PENDAMPINGAN PROBLEM STATUS GIZI BALITA DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) DAN GIZI KURANG PADA BALITA KOMUNITAS KAMPUNG KUMUH MELALUI SEKOLAH BALITA DI KELURAHAN BULAK BANTENG, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA.

(1)

PENDAMPINGAN PROBLEM STATUS GIZI BALITA DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) DAN GIZI KURANG PADA BALITA KOMUNITAS KAMPUNG KUMUH MELALUI SEKOLAH BALITA DI KELURAHAN

BULAK BANTENG, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh : Anif Muchlashin

B52212028

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ix ABSTRAK

Anif Muchlashin, NIM B52212028. (2016) : Pendampingan Problem Status Gizi Balita di Bawah Garis Merah (BGM) dan Gizi Kurang Pada Balita Komunitas Kampung Kumuh Melalui Sekolah Balita di Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.

Skripsi ini membahas tentang pendampingan Balita yang terjangkit problem status gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan status gizi Balita yang statusnya masih ada pada ambang bawah garis merah (BGM) dan gizi kurang. Hal ini diakibatkan karena pola asuh orangtua yang belum memenuhi standar kesehatan. Pemberian makan anak, penyajian menu makan, dan kebersihan lingkungan yang kurang orangtua jaga adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya BGM dan gizi kurang pada status gizi para Balita di wilayah Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.

Dalam pendampingan ini peneliti menggunakan metode penelitian sosial

Participatory Action Research (PAR). PAR terdiri dari tiga kata yang saling

berhubungan satu sama lain. Ketiga kata tersebut adalah partisipasi, riset dan aksi. PAR sengaja dirancang untuk mengkonsep suatu perubahan dalam prosesnya. Peneliti ingin merubah paradigma orangtua dalam penanganan pola asuh anak yang benar. Dalam prosesnya peneliti bersama Ahli Gizi, Kader Poyandu serta Ibu-Ibu Balita yang terkhusus memiliki anak yang terjangkit masalah status gizi kurang membuat kelompok belajar untuk mempermudah pengorganisasian dan riset bersama. Kelompok belajar tersebut bernama Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria”.

Melalui Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria” menghasilkan peningkatan pengetahuan para Ibu-Ibu Balita dalam pola asuh anak sesuai dengan standar kesehatan yang benar. Hal ini ditandai dengan meningkatnya berat badan anak dan melalui indikator-indikator pertanyaan berbentuk angket yang peneliti buat bersama Ahli Gizi dan para Kader Posyandu. Hasilnya menunjukan bahwa adanya peningkatan pengetahuan dan beberapa dari mereka mengimplementasikan pengetahuan yang mereka dapatkan melalui Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria”.


(7)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 11

F. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A. Korelasi Kampung Kumuh, Gizi Buruk, dan Kemiskinan ... 16

1. Kampung Kumuh dan Gizi Buruk ... 16

2. Keluarga Miskin dan Gizi Buruk ... 19


(8)

xi

B. Pendekatan Pendampingan untuk Masalah Gizi Buruk .... 25

1. Sekolah Balita Untuk Pemecah Masalah Gizi ... 25

C. Islam dan Kesehatan Masyarakat ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF A. Metode Penelitian Pemberdayaan ... 33

1. Pendekatan ... 33

2. Subjek Dampingan ... 35

3. Prosedur Penelitian dan Pendampingan ... 37

4. Teknik Pengumpulan Data ... 40

5. Teknik Validasi Data ... 42

6. Teknik Analisis Data ... 44

B. Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ... 46

C. Analisa Steakholders ... 46

BAB IV GAMBARAN KEHIDUPAN DI KAMPUNG BULAK BANTENG A. Gambar Kelurahan Bulak Banteng ... 48

B. Profil Posyandu Anggrek 2 ... 51

C. Potret Balita Penyandang BGM dan Gizi Kurang di Posyandu Anggrek 2 ... 54

BAB V PROBLEM BALITA DI KOMUNITAS KAMPUNG KUMUH A. Pola Asuh yang Buruk ... 67

B. Pola Asupan Makanan yang Belum Terjadwal ... 70

C. Berada di Kawasan Kampung Kumuh ... 71

D. Belum Efektifnya Penanganan Gizi oleh Puskesmas ... 74

E. Masalah Gizi yang Berdampak pada Masa Depan ... 79

BAB VI SEKOLAH BALITA “ANAK AKTIF CERIA” : (MEDIA BELAJAR UNTUK PERUBAHAN) A. Alasan Menggagas Sekolah Balita ... 89


(9)

C. Penjangkauan Kegiatan Keluarga Sehari-Hari ... 117

BAB VII MEMBANGUN PERUBAHAN PERILAKU POLA ASUH

ORANG TUA PADA ANAK

A. Merubah Perilaku Pola Asuh Orang Tua Terhadap

Anak ... 123 B. Merubah Pola Menu dan Jadwal Makan Pada Anak ... 130 C. Merubah Paradigma dalam Keluarga ... 134

BAB VIII MEMPERSIAPKAN GENERASI MASA DEPAN (Sebuah Catatan Refleksi)

A. Penanganan Balita di Bawah Garis Merah (BGM) dan Gizi Kurang Melalui Sekolah Balita ... 141 B. Menciptakan Generasi Islam yang Kuat ... 146

BAB IX PENUTUP

A. Kesimpulan ... 148 B. Rekomendasi ... 151

DAFTAR PUSTAKA ... 152 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Anak BGM Tiap Posyandu Bulan

Desember 2015 ... 4

Tabel 2.1 Indikator Kampung Kumuh Menurut P2KP ... 18

Tabel 3.1 Data Anak yang Terkena BGM (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI) di Posyandu Anggrek 2 Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran ... 36

Tabel 3.2 Data Selesksi Dari 20 Anak yang Terkena Gizi Kurang (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI) ... 36

Tabel 3.3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ... 46

Tabel 3.4 Analisa Steakholders ... 47

Tabel 4.1 Kependudukan Kelurahan Bulak Banteng ... 49

Tabel 4.2 Sejarah Perkembangan Posyandu Anggrek 2 ... 52

Tabel 5.1 Kalender Harian (Keluarga Bapak Nasir) ... 69

Tabel 5.2 Jadwal Pemberian Makanan dan Menu Makan ... 70

Tabel 5.3 Indikator Kampung Kumuh Menurut P2KP ... 71

Tabel 5.4 Diagram Venn Pertolongan Pertama Pada Anak Ketika Sakit ... 75

Tabel 5.5 Data Ringkas Hasil Olahan Potret Balita Penyandang BGM dan Gizi Kurang ... 80

Tabel 6.1 Jadwal Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria” ... 93

Tabel 7.1 Tabel Partisipasi dan Perkembangan ... 124

Tabel 7.2 Perubahan Berat Badan ... 132

Tabel 7.3 Indikator Perubahan Paradigma Keluarga dalam Pola Asuh ... 134


(11)

DAFTAR BAGAN


(12)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Kelurahan Bulak Banteng ... 47

Gambar 4.2 Suasana pembagian snack setelah penyuluhan ... 53

Gambar 4.3 Peta Persebaran Rumah Balita Penyandang BGM dan Gizi Kurang ... 54

Gambar 4.4 Irmatul Hasanah ... 55

Gambar 4.5 Syifaul Hasanah ... 56

Gambar 4.6 Fatin Sidqia ... 57

Gambar 4.7 Alfinto Taufiqi ... 58

Gambar 4.8 Ramdan Habibi dan Ibu Musrifah ... 59

Gambar 4.9 Fahria dan Ibu Musti’ah ... 59

Gambar 4.10 Saiful Maslul ... 60

Gambar 4.11 Bisma Aditya ... 61

Gambar 4.12 Deva Afsyin M ... 62

Gambar 4.13 Dewi Sulistya ... 63

Gambar 4.14 Saiful Bahri ... 64

Gambar 4.15 Sakti Mandraguna ... 64

Gambar 4.16 Arya ... 65

Gambar 4.17 Farhan dan Ibu Suci ... 66


(13)

Gambar 5.2 Anak-anak sedang makan pentol dan chiky ... 70

Gambar 5.3 Masriki sedang dibantu Ibunya untuk berinteraksi dengan Peneliti ... 83

Gambar 5.4 Putri ... 85

Gambar 5.5 Roni dan (Adiknya) Alfinto ... 87

Gambar 5.6 Syifa Najwa Aulia ... 88

Gambar 6.1 Suasana praktek masak sayur bayam ... 97

Gambar 6.2 Ramdan dan Ibu Musrifah sedang meracik tomat ... 100

Gambar 6.3 Alfinto memilih jajan Chiky Tic-Tac pada saat praktek Jajanan Sehat ... 104

Gambar 6.4 Ibu Mumit sebagai kader mempraktekan cuci tangan yang benar ... 106

Gambar 6.5 Bahan-bahan pembuatan Tofu ... 109

Gambar 6.6 Ibu Khoirun Nisa dan Ibu Maisah sedang praktek Tempe Krispy ... 112

Gambar 6.7 Nasi kuning sebagai rasa syukur dan megengan untuk menyambut bulan suci Ramadhan ... 113

Gambar 6.8 Ibu Sari dan Ibu Isti’ah di grup 2 antusias memilah makanan Padat gizi dengan makanan Junk Food ... 115

Gambar 6.9 Anak-anak yang mencicipi supplement makanan berupa Vit. C ... 116


(14)

xvii

Gambar 6.10 Ibu Sumanten sedang mempraktekan cara cuci tangan yang Benar ... 118 Gambar 6.11 Sabun cuci pakaian yang digunakan untuk mencuci

Piring ... 119 Gambar 6.12 Kondisi WC yang sangat kotor ... 120 Gambar 6.13 Ventilasi yang selalu tertutup di rumah Dewi


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Urbanisasi di Indonesia masih tergolong tinggi. Kemewahan kehidupan perkotaan yang gemerlap menjadikan masyarakat desa bermimpi untuk dapat meraihnya. Mereka datang dengan membawa sejuta persepsi dan harapan untuk memperoleh pendapatan yang tinggi serta kualitas hidup yang lebih layak dari pada daerah asal. Seiring perpindahan penduduk dari desa ke kota akan menambah jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dan aktivitas sosial budaya serta ekonomi masyarakat berbanding lurus dengan volume sampah yang dihasilkan.1 Sehingga lingkungan kota menjadi semakin padat dan kumuh.

