BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL SEORANG ANAK DI DESA GUMENG BUNGAH GRESIK.
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Muhammad Faiz Hisyam NIM. B03211023
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
viii ABSTRAK
Muhammad Faiz Hisyam (B03211023), Bimbingan Konseling Islam Dengan
Terapi Realitas Untuk Meningkatkan Self Control Seorang Anak Di Desa Gumeng Bungah Gresik.
Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana gejala yang tampak pada seorang anak
yang kurang memiliki self control?, (2) Bagaimana proses bimbingan konseling
Islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak di Desa Gumeng Bungah Gresik?, (3) bagaiman hasil poses bimbingan konseling Islam
dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak di Desa
Gumeng Bungah Gresik?
Peneliti menggunakan metode penelitian kulaitatif dengan jenis penelitian studi kasus dan di analisa menggunakan deskriptif komparatif. Adapun pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa seorang anak yang kurang memiliki self
control terlihat dengan beberapa indikasi yang muncul yang mengarah pada
ketidak mampuan untuk mengontrol dirinya, diantara adalah konseli kurang mengontrol perilakunya, konseli tidak mampu mengantisipasi peristiwa yang terjadi pada dirinya, konseli tidak mampu menafsirkan peristiwa, dan konseli tidak mampu mengontrol dalam membuat keputusan untuk dirinya. Dalam penelitian ini proses konseling yang terjadi menggunakan terapi realitas, dengan penerapan teknik konfrontasi dan menolak alasan apapun dari konseli, dan melibatkan diri dengan konseli dengan bertindak sebagai guru. Hasil akhir dari proses konseling dengan bantuan menggunakan terapi realitas dalam penelitian ini cukup berhasil dengan prosentase 75%, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan indikasi yang tidak mampu dilakukan oleh konseli menjadi indikasi yang sudah mampu dilakukan oleh konseli.
(6)
xii DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Konsep ... 8
F. Metode Penelitian ... 11
1. Pendekatan dan jenis penelitian... 12
2. Subjek penelitian ... 13
3. Tahap-tahap penelitian ... 15
4. Jenis dan sumber data ... 17
5. Teknik pengumpulan data ... 17
6. Teknik analisa data ... 20
7. Teknik keabsahan data ... 21
G. Sistematika Pembahasan ... 25
BAB II : BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI REALITAS, DAN SELF CONTROL A. Bimbingan Konseling Islam, Terapi Realitas, dan Self Control ... 27
1. Bimbingan Konseling Islam ... 27
2. Terapi Realitas ... 45
3. Self Control ... 51
(7)
xiii
BAB III : BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL SEORANG ANAK
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 66
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66
2. Deskripsi Konselor dan Konseli ... 68
3. Deskripsi masalah ... 75
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 77
1. Deskripsi data tentang keadaan seorang anak yang kurang mampu mengendalikan diri (self control) ... 77
2. Deskripsi data tentang proses bimbingan konseling islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak ... 82
3. Deskripsi data hasil proses bimbingan konseling islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak ... 91
BAB IV : BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL SEORANG ANAK A. Analisis data tentang keadaan seorang anak yang kurang mampu mengendalikan diri (self control) ... 94
B. Analisis data tentang proses bimbingan konseling islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak ... 95
C. Analisis data tentang hasil proses bimbingan konseling islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak ... 102
BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 106
B. Saran ... 108 DAFTAR PUSTAKA
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan ini banyak diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam mengendalikan diri. Tawuran antar pelajar, mengambil hak milik orang lain (mencuri, merampok, korupsi), tidak dapat mengatur dirinya dan tidak mampu mengetahui sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh diri seseorang merupakan contoh perilaku yang timbul karena ketidakmampuan dalam mengendalikan diri (self control).
Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya. Seorang yang memiliki kontrol diri akan dapat melakukan tindakan berupa mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan untuk mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu peduli dengan orang lain, menutup perasaannya. Kontrol diri seringkali diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa kearah konsekuensi positif. Kontrol diri mengandung arti mengatur sendiri tingkah
laku yang dimiliki.1 Menurut Ghufron kontrol diri merupakan suatu aktivitas
pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna
1
Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir Jaya, 1987), hal.
(9)
melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan
sesuatu untuk bertindak.2
Self control merupakan kemampuan untuk menangguhkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya dinilai secara sosial. Orang yang menjalankan kontrol diri memperlihatkan bahwa kebutuhan akhir telah disosialisasikan, bahwa nilai-nilai budaya lebih penting dari hasrat dan desakannya. Kontrol diri ini mencakup cara lain untuk menyatakan masalah hubungan antara kepribadian yang istimewa yang menghadapi kebutuhan kolektif untuk konformitas., dan
ganjaran sosial yang dapat timbul karena menangguhkan pemuasan naluriah.3
Mengapa penting memiliki self control? Pertama, kontrol diri
berperan penting dalam hubungan seseorang dengan orang lain (interaksi
sosial). Hal ini dikarenakan kita senantiasa hidup dalam kelompok atau masyarakat dan tidak bisa hidup sendirian. Seluruh kebutuhan hidup kita (fisiologis) terpenuhi dari bantuan orang lain, begitu pula kebutuhan psikologis dan sosial kita. Oleh karena itu agar kita dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup ini dibutuhkan kerjasama dengan orang lain dan kerjasama dapat berlangsung dengan baik jika kita mampu mengendalikan diri dari perbuatan yang merugikan orang lain. Kedua, Kontrol diri memiliki peran dalam menunjukkan siapa diri kita (nilai diri). Seringkali seseorang memberikan penilaian dari apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kontrol diri merupakan salah satu aspek penting dalam mengelola dan mengendalikan perilaku kita. Kontrol diri menjadi aspek yang penting
2
M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 25-26.
3
(10)
dalam aktualisasi pola pikir, rasa dan perilaku kita dalam menghadapai setiap situasi. Seseorang yang dapat mengendalikan diri dari hal-hal yang negatif tentunya akan memperoleh penilaian yang positif dari orang lain lingkungan sosial, begitu pula sebaliknya. Ketiga, kontrol diri berperan dalam pencapaian tujuan pribadi. Pengendalian diri dipercaya dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hal ini dikarenakan bahwa seseorang yang mampu menahan diri dari perbuatan yang dapat merugikan diri atau orang lain akan lebih mudah fokus terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai, mampu memilih tindakan yang memberi manfaat, menunjukkan kematangan emosi dan tidak mudah terpengaruh terhadap kebutuhan atau perbuatan yang menimbulkan kesenangan sesaat. Bila hal ini terjadi niscaya seseorang akan
lebih mudah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.4
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran, dan sebagainya. Akibatnya kerawanan
hubungan antara anggota keluargapun sukar dihindari.5
Seorang anak yang sudah masuk pada usia dewasa awal atau remaja akhir sudah berusaha dapat menyelesaikan masalah dalam dirinya, mengetahui hal-hal yang seharusnya ditinggalkan, dikurangi, dan ditambah demi kebaikan dan perbaikan pada dirinya. Fenomena terjadi pada seorang anak di desa Gumeng Bungah Gresik yang bernama Nada (nama samaran), dia adalah anak tunggal dari pasangan suami istri bapak Asnan dan ibu Ani.
4
http://garasikeabadian.blogspot.com/2013/03/pengendalian-diri-self-control.html (Diakses pada Tanggal 02 September 2015, pukul 20:32 WIB)
5
Syaiful Bahri Djamalah, Pola Komunikasi Orangtua & Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hal. 38.
(11)
Sejak kecil bapak Asnan dan ibu Ani selalu menuruti semua yang diinginkan oleh Nada, orang tua Nada selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan Nada, jadi Nada sangat jarang apapun yang diinginkannya tidak terpenuhi.
