IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS KABUPATEN GRESIK.

(1)

IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG

PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS

KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Oleh:

M. Muzayyin Habib Irsyad NIM. C04211087

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam

Prodi Ekonomi Syariah Surabaya


(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang ditulis oleh M. Muzayyin Habib Irsyad, NIM. C04211087 ini telah diperiksa dan disetujui untuk dimunaqasahkan.

Surabaya, 18 Juni 2015 Pembimbing,

Dr. H. Abu Azam Al Hadi. M.Ae NIP. 1 95808121991 03 1 001


(3)

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

NIM

Fakultas//Prodi Judul Skripsi

M. Muzayy'in Habib Irsyad

c042t1087

Ekonomi dan Bisnis Islam/Ekonomi Syariah

Implement asi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan I(ena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitianlkarya

saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk surnbernya.

Surabaya, 29 Juni2015 Saya yang menyatakan,

M. Muzayyin habib ksyad


(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik. Skripsi ini menerapkan hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik dan apakah implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sudah berjalan dengan efektif di BAZNAS Kabupaten Gresik.

Data penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara. Kemudian data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif analisis yaitu pola pikir yang menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau fenomena masyarakat (sosial) atau kenyataan yang ada di lapangan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam implementasi regulasi tentang zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, BAZNAS Kabupaten Gresik berperan mencetak Bukti Setor Zakat (BSZ). Muzakki yang menghendaki penghasilan kena pajak dapat dikurangkan dengan zakat yang telah dibayarkan, harus menyertakan BSZ tersebut saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak di KPP Pratama Gresik. Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sudah berjalan dengan efektif di Kabupaten Gresik. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa indikator yaitu: adanya kordinasi yang baik antara BAZNAS Kabupaten Gresik dengan pihak KPP Pratama Gresik, adanya aplikasi SIMBA yang memudahkan pengurus BAZNAS Kabupaten Gresik menerbitkan Bukti Setor Zakat (BSZ), dan sosialisasi yang intensif dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Gresik. Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dikeluarkan BAZNAS telah memenuhi persyaratan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto sehingga muzakki yang menyertakan BSZ ketika pelaporan SPT tahunan pajak sudah dapat mengurangi penghasilan kena pajak dengan zakat yang telah dibayarkan.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, diharapkan BAZNAS Kabupaten Gresik dan KPP Pratama Gresik lebih berkordinasi dalam melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih mengetahui tentang regulasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak beserta prosedur-prosedurnya mulai membayar zakat sampai pajak dapat terkurangi oleh zakat yang dibayarkan.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Zakat ... 19

1. Pengertian Zakat... 19

2. Harta yang Wajib Dizakati ... 21

3. Sasaran Zakat ... 23


(7)

B. Tinjauan Umum Tentang Pajak ... 27

1. Pengertian Pajak ... 27

2. Jenis-Jenis Pajak di Indonesia ... 29

3. Pengertian Pajak Penghasilan ... 31

4. Subjek Pajak Penghasilan ... 31

5. Penghasilan Kena Pajak... 34

C. Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak ... 36

1. Kedudukan Zakat dalam Pajak Penghasilan ... 36

2. Syarat Zakat Mengurangi Penghasilan Kena Pajak ... 38

3. Mekanisme Pembayaran Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak... 43

BAB III IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS KABUPATEN GRESIK A. Profil BAZNAS Kabupaten Gresik... 45

1. Sejarah BAZNAS Kabupaten Gresik ... 45

2. Visi dan Misi ... 47

3. Tujuan Adanya BAZNAS Kabupaten Gresik ... 47

4. Susunan Kepengurusan ... 50

B. Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik ... 52

C. Data Tentang Efektifitas Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik ... 58

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik ... 64

B. Analisis Terhadap Efektifitas Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik ... 67


(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 74 B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat dan pajak merupakan dua hal yang tidak bisa dikesampingkan dalam kehidupan beragama dan bernegara. Zakat merupakan salah satu rukun Islam, sehingga bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat tertentu wajib menunaikannya. Firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 103 tentang keharusan penguasa memungut zakat:















Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. at-Taubah: 103)

Walaupun perintah Allah dalam ayat di atas pada asalnya ditujukan kepada Nabi Muhammad, dan turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Abu Lubaba dan kawan-kawan, namun hukumnya juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat muslim untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini yaitu untuk memungut


(10)

2

zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya.1

Sedangkan pajak merupakan kewajiban yang dikenakan oleh negara kepada warga negaranya. Menurut Rochmat Soemitro, pajak sebenarnya adalah utang, yaitu utang anggota masyarakat kepada masyarakat. utang menurut pengertian hukum adalah perikatan (verbintenis). Perikatan adalah istilah hukum yang perlu dipahami maknanya ilmu hukum membahas timbulnya dan hapusnya perikatan (utang pajak), membahas daluarsa, membahas refrensi utang, paksa, sita, peradilan, pelanggaran dan sebagainya.2

Sebagian besar ulama fiqih memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua hal yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan. Menurut mereka, zakat adalah kewajiban spiritual seorang Muslim terhadap Tuhannya, sedangkan pajak adalah kewajibannya terhadap negara. Meskipun demikian, ternyata zakat dan pajak terdapat kesamaan dalam beberapa hal, seperti penjelasan M. Ali Hasan yang mengutip pendapat Yusuf Qardhawi3 :

1. Adanya unsur paksaan.

2. Adanya unsur yang mengelola, pajak harus disetorkan kepada Negara, demikian juga zakat, sebab pada dasarnya zakat itu harus diserahkan kepada pemerintah (Amil Zakat).

3. Tidak adanya unsur imbalan.

1

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 200.

2

Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan (Bandung: Eresco, 1986), 1.

3

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan (Ciputat: Haji Masagung, 1995), 30.


(11)

3

4. Tujuan pajak yaitu kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan sebagainya. Demikian pula dengan zakat yang mempunyai tujuan yang sama disamping ada nilai tambah umtuk kehidupan pribadi dan masyarakat.