Hal tersebut dapat dilihat di Kelurahan Bulak Banteng. Berdasarkan data dari laporan rekap kependudukan Kelurahan Bulak Banteng per bulan Pebruari 2016, total penduduk sebanyak 25.691 jiwa.2 Mayoritas penduduknya adalah migrasi yang berasal dari Madura, baik yang sudah memiliki KTP Surabaya ataupun belum. Kelurahan Bulak Banteng merupakan salah satu wilayah yang banyak dipilih oleh kaum urban sebagai tempat tujuan urbanisasi terutama oleh masyarakat Madura.3 Sehingga kampung ini disebut dengan

1

Nizwardi Azkha, “Pemanfaatan Komposter Berskala Rumah Tangga”,dalam JurnalKesehatan Masyarakat, September 2007, I (2). Hal. 97.

2


(16)

2

Kampung M atau Kampung Madura. Keutamaan lokasi yang cukup strategis dan fasilitas rumah sewa juga tersedia. Hal ini sebagai daya tarik tersendiri untuk mendorong mereka melakukan urbanisasi ke Bulak Banteng.4

Kehidupan di tanah rantau tidak dibekali dengan kemampuan dan keahlian yang mencukupi. Dilihat dari segi pendidikan, rata-rata pendidikan mereka rendah. Ada yang hanya lulusan SD, bahkan tidak sekolah.5 Keadaan ini berpengaruh pada pekerjaan mereka. Basis pekerjaan mereka sebagai pekerja buruh pabrik, kuli bangunan ataupun tukang rombeng. Hal ini berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Lamino dan Deli sebagai contoh kaum urban dari Bangkalan Madura yang bekerja sebagai kuli bangunan dan tukang rombeng. Istri mereka hanya menjadi Ibu rumah tangga. Pendapatan seluruhnya hanya bersumber dari Ayahnya. Rata-rata pendapatan tiap bulan Lamino adalah Rp.1.600.000,- sedangkan Deli pendapatan rata-rata tiap bulan sebesar Rp. 1.400.000,- untuk menghidupi 4-5 anggota keluarga yang sudah barang tentu hanya sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka. Kualitas rumah sewa juga berpengaruh dari pendapatan mereka para orang tua. Mereka hidup sekeluarga berjumlah 4-5 orang dengan ukuran rumah sewa yang tidak lebih dari 3,5 m x 1,5 m6. Kondisi rumah berhimpitan dan jauh dari standar rumah bersih dan sehat. Kondisi yang demikian ini dialami juga oleh mayoritas kaum urban lainnya.

4

Wawancara dengan Siti Mukimah (42 Tahun) warga asli Bangkalan Madura pada tanggal 17 Maret 2016 di rumah Siti Mukimah

5 Wawancara dengan Mas’ud (48 Tahun)

selaku Kepala Desa pada tanggal 11 Maret 2016 di Balai Kelurahan Bulak Banteng

6

Wawancara dengan Samidin (43 Tahun) dan Buharan (46 Tahun) warga Bulak Banteng yang berasal dari Bangkalan Madura di depan rumah sewa


(17)

3

Keadaan pengetahuan pendidikan keluarga yang tergolong sangat kurang, serta ekonomi yang masih hanya sebatas cukup berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak-anak mereka. Mereka tidak memperhatikan keadaan gizi seimbang pada menu makan keseharian anak-anaknya.7 Salah satu penyebab masalah kekurangan gizi dipengaruhi oleh pola asuh orang tua yang sangat buruk, terkhusus masalah pemberian asi exlusif, ketrampilan dalam memberi makan anak serta kebersihan anak yang kurang mereka jaga, sehingga hasil akhirnya kekurangan gizi menjangkit anak-anak mereka.8 Terlebih anak-anak mereka senang mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat dibandingkan makan-makanan yang bergizi. Faktor lingkungan juga sangat menentukan status gizi anak-anak mereka.9 Kelurahan Bulak Banteng adalah Kelurahan yang terkenal dengan sebutan kampung kumuh.10

Hasil wawancara dengan Intan (28 Tahun) sebagai ahli bidang gizi yang bertugas di Pukesmas Kelurahan Bulak Banteng, menyatakan bahwa selama ini sudah banyak program yang digalakan oleh pihak Puskesmas, seperti penyuluhan, monitoring, pemberian susu formula 1 atau pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, dan juga ada program yang digalakan oleh pihak kelurahan sendiri bernama Pos Gizi BGM (Balita Garis Merah). Kegiatan-kegiatan program ini diadakan setiap satu bulan sekali di Puskesmas. Akan tetapi program-program itu belum berpengaruh secara signifikan dalam

7

Merryana Andriani dan Bambang Wiratjatmadi, Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan, (Jakarta: Kencana, 2012), Hal. 218.

8

Ari Istiany dan Rusilanti, Gizi Terapan, (Bandung : PT Remaja Rosydakarya, 2014), Hal. 131-134.

9


(18)

4

pemecahan masalah status gizi pada Balita di Kelurahan Bulak Banteng.11 Tercatat pada bulan Desember tahun 2015 masih ada 92 anak yang mengalami statusnya masuk dalam BGM, satu diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 203 anak yang mengalami gizi kurang dari seluruh total Balita sebanyak 3.060 yang ada di Kelurahan Bulak Banteng.12 Data persebaran Balita BGM selengkapnya dipaparkan melalui tabel berikut :

Tabel 1.1

Jumlah Anak BGM Tiap Posyandu Bulan Desember 2015

No Nama Posyandu Alamat Posyandu RW Jumlah BGM

1 Sehat Ceria BBL BHINEKA 3/36 8 1

2 Tulip 2 DBB PATRIOT VI/19 1 2

3 Matahari BB LOR 1/269 8 2

4 Gading 2 BBL BHINEKA X/10 2 3

5 Mawar BB LOR 4 BALAI RT 4 3 1

6 Dahlia BANDAREJO 3 3

7 Flamboyan DBB TIMUR LEBAR 14 BALAI 4 3

8 Kenanga 1 DBB SUROPATI 3 BALAI RW

VII

7 1

9 Tulip 5 DBB PATRIOT III/33 1 3

10 Kenanga 2 DBB 2/54 7 1

11 Tulip 4 DBB PANDU 1/21 1 3

12 Kemuning 1 RUMDIS TNI AL BALAI RW V 5 4

13 Kemuning 2 RUMDIS TNI AL BALAI RW V 5 3

14 Teratai 1 RUMDIS TNI AL WONOSARI 2 3

11

Wawancara dengan Intan (28 Tahun) Ahli Gizi di Puskesmas Bulak Banteng pada 11Desember 2015 di Puskesmas Bulak Banteng

12

Wawancara dengan Intan (28 Tahun) Ahli Gizi di Puskesmas Bulak Banteng pada 11 Desember 2015 di Puskesmas Bulak Banteng dan Data Monografi Bulak Banteng 2016 Semester 1


(19)

5

15 Teratai 2 RUMDIS TNI AL WONOSARI

C46

2 3

16 Kenanga 5 DBB SUROPATI 8 7 3

17 Kenanga 4 DBB PERINTIS UTAMA 2/39 7 5

18 Gading 1 BBL BHINEKA RAYA BALAI

RW

2 3

19 Tulip 3 DBB SEKOLAHAN III/28 A 1 6

20 Anggrek 1 BB LOR 1/112 8 2

21 Tulip 1 DBB II RAYA NO. 22 1 4

22 Melati 2 DBB SEKOLAHAN XA 6 3

23 Kenanga 6 DBB SUROPATI IV 7 3

24 Anggrek 2 BB LOR 1/137 8 13

25 Melati 1 DBB SEKOLAHAN 7 2

26 Melati 3 DBB II A/18 7 6

27 Kenanga 3 DBB SUROPATI VA/30 7 6

Jumlah 92

Sumber : Data Rekap Puskesmas Bulak Banteng Bulan Desember 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah anak yang terjangkit BGM paling banyak berada di Posyandu Anggrek 2. Kasus BGM ini disebabkan oleh dua faktor, faktor yang pertama adalah faktor gen dan faktor yang kedua adalah faktor pola asuh. Faktor gen yaitu penyakit bawaan yang sudah ada sejak dari kandungan Ibu. Hal ini dikarenakan Ibu Hamil kurang memperhatikan kandungannya. Kemudian faktor pola asuh dari orangtua yang kurang tepat. Faktor pola asuh meliputi pemberian kualitas makanan yang kurang bergizi, kebersihan dan intensitas pemberian makanan yang kurang diperhatikan.13


(20)

