Bimbingan dan konseling islam dengan tehnik non-direktif permainan untuk membantu seorang anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (disleksia) di Ponsos Kalijudan.

(1)

“BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIKNON-DIRECTIVE PERMAINAN UNTUK MEMBANTU SEORANG ANAK YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR MEMBACA(DISLEKSIA) DI PONSOS KALIJUDAN

SURABAYA” SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Sosial (S.Sos)

OLEH :

MUHAMAD KHOIRUDIN Nim : B73213095

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

ABSTRAK

Muhamad Khoirudin (B73213095) Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya.

Fokus penelitian adalah 1. Apa saja Faktor-faktor penyebab terjadinya seorang anak didik yang kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) ?, 2. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia), 3. Bagaimana hasil Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive PermainanUntuk Membantu Seorang Anak didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya?.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif. Dalam menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan anak dyslexia kurang termotivasi dalam belajar di Ponsos Kalijudan Surabaya menggunakan deskriptif komparatif, yang mana penulis menganalisa data teori dan data yang terjadi dilapangan. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab adalah anak tersebut menderita dyslexia sehingga susah memahami pelajaran, tidak adanya tutor yang membimbingnya belajar secara intensif, waktu bermain lebih banyak daripada waktu yang digunakan untuk belajar.

Dalam penelitian ini proses konseling yang terjadi menggunakan Non-Directive Permainan, yang mana peneliti menggunakan Non-Non-Directive yang meliputi : media untuk menumbuhkan motivasi belajar, latihan berceritadan latihan dari buku cerita. kesemua tahap ini dilakukan secara berurutan 8-10 kali pertemuan dalam prosesnya.

Dengan pendekatan ini klien diharapkan dapat menghilangkan perilakunya yang kurang baik kearah yang lebih baik, sedangkan hasil akhir dari proses konseling terhadap klien dalam penelitian ini cukup berhasil dengan prosentase 60% yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan klien yang mau meluangkan waktunya untuk belajar saat diberi bimbingan belajar oleh konselor, belajar untuk fokus saat belajar membaca dan menulis, dan mengurangi ucapan tidak bisa saat diberikan bimbingan belajar oleh konselor.


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER

PERSETEJUAN DOSEN PEMBIMBING... I LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI... II MOTTO ... III PERSEMBAHAN ... IV

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN ... VI

ABSTRAK ... VII KATA PENGANTAR ... IX DAFTAR ISI... X DAFTAR GAMBAR ... XIV DAFTAR TABEL... XV

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah... 1

B. Rumusan masalah... 5

C. Tujuan penelitian ... 5

D. Manfaat penelitian... 6

E. Definisi konsep ... 6

F. Metode penelitian... 11

G. Sistematika pembahasan ... 20

BAB II LANDASAN TEORI A. Bimbingan Dan Konseling Islam 1. PengertianBimbingan Dan Konseling Islam ... 23

2. TujuanBimbingan Dan Konseling Islam... 24

3. FungsiBimbingan Dan Konseling Islam ... 26

4. Asas-asasBimbingan Dan Konseling Islam ... 26

5. Unsur-unsurBimbingan Dan Konseling Islam ... 31

6. Langkah-langkahBimbingan Dan Konseling Islam ... 33

B. Non-Directive Counseling 1. Pengertian Non-Directive Counseling ... 35

2. Pandangan Non-Directive Counseling... 35

3. Ciri-ciri Non-Directive Counseling... 36

4. Langkah-langkah Non-Directive Counseling ... 37


(10)

6. Penerapan Non-Directive Counseling... 41

C. Permainan... 42

1. Pengertian Permainan... 42

2. Macam-Macam Permainan ... 43

3. Pengaruh Permainan... 47

D. Disleksia ... 51

1. Pengertian Disleksia... 51

2. Ciri-Ciri Disleksia ... 52

3. Faktor-Faktor Disleksia... 55

E. Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permianan Dalam Mengatasi Anak Disleksia... 57

F. Peneliti Terdahulu Yang Relevan ... 66

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 68

1. Latar Belakang Berdirinya Uptd Ponsos Kalijudan Surabaya 68 2. Visi Dan Misi ... 69

3. Tujuan ... 70

4. Saran... 70

5. Sarana Dan Prasarana... 76

6. Struktur Organisasi ... 78

B. Dekripsi Khusus Objek Penelitian ... 79

C. Deskripsi Hasil Penelitan ... 81

D. Deskripsi Proses Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya .... 88

E. Deskripsi Hasil Akhir Proses Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya BAB IV ANALISA DATA ... 98

A. Analisis Tentang Penyebab-Penyebab Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya B. Analisis Data Tentang Proses Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya... 99

C. Analisis Data Tentang Hasil Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya... 106


(11)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 111 B. Saran... 112 DAFTAR PUSTAKA


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar membaca. Masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang. Oleh karena itu proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca.

Kemampuan membaca harus dimiliki oleh setiap anak tak terkecuali bagi anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik khususnya disleksia, karena dengan membaca anak dapat belajar banyak terhadap berbagai bidang studi yang diajarkan. Sebab itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar. Selain itu, membaca juga merupakan salah satu kompetensi penting bagi setiap anak. Anak yang mengalami kesulitan dalam membaca akan dapat menyebabkan terganggunya proses pemahaman atas pengetahuan lanjutan dalam berbagai mata pelajaran.1

Bagi anak disleksia belajar membaca bukanlah hal yang mudah, karena membaca merupakan aktivitas yang kompleks, proses ini melibatkan sejumlah kegiatan fisik dan mental. bahwa proses membaca terdiri atas sembilan aspek, yaitu sensori, perceptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran, asosiasi, sikap dan gagasan. Anak disleksia merupakan anak yang secara nyata mengalami

1


(13)

kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis (Memiliki keterbatasan atau keistimewaan baik itu fisik maupun psikis : Contohnya ada yang cerdas ada yang kurang dalam belajar,ada yg cacat ada yg normal dan itu harus diperhatikan sejak dini) , bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.Anak disleksia juga dikenal dengan anak yang mengalami gangguan intelegensi karena kondisi anak yang kecerdasaannya di bawah rata-rata yang ditandai dengan keterbatasan intelegensi. Oleh karena itu anak disleksia sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, sehingga anak disleksia membutuhkan layanan pendidikan secara khusus, yakni disesuaikan dengan kemampuaan anak tersebut.

Pada anak disleksia yang umumnya mengalami kesulitan dalam menerima informasi baik dalam pelaksanaan pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang menyandang disleksia juga merupakan individu yang unik dan utuh yang sebenarnya masih mempunyai potensi, oleh karena itu layanan pendidikan yang diberikan untuk mengupayakan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak secara optimal. Hambatan-hambatan yang dialami dalam mengikuti pelajaran disebabkan oleh daya berfikir abstrak yang rendah karena tingkat intelegensi anak disleksia yang rendah atau di bawah rata-rata normal.

Untuk mendapat hasil belajar yang baik pada materi membaca dibutuhkan peranan guru dalam proses belajar mengajar yang antara lainmisalnya


(14)

mengunakan metode pembelajaran yang tepat,menciptakan hal-hal yang

menyenangkan, dan memberikan sesuatu hal yang dapat memicu minat anak untuk belajar. Guru juga harus dapat memberikan motivasi kepada anak. “Motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu untuk melakukan sesuatu kegiatan mencapai tujuan”.2

Banyak aliran perawatan jiwa telah muncul untuk menolong individu yang mengalami gangguan kejiwaan, kesurakan emosiaonal dan kelainan tingkah laku baik anak-anak maupun dewasa, salah satunya yaitu menggunakan pendekatan Non-Directive Counseling (konseling secara tidak langsung) yang akan diteliti pada penelitian ini.

Menurut Carl Rogers, teori mengenai Non-Directive Counseling ini didasarkan atas pengertian bahwa bagi setiap tindak atau kelakuan ada sebabnya dan sebab-sebab itu dtentukan oleh cara individu itu sendiri dalam menangani dirinya dan lingkngan dimana dia hidup (self consep). Serta pengertian bahwa hanya individu itu sendirilah yang sanggup mengerti betul faktor-faktor dan dinamika yang telah mempengaruhi cara dia menggapai diri dan lingkungannya dan kelakuan seseorang tidak akan berubah, selama pandangannya terhadap dirinya dan orang lain tidak akan berubah, ini berarti bahwa perubahan harus terjadi pada perasaan dan pemikirannya.3

Disamping itu juga diakui bahwa setiap orang mempunyai kemungkinan atau kesempatan untuk mengubah tanggapan-tanggapannya, mengulang menyusun pribadinya dan selanjutanya mengubah kelakuan dan caranya

2

Delphie,Pembelajaran Anak disleksia(Bandung: PT.Refika Aditama, 2006),hal.15.

3


(15)

bertindak. Sehingga Non-Directing Counseling dapat dikatan sebagai perawatan jiwa yang tidak lain dari pengertian atau kesadaran individu bahwa tangapanya yang lalu tidak sesuai, sedangkan tanggapanya yang baru cocok dan betul, dengan demikian dapat dikatan bahwa perawatan yang berarti diagnosa merupakan sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman klien.

Sehingga tanggung jawab akan kesempurnaan yang kita gunakan untuk menuai kita berada ditangan kita masing-masing. Dan sebagai orang tua dan guru, kita harus bertanggung jawap untuk mendorong potensi anak-anak pada pikiran mereka.

Permainan merupakan salah satu alat yang dapat menolong anak-anak yang mengalami penderitaan emosi, ganguan tingkah laku dan kesulitan-kesulitan yang lain, karena permainan itu dunia anak-anak dan merupakan kewajarn bagi anak.