Indonesia sebagai negara yang berasaskan pancasila memiliki suku bangsa, bahasa, agama, kebudayaan yang berbeda-beda, sehingga hukum positif kenegaraan terpisah dengan hukum agama. Dalam hal sistem penerimaan kebijakan fiskal negara didasarkan pada pajak, bukan zakat. sehingga kaum muslimin yang ingin membayar zakat harus menanggung beban ganda. Gus Fahmi mengatakan bahwa dengan adanya kewajiban membayar zakat dan pajak dalam dua undang-undang yang berbeda, yaitu UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dirasa oleh kaum muslim sebagai beban yang berat.4

Sejak kehadiran BAZNAS yang didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, telah diusulkan agar setiap zakat yang dibayarkan umat Islam dapat menjadi pengurang pajak. Pemerintah waktu itu tidak menyetujui begitu saja, namun menetapkan Zakat sebagai pengurang dari Penghasilan Kena Pajak. Selanjutnya kebijakan ini tidak hanya mencakup zakat saja tetapi juga

4


(12)

4

sumbangan keagamaaan yang bersifat wajib artinya perjuangan BAZNAS untuk pengurangan pajak, juga dinikmati oleh para pemeluk agama yang lain.5

Undang-undang yang telah dihasilkan adalah UU Nomor 38 Tahun 1999 kemudian diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengolaan Zakat. Zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak terdapat pada pasal 22 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengolaan Zakat yang berbunyi,

“Zakat yang dibayarkan muzaki kepada BAZNAS atau LAZ, dikurangkan dari

penghasilan kena pajak.”

Sedangkan pada regulasi perpajakan khususnya tentang pajak penghasilan yaitu UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, perubahan terakhir adalah UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak terdapat pada Pasal 9 ayat 1 huruf g UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, “Zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemeritah.” Kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau

5Achmad Subianto, “Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan Zakat dan Tanpa Zakat”, dalam

http://memakmurkanmasjid.com/perhitungan-penghasilan-kena-pajak-dengan-zakat-dan-tanpa-zakat/, diakses pada 19 Oktober 2014.


(13)

5

Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak ini tentu memiliki persyaratan-persyaratan tertentu, yang paling utama adalah pembayaran zakat harus melalui Badan Amil Zakat Nasional atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan Pemerintah. Hal ini diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Badan atau Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan Oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Pengahasilan Bruto.

Memang adanya regulasi ini tak sesuai dengan harapan awal yang menghendaki bahwa zakat dapat mengurangi pajak secara langsung. Harapan para muzaki adalah zakat dapat diposisikan sebagai pengurang pajak (tax reductable), sehingga prinsip tidak ada pembayaran ganda dapat menjadi kenyataan. Ali Muktiyanto dan Hendrian menjelaskan akan ada kebaikan-kebaikan yang muncul jika hal tersebut terwujud yaitu6 :

1. Akan terjadi peningkatan tax ratio, yaitu jumlah pembayaran pajak akan semakin banyak. Para wajib pajak muslim akan semakin bersemangat membayar zakat maupun pajak, disebabkan sudah tidak ada lagi pembayaran ganda.

6 Ali Muktiyanto dan Hendrian, “Zakat Sebagai Pengurang Pajak”,

Jurnal Organisasi dan Manajemen, No. 2 Vol. 4 (September, 2008), 103.


(14)

6

2. Masyarakat miskin akan semakin terbantu. Dengan semakin banyaknya dana zakat yang disalurkan kepada BAZ maupun LAZ maka program-program pemberdayaan masyarakat akan semakin banyak bisa digulirkan. 3. Akan terjadi tuntutan kepada lembaga pengelola zakat, baik BAZ maupun

LAZ untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance, yaitu amanah, profesionalitas, dan transparan.

Ketua Harian BAZNAS Jatim, Nur Hidayat, menilai regulasi zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak itu sangat baik. Regulasi ini memberikan persuasi kepada umat agar mau membayar zakat. Dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 dan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, tidak ada satu pasalpun yang menerangkan pemberian sanksi hukum bagi mereka yang mangkir membayar zakat. Oleh karena itu, regulasi apapun yang mempersuasi dan mengedukasi publik muslim untuk mau membayar zakat sangat diperlukan. Namun demikian beliau berharap agar zakat tidak sekedar mengurangi harta kena pajak saja, melainkan langsung mengurangi pajak. sehingga akan lebih merangsang masyarakat muslim berzakat.7

Potensi zakat dalam skala nasional sesungguhnya sangat banyak namun yang dapat dicapai hanya sebagian kecil saja. Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan bahwa dana zakat yang dihimpun saat ini baru sekitar Rp. 3,7 triliun, sedangkan potensinya bisa mencapai Rp. 217 triliun.8

7

Nur Hidayat, “BAZNAS Sarankan Agar Zakat Jadi Pengurang Pajak”, dalam http://jurnalakuntansikeuangan.com/2013/08/baznas-sarankan-agar-zakat-jadi-pengurang-pajak/5 Agustus 2013, diakses pada 19 Oktober 2014.

8

Kurniasih Miftakhul Jannah, “Potensi Dana Zakat Indonesia Capai Rp. 217 Triliyun” dalam http://economy.okezone.com/read/2014/11/6/320/1064897/ diakses pada 17 November 2014.


(15)

7

Hal tersebut melihat dari tiga komponen diantaranya, komponen zakat rumah tangga sebesar Rp 83 triliun atau sebesar 38 persen dari total potensi. Zakat industri BUMN/BUMD sebesar Rp 116 triliun dan sebesar Rp 18 triliun untuk zakat tabungan. Sementara untuk Jawa Timur potensi zakatnya sebesar Rp 15 triliun atau sebesar 3,4 persen dari total keseluruhan.9

Pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (penghasilan bruto) telah berlaku sejak 2001. Namun menurut Didin Hafidhuddin masih banyak Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam (muzaki) maupun Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam yang belum memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto atas Pajak Penghasilan (PPh) tersebut.10

Di BAZNAS Kabupaten Gresik mulai menerapkan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada awal tahun 2014 dengan bantuan aplikasi SIMBA (Sistem Informasi Manajemen BAZNAS) sebagai data nasional baik dari pengumpulan dan pendistribusian. Dengan aplikasi SIMBA ini memberikan kemudahan pengurus BAZNAS untuk menerbitkan Bukti Setor Zakat (BSZ) yang sesuai dengan ketentuan yang diakui oleh Dirjen Pajak dan sesuai dengan Akuntansi PSAK 109.

Dengan diterapkannya zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik, penulis tertarik melakukan penelitian

9 Dewi Zumrotus Solecha, “Potensi Zakat Jawa Timur Capai 15 Triliyun”

, dalam http://surabayanews.co.id/2014/11/15/5316/potensi-zakat-jawa-timur-capai-15-triliyun, diakses pada 13 November 2014.

10 Didin Hafidhuddin, “Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak”, dalam

http://pusat.baznas.go.id berita-artikel/zakat-sebagai-pengurang-penghasilan-kena-pajak/, diakses pada 19 Oktober 2014.