6

Pemerintah Kota Surabaya sendiri tidak dapat melarang secara serta merta kaum urban hidup di Surabaya. Hak asasi manusia telah melindunginya meskipun mereka juga seharusnya mematuhi peraturan perundang-udangan yang berlaku serta menghormati nilai-nilai yang diterapkan di Kota Surabaya. Hasil wawancara dengan Intan (28 Tahun) sebagai Ahli gizi di Puskesmas Bulak Banteng dan juga Alvi Syahrina (23 Tahun) sebagai Pendamping gizi di Kelurahan Bulak Banteng, menyatakan bahwa seluruh pihak harus turut serta secara aktif mengurus mereka untuk mengentaskan masalah pada mereka, terutama masalah kekurangan gizi. Masalah ini tidak hanya dibebankan kepada pihak Puskesmas saja, namun seluruh pihak juga harus turun tangan membantu memecahkan masalah Balita di bidang kekurangan gizi.14

Dinas kesehatan Kota Surabaya juga memprioritaskan untuk pengentasan masalah kekurangan gizi pada Balita yang terjadi di Surabaya, termasuk wilayah Kelurahan Bulak Banteng. Adanya kerjasama dengan Akademi Gizi Surabaya untuk melakukan pendampingan pada keluarga Balita yang memiliki masalah gizi selama 9 bulan. Alvi Syahrina (23 Tahun) salah satu petugas yang dibebankan sebagai Pendamping gizi di Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran. Alvi bertugas untuk mendampingi Balita setiap minggu sekali. Namun pada kondisi real di lapangan, Alvi tidak intens mendampingi setiap Balita karena keterbatasan tenaga dan waktu, sehingga Alvi tidak mampu mendampingi seluruh Balita yang terjangkit BGM ataupun

14

Wawancara dengan Alvi Syahrina (23 Tahun) Pendamping Gizi Kelurahan Bulak Banteng pada 02 Maret 2016 di Puskesmas Bulak Banteng


(21)

7

gizi kurang. Setiap kelurahan seharusnya didampingi oleh satu tenaga pendamping ahli gizi, namun nyatanya hanya ada satu pendamping gizi yang mendampingi beberapa Kelurahan. Sehingga dalam waktu satu minggu Alvi harus membagi tugasnya untuk mendampingi Balita di 3 kelurahan yang berfokus pada pengentasan anak yang terkena BGM.15

Paparan di atas memberikan gambaran tentang kompleksnya faktor masalah gizi yang terjadi di Kelurahan Bulak Banteng. Asupan gizi yang masuk pada perut Balita sangat berpengaruh pada perkembangan Balita. Ada istilah 1000 HPK atau 1000 hari pertama kehidupan. 1000 HPK sangatlah penting menentukan pertumbuhan Balita. Fase ini juga disebut sebagai golden

period atau masa keemasan.16 Seperti yang ditambahkan oleh Alvi Syahrina,

dimana anak sejak dalam masa kandungan sampai anak terlahir berumur 2 tahun akan sangat berpengaruh pada kondisi anak sampai tumbuh dewasa. Jika anak mengalami kekurangan gizi dan tidak segera ditangani maka anak akan mengalami keterlambatan pertumbuhan di dalam perkembangan otaknya dan juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak di masa yang akan datang.17 Sehingga masalah kekurangan gizi ini sangat penting untuk segera ditangani, demi generasi anak kedepannya. Tentu tidaklah cukup hanya dibantu dengan imunisasi, pemberian PMT serta pemberian vitamin lainnya di dalam kegiatan Posyandu. Peran orang tua sangat dibutuhkan pada kasus ini. Para orang tua harus paham tentang standar gizi anak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

15

Wawancara dengan Alvi Syahrina (23 Tahun) pada tanggal 2 Mei 2016 di Puskesmas Bulak Banteng

16


(22)

8

gizi anak sehari-hari, begitu juga kebersihan lingkungan yang harus mereka jaga.

Faktor ekonomi bukanlah satu-satunya faktor masalah yang menyebabkan terjadinya BGM dan gizi kurang. Dibutuhkan sebuah terobosan baru berupa program pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan Ibu Balita, agar para Ibu Balita dapat memenuhi gizi seimbang untuk mencukupi kebutuhan gizi anak-anak mereka. Para anak harus mendapat pembelaan, karena pada fase ini gizi mereka harus dipenuhi dengan makanan padat gizi yang mungkin berbeda dengan kebutuhan para orang tua yang sudah tidak membutuhkan gizi lebih. Namun makanan padat gizi tersebut juga harus disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada pada masyarakat sekitar. Dari paparan data diatas, peneliti tertarik untuk melakukan pendampingan sebagai

file project untuk penanganan masalah gizi melalui Sekolah Balita di

Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.

Problem yang menimpa Balita di Kelurahan Bulak Banteng ini juga memantik pikiran peneliti bahwa ajaran Islam tidak menghendaki kelemahan generasi masa depan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:














(23)

9

Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

[Q.S. An Nisa : 9].18

Ayat di atas menganjurkan agar setiap orang menyiapkan generasi yang kuat baik secara fisik, psikis dan rohani. Fisik berarti menyiapkan tumbuh kembang anak yang sehat dengan asupan makanan yang baik, bergizi dan halal. Psikis berarti anak dilatih untuk tumbuh dengan mental yang berani agar dapat hidup secara mandiri. Serta rohani yang dimaksud adalah anak di didik secara agama agar dia mengenal kepada Tuhan-nya dan beribadah hanya kepada Tuhan-nya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak Balita di komunitas kampung kumuh, Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya?

2. Bagaimana pola pemecahan masalah kekurangan gizi di wilayah komunitas kampung kumuh, Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya?

3. Bagaimana tingkat keberhasilan sekolah Balita sebagai media penyelamatan masalah gizi di Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya?


(24)

10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tumbuh kembang anak di komunitas kampung kumuh Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya.

2. Untuk menganalisis dan menerapkan pola pemecahan masalah kekurangan gizi di wilayah komunitas kampung kumuh Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya.

3. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan sekolah Balita sebagai media penyelamatan masalah kekurangan gizi di wilayah Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penulisan di atas maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan yang berkaitan dengan program studi Pengembangan Masyarakat Islam,

b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi program studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.


(25)

11

2. Secara Praktis

a. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan awal informasi penelitian sejenis,

b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai sekolah balita transformatif sebagai pemecah masalah kekurangan gizi pada Balita wilayah komunitas Kampung kumuh.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Sebagai bahan pembelajaran dalam pemberdayaan serta sebagai bahan acuan dalam penulisan tentang gizi, maka disajikan penelitian terdahulu yang relefan. Penelitian terdahulu yang relefan sebagai berikut :

No Judul Fokus Tujuan Metode Hasil

1. Jurnal: “Desain Model

Pengembangan Diklat Gizi yang Efektif untuk Masyarakat Marginal” oleh Atiek Zahrulianingdyah, Universitas Negeri Semarang. Pendidikan dan Pelatihan Gizi Berbasis Masyarakat Menurunk an Angka Anemia Gizi Besi pada Ibu-Ibu Hamil Kualitatif Deskriptif Dibutuhkan pemecahan

masalah berbasis

kearifan lokal

untuk

menuntaskan masalah gizi di masyarakat. Penelitian yang telah diuraikan diatas merupakan penelitian murni yakni penelitian kualitatif deskriptif. Dengan metode top down. Penekanannya cenderung kepada diklat atau penyuluhan dalam sehari bahkan beberapa jam saja. Hal ini tentu sangat berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan, dimana Sekolah Balita yang dibuat bottom up, para anggota Sekolah Balita bukan hanya sebagai penonton tetapi terlibat aktif, demi terciptanya perubahan sosial dari mereka sendiri dengan metode Participation Action Research atau PAR.


(26)

12

F. Sistematika Pembahasan

Adapun susunan atau sistematika dalam skripsi yang mengangkat tema tentang Sekolah Balita ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada BAB ini peneliti mengupas tentang analisis awal mengapa mengangkat tema penelitian ini, fakta dan realita secara induktif di latar belakang, didukung dengan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta juga sistematika pembahasan untuk membantu mempermudah pembaca dalam memahami secara ringkas penjelasan mengenai isi BAB per BAB.

BAB II : KAJIAN TEORI

Pada BAB ini peneliti membahas tentang teori-teori yang relevan dengan tema penelitian yang diangkat. Diantaranya faktor yang mempengaruhi status gizi seperti kampung kumuh dan kemiskinan. Dampak dari kekurangan gizi. Penanganan untuk mendampingi masalah status gizi melalui ideologi pendidikan alternative yang disajikan oleh Iva Sasmita, sesuai dengan Sekolah Balita yang di gagas. Serta juga kaitannya dengan Islam dan kesehatan masayarakat.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF

Pada BAB ini peneliti sajikan untuk mengurai paradigma penelitian sosial yang bukan hanya menyingkap masalah sosial secara kritis dan mendalam, akan tetapi aksi berdasarkan masalah yang terjadi secara


(27)

13

real di lapangan bersama-sama masyarakat secara partisipatoris. Membangun masyarakat dari kemampuan dan kearifan lokal, yang tujuan akhirnya adalah transformasi sosial tanpa ketergantungan pihak-pihak lain.

BAB IV: GAMBARAN KEHIDUPAN DI KAMPUNG BULAK BANTENG

Peneliti memberikan gambaran umum realitas yang terjadi di dalam obyek penelitian pada BAB ini. Fungsi ini sangat mendukung tema yang diangkat, terutama masalah kesehatan lingkungan yang cenderung kumuh, serta didukung dengan profil Posyandu Anggrek 2, profil anggota Sekolah Balita, termasuk di dalamnya adalah pendidikan keluarga, keadaan ekonomi, dan rumah yang mereka huni.

