Zonasi Wisata Pemancingan di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi | Ismail | GeoTadulako 2604 7816 1 PB

(1)

ZONASI WISATA PEMANCINGAN DI KECAMATAN DOLO

KABUPATEN SIGI

Oleh:

MUHAMMAD ISMAIL

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi fisik wisata pemancingan di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi dan menentukan zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Sumber data yang digunakan berupa peta administrasi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta klimatologi, peta curah hujan, peta geologi, peta penggunaan lahan serta citra terametrik serta pengolahan data menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Berdasarkan hasil overlay peta-peta (kuantitas air, iklim, curah hujan, suhu, topografi dan tekstur tanah) dan metodescoringdi wilayah Kecamatan Dolo diperoleh 2 (dua) jenis kelas kesesuaian lahan yaitu kelas S1 (sesuai) dengan luas 350 Ha (85,4 %) dan S2 (cukup sesuai) dengan luas 60 Ha (14,6 %). Kedua kelas kesesuaian lahan yang terdapat di Kecamatan Dolo tersebut dipengaruhi oleh faktor fisik wilayahnya. Faktor tersebut haruslah mendapat perhatian dari masyarakat dalam pemanfaatan lahan untuk wisata pemancingan sehingga dapat menimbulkan dampak positif baik bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar. Disamping itu zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari tiga zona yaitu zona inti wisata pemancingan (Desa Kotapulu, Potoya dan Tulo), zona penunjang wisata pemancingan (Desa Kabobona, Kotarindau, Karawana dan Maku) dan zona penyangga wisata pemancingan (Desa Langaleso, Soulowe, Watubula dan Waturalele).


(2)

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Sigi merupakan kabupaten termuda di Propinsi Sulawesi Tengah yang terbentuk melalui penetapan UU No. 27 tahun 2008 (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sigi. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2011 jam 22.05 Wita), Kabupaten Sigi terletak di sebelah selatan Kota Palu yang mulanya merupakan wilayah Kabupaten Donggala. Sebagai kabupaten yang baru dimekarkan Kabupaten Sigi masih sangat perlu membenahi prasarana dan sarana pendukung dalam rangka pembangunan daerah. Kabupaten Sigi terletak antara 0052’ 16” LS –2003’ 21” LS dan 1190 38’ 45” BT – 1200 21’ 24” BT dan memiliki wilayah seluas 5.196,02 Km² terdiri atas 15 kecamatan.

Kabupaten Sigi berbatasan langsung dengan Kabupaten Donggala dan Kota Palu di sebelah Utara, Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah Timur, Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Selatan, kemudian Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat dan Kabupaten Donggala di sebelah Barat.

Potensi sumberdaya alam Kabupaten Sigi adalah salah satu kunci penting bagi pembangunan daerah ini misalnya dalam bidang pariwisata, pertanian, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Hal ini tentunya dikarenakan hampir sebagian wilayahnya mempunyai karakteristik lahan yang subur, ketersediaan air yang cukup, vegetasi dan spesies yang kaya akan ragam, landsekap dan pemandangan yang indah, serta ragam kehidupan sosial budaya masyarakat.

Seperti yang telah dikemukakan bahwa Kabupaten Sigi merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup memadai untuk dikembangkan. Misalnya dari potensi pariwisata yang terdapat di Kabupaten Sigi khususnya di Kecamatan Dolo yang menjadi salah satu daya tarik pariwisata yaitu wisata pemancingan yang perlu diberikan sentuhan dari pemerintah agar semakin bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini ditunjang dengan UU RI No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan


(3)

intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pariwisata merupakan suatu cara atau usaha maupun kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk merehat sejenak dari berbagai kesibukan sehari-hari. Kegiatan ini dinilai sangat baik sehingga banyak sekali bermunculan objek-objek pariwisata yang menyajikan berbagai fasilitas yang secara langsung dan tidak langsung menarik para wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata itu. Hal-hal yang disajikan misalnya saja, keindahan panorama, fasilitas yang lengkap, hotel bintang lima, kuliner yang menggiur selera atau bahkan spesies yang langka atau hampir punah.

Potensi di bidang pariwisata juga tidak terlepas dari objek wisata alam yang terdapat di Kabupaten Sigi. Selain wisata pemancingan, terdapat pula beberapa tempat wisata seperti air terjun Wera, air terjun Mantikole, sumber air panas Bora, situs purbakala Watunonju, dan juga salah satu objek wisata kebanggaan Propinsi Sulawesi Tengah yaitu Taman Nasional Lore Lindu. Hal ini sangat membantu dalam pola pergerakan wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Sigi.