Ketika Nada masih berada di bangku Sekolah Dasar (SD) Nada termasuk siswi yang berprestasi sering mendapakan juara kelas, Nada patuh terhadap orang tuanya dan rajin belajar, jika Nada pulang terlambat selalu izin orang tuanya, jadi orang tuanya tidak mengkhawatirkan tentang keberadaannya. Semenjak Nada mulai memasuki sekolah MTs terlihat ada perubahan pada diri Nada, Nada sering keluar malam, sering terlambat pulang ke rumah dengan alasan yang tidak jelas, Nada sering beralasan kalau dia main ke rumah temannya, Nada menjadi malas dan jarang belajar, menjadi sering membentak atau membangkang orang tuanya sehingga menjadikan prestasi Nada di sekolah menjadi menurun, jika ibu Nada meminta tolong Nada untuk membersihkan rumah, belajar mencuci bajunya sering kali menundanya dan terkesan acuh, padahal ibu Nada ingin mengajarkan kemandirian kepada Nada, dengan harapan Nada menjadi pribadi yang mandiri didewasa kelak.
Sekarang Nada duduk di kelas 3 MTs, perilaku-perilaku Nada tersebut sampai sekarang masih dilakukan yaitu sering pulang malam, membantah orang tua, membangkang perintah orang tuanya dan tidak mau belajar. Hal tersebut diakibatkan karena orang tua yang tidak peduli dengan Nada, orang tua Nada hanya berfikir untuk memenuhi semua kebutuhan Nada melainkan hanya berfikir dengan pekerjaan saja.
(12)
Orang tua Nada kurang memperhatikan keseharian Nada dengan teman-temannya, ibu Ani lebih mengurusi warungnya dan bapak Asnan jarang di rumah pekerjaan yang mengharuskan bapak Asnan tidak selalu berada dirumah sehingga kurang mengetahui keadaan anaknya dalam hal ini Nada, jika Nada pulang larut malam itu dibiarkan dan kurang teguran dari orang tua Nada sehingga menjadikan kebiasaan sehari hari Nada, sehingga perilaku Nada sebagai anak kurang baik, sering membentak orang tuanya, mengeluh, apabila ibu Ani ada acara atau ada undangan ibu Ani meminta tolong Nada untuk menjaga warung seringkali ditinggal main sama temannya, sikap Nada kepada orang tuanya yang kasar dan menunjukan sikap melawan dan membantah tetapi apabila Nada menginginkan sesuatu selalu ingin di turuti semua kemauannya, sikap Nada sehari hari bisa dikatakan kurang mempunyai sikap patuh dan nurut kepada orang tua sehingga sering membantah dan melawan perintah orang tua.
Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan Nada dengan cara-cara yang bisa membantu Nada menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab
pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental.6
Pribadi sehat dalam terapi realitas merupakan pribadi yang mampu berperilaku dan berfikir secara bertanggung jawab. Sedangkan pribadi tidak
6
Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), hal. 263
(13)
sehat yaitu pribadi yang tidak mampu menunjukkan perilaku dan pikiran secara bertanggung jawab.
Secara luas tujuan dari terapi realitas adalah mencapai identitas keberhasilan (success identity). Bagaimana individu mampu mencapainya? Tentu saja ketika ia telah dapat memikul tanggung jawab, yaitu kemampuan untuk mencapai kepuasan terhadap kebutuhan dasarnya. Ringkasnya adalah ketika individu telah mampu memuaskan kebutuhan dasarnya, maka disaat
bersamaan ia akan bertanggung jawab.7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah:
1. Bagaimana gejala yang tampak pada seorang anak yang kurang memiliki
self control?
2. Bagaimanakah proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas
untuk meningkatkan self control seorang anak di Desa Gumeng Bungah
Gresik?
3. Bagaimanakah hasil proses bimbingan konseling Islam dengan terapi
realitas untuk meningkatkan self control seorang anak di Desa Gumeng
Bungah Gresik? C. Tujuan Penelitian
Dalam uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
7
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling: Dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 188.
(14)
1. Mengetahui gejala yang nampak pada seorang anak yang kurang memiliki self control.
2. Untuk mengetahui proses bimbingan konseling Islam dengan terapi
realitas untuk meningkatkan self control seorang anak di Desa Gumeng
Bungah Gresik.
3. Untuk mengetahui hasil dari proses bimbingan konseling Islam dengan
terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak di Desa
Gumeng Bungah Gresik. D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis bagi para pembaca, antara lain sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang
bimbingan konseling Islam tentang pengembangan terapi realitas untuk meningkatkan self control.
b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pembaca dan jurusan
bimbingan konseling islam mengenai bimbingan konseling Islam terhadap peningkatan self control.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembaca untuk
(15)
b. Bagi konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam mengatasi seseorang yang tidak memiliki self control.
E. Definisi Konsep
Pemilihan konsep yang tepat memang mempunyai perspektif yang relatif baik dalam kesuksesan peelitian, namun untuk mencapai ke penelitian kearah tersebut harus bisa menentukan batasan ruang lingkup permasalahan yang sesuai dengan konseptual yang hendak dilanjutkan. Sehubungan dengan hal tersebut, agar diperolah keseragaman mengenai judul penelitian, berikut akan dijelaskan istilah-istilah dan sedikit ringkasan mengenai judul penelitian yang diambil.
1. Bimbingan konseling Islam
Menurut Ainur Rahim Faqih bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa dengan ketentuan-ketentuan dan petunjuk dari
Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.8
Bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, continue dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragam yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginteralisasikan nilai- nilai yang terkandung di
8
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII PRESS, 2004), hal. 4.
(16)
dalam al-qur’an dan hadist Rosulullah SAW kedalam dirinya, sehingga ia
dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al- Qur’an dan Hadist.9
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada setiap individu maupun kelompok secara continue dan sistematis agar dapat menghadapi persoalan atau konflik dengan lebih baik. Dalam hal ini bimbingan konseling Islam digunakan peneliti untuk memberikan arahan dan bimbingan agar klien menyadari dirinya sebagai hamba Allah yang senantiasa bisa lebih tegar dan sabar atas segala ketentuan-ketentuan Allah sehingga klien bisa meningkatkan kemampuan dan fungsi mentalnya.
2. Terapi realitas
Tokoh dalam teori realitas ini adalah William Glasser. Terapi realitas ini berfokus pada tingkah laku sekarang dan menolak masa lampau sebagai variabel utama. Pendekatan terapi ini juga menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental, tetapi lebih berfokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang dan mempertimbangkan nilai dan tanggung jawab moral yang harus ditekankan.
Pada terapi realitas terapis berfungsi sebagi guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa
merugikan dirinya ataupun orang lain.10
Dalam terapi realitas, manusia dapat menentukan dan memilih tingkah lakunya sendiri. Ini berarti bahwa setiap individu harus
9
Samsul Munir Amir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.
10
(17)
bertanggung jawab dan bersedia menerima konsekuensi dari tingkah lakunya. Bertanggung jawab disini maksudnya adalah bukan hanya pada
apa yang dilakukannya melainkan juga pada apa yang dipikirkannya.11
3. Self Control (Pengendalian Diri)
Chaplin menegaskan pengertian self control merupakan
kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk
menekan atau tingkah laku impulsif.12
Self control merupakan kemampuan untuk menangguhkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya dinilai secara sosial. Orang yang menjalankan control diri memperlihatkan bahwa kebutuhan akhir telah disosialisasikan, bahwa nilai-nilai budaya lebih penting dari hasrat dan desakannya. Kontrol diri ini mencakup cara lain untuk menyatakan masalah hubungan antara kepribadian yang istimewa yang menghadapi kebutuhan kolektif untuk konformitas, dan ganjaran sosial yang dapat timbul karena menangguhkan
pemuasan naluriah.13
Jadi dapat di simpulkan kontrol diri merupakan suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna
melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum
memutuskan sesuatu untuk bertindak. F. Metode Penelitian
11
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik... hal. 185.
