BAB II TINJAUAN KASUS A. Pengertian - DIAH PRABOWO HARDIYANTI BAB II

BAB II TINJAUAN KASUS A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

  melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).

  Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga

  • – tenaga yang profesional (Keliat dan Akemat, 2009).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku atau tindakan yang dapat membahayakan orang lain, diri sendiri ataupun lingkungan.

  9

B. TandadanGejala

  Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien melalui obsrvasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan menurut Keliat dan Akemat (2009 ), diantaranya :

  a. Muka merah dan tegang

  b. Pandangan tajam

  c. Menagtupkan rahang dengan kuat

  d. Mengepalkan tangan

  e. Jalan mondar

  • – mandir

  f. Bicara kasar

  g. Suara tinggi/keras

  h. Mengancam secara verbal atau fisik i. Melempar atau memukul benda/ orang lain j. Tidak memliki kemampuan mencegah.

C. Rentang Respon Marah

  Rentang respon marah individu dimulai dari respon normal ( asertif ) sampai pada respon tidak normal ( maladaptif ). (Stuart ) :

  FAKTOR PREDISPOSISI Biologi Psikologi Sosial Budaya

  FAKTOR PRESIPITASI Alam Origin Waktu Berapa lama

  APPRAISAL OF STRESSOR Kognitif Afektif Psikologi Behavioral Sosial

  COPING RESOURCES Kemampuan individu Dukungan sosialModal materi Keyakinan positif

  MEKANISME KOPING Konstruktif Destruktif

  CONTINUUM OF COPING RESPONS Adaptif Maladaptif

  Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/ PK Gambar 1.1. Rentang Respon Marah ( Yosep,2007 ).

  Menurut ( Yosep, 2007 ) rentang respon marah yaitu :

  a. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak menimbulkan masalah.

  b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tidak reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.

  c. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.

  d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa : muka kusam , bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan. e. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri , individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

D. Faktor Predisposisi dan Faktor Perilaku Kekerasan

  Adapun beberapa hal yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa pada perilaku kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor predisposi dan faktor presipitasi. (Yosep (2007).

  1. Faktor Predisposisi Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan yaitu : a. Faktor Psikologis

  1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan. 2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidaka menyenangkan.

  3) Frustasi. 4) Kekerasan dalam rumah atau keluarga

  b. Faktor Sosial Budaya Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang di pelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda dengan respons

  • – respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.

  c. Faktor biologis Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus ( pada sistem limbik ) ternyata menimbulkan perilaku agresif, di mana jika terjadi kerusakan fungsi limbik ( untuk emosi dan perilaku ), lobus frontal ( untuk pemikiran rasional ) dan lobus temporal ( untuk interprestasi indra penciuman dan memori ) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya.

  2. Faktor Presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman kosep diri.

  Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

  a. Klien : kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif, da masa lalu yang tidak menyenangkan. b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendii maupun eksternal dari lingkungan

  c. Ligkungan : panas, padat, dan bising E.

   Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

  a. Penyebab Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain. Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya perubahan sensori persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun lainnya. Klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang dilihatnya untuk melakukan kekerasan atau klien merasa marah terhadap suara-suara atau bayangan yang mengejeknya. Faktor presipitasi bisa bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

  b. Tanda dan gejala Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, memaksakan kehendak, memukul dan mengamuk. Secara klinis, manifestasi dari perilaku kekerasan adalah : 1). Data Subyektif a). Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. b).Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

  c). Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. 2). Data Obyektif a). Mata merah, wajah agak merah.

  b). Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

  c). Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

  d). Merusak dan melempar barang barang.

  c. Akibat Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan- tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.