(16)

8

tentang hal tersebut. Penerapan regulasi yang sudah berjalan hampir setahun ini tentu memiliki mekanisme-mekanisme tertentu dan beberapa komponen yang menunjang efektivitas dalam implementasi regulasi ini. Untuk itu penulis

akan melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dengan uraian latar belakang di atas, tentu terdapat beberapa masalah yang muncul. Peneliti melakukan identifikasi sebagai berikut:

1. Persamaan dan perbedaan zakat dan pajak.

2. Kewajiban ganda, pembayaran zakat dan pajak bagi warga negara muslim. 3. Zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

4. Potensi zakat Nasional yang sangat besar.

5. Penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

6. Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

7. Efektivitas implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

Agar tidak meluas pada permasalahan lain, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi:

1. Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

2. Efektivitas Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.


(17)

9

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik?

2. Bagaimana efektifitas implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.11

Penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Khotimah dengan judul

“Pembayaran Zakat dan Pajak Bagi Pegawai di UJKS Al Hambra Ketintang Surabaya (Perspektif Hukum Islam)”12. Hasil penelitian ini yaitu dalam perspektif hukum Islam pemotongan zakat dapat dikatakan tidak selaras dengan ketentuan zakat emas karena terjadi ketidakkonsistenan dalam nisab. Sedangkan praktek pemotongan zakat dan pajak tidak selaras dengan UU No. 38 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Zakat pasal 14 ayat 3 karena di sini terjadi pemotongan secara bersamaan dan hal tersebut menimbulkan pemotongan ganda dan dirasa memberatkan karyawan.

Penelitian yang dilakukan oleh Mariah, dengan judul “Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Studi Terhadap Pelaksanaan

11

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: UIN Sunan Ampel , 2014), 8.

12Khusnul Khotimah, “Pembayaran Zakat dan Pajak Bagi Pegawai di UJKS Al Hambra Ketintang


(18)

10

Undang Zakat di Kabupaten Bekasi)”13. Hasil penelitian ini yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak sehingga dapat mengurangi beban ganda kewajiban yang harus dibayarkan oleh orang muslim. Adanya undang-undang zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dinilai cukup maju namun pelaksanaannya nampaknya belum begitu maksimal mengingat beberapa kelemahan antara lain dari segi sosialisasi banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya undang-undang tersebut khususnya masyarakat bekasi. Adapun pelaksanaan administratif zakat sebagai penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto pribadi muslim atau lembaga muslim dikurangi 2,5% hasil netto dari pengurangan zakat dibayarkan pajak dengan membawa bukti setor zakat kepala kantor pajak.

Penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten

Gresik”. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini mendiskripsikan secara mendalam tentang penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik yang meliputi mekanisme-mekanismenya dan komponen-komponen lain. Kemudian dianalisis untuk mengetahui efektifitas zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

13 Mariah, “Z

akat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Studi Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Zakat di Kabupaten Bekasi)”, dalam

http:/www.google.com/url/repository.uinjkt.ac.id/opac/theme/catalog/hasilcairi.jsp?method=simila r&query/c827188743a3.pdf, diakses pada 19 Oktober 2014.


(19)

11

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengetahui efektifitas implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat dari hasil penelitian ini adalah : 1. Dari segi teoretis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dalam ranah akademik tentang implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak khususnya pada akademik UIN Sunan Ampel.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian diharapkan memberikan informasi kepada Masyarakat tentang implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak khususnya di Kabupaten Gresik. Karena dengan adanya informasi yang cukup memadai tentu semakin banyak elemen yang dapat membantu kesuksesan program zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak ini.

G. Definisi Operasional

Agar lebih memudahkan dalam memahami skripsi ini. maka penulis mendefinisikan beberapa istilah, antara lain:

Implementasi (pelaksanaan) zakat adalah pelaksanaan dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pelaksanaan zakat


(20)

12

ini adalah salah satu tahapan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS. Pengelolaan zakat mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Pengurang penghasilan kena pajak artinya penghasilan muzaki akan dikurangi dengan zakat yang telah dibayarkan melalui BAZNAZ atau LAZ sebelum dihitung besarnya pajak yang harus dibayarkan. BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki, bukti setoran zakat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).14

H. Metode penelitian

1. Data yang Dikumpulkan

Penelitian ini memakai pendekatan Kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.15 Penelitian ini tergolong

14

Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji, Pajak di Indonesia (Yogyakarta: Graham Ilmu, 2012), 102.

15


(21)

13

penilitian lapangan (field research) yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui proses pengamatan (observasi) dan wawancara.

Adapun data yang di kumpulkan dalam penelitian ini adalah: a. Data tentang Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan

Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

b. Data tentang Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik dari buku, jurnal, artikel dan skripsi terdahulu.

2. Sumber Data

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber data atau hasil dari penelitian lapangan. Sumber data ini didapatkan dari tempat penelitian. Untuk memperoleh data primer ini, penulis secara langsung mengadakan wawancara dengan pengurus BAZNAS Kabupaten Gresik dan orang–orang yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Penulis juga akan mengkaji dokumen– dokumen yang dapat dijadikan data pada penelitian ini.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur. Sumber data ini adalah studi kepustakaan. Dalam penelitian ini penulis melakukan kunjungan ke berbagai perpustakaan untuk mendapatkan buku-buku yang menunjang dengan obyek penelitian dan berkaitan dengan yang akan diteliti, penulis juga mempelajari berbagai jurnal dan website yang membahas tentang zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. buku-buku yang digunakan yaitu :


(22)

14

1) Yusuf Qardawi, Hukum Zakat. 2) Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah.

3) M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan.

4) Mienati Sonya Lasmana dan Budi Setiorahardjo, Cara Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21.

5) Ismail Nawawi, Zakat Dalam Perspektif Fiqh, Sosial & Ekonomi 6) Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan.

7) Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji. Pajak di Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dan penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi, dilakukan guna mendapatkan data dengan melakukan pengamatan langsung ke tempat penelitian yaitu BAZNAS Kabupaten Gresik untuk mendapatkan data yang relevan.

b. Wawancara, dilakukan penulis secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dan berkompeten dengan tujuan penelitian untuk mendapatkan data yang akurat.

c. Studi Dokumentasi, yakni pengumpulan data dokumentasi tentang BAZNAS Kabupaten Gresik yang diambil dari dokumen-dokumen yang berupa brosur, majalah, surat bukti setor zakat dan dokumen lainnya.


(23)

15

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data berhasil dihimpun dari lapangan, dokumen, atau kepustakaan maka penulis menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing¸ yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan antara data yang ada, dan relevansi dengan penelitian.16

b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam penelitian yang diperlukan dalam rangka paparan yang sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.17 Dalam hal ini penulis menyusun secara sistematis data-data tentang judul penelitian untuk memaparkan apa yang telah dirancang sebelumnya. c. Penemuan hasil yaitu menganalisa data yang telah diperoleh dari

penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.18

5. Teknik Analisis Data

Data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yakni suatu teknik analisis data memaparkan terlebih dahulu semua data yang telah diperoleh kemudian menganalisisnya. Tujuan dari metode ini adalah untuk

16

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D (Bandung: Alfa Beta, 2008), 243.

