PERAN TEUKU NYAK ARIF DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI TAHUN 1919-1946.

(1)

PERAN TEUKU NYAK ARIF DALAM PERJUANGAN

KEMERDEKAAN DI TAHUN 1919-1946

SKRIPSI

Diajukan untuk

Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

pada Jurusan Sejarah dan KebudayaanIslam (SKI)

Oleh:

Achmad Chusnul Fajar NIM. A72211092

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

Abstrak

Skripsi ini yang berjudul, “Teuku Nyak Arif Dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Di Tahun 1919-1946”. Masalah yang ditulis dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana Genealogi Teuku Nyak Arif, 2) Bagaimana Perjuangan rakyat Aceh Sebelum Kemerdekaan, 3) Apa Peran Teuku Nyak Arif dalam Memperjuangkan Kemerdekaan.

Dalam pembahasan skripsi ini menggunakan pendekatan historis dengan metode penelitian kepustakaan yang mengacu pada sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku yang berhubungan dengan Perjuangan Pahlawan Nasional Teuku Nuak Arif, khususnya buku-buku yang membahas mengenai perjuangan-perjuangan rakyat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori kekuasaan Max Weber, untuk menganalisis kekuasaan bangsa Aceh terutama Uleebalang garis keturunan Teuku Nyak Arif sebagai Residen Aceh.

Hasil skrisi ini, menyimpulakan bahwa, Teuku Nyak Arif Residen Aceh sebagai pahlawan Nasional di Aceh yang dimana masa perjuangannya sangat berperan penting bagi kehidupan di Aceh, untuk berjuang menghadapi penjajah hingga membentuk suatu sistem pemerintahan dalam menyusun pertahanan kota Aceh setelah Kemerdekaan Indonesia di Proklamasikan di Aceh. Oleh karena itu, bahwasanya Sesuai dengan Putusan Pemerintah RI berdasarkan SK Pemerintah Presiden No. 071/TK/Tahun 1974 tanggal 9 Nopember 1974 menganugerahi Teuku Nyak Arif sebagai Gelar Pahlawan Nasional. Karena jasa-jasanya beliau yang membentuk semangat juang kepada para pemuda Aceh untuk selalu melawan Penjajah serta mengusirnya.


(6)

Abstract

This thesis entitled, "Teuku Nyak Arif In Fight for Independence In the year 1919-1946". The problem that is written in this paper are: 1) How Genealogy Teuku Nyak Arif, 2) How can the people of Aceh Before Independence Struggle, 3) What Teuku Nyak Arif Role in Fight for Independence.

In the discussion of this paper takes a historical approach to research method literature refers to written sources, such as books related to the struggle of National Hero Teuku Nyak Arif, especially books that discussed the struggles of the people of Aceh in Indonesia's independence struggle. The theory used is Max Weber's theory of power, to analyze the power of the people of Aceh, especially Uleebalang lineage Teuku Nyak Arif.

Results of this thesis, conclude that, Teuku Nyak Arif as a national hero in Aceh where the future is very important struggle for life in Aceh, to struggle with the invaders to form a system of government in preparing the defense of the city in Aceh after Indonesia proclaimed independence in Aceh. Therefore, that In accordance with the Decision of the Government of Indonesia by decree of the Government of President No. 071 / TK / 1974 dated 9 November 1974 awarded Teuku Nyak Arif as the title of National Hero. Because of his services he who formed a fighting spirit to the youth Aceh to always fight the invaders and throw him out.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman judul ...

Halaman Pernyataan Keaslian ...ii

Persetujuan Pembimbing ...iii

Pengesahan Tim Penguji ...iv

Pedoman Transliterasi ...v

Halaman motto ...vi

Halaman persembahan ...vii

ABSTRAK ...viii

Abstract ...ix

Kata pengantar ...x

Daftar isi ...xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan penelitian ... 7

E. Pendekatan dan kerangka teoritik ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 8

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II : TEUKU NYAK ARIF A. Genealogi Teuku Nyak Arif ... 15

B. Riwayat Teuku Nyak Arif... 16

1. Teuku Nyak Arif di masa kecil ... 16

2. Teuku Nyak Arif di masa remaja ... 19


(8)

BAB III : PERLAWANAN RAKYAT ACEH PRA KEMERDEKAAN

A. Masa Pendudukan Belanda ... 34

1. Agresi Militer Belanda I ... 34

2. Agresi Militer Belanda II ... 46

B. Masa Pendudukan Jepang ... 52

1. Perjuangan Aceh Pra Kemerdekaan ... 52

BAB IV : PERJUANGAN TEUKU NYAK ARIF PASCA KEMERDEKAAN A. Perjuangan Teuku Nyak Arif Pasca kemerdekaan ... 62

1. Pendiri Fraksi Nasional ... 62

2. Pergerakan Politik dan Sosial ... 66

B. Proklamasi Kemerdekaan di Aceh ... 68

1. Sambutan masyarakat Aceh tentang Kemerdekaan ... 68

2. Merebut Senjata jepang ... 74

3. Pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia Daerah Aceh ... 76

C. Teuku Nyak Arif Pejuang Nasioanal ... 79

1. Perang Cumbok ... 79

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 85

B. Penutup ... 86

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aceh adalah satu-satunya kerajaan di Sumatera yang pernah mencapai keududukan yang cukup tinggi dalam politik dunia hingga menjadi pokok pembicaraan dalam sejarah umum. Sesungguhnya perlawanan Aceh terhadap bangsa kolonialisme di Indonesia menunjukkan bahwa rakyat Aceh memang ingin bebas dari penjajah. Meledaknya bom atom Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki masing-masing tanggal 6-9 Agustus 1945, telah merubah wajah dan peta politik dunia yang hangus akibat perang. Kekosongan waktu yang terjadi antara tanggal 9 Agustus 1945 sampai tanggal 2 September 1945, telah dimanfaatkan secara cerdik dan heroik oleh para pemuda dan pejuang Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkraman penjajahan fasise militer Jepang yang kalah perang.1 Sementara pihak sekutu belum mendarat dibumi Indonesia. Peluang emas sebagai rakhmat dari Allah SWT.2

Proklamasi kemerdekaan yang dibaca oleh Soekarno-Hatta di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengguncang bumi tanah Rencong dengan

1

Tgk A.K. Jakobi Aceh Daerah Modal Long March Ke Medan Area (Jakarta: Yayasan Seulawah

RI-001, 1992), 10. 2

Amran Zamzani Jihad Akbar di Meda Area (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 66.


(10)

2

semangat juang gegap gempita. Berita Proklamasi sampai di Kutaraja sangat cepat. Esoknya tanggal 18 Agustus 1945. Namun, berita Proklamasi yang resmi beredar dalam masyarakat di Aceh, baru diketahui oleh para pemuda tanggal 20 Agustus 1945. Berita itu disadap oelh para pemuda yang bekerja di kantor Hodoka (Penerangan).3 Sumbernya dari monitoring siaran Radio Jakarta, yang ditujukan kepada Teuku Nyak Arif, ketua Aceh Syu Sangi-Kay di Kutaraja. Kelicikan militer Jepang berhasil menyegel dan membungam siaran radio sebagai lalu lintas informasi pada waktu itu. Tapi kaum Pergerakan Nasional yang bergerak dibawah tanah tidak pernah kehilangan akal, mereka tetap mengikuti perkembangan situasi dunia melalui radio “gelap” dibawah tanah. Untuk pertama kali berkumandang dimuka umum bunyi teka Proklamasi RI secara terbuka di Banda Aceh, dipelopori oleh Teuku Nyak Arif. Ini terjadi tanggal 23 Agustus 1945, sewaktu belia, secara demonstratif naik kendaraannya berkeliling kota, seraya memamerkan bendera Sang Saka Merah Putih. Rute yang dilaluinya lewat pemukiman dan kantor-kantor militer Jepang yang masih berkuasa.4

3

Meuraxa Dada Peristiwa Berdarah diAceh (Medan: Pustaka Sadar, 1957), 43.

4

Abue Bakar Atjeh Gerakan Salafiyah Indonesia (Jakarta: Permata, 1970), 79.


(11)

3

Adapun tokoh-tokoh yang ingin mempertahankan wilayahnya dari penjajah salah satunya adalah Teuku Nyak Arif (1899-1946) yang di dalam masanya ingin mengusir dan memberontak penjajah.5

Teuku Nyak Arif adalah seorang bangsawan Aceh yang sekaligus sebagai ulama di Uleebalang. Beliau dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1899 di Ulee-lee, Banda Aceh. Ayahnya, Teuku Nyak Banta yang nama lengkapnya Teuku Sri Imeum Nyak Banta, Panglima (kepala daerah) Sagi XXVI Mukim yang sekaligus sebagai bangsawan Ulama yang memberikan peran penting dalam peristiwa-peristiwa perlawanan rakyat Aceh terhadap Penjajah. Ibunya bernama Cut Nyak Rayeuh, bangsawan didaerah Ulee-lee pula. Sejak kecil Nyak Arif sudah tampak cerdas dan berwatak berani dan keras, karena watak keturunan dari seorang ayah yang sangat benci terhadap penjajah. Ia membenci Belanda karena menganggapnya bangsa itu penjajah negerinya yang membawa kesengsaraan rakyat Aceh. Sejak kecil ia sudah mengenal sumpah sakti orang Aceh, "Umat Islam boleh mengalah sementara, tetapi hanya sementara saja dan pada waktunya umat Islam harus melawan kembali". Kebenciannya kepada Belanda itu menyebabkan ia bersikap melawan penjajah Belanda dan ingin mengusir dari tanah Nusantara.6

5

Safwan Mardanas Pahlawan Nasional Teuku Nyak Arif (Jakarta: Balai Pustaka 1992), 15.

6

Ibid., 20


(12)

4

Nyak Arif memang seorang nasionalis Indonesia yang mengikuti faham nasionalisme NIP (Nederlandsch Indische Partij) pimpinan trio Dr.E.F.E. Douwes Dekker (Setiabudhi Danudirja), Dr.Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Pada tahun 1919 ia menjadi anggota NIP, bahkan ketua cabang Banda Aceh. Sebagai seorang nasionalis ia selalu memihak kepada rakyat, mengikuti jejak pengarang mashur Max Havelaar (Eduard Douwes Dekker residen Lebak, Jawa Barat) dengan karyanya yang mengungkap kekejaman Belanda dizaman tanam-paksa (cultuur stelsel). Karena fanatiknya kepada Max Havelaar, maka dikalangan kaum terpelajar ia mendapat nama panggilan Max. Nama ini terkenal dikalangan NIP dan Aceh Vereniging (Syarekat Aceh) yang diketuainya dan bergerak di bidang sosial.7

Sebagai Panglima atau kepala daerah Sagi XXVI yang meneruskan pangkat dari Ayahnya. Sikapnya yang tegas dan keras, ia senantiasa menjalankan peraturan pemerintah dengan kebijaksanaan dan memperhatikan kepentingan rakyat, dalam arti memberikan keringanan-keringanan kepada beban yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di Aceh Teuku Nyak Arif tercatat sebagai orang yang terkemuka, mempunyai pengaruh besar dikalangan masyarakat Islam di Aceh yaitu dengan sikapnya yang gigih berani mengusir Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 16 Mei 1927 atas usul residen Aceh ia diangkat menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Disidang-sidang Volksraad dia selalu menunjukkan

7

Kamajaya Lima Putera-puteri Aceh Pahlawan Nasional (Yogyakarta: U.P. Indonesia), 49.


(13)

5

kecakapan dan keberaniannya terutama dalam mengeritik kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda. Lebih khusus lagi ketangkasannya menghadapi orang-orang Belanda anggota-anggota Volksraad yang reaksioner. Di dalam gerakan agama ia terkenal dengan prakarsanya menentang Ordonansi Mencatat Perkawinan (sipil) karena hal itu bertentangan dengan agama Islam dan tak ada manfaatnya dijalankan di Aceh yang penduduknya hampir semuanya beragama Islam.8 Semua orang Aceh tunduk kepadaTeuku Nyak Arif, termasuk Uleebalang dan Ulama. Pada saat-saat yang penting dan genting Teuku Nyak Arif selalu muncul dan tampil ke depan. Beliau seorang pemimpin dan tokoh yang sangat disegani oleh lawan dan disegani oleh kawan

Bukti keterlibatan Teuku Nyak Arif dalam perjuangan-perjuangannya yaitu terbentuknya Organisasi Angkatan Pemuda Indonesia (API) untuk membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.9 Ia mengajak semua kaum pemuda untuk ikut serta dalam melawan penjajah serta sesegera mungkin direbut senjata-senjata penjajah sebanyak mungkin. Setelah terbentuknya barisan API yang dirumuskan secara resmi pada tanggal 6 Oktober 1945, maka pada waktu yang bersamaan lahir pula Barisan Pemuda Indonesia (BPI) lahirnya keduan badan perjuangan telah membuat panik pimpinan Jepang di daerah Aceh.