BAB V : PROBLEM BALITA DI KOMUNITAS KAMPUNG KUMUH Peneliti menyajikan tentang relita dan fakta yang terjadi lebih mendalam, sebagai lanjutan dari latar belakang yang disajikan dalam BAB I, diantara lain tentang pola asuh yang buruk, kebersihan rumah yang kurang dijaga dengan baik, masalah gizi yang berdampak pada masa depan, pengetahuan ibu yang sempit seputar gizi. Hal ini sebagai analisis problem yang akan berpengaruh pada aksi yang akan dilakukan.


(28)

14

BAB VI : SEKOLAH BALITA “ANAK AKTIF CERIA”:

(MEDIA BELAJAR UNTUK PERUBAHAN)

Dalam BAB ini peneliti menjawab masalah berdasarkan analisis inti masalah yang telah disajikan dalam BAB IV. Ada beberapa sub bahasan, diantaranya adalah pendidikan alternatif Sekolah Balita, penjangkauan kegiatan anak sehari-hari, analisis kesalahan orang tua dalam pengasuhan anak, dan advokasi ke Puskesmas Kelurahan Bulak Banteng. Sebagian dari aksi nyata yang sudah terencana dalam tahapan metode penelitian sosial Participatory Action Research (PAR).

BAB VII : MEMBANGUN PERUBAHAN PERILAKU POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK

Pada BAB ini Peneliti sajikan bagaimana akhir dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, menjawab keberhasilan atas aksi mendirikan Sekolah Balita selama 16 kali pertemuan. Pada BAB ini juga peneliti memberikan analisis kesimpulan melalui tabel untuk memudahkan pembaca dalam memahami keberhasilan Sekolah Balita. Beberapa tabel diantaranya tabel perubahan pola asuh, perubahan pola makan dan merubah paradigma keluarga melalui Sekolah Balita.

BAB VIII : MEMPERSIAPKAN GENERASI MASA DEPAN

Peneliti dalam BAB ini membuat sebuah catatan refleksi atas penelitian dan pendampingan dari awal sampai akhir. Dimulai dari pentingnya pengetahuan atau ilmu. Pentingnya ilmu pemberdayaan


(29)

15

masyarakat pada konteks sekarang ini. Pentingya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan masyarakat. Serta juga diceritakan bagaimana beberapa catatan peneliti pada saat penelitian mendampingi Sekolah Balita selama 2 bulan sebagai bagian dari aksi nyata melalui metode penelitian partisipatif.

BAB IX : PENUTUP

Pada BAB yang terakhir ini peneliti membuat kesimpulan yang bertujuan untuk menjawab dari rumusan masalah, dari tumbuh kembang anak yang terjadi di komunitas Kampung kumuh. Pola alternative pemecahan masalah melalui Sekolah Balita, dan juga keberhasilan dari Sekolah Balita secara ringkas. Peneliti juga membuat saran-saran kepada beberapa pihak yang semoga nantinya peneliti berharap dapat dipergunakan sebagai acuan untuk dapat diterapkan demi generasi anak yang lebih baik kedepannya.


(30)

16

BAB II KAJIAN TEORI

A. Korelasi Kawasan Kumuh, Gizi Buruk, dan Kemiskinan 1. Kawasan Kumuh, Gizi Buruk dan Gizi Kurang

Sebelum membahas lebih jauh korelasi antara kawasan kumuh dengan gizi buruk dan malnutrisi, akan dibahas mengenai definisi kawasan kumuh, gizi buruk, dan malnutrisi di bawah ini:

a. Kawasan Kumuh

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah atau kondisi hunian masyarakat dikawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.19

b. Gizi Buruk

Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi, merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari, terjadi dalam waktu yang cukup lama.20

19

Aisyah Nur Hadriyanti, “Pemukiman Kumuh, Sebuah Kegagalan Pemenuhan Aspek Pemukiman Islami”, dalam Jurnal Teknik Arsitektur Vol. 1, No. 3, Tahun 2011. Hal. 147.

20

Adisasmito, Sistem Kesehatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), Hal. 20.


(31)

17

c. Gizi Kurang

Gizi kurang adalah asupan zat gizi kurang dari kebutuhan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan energi tubuh, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak serta menurunkan intelektual akibatnya berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan.21

Berbagai studi telah mengidentifikasi adanya pengaruh antara kawasan kumuh dengan status gizi Balita. Penelitian yang dilakukan oleh Aryono Hendarto dan Dahlan Ali Musa membuktikan bahwa kawasan kumuh dan padat penduduk berpengaruh pada kekerapan sakit serta status gizi Balita. Beberapa penyakit yang ditemukan di komunitas padat penduduk dan kawasan kumuh adalah demam, infeksi saluran napas akut (ISPA), infeksi kulit, panas, batuk kronik berulang, campak, gastroenteritis akut (diare).22 Penyakit yang dihasilkan karena faktor kampung kumuh akan mengakibatkan nafsu makan anak menurun sehingga kondisi ini sangat rentan terhadap status gizi Balita. Adapun indikator kampung kumuh untuk mudah mengklasifikasikan kampung kumuh akan disajikan dalam tabel di bawah ini:

21

Adrivasti Fiasro dan Edison dkk.“Implementasi Penanggulangan Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman”. dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat,

September 2013- Maret 2014, Vol. 8, No. 1. Hal. 22.

22

Aryono Hendarto, Dahlan Ali Musa. “Hubungan Status Gizi dan Kekerapan Sakit Balita Penghuni Rumah Susun Kemayoran Jakarta-Pusat”dalam Jurnal Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002. Hal. 88 – 97.


(32)

18

Tabel 2.1

Indikator Kampung Kumuh Menurut P2KP

Sumber : Indikator P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di

Perkotaan) Kementerian Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

No Indikator Permen PU

(Nomor : 01/PRT/M/2014 tentang standar pelayanan minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang)

Indikator Bangkim

(Panduan Quick Count Indentifikasi kumuh Bangkim)

Kriteria Indikator

1  Penataan bangunan dan lungkungan

dengan indikator presentase jumlah izin mendirikan bangunan (IMB) yang diterbitkan

 Penanganan permukiann kumuh

perkotaan dengan indikator presentase berkurangnya luasan permukimam kumuh di kawasan perkotaan 1. Kondisi Bangunan Hunian Keteraturan Bangunan Hunian Kepadatan Bangunan Jalan Kelayakan Bangunan Hunian 2. Kondisi Aksesibilitas Lingkungan Jangkauan Jaringan Jalan

Kualitas Jaringan Jalan

3. Kriteria Pengamanan Kebakaran

Ketidaktersediaan Sistem Pengamanan Secara Aktif dan Pasif Ketersediaan Pasokan Air untuk Pemadaman yang Memadai

Ketersediaan Akses untuk Mobil Pemadam Kebakaran

2 Penyediaan air minum dengan

indikator presentase penduduk yang mendapatkan akses air minum yang aman

4. Kondisi Pelayanan Air Minum/Baku

Kualitas Sumber Air Minum/Baku

Kecukupan Pelayanan Air Minum

3 Penyedia sanitasi dengan indikator a. Presentase penduduk yang terlayani

system air limbah yang memadai b. Presentase pengurangan sampah di

perkotaan

c. Presentase pengangkutan sampah d. Presentase pengoperasian tempat

pembuangan akhir (TPA)

e. Presentase penduduk yang terlayani system jaringan drainase skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 6 jam) lebih dari 2 kali setahun.

5. Kondisi Pengelolaan Air Limbah Prasarana Sanitasi Lingkungan 6. Kondisi Pengelolaan Persampahan Pengelolaan Persampahan Lingkungan 7. Kondisi Drainase Lingkungan Kejadian Genangan


(33)

19

2. Keluarga Miskin dan Gizi Buruk

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Romdiati yang dikutip oleh Yuliana dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan membuktikan bahwa adanya keterkaitan antara laju pertumbuhan ekonomi keluarga dengan daya beli untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Jika daya beli keluarga rendah maka keluarga tersebut tergolong miskin, jika miskin maka kebutuhan dasar rumah tangga tidak terpenuhi, dan jika kebutuhan dasar rumah tangga tidak terpenuhi maka akan berdampak pada kebutuhan pangan yang tidak tercukupi begitu juga keadaan gizi keluarga mereka, termasuk Balita.23 Pada dasarnya ada dua penyebab terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada masyarakat miskin. Penyebabnya adalah:24

a. Penyebab Langsung

Makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin di derita oleh Balita. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik tetapi sering diserang penyakit. Akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melepas. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.

23

Yuliana, “Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Status Gizi Balita”, dalam

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 065, Tahun Ke-13, Maret 2007. Hal. 294.

24

TIM Penyusun Rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi,Rencana Aksi Nasional Pangan dan


(34)

20

b. Penyebab Tidak Langsung

Ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan lingkungan seperti tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh keluarga, terutama orangtua maka terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semakin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dan demikian juga sebaliknya.25 Jadi keadaan keluarga sangat menentukan status gizi anak secara baik secara langsung dan tidak langsung.

25


(35)

21

3. Dampak dan Penanganan Gizi Buruk a. Dampak Gizi Buruk

Dampak yang terjadi ketika anak mengalami gizi yang buruk adalah menurunnya daya tahan tubuh. Ketika daya tahan tubuh anak lemah maka penyakit dan virus akan mudah masuk. Adapun dampak gizi buruk yang dialami oleh Balita adalah sebagai berikut: 26

1) Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak.

2) Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak. Akibat ini diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadinya kekurangan gizi itu semasa dikandung sampai umur dua tahun.