12
James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1993), hal. 450.
13
(18)
Berdasarkan sumber data, maka penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena data yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk kata verbal
bukan dalam bentuk angka.14 Metode penelitian dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang
dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya “Metode Penelitian Kualitatif”
adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini melihat keseluruhan latar belakang subyek, penelitian secara holistik.15
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberi gambaran sistematis, tekstual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan ciri-ciri orang tertentu, kelompok-kelompok atau keadaan-keadaan. Keterangan untuk penelitian seperti ini dapat dikumpulkan dengan bantuan wawancara, kuesioner dan pengamatan langsung. Penelitian seperti ini akan memberikan informasi tentang sifat atau gejala pada keadaan tertentu. Dalam penelitian ini tidak terdapat perlakuan atau pengendalian data. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan apa yang ada, bukan menguji hipotesa. Sehingga penelitian ini bersifat non hipotesis. Penelitian ini bergantung pada
pengamatan peneliti.16 Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah
studi kasus atau penelitian kasus. Penelitian kasus merupakan studi mendalam
14
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1986), hal. 29.
15
Lexy J. Moleog, Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 4.
16
(19)
mengenai unit sosial tertentu, yang hasil penelitian itu memberi gambaran
luas dan mendalam mengenai unit sosial tertentu.17
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, adapun tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarakn atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Sedangkan jenis penelitian ini adalah jenis penelitian studi kasus.
Penelitian kasus (casse study) adalah penelitian tentang status subyek
penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan atau khas dari keseluruhan personalitas. Adapun tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail mengenai latar belakang, sifat-sifat dan karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di
atas akan jadikan suatu hal yang bersifat umum.18
2. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian oleh peneliti adalah:
a. Klien
17
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung : CV Pustaka Setia, 2002), hal.55.
18
(20)
Klien adalah seorang anak perempuan di Desa Gumeng Bungah Gresik. Anak tersebut tidak bisa mengendalikan dirinya dengan bersikap sering pulang malam, membantah dan melawan orang tua, dan bertutur kata yang terkesan membentak orang tua. Hal tersebut terjadi sejak orang tuanya kurang memperhatikan dan memperdulikan klien.
b. Informan
Informan adalah orang yang memberikan informasi. Di sini informan bisa membantu untuk mendapatkan data-data yang terkait dengan konseli. Dalam hal ini adalah keluarga klien.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk verbal atau deskriptif bukan dalam bentuk angka. Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:
1) Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama di
lapangan. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah klien, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan proses konseling.
2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau
sumber sekunder.19 Data tersebut diperoleh dari gambaran lokasi
penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat pendidikan klien, dan perilaku keseharian klien.
19
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif
(21)
b. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud adalah subyek dari mana data diperoleh.20
1) Sumber Data Primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh
penulis dilapangan yaitu informasi dari klien yang diberikan konseling dan konselor yang memberikan konseling.
2) Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari
orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data primer. Sumber ini bisa diperoleh dari keluarga klien, kerabat klien, tetangga klien, dan teman klien. Dalam penelitian ini data diambil dari ibu klien dan sepupu klien.
4. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 tahapan dari penelitian.
a. Tahap Pra Lapangan
Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan
tersebut diuraikan berikut ini.21
1) Pada tahap ini digunakan untuk menyusun rencana penelitian
Dalam hal ini peneliti membuat susunan rencana penelitian apa yang akan peneliti hendak teliti ketika sudah terjun kelapangan.
2) Memilih lapangan penelitian
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hal. 129.
21
(22)
Dalam hal ini peneliti mulai memilih lapangan yang akan diteliti.
3) Mengurus perizinan
Dalam hal ini peneliti mengurus surat-surat perizinan sebagai bentuk administrasi dalam penelitian sehingga dapat mempermudah kelancaran peneliti dalam melakukan penelitian.
4) Menjajaki dan memilih lapangan
Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana dengan baik apabila peneliti sudah membaca terlebih dahulu dari keputusan atau mengetahui melalui orang dalam situasi atau
kondisi daerah tempat penelitian dilakukan.22 Dalam hal ini
peneliti akan menjajaki dengan lapangan dengan mencari informasi dari masyarakat tempat peneliti melakukan penelitian.
5) Memilih dan memanfaatkan informan
Dalam hal ini peneliti memilih dan memanfaatkan informan guna mendapatkan informasi tentang situasi dan kondisi lapangan.
6) Menyiapkan perlengkapan
Dalam hal ini peneliti menyiapkan alat-alat untuk keperluan penelitian seperti alat-alat tulis, tape recorder, kamera, dan lain-lain.
7) Persoalan Etika Penelitian
Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, tidak mematuhi, dan tidak mengindahkan nilai-nilai
22
(23)
masyarakat dan pribadi tersebut.23 Dalam hal ini peneliti harus dapat menyesuaikan norma-norma dan nilai-nilai yang ada di latar penelitian.
b. Tahap Persiapan Lapangan
Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan untuk memasuki lapangan dan persiapan yang harus dipersiapkan adalah jadwal yang mencakup waktu, kegiatan yang dijabarkan secara rinci. Kemudian ikut berperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di lapangan.
c. Tahap Pekerjaan Lapangan
Dalam tahap ini peneliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan. Analisis dan laporan ini meliputi berbagai tugas yang
saling berhubungan dan terpenting pula dalam suatu proses penelitian.24
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Pada dasarnya teknik observasi di gunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut. Bagi pelaksana atau petugas atau disebut sebagai observer bertugas melihat obyek dan kepekaan
23
J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 134.
24
(24)
mengungkap serta membaca permasalahan dalam momen-momen tertentu dengan dapat memisahkan antara yang diperlukan dengan yang
tidak diperlukan.25 Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk
mengamati Klien meliputi: kondisi Klien baik kondisi sebelum, saat proses konseling maupun sesudah mendapatkan konseling, kegiatan Klien, dan proses konseling yang dilakukan. Selain itu untuk mengetahui deskripsi lokasi penelitian.
b. Wawancara
Wawancara merupakan satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data dengan dialog tanya jawab secara lisan baik langsung maupun tidak
langsung.26 Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara mendalam pada diri Klien yang meliputi: identitas diri Klien, kondisi keluarga Klien, lingkungan dan ekonomi Klien, serta deskripsi Klien dan permasalahan yang dialami Klien. Selain mendapatkan informasi mengenai Klien wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan data tentang deskripsi lokasi penelitian
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.27 Dalam
penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran
25
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 63.
26
Djumhur dan M. Suryo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: CV. Ilmu, 1975), hal. 50.
27
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal. 73.
(25)
tentang lokasi penelitian yang meliputi: Luas Wilayah Penelitian, Jumlah penduduk, batas Wilayah, kondisi geografis desa Gumeng Bungah Gresik serta data lain yang menjadi data pendukung dalam lapangan penelitian.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses teknik pengumpulan data dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1
Jenis Data, Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data
No. Jenis data
Sumber data
TPD
1
a. Identitas Klien
b. Tempat tanggal lahir Klien
c. Usia Klien
d. Pendidikan Klien
e. Masalah yang dihadapi Klien
f. Proses konseling yang dilakukan
Klien
W + O
2
a. Identitas Konselor
b. Pendidikan konselor
c. Usia konselor
d. Pengalaman dan proses konseling
yang dilakukan
Konselor W+O
3
a. Kebiasaan Klien
b. Kondisi keluarga, lingkungan dan
Informan (keluarga,
(26)
ekonomi Klien dan anak kos Klien,)
4
a. Luas wilayah penelitian
b. Jumlah penduduk
c. Batas wilayah
Gambaran lokasi penelitian
O+W+D
Keterangan :
TPD : Teknik Pengumpulan Data
O : Observasi W : Wawancara D : Dokumentasi 1. Tehnik analisis data
Menurut Bogdan dan Biklen dalam bukunya lexy J. Moleong mengatakan bahwa Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukannya pola, dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.28
Menganalisis data dilakukan peneliti sejak pengumpulan data dilakukan, agar data tidak sampai tercecer dan terlupakan sehingga tidak ikut dalam analisis. Jadi analisis dilakukan setelah data sudah diperoleh.