Kecamatan Dolo merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Sigi. Kecamatan Dolo memiliki luas 410 Ha atau 0,78 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sigi sehingga menjadi kecamatan yang memiliki wilayah terkecil di Kabupaten Sigi. Berdasarkan data luas lahan perikanan dan jumlah rumah tangga perikanan menyebutkan bahwa Kecamatan Dolo adalah kecamatan yang mempunyai produksi terbesar dalam budidaya perikanan darat di Kabupaten Sigi. Variasi perikanannya pun cukup tersedia misalnya jenis ikannya terdiri dari ikan Mas, Nila, Lele dan Patin. Luas area kolam di Kecamatan Dolo adalah 266,5 Ha dan memiliki 307 rumah tangga perikanan (Kecamatan Dolo dalam angka tahun 2011). Dengan demikian tentunya Kecamatan Dolo memiliki berbagai potensi yang menunjang budidaya perikanan serta dapat dimanfaatkan juga sebagai area wisata pemancingan.


(4)

Pengembangan pariwisata pemerintah harusnya lebih berusaha untuk meningkatkan upaya dalam hal pengelolaan dan promosi pariwisatanya. Karena ditinjau dari keanekaragaman wisata dengan kabupaten lainnya di Propinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Sigi mempunyai kelemahan karena tidak memiliki wisata bahari akibat tidak adanya wilayah pantai.

Informasi zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo juga masih perlu untuk dikembangkan karena wisata pemancingan merupakan salah satu wisata altenatif bagi masyarakat di Kabupaten Sigi dan Kota Palu. Zona-zona pemancingan yang belum ditentukan akan mempengaruhi bagi perkembangan wilayah karena belum tertata dengan baik sesuai dengan karakter fisik wilayahnya.

Banyaknya ketersediaan potensi wisata alam di Kabupaten Sigi khususnya di bidang wisata pemancingan di Kecamatan Sigi menarik untuk dikaji lebih jauh lagi terlebih lagi dalam hal zonasi pemancingan sehingga dapat diketahui bagaimana cara yang efektif dalam pengembangan potensi wisata di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Oleh karena itu perlunya pemilihan zona-zona pemancingan yang sesuai antara karakteristik alam dengan penggunaannya yang akan memaksimalkan potensi wisata pemancingan.

METODOLOGI

Data yang digunakan dalam penelitian adalah Peta Administrasi Kecamatan Dolo, Peta Kemiringan Lereng, Peta Iklim, Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, Peta Geologi, Peta Penggunaan Lahan dan Citra Terametrik 2012. Instrumen penelitian terdiri dari GPS, perangkat komputer, kamera, termometer dan alat tulis. Untuk memperoleh tujuan dari penelitian, maka analisis data menggunakan analisis kesesuaian lahan untuk wisata pemancingan dengan aplikasi SIG. Tahapan-tahapan dalam penelitian antara lain sebagai berikut:

1. Persiapan. Yaitu, pengumpulan data, referensi, alat, bahan yang diperlukan dalam penelitian dan proses perizinan serta kerjasama dengan masyarakat dan aparatur desa.


(5)

2. Pengolahan data. Yaitu, proses masukan data baik melalui data primer dan data sekunder yang akan dimasukkan dalam penelitian

3. Verifikasi data. Yaitu, tahapan memeriksa data-data yang telah dimasukkan dalam proses penelitian. Jika tidak perlu dan tidak sesuai dengan lokasi penelitian maka data tersebut diperbaharui kembali. 4. Analisis data. Yaitu, tahapan yang dimulai dengan digitasi, editing,

membangun topologi dan penentuan matriks penilaian (scoring), transformasi, tumpang susun (overlay), pengklasifikasian dan pencetakan.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potensi Wisata Pemancingan

Berdasarkan hasil pengumpulan data di lokasi penelitian maka diperoleh kondisi potensi fisik dan sosial ekonomi lokasi yang mendukung wisata pemancingan antara lain sebagai berikut:

1. Kuantitas Air

Kecamatan Dolo merupakan salah satu wilayah yang teraliri oleh sistem irigasi Gumbasa. Disamping itu sumber air diperoleh dari resapan irigasi Gumbasa, mata air, air bawah tanah serta aliran sungai Wuno dan sungai Paneki.

2. Iklim

Karakteristik iklim di lokasi penelitian secara keseluruhan beriklim tropis karena mempunyai letak astronomis yang berdekatan dengan garis khatulistiwa. Untuk tiap-tiap yang termasuk di wilayah Kecamatan Dolo juga masih beriklim tropis dengan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1950) daerah agak kering (tipe E).