Dalam bermain mereka dapat mengungkapkan pertentangan batin, kecemasan dan ketakutannya. Dan dapat tersingkap rahasia hubungan antara mereka dan orang tua, saudara, teman dan orang-orang terrdekat dengan mereka. Disamping itu juga mereka dpat mengungkapkan kesulitan-kesulitan itu dalam permainan. Dalam pendekatan Non-Directive Counseling mengguanakn permainan sebagai alat untuk mengungkapkan berbagai sikap.4

Berdasarkan uraian-uraian di atas dan mengingat pentingnya kemampuan membaca bagi anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (disleksia). Maka penelitian tentang “Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive

4


(16)

Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan

Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Guna Memahami secara mendalam dan menyeluruh mengenai fenomena di atas, penelitian ini memutuskan perhatian pada beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja Faktor-faktor penyebab terjadinya seorang anak didik yang kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya?

2. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Menangani Seorang Anak didik Yang Membantu Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya?

3. Bagaimana hasil Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive PermainanUntuk Membantu Seorang Anak didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan Faktor-faktor penyebab terjadinya seorang anak didik kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya!

2. Menjelaskan proses pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Menangani Seorang Anak didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya!


(17)

3. Menjelaskan hasil Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Menangani Seorang Anak didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya!

D.Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Menangani Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)

b. Sebagai sumber informasi dan referensi untuk seseorang yang ingin melakukan pendekatan dengan anak disleksia yang ingin mengajarinya 2. Secara Praktis

a. Penelitian ini mengaharapkan dapat membantu pihak Ponsos kalijudan untuk membina lagi kejenjang lebih baik

b. Bagi Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)

E. Definisi Konsep

Dalam pembahasan ini ada perlunya peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang akan di teliti supaya tidak melebar jauh dari apa yang ingin dibahas .penelitian yang akan di bahas berjudul “Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang


(18)

Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya” ,adapun definisi konsepnya sebagai berikut :

1. Bimbingan Dan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap individu agar dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragam yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadis Rasulallah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.5

Menurut Ainur Rahim Faqih berpendapat Bimbingan dan Konseling Islam adalah Proses pemberian bantuan kepada individu agar meyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senatiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan pentunjuk dari Allah, sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.6

Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah pemberian bantuan pada individu maupun kelompok secara sistematis dan kontinu agar dapat mencapai kehidupan di dunia dan akhirat. Yang dimaksud dengan Bimbingan Konseling Islam di sini adalah pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien dalam upaya mengatasi Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia).

5

Samsul Munir,Bimbingan dan Konseling Islam(Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.

6


(19)

2. Non-Directive Counseling

Teknik ini dikembangkan oleh Carl R. Rogers, counseling non-directive disebut juga “client centered counseling” yaitu proses konseling yang berpusat pada klien. Dalam pemecahan masalah klien didorong oleh konselor untuk menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya.7

Jadi dalam konseling Non-Directive yang lebih aktif dalam pemecahan masalah adalah klien sedangkan konselor memberikan motivasi dan dorongan pada klien untuk mengembangkan kemampuanya sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri.

3. Permainan

Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakn untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Permainan meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya.8

Permainan juga bisa dijadikan sebagai terapy (play therapi) yang memungkinkan anak mengatasi frustrasi, meraeka tidak terancam dan lebih leluasa mengemukakan perasaan-perasaan meraka yang sebenarnya.

Menurut Freud dan Erikson permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Karena tekanan-tekanan terlepaskan dalam permaina, anak dapat mengatasi

7

Dewa ketut sukardi,dasar-dasar bimbingan dan penyuluhan disekolah(surabay:usaha nasional), hal 119.

8


(20)

masalah-masalah kehidupan. Permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan terpendam.9

Dalam permainan ini peneliti menggunakan hanya dua macam permainan yaitu permaianan aktif dan permainan pasif, permaian aktif adalah permaianan yang diperoleh dari kesenangan diri sendiri, contoh dalam permaian aktif yaitu seperti berpain bebas ,bermain drama, bermain musik ,olah raga dan lain-lain10. Sedangkan permainan pasif adalah permainan yang diperoleh dari kesenangan orang lain, contohnya adalah membaca, mendengar radio, menonton televisi dan lain-lain.11 Dalam permainan ini tidak lain kegunaanya dapat mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri.

Jadi yang dimaksud Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan adalah proses pemberi bantuan oleh konselor kepada klien dengan pendekatan tidak langsung dengan permainan dimana yang lebih aktif dalam pemecahan masalah adalah klien itu sendiri, sedangkan konselor hanya memberi motivasi dan dorongan untuk mengembangkan kemampuanya. Sehingga klien mampu memecahkan masalahnya sendiri dan bertanggung jawap atas keputusannya.

4. Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)

Disleksia (bahasa ingris : dyslexia) berasal dari kata yunani “dys” artinya “kesulitan untuk” dan “lexis” artinya “huruf” atau ”leksikal” jadi disleksia adalah” kesulitan belajar yang terjadi karena anak bermasalah dalam mengekspresikan ataupun menerima bahasa lisan atupun tulisan”.Masalah anak

9

John W. Santrock,hal 272.

10

Elizabeth B. Hurlock,perkembangan anak(Jakarta : Erlangga,1995),hal 327.

11


(21)

disleksia tercermin dalam kesulitan membaca, mengeja, menulis, berbicara dan mendengar.12

Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat disebut aleksia(biasanya mengalami kecelakaan atau benturan di kepala sehingga lupa semua pelajaran yang sudah di berikan). Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, yaitu membaca permulaan atau membaca lisan dan membaca pemahaman. Mengingat pentingnya kemampuan membaca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendakna ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris(terjadi karna tergannggunya hubungan pusat pendengaran dan pusat baca,contoh: d dibaca t, b dibaca p, k dibaca g dan sebalinya, dan anak sulit membedakan huruf-huruf ini dan disleksia visual(terjadi pusat baca disfungsi otak kiri tidak berfungsi dengan baik.contoh: tidak dapat membedakan huruf d-b-p, w-m, u-n.13

Anak yang menyandang disleksia biasanya memiliki talenta yang luar biasa,karena biasanya mereka lebih unggul dalam hal visual, spatial dan

motor,seperti seni (misal seni drama.musik dan

lain-lain)atletik,arsitek,elektrotik,mekanik,grafis dan lain-lain.beberapa tokoh besar yang menyandang disleksia(konon katanyaa mereka juga sering tidak naik

12

Olivia Bobby Hermijanto,disleskia:bukan bodoh,bukan malas,tetapi berbakat(Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama,2016),Hal 35.

13


(22)

kelas)tetapi juga memiliki talenta dan kecerdasan yang tinggi,yaitu si jenius

Thomas Alfa Edison penemu listrik dan Albert Einstein penemu teori Relativitas.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini dimaksud coran atau teknik yang didasarkan pada jenis masalah atau kesulitan yang di hadapai oleh konselor atau guru pembimbing dan klien yang bersangkutan dan dalam pelaksanaannya dalam Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Membantu seorang Anak didik Yang Susah Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya.

Disini peneliti menggunakan metode penelitian Kualitatif Deskriptif yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.” Sama halnya Pendekatan kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan prilaku yang dapat diamati dari subyek itu sendiri.14

Begitu juga dalam bukunya Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitaif, Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan kewajaran atau sebagimana adanya (natural setting) dengan tidak dirubah dalam bentuk

14

Lexy J. Maleog,Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2009), hal. 3.


(23)

simbol atau bilangan, sedangkan perkataan penelitian pada dasarnya berarti rangkaian kegiatan atau proses pengungkapan rahasia sesuatu yang belum diketahui dengan mempergunakan cara bekerja atau metode yang sistematis, terarah dan dapat dipertanggung jawabkan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari individu secara rinci dan mendalam selama kurang waktu tertentu untuk membantunya mengatasi masalah yang dialaminya.

2. Sasaran Dan Lokasi Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah seorang anak (bagus) yang mengalami kesulitan membaca (disleksia) yang selanjutnya disebut klien, sedangkan konselornya adalah Muhamad Khoirudin Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

Lokasi penelitian ini bertempat di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya. 3. Jenis Sumber Data

a. Jenis data

Data adalah keterangan (informasi) mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.15 Jenis data yang akan dihimpun dalam penelitian ini adalah keseluruan data dan fakta yang mendukung terjawabnya permasalahan penelitian.

Data yang akan digunakan dapat berupa kata-kata, tindakan, data tertukis atau dokumen, foto atau gambar dan data statistik (berupa angka).

15


(24)

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkkan tentang : 1) Gambaran umum objek penelitian, meliputi :

a) Sejarah singkat dan letak geografis Pondok Sosial Kalijudan Surabaya b) Profil Pondok Sosial Kalijudan Surabaya yang mencakup : visi dan

misi, struktur organisasi, keadaan guru/pembimbing, keadaan anak didik dan sarana prasarana Ponsos Kalijudan Surabaya.

2) Data tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaanBimbingan Dan Konseling Islam dengan Non-Directive PermainanUntuk Menangani Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya.

b. Sumber data

Sumber data adalah subyek dari mana data tersebut dapat diperoleh.16 Sumber data juga disebut responden atau pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Dalam penelitian ini sumber data terdiri dari :

1) Data primer (manusia) adalah data pokok yang merupakan sumber data dalam penelitian, yaitu :

a) Guru pembimbing, orang yang akan memberi data dan melakukan proses bimbingan dan konseling islam dengan Non-Directive Permainan untuk menangani seorang anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (disleksia) di Ponsos Kalijudan Surabaya

16

Suharsimi arikunto,prosedur peneliti suatu pengantar,(Jakarta:PT Rineka Cipta,1991),hal 102


(25)

b) Anak yang mengalami dysleksia, klien yang akan memberi informasi mengenai keadaan dan kondisinya, terutama perasaanya.

c) Orang yang mengasuh/membimbing anak yang mengalami dysleksia, orang yang akan memberikan latar belakang klien.

