Perbub Nomor 10 Tahun 2014

(1)

BUPATI BIMA

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014

TENTANG

ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BIMA TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA,

Menimban

g : a. ketersediaan pupuk dengan harga wajar sampai padabahwa untuk menjamin tingkat petani dan dalam pengadaan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di Kabupaten Bima, perlu menetapkan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di Kabupaten Bima.

b. bahwa berdasarkan

pertimbangan sebagaiamana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk sektor Pertanian di Kabupaten Bima Tahun 2014.

Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Barat;

2. Undang – undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan; 3. Undang – undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Sistem Perlindungan Konsumen;

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;

6. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan undang – undang Nomor 12 Tahun 2008;

7. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;


(2)

8. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerinta Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2005 tentan Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan;

14. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

15. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2005 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor Nomor 08 Permentan/SR.140/2/2007 tentang syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-Organik;

17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk sektor Pertanian Juncto Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009;

19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

28/Permentan/SR.130/2/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah;

20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

122/Permentan/SR.130/11/2013 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk sektor Pertanian Tahun Anggaran 2014;

21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

82/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani;


(3)

22. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/MPP/KEP/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar di Pasar;

23. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 08/P/TP.260/1/2003 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-Organik;

24. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 237/KPts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Pupuk An-Organik;

25. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 239/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pengawasan Formula Pupuk An-Organik;

26. Peraturan Manteri Perdagangan RI Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sector pertanian;

27. Keputusan Gubernur nomor tahun 2014 tentang Alokasi Pupuk Bersubsidi untuk sector Pertanian di Kabupaten/Kota se-NTB Tahun anggaran 2014;

28. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah kabupaten Bima Nomor 25);

29. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 6 Tahun Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 29); 30. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5

Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bima Tahun 2011 – 2015;

31. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan, Kedudukan. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima; 32. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bima Tahun Anggaran 2014

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI


(4)

KABUPATEN BIMA TAHUN 2014

KETENTUAN UMUM BAB I

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bima.

2. Pemerintahan Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten.

4. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Bima.

5. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung.

6. Pupuk an – organik adalah pupuk hasil rekayasa secara kimia, fisika dan/atau biologi dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk.

7. Pupuk Organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan/atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat dibentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi.

8. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman unuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan//OT.140/4/2007.

9. Pupuk Bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan kelompoktani dan / atau petani disektor pertanian meliputi pupuk urea, pupuk SP36, pupuk ZA, Pupuk NPK dan jenis pupuk bersubsidi lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggaran urusan pemerintahan di bidang pertanian.


(5)

10. Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disingkat HET adalah harga jual pupuk bersubsidi di Lini IV (di Kios penyalur pupuk di tingkat desa/kecamatan yang dibeli oleh petani/kelompoktani yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

11. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan hortikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak dan budidaya ikan dan atau udang.

12. Petani adalah perorangan warga negara indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman perkebunan rakyat dengan luasan tertentu.

13. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman perkebunan rakyat dengan luasan tertentu.

14. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman hijauan pakan ternak dengan luasan tetentu.

15. Petambak adalah perongan warga negara indonesia yang mengusahakan lahan untuk budidaya ikan dan / atau udang dengan luasan tertentu.

16. Produsen adalah produsen pupuk, yaitu PT. Petro Kimia Gresik dan PT. Pupuk Kalimantan Timur.

17. Penyalur lini III adalah distributor sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.

18. Penyalur lini IV adalah pengecer resmi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.

19. Kelompok tani yang selanjutnya disebut poktan adalah kumpulan petani/pekebun/peternak atau pembudidaya ikan dan/ atau udang yang dibentuk atas dasar kesamaam lingkungan, sosial ekonomi, sumber daya dan keakraban untuk meningkatkan dan melanjutkan usaha anggota.

20. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok pupuk bersubssidi selanjutnya disingkat RDKK pupuk bersubsidi adalah rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk satu tahun yang disusun


(6)

berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani yang merupakan alat pesanan pupuk bersubsidi kepada gabungan kelompoktani atau penyalur sarana produksi pertanian.

21. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang selanjutnya disingkat KP3 adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Bupati.

BAB II

PERUNTUKKAN PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 2 (1) Pupuk berubsidi diperuntukkan bagi :

a. Petani / pekebun / peternak yang mengusahakan lahan seluas– luasnya 2 (dua) hektar setiap musim tanam per keluarga petani ; atau

b. Petambak yang mengusahakan lahan seluas – luasnya 1 (satu) hektar setiap musim tanam perkeluarga petani.

(2) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya.

BAB III

JENIS DAN KEMASAN PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 3

Pupuk berubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas Urea, SP-36, ZA, NPK, dan pupuk organik yang diadakan oleh produsen.

Pasal 4

Kemasan pupuk bersubsidi harus diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak mudah terhapus / hilang yang bertuliskan :

*Pupuk Bersubsidi Pemerintah* Barang Dalam Pengawasan

BAB IV

ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 5

(1) Alokasi pupuk bersubsidi dihitung berdasarkan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan oleh petani, pekebun, peternak, petambak yang disusun dalam bentuk RDKK sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


(7)

(2) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menurut jenis dan jumlah pupuk dan sebaran bulanan untuk masing-masing wilayah kecamatan.

(3) Daftar lokasi dan alokasi sebaran pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 6

(1) Kekurangan alokasi pupuk bersubsidi di wilayah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) dapat dipenuhi melalui realokasi antar wilayah, waktu dan sub sektor. (2) Realokasi antar kecamatan dalam wilayah daerah ditetapkan lebih

lanjut oleh Bupati.

(3) Untuk memenuhi kebutuhan petani, realokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan terlebih dahulu sebelum penetapan dari Bupati berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas.

Pasal 7

Dalam hal alokasi pupuk bersubsidi di wilayah kecamatan pada bulan berjalan tidak mencukupi, maka atas rekomendasi dari Kepala Dinas, produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk di wilayah yang bersangkutan dari sisa alokasi bulan berikutnya dan/atau sisa alokasi bulan sebelumnya sepanjang tidak melebihi alokasi dalam 1 (satu) tahun.

BAB V

HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 8

(1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan HET pupuk bersubsidi.

(2) HET pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. Pupuk Urea : Rp. 1.800,- per kg b. Pupuk ZA : Rp. 1.400,- per kg c. Pupuk SP-36 : Rp. 2.000,- per kg d. Pupuk NPK Phonska/Pelangi : Rp. 2.300,- per kg e. Pupuk Organik : Rp. 500,- per kg

(3) HET pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk pembelian oleh petani, pekebun, peternak dan petambak di penyalur Lini IV secara tunai dalam kemasan :


(8)

b. 40 kg untuk pupuk organik;

c. 20 kg untuk pupuk NPK dan pupuk organik

(4) Setiap kios pengecer diwajibkan memasang papan harga pupuk bersubsidi sesuai dengan HET.

(5) Setiap pembelian pupuk bersubsidi oleh petani kepada kios pengecer harus disertai dengan bukti / nota / faktur pembelian.

BAB VI

TATA CARA PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 9

(1) Penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani atau kelompok tani dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang – undangan.

(2) Penyaluran pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan alokasi pupuk yang telah ditetapkan.

(3) Setiap pengajuan penebusan pupuk bersubsidi oleh pengecer ke distributor harus dilengkapi dengan surat rekomendasi penebusan pupuk oleh KUPT dan BP3K Kecamatan.

Pasal 10

(1) Produsen, Penyalur di Lini III, dan Penyalur di Lini IV wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi.

(2) Penyalur di Lini III wajib menyediakan stok pupuk bersubsidi paling sedikit untuk kebutuhan 2 minggu kedepan dan Penyalur di Lini IV wajib menyediakan stok pupuk bersubsidi paling sedikit untuk kebutuhan 1 minggu kedepan.