3) Kekurangan gizi berakibat menurunya daya tahan tubuh Balita sehingga mudah terserangnya berbagai macam penyakit.

b. Penanganan Gizi Buruk dan Malnutrisi

Masalah gizi yang pada beberapa waktu ini mulai sering muncul terkait dengan tidak adanya kebijakan pembangunan yang jelas tentang arah perbaikan gizi. Kebijakan yang diperlukan meliputi lima hal. Pertama, penimbangan bulanan anak Balita di Posyandu dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) yang

26


(36)

22

pertama kalinya. Kedua, pendidikan gizi dan kesehatan bagi Ibu-Ibu anak Balita tersebut. Ketiga, demonstrasi memasak makanan yang memenuhi persyaratan gizi baik atau pemberian makanan tambahan yang bergizi tinggi kepada anak Balita, terutama yang menderita gizi buruk. Keempat, mengembangkan intensifikasi pemanfaatan lahan pekarangan untuk memproduksi bahan makanan tambahan yang bergizi tinggi maupun untuk tanaman obat tradisional. Kelima, pemberian paket pertolongan gizi untuk mereka yang memerlukan, yang terdiri vitamin A dosis tinggi, tablet besi, garam oralit dan garam beryodium.27

Adapun kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi buruk adalah:28

1) Mengingat besaran dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah Indonesia dan dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk

merupakan program nasional sehingga perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah.

2) Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan komprehensif dengan mengutamakan upaya

27

Ibid. Hal. 50.

28

Departemen Kesehatan RI, Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009, (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2005), Hal. 9.


(37)

23

pencegahan dan upaya peningkatan yang didukung upaya pengobatan dan upaya pemulihan.

3) Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau kota secara terus menerus dengan koordinasi lintas instansi/sektor atau dinas dan organisasi masyarakat. 4) Penanggulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara

demokratis dan transparan melalui kemitraan di tingkat Kabupaten atau Kota antara pemerintahan daerah, dunia usaha dan masyarakat.

5) Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan

pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan

meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku/pelaksana, melakukan advokasi dan melakukan pemantauan untuk peningkatan pelayanan publik.

Adapun stategi yang dilaksanakan untuk

penanggulangan gizi buruk adalah:29

1)Pencegahan dan penaggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota di ndonesia sesuai dengan

29


(38)

24

kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah.

2)Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang Balita, mengenali dan menanggulangi secara dini Balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi posyandu.

3)Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas

4)Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (penambahan makanan) seperti kapsul vitamin A, MP-ASI dan penambahan makanan lainnya.

5)Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat

6)Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta atau dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang


(39)

25

7)Mengaktifkan kembali sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) melalui revitasisasi SKPG dan sistem kewaspadaan dini gizi buruk yang dievaluasi dengan kajian data SKDN (semua balita mendapat kartu menuju sehat, ditimbang setiap bulan dan berat badan naik, data penyakit dan data pendukung lainnya.

B. Pendekatan Pendampingan untuk Masalah Gizi Buruk 1. Sekolah Balita Untuk Pemecah Masalah Gizi

Di beberapa wilayah di Indonesia ada yang menyelenggarakan sekolah balita atau kelas balita. Daycare adalah salah satu kata pengganti untuk prasekolah. Menurut perserikatan Bangsa-Bangsa

daycare adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok. Biasanya

dilaksanakan pada saat jam kerta. Daycare merupakan upaya yang terorganisir untuk mengasuh anak-anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal ini pengertian daycare hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebagai pengganti asuhan orang tua.30 Sedangkan Prasekolah adalah program untuk anak-anak berusia tiga tahun sampai dengan lima tahun, sebelum mereka memasuki taman kanak-kanak. Sekarang merupakan hal yang umum bagi anak berusia dua atau tiga tahun untuk masuk prasekolah.

30

Patmonodewo dan DR. Soemantri. Pendidikan Anak Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta), Hal. 77-78.


(40)

26

Empat puluh satu negara bagian saat itu berintervensi untuk pendidikan prasekolah dalam bentuk prasekolah negeri ataupun bantuan. Beberapa negara bagian seperti Georgia dan New York memberikan dana untuk mendidik semua anak berusia empat tahun apabila orangtuanya menginginkan. Ini dikenal dengan prasekolah universal dan makin banyak negara bagian yang melakukan hal yang sama. Pada tahun 2003, lima puluh negara bagian menghabiskan 3,2 milliar dollar untuk pengasuhan dan pendidikan prasekolah.31

Sampai saat ini ada banyak daycare atau presekolah yang ada di Indonesia. Beberapa yayasan menyelenggarakannya. Salah satu contohnya adalah Yayasan Binus Internasional, Serpong. Sekolah ini sudah mendapatkan pengakuan berupa akreditasi dari Universitas of Cambridge. Sekolah ini menerima murid prasekolah mulai usia tiga tahun. Dalam sekolah prasekolah para anak didik mulai dilatih untuk mandiri dalam menjalani aktivitas. Baik BAB ataupun BAK, selain itu juga para anak didik dilatih untuk berlatih berkomunikasi dengan bahasa Inggris, ataupun Mandarin, tergantung kesukaan anak. Untuk dapat sekolah di prasekolah Yayasan Binus Internasional. Para orang

31

Morrison, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), (Jakarta: PT Indeks, 2012), Hal. 218.


(41)

27

tua harus membayar biaya masuk berupa uang pangkal 13 Juta, dan SPP 3,6 Juta.32

Konsepnya mengikuti Yayasan Binus Internasional dan Sekolah Balita lainnya, namun fokusnya pada peningkatan pengetahuan tentang gizi. Paradigma yang digunakan adalah pendidikan alternatif. Ada tiga alasan mengapa pendidikan alternatif terutama bagi perempuan itu penting. Pertama, karena faktor gendernya membuat faktor akses perempuan ke dalam dunia pendidikan sangatlah rendah. kedua, pendidikan alternatif penting karena kurikulum di Indonesia hingga saat ini masih bias gender. Akibatnya perempuan yang diragukan dengan gambaran-gambaran atas pandangan tersebut. Ketiga, pendidikan formal di Indonesia saat ini belum menjawab kebutuhan spesifik perempuan. Misalnya pemahaman tentang hak-hak reproduksi perempuan di tempat kerja,

trafficking, kekerasan dalam rumah tangga dan sebagianya.33

Sehingga pendidikan alternatif sangat sesuai dengan penelitian dan pendampingan pada program Sekolah Balita di Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya, yang mana para sasaran utamanya adalah kaum perempuan. Sedangkan Sekolah adalah tempat belajar dan mengajar dilaksanakan. Sedangkan Balita adalah

32

http://www.binanusantar.com/?Informasi_Seputar_Sekolah/Penerimaan_Siswa%2Fi_Baru_Tahu n_Ajaran_2016%2F2017. TIM PPDB Binus, Biaya Pendaftaran PPDB, diakses tanggal 29 Maret 2016

33

Iva Sasmita, “Pendidikan Alternatif Perempuan: Perlawanan Terhadap Mainstream Pendidikan”,


(42)

28

penggolongan anak usia di bawah lima tahun. Sekolah Balita yang dimaksudkan disini adalah sekolah untuk sasaran Balita yang bermasalah. Sasarannya bukan kepada Balita saja, tetapi orang tua Balita yang bertanggung jawab atas Balita tersebut. Sama halnya dengan pendidikan alternatif, pendidikan alternatif dimaksudkan disini adalah sebuah konsep pendidikan yang mengandung visi, misi, metode dan segala aktivitas yang mengandung nilai partisipatoris, demokratis, transparansi dan berpihak pada perempuan.34

C. Islam dan Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan konsep kesehatan yang ada paling tidak pola hidup sehat ada tiga macam. Pertama, melakukan hal-hal yang berguna untuk kesehatan. Kedua, menghindari hal-hal yang membahayakan kesehatan. Ketiga, melakukan hal-hal yang dapat ditemukan dalilnya baik secara jelas ataupun tersirat, secara khusus atau umum, secara medis maupun nonmedis (rohani).35 Hal ini dapat dilihat dari firman Alloh SWT dalam

Qur’an Surat Al A’raf ayat 31:











34

Ibid. Hal. 7.

35


(43)

29

Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di

Setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [Q.S. Al-A’raf : 31]36

Menurut penafsiran al-Sa’di, yang di kutip oleh Arif Sumantri, ayat tersebut mencakup perintah menjalani pola hidup sehat, seperti

mengkonsumsi makanan yang bermanfaat untuk tubuh, serta

meninggalkan pola makanan yang membahayakan. Makan dan minum sangat diperlukan untuk kesehatan, sedangkan berlebih-lebihan harus ditinggalkan untuk menjaga kesehatan.37

Al-Sa’di juga menganggap larangan Alloh dalam Qur’an Surat Al

-Baqarah ayat 195:

....













...



Artinya : “...janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan....” [Al Baqarah : 195]38

Hal ini merupakan prinsip umum yang dapat juga dijadikan dalil bagi kesehatan. Seorang muslim dilarang melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, termasuk didalamnya adalah mengkonsumsi atau melakukan hal-hal yang berbahaya bagi kesehatan. Tuntuan kesehatan fisik dalam agama dibangun di atas fondasi kesehatan rohani, karena ajaran agama bukanlah teori-teori kedokteran. Contoh-contoh yang

36

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Syaamil Qur’an, 2007), Hal. 154.

37

Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan,Hal. 301.