2) Data sekunder (dokumentasi) adalah untuk memperkuat dan mendukung data yang didapat dari data primer. Data sekunder tersebut yaitu :

a) Arsip untuk mendriskripsikan monografi lokasi penelitian

b) Arsip berupa buku panduan, status atau data klien yang berisi

data-data diagnosis dan laporan berkembangan klien untuk

mendeskripsikan perkembangan klien.

c) Selain arsip-arsip yang ada diatas mungkin ada kondisi untuk memungkingkan menggunakan intrumen-instrumen untuk dilapangan. 4. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 tahap dalam penelitian. Sebagaimana yang telah ditulis oleh Lexy. J. Moleong17 dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif. 3 tahap tersebut antara lain:

a. Tahap pra lapangan

Tahap ini digunakan untuk meyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan informasi, meyiapkan perlengkapan dan persoalan ketika dilapangan. Semua itu digunakan untuk

17


(26)

memperoleh deskripsi secara global tentang objek penelitian yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian bagi peneliti selanjutnya.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Tahap ini peneliti memahami peneliti, persiapan diri memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data di lapangan. Disini peneliti menindak lanjuti serta memperdalam pokok permasalahan yang dapat diteliti dengan cara mengumpulkan data-data hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan.

c. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini peneliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan. Analisis dan laporan ini merupakan tugas terpenting dalam suatu proses penelitian.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian bertujuan untuk menungkapkan fakta mengenai variabel yang diteliti. untuk menentukan data-data yang tepat dalam pengumulan data-data, penulis menggunakan beberapa metode , antara lain sebagai berikut :

a. Metode Interview

Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawap sepihak (berhadapan langsung) yang dikerjakan dengan sistematis dan brlangsung


(27)

berlandaskan tujuan penyelidikan.18 Interview ini penulis tujukan kepada anak yang mengalami disleksia, orang yang mengasuh/membimbing, dan guru pembimbing.

b. Metode observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi suatu subyek yang diteliti agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas yang dilaksanakan dengan pengamatan secara langsung kelapangan.19

Adapaun metode observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah : keadaan anak, keadaan pengasuh/orang yang ada di lembaga tersebut, konselor /guru pembimbing, proses treatmen dalam mengatasi anak disleksia dengan Non-Directive Perminan.

c. Metode dokumentasi

Motode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dari benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, jurnal, dokumen, catatn-catatan dan sebagainya. Adapun yang di maksud dari metode dalm dokumentasi dalam penelitian ini adalah pengambilan data-data mengenai anak-anak yang mengalami disleksia, profil lembaga, letak geografis, sarana dan prasarana, program-program di Ponsos Kalijudan Surabaya

6. Teknik Analisis Data

18

Sutrisno hadi,metodologi research,(Yogyakarta:YPF,Psikologi UGM,1983),hal 193

19


(28)

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuanya dapat dikonfirmasi kepada orang lain.20

Teknik analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan analisa deskriptif-komparatif yaitu setelah data data terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anak kesusahan dalam belajar membaca(disleksia) menggunakan analisis deskriptif, selanjutnya menganalisa proses serta hasil pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi kesulitan dalam belajar yang dilakukan dengan analisi deskriptif komparatif, yaitu membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah mendapatkan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Non-Directive Pemainan.

Dalam tahap ini penelitian menguraikan 3 pokok persoalan, yaitu konsep dasar analisis data, menemukan tema dan merumuskan hipotesis, dan bekerja dengan hipotesis atau menganalisis dengan hipotesis.21

Untuk memperoleh suatu ketelitian dan kebenaran maka peneliti menggunakan penalaran induktif, karna pada umumnya penelitian kualitatif bersifat induktif. abstraksi-abstraksi di teliti atas dasar data yang telah

20

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006), hal. 244.

21


(29)

terkumpul di lokasi penelitian.22 Atau dapat di katan peneliti berangkat dari faktor-faktor bersifat khusus berdasarkan pengalaman nyata (ucapan, perilaku subyek penelitian dan situasi lapangan penelitian) kemudian dirumuskan menjadi model yang bersifat umum.

Teknik analisa data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data diperoleh. Karena penelitian ini besifat studi kasus maka analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif, yaitu untuk mengetahui apakah pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Non-Directive Permainan sudah Sesuai dalam membantu anak disleksia, dengan cara membandingkan teori dengan praktek.

Dan untuk mengetahui keberhasilan dalam memberikan Bimbingan Dan

Konseling Islam dengan Non-Directive Permainan maka perlu

membandingkan dengan kondisi klien sebelum dan sesudah diberikan treatment , yang dilakukan dengan menggunkan bentuk skala aspek-aspek yang diobservasi dan dijabarkan dalam bentuk alternatif kualitatif seperti kata-kata tersebut mengenai perilakuyang ditunjukan oleh klien.

7. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif tidak menjamin dalam pelaksanaan penting mendapatkan hasil yang maksimal, kesalahan dan kekeliruan pada penelitian juga besar kemungkinan terjadi.

Dalam hal ini peneliti sebagai instrumennya yang menganalisa data-data langsung di lapangan untuk menghindari kesalahan pada data-data tersebut,

22

Sudarwan Danim,menjadai peneliti kualitaif,(Bandung:Pustaka Setia,2002) , hal 63


(30)

maka dari itu untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian ini, peneliti harus mengetahui cara-cara memperoleh tingkat keabsahan data antara lain:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam mengumpulkan data. Keikutsertaan itu tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam latar penelitian.23 b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan penelitian, sehingga data tersebut dapat di terima. Dengan kata lain menelaah data-data yang terkait dengan fokus penelitian, sehingga data-data tersebut dapat dipahami dan tidak diragukan. Peneliti melakukan pengamatan yang lebih mendalam mengenai data-data yang berkaitan dengan klien.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan tentang kepribadian klien, keadaan klien sebelum dan sesudah proses konseling, dan pelaksanaan konseling terhadap kasus seorang anak yang kesulitan dalam belajar(disleksia) di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya.

c. Trianguasi

Dalam penelitian, penulis menggunakan triangulasi dengan melakukan beberapa perbandingan, karena triangulasi merupakan teknik gabungan yang dilakukan untuk keperluan pengecekan atau pembanding. Dengan adanya

23

Lexy J. Maleog,Metode Penelitian Kualitatif(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2009), hal. 327.


(31)

teknik ini bisa diketahui adanya alasan terjadinya perbedaan penulis, memanfaatkan pengamatan lain untuk pengecekan kembali data yang diperoleh. Trianggulasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan data yang diperoleh dari informasi pada waktu di depan umum dengan pribadi, membandingkan perkataan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan kondisi sepanjang waktu, kemudian penulis juga melakukan perbandingan wawancara dengan isi dokumen yang terkait.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, maka penulis akan menyajikan pembahasan kedalam beberapa bab yang sistematika pembahasanya sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan. Dalam bab ini membahas tentang latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Defini Konsep, Metode Penelitian, antara lain: Pendekatan dan Jenis Penelitian, Subyek Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, Teknik Analisa Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam pendahuluan adalah Sistematika Pembahasan.

Bab II. Landasan teori, dlam bab ini membahas Bimbingan dan konseling islam, meliputi :

a. Bimbingan dan Konseling Islam yang menjelaskan tentang pengertian Bimbingan dan Konseling Islam, tujuan Bimbingan dan Konseling Islam,


(32)

fungsi Bimbingan dan Konseling Islam, asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam, Unsur-Unsur Bimbingan dan Konseling Islam, dan Langkah-Langkah Bimbingan dan Konseling Islam.

b. directive counseling , yang menjelaskan tentang : pengertian directive counseling, pandangan directive counseling, ciri-ciri Non-directive counseling, langkah-langkah Non-Non-directive counseling, prosesNon-directive counseling, penerapan Non-prosesNon-directive counseling.

c. Permainan, yang menjelaskan tentang : pengertian Permainan, macam-macam Permainan, pengaruh bermain bagi perkembangan anak.

1. Disleksisa yang meliputi : pengertian disleksi, ciri-ciri disleksia, faktor-faktor penyebab disleksia.

Bab III . penyajian data, pada bab ini memaparkan tentang deskripsi umum objek penelitian, dekripsi khusus objek penelitian, deskripsi hasil penelitan, Deskrisi Proses Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya. Dan Deskrisi Hasil Akhir Proses Bimbingan Dan Konseling Islam Non-Directive Permainan Untuk Membantu Seorang Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia) Di Ponsos Kalijudan Surabaya.

BAB IV. Analisa Data. Pada bab ini memaparkan tentang Analisis faktor-faktor penyebab terjadinya mengatasi kesulitan seorang anak dalam belajar bembaca , Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Non-Directive Permainan dalam membantu kesulitan seorang anak dalam belajar


(33)

bembaca di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya, Analisis Hasil Akhir Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Non-Directive Permainan dalam mengatasi mengatasi kesulitan seorang anak dalam belajar bembaca di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya.