8

Amin Kenang-Kenangan Dari Masa Lampau (Pradnya Paramita, Jakarta), 1978.

9

Putera Rahman Kegiatan Inteligence dari masa ke masa stensil (Jakarta: Balai Pustaka), 1959.


(14)

6

Keberanian dan tekad kemudian menyebar pada organisasi pemuda dan seluruh lapisan rakyat di kota maupun di pedesaan dan diseluruh kabupaten, yang ternyata dengan bambu runcing telah siap menggempur tangsi-tangsi Jepang untuk merebut senjata dan amunisi.10

Teuku Nyak Arif berbicara dengan berkobar-kobar menanam semangat kebangsaan yang tahan uji dan sanggup mencapai kemerdekaan. Pada akhir pidatonya ia mengajak semua yang hadir bersumpah, mengikuti sumpah yang diucapkannya. Teuku Nyak Arif, pemimpin rakyat yang sepanjang hidupnya berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negara dengan jasa jasanya yang besar dan dengan keikhlasannya berkorban, pada tanggal 26 April 1946 wafat dengan tenang di Takengon, Jenazahnya dikebumikan dimakam keluarganya di Lam Nyong. Pemerintah RI berdasarkan SK Presiden No.071/TK/Tahun 1974 tanggal 9 Nopember 1974 menganugerahi Teuku Nyak Arif gelar Pahlawan Nasional.

Untuk memberikan pemahaman yang jelas melalui penjabaran yang lebih sistematis dan terarah dari penulisan skripsi ini agar tidak terlalu luas, maka perlu adanya penegasan tentang masalah dan penjelasan mengenai beberapa hal yang menjadi pokok pembahasan dalam kajian ini. Dalam hal ini penulis memberikan batasan seputartentang Perjuangan Teuku Nyak Arif.

10

Sagium Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang(Inti Idayu Press, Jakarta, 1985),

63.


(15)

7

B. Rumusan Masalah

1. Biografi Teuku Nyak Arif?

2. Bagaimana Perjuangan Aceh sebelum kemerdekaan? 3. Apa Peran Teuku Nyak Arif Pasca kemerdekaan?

C. Pendekatan dan kerangka teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini yaitu pendekatan historis, bertujuan untuk mendiskripsikan apa-apa yang terjadi di masa lampau. Melalui pendekatan historis ini, diharapkan bisa mengungkapkan latar belakang sejarah perlawanan yang dilakukan Teuku Nyak Arif mulai dari tahun 1919 sampai 1946. Sehingga dalam hal ini Max Weber mengklasifikasikan pemimpin secara umum telah dibedakan dalam tiga jenis otoritas yaitu : 1) Otoritas kharismatik yaitu berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi. 2) Otoritas tradisional yaitu yang dimiliki berdasarkan wawasan 3) Otoritas berdasarkan jabatan serta kemampuannya. Dalam hal ini Teuku Nyak Arif dalam pengklarasifikan seorang pemimpin yang mempunyai otoritas yang berdasarkan jabatan dan kemampuannya.11

11

Saartono Kartodirjo Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta : PT. Gramedia,

1997), 150.


(16)

8

D. Penelitian Terdahulu

Sebelum penulis membahas tentang sejarah Perjuangan Teuku Nyak Arif dalam memperjuangkan kemerdekaan, sudah ada buku yang mengkajinya yaitu pertama yang berjudul: “Lima Putera-Puteri Aceh Pahlawan Nasional Jilid III” Karangan Kamajaya yang berisi tentang perjuangan-perjuangan Aceh dalam mempertahankan Kemerdekaan terutama Tokoh-tokoh pahlawan diantaranya adalah Teuku Nyik Di Tiro, Cut Nyak Din, Teuku Umar, Cut Metuia dan Teuku Nyak Arif. Kedua “Aceh Sepanjang Abad Jili II” karangan H. Mohammad Said berisikan tentang perjuangan-perjuangan Tokoh Aceh dan sekaligus menceritakan kronologis dari masa ke masa terutama perlawanan terhadap Belanda. Ketiga adalah “Cut Nyak Din” Karangan Muchtaruddin Ibrahim yang membahas tetnntang riwayat dan perjuangannya. Kemudian karya Mardanas Sawan yang berjudul “Teuku Nyak Arif” yang menjelaskan tentang biografi sekaligus masa-masa perjuangan beliau hingga sampai wafatnya.

Seain literatur buku-buku ada juga skrippsi yang membahas tentang aceh yaitu yang berjudul “Pusa dalam Revolusi Sosial di Aceh pada Tahun 1946 Oleh Umar Ibrahim dan “Perjuangan Cut Nyak Dien pada tahun 1973-1905 oleh Nurul Wulan Sari, serta “Perlawanan Teuku Umar terhadap Belanda dalam Perang Aceh tahun 1873-1899”.


(17)

9

Dari penelitian buku-buku dan skripsi yang ada, belum ada yang membahas tentang perjuangan yang dilakukan oleh Tuku Nyak Arif. Sehingga penulis lebih menekankan pada pembahasan “Sejarah Perjuangan Teuku Nyak Din dalam memperjuangkan kemerdekaan tahun 1919-1946.

E. Metode Penelitian

Menurut Gilbert J. Garrahan, metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan kaidah- kaidah yang sistematis untuk membantu mengumpulkan sumber-sumber sejarah dari berbagai sumber, menilai secara kritis dan menyajikan suatu sintesis dari hasil yang dicapainya dalam bentuk tertulis.12 Berdasarkan pengertian dari berbagai sumber-sumber Lima Putera-Puteri Aceh Pahlawan Nasional Jilid III, Aceh Sepanjang Abad Jili II, Cut Nyak Din, Teuku Nyak Arif yaitu sepakat untuk menetapkan lima kegiatan pokok cara meneliti sejarah. Istilah yang digunakan bagi kelima langkah ini memang berbeda, tetapi makna serta maksudnya sama. Secara lebih gamblang Kuntowijoyo menyebutkannya dengan:

1. Pemilihan Topik

Proses awal ini dilaksanakan sesuai dengan ketertarikan yang mendalam fakta topik dan pengetahuan yang cukup untuk menganalisa permasalahan

12

T. Ibrahim Alfian Metodologi Sejarah dari Babad dan Hikayat Sejarah Kritis Cet. III (Yogyakarta

:Gadjah Mada University Perss, 1992), 99.


(18)

10

yang bersangkut paut dengan perang Aceh. Sehingga mendorong penulis untuk mengangkat topik tentang sejarah Teuku Nyak Arif dalam memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia.

2. Pengumpulan Sumber

Sumber sejarah yang dimaksud terbagi menjadi dua bagian, yaitu sumber tertulis dan tidak tertulis.13 Data-data ini dikumpulkan dari berbagai bahan bacaan atau data-data tertulis.

Interpretasi, yaitu menetapkan makna yang berhubungan dari fakta yang diperoleh sesuai dengan pembatasan. Dalam fase ini penulis akan menginterpretasikan atau menafsirkan mengenai kajian yang telah penulis teliti tentang bagaimana kepemimpinan Teuku Nyak Arif dalam Perlawanan membela Islam dan mengusir Penjajah dengan menggunakan sumber-sumber yang telah penulis dapatkan.

Sumber atau data yang relevan dan otentik kemudian dianalisis dan dikomparasikan atau ditetapkan dalam konteks perkembangan politik pada masa-masa tersebut. Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan ana1isa sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan sedangkan sintesis berarti menyatukan. Namun keduanya di pandang sebagai metode utama dalam interpretasi. Analisis sejarah itu sendiri bertujuan melakukan

13

Kuntowijoyo Pengantar Ilmu Sejarah Cet. III (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999), 89.


(19)

11

sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh.14

Dalam hal ini penulis mengambil data-data dari berbagai buku literature primer maupun sekunder. Untuk sumber primer yaitu ada beberapa arsip-arsip yang mengenai tentang perjuangan Teuku Nyak Arif, serta beberapa surat kabar terutama Surat kabar Bintang Timur, Jakarta, Utusan Sumatera. Medan, dan beberapa sumber sekunder dalam mendukung adanya kebenaran tentang perjuangan Teuku Nyak Arif yaitu, Safwan Mardanas, Pahlawan Nasional Teuku Nyak arif, A.K. Jakobi, Aceh Daerah Modal, Abdullah Hussain,

Peristiwa Kemerdekaan Di Aceh, Dada Meuraxa, Peristiwa Berdarah Di Aceh, T. Ibrahim Alvian, Revolusi Kemerdekaan Indonesia Di Aceh (1945-1949), T. Syamsuddin, Reuncong Aceh, Abdullah Arif, Peristiwa Penghianatan Tjoembok.

Kritik sejarah, yaitu menyelidiki keotentikan sejarah baik bentuk maupun isinya. Dengan demikian semua data yang diperoleh dari buku-buku literature baik primer maupun sekunder perlu disediliki untuk memeperoleh fakta yang valid. Sesuai dengan pokok pembahasan dan diklarifikasikan permasalahan untuk kemudian untuk dianalisa.

14 Kuntowijoyo Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya 1999) 100-101.


(20)

12

3. Historiografi

Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah itu hendaklah dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari fase awal sampai fase akhir.15 Gottschalk menyebutnya dengan rekonstruksi imajinatif peristiwa masa lampau berdasarkan dengan data yang diperoleh.16 Oleh karenanya penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Selain itu juga digunakan pendckatan kronologis diakronis yaitu menjelaskan perkembangan atau dinamika perkembangan politik secara berurutan dari suatu tahap ke tahap berikutnya

F. Sistematika Pembahasan

Pada umumnya suatu pembabasan karya tulis, diperlukan suatu bentuk penulisan yang sistematis, sehingga tampak adanya gambaran jelas, terarah serta logis dan saling. berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang sesudahnya. Penyajian skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang secara singkat penulis uraikan sebagai berikut:

15

Dudung Abdurrahman Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 68.

16

Louis Gottschalk Mengerti Sejarah, ter. Nugroho Noto Susanto (Jakarta: UI Press, 1986), 105.


(21)

13

Bab I: Pendahuluan

Dalam bab pertama ini membahas Latar belakang masalah yang memberikan gambaran secara global bentuk dan isi penulisan, ruang lingkup dan rumusan masalah yang menjadi suatu kajian. Pendekatan dan kerangka teori memberikan gambaran tentang pendekatan dan teori yang dipakai. Tujuan penelitian, arti penting penelitian. Tinjauan penelitian terdahulu, metode penelitian merupakan gambaran data yang dibutuhkan dalam penelitian dan cara mengolah data yang telah diperoleh serta bentuk analisis yang digunakan dan yang terakhir sistematika pembahasan.

Bab II: Teuku Nyak Arif

Bab kedua ini dikhususkan dalam pembahasan tentang Teuku Nyak Arif, mulai dari Geneologi (asal-usul) beliau dan pendidikannya pada masa kecil sampai beliau ikut berjuang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Bab III: Perlawanan Rakyat Aceh Pra Kemerdekaan

Bab ketiga ini menjelaskan tentang perlawanan rakyat Aceh, yaitu mengenai dasar dan tujuan dari perang Aceh itu sendiri, dan menjelaskan perang Aceh sebelum Teuku Nyak Arif serta mengusir penjajah.


(22)

14

Bab IV: Peran Teuku Nyak Arif Pasca kemerdekaan

Bab keempat ini menjelaskan keterlibatan Teuku Nyak Arif dalam perang Aceh dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yaitu perlawanan yang dilakukan Teuku Nyak Arif mulai dari tahun 1919 sampai pasca kemerdekaan hingga beliau meninggal.

Bab V: Penutup

Bab kelima dari skripsi ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang berupa kesimpulan dan saran-saran.