Peneliti dalam menganalisis data, menggunakan tehnik analisis deskriptif-komparatif. deskriptif yakni berusaha mendeskripsikan dan
28
(27)
menginterpretasi apa yang ada (mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau kecenderungan yang tengah
berkembang).29 Sedangkan metode komparatif yakni metode
perbandingan antara satu datum dengan datum yang lain, dan kemudian
secara tetap membandingkan ketegori dengan ketegori lainnya.30Jadi
deskrptif-komparatif dapat penulis simpulkan bahwa peneliti harus membandingkan kategori yang satu dengan kategoti lainnya yakni antara kenyataan dan teori, dan itu dideskripsikan secara rinci dan apa adanya.
Adapun data yang akan dianalisis yakni gejala-gejala yang melatar belakangi seorang anak yang kurang memiliki self control secara teoritik dengan gejala-gejala yang melatarbelakangi seorang anak yang
kurang memiliki self control di lapangan, selain itu yakni analisis antara
proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas secara teoritik dengan bimbingan konseling Islam dengan terapi relitas di lapangan. Selanjutnya untuk mengetahui tentang hasil penelitian yaitu dengan cara membandingkan hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan konseling Islam dan terapi realitas. Apakah terdapat perbedaan pada kondisi seorang anak
yang kurang memiliki self control sebelum dan sesudah mendapatkan
bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas. 2. Tehnik Pemeriksaan Keabsaan Data
Tehnik pemeriksaan data peneliti menggunakan tiga tehnik yakni sebagai berikut;
29
Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Jakarta: CAPS, 2014), h, 179.
30
(28)
a) Perpanjangan keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal
dilapangan penelitian sampai pengumpulan data tercapai.31
Disini peneliti berkunjung ke tempat penelitian yakni Desa Gumeng Bungah Gresik selama kurang lebih 1 bulan ketika melakukan penelitian.
b) Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud mencari dan menemukan gejala-gejala serta situasi yang sangat releven dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan penelitian menyediakan data yang lengkap, maka ketekunan pengamatan
menyediakan pendalaman data.32
Ketekunan pengamatan dilakukan peneliti untuk mencarai dan
menemukan seberapa gejala kurangnya self control yang dialami
oleh Klien, mulai dari apa yang menjadi penyebab klien kurang
memiliki self control. Ini dilakukan sampai ditemukan titik
kebenaran. Peneliti terus menggali dan mendalami data mengenai Klien jika terlihat masih ada.
31
Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h, 327.
32
(29)
c) Trianggulasi
Trianggulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain.33 Maksudnya pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat trianggulasi sumber, trianggulasi tehnik
pengumpulan data, dan waktu.34
1) Trianggulasi dengan sumber, yakni menguji keabsahan data
yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
dari beberapa sumber.35 Hal itu dapat dicapai dengan jalan: a.
Membandingkan data hasil pengamatan peneliti dengan data hasil wawancara; b. Membandingkan apa yang dikatakan Klien kepada orang lain dengan apa yang dikatakannya secara pribadi kepada konselor; c. Membandingkan apa yang dikatakan informan tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; membandingkan keadaan dan prespektif Klien dengan berbagai pendapat dan pandangan
informan.36
2) Trianggulasi tehnik, yakni mengecek data kepada sumber yang
sama namun dengan tehnik yang berbeda. Misalnya, data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Jika dengan ketiga tehnik data hasilnya berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada
33
Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h, 330.
34
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, h, 273.
35
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, h, 274.
36
(30)
sumber data yang bersangkutan, untuk memastikan data mana yang dianggap benar, atau mungkin semuanya benar, karena
sudut pandang yang berbeda-beda.37
3) Trianggulasi waktu, waktu juga sering mempengaruhi
kredibilitas data. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan pengecekan wawancara, observasi atau tehnik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara
berulang-ulang sampai ditemukan kepastian datanya.38
Trianggulasi yang peneliti terapkan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber, tehnik dan waktu. Dalam trianggualasi sumber peneliti membandingkan data hasil observasi peneliti dengan data hasil wawancara dari Klien, membandingkan apa yang dikatakan Klien kepada orang lain dengan apa yang dikatakannya secara pribadi kepada konselor, membandingkan apa yang dikatakan informan tentang Klien dengan keadaan Klien yang sebenarnya.
Sedangkan trianggulasi tehnik dilakukan peneliti dengan
membandingkan antara data hasil wawancara dengan hasil observasi peneliti, yakni pada satu kesempatan peneliti menggunakan wawancara, kadang pada kesempatan lain menggunakan observasi. Selanjutnya peneliti juga menggunakan trianggulasi waktu yakni peneliti melakukan wawancara maupun observasi pada waktu yang
37
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, h, 274.
38
(31)
berbeda, seperti saat wawancara di pagi hari pada saat Klien masih segar, dengan membandingkan hasil wawancara saat sore hari.
Trianggualasi ini dilakukan untuk menutupi kelemahan dari satu tehnik tertentu sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan ini peneliti menjelaskan mengenai beberapa uraian pada pembahasan skripsi yang terurai dalam lima bab pembahasan.
Pada bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang dari permasalahan yang diteliti dan dalam hal ini peneliti akan menjelaskan
mengenai alasan diangkatnya judul penelitian ini yaitu “bimbingan konseling
Islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak di
Desa Gumeng Bungah Gresik. Selain itu dalam bab ini juga berisi tentang: rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian apabila dikaji dari segi teoritik dan praktis.
Pada bab kedua berisi tentang kajian teoritis mengenai judul dari
penelitian ini yaitu ”bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas untuk
meningkatkan self control seorang anak di Desa Gumeng Bungah Gresik”.
Dalam bab ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kajian tentang:
bimbingan konseling Islam, terapi realitas, dan self control serta hasil
penelitian terdahulu yang relevan.
Sedangkan bab ketiga berisi tentang penyajian data yang diperoleh selama melakukan penelitian, dalam bab ini disajikan data yang diperoleh
(32)
pada penelitian di lapangan, hasil proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control.
Pada bab keempat membahas tentang analisis data dari hasil penelitian
yang dilakukan peneliti dengan judul skripsi “bimbingan konseling Islam
dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control seorang anak di Desa
Gumeng Bungah Gresik.
Sedangkan bab kelima berisi penutup, yang mana dalam penelitian ini berisi tentang simpulan dan saran-saran bagi peneliti.