BAB V. Penutup. Merupakan bab terakhir dari skripsi yang meliputi Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(34)

(35)

BAB II

LANDASAN TEORI A. BIMBINGAN DAN KONSLESING ISLAM

1. Pengertian Bimbingan Dan Konsling Islam

Secara etimologis atau secara bahasa, Bimbingan danKonseling Islam merupakan sebuah akronim dari istilah yang berasaldari bahasa inggris dan bahasa Arab. Istilah bimbingan konselingberasal dari bahasa Inggris Guidance & Counseling. Kata Guidance itusendiri berasal dari kata guide berarti menunjukkan, membimbing, ataumenuntun orang lain ke jalan yang benar.Secara harfiah “guide” juga bisa berarti mengarahkan (todirect),

memandu (to pilot), mengelola (to manage), menyetir (tosteer). Sedangkan kata counseling berasal dari kata to counsel yangberarti memberikan nasehat atau memberikan anjuran kepada oranglain secara face to face (berhadapan muka satu sama lain). Kata ini berbeda dengan membimbing atau memberi nasehat.Disamping itu, istilah Islamdalam wacana studi Islam berasaldari arab dalam bentuk masdar secara harfiyah berarti selamat, sentosadan damai. Dari kata kerja salima diubah menjadi bentuk aslama yangberarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan adalah katundukan, keselamatan dan kedamaian.

Menurut Syamsul Munir Amin Bimbingan dan KonselingIslam adalah“Proses pemberian bantuan terarah, kontinu dansistematis kepada


(36)

dan fitrah beragama yang dimilikinya secaraoptimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandungdidalam Al-Qur’an dan Al

Hadits Rasulullah SAW.kedalam dirinya,sehingga ia dapat hidup selaras dan

sesuai dengan tuntunan AlQur’an dan Al Hadits. Apabila internalisasi nilai -nilai yangterkandung dalam Al-Qur’an dan Al-hadist telah tercapai dan fitrahberagama itu telah berkembang secara optimal maka individu tersebutdapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah Swt denganmanusia dan alam semesta sebagai manifestasi dan perannya sebagaiklolifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi untuk

mengabdikepada Allah Swt”.1Dengan demikian, Bimbingan Konseling di

bidang agama islammerupakan suatu kegiatan dakwah islamiyah. Karena dakwah yangterarah ialah memberikan bimbingan kepada umat islam untuk betul-betul mencapai dan melaksanakan keseimbangan hidup fid dunya walakhirat.

2. Tujuan Bimbingan Konseling Islam

Secara garis besar atau secara umum tujuan Bimbingan dan Konseling Islami membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.2 Layanan konseling islami ditujukan untuk membantu manusia sedapat-dapatnya agar terhindar dari masalah. Andaipun ia harus menghadapi masalah, diharapkan ia dapat menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, sebagai ketetapan dan

1

Samsul Munir Amin,Bimbingan dan Konseling Islam,(Jakarta, Amzah, 2010) hal.23

2

Aunur Rahim Faqih,Bimbingan dan Konseling dalam Islam(Yogyakarta : UII Press, 2001) hal . 35


(37)

anugerah Allah. Tujuan pokok Konseling Islam dapat dirumuskan dengan perincian sebagai berikut:

a. Membantu manusia agar terhindar dari masalah

b. Membantu klien dan menyadari hakekat diri dan tugasnya sebagai hamba Allah.

c. Mendorong klien untuk bertawakal dan menyerahkan permasalahannya kepada Allah, tanpa harus kehilangan keaktifan, kreaktifitas dan keberanian untuk bertindak.

d. Mengarahkan klien agar mendekatkan diri setulus-tulusnya kepada Allah dengan senantiasa beribadah secara nyata, baik yang wajib maupun yang sunnat.

e. Mengarahkan klien agar istiqomah menjadikan Allah konselor yang maha agung sebagai sumber memperoleh keberanian dan kekuatan bagi penyelesaian masalah serta sumber memperoleh ketenangan hati.

f. Membantu klien agar dapat memahami, merumuskan, mendiagnosis masalah dan memilih alternative terbaik penyelesaiannya.

g. Menyadari klien akan potensinya dan kemampuan ikhtiarnya agar dapat melakukan.

h. Membantu klien menumbuh kembangkan kemampuannya agar dapat mengantisipasi masa depannya dan jika mungkin dapat pula menjadi konselor bagi orang lain.


(38)

i. Menuntun klien agar secara mandiri dapat membina kesehatan mentalnya dengan menghindari atau menyembuhkan penyakit/kotoran hati, sehingga ia memiliki mental atau hati yang sehat, bersih dan jiwa tentram.

j. Mengantar klien kearah hidup yang tenang.3 3. Fungsi dan Bimbingan dan Konseling islam

a. Secara preventif membantu klien untuk mencegah timbulnya masalah pada dirinya.

b. Secara kuratif / korektif membantunya untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.

c. Secara preserfatif membantunya menjaga situasi dan kondiri dirinya yang telah baik agar jangan sampai kembali tidak baik (menimbulkan masalah yang sama).

d. Secara developmental membantunya menumbuh kembangkan situasi dan kondisi dirinya yang telah baik agar dapat menjadi lebih baik secara berkesinambungan, sehingga menutup kemungkinan untuk munculnya kembali masalah dalam kehidupannya.

4. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Islam a. Asas Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat

Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akhirat adalah kebahagiaan yang abadi, yang amat banyak.

3


(39)

b. Asas Fitrah

Manusia menurut Islam dilahirkan atau dalam membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderung sebagai muslim atau beragama Islam.

c. Asas Lillahi Ta’ala

Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah, konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih. Sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta Bimbingan atau Konseling dengan ikhlas dan rela. Karena semua pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah untuk mengabdi kepada Allah semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi kepada-Nya.

d. Asas Bimbingan Seumur Hidup.

Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itu, maka bimbingan dan konseling Islam diperlukan selama hayat dikandung badan.

e. Asas Kesatuan Jasmani Dan Rohani

Bimbingan dan konseling Islam memperlakukan konselinya sebagai makhluk jasmaniah. Rohaniah tidak memandang sebagai makhluk biologis semata. Bimbingan dan konseling Islam membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah tersebut.


(40)

f. Asas Keseimbangan Ruhaniah

Rohani manusia memiliki unsur dan daya kemampuan pikir, dan merasakan atau menghayati dan kehendak hawa nafsu serta juga akal. Orang yang dibimbing diajak mengetahui apa yang perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa yang perlu dipikirkan, tidak menerima begitu saja, tetapi tidak menolak begitu saja, kemudian diajak memahami apa yang perlu dipahami dihayatinya setelah berdasarkan pemikiran dan analisis yang jernih diperoleh keyakinan tersebut.

g. Asas Kemajuan Individu

Bimbingan dan Konseling Islam, berlangsung pada citra manusia menurut Islam. Memandang seorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu dari yang lainnya dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensi rohaniahnya.

h. Asas Sosialitas Manusia

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu (bukan jadi komunisme): hak yang diakui dalam batas tanggung jawab sosial.

i. Asas Kekholifahan Manusia

Sebagai kholifah, manusia harus memelihara keseimbangan, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul ketidak seimbangan tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.


(41)

j. Asas Keselarasan Dan Keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia berlaku “adil” terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta (hewan dan tumbuhan dan lain sebagainya). Dan juga hak Tuhan. k. Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah

Bimbingan dan konseling Islam membantu konseli atau yang dibimbing, memelihara mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang baik dari konseli tersebut.

l. Asas Kasih Sayang

Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islam dilakukan berdasarkan kasih sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan dan konseling Islam dapat berhasil.

m. Asas Saling Menghormati Dan Menghargai

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam, kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang di bimbing pada dasarnya sama atau sederajat perbedaanya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak satu memberikan bantuan dan yang satu pihak menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak yang dibimbing merupakan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.


(42)

n. Asas Musyawarah

Bimbingan dan Konseling dilakukan dengan asas musyawarah, artinya antara pembimbing (konselor) dengan yang dibimbing atau konseli terjadi dialog amat baik, satu sama lain tidak saling mendekatkan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan.

o. Asas Keahlian

Bimbingan dan konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan, keahlian dibidang tersebut, baik keahlian secara metodologi dan teknik-teknik Bimbingan dan Konseling maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan (obyek garapan / materi) Bimbingan Konseling.

p. Asas Kerahasiaan

Proses konseling harus menyentuh jati diri klien bersangkutan, dan yang paling mengetahui keadaannya adalah dirinya sendiri. Sedangkan problem psikisnya kerap kali dipandang sebagai suatu hal yang dirahasiakan. Sementara itu ia tidak dapat menyelesaikannya secara mandiri, sehingga ia memerlukan bantuan orang yang lebih mampu. Dalam hal ini, ia menghadapi dua problem, yakni problem sebelum proses konseling dan problem yang berkenaan dengan penyelesaiannya. Pandangan klien yang menganggap bahwa problem itu merupakan aib, dapat menjadi penghambat pemanfaatan layanan-layanan konseling jika kerahasiaannya dirasakan tidak terjamin. Justru itulah Dewa Ketut Sukardi menekankan


(43)

bahwa konseling itu harus diselenggarakan dalam keadaan pribadi dan hasilnya dirahasiakan.4

5. Unsur-Unsur Bimbingan Dan Konseling Islam

Untuk menyebutkan unsur-unsur didalam bimbingan penyuluhan, ada tiga komponen yakni konselor, klien, masalah.

a. Konselor yaitu seorang yang keahliannyamemberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan atau masalah yang mana orang tersebut tidak bisa mengatasinya sendiri tanpa bantuan orang lain.Syarat-syarat menjadi konselor islam yaitu:

1) Meyakini akan kebenaran agamnya, menghayati serta mengamalkannya, karena ia menjadi pembawa norma agama yang menjadikan dirinya sebagai muslim lahir dan batin dikalangan anak bimbingannya.