17

Ibid., 245.

18


(24)

16

membuat deskripsi atau gambaran menegenai objek penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Data yang sudah ada kemudian diolah dan dianalisis dengan pola pikir induktif, yaitu metode penalaran yang berpangkal dari pengumpulan data-data empiris yang bersifat khusus kemudian dianalisis untuk disimpulkan pada keadaan yang lebih umum dan kongkrit dari hasil penelitian.19 Fakta-fakta yang dikumpulkan adalah tentang implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik. Penulis mulai memberikan pemecahan persoalan yang bersifat umum melalui penentuan rumusan masalah sementara dari observasi awal yang telah dilakukan, dalam hal ini penelitian dilakukan di BAZNAS Kabupaten Gresik sehingga ditemukan pemahaman terhadap pemecahan persoalan dari rumusan masalah yang telah ditentukan.

Dari pemaparan di atas penelitian diarahkan untuk mencoba mengungkapkan bagaimana implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik. Penulis juga menggunakan metode ini untuk memperoleh gambaran yang jelas yang berkaitan dengan implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

19


(25)

17

I. Sistematika Pembahasan

Secara sistematis, penulisan skripsi dibagi kedalam lima bab, masing-masing terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab-bab tersebut.

Bab pertama adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah landasan teori, bab ini membahas dan menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan zakat dan pajak mencakup pengertian zakat, jenis zakat, pengertian pajak, penggolongan pajak, konsep pajak penghasilan, regulasi-regulasi yang mengatur zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, dan persyaratan formal zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

Bab ketiga adalah data penelitian, bab ini memuat deskripsi data yang berkenaan dengan variabel yang diteliti secara objektif dalam arti tidak dicampur dengan opini peneliti. Penulis akan mendiskripsikan secara jelas tentang penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik.

Bab keempat adalah analisis data, bab ini memuat analisis terhadap data penelitian yang telah dideskripsikan guna menjawab masalah penelitian, menafsirkan dan mengintegrasikan temuan penelitian itu ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan. Penulis akan menganalisis implementasi zakat


(26)

18

sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik berdasarkan deskripsi pada bab sebelumnya, kemudian penulis juga menganalisis untuk menjawab permasalahan implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik sudah berjalan dengan efektif.

Bab kelima adalah penutup, bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Bab ini memberikan penerangan tentang intisari (kesimpulan) dari hasil pembahasan implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di BAZNAS Kabupaten Gresik pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang sekiranya dapat dijadikan suatu pertimbangan dan kontribusi pemikiran


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Zakat

1. Pengertian Zakat

Zakat ditinjau dari segi bahasa, merupakan kata dasar (masdar) dari zaka> yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka>,

berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka> berarti orang itu baik.1 Zakat juga dapat menunjukkan arti numuww (tumbuh) dan ziyadah (bertambah), seperti dalam kalimat “zaka> al-zar„u”, tanaman itu tumbuh dan bertambah.2

Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah Swt mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu.3

Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian menurut istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan

1

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Salman Harun, et al. (Jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa, 2007), 34.

2

Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Agus Effendi dan Bahruddin Fananny (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 82.

3


(28)

20

bertambah, suci dan beres (baik)4. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Taubah ayat 103 dan surat al-Ruum ayat 39.















Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”5

























Artinya: “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak berambah dalam pandangan Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, Maka itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”6

Pengertian zakat juga terdapat pada pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.”

4

Ibid.

5

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan), vol 4 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 198.

6


(29)

21

2. Harta yang Wajib Dizakati

Secara garis besar zakat terbagi dua, yaitu:

a. Zakat Ma>l (harta): emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan (buah-buahan dan biji-bijian) dan barang perniagaan.

b. Zakat Nafs, zakat jiwa yang disebut juga “zaka> al-fitrah” (zakat yang diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan puasa yang difardhukan).

Pada skripsi ini hanya sedikit membahas zakat nafs karena fokus penelitian berkenaan dengan zakat ma>l. Mengenai jenis-jenis zakat ma>l, Sjekhul Hadi Permono menjelaskan mengenai prinsip sumber zakat yang dipakai oleh BAZIS,7 yaitu:

a. Bahwa zakat itu terdapat pada semua harta yang mengandung “illat” kesuburan, atau berkembang, baik berkembang dengan sendirinya atau dikembangkan dengan jalan diternakkan atau diperdagangkan.

b. Bahwa zakat itu dikenakan pada semua jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang bernilai ekonomis.

c. Bahwa zakat itu terdapat dalam segala harta yang dikeluarkan dari perut bumi, baik yang berbentuk cair maupun berwujud padat.

d. Bahwa gaji, honor, dan uang jasa, yang kita terima, di dalamnya ada harta zakat yang wajib kita tunaikan.

Yusuf Qardawi menjelaskan jenis-jenis harta yang wajib dizakati adalah binatang ternak, emas dan perak, hasil perdagangan, hasil

7


(30)

22

pertanian, hasil sewa tanah, madu dan produksi hewan lainnya, barang tambang dan hasil laut, hasil investasi pabrik dan gudang, hasil pencarian dan profesi, hasil saham dan obligasi.8

Didin Hafidhuddin menjelaskan mengenai sumber zakat yang diterangkan secara terperinci dalam Quran dan Hadis menurut Ibn al-Qayyim yaitu pada dasarnya ada empat macam yaitu tanam-tanaman dan buah-buahan, hewan ternak, emas dan perak, serta harta perdagangan.9 Hal yang relatif sama juga dikemukakan oleh al-Habsyi dan Mughniyah, tapi ada beberapa ulama dan ahli fikih yang menambahkan barang tambang dan barang temuan diantaranya yaitu Ahmad bin Qudamah, Wahbah al-Zuhaili, dan Sabiq.

Sumber zakat dalam perekonomian modern, meskipun secara langsung tidak dikemukakan dalam al-Quran dan Hadis, namun dengan menggunakan Qiyas, para ahli fikih menyebutkan sumber zakat modern meliputi10: zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan uang, zakat hewan ternak yang diperdagangkan, zakat madu dan produk hewani, zakat investasi properti, zakat tanaman anggrek, ikan hias, walet, dan sebagainya, zakat aksesoris rumah tangga modern. Ismail Nawawi menambahkan zakat polis asuransi.11

8

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat…, 122-123.

9

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam…, 28.

10

Ibid., 91.