(23)

BAB II

TEUKU NYAK ARIF A. Genealogi Teuku Nyak Arif

Teuku Nyak Arif dan Panglima Polem sesungguhnya masih keluarga keturunan dari Sultan Alauddin Inayat Syah. Menurut daftar silsilah, Sultan Alauddin Inayat Syah mempunyai dua orang anak, yaitu: Sultan Muzaffar Syah dan Sultan Munawar Syah.1

Teuku Nyak Arif dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1899 di Ulee-lee, Banda Aceh. Ayahnya bernama Teuku Nyak Banta yang bernama lengkap Teuku Sri Imeum Nyak Banta, Panglima (kepala daerah) Sagi XXVI Mukim. Ibunya bernama Cut Nyak Rayeuh, bangsawan di daerah Ulee-lee juga. Teuku Nyak Arif adalah anak ketiga dari lima bersaudara, dua laki-laki dan tiga perempuan, yaitu Cut Nyak Asmah, Cut Nyak Mariah, Teuku Nyak Arif, Cut Nyak Samsiah dan Teuku Moh. Yusuf. Saudara tirinya dilahirkan dari dua orang isteri ayahnya yang lain, yaitu tiga perempuan dan dua laki-laki. Namanya telah menunjukkan, bahwa Teuku Nyak Arif seorang bangsawan Aceh karena dari garis keturunan seorang bangsawan.

Istri Teuku Nyak Banta yang kedua bernama Cut Nyak Cahaya. Dari istrinya yang kedua ini Teuku Nyak Banta mendapat empat orang anak, yaitu Cut Nyak Ubit, Cut Nyak Tengoh, Cut Nyak Maneh dan Teuku Abdul Hamid. Dari istri yang ketiga Teuku Nyak Banta mempunyai seorang anak, yaitu Teuku Daud. Rasa persaudaraan diantara anak-anaknya berhasil dibina

1

Kamajaya, Lima Putera…, 47.


(24)

17

oleh Teuku Nyak Banta. Kebiasaan itu berlaku tidak hanya ketika beliau masih hidup, tetapi juga sesudah beliau meninggal dunia. Teuku Nyak Arif sebagai anak laki-laki tertua tidak membedakan antara saudara kandung dan saudara lain ibu. Teuku Abdul Hamid pernah disekolahkan ke negeri Belanda, padahal saudara kandungnya sendiri tidak pernah disekolahkan ke luar negeri. Pengurusan hal pembagian harta pusaka juga diserahkan Teuku Nyak Arif kepada Teuku Abdul Hamid. Kebiasaan seperti ini dapat berlaku di dalam keluarga Teuku Nyak Arif adalah berkat bimbingan dan didikan ayahnya, Teuku Nyak Banta.2

Hubungan antara Aceh dan Minangkabau sudah terjalin sejak abad ke-15 M, dimana pada saat itu orang-orang Minangkabau telah banyak yang berpindah ke daerah Aceh Barat, yaitu daerah sekitar Meulaboh.3 Pada abad ke-17 hubungan ini makin erat dan bukan hanya dibidang agama saja, tapi juga di bidang ekonomi yaitu perdagangan. Karena pada waktu itu kekuasaan Aceh telah meluas sampai ke Sumatera Barat.4

a. Teuku Nyak Arif di Masa Kecil

Agama Islam membolehkan adanya poligami, asal dapat bertindak adil dan dengan tujuan untuk menghindarkan seorang suami melakukan penyelewengan yang bertentangan dengan agama. Teuku Nyak Banta ternyata dapat bertindak adil, dimana ketiga istri Teuku

2

Mardanas Pahlawan Nasional…, 10.

3

Muchtarul Ibrahim Cut Nyak Dien (Jakarta: Depdikbud, 1986), 13

4

Suparno Sejarah Indonesia V Perang Aceh Hingga Negara Merdeka Untuk SMA (Jakarta: Sari

Pers, 1957), 5


(25)

18

Nyak Banta bisa hidup rukun dan damai dan dengan tulus melakukan tugas mereka masing-masing sebagai istri. Anak-anak Teuku Nyak Banta walaupun berlainan ibu, menganggap saudara-saudara mereka sebagai saudara kandung.

Semenjak masa kanak-kanak Teuku Nyak Arif termasuk anak yang cerdas, berani dan mempunyai sifat yang keras. Ia selalu menjadi pemimpin diantara teman-temannya, baik dalam pergaulan di sekolah maupun dalam pergaulan diluar sekolah. Permainan yang paling disenangi oleh Teuku Nyak Arif adalah sepak bola. Dalam permainan sepak bola ini ia selalu menonjol sebagai bintang lapangan. Kegemarannya, bermain sepakbola dan menjadi bintang lapangan, baik di Banda Aceh maupun kemudian di Bukittinggi. Pada tahun 1935 ia dipilih menjadi ketua dari Persatuan Sepak Bola Aceh (Acehse Voetbalbond). Keahliannya di dalam kesenian juga sebagai pemain bola. Disamping berolahraga, Teuku Nyak Arif juga menyenangi kesenian. Ia dapat memainkan biola dengan baik.5

Teuku Nyak Arif membenci Belanda karena menganggap bangsa itu penjajah negerinya yang membawa kesengsaraan rakyat Aceh. Sejak kecil ia sudah mengenal sumpah sakti orang Aceh, yaitu "Umat Islam boleh mengalah sementara, tetapi hanya sementara saja dan pada waktunya umat Islam harus melawan kembali". Kebenciannya kepada Belanda itu menyebabkan ia bersikap melawan. Ia tidak mau menerima

5

Mardanas Safwan Teuku Nyak Arif..., 25


(26)

19

tunjangan setiap bulan yang disediakan pemerintah untuk anak-anak Aceh yang belajar di luar Aceh. Di sekolah ia tidak mau tunduk kepada perintah gurunya.

Teuku Nyak Arif sangat sensitif terhadap Belanda. Sering kali ia konflik dengan guru-guru dan direktur sekolah orang Belanda. Teuku Nyak Arif sering tidak mengikuti peraturan yang dikeluarkan sekolah, terutama yang menyinggung perasaan nasional seperti cara hormat yang berlebihan terhadap guru. Akibat sikapnya ini Teuku Nyak Arif sering mendapat teguran dari guru-guru atau direktur sekolah. Tetapi walaupun begitu guru-guru dan pemimpin sekolah tidak berani bersikap keras terhadap anak-anak Aceh, karena pemerintah Hindia Belanda selalu berusaha mengambil hati orang-orang Aceh.6

Teuku Nyak Arif semenjak masa muda juga telah gemar membaca buku ilmu pengetahuan, terutama karya pemimpin-pemimpin terkemuka Indonesia. Tulisan yang paling disenanginya adalah tulisan Agus Salim. Kebetulan pada waktu itu Agus Salim sendiri sedang berada di Bukittinggi, membuka sekolah HIS partikelir di Koto Gadang, Bukittinggi dari tahun 1911-1915.

6

Ibid., 27


(27)

20

b. Teuku Nyak Arif di Masa Remaja

Setelah menamatkan sekolah dasar di Banda Aceh pada tahun 1908, Teuku Nyak Arif meneruskan ke Sekolah Guru (Kweekschool) di Bukittinggi jurusan pangrehpraja. Kemudian ia melanjutkan ke OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren), yaitu sekolah calon pangrehpraja di Banten dan tamat pada tahun 1915.

Kalau pada Sekolah Raja di Bukittinggi pergaulan Teuku Nyak Arif hanya terbatas diantara anak-anak yang berasal dari Sumatera saja, maka pada sekolah OSVIA pergaulannya telah lebih luas lagi, seperti dengan pemuda yang berasal dari daerah Sunda, Jawa dan Kalimantan. Sekolah OSVIA di Serang khusus diadakan oleh Belanda untu kanak-anak raja dan bangsawan dari seluruh Indonesia, seperti dari Aceh dan Sumatera Timur, bahkan dari Kalimantan. Anak raja Sambas, Kutai dan Ngabang juga bersekolah disini.

Perasaan tidak mau tunduk terhadap Belanda sangat menonjol pada orang-orang Aceh termasuk juga para pelajamya. Sebaliknya terhadap teman-temannya, termasuk yang berasal dari daerah luar Aceh, Teuku Nyak Arif sangat baik dan ramah. Hubungan dengan teman-temannya sangat akrab, baik dalam pergaulan sehari-hari, lebih-lebih dalam bidang politik. Teuku Nyak Arif mengadakan suatu kelompok diskusi dengan teman-temannya yang membicarakan persoalan politik. Mereka membahas tajuk rencana yang terdapat dalam koran-koran Nasional, kemudian mendiskusikan persoalan itu. Berkat kegiatannya itu


(28)

21

pengetahuan Teuku Nyak Arif mengenai politik makin luas dan makin dalam. Pandangan Teuku Nyak Arif terhadap Nasionalisme Indonesia makin lama makin mantap dan menemui bentuknya yang makin sempurna. Menurut Teuku Nyak Arif bangsa Indonesia harus bersatu dalam menuju cita-cita mencapai kemerdekaan.

Direktur Sekolah Raja Bukit tinggi yang bernama B.J. Visser sangat senang kepada Teuku Nyak Arif, karena ia termasuk anak yang pandai sehingga ia selalu mendapat pujian. Teman-teman sedaerah dengan Teuku Nyak Arif yang juga bersekolah di Bukittinggi antara lain ialah Teuku Ad, Teuku Moh. Ali dan Teuku Leman. Nama Teuku Nyak Arif pada waktu itu sangat terkenal dikalangan murid-murid Kweekschool yang oleh orang Indonesia disebut Sekolah Raja. Anak-anak Sekolah Raja di Bukittinggi sebagian besar ditempatkan didalam asrama, lebih-lebih anak-anak yang berasal dari luar daerah Sumatera Barat. Pergaulan anak-anak yang tinggal di dalam asrama umumnya lebih akrab dari yang tinggal diluar. Sekolah Raja Bukittinggi mempunyai dua jurusan yaitu jurusan Guru dan jurusan Pamong Praja (pemerintahan). Teuku Nyak Arif memilih jurusan Pamong Praja, karena ia adalah calon Panglima Sagi 26 Mukim.


(29)

22

c. Teuku Nyak Arif Seorang Nasionalis

Pada tahun 1915 Teuku Nyak Arif pulang ke Aceh untuk ikut menyumbangkan tenaganya bagi pembangunan daerah. Pada tahun 1918-1920 ia bekerja sebagai pegawai urusan distribusi beras makanan rakyat (Ambtenaar bij devoedsel voorziening) daerah Aceh. Di samping bekerja dikantor, Teuku Nyak Arif juga mengikuti kegiatan politik. Pada tahun 1918 ia memasuki organisasi diawasi Nationale Indische Partij (NIP) yang mulanya bernama Insulinde yang diketuai oleh Douwes Dekker dan kawan-kawannya di Jakarta. Dalam salah satu rapat di Kutaraja Teuku Nyak Arif mengadakan perdebatan dengan Dr. De' Vries yang waktu itu menjadi Gezaghebber di LhokSeumawe. Karena pembicaraannya yang bebas dan tangkas, maka Teuku Nyak Arif dipilih menjadi ketua NIP cabang Kutaraja. Ia memang disiapkan sebagai pegawai pamong praja untuk menggantikan ayahnya sebagai Panglima Sagi XXVI.7 Sebenarnya sejak 1911 ia sudah mewarisi kedudukan itu, namun karena masih terlalu muda, ayahnyalah yang mewakilinya hingga 1919. Tahun 1919 dalam kongres Syarekat Aceh (Aceh Vereeniging) periode ke II Teuku Nyak Arif terpilih menjadi ketua pengurus besar menggantikan TT. Muhammad Thayeb dari Peureulak. Organisasi Syarekat Aceh adalah suatu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial. Mulai saat itu namanya menjadi populer sekali dikalangan pemuda. Rumahnya dijalan Merduati yang berdampingan dengan rumah Teuku Hasan Dik selalu

7

Mardanas Safwan Teuku Nyak Arif..., 35.


(30)

23

ramai dikunjungi oleh pemuda-pemuda Aceh. Di samping membicarakan soal-soal politik, para pemuda yang datang kerumah Teuku Nyak Arif juga membicarakan soal-soal sosial.

Teuku Nyak Arif menikah dengan puteri Teuku Maharaja, kepala daerah di Lhokseumawe. Perkawinan itu oleh mertuanya dirayakan secara besar-besaran seperti lazimnya di kalangan bangsawan Aceh, namun Nyak Arif menolak. Ia minta perkawinannya dilaksanakan dengan sederhana dan sang mertua pun terpaksa menurutinya. Perkawinan itu tidak berlangsung lama. Teuku Nyak Arif bercerai dengan isterinya sebelum dikaruniai anak. Kemudian Teuku Nyak Arif menikah dengan pemudi Jauhari, berpendidikan MULO (SMP Belanda) anak mantri polisi Yazid, asal Minangkabau. Dalam pernikahannya yang kedua sebagai suami isteri, mereka hidup teratur dengan disiplin keluarga yang mampu membawanya ke jenjang kebahagiaan. Mereka dikarunia tiga orang anak, dua laki-laki dan yang bungsu perempuan. Anaknya mula-mula disekolahkan di sekolah Rendah Belanda (ELS), namun kemudian dua orang puteranya dipindahkan ke Taman Siswa, dan sibungsu bersekolah di Muhammadiyah. Dilihat dari pendidikan anak-anaknya itu sudah memberikan gambaran, bahwa Teuku Nyak Arif seorang yang berpandangan maju dan memiliki sifat-sifat sebagai nasionalis.