38


(44)

30

disebutkan diatas semuanya memiliki landasan moral, tak murni tuntuan medis.39Pada konteks ini juga berkaitan dengan Al Qur’an dalam surat An Nahl ayat 69 yang berbunyi :























































Artinya : “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam)

buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang

yang memikirkan.” [Q.S. An Nahl : 69].40

Dalam surat An Nahl ayat 69 disebutkan bahwa obat sudah Allah berikan melalui banyak jalan, seperti madu yang banyak manfaatnya bagi manusia. Dalam pandangan agama, kesehatan juga merupakan kemaslahatan duniawi yang harus dijaga selagi tidak bertentangan dengan kemaslahatan ukhrowi atau kemaslahatan yang lebih besar. Kesehatan, kedokteran dan semacamnya telah menyangkut kepentingan umum yang dalam pandangan Islam merupakan fadhu kifayah bagi kaum Muslimin.41

Pada dasarnya agama sangat menganjurkan kesehatan, sebab dengan keadaan sehat, para Muslim dapat melakukan lebih banyak dari pada dalam keadaan sakit. Manusia dapat, beribadah, berdakwah, dan

39

Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, Hal. 301. 40

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Hal. 274. 41


(45)

31

membangun peradaban dengan baik ketika memiliki kesehatan. Allah telah melarang untuk meninggalkan manusia yang lemah atau sakit.42 Termasuk pada masalah Anak Balita yang mengalami kekurangan gizi yang termaktub dalam Qur’an surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:



























Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” [Q.S. An Nisa : 9].43

Islam mengajarkan untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah. Lemah disini diartikan lemah pada badannya karena terjangkit gizi buruk dan gizi kurang, yang sudah barang tentu kesejahteraan mereka tidak terpenuhi. Hal yang demikian adalah dilarang oleh Allah SWT melalui

Qur’an Surat An Nisa ayat 9.

Ayat di atas juga menganjurkan agar setiap orang menyiapkan generasi yang kuat baik secara fisik, psikis dan rohani. Fisik berarti menyiapkan tumbuh kembang anak yang sehat dengan asupan makanan yang baik, bergizi dan halal. Psikis berarti anak dilatih untuk tumbuh dengan mental yang berani agar dapat hidup secara mandiri. Serta rohani

42

Ibid. Hal. 301.

43


(46)

32

yang dimaksud adalah anak di didik secara agama agar dia mengenal kepada Tuhan-nya dan beribadah hanya kepada Tuhan-nya.

Dalam Tafsir Al-Misbah yang dikarang oleh Quraish Syihab menerangkan bahwa: Dan hendaklah orang-orang yang memberi aneka nasihat kepada pemilik harta, agar membagikan hartanya kepada orang

lain sehingga anak-anaknya terbengkalai, hendaklah mereka

membayangkan sehingga mereka akan meninggalkan di belakang mereka, yakni setelah kematian mereka anak-anak yang lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak yang lemah itu. Apakah jika keadaan serupa mereka alami, mereka akan menerima nasihat-nasihat seperti yang mereka berikan itu? Tentu saja tidak! Karena itu –hendaklah

mereka takut kepada Allah, atas kesadaran anak-anak mereka di masa

depan. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Alloh dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang

benar lagi tepat. 44 demikianlah menurut pandangan M. Quraish Shihab

dalam Tafsir Al-Misbah.

44


(47)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF

A. Metode Penelitian Pemberdayaan 1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode Participatory Action

Research (PAR). PAR yaitu sebuah istilah yang memuat seperangkat

asumsi yang mendasari paradigma baru ilmu pengetahuan dan bertentangan dengan paradigma pengetahuan tradisional kuno. Asumsi-asumsi baru tersebut menggaris bawahi arti penting proses sosial dan kolektif dalam mencapai kesimpulan-kesimpulan mengenai “apa kasus

yang sedang terjadi” dan “apa implikasi perubahannya” yang

dipandang berguna oleh orang-orang yang berada pada situasi problematik, dalam mengantarkan untuk melakukan penelitian awal.45

Secarabahasa PAR terdiri dari tiga kata yaitu partisipatory atau dalam bahasa Indonesia partisipasi yang artinya peran serta, pengambilan bagian, atau keikutsertaan. Kemudian Action yang artinya gerakan atau tindakan, dan research atau riset artinya penelitian atau penyelidikan.46 PAR bisa disebut dengan berbagai sebutan, diantaranya

adalah Action Research, Leraning by doing, Action Learning, Action

45

Agus Afandi, dkk. Modul Participatory Action Research. (Surabaya : LPPM UIN Sunan Ampel, 2014), Hal. 90.

46

Pius A. Partan dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arkola, 2006), Hal. 679.


(48)

34

Sciense, Action Inquiry, Collaborative Research, Partisipatory Action Research, Partisipatory Research, Policy-oriented Action Research, Emancipatory Research, Conscientizing Research, Colliaborative

Inquiry, Participatory Action Learning, dan Dialectical Research.47

Menurut menurut Jamieson yg dikutip oleh Britha Mikkelsen

partisipasi adalah pelibatan masayarakat dalam pemilihan,

perencaanaan, dan pelaksanaan program yang akan mewarnai hidup mereka.48 Menurut Yoland Wardwort, PAR adalah istilah yang memuat

seperangkat asumsi yang mendasari paradigma baru ilmu pengetahuan dan bertentangan dengan paradigma pengetahuan tradisional atau kuno. Sedangkan menurut Hawort Hall, PAR merupakan pendekatan dalam penelitian yang mendorong peneliti dan orang-orang yang mengambil manfaat dari penelitian.49 Hal yang mendasari dilakukannya PAR

adalah kebutuhan untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan. PAR memiliki tiga kata yang selalu berhubungan satu sama lain, yaitu partisipasi, riset dan aksi. Semua riset harus diimplementasikan dalam aksi. PAR tidak mengkonseptualisasikan alur sebagai perkembangan terhadap teori sebab akibat yang bersifat prediktif.50

Seblaliknya, slogan PAR adalah masa depan diciptakan, bukan diprediksi.

47

Agus Afandi, dkk, Modul Participatory Action Research. Hal. 90.

48

Brita, Mokelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan, (Yogyakarta: Yayasan Obor, 2003), Hal. 45.

49

Agus Afandi, dkk, Modul Participatory Action Research. Hal. 93.

50


(49)

35

2. Subjek Dampingan

Sebanyak 27 posyandu yang terdapat di Bulak Banteng. Peneliti hanya memfokuskan satu posyandu untuk piloting project. Posyandu tersebut adalah Posyandu Anggrek 2 yang membawahi 2 RT yakni RT 12 dan 03 yang termasuk dalam wilayah administratif RW 08. Posyandu ini di ketuai oleh Bu Siti Mukimah. Dari total 92 anak yang terjangkit BGM, 10 diantaranya berada di Posyandu Anggrek 2 serta dari 203 anak yang terjangkit gizi kurang 20 berada di Posyandu Anggrek 2. Total semua anak yang menimbang adalah 157.

Pada kasus 10 anak yang terkena BGM dan 20 anak yang terjangkit gizi kurang, Peneliti memfokuskan untuk berorientasi pendidikan Ibu Balita untuk menggubah berat badan menurut umur (BB/U). Peneliti selama 4 bulan akan intens melihat tingkat perkembangan pengetahuan Ibu, yang akan ditunjukan pengasuhan kepada anaknya. Keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat berat badan setiap bulan. Tabel dibawah ini adalah tabel awal untuk menjadi acuan perubahan. Tabel akan disajikan sebagai berikut:


(50)

36

Tabel 3.1

Data Anak yang Terkena BGM (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI) di Posyandu Anggrek 2 Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran No Nama Gakin

/Non

Umur BB (Kg)

TB (Cm)

Nilai Z-Core Status Gizi

BB/U TB/U BB/TB BB/U TB/U BB/TB

1 Irmatul H Non 38 Bln 9,6 84 -3,354 -3,70 -1,25 S.Krg S.Pendek Normal 2 Syifaul H Non 40 Bln 10,4 88,5 -3 -2,45 -2,625 S.Krg S.Pendek Kurus 3 Fatin S Non 29 Bln 8,4 78 -3,4 -3,73 -1,571 S.Krg S.Pendek Normal 4 Alfinto T Non 50 Bln 11,1 90 -3 -3,83 -1,556 S.Krg S.Pendek Normal 5 Ramdan H Non 20 Bln 8 7,3 -3 -5,07 -0,857 S.Krg S.Pendek Normal 6 Fahria Non 24 Bln 7,6 75 -3,356 -3,21 -2,394 S.Krg S.Pendek Kurus 7 Bisma A Gakin 22 Bln 8,6 78,5 -3,2 -3,1 -1,674 S.Krg S.Pendek Normal 8 Dewi S Non 6 Bln 4,6 56 -3,332 -2,76 -1,756 S.Krg S.Pendek Normal 9 Sakti M Non 23 Bln 7,7 71 -3,11 -3,32 -0,185 S.Krg S.Pendek Kurus 10 Farhan A Non 7 Bln 6,7 67 -3,23 -3,45 -1,394 S.Krg S.Pendek Normal

Sumber : Hasil Penimbangan Posyandu Anggrek 2 Pada Bulan Maret 2016

Tabel. 3.2

Data Selesksi Dari 20 Anak yang Terkena Gizi Kurang (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI)

No Nama Gakin /Non

Umur BB (Kg)

TB (Cm)

Nilai Z-Core Status Gizi

BB/U TB/U BB/TB BB/U TB/U BB/TB

1 Saiful M Non 36 Bln 10,2 84,3 -3 -3,70 -1,25 Krg S.Pendek Normal

2 Deva A Non 6 Bln 6 60 -2,3 -2 -1 Krg Pendek Normal

3 Saiful B Non 47 Bln 11,9 96 -2 -5,15 -0,2 Krg Pendek Normal

4 Arya Non 25Bln 9,5 85 -2 -3,5 -0,3 Krg Pendek Normal


(51)

37

3. Prosedur Penelitan dan Pendampingan

Sebagai landasan dalam cara kerja PAR adalah gagasan-gagasan yang datang dari rakyat, dengan melakukan gerakan:51

1. Pemetaan Awal (Preliminary Mapping)

Pemetaan awal sebagai alat untuk memetakan anak yang terjangkit BGM dan gizi kurang dengan menggunakan peta. Peta awal juga memetakan untuk mencakup kebersihan lingkungan dan persebaran rumah anak yang terkena BGM dan gizi kurang.