(3) Untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dilakukan fleksibel penyaluran yang dilakukan melalui koordinasi dengan KP3, bagi kecamatan yang penyerapan pupuknya telah melebihi alokasinya, melalui kegiatan realokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.

Pasal 11

Pelaksanaan pengadaan, penyaluran dan peredaran pupuk bersubsidi dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN


(9)

Produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Pasal 13

(1) KP3 wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi di wilayahnya.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya KP3 dibantu oleh Petugas Organisme Pengganggu Tumbuhan Pengamat Hama dan Penyakit (POPT – PHP) dan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL – TBPP).

BAB VIII PELAPORAN

Pasal 14

(1) KP3 wajib menyampaikan laporan pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati.

(2) Bupati menyampaikan laporan hasil pemantauan pupuk dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Gubernur.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Bupati ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Kepala Dinas.

Pasal 16

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bima.

Ditetapkan di : Bima

pada tanggal : 20 Februari 2014


(10)

BUPATI BIMA, ttd

H. SYAFRUDIN H. M. Nur

Plt. SEKRETARIS DAERAH, ttd

Drs. H. ABDUL WAHAB Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19571222 198611 1 001

BERITA DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2014 NOMOR: 237 Diundangkan di : Bima

pada tanggal : 20 Februari 2014


(1)

10. Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disingkat HET adalah harga jual pupuk bersubsidi di Lini IV (di Kios penyalur pupuk di tingkat desa/kecamatan yang dibeli oleh petani/kelompoktani yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

11. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan hortikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak dan budidaya ikan dan atau udang.

12. Petani adalah perorangan warga negara indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman perkebunan rakyat dengan luasan tertentu.

13. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman perkebunan rakyat dengan luasan tertentu.

14. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman hijauan pakan ternak dengan luasan tetentu.

15. Petambak adalah perongan warga negara indonesia yang mengusahakan lahan untuk budidaya ikan dan / atau udang dengan luasan tertentu.

16. Produsen adalah produsen pupuk, yaitu PT. Petro Kimia Gresik dan PT. Pupuk Kalimantan Timur.

17. Penyalur lini III adalah distributor sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.

18. Penyalur lini IV adalah pengecer resmi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.

19. Kelompok tani yang selanjutnya disebut poktan adalah kumpulan petani/pekebun/peternak atau pembudidaya ikan dan/ atau udang yang dibentuk atas dasar kesamaam lingkungan, sosial ekonomi, sumber daya dan keakraban untuk meningkatkan dan melanjutkan usaha anggota.

20. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok pupuk bersubssidi selanjutnya disingkat RDKK pupuk bersubsidi adalah rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk satu tahun yang disusun


(2)

berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani yang merupakan alat pesanan pupuk bersubsidi kepada gabungan kelompoktani atau penyalur sarana produksi pertanian.

21. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang selanjutnya disingkat KP3 adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Bupati.

BAB II

PERUNTUKKAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 2

(1) Pupuk berubsidi diperuntukkan bagi :

a. Petani / pekebun / peternak yang mengusahakan lahan seluas– luasnya 2 (dua) hektar setiap musim tanam per keluarga petani ; atau

b. Petambak yang mengusahakan lahan seluas – luasnya 1 (satu) hektar setiap musim tanam perkeluarga petani.

(2) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya.

BAB III

JENIS DAN KEMASAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 3

Pupuk berubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas Urea, SP-36, ZA, NPK, dan pupuk organik yang diadakan oleh produsen.

Pasal 4

Kemasan pupuk bersubsidi harus diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak mudah terhapus / hilang yang bertuliskan :

*Pupuk Bersubsidi Pemerintah* Barang Dalam Pengawasan

BAB IV

ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI Pasal 5

(1) Alokasi pupuk bersubsidi dihitung berdasarkan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan oleh petani, pekebun, peternak, petambak yang disusun dalam bentuk RDKK sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


(3)

(2) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menurut jenis dan jumlah pupuk dan sebaran bulanan untuk masing-masing wilayah kecamatan.