Teuku Nyak Arif memang seorang nasionalis Indonesia yang mengikuti faham nasionalisme NIP (Nederlandsch Indische Partij) pimpinan trio Dr. E.F.E. Douwes Dekker (Setiabudhi Danudirja), Dr.


(31)

24

Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).8 Pada tahun 1919 ia menjadi anggota NIP, bahkan ketua cabang Banda Aceh. Sebagai seorang nasionalis ia selalu memihak kepada rakyat, mengikuti jejak pengarang mashur Max Havelaar (Eduard Douwes Dekker residen Lebak, Jawa Barat) dengan karyanya yang mengungkap kekejaman Belanda di zaman tanam-paksa (cultuur stelsel). Karena fanatiknya kepada Max Havelaar, maka di kalangan kaum terpelajar ia mendapat nama panggilan Max.9 Nama ini terkenal di kalangan NIP dan Aceh Vereniging (Syarekat Aceh) yang diketuainya dan bergerak dibidang sosial.

Perasaan nasional setahap demi setahap berhasil ditanamkan oleh Teuku Nyak Arif dikalangan pemuda. Perjuangan rakyat Indonesia pada saat itu harus dialihkan kebidang politik karena rakyat belum dapat mengungguli kemampuan perlengkapan militer Belanda. Rakyat Indonesia, terutama pemuda harus mengikuti organisasi politik kebangsaan yang menuju Indonesia Merdeka, atau mencita-citakan kemerdekaan Indonesia. Kegiatan Teuku Nyak Arif secara formal terpaksa dihentikan, karena ia diangkat menjadi Panglima Sagi XXVI Mukim menggantikan ayahnya pada tahun 1920 dengan kedudukan di Lam Nyong. Sebenarnya pengangkatan sebagai Panglima Sagi XXVI Mukim dihitung mulai tahun 1911, tetapi karena dia masih dibawah umur dan masih bersekolah, maka ayah kandungnya Teuku Sri Imeum Muda

8

Ibid..,39.

9

H.M. Zainuddin Srikandi Aceh (Medan: Pustaka Iskandar Muda , 1966), 15.


(32)

25

Nyak Banta mewakili Panglima Sagi XXVI Mukim dari tahun 1911-1919.

Sebagai Panglima atau kepala daerah Sagi XXVI sikapnya tegas dan keras. Ia senantiasa menjalankan peraturan pemerintah dengan kebijaksanaan dan memperhatikan kepentingan rakyat, dalam arti memberikan keringanan-keringanan kepada beban yang harus ditanggung oleh masyarakat. Sebagai Panglima Sagi XXVI ia bertempat tinggal di Lam Nyong. Ia terkenal giat di dalam masyarakat. Berbagai gerakan ia ikuti. Kecuali Muhammadiyah dan Taman Siswa, ia lebih dulu membantu berdirinya JIB (Jong Islamietan Bond) di Banda Aceh dan Jong Sumatra nen Bond (Pemuda Sumatera). Kebijaksanaannya didukung oleh kecakapannya mempertemukan dan merukunkan golongan muda, dan tua dan golongan ulama dan bangsawan. Yang terakhir ini, perbedaaan pendirian kaum ulama dan kaum bangsawan, merupakan ciri khas masyarakat Aceh. Dan Nyak Arif berhasil mengatasi kesulitan itu hingga tercapai persesuaian yang laras, khususnya dalam mengabdi kepada masyarakat dan agama.

Di Aceh Teuku Nyak Arif tercatat sebagai orang yang terkemuka, mempunyai pengaruh besar di kalangan masyarakat. Kecakapannya sebagai orang keluaran OSVIA tampak menonjol, terutama didukung oleh keberaniannya menghadapi pembesar-pembesar Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 16 Mei 1927 atas usul residen Aceh ia diangkat menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Di samping itu


(33)

26

pekerjaannya sebagai Panglima Sagi XXVII tetap ia jalankan dengan baik. Sebagai anggota Volksraad, ia lebih banyak tinggal di Aceh daripada di Jakarta. Di sidang-sidang Volksraad ia selalu menunjukkan kecakapan dan keberaniannya terutama dalam mengeritik kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda. Lebih khusus lagi ketangkasannya menghadapi orang-orang Belanda anggota-anggota Volksraad yang reaksioner. Seringkali nama Teuku Nyak Arif muncul dalam laporan-laporan perdebatan di Volksraad di dalam suratsurat kabar. Ia terpuji sebagai, "anak Aceh yang berani dan lurus" seperti ditulis dalam laporan harian Bintang Timur. Ia mampu menandingi jago-jago bicara Belanda terkenal di Volksraad seperti Mr. Drs. Fruin, Lighart dan Zentgraaf, wartawan yang amat terkenal pada zamannya. Ucapannya yang dihadapkan kepada lawan dan kepada pemerintah antara lain, "Orang yang sopan tidak akan mencoba menekan hak rakyat".

Pada tanggal 27 Januari 1930 di dalam Volksraad di umumkan oleh Moh. Husni Thamrin, berdirinya Fraksi Nasional sebagai reaksi tindakan kejam Belanda terhadap pergerakan nasional PNI (Partai Nasional Indonesia) dengan menangkap pemimpin-pemimpinnya dan sebagai kelompok yang sanggup menandingi golongan Belanda yang terhimpun dalam Vaderlandsche Club (Cinta Tanah Air Belanda). Fraksi Nasional itu diketuai oleh Moh. Husni Thamrin dengan anggota-anggotanya yaitu, Kusumo Utoyo,Dwijowewoyo, Datuk Kayo, Muchtar, Teuku Nyak Arif, Suangkupun, Pangeran Ali dan R.P. Suroso. Di dalam


(34)

27

Fraksi Nasional itu pun Nyak Arif cukup menonjol. Dalam sidang Volksraad tanggal 18 Juni 1928 ia menjelaskan pendiriannya tentang Persatuan Indonesia, antara lain sebagai berikut:

"Jikalau kita membicarakan keadaan politik di negeri ini haruslah memakai kata Indonesia. Ada juga pemimpin Indonesia segan memakai kata Indonesia itu. Kata Indonesia mengandung suatu kebangsaan dan bukan sesuatu yang hampa dan impian. Dasar pembentukan kebangsaan itu adalah, bahasa, kesenian dan hukum tanah. Dasar-dasar itu harus dikembangkan ke arah kesatuan kebangsaan, sebagai salah satu syarat untuk mencapai kemerdekaan kenegaraan (Staatkundige vrijheid). Sebelum meninggalkan mimbar ini, sekali lagi saya ingin menunjukkan kepada bangsaku yang terhormat pada kenyataan, bahwa mereka dalam batas-batas hukum secara mutlak dapat berjalan bersama untuk mewujudkan cita-cita; dengan melalui persatuan Indonesia mencapai kemerdekaan nasional."

Pada tahun 1931 berakhirlah keanggotaan Teuku Nyak Arif dalam Volksraad. Ia kembali ke pekerjaannya sekaligus giat dalam perjuangan rakyat di Aceh. Berbagai langkah dan tindakannya senantiasa menuju kepentingan dan keringanan rakyat, bahkan pembelaan terhadap nasib rakyat kecil. Sekalipun kejadian tidak di wilayah kekuasaannya, namun Nyak Arif tidak segan-segan bertindak. Dialah satu-satunya Ulebalang (Panglima) yang amat disegani baik oleh rekan-rekannya maupun oleh Belanda. Pajak nipah yang hendak dikenakan di daerah bukan kekuasaan Nyak Arif dibatalkan karena tuntutan Teuku Nyak Arif.


(35)

28

Kontrolir, polisi dipindahkan karena tindakannya yang sewenang-wenang dituntut oleh Nyak Arif.10

Di dalam gerakan agama ia terkenal dengan prakarsanya menentang Ordonansi Mencatat Perkawinan (sipil) karena hal itu bertentangan dengan agama Islam dan tak ada manfaatnya dijalankan di Aceh yang penduduknya hampir semuanya beragama Islam. Ia mendukung Muhammadiyah, termasuk Hizbul Wathan dan pemuda Muhammadiyah. Ia menyokong Taman Siswa dengan terang-terangan sebagai donatur tetap. Pada waktu Taman Siswa menentang Ordonansi Sekolah Liar, Teuku Nyak Arif membantu aksi perlawanan Taman Siswa dengan gigih. Pendeknya, hampir segala kegiatan masyaratan yang bersifat sosial politis ekonomis untuk kepentingan nasional, pastilah disokong oleh Nyak Arif atau dialah yang justru memprakarsainya. 11

Pada saat Belanda dalam keadaan lemah karena menghadapi serbuan Hitler dalam Perang Dunia II, Nyak Arif dengan cekatan menggunakan kesempatan yang baik itu. Pada pertemuan pemimpin-pemimpin masyarakat, agama dan partai-partai politik, pada waktu memperingati wafatnya Dr. Sutomo, Teuku Nyak Arif berbicara dengan berkobar-kobar menanam semangat kebangsaan yang tahan uji dan sanggup mencapai kemerdekaan. Pada akhir pidatonya ia mengajak semua yang hadir bersumpah, mengikuti sumpah yang diucapkannya. Ia disumpah oleh Haji Abdullah Lam U, mengucapkan:

10

Mardanas Safwan pahlawan Nasional..., 47.

11

Hasymi Ali Semangat Merdeka (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), 66.


(36)

29

"Walah, Bilah, Taallah.

Saya berjanji setia kepada tanah air, bangsa dan agama, dan tidak mengkhianati perjuangan." Semua yang hadir mengikuti sumpah Nyak Arif termasuk Tengku Daud Beureuh, Teuku Cut Hasan, Tengku Syekh Ibrahim Lamnga, Tengku H. Abdullah Indrapuri dan Tengku H. Abdulah Lam U. Demikianlah gambaran kegiatan dan wibawa Teuku Nyak Arif di dalam masyarakat luas di Aceh.

Pada 8 Maret 1942 residen Aceh mengadakan pertemuan politik dengan Tuanku Mahmud dan Teuku Nyak Arif. Permintaan Nyak Arif agar pemerintah diserahkan kepadanya ditolak oleh residen. Pertemuan lanjutan pada 10 dan 11 Maret 1942 diundang 9 pemimpin-pemimpin Aceh, namun Nyak Arif tidak hadir. Ternyata 8 orang pemimpin yang hadir semuanya ditangkap. Rumah Nyak Arif di Lam Nyong diserbu, namun Nyak Arif tak diketemukan dan keluarganya sempat meninggalkan rumahnya sebelum diserbu Belanda. Kolonel Gozenson panglima militer di Aceh berusaha sungguh-sungguh untuk menangkap Nyak Arif, tapi tidak berhasil. Pemimpin-pemimpin lainnya, Cut Hasan Mauraxa, Hanafiah dan Raja Abdullah berhasil ditangkap. Pada 12 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di Sabang, kemudian Mayor Jenderal Overakker dan Kolonel Gazenson menyerah kepada Jepang pada 28 Maret 1942. Sementara itu rakyat telah membentuk "Komite Pemerintahan daerah Aceh" dengan Teuku Nyak Arif sebagai ketuanya.

Jepang mengatur pemerintahan di Indonesia dengan pembagian yang berbeda dengan Belanda. Sumatera dan Kalimantan digabungkan


(37)

30

dengan Malaya, dikuasai oleh tentara XXV. Jawa dikuasai oleh tentara XVI dan Indonesia Timur dikuasai oleh Angkatan Laut. Sumatera dibagi menjadi 9 karesidenan, masing-masing dikepalai oleh residen Jepang (Cookang). Di Aceh Jepang menggunakan kaum Uleebalang dalam pemerintahan. Hal ini menimbulkan kekecewaan kepada PUSA yang merasa berjasa kepada Jepang, tetapi hanya dipakai untuk bidang keagamaan. Teuku Nyak Arif menempuh jalan kerjasama dengan Jepang. Ia diangkat menjadi penasehat pemerintahan militer Jepang. Sebenarnya Nyak Arif tidak menaruh kepercayaannya kepada Jepang. Ucapannya yang terkenal ialah: "Kita usir anjing, datang babi." Belanda pergi Jepang datang, demikianlah maksud ucapan itu. Dua-duanya sama-sama busuknya.