2) Memiliki sikap kepribadian menarik terhadap anak bimbingan pada khususnya dan kepada orang-orang yang berada dilingkungan sekitarnya. 3) Memiliki jiwa yang matang dalam berfikir, berkehendak dan melakukan

reaksi-reaksi emotional terrhadap segala hal yang melingkupi tugas kewajibannya.

4) Memiliki ketanggungan, kesabaran seta keuletan dalam melaksanakan tugas kewajibannya. Dengan demikian dia tidak lekas putus asa bila menghadapi kesulitan-kesulitan dalam tugasnya

5) Memiliki sikap dan tanggap, peka terhadap kebutuhan anak bimbingan (klien)

4


(44)

6) Berakhlakul kharimah dan bertaqwa kepada Allah SWT.5

b. Klien adalah individu yang memiliki masalah yang memerluan bantuan Bimbingan Dan Konseling Islam.

Menurut Roger yang dikutip oleh Latipun menyatakan bahwa klien adalah orang yang hadir pada konselor dan kondisinya dalam keadaan cemas dan tidak kongruensi.

Jadi klien adalah individu yang memiliki masalah yang datang kekonselor dengan kondisi yang mencemaskan atau mempunyai maslah tertentu dan memerlukan bantuan Bimbingan dan Konseling. Adapun syarat klien adalah sebagai berikut:

1) Motivasi yang mengandung keinsyafan akan adanya suatu masalah dan kesediaan untuk membicarakan masalah itu dengan konselor dan keinginan untuk mencari penyelesaian tentang masalah itu. Keberanian utnuk mengekspresikan diri serta kemampuan mambahas suatu persoalan dan mengungkapkan perasaan serta memberikan motivasi atau dari yang diperlukan.

2) Keinsyafan Akan Berusaha Sehari-Hari

Masalah Bimbingan Konseling Islam sangat berkaitan dengan masalah yang dihadapi klien yang juga meliputi berbagai aspek kehidupan manusia baik pria, wanita, dewasa, dan anak-anak.6

5

M Arifin,Peodman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama(Jakarta:Pt Golden Trayon,1982),Hal26-27.


(45)

c. Masalah

Menurut Sudarsono dalam kampus konseling yang dikutip oleh Latipun masalah adalah suatu keadaan yang megakibatkan seseorang atau kelompok menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.

Pengertian masalah yaitu suatu keadaan yang bersumber dari hubungan dua faktor atau yang menghasilkan situasi yang membingungkan, demikian lincon dan Cuba dalam Laxy Moeleong, faktor yang berhungan tersebut bisa berupa konsep data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya. Jika kedua unsur tersebut didudukan berpasangan akan akan menghasilkan sejumlah kesukaran yaitu sesuatu yang tidak dapat difahami atau diterapkan pada waktu itu.7

Dari pengertian masalah tersebut dapatlah dikatakan bahwa masalah adalah situasi atau kondisi yang tidak diingankan dan dapat mengahambat dalam proses perkembangan dan bisa juga dikatakan sebagai suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataa.

6. Langkah-Langkah Bimbingan Dan Konseling Islam

Untuk dapat melaksanakan proses konseling dengan baik diperlukan adanya pemahaman yang mendalam mengenai keadaan individu dengan masalahnya. Dalam hal ini penulis mencoba mengemukakan langkah-langkah Bimbingan dan Konseling, dimana pelaksanaan konseling mempunyai

6

Winkel, w.sBimbingan Konseling Disekolah Menengah,1987, hal 89.

7


(46)

beberapa langkah sebagai cara untuk mamabantu klien mencari pemecahan masalah. Langkah-langkah tersebut antara lain:

a. Identifikasi Masalah

Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui masalah yang dihadapi klien berserta gejala-gejala yang nampak.

b. Langkah Diagnosis

Yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi klien beserta latar belakangannya.

c. Langkah Prognosis

Yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

d. Langkah Terapi

Yaitu langkah pelaksanaan bantuan apa yang telah dilakukan dalam langkah prognosa.

e. Langkah Evaluasi Dan Follow Up

Merupakan langkah yang dimaksudkan untuk menilai atau untuk mengetahui sejauh mana langkah terapi yang telah dilakukan telah mencapai hasilnya.8

8


(47)

Dalam hal ini, langkah Follow Up (tindak lanjut) dilihat dari perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh serta merupakan langkah membantu klien memecahkan masalah-masalah baru yang berkaitan dengan masalah semula.

B. NON-DIRECTICVE COUNSELING

1. Pengertian Non-Directicve Counseling

Teknik ini dikembangkan oleh Carl R. Rogers, Counseling Non-Directive disebut juga “Client Centered Counseling” yaitu proses konseling yang berpusat pada klien. Dalam pemecahan masalah klien didorong oleh konselor untuk menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya.9

Jadi dalam konseling Non-Directive yang lebih aktif dalam pemecahan masalah adalah klien sedangkan konselor memberikan motivasi dan dorongan pada klien untuk mengembangkan kemampuanya sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri.

2. Dasar Pandangan Non-Directicve Counseling

Teori kepribadian Carl R. Rogers di sebut juga self-theoryberpusat pada pentingnya diri (self concep) . menurut Rogers, pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang rasional, bersifat sosial, realisris, cenderung untung

berkembang dan merealisasikan dirinya. Tugas psikoterapi adalah

9

Dewa Ketut Sukardi,Dasar-Dasar Bimbingan Dan Penyuluhan Disekolah(Surabay:Usaha Nasional), Hal 119.


(48)

memanfaatkan kesanggupan tersebut sehingga dapat berfungsi sebagaimna seharusnya.10

Rogers mengatakan menyatakan bahwa konseling yang berpusat pada klien (client-centered counseling) harus ditekankan pada pemahaman klient tetang dirinya (self concept). Konsep diri adalah bagaimana individu menyadari, mengenal, dan memandang mengenai gambaran tengtang dirinya sendiri yang meliputi kemampuannya sendiri. Sifat-sifatnya, dan bagaimana hubungan dirinya dengan lingkungannya.11

Dengan memahami konsep pada diri individu tersebut diharapkan mampu mengaktualisasikan (pengembangan) seluruh kemampuan atau potensinya menuju hidup yang lebih baik. Sehingga individu tersebut dapat bersosialisai dengan lingkungannya dan lebih menjadi berarti dan berguna bagi masyarakat.

3. Ciri-ciri Non-Directicve Counseling

Beberapa ciri pokok dari pendekatan Non-Directive Counseling dapat dikemukakan, sebagai berikut :

a. Teknik atau pendekatan ini menekankan aktivitas dan tanggung jawap klient itu sendiri

b. Teknik atau pendekatan ini menuntut konselor untuk selalu mengadakan hubungan dengan klien secara aktif

10

Juhana wijaya,Psikologi Bimbinngan(Bandung:PT Eresco),hal 206-207.

11


(49)

c. Secara umum masalah-masalah yang dihadapi klien dalam teknik atau pendekatan ini bersifat actual

d. Teknik atau pendektan ini menekankan pada sikap kemampuan untuk menerima dan memahami (acceptance and understanding)

e. Dengan teknik ayau pendektan Non-Directive ini klien memecahkan masalah-masalah pribadinya melalui perasaannya sendiri dengan jalan menderefensiasikan peasan-perasaanya sendiri.12

Berdasarkan pengertian diatas, ciri-ciri Non-Directive Counseling dapat di definisikan, antara lain :

a. Kounseling yang berpusat pada klien

b. Menciptakan hubungan yang baik dalam proses konseling

c. Masalah yang dihadapi oleh klien bersifat actual atau masalah yang dihadapi sekarang

d. Menekankan pada kemampuan klien dalam menerima dan memahami masalahnya

e. Dengan demikian klien dapat memecahkan masalahnya melalui tanggapan-tanggapan perasaannya sendiri dan bertanggung jawap atas keptusannya.

4. Langkah-Langkah Non-Directive

Menurut Carl R. Rogers, langkah yang dapat dipakai pedoman dalam melaksakan Non-Directive Counseling ada dua belas langkah. Tetapi

langkah-12


(50)

langkah tersebut bukanlah langkah yang baku, tapi dapat diubah-ubah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Klien datang dengan sukarela untuk meminta bantuan kepada konselor. Apabila klien datang atas petunjuk atau saran orang lain maka konselor harus menciptakan suasana permisif, santai, ramah, penuh keakraban dan kehangatan, serta terbuka, sehingga klien dapat menentukan sikap pemecahan masalahnya.

b. Menentukaan situasi konseling, dengan memberikan dorongan kepada klien untuk menerima tanggung jawab dalam memecahkan masalahnya. Dorongan ini hanya dilakukan apabila konselor mempunyai keyakinan bahwa klien mampu mengembangkan kemampuannya untuk membantu dirinya sendiri.

c. Konselor mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya secara bebas, dengan menampakkan sikap permisif, santai, penuh persahabatan dan kehangatan, serta terhindar dari ketengangan-ketegangan, sehingga dirasakan meredanya ketegangan dan tekanan batinnya.

d. Konselor denga tulus menerima dan menjernihkan perasaan klien yang bersifat negatif, yang berarti bahwa konselor memberikan respon kepada prasaan-perasaan klien

e. Apabila perasaan klien yang negatif telah sepenuhnya terungkap maka secara psikologis bebannya mulai berkurang, sehingga ekspresi-ekspresi positif akan muncul dan yang akan memungkinkan klien akan tumbuh dan berkembang


(51)

f. Konselor menerima perasaan-perasaan positif yang diungkapkan klien g. Saat pencurahan perasaan itu, berangsur-angsur diikuti oleh perkembangan

tentang wawasan dan pemahaman klien mengenai dirinya serta penerimaan dirinya.

h. Bila telah memiliki pemahaman tentang masalahnya dan menerimanya, mulailah membuat suatu keputusan untuk melakukan sesuatu dan melangkah untuk memikirkan tindakan selanjutnya.

i. Mulailah melakukan tindakan-tindakaan yang positif j. Perkembangan lebih lanjut wawasan klien

k. Meningkatkan tindakan (tingkah laku) positif secara terpadu pada diri klien l. Mengurangi ketergantungan klien atas bantuan kenselor, dan proses

konseling perlu diakhiri dengan memberitahukan kepada klien secara bijaksana.13

5. Proses Non-Directive

Tahap perubahan yang dialami klien dapat diurutkan dlam tujuh tahap, yaitu:

a. Pada tahap awal, ada suatu penolokan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri. Klien tidak mengenal perasan-perasaan dan arti pribadinya.

b. Pada tahaap ini terdapat pencurahan-pencurahan pernyataan yang dihubungkan dengan hal-hal yang tidak bersangkutan dengan dirinya. Klien tidak merasa bertanggung jawab atas masalahnya.