(3) Daftar lokasi dan alokasi sebaran pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 6

(1) Kekurangan alokasi pupuk bersubsidi di wilayah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) dapat dipenuhi melalui realokasi antar wilayah, waktu dan sub sektor. (2) Realokasi antar kecamatan dalam wilayah daerah ditetapkan lebih

lanjut oleh Bupati.

(3) Untuk memenuhi kebutuhan petani, realokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan terlebih dahulu sebelum penetapan dari Bupati berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas.

Pasal 7

Dalam hal alokasi pupuk bersubsidi di wilayah kecamatan pada bulan berjalan tidak mencukupi, maka atas rekomendasi dari Kepala Dinas, produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk di wilayah yang bersangkutan dari sisa alokasi bulan berikutnya dan/atau sisa alokasi bulan sebelumnya sepanjang tidak melebihi alokasi dalam 1 (satu) tahun.

BAB V

HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI Pasal 8

(1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan HET pupuk bersubsidi.

(2) HET pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. Pupuk Urea : Rp. 1.800,- per kg b. Pupuk ZA : Rp. 1.400,- per kg c. Pupuk SP-36 : Rp. 2.000,- per kg d. Pupuk NPK Phonska/Pelangi : Rp. 2.300,- per kg e. Pupuk Organik : Rp. 500,- per kg

(3) HET pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk pembelian oleh petani, pekebun, peternak dan petambak di penyalur Lini IV secara tunai dalam kemasan :


(4)

b. 40 kg untuk pupuk organik;

c. 20 kg untuk pupuk NPK dan pupuk organik

(4) Setiap kios pengecer diwajibkan memasang papan harga pupuk bersubsidi sesuai dengan HET.

(5) Setiap pembelian pupuk bersubsidi oleh petani kepada kios pengecer harus disertai dengan bukti / nota / faktur pembelian.

BAB VI

TATA CARA PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 9

(1) Penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani atau kelompok tani dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang – undangan.

(2) Penyaluran pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan alokasi pupuk yang telah ditetapkan.

(3) Setiap pengajuan penebusan pupuk bersubsidi oleh pengecer ke distributor harus dilengkapi dengan surat rekomendasi penebusan pupuk oleh KUPT dan BP3K Kecamatan.

Pasal 10

(1) Produsen, Penyalur di Lini III, dan Penyalur di Lini IV wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi.

(2) Penyalur di Lini III wajib menyediakan stok pupuk bersubsidi paling sedikit untuk kebutuhan 2 minggu kedepan dan Penyalur di Lini IV wajib menyediakan stok pupuk bersubsidi paling sedikit untuk kebutuhan 1 minggu kedepan.

(3) Untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dilakukan fleksibel penyaluran yang dilakukan melalui koordinasi dengan KP3, bagi kecamatan yang penyerapan pupuknya telah melebihi alokasinya, melalui kegiatan realokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.

Pasal 11

Pelaksanaan pengadaan, penyaluran dan peredaran pupuk bersubsidi dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN Pasal 12


(5)

Produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Pasal 13

(1) KP3 wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi di wilayahnya.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya KP3 dibantu oleh Petugas Organisme Pengganggu Tumbuhan Pengamat Hama dan Penyakit (POPT – PHP) dan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL – TBPP).

BAB VIII PELAPORAN

Pasal 14

(1) KP3 wajib menyampaikan laporan pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati.

(2) Bupati menyampaikan laporan hasil pemantauan pupuk dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Gubernur.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 15

Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Bupati ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Kepala Dinas.

Pasal 16

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bima.

Ditetapkan di : Bima

pada tanggal : 20 Februari 2014


(6)

BUPATI BIMA, ttd

H. SYAFRUDIN H. M. Nur

Plt. SEKRETARIS DAERAH, ttd

Drs. H. ABDUL WAHAB Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19571222 198611 1 001

BERITA DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2014 NOMOR: 237 Diundangkan di : Bima

pada tanggal : 20 Februari 2014