2. Penetuan Agenda Riset untuk Perubahan Sosial

Bersama Ibu-Ibu Balita, peneliti mengagendakan program riset melalui teknik Partisipatory Rural Appraisal (PRA)52 untuk memahami waktu untuk menentukan waktu yang tepat untuk membangun perubahan melalui Sekolah Balita.

3. Pemetaan Partisipatif (Partisipatory Mapping)

Bersama Ibu-Ibu Balita dan TIM dari Puskesmas, Peneliti melakukan pemetaan wilayah, melihat persoalan yang dialami Ibu-Ibu Balita. Pemetaan partisipatif sebagai bagian emansipatori mencari data secara langsung bersama Ibu-Ibu Balita.53

4. Merumuskan Masalah Kemanusiaan

Komunitas Ibu-Ibu Balita akan merumuskan masalah mendasar hajat

hidup kemanusiaan yang dialaminya. Sebagaimana dalam

51

Ibid, Hal 104.

52

Ibid, Hal 105. 53


(52)

38

pendampingan ini fokus rumusan kemanusiaanya adalah mengenai anak yang terjangkit BGM dan gizi kurang yang terjadi pada Balita. 5. Menyusun Strategi Gerakan

Komunitas Ibu-Ibu Balita, TIM Ahli Gizi bersama Peneliti menyusun strategi gerakan untuk memecahkan problem kemanusiaan yang telah dirumuskan.54 Fokusnya adalah menurunkan tingginya angka BGM dan Gizi Kurang pada Balita yang ada di Kelurahan Bulak Banteng, Kelurahan Kenjeran, Kota Surabaya melalui Sekolah Balita yang akan digagas secara bersama-sama.

6. Pengorganisasian Masyarakat

Komunitas Ibu-Ibu Balita didampingi Peneliti membangun pranata-pranata social.55 Dalam hal ini adalah memaksimalkan kinerja posyandu dalam mendampingi Ibu Balita. Selain itu juga perlu membentuk sekolah informal yang siap menampung Ibu-Ibu Balita untuk menambah pengetahuan dalam melakukan pola asuh pada anaknya.

7. Melancarkan Aksi Perubahan

Dalam kaitan ini komunitas Ibu Balita diharapkan sudah mampu atau sudah terampil dalam mengurus dengan baik dan benar anak-anak

mereka sesuai kemampuannya masing-masing, tentumya

54

Ibid, Hal 106. 55


(53)

39

pengetahuan Ibu-Ibu Balita di asah kemampuannya di Sekolah Balita.

8. Membangun Pusat-Pusat Belajar Masyarakat

Sekolah Balita merupakan alternative untuk merealisasikan pusat-pusat belajar masyarakat.56 Sekolah ini dibangun atas dasar keinginan mereka, karena kurangnya pengatahuan pola asuh yang baik dari Ibu-Ibu Balita.

9. Refleksi

Peneliti bersama komunitas di damping oleh dosen pembimbing merumuskan teoritisasi perubahan sosial.57 Berdasarkan atas hasil riset, proses pembelajaran masyarakat dan program-program aksi yang sudah terlaksana, Peneliti dan komunitas Ibu Balita bersama TIM Ahli Gizi merefleksikan semua proses hasil yang diperoleh dari awal hingga akhir.

10. Meluaskan Sekala Gerakan Dukungan

Berawal dari Piloting Projek Posyandu Anggrek 2 jika berhasil maka akan diluaskan sekolah-sekolah Balita ini ke seluruh Posyandu bahkan ke Kelurahan-Kelurahan lain yang masih tinggi angka BGM dan Gizi Kurang seperti Sidotopo Wetan, Tanah Kali Kedinding, dan Tambak Wedi.

56

Ibid, Hal 107. 57


(54)

40

4. Teknik Pengumpulan Data

Sedangkan teknis pengumpulan data menggunakan teknik PRA

(Participatory Rural Apraisal) atau pemahaman pedesaan berdasarkan

peran serta secara umum melakukan pendekatan kolektif, identifikasi, dan klasifikasi masalah yang ada dalam suatu wilayah pedesaan. PRA sendiri adalah sebuah teknik untuk menyusun dan mengembangkan program oprasional dalam pembangunan tingkat desa. Metode atau teknik ini ditempuh dengan memobilisasi sumber daya manusia dan alam setempat, menstabilkan dan meningkatkan kekuatan masyarakat setempat serta mampu pula melestarikan sumber daya setempat.58

Tujuan utama dari PRA adalah untuk menjaring rencana atau program pembangunan tingkat pedesaan yang memenuhi persyaratan. Syaratnya adalah diterima oleh masyarakat setempat, secara ekonomi menguntungkan, dan berdampak positif bagi lingkungan. Secara prinsip metode atau teknik ini dapat membantu dalam menggerakan sumber daya alam dan manusia untuk memahami masalah, mempertimbangkan program yang telah sukses, menganalisis kapasitas kelembagan lokal, menilai kelembagaan modern yang telah diintodusir dan mambuat rencana program spesifik yang oprasional secara sistematis.59

Sehingga program-program yang dilaksanakan nantinya dilapangan akan tepat sasaran. Dengan cara menentukan bener-benar

58

Moehar Daniel, dkk. PRA (Participatory Rural Apraisal). (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008) Hal. 37.

59


(55)

41

apa yang akan di damping selama proses pendampingan tersebut. Sebagaimana dalam proposal ini adalah pendampingan pada anak-anak yang terjangkit BGM dan gizi kurang, maka tidak heran lagi jika pendampingannya nanti adalah kepada Ibu-Ibu Balita. Selain itu juga kepada sekolah balita yang akan digagas.

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan lapangan maka pendamping dengan masyarakat akan melakukan sebuah analisis bersama. Analisis ini digunakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi yakni tingginya angka BGM dan gizi kurang di Kelurahan Bulak Banteng. Adapun yang dilakukan nantinya adalah:60

a. Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara semi terstruktur adalah penggalian informasi berupa tanya jawab yang sistematis tentang pokok-pokok tertentu.61 Wawancawa semi terstruktur ini akan mendiskripsikan hasil dari beberapa hasil wawancara dari tokoh masyarakat atau Ibu Balita yang masih ada kaitannya dengan masalah gizi.

b. Mapping (Pemetaan)

Mapping atau pemetaan wilayah Kelurahan Bulak Banteng yang

meliputi data geografis, luas wilayah desa, luas wilayah pemukiman, luas wilayah pekarangan, pembagian RT/RW/ Dusun dan posyandu,

60

Agus Afandi, dkk, Modul Participatory Action Research.. Hal. 181. 61


(56)

42

serta juga penyebaran anak-anak yang terjangkit masalah BGM dan gizi kurang.

c. Survey Belanja Rumah Tangga

Survey belanja rumah tangga atau SRT yakni meneliti anggaran belanja rumah para keluarga.62 Berapa penghasilannya dan berapa pengeluarannya serta berapa perbandingannya antara biaya yang keluar untuk konsumsi dengan biaya kebutuhan sehari-hari lainnya.

Dari beberapa teknik yang telah dijelaskan, nantinya hasil temuan di lapangan akan diolah menjadi data kualitatif oleh peneliti yang digunakan untuk penulisan dalam skripsi. Sedangkan sebagai pembelajaran masyarakat sekaligus sebagai media untuk terjadinya

transformasi social atau perubahan pola pikir masyarakat agar lebih

baik dari sebelumnya terutama dari masalah angka masalah gizi kurang yang masih tergolong tinggi. Hal ini dapat melalui teknik penggalian data dan pengumpulan data melalui analisa PRA.

5. Teknik Validasi Data

Dalam prinsip metodologi PRA untuk meng crosh check data yang diperoleh dapat melalui triangulasi. Triangulasi adalah suatu system crosh check dalam pelaksanaan teknik PRA agar memperoleh informasi yang akurat.63

62

Ibid. Hal. 153. 63


(57)

43

a. Triangulasi Komposisi TIM

Triangulasi akan dilakukan oleh Peneliti bersama TIM Ahli Gzi dari pihak Puskesmas Bulak Banteng bersama komunitas Ibu-Ibu Balita. Triangulasi ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang valid dan tidak sepihak.64 Semua pihak akan dilibatkan untuk mendapatkan kesimpulan secara bersama.

b. Triangulasi Alat dan Teknik

Dalam pelaksanaan di lapangan selain dilakukan observasi langsung terhadap lokasi/wilayah, juga perlu dilakukan interview dan diskusi dengan Ibu-Ibu Balita melalui FGD (Focus Group Disscusion).65 Triangulasi ini dilaksanakan pada saat proses Sekolah Balita dimulai, sembari berjalannya sebuah program. Bentuknya berupa pencatatan dokumen maupun diagram.

c. Triangulasi Keragaman Sumber Informasi

Triangulasi ini didapatkan ketika proses sembari berlangsung, antara Peneliti, TIM Ahli Gizi dan Ibu-Ibu Balita saling memberikan informasi, termasuk kejadian-kejadian yang secara langsung di lapangan yang terjadi sebagai keberagaman sumber data.66

64

Ibid. Hal. 129. 65

Bambang Rudito dan Melia Famiola, Social Mapping, (Bandung : Rekayasa Sains, 2013), Hal. 180.