13


(52)

c. Pernyataan-peryataan mengenai dirinya menjadi lebih bebas. Ada kesadaran mengenai pertentangan dalam pernyataan-pernyataan.

d. Adanya perkembangan kesanggupan dalam membedakan perasaan dan pertengan-pertentangan menjadi perhatiannya. Perasaan bertanggung jawap dan hubungan dengan konselor mulai muncul.

e. Perasaan-perasaan dapat dibedakan dengan lebih baik lagi. Klien mulai menerima tanggug jawap atas maslahnya.

f. Menerima pengalaman dan perasaan yang menyertainya sebagaiamana adanya, bukan sebagai sesuatu yang harus di takuti, diingkari dan dihindari, keadaan jasmani lebih santai dan memebedakan kesanggupan dalam membedakan penghayatan meningkat, penilaiannya lebih teliti.

g. Klien dapat maju dengan kekuatanya sendiri, penghayatannya lebih spontan. Menerima perubahan perasaan dan menyadari semua unsur pengalamannya yang memungkinkan ia mengambil keputusan yang nyata dan efektif.14

Pada awal proses konseling Non-Directive untuk anak-anak dengan permainan, konselor boleh menggunakan pendekatan directive hanya untuk menerangkan atau mengarahkan cara menggunakan permainan saja, ini merupakan bentuk toleransi konselor pada klien. Untuk proses selanjutnya klien diberi kesempatan untuk mengembangkannya sendiri.15

14

Juhana, hal 207-209.

15

Zakiyah Drajat,Perawatan Jiwa Unuk Anak-Anak(Jakarta:Bulan Bintang,1982), hal 49-50.


(53)

Dalam proses konseling, pada awalnya klien cenderung menolak dan merasa frustasi tetapi bila konselor dipandang sebagai seorang yang hangat, penuh perhatian dan pengertian, maka nantinya akan membawa klien kepada eksplorasi diri dan pengertian, baik dalam diri klien maupun lingkungannya. Perubahan-perubahan dalam proses konseling tergantung pada bagaimana klien memandang pengalaman-pengalaman konseling, sikap dan teknik-teknik konselornya.

6. Penerapan Teknik-Teknik Konseling Non-Directive

Teknik-teknik konseling yang dimaksudkan adalah cara-cara konseling dalam menyatakan dan menyampaikan perasaan menerima, menghargai dan mengerti perasaan klien. Cara-cara konselor menyatakaannya itu juga dapat diartikan sebagai pernyataan-pernyataan sikap konselor yang asli dan spontan dalam menciptakan hubungan baik dengan kliennya.

Jika konselor dapat menerima klien sebagaimana adanya, memahami sudut pandang klien dan perasaan terhadap masalahnya, konsisten, maka klien akan menghayati suasana konseling sebagai suasana yang aman, pasti bebas dari ketakutan dan sebagai sesuatu yang mendorong dan membantunya, konselor akan dipandang sebagai seorang yang dapat dipercaya, diandalkan dan konsisten, inilah yang memungkinkan kepribadian klien dapat berkembang dengan baik.16

16


(54)

Dengan demikian teknik Non-Directive Konseling dapat dipahamai sebagai cara konselor dalam menciptakan hubungan yang baik, menerima klien dengan perasaan yang hangat, ramah, menghargai dan mengerti perasaan klien dan bersama-sama mengeksplorasinya, yang kemudian konselor memotivasi

dan mengembangkan kemampuan klien untuk dapat memecahkan

permasalahannya sendiri dan mengaktualisasikan diri untuk lebih maju dan berkembang lebih baik.

C. PERMAINAN

1. Pengertian Permainan

Masa anak-anak sebagian besar berinteraksi bersama teman sebaya dengan permainan. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakn untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Permainan meningkatkan

afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan

perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya.17

Permainan juga bisa dijadikan sebagai terapy (play therapi) yang memungkinkan anak mengatasi frustrasi, meraeka tidak terancam dan lebih leluasa mengemukakan perasaan-perasaan meraka yang sebenarnya

Menurut Freud dan Erikson permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Karena tekanan-tekanan terlepaskan dalam permaina, anak dapat

17


(55)

mengatasi masalah-masalah kehidupan. Permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan terpendam.18Piaget (1962) memandang permainan sebagai sesuatu media yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan, yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif, kreatifitas, dan potensi anak. Dengan permainan, anak dapat leluasa dalam mengungkapkan perasaan-perasaan pada dirinya, sehingga ia dapat menguasaia memecahkan masalahnya.

Permainan juga dapat mengembangkan sosialisasi anak dalam interaksi bersama teman sebayanya, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial dan dalam masa anak-anak menggunakan permainan dalam bersosialisasi bersama teman-temannya.

2. Macam-Macam Permainan Anak

Permainan anak memang banyak macamnya, maka dari itu akan dibagi dalam dua kategori, yaitu :

a. Permaninan Aktif

Permainan aktif adalah permainan yang kegembiraannya timbul dari apa yang dilakukan anak itu sendiri. Bentuk-bentuk permainan aktif, yaitu:

18


(56)

1) Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi

Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan bermain terus dengan permainan tersebut selama pemainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila perhatian dan kegembiraan dari permainan itu berkurang.19

Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru . contoh permainan bebas dan spontan, antara lain: berlari-lari, melompat-lompat, meluncur, naik, dan menurun meniti balok, bermainan ayunan, bermain bola dan sebagainya.

2) Permainan Drama

Permanan drama juga disebut juga “permainan pura-pura”. Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam media massa.20 Contoh permainan drama, antara lain: berperan sebagai ayah atau ibu, tentara, polisi, dokter, dan lain-lain.

3) Permainan Kostruktif

Permaian kostruktif terjadi ketika anak melibat diri dalam suatu kreasi atau kostruksi suatu produk atau suatu pemecahan masalah

19

Elizabeth B. Harlok,Perkembangan Anak(Jakarta:Erlangga,1995),hal 327-328.

20


(57)

ciptaannya sendiri. Permainan kostruksi juga merangsang kreativitas. Permainan ini dilakukan dengan teknik membangun, antara lain misalnya: menyusun balok-balokan, membuat rumah-rumahan , bermain puzzle, membuat kue dari tanah liat, dan lain-lain.

4) Bermain Musik

Bermaian musik dapat mengembangkan anak untuk menghibur diri dan menjadi kreatif, juga dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, bernyanyi, berdansa, atau memainkan alat musik.

5) Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu

Kegiatan mengumpulkan atau mengoleksi ini sering

menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak dari teman-temannya dan terlibat pertukaran atau barter. Disamping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi persesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.

6) Pemainan Olahraga

Dalam permainan olahraga, anak banyak menggunakan energi

fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya.


(58)

bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif. Contoh permaian olahraga, antara lain: sepak bola, basket, lari, badminton, dan sebagainya.

b. Permainan Pasif

Permainan pasif juga dapat bisa dikatakan sebagai hiburan, karena kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Berbagai bentuk permainan pasif atau hiburan, antara lain:

1) Membaca

Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun akan

berkembang kreativitas dan kecerdasannya.21 Contoh kegiatan

membaca sebagai permainan atau hiburan pasif, antara lain: membaca majalah, surat kabar, komik, cerita lucu, dan sebagainya.

2) Mendengarkan Radio

Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya selain sebagai hiburan, lebih dekat dengan keluarga, anak juga kan bertambah pengetahuannya tentang kejadian actual, memperbaiki tata bahasa , sedangkan pengaruh

21


(59)

negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan oleh radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.

3) Menonton Televisi

Pengaruh televisi sama dengan mendengarkan radio, baik pengaruh positifnya maupun negatifnya. Oleh karena itu menonton televisi harus ada pembimbingan dan kendali atas acara apa saja yang dilihat anak.

Pada masa anak-anak, mereka banyak permainan aktif dan permainan pasif, permainan tersebut sangat bermanfaat bagi perkembangan anak, baik perkembangan kognitif, kreativitas dan daya citanya. Anak-anak juga dapat berkomunikasi dan bersosialisasi bersama teman-temaannya dengan baik. Dengan permainan anak dapat menenangkan batinnya dengan melampiaskan kekesalahannya sehingga dia merasa lega dan dapat tenang lagi.

3. Pengaruh Bermain Bagi Perkembangan Anak

Aktivitas bermain memang banyak mempengaruhi beberapa aspek perkembangan anak. Beberapa pengaruh bermain bagi perkembangan anak, yaitu:

a. Perkembangan Fisik

Bermain aktif bermanfaat untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuh anak.


