidupnya.

  Kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan. Dilihat dari segi iman, pelaksanaan kewajiban-kewajiban itu bagi seorang muslim dan muslimat tidak hanya berupa keuntungan dalam bentuk hak di dunia ini, tetapi juga pahala di akhirat kelak yang dijanjikan Allah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain

1) Kewajiban kepada Allah adalah kewajiban utama manusia.

  Kewajiban ini harus ditunaikan manusia untuk memenuhi tujuan hidup dan kehidupannya di dunia yakni mengabdikan kepada Allah. 2)

  Kewajiban kepada diri sendiri, menjaga dan memelihara diri, agar tidak melakukan sesuatu yang dilarang Allah.

  3) Kewajiban terhadap keluarga

  Dalam sistem ajaran Islam, kewajiban terhadap keluarga merupakan fardu’ain, terutama bagi suami istri yang menjadi kepala keluarga dan ibu rumah tangga. Keluarga adalah sumbu tempat seluruh kehidupan manusia berputar, karena itu kedudukannya penting sekali dalam Islam. Hubungan manusia dengan keluarga antara lain : a)

  Birrul Walidain Dinyatakan Ilyas (2007 : 147-157) birrul walidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan.

  Al-walidain artinya dua orang tua atau Ibu Bapak. Jadi birrul walidain adalah berbuat kebajikan kepada orang tua. Banyak cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan birrul walidain, antara lain sebagai berikut :

  1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh maupun masalah lainnya.

  2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa dinilai dengan apapun.

3. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materiil 4.

  Mendo’akan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah SWT ampunan, rahmat dan lain sebagainya.

  4) Kewajiban terhadap lingkungan hidup

  Secara umum kewajiban terhadap lingkungan hidup dapat disimpulkan dari pernyataan Tuhan dalam Al-Qur’an Surat Ar- Ruum ayat 41 yang terjemahannya ”Telah tampak kerusakan

  

didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,

supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).

  Sebagai seorang muslim yang baik, seharusnya kita dapat menjaga alam dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan keharusannya dan memeliharanya dengan sebaik mungkin. Alam disamping sebagai nikmat Allah, juga merupakan amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Karena dengan kita menjaga dan memelihara alam dengan baik Allah akan menambah nikmat yang diberikan kepada manusia. Sebaliknya, jika kita tidak bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan, Allah akan memberikan azab yang sangat menyedihkan. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7, yang artinya : ”Tetapi

  

apabila kamu kufur (terhadap nikmat itu) sesungguhnya azab-Ku

sungguh sangat berat.

  Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan beberapa contoh wujud hubungan manusia dengan alam sekitar, antara lain dengan senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan alam di sekitar kita.