Di zaman penuh kesulitan, rakyat banyak sekali mengalami penderitaan dan perlakuan tidak adil. Tidak sedikit orang yang mengadukan nasibnya kepada Teuku Nyak Arif dan ia pun seringkali banyak bertindak. Gedung Yatim Piatu Muhammadiyah akan digunakan asrama tentara Jepang. Atas bantuan Nyak Arif Maksud Jepang itu dapat dicegah. Ia banyak sekali melemparkan kritik kepada tindakan Ken Petai dan residen pula. Nyak Arif memang disegani oleh Jepang. Meskipun ia keras dan banyak bentrok dengan pejabat-pejabat Jepang sipil dan militer, namun pemerintah Jepang mau tidak mau harus memperhitungkan dia sebagai pemimpin rakyat Aceh yang besar pengaruhnya. Pada tahun 1944 Nyak Arif dipilih menjadi wakil ketua


(38)

31

"Sumatera Chuo Sangi In" (Dewan Perwakilan Rakyat seluruh Sumatera) yang diketuai oleh Moh. Syafei. Ia berpendirian, kerjasama dengan Jepang harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Dalam pidatonya pada bulan Maret 1945 antara lain iakatakan:

“Sumatera Chuo Sangi In akan membawa kita bersama secepat mungkin ke arah yang kita ingin hanyalah dengan penghargaan dan bekerjasama dari seluruh penduduk pulau Sumtera ini. Persatuan lahir bathin yang kokoh dengan mempunyai tujuan yang tertentu, yaitu 'Indonesia Merdeka' haruslah menjadi tujuan hidup kita bersama. Kemerdekaan akan tercapai dengan berbagai-bagai pengorbanan, pengorbanan dan pertahanan yang sempurna hanya dapat dilaksanakan oleh rakyat yang segardan sehat.”

Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II disampaikan oleh Chokang Aceh S. Ino kepada pemimpin-pemimpin Aceh, Teuku Nyak Arif, Panglima Polim dan Teuku Daud Beureuh, katanya: "Jepang telah berdamai dengan Sekutu. "Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terdengar di Aceh yang disampaikan oleh 2 orang pemuda kepada Teuku Nyak Arif, kemudian didapat berita-berita radiogram dari Adinegoro di Bukittinggi. Pemimpin-pemimpin rakyat mengadakan pertemuandan membentuk "Komite Nasional Indonesia" (KNI) pada tanggal 28 Agustus 1945. Teuku Nyak Arif dipilih menjadi ketuanya. 12

12

Nagazumi Akira Pemberontakan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (Jakarta : Yayasan

obot Indoensia, 1988), 97.


(39)

32

Selanjutnya Teuku Nyak Arif diliputi oleh berbagai kegiatan,baik soal-soal sipil maupun soal-soal keamanan/ketentaraan. Mula-mula dibentuk API (Angkatan Pemuda Indonesia) diketuai oleh Syamaun Gaharu yang kemudian menjadi panglima divisi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pangkat Kolonel. Mulamula Jepang menghalang-halangi API, namun karena ketegasan dan keberanian residen Teuku Nyak Arif yang didukung oleh kaum pemuda dan rakyat, maka akhirnya dapat dilaksanakan penyerahan senjata oleh Syucokan kepada residen RI. Senjata itu kemudian dibagikan kepada TKR dan Polisi Istimewa. PUSA tidak diberi senjata karena bukan badan resmi.

Dalam keadaan peralihan yang serba berat, maka residen Nyak Arif lebih banyak menyerupai pimpinan ketentaraan. Oleh karenanya tugas sipilnya banyak diserahkan kepada wakil residen. Teuku Nyak Arif banyak mengadakan perjalanan keliling mengatur ketentaraan dan khususnya keamanan. Karena jasanya itu ia pada tanggal 17 Januari 1946 ia diangkat menjadi Jenderal Mayor Tituler. Revolusi masih berjalan terus. Setiap waktu dapat terjadi perubahan yang di luar perhitungan. Di Aceh bergolaklah kembali persaingan antara kaum Ulebalang dan kaum Ulama. Laskar yang terbesar di Aceh adalah Mujahiddin dan Pesindo. Mujahiddin yang di bawah pengaruh kaum agama mempunyai ambisi akan menggantikan residen Nyak Arif. Maksud itu mendapat dukungan dari TPR (Tentara Perlawanan Rakyat).


(40)

33

Waktu itu Teuku Nyak Arif sedang beristirahat karena penyakit gulanya kambuh. Pimpinan TKR sanggup menghadapi TPR dan Mujahiddin, tetapi Nyak Arif tidak memberikan izin, katanya: "Biarlah saya serahkan jabatan ini, asal tidak terjadi pertumpahan darah seperti di Pidie." Maka dengan secara damai pangkatnya Jenderal Mayor diambilalih oleh Hasan al Mujahiddan pangkat Kolonel Syamaun Gahara diambilalih oleh HusenYusuf. Demikianlah dikisahkan dalam "Pahlawan Nasional Mayjen Teuku Nyak Arif,".

Teuku Nyak Arif ditangkap secara baik dan terhormat, dibawa dengan kendaraan sedan dan dikawal oleh 2 orang anggota TPR yang berpakaian hitam-hitam dan memakai topeng. Para pemimpin terkemuka di Lam Nyong mengusulkan agar Teuku Nyak Arif diistirahatkan di sana, tetapi Nyak Arif menolak karena khawatir rakyat Lam Nyong akan membelanya dengan kekerasan. Semua langkah dan pikiran ditetapkan untuk Nyak Arif selalu ditetapkan untuk menghindari pertempuran sesama kita, dan untuk maksud itu ia ikhlas berkorban. Korbannya terutama tidak lain ialah kedudukan dan pangkat yang ia ikhlaskan untuk mencegah pertempuran yang akan berakibat parah untuk kesatuan dan persatuan rakyat, sebab revolusi belum selesai. Rakyat harus tetap bersatu menghadapi segala kemungkinan.

Teuku Nyak Arif dibawa beristirahat di Takengon. Sebulan kemudian keluarga diizinkan menjenguknya. Sementara itu penyakit gulanya makin parah dan sebelum hayatnya berakhir ia berpesan kepada


(41)

34

keluarganya: "Jangan menaruh dendam, karena kepentingan rakyat harus diletakkan di atas segala-galanya."Teuku Nyak Arif, pemimpin rakyat yang sepanjang hidupnya berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negara dengan jasa-jasanya yang besar dan dengan keikhlasannya berkorban, pada tanggal 26 April 1946 wafat dengan tenang di Takengon, Jenazahnya dikebumikan di makam keluarganya di Lam Nyong.


(42)

BAB III

PERLAWANAN ACEH PRA KEMERDEKAAN A. Masa Pendudukan Belanda

a. Serangan Belanda I

Jauh sebelum tahun 1550, kerajaan Aceh telah berdiri megah dan kuatnya. pada permulaan abad ke-16, Ali Mughayat Shah (1514-1528) telah mempersatukan daerah-daerah kerajaan kecil dipinggir pantai utara dan barat Aceh, menjadi suatu negara Islam yang kuat. Pada zaman Iskandar Muda (1607-1636), Aceh telah menjadi negara terkemuka di Asia Tenggara, menguasai pesisir sebagian besar Sumatera, daerah Bengkulu, Pariaman, dan Sungai Indragiri serta Kerajaan Kedah, Perlak, Pahang, dan Trenggganudi Semenanjung Malaya. Hubungan dagangnya berlangsung dengan Belanda, Inggris, dan Prancis. Perang Aceh baru berakhir pada tahun 1903. Sejak selesainya perang ini barulah pemerintah Hindia Belanda berkuasa diseluruh Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda betul-betul berkuasa diseluruh Indonesia sejak 1903 sampai 1942 yaitu lebih kurang 40 tahun. Setelah Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, kedudukan Aceh menjadi penting, terutama dalam soal perdagangan. Jarak antara negeri Belanda dan Indonesia makin berkurang. Dalam Traktat London pada tahun 1824 antara Belanda dan Inggris ditetapkan: "Belanda harus menjamin keamanan diperairan Aceh tanpa mengganggu kemerdekaan Aceh." Dalam perkembangan selanjutnya lebih-lebih


(43)

35

sesudah Terusan Suez dibuka, Belanda mulai mengganggu kedudukan Aceh. Belanda khawatir Aceh akan dikuasai Inggris. Pada abad ke-19 Aceh masih di perintah oleh Sultan Ala’udin Muhammad Daud Syah (1823-1836).

Pada masa pemerintahannya telah terjadi suatu peristiwa penting yaitu ditandatanganinya persetujuan antara Inggris dan Belanda pada tanggal 17 Maret 1824.1 Daerah Siak yang berdekatan dengan Aceh dipaksa Belanda menandatangani perjanjian oleh pemerintahan Hindia Belanda yang isinya antara lain menyatakan bahwa Siak harus mengakui kedaulatan Hindia Belanda di Sumatera. Kesultanan Siak dipaksa masuk daerah kekuasaan Hindia Belanda. Kepada Inggris, Belanda menyatakan bahwa Aceh membahayakan perairan Selat Malaka. Aceh tidak dapat membasmi bajak laut. Pada tahun 1871,2 Belanda berhasil mengadakan persetujuan dengan Inggris. Persetujuan itu terkenal dengan nama Traktat Sumatera yang isinya:

1

Ismail Suny Bunga Rampai Tentan Aceh (Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1980), 36.

2

Sucipto Wiryosaputro Sejarah Indonesia (Jakarta: Indira, 1960), 82.

Jendral J.H.R. Kohler


(44)

36

1. Inggris tidak akan turut campur dalam urusan Belanda mengenai Sumatera;

2. Belanda bebas bertindak terhadap Aceh.

Oleh perubahan persetujuan Traktat London yang mengizinkan Belanda untuk menginjakkan kakinya di Aceh, pemerintah Belanda di Batavia pada tanggal 26 Maret 1873 mengirimkan ultimatum kepada Raja Aceh, agar Aceh menyerah. Ultimatum ini ternyata di tolak oleh rakyat Aceh, Belanda pun mengirimkan ekspedisi yang dipimpin Jenderal Kohier untuk menyerang Aceh.3

Setelah terjadi beberapa kali surat menyurat yang tegang antara Sultan Kerajaan Aceh dengan komisaris Pemerintah Belanda Nieuwenhuijzen4 yang berlindung di atas kapal perang “Citadel Van Antwerpen”,5 maka surat pernyataan perang Belanda kepada Kerajaan Aceh yang telah ditulis pada tanggal 26 maret 1873, disampaikanlah kepada Sultan pada tanggal 1 April 1873 yang berbunyi:

3

Ibrahim Alvian Perang Di Jalan Allah Perang Aceh 1873-1912 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

1987), 61

4

Ruslan Abdulgani Sosialisme Indonesia (Jakarta: Prapanca, 1946), 74

5

Anas Machmud Kedaulatan Aceh yang Tidak Pernah Diserahkan Kepada Belanda Adalah

Bahagian dari Kedaulatan Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), 27


(45)


(46)

38

“Komisaris gubernemen. Hindia Belanda untuk Aceh-

Menimbang bahwa bagi gubernemen Hindia Belanda terpikul kewajiban untuk membersihkan segala rintangan dalam memelihara kepentingan unmum atas perniagaan dan pelayaran di kepulauan Hindia Timur.

Bahwa kepentingan umum itu telah terganggu oleh berlanjutnya pertentangan antara sesame negeri rantau takluk Aceh, diantaranya ada yang telah datang meminta bantuan gubernemen Hindia Belanda, tetapi masih saja belum bisa diberikan.

Bahwa keinginan yang berulang-ulang dikemukakan oleh gubernemen supaya keadaan sedemikian jangan terjadi lagi dan keinginan supaya ditentukan kedudukan Aceh dalam hubungan yang lebih tepat kepada Gubernemen Hindia Belanda, tetapi selalu saja terhambat oleh keangkaran dari pihak pemerintah Kerajaan Aceh dan oleh kelengahan itu untuk memelihara ketertiban dan keamanan yang diperlukan dalam daerah takluknya.

Bahwa percobaan untuk keperluan itu telah disambut dengan amat curang di kala gubernemen Hindia Belanda sedang didekati dengan maksud membina perhubungan lebih akrab dengan Aceh.