(60)

b. Dorongan Berkomunikasi

Bermain dapat juga berfungsi sebagai dorongan komunikasi agar anak dapat bermain dengan baik bersama teman lain.

c. Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam

Bermain meruapakn sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebakan oleh batasn-batasan terhadap perilaku mereka.

d. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan

Kebutuhan dan keinginan ang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain sering kali dapat dipenuhi dengna bermain misalnya, menjadi pemimpin tentara dalam permainan, menjadi dokter dan sebagainya.

e. Sumber belajar

Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal, melalui buku, televisi, atau menjelajah lingkungan.

f. Rangsangan bagi kreativitas

Dengan eksperimentasi dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan dan selanjutnya dapat mengalihkan minat kreatifnya diluar dunia bermain.


(61)

g. Perkembangan wawasan diri

Anak mengetahui tingkat kemampuannya dengan temannya melalui bermain. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep dirinya lebih pasti dan nyata.

h. Belajar Bermasyarakat

Dengan belajar bersama anak lain, mereka belajar bagaimana membentuk hubungan sosial dan bagaimana mengahadapi dan memecahkan masalah yang timbul.

i. Standar Moral

Dalam bermain, tidak ada pemaksaan standar moral maupun anak belajar dirumah atau disekolah tentang apa saja yang dianggap baik maupun buruk.

j. Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin

Anak belajar mengenai apa saja jenis kelamin yang akan diperankan. Akan tetapi mereka juga harus menerimanya bila ingin menjadi anggota kelompok bermain.


(62)

k. Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan

Dalam bermain, anak berhubungan dengan anggota kelompok temannya sehingga mereka dapat belajar bekerja sama, murah hati, jujur, sportif dan disukai orang.22

Dari penjelasan diatas menurut pemahaman penulis mengenai pengaruh bermain bagi perkembangan anak , antara lain sebagai berikut:

a. Memperkuat fisik (tubuh) lewat gerakan-gerekan otot, dalam bermain anak selalu gembira dan tidak kenal lelah. Kegembiraan ini diekspresikan denagn berlari-lari, melompat, menendang, dan sebagainya sehingga otot-otot mereka tumbuh dan berkembang dengan baik.

b. Mengembangkan kepribadian. Dengan bermain anak bersikap positip dan mampu berinisiatif, jujur, kerja sama dan bertanggung jawab.

c. Meningkatkan komunikasi. Dengan bermain anak semakin mendekatkan hubungan dengan berkomunikasi dengan teman-temannya, orang tua dan guru.

d. Melatih bermasyarakat. Dengan bermain anak-anak belatih mentaati aturan adan tatatertib permainan, bila anak melanggar aturan maka ia akan dikenai sanksi atau hukuman dari teman-temannya atau dijauhi dari mereka. Setiap anak tidak mau dikucilkan atau kehilangan teman bermain. Maka ia akan menghormati dan menerima keputusan orang lain, tidak marah, tidak egois, belajar menanggung resiko, dan sebagainya.

22


(63)

e. Mengenal lingkungan. Dalam bermain anak-anak menggunakan alat-alat sebagai sarana bermain. Dengan banyaknya benda yang dapat dilihat, didengar, diraba, dicium,dikecap, dan dimanipulasikan maka semakin banyak benda yang mereka kenal dan bertambah pesat pula perkembangan persepsi mereka.

f. Mencegah dan menyembuhkan tekanan batin, karena dengan bermain anak lebih leluasa melampiaskan kekesalan, meluapkan kekecewaan, dan mendapatkan kembali ketenangan dirinya.

g. Merupakan sumber belajar , dengan bermain anak bisa melatih ketrampilannya, menambah pengetahuannya tentang konsep-konsep dasar dan hal-hal yang ada dilingkungan anak, serta mengembangkan imajinasi dan daya cipta.

D. DISLEKSIA

1. Pengertian Disleksia

Disleksia (Bahasa Ingris : dyslexia) berasal dari kata Yunani “dys” artinya “kesulitan untuk” dan “Lexis” artinya “huruf” atau”Leksikal” jadi disleksia adalah” kesulitan belajar yang terjadi karena anak bermasalah dalam mengekspresikan ataupun menerima bahasa lisan ataupun tulisan”.Masalah anak disleksia tercermin dalam kesulitan membaca, mengeja, menulis, berbicara dan mendengar.23

Anak yang menyandang disleksia biasanya memiliki talenta yang luar biasa,karena biasanya mereka lebih unggul dalam hal visual, spatial dan motor,

23

Olivia Bobby Hermijanto,Disleskia:Bukan Bodoh,Bukan Malas,Tetapi Berbakat(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,2016),hal 35.


(64)

seperti seni (misal seni drama.musik dan lain-lain) atletik, arsitek, elektrotik, mekanik, grafis dan lain-lain.24 beberapa tokoh besar yang menyandang disleksia (konon katanyaa mereka juga sering tidak naik kelas) tetapi juga memiliki talenta dan kecerdasan yang tinggi, yaitu si jenius Thomas Alfa Edisonpenemu listrik danAlbert Einsteinpenemu teori relativitas.

Jadi disleksia meruapakan suatu kondisi kesulitan seseorang dalam membaca, menulis dan beberapa aspek bahasa lainnya. Anak disleksia memang sering mengalami kesulitan dalam belajar, tetapi disleksia juga merupakan talenta karena mereka biasanya lebih kreatif dan mempunyai kelebihan dalam bidang visual (misal : seni dram, musik ), spatial (berhubungan dengan ruang , misal : arsitek) dan motor (gerakan, misal : atletik).

2. Ciri-Ciri Disleksia

Anak disleksia bila dilihat dari fisik maupun kecerdasannya dapat dikatakan normal, setiap individu adalah unik yang memiliki talenta dan potensi yang berbeda-beda. Karena itu tidak semua anak yang mengalami disleksia yang mempunyai ciri yang sama. Beberapa ciri-ciri anak disleksia, antara lan :

a. Ada kesenjangan antara kemampuan anak yang sebenarnya dan dan prestasi belajarnya. Prestasi belajar yang kurang bagus bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya oleh karena anak kurang motivasi belajar sehingga mereka enggan mengikuti pelajaran sekolah, atau memang karena memang

24


(65)

kemampunnya kurang memadai sehingga prestasi belajarnya buruk. Untuk mengukur kemampuan anak yang sesungguhnya, bisa dilakukan dengan tes intelegensi.

b. Dari riwayat keluarga, ada satu atau dua anggota keluarga yang mengalami kesulitan belajar. Ada jenis disleksia yang disebabkan oleh faktor keturunan. Untuk melihatnya kita bisa menelusuri riwayat keluarga kita, apakah ada anggota keluarga yang juga mengalami kesulitan belajar yang sama.

c. Kesulitan mengeja, mengeja merupakan aktivitas yang sulit bagi penyandag disleksia. Mereka sering mencampur adukan semua huruf-huruf dalam satu kata, jadi semua huruf dalam satu kata bisa dieja secara benar tetapi urutannya kacau, contoh : “diam menjadi daim” , “bisa menjadi bias”. d. Kebingungan dalam Membedakan kiri dan kanan. Anak disleksia sering

bingung jika diminta untuk menunjukan mana tangan kiri atau kanan , belok kiri atau kanan dan lain-lanya.

e. Menuils huruf atau angka secara mundur. Anak disleksia sering tidak bisa tidak membedakan huruf “b” dan “d”, atau p dan angka 9.

f. Kesulitan dalam hitungan. Kesulitan yang dialami penyandang disleksia biasanya dalam mengurutkan angka secara benar. Padahal kemampuan berhitung tergantung pada urutan angka, misal 2, 4, 6, 8 dan seterusnya. g. Kesulitan mengatur diri sendiri. Penyandang disleksia sering mengalami

kesulitan dalam membuat perencanaan untuk diri sendiri. Misalnya, kapan kira-kira buku dan pensil butuhkan , mereka juga kesulitan dalam menata barang dan buku-buku yang mereka miliki.


(66)

h. Kesulitan mengikuti intruksi yang komplek. “pergilah kepasar, ada banyak jenis cabe disana, belilah cabe kriting saja 1 kilo”. Contoh intruksi seperti ini bisa jadi terlalu kompleks untuk penyandang disleksia, sehingga mereka sulit memahaminya. Akan lebih sederhana jika intruksi diubah ,”belilah cabe kriting 1 kilo dipasar”.25

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa anak yang mengalami disleksia biasanya menunjukan ciri-ciri tersebut, meskipun kadang tidak semua memiliki ciri yang sama. Disini penulis dapat mengidentifikasikan beberapa ciri penyandang disleksia, antara lain sebagai berikut:

a. Sulit mengeja

b. Sulit membedakan huruf b dan d

c. Kekurangan dan kelebihan huruf dalam menulis d. Sulit mengingat arah kiri dan kanan

e. Sulit membedakan waktu (hari ini, kemaren, dan besok) f. Sulit mengingat urutan

g. Sulit mengikuti intruksi verbal h. Sulit berkonsentrasi

i. Perhatiannya mudah teralihkan

j. Sulit berkomunikasi karena bahasanya kaku dan tidak berurutan(sering terbalik)

k. Sering mengalami kesulitan berhitung terutama bila disampaikan dalam bentuk cerita

25


(67)

l. Tulisanya berantakan dan sulit dibaca m. Kurang percaya diri

Sedangkan untuk mendeteksi gejala anak disleksia secara pasti maka perlu penyelidikan lebih lanjut oleh profesional. Karena kesulitan membaca, menulis dan berhitung misalnya banyak disebabkan oleh beberapa faktor seperti : gangguan penglihatan dan pendengaran, pengajaran disekolah yang kurang bagus , dan sebagainya.