(33)
BAB II
BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI REALITAS DAN SELF CONTROL
A. Bimbingan Konseling Islam, Terapi Realitas dan Self Control
1. Bimbingan Konseling Islam
a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam
Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa bimbingan konseling Islam adalah suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang
berparadigma kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW. 31
Menurut Samsul Munir Amin bimbingan konseling Islam
adalah proses pemberian bantuan terarah, continue dan sistematis
kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-
Qur’an dan Hadits Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia dapat
hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Hadits. 32
31
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Psikoterapi dan Konseling Islam, hal. 137
32
(34)
Aunur Rahim Faqih menyatakan bahwa bimbingan konseling Islam adalah Proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan petunjuk dari Allah sehingga, dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.33
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islam adalah suatu pemberian bantuan oleh seorang ahli kepada individu, yang berupa nasehat, dukungan, dan saran, untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi agar individu dapat mengoptimalkan potensi akal pikirannya yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Menurur Hallen dalam bukunya Bimbingan dan Konseling, merumuskan tujuan dari pelayanan Bimbingan dan Konseling Islami yakni untuk meningkatkan dan menumbuh suburkan kesadaran manusia tentang eksistensinya sebagai makhluk dan khalifah Allah swt. dimuka bumi ini, sehingga setiap aktivitas dan tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya yakni untuk menyembah atau
mengabdi kepada Allah.34
33
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: UII press, 2001), hal. 63
34
(35)
Aunur Rahim Faqih dalam bukunya bimbingan dan konseling dalam Islam, membagi tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
dalam tujuan umum dan tujuan khusus.35
1) Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan
dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2) Tujuan khususnya adalah:
a) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
b) Membantu individu untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya.
c) Membantu individu memelihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
c. Fungsi Bimbingan Konseling Islam
Adapun fungsi dari bimbingan dan konseling Islam secara spesifik yakni sebagai berikut:
1) Fungsi pencegahan (Prefention)
Menghindari segala sesuatu yang tidak baik atau
menjauhkan diri dari larangan Allah.36 Jadi membantu individu
untuk menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.37
35
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jogjakarta: UII press, 2001), h, 35-36.
36
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 16.
37
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jogjakarta: UII press, 2001), h, 37.
(36)
2) Fungsi kuratif
Fungsi perbaikan ini dimaksudkan untuk membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau
dialaminya.38 Yakni mengatasi suatu perbuatan yang sudah
terlanjur terjerumus ke dalam kemaksiatan.39
3) Fungsi preservatif
Fungsi preservatif yakni membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan), dan kebaikan itu bertahan lama.40
4) Fungsi pengembangan
Fungsi ini yakni untuk membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah
baginya.41 Dalam pengembangan ini diharapkan orang yang
dibimbing dapat ditingkatkan untuk lebih meningkat lagi
mengenai bakat yang dimiliki.42
d. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam
Bimbingan dan Konseling Islam mempunyai beberapa unsur atau komponen yang saling terkait dan saling berhubungan satu sama lain, adapun unsur-unsur tersebut yakni terkait dengan konselor,
38
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam.,
39
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 18.
40
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam., 41
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam., 42
(37)
klien dan maalah yang dihadapi. Penjelasan selengkapnya adalah sebgai berikut;
1) Konselor
Menurut Latipun dalam bukunya psikologi konseling, menyatakan bahwa Konselor adalah orang yang amat bermakna bagi konseli, konselor menerima apa adanya dan bersedia sepenuh hati membantu konseli mengatasi masalahnya di saat amat kritis sekalipundalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka panjang
dalam kehidupan yang terus berubah.43
Hasan Langgulung mengatakan bahwa konselor yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan berbagai cara psikologis
yang selalu ada dalam proses konseling.44
Namora Lumongga lubis juga mengatakan bahwa Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses
konseling.45
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat penulis simpulkan bahwa konselor adalah orang yang memiliki pengetahuan dan kewenanagn untuk melakukan Bimbingan dan Konseling Islam dengan bebrbagai cara dalam menangani suatu masalah.
43
Latipun, Psikologi Konseling, (malang: UMM press, 2005), h, 45. 44
Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehan Mental, (Jakarta: Pustaka Al-Husnah, 1992), h, 452.
45
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, h, 21.
(38)
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang konselor,
yakni;46
a) Memiliki sifat baik
b) Bertawakkal; mendasarkan sesuatu atas nama Allah.
c) Sabar; tahan menghadapi klien yang menentang keinginan
untuk diberikan bantuan.
d) Tidak emosional; atrinya dapat mudah terbawa emosi dan
dapat mengatasi emosi diri dan yang terbantu.
e) Retorika yang baik, mengatasi keraguan klien dan dapat
meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan.
f) Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi
terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, ,makruh, haram terhadap perlunya bertaubat atau tidak.
2) Klien
Klien adalah orang sedang menghadapi masalah karena
dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya.47
Pendapat lain yang lebih rinci mengenai klien yakni menurut Latipun mendefinisikan klien sebagai seseorang atau sekelompok orang yang sedang mengalami atau menghadapi masalah dimana seseorang tersebut tidak mampu untuk mengatasi masalahnya sendiri tanpa adanya bantuan orang lain baik kesulitan itu bersifat rohaniah maupun jasmaniah. Klien
46
Elfi Muawanah, Bimbingan dan Konseling Islami Sekolah Dasar, (jakarta: Bumi Aksara, 2012), h, 142.
47
(39)
disebut pula dengan helpee, merupakan orang yang perlu memperoleh perhatian sehubungan dengan masalah yang
dihadapinya.48
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa klien merupakan seorang individu yang mempunyai masalah dan tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, sehingga butuh bantuan orang lain.
Kartini Kartono mengatakan bahwa syarat menjadi klien
hendaknya mempunyai sikap dan sifat sebagai berikut :49
a) Terbuka
Keterbukaan klien akan sangat membantu jalannya proses konseling. Artinya, klien bersedia mengungkapkan segala sesuatu yang diperlukan demi suksesnya proses konseling.
b) Sikap percaya
Klien harus dapat mempercayai konselor agar konseling dapat berjalan secara efektif. Artinya, klien harus percaya bahwa konselor benar-benar bersedia menolongnya dan percaya bahwa konselor tidak akan membocorkan rahasianya kepada siapapun juga.
c) Bersikap jujur
Seorang klien yang bermasalah, harus bersikap jujur, agar masalahnya dapat teratasi. Artinya, klien harus
48
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2006), h, 51.
49
Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Rajawali,1985), h, 47-49.
(40)
jujur mengemukakan data-data yang benar, jujur mengakui bahwa masalah yang sebenarnya ia alami.
d) Bertanggung jawab
Apabila klien merasa bertanggung jawab untuk mengatasi masalahnya sendiri, maka hal ini akan menyebabkan ia bersedia dengan sungguh-sungguh melibatkan diri dan ikut berpartisipasi di dalam proses konseling.
3) Masalah
WS.Winkel menyataan masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi, mempersulit dalam usaha mencapai sesuatu. Bentuk kongkret dari hambatan atau rintangan itu bermacam-macam, misalnya: godaan, gangguan dari luar,
tantangan yang ditimbulkan oleh situasi hidup.50
Schneiders dalam bukunya latipun yang berjudul
“psikologi konseling” mengumakan bahwa konseling
diselenggarakan untuk menangani problem-problem psikologis
seperti, ketidakmatangan, ketidakstabilan emosional,
ketidakmampuan mengontrol diri dan perasaan ego yang negatif. Pandangan tersebut sejalan dengan pandangan Vance dan Volsky yang menjelaskan bahwa konseling menangani
50
W.s Winkel, bimbingan dan konseling di institusi pendidikan di sekolah menengah, (jakarta: gramedia, 1889), h, 56
(41)
individu normal dengan masalah-masalah yang ringan yaitu
masalah-masalah yang berhubungan dengan peran sehari-hari.51
Menurut HM. Arifin dalam bukunya Aswadi
menerangkan bahwa beberapa jenis masalah yang dihadapi seseorang atau masyarakat yang memerlukan bimbingan
konseling Islam, yaitu:52
a) Masalah perkawinan
b) Problem karena ketegangan jiwa atau syaraf
c) Problem tingkah laku sosial
d) Problem karena masalah alkoholisme
e) Dirasakan problem tapi tidak dinyatakan dengan jelas
secara khusus memerlukan bantuan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka masalah yang ditangani oleh bimbingan konseling Islam adalah masalah-masalah psikologi ringan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
e. Asas-asas Bimbingan Konseling Islam
Adapun Asas-asas Bimbingan Konseling Islam yakni sebagai berikut:
1) Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Bimbingan dan konseling Islam tujuan akhirnya adalah membantu klien untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
51
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2003), h, 14-15. 52
(42)
Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan
akhirat merupakan kebahagiaan abadi, yang amat banyak.53
Kebahagiaan akhirat akan tercapai, bagi semua manusia jika didalam kehidupannya orang tersebut selalu mengingat
“Allah”. Oleh karena itulah, Islam mengajarkan hidup dalam
keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kehidupan
dunia dan kehidupan akhirat.54
2) Asas Fitrah
Manusia menurut Islam, dilahirkan dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan beragama
Islam.55
Bimbingan dan konseling Islam merupakan bantuan kepada klien atau konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya tersebut, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya
tersebut manakala pernah “tersesat”,serta mengahayatinya,
sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya.56
53
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 28.