Bahwa telah diminya penjelasan kepada Sultan Aceh, mula-mula dengan surat tangal 22 bulan ini sesudah itu pada tanggal 24, hasilnya tidak hanya tidak diberikan sama sekali penjelasan itu, tetapi juga telah tida membantah segala apa


(47)

39

yang didakwakan dalam surat itu dan lebih dari itu pula telah digiatkan mengumpul apa saja untuk mengadakan perlawanan Bahwa dengan itu tidak bisa lain artinya selain bahwa Aceh menantang gubernemen Belanda dan sikap permusuhannya semula hendak dipertanyakan. Bahwa karena itu pemerintah Kerajaan Aceh telah bersalah melanggar perjanjian yang sudah diikatnya dengan gubernemen Hindia Belanda bertanggal 30 Maret 1857 tentang perniagaan, perdamaian dan persahabatan, yang karena itu menyakinkan bahwa Pemerintah kerajaan tersebut tidak dapat dipercayai.

Bahwa permintaan Hindia Belanda dalam keadaan sebagai ini merasa tidak mungkin lagi mempertahankan kepentingan umum sebagai yang diperlukan demi keamnan sendiri dibagian utara Sumatera, apabila tidak diambil tindkan kekerasan. Dengan ini, atas dasar wewenanh dan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah Hindia Belanda, ia atas nama pemerintah, menyatakan perang kepada Sultan Aceh. Dengan pernyataan ini setiap orang diperingatkan terhadap beradanya mereka dibawah akibat perang dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam perang. Termaktub di kapal perang “Citadel van Antwerpen” yang berlabuh di Aceh besar, pada hari Rabu tanggal 26 Maret 1873.6

Sebenarnya sejak semula Pemerintah Kerajaan Aceh telah menyakinkan bahwa Pemerintah Kolonial Belanda telah siap untuk menjajah Aceh, kalau mungkin dengan gertak, tetapi ternyata bahwa Aceh tidak dapat ditaklukan hanya dengan gertak-sambal, terbukti dari

6Muhammad Said Aceh Sepanjang Abad (Medan: Pt. Waspada Medan 1980), 397.


(48)

40

kandungan surat Sultan yang terakhir kepada komiaris Nieuwenhuijzen, yang antara lain berbunyi:

“Surat yang telah kita kirimkan pada hari Ahad yang baru lalu telah tidak diberi tanggal hari bulan, hanya karena kesilapan belaka. Mengenai dengan permakluman yang dimaksud dalam surat kita itu, isinya tidak lain daripada mengemukakan bahwa dari pihak kita tidak ada tumbuh sedikitpun keinginan untuk meroboh hubungan persahabatan yang sudah diikat. Sebab hanya kita seorang miskin dan muda dan kita sebagai gubernemen Hindia Belanda berada di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Akhirulkalam kita sampaikan kepada tuan-tuan sekaliannya. Termaktub pada 1 hari bulan safar 1290 (1 April 1873)”.

Serangan Belanda yang pertama di bawah pimpinan Mayor Jendral Kohler dengan kekuatan 168 orang perwira dan 3800 serdadu Belanda dan sewaan, yang dilakukan pada tanggal 10 Muharrom 1290 (5 April 1873), telah dihancur lumatkan oleh Angkatan perang Aceh tak pernah takut mati, sehingga setelah 18 hari bertempur dengan sia-sia. Sisa-sisa serdadu Belanda mulai mengundurkan dan meninggalkan sekian banyak mayat-mayat yang mati dengan sia-sia. Pada tanggal 15 April 1873 Jendral Kohler meninggal dunia.7

7

A. Hasjmy Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agresi

Belanda (Jakarta: Bulan Bintang 1977), 33.


(49)

41

Ketika Belanda mendarat di Kutaraja, rakyat Aceh secara langsung berperang didaerah Aceh. Uleebalang-uleebalang yang dikalahkannya kemudian diangkat kembali namun dengan kekuasaan terbatas.8 Setelah beberapa kemudian Aceh dapat ditaklukan, sasaran berikutnya adalah Pidie. Sewaktu Teungku Chik di Tiro sedang bertempur melawan Belanda, kepala-kepala kenagarian diluar Aceh, yang khawatir kekuasaan mereka akan hilang bila tetap melawan Belanda, membuat perjanjian damai dengan Belanda yang terkenal dengan nama Korte Verklaring. Isina merupakan penyerahan diri kepada Belanda secara mutlak.9

8

Pusat Dokumentasi dan Informasi AcehPerang Kolonial Belanda DI Aceh (Bandung : P.T.

Harapan Offset 1977), 79.

9

Hasan Saleh Mengapa Aceh Bergolak Bertarung Untuk Kepentingan Bangsa dan Bersabung

Untuk Kepentingan Daerah (Jakarta : Pustaka Grafiti 1992), 15.

Kuburan massal para anggota pasukan pendaratan Belanda yang pertama di bawah pimpinan Jendral J.H.R. Kohler


(50)

42

Melihat gelagat Belanda ini, Aceh tidak tinggal diam. Aceh juga berusaha memperkuat diri. Pada tahun 1873 Aceh mengadakan persekutuan dengan Turki.10 Kemudian Aceh juga mengadakan perundingan diSingapura dengan wakil-wakil Turki, Italia , Amerika Serikat, dan Jepang. Hal ini menunjukkan kuatnya kerajaan Aceh. baik kedalam maupun keluar. Aceh bebas mengadakan perjanjian dan perserikatan dengan negara-negara lain . Aceh pada masa ini diperintah oleh seorang raja yang berkedudukan di Kutaraja.

Susunan pemerintahan dikerajaan Aceh adalah sebagai berikut.

1. Gampong (kampung ) dikepalai oleh Keuciatau Chi. 2. Mukim (kumpulan kampung) dikepalai oleh Imeum . 3. Kumpulan Mukim dikepalai oleh Uleebalang.

4. Sagi (kumpulan Uleebalang) dikepalai oleh Panglima. 5. Sultan (ratu ) Aceh.

Teuku adalah gelar kehormatan bagi Uleebalang atau pemimpin rakyat. Teungku merupakan gelar kehormatan bagi kaum ulama dan imam sedangkan Sultan Aceh sendiri mendapat gelar kehormatan Tuanku. Sultan Muhamad Sjah sendiri menyadari kedudukannya tidak kuat. Walaupun kerajaan Aceh terpecah menjadi kerajaan kecil, tapi seluruh rakyat Aceh mempunyai satu tujuan yaitu mengusir Belanda dari Indonesia.

10

Paul Van’t Veer Perang Belanda di Penerjemah Abubakar (Dinas P dan K Tingkat I Propinsi

Aceh), 17.


(51)

43

Pada tanggal 7 Maret 1873, Wakil Ketua Dewan Hindia, Nieuwenhuyzen, berangkat dengan buah kapal perang dari Batavia. Kedatangannya sebagai komisaris pemerintah Hindia Belanda menuntut agar Sultan Aceh mengakui kekuasaan Belanda. Rombongan ini kemudian diikuti tentara yang dipimpin Jenderal Kohler. Jawaban Sultan Aceh tidak menyenangkan pemerintah Hindia Belanda. Karena itu, diumumkanlah perang kepada Aceh pada 26 Maret 1873. Jenderal Kohler dengan 3000 pasukan menyerang Aceh dari laut. Tentara Hindia Belanda kemudian mendarat di Aceh dengan dilindungi meriam-meriam kapal perang. Sepasukan prajurit Aceh dari kubu Pante Cermin menyerang dengan gagah perkasa. Orang Aceh menembaki orang Belanda di Pante Cermin dan Kuta Mugat. Tetapi karena kekuatan yang tidak sebanding, pasukan Aceh terpaksa mundur.11

Laskar Hindia Belanda maju dan menembaki Pante Cermin yang telah ditinggalkan oleh tentara Aceh. Belanda juga bermaksud menduduki Kuta Mugat, tapi tempat ini dipertahankan dengan gagah berani oleh tentara Aceh. Bahkan laskar Aceh menyerang tentara Belanda sampai mundur ke Pante Cermin. Belanda mendatangkan bala bantuan. Sesudah bantuan didatangkan dalam jumlah besar barulah tempat ini dapat dikuasai tentara Belanda. Pemimpin tentara Belanda mempunyai rencana menuju keraton Sultan Acehdi Kutaraja. Sebelum sampai keistana tentara Belanda harus merebut mesjid lebih dahulu. Pertempuran sengit terjadi, tentara Aceh

11

Sagiman MD Teuku Nyak Arif (Jakarta: Bhratara Karya Aksara 1983), 8.


(52)

44

mempertahankan mesjid dengan hebat. Setelah terjadi pertempuran selama beberapa hari perlawanan orang Aceh makin berkurang. Pada tanggal 10 April 1873 tentara Belanda dapat memanjat tembok sekitar mesjid. Akhirnya mesjid diistana sultan ini dapat direbut tentara Belanda. Persenjataan, alat perang, beserta taktik perang modern dapat melumpuhkan tentara Aceh. Namun, semangat Islam ikut memupuk jiwa patriotisme tentara Aceh untuk bertahan dengan gagah berani.12

Pucuk pimpinan tentara Belanda melihat gigihnya perlawanan tentara Aceh yang terus menerus menembak tentara Belanda dan berusaha memutuskan tentara Belanda dengan pantai. Tentara Belanda ditarik kembali ke Batavia (Jakarta), sebab tidak akan sanggup melawan tentara Aceh, maka kemudian Pemerintah Hindia Belanda mengalihkan taktiknya. Mereka melakukan perang urat saraf.

Kemudian dibuat maklumat yang ditujukan kepada Uleebalang dipesisir agar tunduk dan mengakui pemerintah Hindia Belanda. Pemimpin dan rakyat Aceh tidak gentar menghadapi gertak sambal tentara Belanda ini. Perang tidak dapat dihindarkan, tentara Belanda mengirimkan ekspedisi yang kedua. Ekspedisi (penyerangan) yang kedua ini dilengkapi dengan sempurna. Pasukan yang dikirimkan berjumlah 8.000 orang yang terdiri dari tentara darat, pasukan berkuda, pasukan meriam, dan barisan teknik. Pasukan yang besar ini dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada akhir 1873 Van Swieten mendarat di Lam Nga. Kampung demi kampung

12

Dokumentasi Aceh Perang Kolonial…, 74.


(53)

45

diduduki tentara Belanda. Kuta Musapi yang telah ditinggalkan oleh tentara Aceh berhasil diduduki.

Dalam pengulasan Belanda adalah jelas bahwa sesungguhnya perlawanan Aceh bukan hanya di bagian Aceh Besar saja, melainkan daerah rantaunya seperti di Pidie, pantai utara dan timur, serta pantai arat dan selatan Kerajaan Aceh tidak kurang hebat persiapan perangnya. Dalam menghadap daerah-daerah ini Belanda memakai dua cara yaitu: pertama, menghancurkan kampung-kampung dan pelabuhan dengan tembakan meriam-meriam kapal yang mengepung pantai Aceh dengan ketat. Kedua, menjalankan siasat pecah belah, mengangkat orang-orang yang bisa diperalat untuk menjadi kepala-kepala mukim, Uleebalang dan sebagainya.

Tatkala memulai serangannya yang pertama, Belanda sudah merencanakan pengguntingan yang aktif dengan jalan menggunakan pantai Pidie sebagai pangkalan menerobos dari timur ke utara. Subsersif yang telah dilakukan beberapa tahun lampau telah memeberinya harapan untuk menduduki pelabuhan Pidie. Mengenai kegiatan di pantai timur, semenjak Belanda berhasil mematahkan kekuatan Aceh di Pulau Kampai, Belanda telah mencoba menerobos ke Aceh Timur, melalui Tamjang.Tetapi Belanda tidak berhasil. Itulah sebabnya dimulainya suatu taktik dengan jalan menggunakan pelabuhan Pidie sebagai pangkalan masuk. Sehubungan dengan ini, Belanda disamping mengadakan blockade, juga menembaki pantai-pantai. Semenjak tahun 1871, Belanda sudah


(54)

46

memblokade Idi, dan Jendral Kohier, masa itu panglima Belanda di Padang telah membawa kapal perangnya ke Idie dan menembak kota itu dari laut. Tapi walaupun impianya hendak mendarat sudah ada Belanda rupanya belum mampu, ternyata bahwa beberapa waktu sesudah itu belum terjadi pendaratan. Baik dicatat bahwa di Idi sudah ada tiga orang kepercayaan sultan yang lain untuk menghadapi Belanda. Mereka itu ialah: Panglima perang Nja’ Bagam, Raja Idi Cut, Panglima perang Hakim dari Julo’ dan, Panglima perang Abudari Idi. Mereka semua memiliki pertahanan kuat, sehingga boleh disebut kedudukan Teuku Chi’ Idi (Reyeuk).

a. Serangan Belanda II

Setelah pihak Aceh mendirikan tiga buah benteng disungai Maco dekat Barus dan memperkuat kedudukannya di Singkel, Aceh Selatan,


(55)

47

Belanda pada tahun 1840 mengirimkan pasukannya, dibawah pimpinan Kolonel A.V. Mischiels, untuk mengusir pasukan-pasukan Aceh. Dalam pertempuran ini Aceh dapat dikalahkan. Akibat tindakan Belanda ini kapal-kapal dagang Eropa tidaklah mendapat sambutan yang semestinya sehingga tidaklah aman bagi kapal-kapal dagang itu untuk memasuki pelabuhan-pelabuhan Aceh. Khawatir akan adanya usaha Negara lain mencari pengaruh di Aceh, pemerintah Hindia Belanda berusaha mengadakan hubungan dengan Sultan Aceh.