3. Curah Hujan

Curah hujan di lokasi penelitian cenderung cukup untuk daerah perikanan darat. Curah hujan yang terdapat di seluruh desa di Kecamatan Dolo yaitu berkisar 800–1500 mm/Thn.


(6)

4. Suhu

Berdasarkan hasil pengukuran, suhu perairan di Kecamatan Dolo berkisar ± 30°C. Seluruh desa juga masih mempunyai suhu perairan yang sama karena mempunyai sifat fisik yang sama.

5. Topografi

Kondisi bentuk muka bumi di lokasi penelitian cenderung homogen di tiap-tiap desa dengan sudut lereng 0 – 3% (datar). Terkecuali Desa Waturalele yang memiliki satu dusun di wilayah Kecamatan Dolo Barat yang langsung berbatasan dengan Kecamatan Pinembani Kabupaten Donggala yang memiliki sudut lereng yang terjal dengan bentang pegunungan. Dusun tersebut tidak dilakukan pengukuran karena terhalang oleh sulitnya medan dan sarana transportasi yang tidak mendukung.

6. Tekstur Tanah

Berdasarkan hasil observasi di beberapa kolam pemancingan, tekstur tanah yang ditemui terdiri atas dua jenis yaitu liat lempung dan lempung berpasir. Secara keseluruhan tekstur tanah yang cenderung halus sehingga dapat menahan air dengan baik. Selain itu di Kecamatan Dolo juga terdapat kolam pemancingan permanen (beton). Untuk desa Kotarindau belum terdapat kolam pemancingan sehingga beberapa pemilik usaha perikanan tambak masih terkonsentrasi pada kolam pembenihan dan pembesaran.

7. Sumber Benih

Sumber benih ikan yang terdapat di Kecamatan Dolo berasal dari BBIS Tulo dan BBI Kotarindau yang merupakan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah. Selain itu beberapa kelompok perikanan juga sudah berusaha mandiri dengan menggunakan benih ikan dari Unit Pembenihan Rakyat di masing-masing kelompoknya.

8. Kelas Jalan

Kecamatan Dolo dilalui oleh Jalan Poros Palu – Kulawi sehingga sangat memungkinkan untuk menciptakan transportasi yang lancar ke tempat wisata pemancingan. Jalur transportasi lain ke tempat wisata pemancingan di desa yang tidak dilalui Jalan Poros Palu – Kulawi juga cukup memadai.


(7)

Untuk tempat pemancingan Rano Bungi di Desa Kabobona mempunyai jalur transportasi yang kurang memadai jika dalam musim hujan. Aksesibilitas ke beberapa daerah dan kecamatan tetangga juga cukup baik, terlebih lagi jarak antara Kecamatan Dolo dengan Kota Palu hanya ± 13 Km dengan waktu tempuh 20 menit.

9. Fasilitas Pendukung Wisata

Fasilitas pendukung untuk wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri atas dua jenis, jenis pertama yaitu pemancingan yang dikelola secara intensif dengan kolam permanen, gazebo, serta penyediaan paket kuliner yang bervariasi seperti menu ikan bakar, ikan goreng, ikan Woku dan minuman dingin. Sedangkan jenis yang kedua yaitu pemancingan yang dikelola tradisional dengan kolam alami dan gazebo tanpa menyediakan paket kuliner. Sebagian besar prasarana pemancingan jenis pertama terdapat di Desa Kotapulu dan Desa Potoya. Disamping adanya prasarana pemancingan, terdapat pula kolam pembenihan dan pembesaran serta penjualan yang terdapat di beberapa desa di Kecamatan Dolo.

B. Zona Wisata Pemancingan

Penggunaan lahan merupakan tipe penggunaan pada suatu lahan berdasarkan karakteristiknya. Penggunaan lahan adalah suatu proses yang selalu berjalan terus menerus sesuai perubahan pada masa kemasa pada suatu wilayah. Hal lain yang juga penting yaitu penggunaan lahan dapat menggambarkan kegiatan yang dilakukan masyarakatnya.

Berdasarkan hal di atas penggunaan di lokasi penelitian dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe yaitu permukiman, sawah, kolam ikan, kebun campuran, peternakan, perikanan dan hutan.

Penggunaan lahan untuk permukiman terdapat menyebar di seluruh desa. Mayoritas wilayah permukiman mengikuti pola jalan, baik jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Penggunaan lahan sawah dengan luas 2.110 Ha yang dibagi menjadi lahan sawah teknis 1.797 Ha, lahan sawah ½ teknis 226 Ha dan lahan sawah pedesaan 87 Ha. Luas tanam padi sawah 3.310 Ha


(8)

Kecamatan Dolo terdiri dari 11 desa yang memiliki lahan sawah, yang terluas adalah desa Langaleso dengan luas total sebesar 315 Ha, dengan luas tanam yaitu 520 Ha dan luas panen 532 Ha dengan jumlah produksi sebesar 3.032 Ton. Akan tetapi terdapat satu desa yaitu Desa Kabobona yang tidak melakukan aktivitas pertanian.