54
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, h, 22-23.
55
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 28.
56
(43)
3) Asas Lillahi Ta’ala
Bimbingan dan konseling Islam diselenggarakan atas dasar semata-mata karena Allah baik konselor melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara klien pun menerima atau meminta bimbingan atau konseling dengan ikhlas dan rela, karena semua yang dilakukan adalah karena dan untuk pengabdian kepadaAllah semata,sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus
senantiasa mengabdi kepada-Nya.57
4) Asas Bimbingan Seumur Hidup
Manusia hidup berapapun tidak akan ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling Islam diperlukan selama
hayat masih dikandung badan.58
Kesepanjang hayatan bimbingan dan konseling ini, selain dilihat dari kenyataan hidup, dapat pula dilihat dai sudut pendidikan, bimbingan dan konseling merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan sendiri berasaskan pendidikan seumur hidup, karena belajar menurut Islam wajib dilakukan oleh semua
orang Islam tanpa membedakan usia.59
5) Asas Kesatuan Jasmani dan Rohani
57
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, h, 24-25.
58
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 29.
59
(44)
Bimbingan dan konseling Islam memperlakukan
kliennya sebagai makhluk jasmaniah. Rohaniah tidak
memandang sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan dan konseling Islam membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan
rohaniah.60
6) Asas Keseimbangan Ruhaniah
Rohani manusia memiliki unsur dan daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak hawa nafsu, serta juga akal. Orang yang dibimbing diajak mengetahui apa yang perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa yang perlu dipikirkan, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja, tetapi tidak menolak begitu saja. Kemudian diajak memahami apa yang perlu dipahami dihayatinya setelah berdasarkan pemikiran dan analisis yang jernih diperoleh
keyakinan tersebut.61
7) Asas Kemaujudan Individu
Bimbingan dan konseling Islam, berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seseorang individu merupakan suatu maujud tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya, dan
60
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 29.
61
(45)
mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari
haknya dan kemampuan fundamental potensial rohaniahnya.62
8) Asas Sosialitas Manusia
Manusia merupakan makhluk sosial, pergaulan, cinta kasih, rasa aman, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa memiliki dan dimiliki, semuanya merupakan aspek-aspek yang diperhatikan didalam bimbingan dan konseling
Islami, karena merupakan ciri hakiki manusia.63 Dalam
bimbingan dan konseling Islam, sosialitas menusia diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan komunisme);
hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial.64
9) Asas Kekhalifaan Manusia
Manusia menurut pandang Islam, diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelola alam semesta (Khalifatullah fil ard). Dengan kata lain, manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya. Tugasnya yakni memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidakseimbangan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Bimbingan dan fungsinya
tersebut untuk kebahagiaan dirinya dan umat manusia.65
10) Asas Keselarasan dan Keadilan
62
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, h, 28.
63
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, h, 29.
64
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 30.
65
(46)
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala hal. Dengan kata lain,
Islam menghendaki manusia berlaku “adil” terhadap hak dirinya
sendiri, hak orang lain, hak alam semesta (hewan, tumbuhan dan
lain sebagainya) dan juga hak Tuhan.66
11) Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah
Manusia menurut pandangan Islam, memiliki sifat-sifat yang baik (mulia) sifat yang baik merupakan yang dikembangkan oleh bimbingan dan konseling Islam. Bimbingan dan konseling Islam membantu konseli atau yang dibimbing, memelihara, mengembangkan, menjalankan sifat-sifat yang
sejalan dengan tugas dan fungsi Rasulullah SAW.67
12) Asas Kasih Sayang
Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan berlandaskan kasih dan sayang. Sebab hanya
kasih sayanglah bimbingan dan konseling Islam akan berhasil.68
13) Asas Saling Menghargai dan Menghormati
Kedudukan antara konselor dengan klien dalam bimbingan dan konseling Islam pada dasarnya sama atau sederajat. Namun perbedaannya terletak pada fungsinya saja,
66
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 30.
67
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam,.
68
(47)
yakni pihak satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara konselor dan klien merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan
kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.69
Konselor diberi kehormatan oleh klien karena dirinya dianggap mampu memberikan bantuan mengatasi masalahnya. Sementara klien diberi kehormatan atau dihargai oleh konselor dengan cara dia bersedia untuk diberikan bantuan atau
dibimbing seperti kasus yang relatif sederhana.70
14) Asas Musyawarah
Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah. Maksudnya antara konselor dan klien terjadi dialog yang baik, tidak ada pemaksaan, tidak ada perasaan
tertekan, dan keinginan tertekan.71
15) Asas Keahlian
Bimbingan dan konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan, keahlian dibilang tersebut, baik keahlian dalam dalam metodologi dan teknik-teknik bimbingan dan konseling maupun dalam bidang yang
menjadi permasalahan bimbingan konseling.72
f. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling Islam
69
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 31.
70
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, h, 34.
71
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam,. 72
(48)
Secara teknis, praktek konseling Islam dapat menggunakan instrumen yang dibuat oleh bimbingan dan konseling modern, tetapi semua filosofis bimbingan dan konseling Islam harus berdiri diatas
prinsip ajaran agam Islam, antara lain:73
1) Bahwa nasehat itu merupakan salah satu pilar agama yang
merupakan pekerjaan mulia.
2) Konseling Islam harus dilakukan sebagai sebuah pekerjaan
ibadah yang dikerjakan semata-mata mengharap ridho Allah.
3) Tujuan praktis konseling Islam adalah mendorong konseli agar
selalu ridho terhadap hal-hal yang mudhorot.
4) Konseling Islam juga menganut prinsip bagaimana konseli dapat
keuntungan dan menolak kerusakan.
5) Meminta dan memberi bantuan hukumnya wajib bagi setiap
orang yang membutuhkan.
6) Proses pemberian konseling harus sejalan dengan tuntutan
syari’at Islam.
7) Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan
sendiri perbuatan baik dan yang akan dipilih. g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam
Langkah-langkah dalam bimbingan dan konseling Islam,
diantaranya adalah:74
1) Identifikasi Kasus
73
Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, h, 31-32.
74
Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung CV. Ilmu, 1975), h, 104-106.
(49)
Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini pembimbing mencatat kasus-kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus mana yang akan mendapatkan bantuan terlebih dahulu.
2) Diagnosa
Diagnosa adalah langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta latarbelakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan ialah mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai tehnik pengumpulan data, kemudian ditetapkan masalah yang dihadapi serta latar belakangnya.
3) Prognosa
Langkah prognosa ini adalah untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus ditetapkan berdasarkan kesempulan dalam langkah diagnosa.
4) Terapi
Langkah terapi yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam prognosa.
(50)
Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sampai sejauh manakah langkah terapi yang telah
dilakukan telah mencapai hasilnya. Dalam langkah follow up
atau tindak lanjut, dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh.