Akhirnya pada tahun 1857 Mayor Jendral van Swieten berhasil menandataangani perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan Sultan Aceh. Isi pokok perjanjian itu antara lain:

1. Membolehkan kawula kedua pihak, dengan mengindahkan undang-undang yang berlaku, untuk melawat, bertempattinggal dan menjalankan perdagangan dan pelayaran di daerah kedua belah pihak. 2. Kedua pihak melepaskan tuntutan masing-masing mengenai segala

pertikaian yang timbul sebelum perjanjian ini.

3. Semufakat untuk mencegah dengan sekuat-kuatnya perompakan dan penangkapan manusia untuk dijual dan pembajakan dipantai didaerah masing-masing.

4. Sultan Aceh mengakui bahwa Gubernur Jendral Hinida Belanda diwakili oleh Gubernur Belanda di Sumatera Barat dalam hal urusan dengan Sultan Aceh


(56)

48

5. Segala salah faham yang mungkin timbul akan diselesaikan dengan cara damai13

Kurang dari setahun kemudian, yakni pada tahun 1858, sebuah perjanjian ditandatangani antara pemerintah Belanda dengan Sultan Siak. Isinya yang terpenting ialah bahwa Siak dan jajahannya takluknya merupakan bagian wilayah Hindia Belanda dan berada di bawah kedaulatan Kerajaan Belanda. Jajahan takluk Siak ini antara lain, terdiri dari wilayah-wilayah dipantai Sumatera Timur dari batasa Siak keutara sampai sungai Tamiang.

Belanda memberangkatkan dari Jawa angkatan laut dan daratnya yang berkekuatan dua kali lipat daripada waktu serangan yang pertama. Angkatan ini terdiri dari 18 buah kapal perang uap, 7 buah kapal uap Angkatan laut, 12 buah barkas, 2 buah kapal peronda yang dipersenjatai, 22 buah kapal pengangkut dengan alat-alat pendarat yang terdiri dari 6 buah barkas uap, 2 buah rakit besi, 2 buah rakit kayu, 80 buah sekoci, beberapa buah sekoci angkatan laut dan sejumlah besar tongkang-tongkang. Kali ini angkatan perangnya dipimpin oleh Letnan Jendral van Swieten dan dibantu oleh Mayor Jendral G.M. Verspijck. Dengan mendaratkan pasukannya dikampung Leu’u, berdekatan dengan Kuala Gigieng, Aceh pada 9 Desember 1873, dimulailah oleh Belanda serangan kedua terhadap Kerajaan Aceh.

13

Ibrahim Alvian Perang Di…, 67.


(57)

49

Kesetiaan raja-raja dan rakyat kepada Sultan tetap besar. Pasukan-pasukan Aceh dipimpin oleh Tuanku Hasyim, salah seorang anggota keluarga Sultan yang ketika serangan Belanda pertama berangsung, masih berada di Sumatera Timur. Beliau dibantu oleh T. Imum Leung Bata dan T. Nanta Setia. Setelah delapan hari mempertahankan pantai kemudian terpaksa mengundurkan diri. Tuanku Hasyim mengatur pertahanan Masjid raya serta memperkukuh kubu pertahan di Peukan Aceh dan Lambhuek.

Berdasarkan ketntuan itu pernah dibuat perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dengan Aceh pada tahun 1857 yang berisikan kerjasama perdagangan dan kerjasama keamanan yang kedudukannya sama dengan dua negara yang bersahabat. Perjanjian itu disahkan oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dan kemudian juga mendapat pengesahan Staten General kenyataan kemudianm, bahwa sesudah berjalan 16 tahun Pemerintah Hindia Belanda atas persetujuan menteri jajahan yang waktu itu dipangku oleh Fransen van De Putte bermaksud mengadakan hubungan baru dengan Aceh dengan tujuan memperkukuh kedudukannya di Aceh dalam bentuk yang lebih baik bagi pemerintah Hindia Belanda. Menurut Regeringsreglement 1855 itu telah diatur berbagai hubungan dengan negeri-negeri di Indonesia yang dapat dikategorikan atas tiga tingkatan, yaitu:


(58)

50

pertama, negeri yang langsung diperintah langsung (Direct Bestuurd Gebied, Gouvermentsgebied) yaitu Batavia dan sekitarnya, serta beberapa kota besar di Indonesia.14

Kedua, kerajaan-kerajaan Indonesia yang dimasukkan kedalam wiklayah Hindia Belanda berdasarkan kontrak-kontrak politik antara Gubernur Jendral adalah mewakili Raja Belanda. Daerah seperti ini adalah daerah yang diperintah secara tidak langsung (Indirect Bestuurd Gebied, Landschapsgebied).

Ketiga, daerah-daerah yang dipengaruhi, yaitu kerajaan-kerajaan yang mengakui kedaulatan Raja Belanda dalam hubungan internasional berdasarkan perjanjian internasional atau perjanjian lainnya.

Dari ketiga bentuk itu Belanda sendiri mengakui bahwa tidak ada kejelasan bentuk hubungan antara Aceh dengan Hindia Belanda, maka Belanda meminta kepada Sultan Aceh agar Aceh mengakui kedaulatan Raja Belanda, sehingga jika itu dituruti maka kedudukan Aceh sama dengan kerajaan yang dipengaruhi, dimana Koningrijk der Nederlanden diakui dejure dalam pergaulann internasional antara Aceh dengan negeri lain.15

Meskipun yang dikuasai Belanda, pada 31 Januari 1874, van Swieten memproklamirkan, bawha Kerajaan Aceh sudah ditaklukkan dan

14

Machmud, Kedaulatan Aceh..., 35.

15

Ibid., 37.


(59)

51

pemerintah Hindia Belanda telah menggantikan kedudukan Sultan dan menempatkan daerah Aceh Besar menjadi milik pemerintah Belanda. Belanda mengusahakan agar daerah-daerah diluar Aceh Besar mengakui kedaulatannya. Jika hal ini tidak dapat dengan jalan damai, maka akan ditempuh jalan kekerasan. Van Swieten kembali ke Batavia pada 16 April 1874 dengan meninggalkan korban 28 opsir dan 1.024 bawahan yang telah gugur serta 52 opsir dan 1.181 bawahan yang diungsinkan.16

Pada tanggal 18 April 1874 Bangta Muda Tuanku Hasyim bin Tuanku Kadir, Panglima Polem Sri Muda Perkasa, Sri Imam Muda Teuku Panglima Dua Puluh Enam, Sri Setia Ulama, menulis surat kepada raja Geudong di Pasai. Mereka mengatakan bahwa ulama-ulama, dan sekalian muslimin di Aceh Besar telah semufakat untuk melawan Belanda dengan sekuat tenaga. Antara lain ditegaskan, “Insya Allah Ta’ala tiadalah ubah kepada Allah dan Rosul melawan dengan sekuat-kuat melawan siang dan malam, Panglima Polem juga menyerukan kepada Uleebalang dan anak negerinya di Sagi Mukim XXII untuk mengerahkan segala kekuatan dan tenaga selama masih ada iman kepada Allah dan pada Nabi Muhammad guna memerangi Belanda17

16

Ibrahim Alvian, Perang Di…, 68.

17

Ibid., 69


(60)

52

B. Masa Pendudukan Jepang

Dalam membicarakan keadaan kehidupan pemerintahan didaerah Aceh pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia dan di Aceh pada khususnya yaitu pada tahun 1941 dan awal tahun 1942, kebencian rakyat Indonesia terhadap Belanda semakin bertambah memuncak. Walaupun Belanda telah berusaha dengan bermacam-macam cara untuk menghadapinya, namun rasa kemarahannya rakyat tidak dapat dibendung lagi. Hal ini akan terlihat dari berbagai kegiatan rakyat yang bertujuan untuk menentang penjajahan Belanda, baik yang merupaka perjuangan dalam bentuk politik maupun dalam bentuk kegiatan fisik. Kedua bentuk kegiatan ini pada umumnya dipelopori oleh para Ulama dan Uleebalang, yang keduanya merupakan golongan yang mempunyai pengaruh cukup besar didalam masyarakat Aceh.18

Pada tanggal 10 November 1942 meletuslah pemberontakan pertama bangsa Indonesia terhadap jepang, yaitu didesa Bayu, Lhokseumawe dipimpin oleh seorang Ulama Tgk. Andul Jalil 45 tahun. Beliau memimpin Dayah (Pesantren) Cot Plieng. Tgk. Abdul Jalil murid seorang Ulama besar di Aceh, yaitu Tengku H. Hasan Krueng-kale. Pada awal revolusi 1945, yaitu pada tanggal 15 Oktober 1945, Teng24 H. Hasan Krueng-kale bersama tiga Ulama besar lainnya, yaitu Tgk. Moh. Daud Beureueh, Tgk. H. Djakfar Sidik

18

T. Ibrahim Alfian, Zakariah Ahmad dkk Revolusi Kemerdekaan Indonesia Di Aceh 1945-1949

(Banda Aceh, 1982), 6.


(61)

53

Lamdjabat dan tgk. H. Ahmad Hasballah Indrapuri pernah mengeluarkan “Fatwa Perang Sabil” bagi rakyat Aceh melawan Penjajahan Belanda yang ingin kembali ke Indonesia.19

Tgk. Abdul Jalil menamakan Jepang sebagai “Kafir Majusi” dan Belanda sebagai “Kafir Kitabi”. Kafir majusi ini jauh lebih bahaya dari Kafir Kitabi (Belanda Kaphee meukitab, Jepang keuparat biek majusi). Disuruh membungkuk sebentar-sebentar, kiblat merubah ke arah matahari. (Jiyeu rukuk sikeujap keujap, jiubah kiblat u matahari). Selanjutnya Tgk. Abdul Jalil menjuluki Jepang “Taleetase, tapeutamongbui” artinya kita usir anjing tapi kita masukkan babi.

Demikianlah pada tanggal 10 November 1942 berkecamuk Perang Bayu yang dahsyat dan banyak jatuh korban dari kedua belah pihak. Tgk. Abdul Jalil bermarkas dalam masjid yang dikelilingi oleh murid dan pengikutnya yang setia. Setelah Jepang membombardir masjid dengan tembakan artileri dan setelah perang berkecamukselama tiga hari tiga malam akhirnya Tgk. Abdul Jalil syahid.20

Perlawanan antara rakyat Aceh terhadap pemerintahn militer Jepang muncul sejak awal kehadiran tentara negeri Bunga Sakura itu. Perlawanan itu umumnya dilakukan oleh kekuatan yang tidak bisa menerima kehadiran Jepang. Rakyat Aceh sebagai pemeluk teguh ajaran Islam, tidak menerima

19

Tgk. A.K. Jakobi Aceh Daerah Modal Long March ke Medan Area (Jakarta: Yayasan Seulawah

Malaka Jaya, 1992), 271.

20

A.Hasjmy Semangat Merdeka 70 Tahun Menempuh jalan Pergolakan dan Perjuangan

Kemerdekaan (Jakarta : Bulan Bintang, 1985), 141.