11

Ismail Nawawi, Zakat Dalam Perspektif Fiqh, Sosial & Ekonomi (Surabaya: CV Putra Media Nusantara, 2010), 17-44.


(31)

23

3. Sasaran zakat

Orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan golongan sesuai yang diterangkan surat al-Taubah ayat 60.

























Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”12(QS. 9: At-Taubah: 60) a. Fakir

Fakir menurut Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad adalah mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya: sandang, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk diri sendiri ataupun bagi mereka yang menjadi tanggungannya. Misalnya orang memerlukan sepuluh dirham perhari, tapi yang ada hanya empat, tiga, atau dua dirham.13

12

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya…, 137. 13


(32)

24

Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengertian fakir di atas adalah untuk miskin dan pengertian miskin menurut tiga mazhab dipakai untuk mendefinisikan fakir.

b. Miskin

Miskin adalah yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tapi tidak sepenuhnya tercukupi, seperti misalnya yang diperlukan sepuluh, tapi yang ada hanya tujuh, atau delapan, walaupun sudah masuk satu nisab atau beberapa nisab.14

c. Amil

Amil adalah orang-orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan, mengurus dan menyimpan harta zakat baik mereka yang bertugas mengumpulkan dan menyimpan harta zakat sebagai bendahara maupun selaku pengatur administrasi pembukuan, baik mengenai penerimaan maupun pembagian (penyaluran). Golongan amil ini menerima pembagian zakat sebagai imbalan pekerjaan mereka.15

d. Mu’allaf

Ada beberapa macam yang termasuk dalam mu’allaf. Secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, pertama orang kafir dan muslim. Golongan kafir terbagi menjadi dua yaitu golongan yang memiliki kecenderungan memeluk Islam , maka mereka dibantu sementara yang

14

Ibid., 513.

15


(33)

25

kedua yaitu mereka yang dikhawatirkan gangguannya terhadap Islam dan umatnya, golongan yang kedua tidak diberi zakat.

Sedangkan dalam kategori Islam ada orang yang baru masuk Islam yang imannya belum teguh, Orang Islam yang yang berpengaruh dalam kaumnya dengan asumsi kalau dia diberikan zakat, maka orang lain dari kaumnya akan masuk Islam, Orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir. Kalau dia diberi zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang dibawah pengaruhnyanya.16

e. Riqa>b

Imam Syafi’i mengatakan bahwa riqa>b adalah hamba sahaya yang sedang dalam proses memerdekakan dirinya (mukatib). Adapun menurut Imam Malik riqa>b adalah orang memerdekakan hamba sahaya dengan cara membelinya kemudian memerdekakannya. Imam Abu Hanifah membenarkan keduanya.17

f. Ghari>m

Ghari>m adalah orang yang mempunyai hutang yang

dipergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat. Ghari>m diberi zakat agar mereka dapat membayar hutang mereka.

g. Sabi>lillah

Sabi>lillah adalah orang yang secara suka rela menjadi tentara membela agama Allah terhadap orang–orang yang mengganggu

16

Kementrian Agama RI, Pedoman Zakat, 9 (Jakarta: Cahaya Cempaka, 2006), 86.

17

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 633.


(34)

26

keamanan orang-orang muslim. Ulama kontemporer memasukkan dalam kelompok ini semua kegiatan sosial baik yang dikelola oleh perorangan atau organisasi-organisasi Islam seperti pembangunan masjid, lembaga pendidikan, rumah sakit dan lain sebagainya, dengan alasan sabilillah dari segi kebahasaan mencakup segala aktivitas yang mengantarkan menuju jalan dan keridhaan Allah.18

h. Ibnu Sabil

Adalah Orang yang sedang bepergian yang memerlukan pertolongan meskipun ia mempunyai kekayaan di negerinya.

4. Hikmah Zakat

Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, vertikal dan horizontal. Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan seorang hamba kepada Allah, sedangkan secara horizontal zakat mempunyai fungsi sosial.

Yusuf Qardawi menerangkan hikmah zakat dengan membaginya dalam dua kategori individu dan kehidupan masyarakat. Hikmah secara individu bagi si pemberi adalah19 zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir, zakat yang dikeluarkan oleh si muslim, zakat mendidik berinfaq dan memberi, berakhlak dengan akhlak Allah, zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah, zakat mengobati hati dari cinta dunia, zakat mengembangkan kekayaan batin, zakat mensucikan harta, zakat mengembangkan harta. Sedangkan secara individu bagi penerima, zakat

18

Ibid., 634.

19


(35)

27

membebaskan si penerima dari kebutuhan, zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.

Pada kehidupan masyarakat, zakat memiliki tanggung jawab sosial, zakat memiliki peran ekonomi salah satunya yaitu merangsang adanya diatribusi pendapatan yang cair, zakat juga berperan membangun akhlak mulia umat.

Zakat merupakan push factor bagi perbaikan kondisi masyarakat, khususnya ekonomi, karena dengan adanya distribusi zakat, akan terjadi pertumbuhan kesejahteraan masyarakat dalam arti yang lebih luas.20 Islam memberikan hak milik kepada orang fakir atau miskin yang mau bekerja dengan memberikan dana atau modal untuk berproduksi.21

B. Tinjauan Umum Tentang Pajak

1. Pengertian Pajak

Secara bahasa, pajak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah d}aribah yang artinya mewajibkan, menetapkan, memukul, menerangkan atau membebankan, dan lain-lain.22 Ia disebut beban karena merupakan kewajiban tambahan atas harta setelah zakat. Jadi, d}aribah adalah harta yang dipungut secara wajib oleh negara untuk selain jizyah dan kharaj, sekalipun keduanya secara awam bisa dikategorikan d}aribah.23

20

Umrotul Hasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrument Pemberdayaan Ekonomi Umat (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 49.

21 Ridwan Mas’ud dan Muhammad

, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Yogyakarta: UII Press, 2005), 138.

22

A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), 815. 23


(36)

28

Secara istilah, pajak menurut Yusuf Qardawi adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.24

Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson dan Horace R. Brock menjelaskan bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.25

Andriani menjelaskan bahwa pajak adalah iuran kepada warga negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan–peraturan dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.26

Tokoh nasional, Rochmat Soemitro, guru besar Universitas Pajajaran, merumuskan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas

24

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat…, 998.

25

Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan, Konsep, Teori, dan Isu (Jakarta: Kencana, 2006), 22.

26


(37)

29

negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.27

Dari pengertian berbagai pengertian di atas pajak mempunyai unsur-unsur:

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. b. Pajak dapat dipaksakan.

c. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah.

d. Tidak dapat ditunjukkannya timbal balik atau kontraprestasi secara langsung.