3. Faktor Faktor Penyebab Disleksia a. Faktor genetis.

Yaitu, diturunkan oleh salah satu atau kedua orang tua anak yang menderitanya. bukti ini didapatkan dari hasil penelitian terhadap anak yang kembar identik. Apabila salah satu dari anak kembar itu di identifikasi menderitadyslexia, maka kemungkinan besar anak yang lain juga menderita hal yang sama.

b. Gangguan fungsi pada otak.

Gangguan fungsi pada otak diyakini dapat menyebabkan dyslexia. Para peneliti bersepakat bahwa permasalahan dyslexia ini bisa dilacak melalui perbedaan-perbedaan pada struktur, kimiawi dan fungsi dari otak. Selain itu bukti-bukti mengarah pada ketidakmampuan otak memproses informasi visual.

c. Terganggunya pemrosesan fonologis

Yaitu ketidak mampu untuk membuat korelasi antara bentuk tertulis dari sebuah kata dan bunyi pengucapan kata tersebut ketika diucapkan.


(68)

Dalam kata lain, mereka bisa menangkap kata-kata tersebut melalui indera pendengarannya, tetapi ketika di minta untuk menuliskannya di selembar kertas mereka mengalami kebingungan atau cenderung tidak dapat membaca apa yang dia tulis.

d. Kerusakan neurologis

Anak mengalami kerusakan sistem syaraf dalam proses pembicaraan.

Gambar 2.1

Perbanding bagian otak yang digunakan untuk membaca antara orang normal dan yang mengalami disleksia (shaywitz,2002)

Dengan demikian , disleksia dapat disebabkan karena faktor keturunan atau bawaan. Dimana struktur dan fungsi otak mereka berbeda dengan orang pada umumnya. Pada umumnya struktur otak kiri lebih besar dari pada otak kanan. Sedangkan pada orang yang mengalami disleksia, memiliki struktur otak kiri dan otak kanan sama besar. Sehingga berpengaruh pada ‘corpus collosum’ yang menyebabkan kesulitan dalam membaca dan menulis .

Anak disleksia sering sekali mengalami ketelitian dari segi mental dan fisik dalam belajar, karena mereka terpaksa berusaha keras belajar bersama


(1)

dikategorikan cukup berhasil. Hal ini ditandai dengan perubahan yang ditunjukkan oleh klien yang telah dijelaskan pada bab 4 diatas.

B. SARAN

1. Bagi para orang tua yang mempunyai anak yang kurang termotivasi dalam belajar diharapkan mencari tahu terlebih dahulu mengapa anaknya kurang termotivasi untuk belajar. Bisa saja salah satu penyebabnya terkena dyslexia. Dan apabila sudah terdeteksi terkena dyslexia konsultasikan kepada pakar psikologi atau konselor agar dapat saran bagaimana memberikan penanganan yang tepat.

2. Bagi konselor apabila menghadapi kasus seperti penelitian ini hendaknya diperlukan waktu yang lama tidak cukup hanya satu bulan untuk melakukan proses konseling, agar hasil yang didapatkan atau tingkat keberhasilan lebih efektif.

3. Bagi para pembaca pada umumnya janganlah menjadikan masalah sebagai beban hidup yang harus disimpan sendiri, cobalah lebih terbuka dengan orang disekitar anda yang sanggup untuk membantu anda. Sebaliknya jangan menjadikan masalah orang lain sebagai beban hidup kita. Dan tetap sabar dalam menghadapi sebuah masalah. Sabar dalam artian sabar aktif terus berusaha mencari jalan terbaik yang sesuai syariat untuk menyelesaikan sebuah masalah. Allah menciptakan sebuah masalah


(2)

(3)

1

Daftar Pustaka

Aswadi. 2009.iyadah dan ta’ziyah persepektif bimbingan dan konseling islam.Surabaya:Dakwah Digital Press.

Anwar, Saifuddin. 1998.Metodologi Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edesi

Revisi VI(Jakarta: PT. Rienika Cipta.

Arikunto ,Suharsimi.1991.prosedur peneliti suatu pengantar.Jakarta:PT Rineka Cipta.

Az-Zahrani,Syaid.2005. konseling terapi.Jakarta:Gema Insani.

Anas salahudin,Masfir bin.2010.bimbingan dan konseling.Bandung:CV Pustaka Setia.

Akhyar Lubis,Saiful.2007.konseling islami kyai dan pesantren.Yogyakarta:Elsaq Press.

Angel Wings, Dyslexia (

http://angel-swing.blogspot.com/2008/08/dyslexiadisleksia.html) , diakses 4 Mei 2017 Bungin, Burhan.2011.Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan

Kualitatif.Surabaya: Airlangga University Press.

Departemen agama ri.2006.Al-Quran dan terjemahannya.Jakarta:Maghfirah Pustaka.

Departemen agama ri. 1971.Alquran dan terjemahnya .Jakarta:Pelita.

Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak dysleksia. Bandung: PT.Refika Aditama.


(4)

2

Danim ,Sudarwan. 2002.menjadai peneliti kualitaif.Bandung:Pustaka Setia. Hikmawati, Feni. 2011.bimbingan dan konseling.Jakarta:PT Raja Grasindo

Persada.

Hurlock,Elizabeth B. 1995. perkembangan anak.Jakarta : Erlangga.

Hermijanto,Olivia Bobby . 2016.disleskia:bukan bodoh,bukan malas,tetapi berbakat.Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama.

Hadi ,Sutrisno.1983.metodologi research.Yogyakarta:YPF,Psikologi UGM. Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial

(Jakarta: Salemba Humanika 2010)

J. Maleog, Lexy.2009Metode Penelitian Kualitatif .Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Juntika Nurihsan ,Ahmad.2006.bimbingan dan konseling.Bandung:Rafika Aditama.

Kartono,Kartini.1985.bimbingan dan dasar-dasar pelaksanaan.Jakarta:Penerbit CV Rajawali.

Margono. 2003.Metodologi PenelitianPendidikan .Jakarta: Rineka Cipta.

M Ludin.2010.Abu bakar dasar-dasar konseling tinjauan teori dan praktek.Bandung:Aula Grafika.

Mapiare AT,Andi.1992.pengantar konseling dan psikoterapi.Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Musnamar,Thohari .dasar-dasar konseptual bimbingan konseling islam.Yogyakarta:UII Press.


(5)

3

Mubarok,Ahmad.2000.konseling agama teori dan kasus cet 1.Jakarta:Bumi Rena Pasmara.

M Arifin. 1982.pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan agama.Jakarta:PT Golden Trayon.

Munir,Samsul.2010.Bimbingan dan Konseling Islam.Jakarta: Amzah. Nazir, Moh. 1998.Metodologi Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prayitno dan Erma Amti.2004.dasar-dasar bimbingan dan konseling.Jakarta:PT.Rineka Cipta.

Rahim Faqih, Ainur. 2004.Bimbingan Konseling Islam.Yogyakarta: UII PRESS. Rahim, Farida. 2005. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Rahim Faqih,Ainur.2001.bimbingan dan konseling islam.Yogyakarta UII Press. Sarwono, Jonathan. 2006.Metode Penelitian Kuantitatif dan

kualitatif.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono.2006.Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D .Bandung: Alfabeta.

Sukardi ,Dewa ketut.2000.dasar-dasar bimbingan dan penyuluhan disekolah.Surabay:Usaha Nasional.

Santrock,John w. 1995. life-span development.Jakarta:Erlangga.

Sayuti Farid,Mama.1988.pokok-pokok bahasa tentang bimbingan penyuluhan agama .Surabaya:Fakultas Dakwah Sunan Ampel.


(6)

4

Wijaya, Juhana.Psikologi Bimbinngan.Bandung:PT Eresco..

Yusuf, Syamsu. 2009.program bimbingan dan konseling disekolah.Bandung:Rizqi Press

Zainal Arifin, Isep. 2009.Teknik Bimbingan Dan Konseling Islam.Jakarta:Erlangga.


Dokumen yang terkait

PERAN BIMBINGAN BELAJAR BAGI SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA DI SD NEGERI 1 DEPOK KECAMATAN Peran Bimbingan Belajar Bagi Siswa Yang Mengalami Kesulitan Membaca Di SD Negeri 1 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2014/ 2015.

0 2 15

). Program Bimbingan Dan Konseling Kolaboratif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Yang Mengalami Kesulitan Belajar (Learning Disability) Di Sekolah Inklusif.

0 1 33

MODEL BIMBINGAN KOLABORATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN AKADEMIK ANAK YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR (LEARNING DISABILITIES) DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF.

1 8 81

Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar (Studi Kasus di SMP PGRI Jati Kudus).

0 0 17

LIFE-SCRIPT ANALYSIS UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI PONSOS KALIJUDAN SURABAYA.

0 2 99

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL SEORANG ANAK DI DESA GUMENG BUNGAH GRESIK.

6 42 114

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN HYPNOSLEEP UNTUK MENANGANI PERILAKU NEGATIF SEORANG ANAK DI DESA GADUNG KECAMATAN DRIYOREJO KABUPATEN GRESIK.

0 0 135

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF UNTUK MENANGANI DEPRESI SEORANG ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA DI TLASIH TULANGAN SIDOARJO.

0 0 97

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI SILATURAHMI PADA SEORANG REMAJA YANG MENGALAMI DEPRESI

0 0 20

PERANAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP PSIKOLOGI ANAK YANG MENGALAMI PERCERAIAN DI WATTANG SOREANG KOTA PAREPARE

0 0 101