(62)

54

tingkah laku tentara Jepang yang sering mabuk-mabukan, tindakan serta memperlakukan wanita secara biadab. Tentar Jepang melakukan tekanan lewat Kempetai (Polisi Militer) yang sangat kejam, penduduk diancam dan disiksa. Rakyat disuruh Kerja Paksa, membuat jalanan dan lapangan terbang serta parit-parit pertahanan. Yang paling menyentuh hati rakyat (ummat Islam) ialah pada setiap upacara harus melakukan SEIKEREI, suatu gerkan ruku’ kearah Matahari terbit tempat bersemayam TENNOHEIKA. Oleh sebab itu rakyat berontak melawan Jepang. 21

Namun kekejaman dan kesewenang-wenangan bala tentara Jepang sangat menyinggung martabat warga Tanah Rencong. Meskipun perlakuan kurang senonoh itu pada umumnya datang dari prajurit Jepang, namun rakyat Aceh melihat itu sebagai budaya Barbar yang dibawa oleh Jepang.22

Perjuangan dalam bentuk politik dengan mengadakan rapat-rapat rahasia untuk menyusun strategi yang tepat dalam mengadapi Belanda, serta mengadakan hubungan dengan luar negeri guna mendapatkan bantuan. Semua kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh kembali kemerdekaan yang sudah sedemikian lama diperjuangkan. Salah satu rapat penting yang diselenggarakan dalam rangka menyusun strategi dalam suasana perang yang berlangsung antara Jepang dan Belanda, dilangsungkan dirumah kediaman Teuku Nyak Arif (sebagai Kepala Sagi XXVI Mukim) pada bulan Desember

21

Said Abubakar Berjuang Untuk Daerah Otonomi Hak Azazi Insani (Aceh: Yayasan Nagasaki

Banda Aceh, 1995), 24.

22

Amran Zamzami Jihad Akbar di Medan Area (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 22.


(63)

55

1941 di Lamnyong pada malam hari.23 Rapat tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh masyarakat baik dari kalangan Ulama maupun kalangan Adat (Uleebalanag). Diantaranya dapat disebutkan Teungku Muhammad Daud Beureueh dan Tengku Abdul Wahab Seuliman yang mewakili Persatuan Ulama Seluruh Rakyat Aceh (PUSA), Teuku Nyak Arif (Panglima Sagi XXVI Mukim), Teuku Panglima Polem Muhammad Ali (Panglima Sagi XXII Mukim), Teuku Ahmad (Uleebalang) yang mewakili kalangan adat Uleebalang. Suatu keputusan penting yang mereka ambil yaitu dikeluarkannya sebuah pernyataan Sumpah Setia mereka kepada Agama Islam, Bangsa dan Tanah Air serta menyusun pemberontakan bersama melawan Belanda bekerja sama dengan Dai Nippon yang mengatasnamakan PUSA.24

Dalam pertempuran, Teuku Nyak Arif secara tegas mengemukakan kepada Residen Belanda agar pemerintahan diserah terimakan ketangan rakyat Aceh sendiri untuk dapat mengatur pemeritntahan sendiri. Selanjutnya Teuku Nyak Arif juga mengemukakan bahwa rakyat Aceh akan mampu mempertahankan tanah airnya dan dapat membela diri sendiri setiap ancaman yang datang dari luar, jika seandainya pemerintah Belanda mengalihkan kekuasaan pemerintahan kepada rakyat. Tuntutan ini ternyata ditolak oleh Residen Belanda (Paw) pada tanggal 30 September dan sejak saat itu Teuku

23

Hasan Saleh Mengapa Aceh Bergolak Bertarung Untuk Kepentingan Bangsa Dan Bersabung

Untuk Kepentingan Daerah (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1992), 19.

24

M. Joenoes Jamil Riwayat Barisan “F” Fujiwaea Kikan di Aceh (Banda Aceh: Pusat Ilmu

Sosial, 1975), 4-5.


(1)

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

1. Teuku Nyak Arif dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1899 di Ulee-lee, Banda Aceh. Ayahnya bernama Teuku Nyak Banta yang bernama lengkap Teuku Sri Imeum Nyak Banta, Panglima (kepala daerah) Sagi XXVI Mukim. Ibunya bernama Cut Nyak Rayeuh, bangsawan di daerah Ulee-lee juga. Bahwa Teuku Nyak Arif adalah seorang bangsawan Aceh karena dari garis keturunan seorang bangsawan. Istri Teuku Nyak Banta yang kedua bernama Cut Nyak Cahaya. Dari istrinya yang kedua ini Teuku Nyak Banta mendapat empat orang anak, yaitu Cut Nyak Ubit, Cut Nyak Tengoh, Cut Nyak Maneh dan Teuku Abdul Hamid. Semenjak masa kanak-kanak Teuku Nyak Arif termasuk anak yang cerdas, berani dan mempunyai sifat yang keras. Teuku Nyak Arif membenci Belanda, karena menganggap bangsa itu penjajah negerinya yang membawa kesengsaraan rakyat Aceh

2. Pada tanggal 26 Maret 1873 mengirimkan ultimatum kepada Raja Aceh, agar Aceh menyerah. Ultimatum ini ternyata di tolak oleh rakyat Aceh, Belanda pun mengirimkan ekspedisi yang dipimpin Jenderal Kohier untuk menyerang Aceh dengan sebutan Agresi Militer Belanda I. Pada tahun 1840 Belanda mengirimkan pasukannya kembali, dibawah pimpinan Mayor Jendral van Swieten, untuk mengusir pasukan-pasukan Aceh yan dinamakan perang Agresi Militer Belanda yang ke II. Namun semua usaha yang dilakukan Belanda untuk menguasai Aceh sia-sia dan


(2)

tidak berhasil walaupun dikedua belah pihak menanggung korban jiwa yang tidak sedikit. kemudian pada tahun 1942 Jepang masuk ke wilayah Aceh dengan tujuan untuk mengusir Belanda dan perlawanan itu juga mendapatkan hal positif bagi kaum Aceh yang dimana pada masa itu ingin mengusir Belanda.

3. Pada tanggal 16 Mei 1927 Teuku Nyak Arif diangkat menjadi anggota Volksraad disamping itu Teuku Nyak Arif juga tetap memegang jabatan Residen Aceh selaku Panglima Sagi 26 Mukim. Teuku Nyak Arif diangkat menjadi anggota Volksraad oleh Gubernur Hens, yang pada waktu itu memerintah didaerah Aceh. Sejak pertengahan 1927 Muhammadiyh telah beridiri di kutaraja, Sigli, Lhok Seumawe dan Takengon berkat dukungan dari Residen Aceh Teuku Nyak Arif, banyak organisasi yang disetujui oleh Teuku Nyak Arif demi mempersatukan persatuan untuk mengusir penjajah yaitu, PUSA, API, TKR, IPI. serta keterlibatan Teuku Nyak Arif dalam mengahadapi Perang saudara yakni Perang Cumbok. pada masa itu Teuku Nyak Arif ingin mempersatukan rakyat Aceh hingga melepaskan semua jabatan yang diembannya demi kemaslahatan umat agar tidak terjadi pertikaian sesama rakyat Aceh.

A. Saran

1. Pengkajian tentang sejarah perlawanan tokoh-tokoh pejuang nasional, seperti tokoh pejuang Aceh yaitu Teuku Nyak Arif yang telah penulis susun ini perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan karena melalui perjuangan beliau yang gigih, akhirnya kita dapat merasakan nikmatnya Kemerdekaan ini. Di samping itu jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur


(3)

dalam pertempuran yang syahid dan sebagai pelaku peristiwa sejarah sangat besar artinya, sehingga melalui kajian ini kita memperoleh kejelasan tentang peristiwa pada masa lampau dan hasilnya dapat digunakan sebagai pelajaran dalam membentuk kebijaksanaan sejarah dimasa akan datang

2. Kepada rekan-rekan generasi muda, generasi penerus harapan bangsa manfaatkanlah dari istilah kemerdekaan ini, yang telah diperleh dengan susah paya, pengorbanan harta benda dan pengorbanan jiwa raga pahlawan kita. Dengan hal ini yang berguna karena masih banyak kewajiban harus kita patuhi dalam hidup ini dipundak kitalah tanggung jawab negeri ini diteruskan karena kita sebagai generasi muda penerus bangsa.

3. Semoga pengkajian semacam ini dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan oleh rekan-rekan yang lain dengan mengungkapkan tokoh-tokoh pahlawan nasional lainnya karena penulisan semacam ini sangat besar artinya, khususnya untuk menumbuhkan semangat generasi muda dalam rangka mengisi kemerdekaan ini dengan mengharumkan nama negeri ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan. Dan penulis berharap semoga apa yang sudah dipersembahkan akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A.K. Jakobi, Tgk. Aceh Daerah Modal Long March Ke Medan Area. Jakarta: Yayasan Seulawah RI-001, 1992.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Abubakar, Said. Berjuang Untuk Daerah Otonomi Hak Azazi Insani. Aceh: Yayasan Nagasaki Banda Aceh, 1995.

Akira, Nagazumi. Pemberontakan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. penerjemah Muchtar, Jakarta : Yayasan obot Indoensia, 1988.

Alfian, Ibrahim. Zakariah Ahmad, at al, Revolusi Kemerdekaan Indonesia Di Aceh 1945-1949. Banda Aceh, 1982.

Alvian, Ibrahim. Perang Di Jalan Allah Perang Aceh 1873-1912. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1987.

Amin, S.M. Kenang-Kenangan Dari Masa Lampau. Jakarta: Pradnya Paramita, 1978.

Bakar, Abue. Atjeh Gerakan Salafiyah Indonesia. Jakarta: Permata, 1970.

Banda, H.J. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya,1980.

El Brahimy, Nur. Teungku Muhammad Daud Beureueh. Jakarta: PT. Gunug Agung, 1986.

Gaharu, Sjamaun. Cuplikan Perjuangan di Daerah Modal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Ter. Nugroho Noto Susanto, Jakarta: UI Press, 1986.

Hasjmy, A. Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agresi Belanda. Jakarta: Bulan Bintang 1977.

Hasjmy, A. Semangat Merdeka 70 Tahun Menempuh jalan Pergolakan dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : Bulan Bintang, 1985.


(5)

Ibrahim Alfian, T. Metodologi Sejarah dari Babad dan Hikayat Sejarah Kritis Cet. III. Yogyakarta :Gadjah Mada University Perss, 1992.

Ibrahim, Muchtarul. Cut Nyak Dien. Jakarta: Depdikbud, 1986.

Iskandar, Moetiara. Atjeh Jakarta: Balai Pustaka, 1946.

Joenoes Jamil, M. Riwayat Barisan “F” Fujiwaea Kikan di Aceh. Banda Aceh: Pusat Ilmu Sosial, 1975.

Kamajaya. Lima Putera-puteri Aceh Pahlawan Nasional. Yogyakarta: U.P. Indonesia, 1981.

Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : PT. Gramedia, 1997.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah Cet. III. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999.

Machmud, Anas. Kedaulatan Aceh yang Tidak Pernah Diserahkan Kepada Belanda Adalah Bahagian dari Kedaulatan Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.

Mawar, Siti. Teuku Nyak Arif Pahlawan Aceh Tiga Zaman. Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2013.

Meuraxa, Dada. Peristiwa Berdarah di Aceh. Medan: Pustaka Sadar, 1957.

Nasution, A. H. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesi. Bandung: Disjarah AD dan Angkasa, 1977.

Notosusanto, Nugroho. Tentara Peta Pada Jaman PendudukanJepang Di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1979.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, Perang Kolonial Belanda DI Aceh. Bandung : P.T. Harapan Offset 1977.

Rahman, Putera. Kegiatan Inteligence dari masa ke masa stensil. Jakarta: Balai Pustaka 1959.

Safwan, Mardanas. Pahlawan Nasional Teuku Nyak Arif. Jakarta: Balai Pustaka 1992.

Sagium, M.D. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang. Jakarta: Inti Idayu Press, 1985.


(6)

Said, Muhammad. Aceh Sepanjang Abad. Medan: 1980.

Saleh, Hasan. Mengapa Aceh Bergolak Bertarung Untuk Kepentingan Bangsa dan Bersabung Untuk Kepentingan Daerah. Jakarta : Pustaka Grafiti 1992.

Sjarif Thajeb, Sjamaun. Amran Zamzami. Pecut Meurah Intan Srikandi Nasional Dari Tanah Rencong. Jakarta: Yayasan TP Aceh, 1987.

Suny, Ismail. Bunga Rampai Tentan Aceh. Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1980.

Suparno, Sejarah Indonesia V Perang Aceh Hingga Negara Merdeka Untuk SMA. Jakarta: Sari Pers, 1957.

Talsya. Batu Karang di Tengah Lautan. Banda Aceh: Penerbit Lembaga Sejarah Aceh, 1990.

Van’t Veer, Paul. Perang Belanda di Aceh. Penerjemah Abubakar Dinas P dan K Tingkat I

Propinsi Aceh.

Wiryosaputro, Sucipto. Sejarah Indonesia. Jakarta: Indira, 1960.

Zainuddin, H.M. Srikandi Aceh. Medan: Pustaka Iskandar Muda , 1966.