2. Jenis–Jenis Pajak di Indonesia

Berbagai jenis pajak di Indonesia dikelompokkan menurut lembaga atau instansi yang memungut pajak28 yaitu:

a. Pajak Negara (Pajak Pusat)

Pajak negara adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Pajak negara terdiri dari:

1) Pajak penghasilan.

2) Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.

3) Pajak bumi dan bangunan. 4) Bea materai.

27

Ibid., 12-13.

28


(38)

30

5) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

6) Penerimaan negara yang berasal dari migas (pajak dan royalty). b. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa kontraprestasi secara langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.29 Pajak daerah, dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak daerah tingkat I (propinsi) dan pajak daerah tingkat II (kabupaten/kota).

1) Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)

a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

b) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

2) Pajak Daerah Tingkat II a) Pajak hotel dan restoran. b) Pajak hiburan.

c) Pajak reklame.

d) Pajak penerangan jalan.

e) Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C.

29


(39)

31

f) Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. 3. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada subjek pajak atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. dari definisi tersebut maka subjek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh penghasilan.30

Regulasi yang mengatur tentang pajak penghasilan sampai amandemen ke empat yaitu31:

1. UU Nomor 7 Tahun 1983. 2. UU Nomor 7 Tahun 1991. 3. UU Nomor 10 Tahun 1994. 4. UU Nomor 17 Tahun 2000. 5. UU Nomor 36 Tahun 2008. 4. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang memiliki potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Menurut Charles Dulles Merpaung dan Gusti Nyoman Putera, pajak penghasilan adalah pihak terhadap siapa

30

Wirawan ED Radianto, Memahami Pajak Penghasilan Dalam Sehari (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 1.

31


(40)

32

pajak akan ditagih oleh negara, atau dengan kata lain pihak yang mempunyai kewajiban pajak subjektif.32

Subjek pajak meliputi:33 a. Orang Pribadi

Orang pribadi adalah setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dibedakan menjadi dua yaitu orang pribadi dalam negeri dan luar negeri. Subjek pribadi dalam negeri yaitu orang yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

Subjek pajak pribadi luar negeri yaitu orang yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, tetapi orang tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, atau dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

32

Charles Dulles Merpaung dan Gusti Nyoman Putera, Dasar-Dasar Pajak Penghasilan (Jakarta: Integritas Press, 1985), 9.

33


(41)

33

b. Harta Warisan yang Belum Dibagi

Harta warisan yang belum dibagi adalah warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. c. Badan

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

Subjek pajak badan dibedakan menjadi dua yaitu dalam negeri dan luar negeri. Subjek pajak badan dalam negeri yaitu badan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Sedangkan subjek pajak badan luar negeri yaitu badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan. usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, atau dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.


(42)

34

d. Badan Usaha Tetap

Badan Usaha Tetap (BUT) adalah berbentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

5. Penghasilan Kena Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.34

Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak dalam negeri badan dihitung sebesar penghasilan netto, sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).35 Untuk menetukan penghasilan netto Wajib Pajak badan atau pun Wajib Pajak orang pribadi, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh.36

34

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (Bandung: Eresco N.V, 1965), 2443.

35

Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji, Pajak di Indonesia…, 102. 36

Mienati Sonya Lasmana dan Budi Setiorahardjo, Cara Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 11.


(43)

35

Penghasilan Kena Pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto – PTKP

= penghasilan bruto – (biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP Penghasilan Kena Pajak (WP badan)

= penghasilan netto – PTKP

= penghasilan bruto – (biaya yang diperkenankan UU PPh)

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai peraturan terbaru terdapat pada pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.122/PMK.010/2015 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:

a. Rp. 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.

b. Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c. Rp. 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

d. Rp. 3.000.000, 00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.


(44)

36

Mengenai tarif pajak terdapat pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yaitu:

a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, adalah sebagai berikut:

LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF

PAJAK

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%

Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp. 250.000.000,00 15% Di atas Rp. 250.000.000,00 s.d. Rp. 500.000.000,00 25%

Di atas Rp. 500.000.000,00 30%

b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).

C. Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

1. Kedudukan Zakat dalam Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Penghasilan itulah yang disebut objek pajak. Undang-Undang Perpajakan menyebutkan macam-macam objek pajak dan bukan objek pajak.

Adapun yang bukan objek pajak salah satunya yaitu zakat sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a angka 1 Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan berbunyi

“Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh


(45)

37

pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Kemudian dalam pasal 9 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan diterangkan bahwa dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yang boleh sebagai pengurang adalah zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2012 mengatur bahwa pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 Pasal 4 yang berbunyi:


(46)

38

a. Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut.

b. Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana ayat(1) dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.

Jadi kedudukan zakat dalam Pajak Penghasilan sebagai salah satu pengurang Penghasilan Kena Pajak. Sementara itu, posisi zakat dalam SPT Tahunan dari peraturan Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak adalah setelah Penghasilan Bruto dan berfungsi sebagai pengurang dari Penghasilan Kena Pajak.

2. Syarat Zakat Mengurangi Penghasilan Kena Pajak

Agar zakat dapat sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada pajak penghasilan harus memenuhi beberapa syarat formal yang harus dipenuhi sesuai peraturan-peraturan yang berlaku, mengenai hal itu terdapat pada Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Penghasilan.

a. Zakat harus nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam.


(47)

39

b. Zakat dibayarkan kepada BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Mengenai Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan Pemerintah diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan Oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Pengahasilan Bruto antara lain memuat badan/lembaga sebagai penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah :

1) Badan Amil Zakat Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2011 tanggal 17 Januari 2001.

2) Lembaga Amil Zakat(LAZ) sebagai berikut :

a) LAZ Dompet Dhuafa Republika berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 439 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001.

b) LAZ Yayasan Amanah Takaful berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 440 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001.


(48)

40

c) LAZ Pos Keadilan Peduli Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 441 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001.

d) LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 481 Tahun 2001 tanggal 7 Nopember 2001.

e) LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 523 Tahun 2001 tanggal 10 Desember 2001.

f) LAZ Baitul Maal Hidayatullah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 538 Tahun 2001 tanggal 27 Desember 2001. g) LAZ Persatuan Islam berdasarkan Keputusan Menteri Agama

Nomor 552 Tahun 2001 tanggal 31 Desember 2001.

h) LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 330 Tahun 2002 tanggal 20 Juni 2002.

i) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 406 Tahun 2002 tanggal 7 September 2002.

j) LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 407 Tahun 2002 tanggal 17 September 2002.