66


(58)

44

6. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan lapangan maka Peneliti dengan komunitas Ibu-Ibu Balita akan melakukan sebuah analisis bersama. Analisis ini digunakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi yakni tingginya angka BGM dan gizi kurang di Kelurahan Bulak Banteng. Adapun yang dilakukan nantinya adalah:

a. Kalender Harian

Kalender harian akan melihat pola pembagian waktu atau kegiatan sebuah keluarga dalam waktu sehari-hari.67 Kalender harian ini dapat melihat pola asuh orang tua kepada anaknya, dari emberian makannya, mandi, jam bermain dan lain sebagainya.

b. Diagram Venn

Diagram venn ini akan dapat melihat keterkaitan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya,68 semisal puskesmas dengan posyandu dan dengan organisasi tertentu yang masih berkaitan, agar masyarakat mengetahui pihak-pihat yang terkait dan juga peran kerjanya.

c. Diagram Alur

Diagram alur akan menggambarkan arus dan hubungan di antara semua pihak-pihak yang terlibat sehingga membentuk sistem.69

67

Ibid. Hal. 168. 68

Ibid. Hal. 171. 69


(1)

149

2. Pemecahan Masalah Kekurangan Gizi di Kelurahan Bulak Banteng

Sebelum semuanya terlambat, peneliti bersama, Kader Posyandu, dan para Ibu-Ibu Balita bersama-sama memecahkan problem gizi melalui Sekolah Balita. Sekolah Balita tersebut bernama Anak Aktif Ceria. Melalui Sekolah Balita ini diharapkan mampu turut serta dengan aksi nyata mengambil bagian menyelamatkan generasi masa depan.

Sekolah Balita dikonsep bukan hanya sebatas penyuluhan, akan tetapi melalui Sekolah Balita ini para Balita dan orangtua Balita yang terkhusus mempunyai anak yang terjangkit gizi buruk dan gizi kurang di wilayah Bulak Banteng didampingi, belajar bersama selama 16 kali pertemuan. Melalui 16 kali pertemuan Ibu-Ibu Balita belajar memahami materi-materi seputar pola asuh, pola makan dan kebersihan lingkungan yang harus mereka terapkan demi kesehatan keluarga, termasuk pada Balita. Bukan sebatas belajar materi saja, melainkan melalui Sekolah Balita ini juga belajar dengan cara praktek secara langsung, praktek ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan para Anggota Sekolah Balita menerima apa yang disampaikan oleh pemateri.


(2)

150

3. Tingkat Keberhasilan Sekolah Balita Sebagai Media Penyelamatan Masalah Gizi di Kelurahan Bulak Banteng

Sekolah Balita membawa banyak perubahan-perubahan. Perubahan tersebut ditandai bertambahnya berat badan Balita, meskipun jumlahnya berbeda-beda antara satu Balita dengan Balita lainnya. Hal ini dikarenakan faktor pemahaman Ibu-Ibu Balita, tingkat kehadiran dan keaktifan selama proses belajar, serta juga penerapan ilmu pada kehidupan sehari-hari yang berbeda-beda. Meskipun dalam aksi lain peneliti juga membuat jadwal out reach atau penjangkauan ke rumah-rumah anggota Sekolah Balita untuk memantau penerapan ilmu yang sudah diperoleh di masing-masing keluarga, namun hal ini terbatas waktu. Mereka harus sadar dan berubah atas kemauan sendiri, tidak secara paksaan.

Melalui aksi kecil Sekolah Balita berparadigma pendidikan alternative sampai pada titik ini sudah sampai tahap percobaan di Posyandu Anggrek 2 selama kurun waktu 2 bulan. Mencoba mendampingi 14 anggota Balita yang terjangkit BGM dan gizi kurang. Melalui kesimpulan ini program Sekolah Balita dinilai efektif untuk menyelamatkan para Balita yang terjangkit masalah gizi. Sekolah Balita ini dapat dikembangkan di tempat-tempat lain. Tidak ada standar kurikulum khusus untuk mendirikan Sekolah Balita. Kurikulum atau materi yang akan disampaikan serta praktek yang dibutuhkan disusun atas analisis situasi dan problem di masing-masing


(3)

151

wilayah. Karena pada dasarnya masalah yang ada di satu wilayah dengan wilayah yang lain cenderung berbeda.

B. Rekomendasi

Pendampingan yang dirancang melalui Sekolah Balita menurut peneliti lebih efektif dari pada sekedar penyuluhan dan demo masak yang sudah diterapkan setiap satu bulan sekali di Puskesmas wilayah Bulak Banteng. Penyelesaian masalah seputar gizi di Bulak Banteng seharusnya tidak terkesan kaku, melainkan dinamis dengan cara research sebelum melakukan tindakan yang akan dilakukan. Hal ini harus disesuaikan dengan kondisi lapangan yang dialami oleh subjek.

Pendekatan top down adalah bukan suatu langkah yang tepat, harus ada bentuk keterlibatan Ibu-Ibu Balita dan Kader Posyandu agar program-program yang digalakan lebih efektif dan mengenai sasaran. Hal ini berguna agar mereka berubah dengan kesadaran mereka sendiri tanpa paksaan pihak lain. Inilah kunci dari sustainability atau keberlanjutan program. Dengan pendekatan yang lebih terarah dan sesuai dengan mereka butuhkan maka kemandirian akan terwujud.

Sekolah Balita adalah salah satu alternatif untuk memecahkan masalah kekurangan gizi. Hal ini dapat diterapkan diberbagai tempat. Tidak ada aturan khusus untuk mendirikan Sekolah Balita. Sehingga sebagai saran model pendidikan gizi harus diterapkan oleh pemerintah sesuai dengan masalah yang berbeda-beda disuatu tempat dan itu yang menjadi titik berat kurikulum yang akan disampaikan nantinya.


(4)

152

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku :

Adisasmito. 2008. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Andriani, Merryana dan Bambang Wiratjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana.

Afandi, Agus. dkk. 2014. Modul Participatory Action Research. Surabaya : LPPM UIN Sunan Ampel.

A. Partan, Pius dan M. Dahlan Al-Barry. 2006. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

Aziz, Erwati. 2013. Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Barasi, Mari E. 2007. Ilmu Gizi. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Daniel, Moehar. dkk. 2008. PRA (Participatory Rural Apraisal). Jakarta : PT Bumi Aksara.

Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Syaamil Qur’an.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan

Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan. 1997. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Depkes dan

Jica.

Istiany, Ari dan Rusilanti. 2014. Gizi Terapan. Bandung : PT Remaja Rosydakarya. Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya

Pemberdayaan. Yogyakarta: Yayasan Obor.

Morrison. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta: PT Indeks.


(5)

153

Rudito, Bambang dan Melia Famiola. 2013. Social Mapping. Bandung : Rekayasa Sains.

Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Shihab, M. Quraisah. 2007. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati. Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara. Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Kencana.

TIM Kementrian Kesehatan RI. 2011. Menuju Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

TIM Penyusun Rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006 – 2010. Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Sumber dari Jurnal :

Azkha, Nizwardi, “Pemanfaatan Komposter Berskala Rumah Tangga”, dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2).

Fiasro, Adrivasti dan Edison dkk. “Implementasi Penanggulangan Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman”. dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2013- Maret 2014, Vol. 8, No. 1.

Hendarto, Aryono .Dahlan Ali Musa. “Hubungan Status Gizi dan Kekerapan Sakit Balita Penghuni Rumah Susun Kemayoran Jakarta-Pusat”dalam Jurnal Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002.

Nur Hadriyanti, Aisyah. “Pemukiman Kumuh, Sebuah Kegagalan Pemenuhan Aspek Pemukiman Islami”, dalam Jurnal Teknik Arsitektur, Vol. 1, No. 3, Tahun 2011.

Sasmita, Iva. “Pendidikan Alternatif Perempuan: Perlawanan Terhadap Mainstream Pendidikan”, dalam Jurnal Perempuan, No. 44 Tahun 2005.


(6)

154

Yuliana, “Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Status Gizi Balita di Indonesia”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 065. Tahun Ke-13, Maret 2013.

Sumber dari dokumen :

Data Monografi Kelurahan Bulak Banteng Tahun 2016

Data rekap Laporan Kependudukan Kelurahan Bulak Banteng Kecamatan Kenjeran Bulan Februari 2016

Sumber dari internet :

PSDRW “Etafa” Kupang. Out Reach Menurut Dinsos RI 2009. dalam

http:///efata.depkes.ho.id/modules.php?name=News&file, diakses pada tanggal 04 Agustus 2016

www.binus.ac.id, TIM PPDB Binus, Biaya Pendaftaran PPDB, diakses tanggal 29 Maret 2016

Sumber dari wawancara :

Wawancara dengan Alvi (23 Tahun) Pendamping Gizi Bulak Banteng pada 1 Maret 2016 di Puskesmas Bulak Banteng

Wawancara dengan Alvi Syahrina (23 Tahun) Pendamping Gizi Kelurahan Bulak Banteng pada 02 Maret 2016 di Puskesmas Bulak Banteng

Wawancara dengan Alvi Syahrina (23 Tahun) Pendamping Gizi Kelurahan Bulak Banteng pada 02 Maret 2016 di Puskesmas Bulak Banteng

Wawancara dengan Intan (28 Tahun) Ahli Gizi di Puskesmas Bulak Banteng pada 11 Desember 2015 di Puskesmas Bulak Banteng

Wawancara dengan Intan (28 Tahun) Ahli Gizi di Puskesmas Bulak Banteng pada 11 Desember 2015 di Puskesmas Bulak Banteng

Wawancara dengan Mas’ud (48 Tahun) selaku Kepala Desa pada tanggal 11 Maret 2016 di Balai Kelurahan Bulak Banteng