  • - F. Psikopatologi -

  Ancaman kebutuhan Stress

  • - -

  Cemas Marah

  • - Merasa terancam Faktor Predisposisi : Faktor Presipitasi : -

    Faktor Psikologi Faktor Eksternal :

    - -

  Interaksi & lingkungan Rasa Frustasi

  • - - KDRT
  • faktor intternal : - -

  

Faktor Sosial Budaya putus asa, agresif

Faktor Biologis

Mekanisme Koping

Konstruktif

  Destruktif Maladaptif Adaptif

  Marah tidak secara verbal

  • - -

  • Mengungkapkan

  terungkap Ketegangan Rasa bermusuhan - menurun -

  Hilang kontrol - Rasa marah Marah dengan teratasi cara melarikan Merasa kuat

  • - - -

  diri dari masalah Menentang

  • - marahberkepanja ngan

  ( Rawlin, Beck. 2011 )

G. Pohon Masalah

  Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Risiko Perilaku Kekerasan

  Harga diri rendah ( Fitria, 2009) H.

   Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan

  Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan ( Yosep, 2007 ).

  1. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode psikofarmakologi dan metode psikososial.

  a). Metode Biologik Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien dengan perilaku kekerasan yaitu: 1) Psikofarmakologi a).Anti Cemas dan Sedatif Hipnotik

  Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepin seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi. Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami effect dari Benzodiazepin dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat anti cemas, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia dan ’developmental disability’.

  b). Anti depresi Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.( Keliat, Dkk. 2005).

  2. Penatalaksanaan Keperawatan Perawat dapat mengimplementasikan bebagai intervensi untuk mencegah perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi perawat.

  Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan Kesadaran diri komunikasi managemen krisis Pendidikan klien perubahan lingkungan seclusion pendidikan klien tindakan perilaku restrains latihan asertif psikofarmakologi Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa : a.Strategi preventif 1) Kesadaran diri Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi.

  2) Pendidikan klien Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah dengan tepat.

  3) Latihan asertif Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :

  (a). Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang (b). Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan (c). Sanggup melakukan komplain (d). Mengekspresikan penghargaan dengan tepat

  b. Strategi antisipatif 1) Komunikasi

  Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : Bersikap tenang, bicara tidak dengan cara konkrit, tunjukan rasa menghakimi, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitas pembicaraan klien dengan dengarkan klien, jangan terburu

  • – buru menginterprestasikan dan jangna buat janji yan tidak tepat.

  2) Perubahan lingkungan Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, group program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

  3) Tindakan perilaku Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.

  c) Strategi pengurungan 1) Managemen kritis

  2)Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan memenpatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien dapat keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.

  3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk membatasi gerakan fisisk pasien menggunakan manset, sprei pengekangan.

I. Asuhan Keperawatan

  Asuhan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan (Keliat, Panjaitan dan Helena , 2005 ) :

  a. Pengkajian Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.

  Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Faktor predisposisi dan presipitasi, serta kondisi klien sekarang. Kaji riwayat keluarga dan masalah yang dihadapi klien. b. Tanda dan Gejala Jelaskan tanda dan gejala klien pda tahap marah, kritis atau perilaku kekerasan, dan kemungkinan bunuh diri, muka marah, tegang, pandangan tajam, dan agresif.

  c. Diagnosa Keperawatan

  1. Risiko Perilaku Kekerasan

  2. Harga Diri Rendah 3. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

  d. Rencana Tindakan Keperawatan

  1. Diagnosa 1 : Risiko Perilaku Kekerasan TUM : Perilaku kekerasan tidak terjadi TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : Klien menunjukan wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, kontak mata ada, mau menceritakan perasaan yang dirasakan, mau menceritakan masalahnya.

  Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan :

  a. Beri salam setiap interaksi

  b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berkenalan. c. Tanyakan dan panggilan kesukaan klien.

  d. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.

  e. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.

  f. Buat kontrak interaksi yang jelas.

  g. Dengarkan degan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.

  TUK 2 : Klien mampu mengidentifikasi penyebab risiko perilaku kekerasan yang dilakukan.

  Kriteria Hasil : Klien dapat menceritakan penyebab perasaan baik diri sendiri maupun lingkungan. Intervensi : Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya : a.Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. b.Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal.

  TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

  • – Kriteria Hasil : Klien dapat menceritakan tanda tanda saat terjadi perilaku kekerasan yaitu tanda fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang. Tanda emosional : perasaan marah, bicara kasara. Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat perilaku kekerasan.
  • – Intervensi : Bantu klien mengungkapkan tanda tanda perilaku kekerasan yang lainnya :

  a. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik ( tanda

  • – tanda fisik ).

  b. Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya ( tanda

  • – tanda emosional ) saat terjadi perilaku kekerasan.

  c. Motivasi klien menceritakan kondisi

  • – hubungan dengan orang lain ( tanda tanda sosial ) saat terjadi perilaku kekerasan.

  TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.

  Kriteria Hasil : Klien mampu menjelaskan :

  a. Jenis

  • – jenis ekspresi kemarahan yang selama ini dilakukan.

  b. Perasaannya saat melakukan kekerasan.

  c. Efektivitasbcara yang dipakai dalam menyelesaika masalah.

  Intervensi : Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang selama ini dilakukannya :

  a. Motivasi klien menceritakan jenis

  • – jenis tindakan kekerasan yang selama ini dilakukannya.

  b. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindakan kekerasan tersbut terjadi.

  c. Diskusikan apakah dengan tindakan kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami teratasi.

  TUK 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan :

  Kriteria Hasil : Klien dapat menjelaskan akibat tindakan perilaku kekerasan yang dilakukannya :

  a. Diri sendiri : luka , dijauhi teman dll.

  b. Orang lain/ keluarga : luka, tersinggung, ketauktan dll.

  c. Lingkungan : barang atau benda rusak dll.

  Intervensi : Diskusikan dengan klien akibat negatif ( kerugian ) cara yang dilakukan pada :

  a. Diri sendiri

  b. Orang lain/ keluarga

  c. Lingkungan TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria Hasil : Klien dapat melakukan cara

  • – cara sehat mengungkapkan marah.

  Intervensi : Diskusikan dengan klien : a. Apakah klien mampu mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.

  b. Jelaskan berbagai alternative pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien.

  c. Jelaskan cara

  • – cara sehat untuk mengungkapkan marah :

  1.Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur, atau olahraga

  2.Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain.

  3.Sosial : latihan asertif dengan orang lain.

  4.Spiritual : sembahyang/ doa, zikir, meditasi dsb.

  TUK 7 : Klien daat mendokumentasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan.

  Kriteria Hasil : Klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan :

  • Fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal/ kasur.
  • Verbal : mengungkapkan rasa kesal atau jengkel kepada orang lain tanpa menyakiti.
  • Spiritual : zikir/doa, meditasi sesuai agamanya.

  Intervensi : Latih klien memperagakan cara yang dipilih : a. Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih.

  b. Jelaskan manfaat cara tersebut.

  c. Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan.

  d. Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna.

  e. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/ jengkel. TUK 8 : Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan. Kriteria Hasil : Klien mampu menjelaskan : a. Manfaat minum obat.

  b. Kerugian tidak minum obat.

  c. Nama obat.

  d. Bentuk dan warna obat.

  e. Dosis yang dibrikan kepadanya.

  f. Waktu pemakaian

  g. Cara pemakaian

  h. Efek yang dirasakan i. Klien mampu mnggunakan obat sesuai program

  2. Diagnosa 2 : Harga Diri Rendah TUM : Klien memiliki konsep fisik yang positif.

  TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil :Ekspresi wajah beersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengungkapkan masalah yang dihadapi.

  Intervensi :

  1. Bina hubungan saling percaya 2. Bersikap terbuka dan empati.

  3. Terima klien apa adanya.

  4. Tepati janji.

  5. Pertahankan kontak mata.

  TUK 2` : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Kriteria Hasil : Klien mengidentifikasi aspek positif keluarga dan di lingkungan.

  Intervensi :

  1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimiliki.

  2. Tanyakan pada klien penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.

  TUK 3 : Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

  Kriteria Hasil : Klien membuat rencana kegiatan sehari

  • – hari Intervensi :

  1. Rencanakan dengan klien kegiatan yang dapat dilakukan selama di rumah sakit.

  2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan kondisi klien.

  3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

  TUK 4 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai sakit Kriteria Hasil : Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi klien Intervensi :

  1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.

  2. Beri pujian atas keberhasilan klien.

  3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.