(49)

41

k) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 445 Tahun 2002 tanggal 6 November 2002.

l) LAZ Baitul Maal wat Tamwil berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 468 Tahun 2002 tanggal 28 November 2002. m) LAZ Baituzzakah Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri

Agama Nomor 313 Tahun 2004 tanggal 24 Mei 2004.

n) LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT) berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 410 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004.

o) LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2007 tanggal 7 Mei 2007. 3) Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (LAZIS) sebagai

berikut:

a) LAZIS Muhammadiyah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 457 Tahun 2002 tanggal 21 November 2002. b) LAZIS Nandhatul Ulama (LAZIS NU) berdasarkan Keputusan

Menteri Agama Nomor 65 Tahun 2006 tanggal 16 Februari 2006.

c) LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI) berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 498Tahun 2006 tanggal 31 Juli 2006.


(50)

42

c. Zakat yang dibayarkan adalah penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang tidak final.

Adapun penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final yang terdapat pada Pasal 4 ayat(2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai berikut :

1) Bunga deposito dan tabungan

2) Bunga obligasi dan surat utang Negara 3) Bunga simpanan koperasi (OP)

4) Hadiah undian

5) Penghasilan transaksi saham, sekuritas lain, dan derivatif di bursa 6) Penghasilan perusahaan modal ventura dari penjualan

saham/penyertaan modal perusahaan pasangannya. Penghasilan pengalihan tanah dan atau bangunan

7) Penghasilan usaha jasa konstruksi 8) Penghasilan usaha real estate

9) Penghasilan persewaan tanah dan atau bangunan 10)Penghasilan tertentu lainnya.

d. Zakat penghasilan yang dibayarkan diakui sebagai pengurangan PPh pada tahun zakat tersebut dibayarkan.

e. Melampirkan fotokopi lembar pertama surat setotan zakat atau fotokopi.


(51)

43

3. Mekanisme Pembayaran Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Mekanisme pembayaran zakat sebagai penghasilan kena pajak terdapat pada Pasal 2 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. di dalam peraturan tersebut dijelaskan:

a. Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.

b. Bukti pembayaran dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

c. Bukti pembayaran apabila pembayaran secara langsung paling sedikit memuat:

1) Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar.

2) Jumlah pembayaran.


(52)

44

4) Nama badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.

5) Tanda tangan petugas badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.

6) Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank.

d. Bukti Pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank harus ada Validasi petugas bank.

e. Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila:

1) Tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, dan/atau

2) Bukti pembayarannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

f. Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut.

g. Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.


(53)

BAB III

IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DI BAZNAS KABUPATEN GRESIK

A. Profil BAZNAS Kabupaten Gresik

1. Sejarah BAZNAS Kabupaten Gresik1

BAZ (Badan Amil Zakat) Gresik bermula dari usulan kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Gresik kepada Bupati Gresik yang dalam pendiriannya mengalami keterlambatan karena terbentuknya BAZ Gresik itu sendiri menurut Kasi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf pada Kantor Depag Gresik adalah akibat adanya desakan dari kepala Kantor Departemen Agama Pusat (Jakarta) dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, sehingga dibentuklah BAZ Kabupaten Gresik yang bersekretariat di Kasi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf pada Kantor Depag Gresik, namun mengalami kefakuman sampai akhirnya dibentuk kembali pada tahun 2008 melalui SK Bupati Gresik Nomor 451/411/HK/403.14/2008 tentang Badan Amil Zakat (BAZ) Periode 2008-2011, yang kemudian diubah dengan SK Bupati Gresik Nomor 451/411/HK/437.12/2009 tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Gresik Nomor 451/411/HK/403.14/2008 tentang Badan Amil Zakat (BAZ) Periode 2008-2011.

Awalnya, BAZ Gresik berkantor atau nebeng di ruang kesekretariatan Kasi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf pada Kantor

1


(54)

46

Depag Kabupaten Gresik, kemudian sejak bulan Juni 2010 lalu bersamaan dengan menyongsong Ramadlan 1431 H, BAZ Gresik mensosialisasikan keberadaan kantor barunya yang sampai sekarang bertempat di kantor sekretariat di Masjid Al-Inabah di lingkungan kantor Pemda Gresik Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Nomor 245 Telp. (031) 3952825-30 Pst. 301-60 550 530 Gresik 61161.

Dengan keberadaan kantor baru tersebut BAZNAS Kabupaten Gresik diharapkan mampu berkiprah memberikan pelayanan dan memberikan bimbingan serta informasi kepada muzakki terkait dengan permasalahan zakat, infaq, shodaqoh. Disamping itu, BAZNAS Kabupaten Gresik juga menerbitkan Bulletin sebagai media informasi dan silaturrahim dengan nama Bulletin BAZ Kabupaten Gresik yang edisi perdana (Edisi 1-Ramadlan 1431 H/Agustus 2010 M) telah diterbitkan dan diharapkan dapat menjadi media komunikasi antara muzakki dengan pengelola, pengelola dengan mustahiq maupun muzakki dengan mustahiq secara langsung dalam pengembangan wawasan, informasi tentang kegiatan kelembagaan dan pendayagunaan potensi zakat yang ada di Kabupaten Gresik.

Dalam perkembangan selanjutnya, keberadaan BAZNAS Kabupaten Gresik menjadi semakin penting mengingat potensi zakat dan infaq masyarakat Gresik cukup besar, yang berarti dengan adanya BAZNAS Kabupaten Gresik ini diharapkan bisa membantu meyelesaikan masalah sosial, ekonomi, dan keagamaan di wilayah Kabupaten Gresik.


(55)

47

2. Visi dan Misi

Visi : Meningkatkan taraf hidup menuju masyarakat Gresik yang Bertaqwa, Cerdas dan Sejahtera.

Misi :

a. Mewujudkan organisasi BAZ yang Transparan, Amanah dan Profesional.

b. Mendorong berbagai usaha pengembangan ekonomi produktif yang berkelanjutan.

c. Memadukan potensi jaringan antara BAZ/LAZ untuk menjadi kekuatan menyatukan strategi pemberdayaan melalui pengelolaan.

d. Melakukan upaya pengembangan SDM dalam bidang pengelolaan BAZ.

3. Tujuan Adanya BAZNAS Kabupaten Gresik

BAZNAS Kabupaten Gresik merupakan lembaga pengumpul zakat di wilayah Kabupaten Gresik yang secara legal formal memiliki kewenangan sangat luas yaitu melingkupi seluruh perusahaan atau instansi (SKPD) di wilayah Kabupaten Gresik. Hal ini sesuai dengan tujuan didirikannya lembaga ini2 yaitu :

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian dan pelayanan ibadah zakat

b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan (zakat) dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial

2


(1)

73

mendapatkan informasi tentang regulasi ini dari beberapa website, situs, blog, bahkan media sosial yang membahas seputar zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.


