PP 24 TH 2000 PERUBAHAN TARIF BEA METERAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN
HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

:

Mengingat

:

Menetapkan

:

a.

bahwa dalam rangka pembangunan nasional maka peran serta segenap masyarakat perlu

ditingkatkan dalam menghimpun dana pembiayaan yang sumbernya sebagian besar dari
sektor perpajakan;
b.
besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan
Bea Masuk Meterai yang berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
sosial ekonomi masyarakat;
c.
bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur kembali
mengenai besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang
dikenakan Bea Meterai;
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun
1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313);
MEMUTUSKAN :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN TARIF BEA
METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN
BEA METERAI.
Pasal 1

Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985
tentang Bea Meterai adalah dokumen yang berbentuk :
a.
surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai
alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b.
akta-akta Notaris termasuk salinannya;
c.
akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkaprangkapnya;
d.
surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
1) yang menyebutkan penerimaan uang;
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; atau
4) yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan;
e.
surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
f.
dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengendalian, yaitu :

1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.
Pasal 2
(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f
dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah).
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d dan huruf e :
a. yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah), tidak dikenakan Bea Meterai;
b. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai
dengan tarif sebesar Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah);
c. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah).
Pasal 3
Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah)
tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
(1)

Pasal 4

Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai
dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp.
3.000,00 (tiga ribu rupiah), sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 6.000,00
(enam ribu rupiah).
1

(2)

Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat
kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah)
sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah).
Pasal 5
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.

Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 2000
Pj. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BONDAN GUNAWAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 51

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN
HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI
UMUM
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjunjung tinggi hak dan kewajiban yang sama kepada semua Warga Negara untuk berperan serta dalam
pembangunan.
Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan untuk meningkatkan keikutsertaan segenap warga
masyarakat untuk berperan serta menghimpun dana pembangunan, maka salah satu cara dalam mewujudkannya
adalah memenuhi kewajiban pembayaran Bea Meterai atas dokumen-dokumen tertentu yang digunakan.
Besarnya tarif Bea Meterai yang berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sosial ekonomi
masyarakat sehingga perlu dilakukan penyesuaian yang wajar. Sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan
besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan
setinggi-tingginya 6 (enam) kali.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu diatur kembali mengenai besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas
pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

Huruf a
Pihak-pihak yang memegang suarat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, dibebani kewajiban untuk
membayar Bea Meterai atas suarat perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya.
Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, dan surat
pernyataan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d dan huruf e
Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut huruf d dan huruf e ini juga meliputi jumlah uang ataupun
harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing.
Untuk menentukan nilai rupiahnya, maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan dengan nilai
tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen itu dibuat, sehingga
dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai.
Huruf f
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak kena Bea
Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka lebih dahulu
2


harus dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka 1)
Surat-surat yang dimaksud huruf f angka 1 ini tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian, misalnya
seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah barang. Surat
semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian dipakai sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.
Surat-surat kerumahtanggaan, misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila
kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar
harga ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka 2)
Surat-surat yang dimaksud dalam huruf f angka 2 ini adalah surat-surat yang karena tujuannya tidak
dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah maka surat yang demikian itu
dikenakan Bea Meterai.
Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan intern organisasi tidak
dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus dilakukan
pemeteraian kemudian terlebih dahulu.
Pasal 2
Ayat (1)

Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) yang dikenakan Bea Meterai dengan tarif
Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah).
Ayat (2)
Huruf a
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a yang tidak dikenakan Bea Meterai
adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea
Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 500,00 (lima ratus rupiah). Kemudian
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai tidak
dikenakan Bea Meterai;
Huruf b
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b yang dikenakan Bea Meterai
dengan tarif Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah dokumen yang semula berdasarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif
sebesar Rp. 500,00 (lima ratus rupiah). Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 1.000,00
(seribu rupiah);
Huruf c

Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c yang dikenakan Bea Meterai
dengan tarif Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah dokumen yang semula berdasarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif
sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah), kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995
tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 2.000,00 (dua
ribu rupiah).
Pasal 3
Dalam Pasal ini ditetapkan penggunaan Bea Meterai dengan tarif tunggal atas Cek dan Bilyet Giro sebesar
Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah).
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan otomatis kliring, maka pengenaan tarif Bea Meterai sebesar Rp.
3.000,00 (tiga ribu rupiah) tersebut dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal dari Cek dan Bilyet Giro.
Oleh karena itu dalam penyelenggaraan kliring, Bank cukup menyediakan 1 (satu) macam bentuk buku Cek dan
1 (satu) macam bentuk buku Bilyet Giro.
Semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro
dikenakan Bea Meterai sebesar Rp. 500,00 (lima ratus rupiah) dan Rp. 1.000,00 (seribu rupiah), dengan
memperhatikan besarnya harga nominal. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989 tentang
Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai atas Cek
dan Bilyet Giro, diubah menjadi Rp. 500,00 (lima ratus rupiah), dengan tidak memperhatikan besarnya harga
nominal. Terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai,
diubah menjadi Rp. 1.000,00 (seribu rupiah), dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal.

Pasal 4
Ayat (1)
Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dikenakan
Bea Meterai berdasarkan harga nominal per lembar.
Ayat (2)
Sekumpulan efek dengan nama dan bentuk apapun sebagaimana dimaksud dalam surat kolektif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dikenakan Bea Meterai berdasarkan jumlah harga nominal
dari sekumpulan efek tersebut.

3

Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Pelaksanaan teknis yang diatur oleh Menteri Keuangan antara lain bentuk, ukuran, dan warna benda meterai, tata
cara pelunasan Bea Meterai, pengadaan dan pengelolaan Benda Meterai.
Pasal 7
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 3950

4