2. Terapi Realitas
a. Pengertian Terapi Realitas
Menurut latipun dalam bukunya Psikologi Konseling, Terapi realitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya berdasarkan
atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya.75
Terapi realitas berasumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing individu memikul tanggung jawab untuk menerima
konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.76
b. Konsep Dasar Tentang Manusia
Terapi realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan ketersendirian. Kebutuhan
75
Latipun, Psikologi Konseling, h, 124.
76
(51)
akan identitas menyebabkan dinamika-dinamika tingkah laku,
dipandang sebagai universal pada semua kebudayaan.77
Pandangan tentang manusia mencakup pernyataan bahwa
suatu “ kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha
mencapai suatu identitas keberhasilan. Sebagaimana dinyatakan oleh
Glasser dan Zunin “Kami percaya bahwa masing-masing individu memiliki kekuatan ke arah kesehatan atau pertumbuhan. Pada dasarnya, orang-orang ingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukkan tingkah laku yang bertanggung jawab
dan memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna”.78
c. Ciri-ciri Terapi Realitas
Ciri-ciri terapi realitas dapat diuraikan sebagai berikut:79
1) Menolak konsep penyakit mental
Terapi realitas tidak berhubungan dengan diagnosis psikologis. Jadi, penyakit mental dalam pandangan terapi realitas adalah bentuk tingkah laku yang tidak bertanggung jawab. Adapun kesehatan mental dianggap sebagai tingkah laku bertanggung jawab.
2) Berfokus pada tingkah laku sekarang, bukan pada masa lalu
Menurut terapi realitas, pengeksplorasian masalah masa lampau adalah bentuk usaha yang tidak produktif dan hanya
77
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, h, 264.
78
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, h, 265.
79
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, h, 184-185.
(52)
membuang waktu terapi. Masa lampau dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah karena hanya masa sekarang dan hanya masa depan yang diubah.
3) Menekankan pertimbangan nilai
Klien memegang peranan penting dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dan menentukan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kegagalannya. Menurut terapi realitas, perubahan hanya bisa dilihat dan dinilai dari tingkah laku klien.
4) Tidak menekankan tranferensi
Konselor dalam terapi realitas harus memunculkan keberadaan dirinya yang sejati, bukan sebagai figure ayah atau ibu seperti dalam konsep psikoanalisis. Klien bukan mengharapkan adanya pengulangan di masa lampau tetapi menjalin keterlibatan yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka saat ini sehingga konselor hanya dituntut untuk membangun hubungan yang personal dan tulus
5) Mengacu pada aspek kesadaran bukan aspek ketidaksadaran
Terapi realitas menegaskan bahwa aspek ketidaksadaran adalah bentuk penolakan dari tanggung jawab klien terhadap
kenyataan. Oleh karena itu, aspek kesadaran akan
memungkinkan klien untuk melihat bahwa kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi karena ia bertanggung jawab dan tidak realitas.
(53)
Glasser mengatakan bahwa efek hukuman tidak efektif dan dapat merusak hubungan terapi. Glasser menganjurkan agar konselor harus membiarkan klien merasakan konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya.
7) Menekankan tanggung jawab pada diri individu
Tanggung jawab menurut glasser adalah kemampuan untukmemenuhi kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan mereka. Mengajarkan tanggung jawab pada klien adalah inti dari terapi realitas.
d. Tujuan Terapi Realitas
Tujuan dari terapi realitas ini adalah membantu klien mencapai identitas berhasil. Klien yang mengetahui identitasnya akan mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama dengan konselor, klien dihadapkan kembali pada kenyataan hidup,
sehingga dapat memahami dan mampu mengahadapi realitas.80
Menurut corey dalam bukunya Namora Lumongga Lubis, tujuan lain dari Terapi Realitas adalah membantu individu mencapai otonomi. Otonomi yaitu kematangan emosional yang diperlukan individu untuk mengganti dukungan eksternal (dari luar individu) dengan dukungan internal (dari dalam individu). Kematangan
80
(54)
emosional juga ditandai dengan kesediaan bertanggung jawab
terhadap tingkah lakunya.81
e. Peran dan Fungsi Konselor
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan klien
dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan.82
Fungsi konselor dalam pendekatan realitas adalah melibatkan diri dengan konseli, bersikap direktif dan didaktif, yaitu berperan sebagai guru yang mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu menghadapi kenyataan. Disini konselor sebagai fasilitator yang membantu klien agar bisa menilai tingkah
lakunya sendiri secara relistis.83
Menurut Glasser seorang konselor harus mengajarkan klien bahwa tujuan terapi realitas bukan hanya untuk mencapai kebahagiaan, akan tetapi adalah mampu menerima tanggung jawab. Fungsi penting lain seorang konselor adalah memasang batas-batas
baik dalam suasana terapi maupun dalam kehidupan klien.84
f. Teknik Terapi Realitas
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya
81
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, h, 188.
82
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, h, 270.
83
Gantina Komalasari. Dkk, Teori dan Tehnik Konseling, h, 253.
84
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, h, 187.
(55)
sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, konselor bisa menggunakan beberapa tehnik sebagai berikut:
1) Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
2) Menggunakan humor.
3) Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
4) Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang
spesifik bagi tindakan.
5) Bertindak sebagai model dan guru.
6) Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
7) Menggunakan terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak
untuk mengonfrontasikan klien dengan tigkah lakunya yang tidak realistis.
8) Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari
kehidupan yang lebih efektif.85
Pelaksanaan tehnik tersebut dibuat tidak secara kaku. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik konselor dan klien yang menjalani terapi realitas. Jadi pada praktiknya, dapat saja beberapa tehnik tidak disertakan. Hal tersebut tidak akan berdampak negatif selama tujuan terapi yang sebenarnya dapat tercapai sesuai dengan yang
diharapkan.86
85
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, h, 277-278.
86
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, h, 189.
(56)
Menurut Thompson dalam bukunya Gantina Komalasari dikemukakan bahwa ada delapan tahapan atau langkah dalam melakukan konseling realitas yakni sebagai berikut:
1) Menunjukkan keterlibatan dengan konseli.
2) Fokus pada perilaku sekarang.
3) Mengekplorasi total behavior konseli.
4) Menilai diri sendiri.
5) Merencanakan tindakan yang bertanggung jawab.
6) Membuat komitmen.
7) Tidak menerima alasan.
8) Tindak lanjut.87
3. Self Control
a. Pengertian Self Control
Chaplin menegaskan pengertian self control merupakan kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan
untuk menekan atau tingkah laku impulsif.88
Self control merupakan kemampuan untuk menangguhkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya dinilai secara sosial. Orang yang menjalankan kontrol diri memperlihatkan bahwa kebutuhan akhir telah disosialisasikan, bahwa nilai-nilai budaya lebih penting dari hasrat dan desakannya. Kontrol diri ini mencakup cara lain untuk
87
Gantina Komalasari. Dkk, Teori dan Tehnik Konseling, h, 244-252.
88
James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1993), hal. 450.
(57)
menyatakan masalah hubungan antara kepribadian yang istimewa yang menghadapi kebutuhan kolektif untuk konformitas, dan ganjaran sosial yang dapat timbul karena menangguhkan pemuasan naluriah.89
Menurut Ghufron kontrol diri merupakan suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Sedangkan Carlson juga mengartikan kontrol diri sebagai kemampuan seseorang dalam
merespon suatu situasi.90
Kontrol diri dapat dijelaskan pada dua tingkat yang berlawanan. Pertama, secara sadar orang sadar akan bertujuan dan ganjaran masa depan dan dapat merencanakan serta membentuk tingkah laku untuk tujuan masa depan. Jani seseorang juga merupakan bagian dari kontrol diri. Kedua, untuk behaviorisme control diri dijelaskan oleh hokum efek relatif yaitu bahwa penangguhan tingkah laku dilakukan oleh relatif besarnya ganjaran dimasa datang. Individu akan membagii tingkah laku mereka (tanggapan) mereka menurut keuntungan yang berkaitan dengan setiap tindakan indvidu. Individu itu sebagian besar tidak sadar dengan kontrol diri.
Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan
89
Danuyasa Asihwardji, Ensiklopedi Psikologi (Jakarta: Arcan, 1996), hal. 272-273.
90
M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 25-26.
(58)
untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan untuk mengubah perilaku agar sesuai bagi orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain dan menutup perasaannya.
Kontrol diri berkaitan erat dengan kontrol emosi individu. Hal itu sesuai dengan pendapat Hurlock bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta
dorongan-dorongan yang terdapat dalam dirinya.91 Lebih lanjut Hurlock
mengemukakan tiga kriteria emosi yang dilakukan individu untuk mengarahkan kearah yang lebih baik yaitu sebagai berikut:
1) Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial.
2) Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan
untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
3) Dapat menilai situasi secara kritis sebelum merespon dan
memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.92
Dari beberapa pengertian dan penjelasan tentang kontrol diri diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrol diri merupakan suatu usaha dalam mengendalikan perilaku dan merespon atau
91
Rendera Novian, Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Prokrastinasi Akademik Siswa,
(Skripsi FIP UPI Bandung, 2011), hal. 18.
92
M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 24.
(1)
konfrontasi konselor mencoba menentang pertanyataan yang berasal dari konseli, pernyataan yang diberikan oleh konselor kepada konseli adalah konseli harus bisa menerima pernyataan bahwa keadaan pada waktu dia masih sekolah di bangku Sekolah Dasar berbeda dengan sekarang. Konseli diajak untuk menilai tindakannya sendiri selama ini, apakah tindakan yang dilakukannya itu efektif dan subjektif, sehingga konseli tidak mengalami masalah pada dirinya.
Konselor mengkonfrontasi dan menilai tindakan konseli, konseli bertindak yang tidak sesuai dengan keadaan, seharusnya konseli bisa mengerti dengan keadaan ibunya. Kedua, melibatkan diri dengan konseli dengan cara bertindak sebagai guru, pada teknik ini konselor lebih menekankan dalam tindakan memberikan contoh kepada konseli, selain melakukan hal tersebut konselor memerintahkan konseli untuk tidak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak baik untuk dilakukan kepada orang tua seperti tidak berkata kasar karena dengan berkata kasar sebenarnya hati orang tua itu merasa sedih, konselor menganjurkan konseli untuk sabar dengan keadaan yang ada dalam keluarganya dan memberikan pernyataan bahwasanya keinginan orang tuanya terhadap dirinya adalah konseli menjadi anak yang baik, orang tuanya menginginkan konseli menjadi anak yang rajin, pintar, mandiri dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi, karena dengan hal tersebut dapat membahagiakan orang tuanya.
3. Tingkat keberhasilan pada proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas untuk meningkatkan self control pada seorang anak di
(2)
108
Desa Gumeng Bungah Gresik ditandai dengan tampaknya perubahan pada diri konseli sebelum dilaksanakannya proses konseling dan sesudah dilaksanakan proses konseling. Hal tersebut terlihat dari prosentase perubahan indikasi yang terjadi pada diri konseli menunjukkan keberhasilan.
Hasil perubahan tersebut adalah Indikasi yang tampak pada konseli antara lain: tidak mampu mengontrol perilakunya, tidak mampu mengantisipasi peristiwa, tidak mampu menafsirkan peristiwa, dan tidak mampu membuat keputusan sebelum dilakukan konseling pada konseli masih tampak pada konseli dengan prosentase 100%, sedangkan setelah dilakukan konseling indikasi yang tampak pada konseli tersebut menjadi sudah cukup mampu melakukan dengan prosentase perubahan 25%, perubahan pada konseli sudah mampu dilakukan oleh konseli dengan prosentase perubahan 75% atau dapat dikatakan indikasi yang terdapat pada konseli menurun.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai
tentang “Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Realitas Untuk
Meningkatkan Self Control Seorang Anak Di Desa Gumeng Bungah Gresik”, terdapat beberapa saran yang perlu dikemukanan:
1. Bagi konselor
Bimbingan konseling Islam dengan terapi Realitas untuk meningkatkan self control seorang anak alangkah baiknya jika dikembangkan lagi oleh konselor dengan cara memperbanyak membacara
(3)
buku sebagai referensi, mengikuti seminar mengenai parenting ataupun memperbanyak sumber-sumber lain yang relevan dengan pokok bahasan tersebut. Sehingga dalam penerapan atau aplikasinya mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
2. Bagi konseli
Setiap orang mempunyai masalah yang dialami dalam dirinya, ketidak mampuan mengendalikan diri sendiri merupakan hal yang sangat sulit untuk dipecahkan, karena apabila seseorang tidak dapat mengontrl dirinya dengan sebaik mungkin dapat menimbulkan kefatalan yang luar biasa bagi dirinya. Solusi yang terbaik salah satunya adalah meminta pendapat atau saran pada orang lain yang dirasa mampu dan nyaman dengan diri konseli sendiri.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan kajian mengenai peningkatan self control dapat menindak lanjuti penelitian nidengan menyempurnakan penelitian mengenai kecenderungan seseorang yang tidak dapat mengontrol dirinya, dan bagaimana pula dampak yang terjadi jika seorang tidak mempunyai self control dalam dirinya, baik dampak yang terjadi secara fisik maupun psikis pada seseorang tersebut. Dengan tujuan agar menambah wawasan mengenai peningkatan self control sehingga lebih sempurna khususnya dalam kajian parenting.
4. Bagi pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai peningkatan self control, terlebih apabila pembaca menemukan atau
(4)
110
mengalami peristiwa yang terdapat kemiripan dengan peristiwa yang diteliti oleh peneliti. Maka pembaca alangkah baiknya dapat meningkatkan self control pada dirinya oleh dirinya sendiri guna menuju kehidupan yang lebih baik.
Demikianlah akhir dari penelitian ini, semoga apa yang telah dibahas dan disampaikan pada penelitian ini dapat membawa manfaat bagi kita semua. Amin Yaa Robbal „Aalamiin…
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di
Sekolah Maupun di Luar Sekolah, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Asihwardji, Danuyasa, Ensiklopedi Psikologi Jakarta: Arcan, 1996.
Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, Surabaya: Universitas Airlangga, 2001.
Chaplin, James P., Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1993.
Corey, Gerald, Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama, 2013.
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia, 2002.
Djamalah, Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orangtua & Anak Dalam Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.
Djumhur dan Moh Surya, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Bandung: CV Ilmu, 1975.
Faqih, Ainur Rahim, Bimbingan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII PRESS, 2004.
Farid, Imam Sayuti, Pokok-Pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama sebagai Teknik Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang, 2007.
Fieqrof, Hafifah, Hubungan Antara Self control Dengan Gaya Hidup Konsumtif Pada Remaja, skripsi, fakultas psikologi UNTAG surabaya, 2005.
Ghufron, M. Nur dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Kartono, Kartini dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya, 1987. Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 2006.
Lubis, Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling: Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
(6)
Margono, S., Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Moleog, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1986.
Musnamar, Tohari, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Penyuluhan Islami, Jakarta: UII Press 1992.
Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Novian, Rendera, Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Prokrastinasi Akademik Siswa, Skripsi FIP UPI Bandung, 2011.
Salahudin, Anas, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Subagyo, Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Suehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008.
Suparmoko, M., Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta: BPFE, 1995.
Usman, Husaini, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi aksara, 1995.
Ubaedi, A.N., 5 Jurus Menggapai Hidayah, Jakarta: Pustaka Qalami, 2005.
Faqih, Aunur Rahim. 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jogjakarta: UII press.