(2)

74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dijelaskan dan dianalisis, maka penelitian ini telah menghasilkan kesimpulan yang menjadi jawaban atas beberapa masalah yang telah dirumuskan:

1. Dalam implementasi regulasi tentang zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, BAZNAS Kabupaten Gresik berperan mencetak Bukti Setor Zakat (BSZ). Muzakki yang menghendaki penghasilan kena pajak dapat dikurangkan dengan zakat yang telah dibayarkan, harus menyertakan BSZ tersebut saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak di KPP Pratama Gresik.

2. Implementasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sudah efektif di Kabupaten Gresik. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa indikator yaitu: adanya kordinasi yang baik antara BAZNAS Kabupaten Gresik dengan pihak KPP Pratama Gresik, adanya aplikasi SIMBA yang memudahkan pengurus BAZNAS Kabupaten Gresik menerbitkan Bukti Setor Zakat (BSZ), dan sosialisasi yang intensif dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Gresik. Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dikeluarkan BAZNAS telah memenuhi persyaratan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto dan Peraturan Menteri Keuangan


(3)

75

Nomor 254 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto sehingga muzakki yang menyertakan BSZ ketika pelaporan SPT tahunan pajak sudah dapat mengurangi penghasilan kena pajak dengan zakat yang telah dibayarkan.

B. Saran

1. Untuk BAZNAS Kabupaten Gresik dan KPP Pratama Gresik diharapkan lebih berkordinasi dalam melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih mengetahui tentang regulasi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak beserta prosedur-prosedurnya mulai membayar zakat sampai pajak dapat terkurangi oleh zakat yang dibayarkan.

2. Untuk pemerintah diharapkan mempertimbangkan usulan BAZNAS agar zakat dapat mengurangi pajak secara langsung bukan hanya penghasilan kena pajak saja. Jika hal itu terwujud, maka pembayaran beban ganda zakat dan pajak dapat dihilangkan. Diharapkan juga adanya aplikasi yang terintegrasi antara BAZNAS dan otoritas pajak, sehingga muzakki yang

notabene wajib pajak ketika telah membayarkan zakat pada BAZNAS maka muncul notifikasi dan secara otomatis nominal zakat yang dibayarkan telah termuat di dalam SPT Tahunan pajak.

3. Kepada insan akademik (mahasiswa, peneliti dan lainnya) sedianya penelitian ini bisa menjadi rujukan awal dan sementara, berikutnya dikembangkan penelitian yang lebih mendalam, sehingga berguna bagi pengembangan keilmuan ekonomi syariah maupun perpajakan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Rulam. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.

Brotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Eresco N.V, 1965.

Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. Perpajakan, Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta: Kencana, 2006.

Gusfahmi. Pajak Menurut Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani,

2002.

Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan. Ciputat: Haji Masagung, 1995.

Hasanah, Umrotul. Manajemen Zakat Modern: Instrument Pemberdayaan

Ekonomi Umat. Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Kementrian Agama RI. Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), vol. 4. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.

---. Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), vol. 7. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.

---. Pedoman Zakat, 9. Jakarta: Cahaya Cempaka, 2006.

Khotimah, Khusnul. “Pembayaran Zakat dan Pajak Bagi Pegawai di UJKS Al Hambra Ketintang Surabaya (Perspektif Hukum Islam)”. Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011.

Lasmana, Mienati Sonya dan Budi Setiorahardjo. Cara Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Mardiasmo. Perpajakan. Yogyakarta: CV Andi Offset, 2006.

Mas’ud, Ridwan, dan Muhammad, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII Press, 2005.

Mas’udi, Masdar Farid. Pajak itu Zakat: Uang Allah Untuk Kemaslahatan Rakyat. Bandung:PT Mizan Pustaka, 2010.

Merpaung, Charles Dulles dan Gusti Nyoman Putera, Dasar-Dasar Pajak Penghasilan. Jakarta: Integritas Press, 1985.

Moloeng, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Muktiyanto, Ali dan Hendrian. “Zakat Sebagai Pengurang Pajak”. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Nomor 2, Vol. 4, September, 2008.


(5)

Munawwir, A. W. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif, 2002.

Nawawi, Ismail. Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial & Ekonomi. Surabaya: CV Putra Media Nusantara, 2010.

Numantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit, 2003.

Permono, Sjekhul Hadi. Sumber-Sumber Penggalian Zakat. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.

Qardawi, Yusuf. Hukum Zakat, Salman Harun, et al. Jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa, 2007.

Radianto, Wirawan ED. Memahami Pajak Penghasilan dalam Sehari.

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, 15. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Soemitro, Rochmat. Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: Eresco, 1986.

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfa Beta, 2008.

Suryarini, Trisni dan Tarsis Tarmudji, Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Graham Ilmu, 2012.

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi.Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014.

Trianti, Zusiana Elly. “Integrasi Hukum Pajak dan Zakat di Indonesia”. Al-Ahkam Jurnal Pemikiran Hukum Islam, No. 2, Vol. 23. Oktober, 2013.

al-Zuhayly, Wahbah. Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Agus Effendi dan Bahruddin Fananny. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.

Internet:

Hafidhuddin, Didin. “Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak”, dalam

http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/zakat-sebagai-pengurang-penghasilan-kena-pajak/ , diakses pada 19 Oktober 2014.

Hidayat, Nur. “BAZNAS Sarankan Agar Zakat Jadi Pengurang Pajak”, dalam http://jurnalakuntansikeuangan.com/2013/08/baznas-sarankan-agar-zakat-jadi-pengurang-pajak/5 Agustus 2013, diakses pada 19 Oktober 2014.

http://bazgresik.com diakses pada tanggal 25 April 2015

Jannah, Kurniasih Miftakhul. “Potensi Dana Zakat Indonesia Capai Rp. 217

T”dalam http://economy.okezone.com/read/2014/11/6/320/1064897/ diakses pada 17 November 2014.


(6)

Mariah. “Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Studi Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Zakat di Kabupaten Bekasi)”, dalam http:/www.google.com/url/repository.uinjkt.ac.id/opac/theme/catalog/ha silcairi.jsp?method=similar&query/c827188743a3.pdf, diakses pada 19 Oktober 2014.

Solecha, Dewi Zumrotus. “Potensi Zakat Jawa Timur Capai 15 Triliyun”, dalam http://surabayanews.co.id/2014/11/15/5316/potensi-zakat-jawa-timur-capai-15-triliyun, diakses pada 13 November 2014.

Subianto, Achmad. “Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan Zakat dan

Tanpa Zakat”, dalam http://memakmurkanmasjid.com/perhitungan-penghasilan-kena-pajak-dengan-zakat-dan-tanpa-zakat/, diakses pada 19 Oktober 2014.

Undang-Undang:

Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Penghasilan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan Oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Pengahasilan Bruto

Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Bandung: Fokus Media, 2008.