Penggunaan lahan untuk perkebunan yang meliputi perkebunan palawija, hortikultura, kelapa, kopi dan kakao terdapat di seluruh desa dengan luas lahan 875 Ha. Desa Waturalele merupakan desa yang memiliki lahan perkebunan terluas dengan luas lahan sebesar 596 Ha. Adapun penggunaan lahan untuk peternakan tersebar di seluruh yang terdiri dari jenis ternak sapi, kambing, babi dan ayam.

Berdasarkan hasil observasi penggunaan lahan perikanan tersebar di beberapa desa meliputi Desa Kabobona, Kotarindau, Kotapulu, Potoya, Tulo, Maku. Dalam pengelolaan perikanan di Desa Kabobona menggunakan sumber air dari saluran irigasi dan sungai Paneki.

Berdasarkan metode yang digunakan yaitu gabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif dengan pendekatan yang menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) wilayah Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi merupakan suatu wilayah yang memiliki karakter fisik yang menunjang untuk menjadi wilayah pengembangan objek wisata pemancingan. Beberapa kriteria penilaian fisik wilayah yang menunjang untuk wisata pemancingan cenderung dimiliki di tiap-tiap desanya. Kriteria penilaian yang digunakan meliputi kuantitas air, iklim, curah hujan, suhu, topografi, tekstur tanah, sumber benih perikanan, kelas jalan dan fasilitas pendukung wisata.

Berdasarkan hasiloverlay(tumpang susun) peta, maka lokasi penelitian terbagi menjadi 2 kelas kesesuaian lahan. Kelas S1 (sesuai) terdapat di daerah Utara, Timur, Barat dan tengah Kecamatan Dolo. Kelas S1 (sesuai) mempunyai luas area ± 350 Ha dan merupakan daerah yang dominan di lokasi penelitian. Kelas S2 (cukup sesuai) terdapat menyebar di daerah Selatan dan Tenggara Kecamatan Dolo. Luas area yang merupakan kelas S2 berkisar 60 Ha.


(9)

(10)

Zonasi wisata yang dilakukan adalah melalui tumpang susun antara peta kesesuaian lahan untuk wisata pemancingan dan aspek sosial ekonomi lokasi. Zonasi wisata dapat membagi lokasi penelitian menjadi tiga zona yaitu: zona inti, zona penunjang dan zona penyangga.

Zona inti ditentukan dengan adanya faktor aksesibilitas dan fasilitas wisata pemancingan baik yang masih alami maupun yang telah tersentuh penggunaan teknologi serta pemandangan yang indah yang mampu menghadirkan relaksasi bagi wisatawan. Sebagai contoh dalam zona inti adalah objek wisata pemancingan yang terdapat di Desa Kotapulu, Desa Potoya, dan Desa Tulo. Sedangkan untuk zona penunjang dimaksudkan sebagai zona yang menunjang bagi objek wisata pemancingan dengan menyediakan fasilitas pembenihan dan penjualan ikan hasil budidaya. Zona penunjang harus memenuhi aksesibilitas yang lancar dan ketersediaan benih ikan maupun penjualan hasil budidaya perikanan setempat. Zona penunjang yang diharapkan bisa membantu dalam pengembangan wisata pemancingan di lokasi penelitian terdapat di Desa Kabobona, Desa Kotarindau, Desa Karawana, dan Desa Maku. Sementara itu zona penyangga merupakan zona tidak diberikan perlakuan khusus karena potensi dan minat dari masyarakat masih minim dalam pengelolaan wisata pemancingan.


(11)

(12)

C. Arahan Pengembangan

Berdasarkan zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo dapat diberikan arahan sebagai berikut:

a. Zona inti wisata pemancingan

Zona inti wisata pemancingan merupakan zona untuk pengembangan kolam pemancingan secara intensif. Zona ini mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang tinggi untuk kolam pemancingan. Hal ini disebabkan oleh tingkat faktor penghambat dari alam yang sangat rendah. Pengelolaan yang hati-hati terhadap zona tersebut akan menjadi sasaran bagi pemerintah dan pelaku wisata. Arahan dalam pengembangan fasilitas yaitu, pembangunan beberapa objek wisata pemancingan secara menyebar yang dimaksudkan untuk mengurai kepadatan transportasi ke objek wisata, pemanfaatan pemandangan alami dalam mendesain objek wisata pemancingan serta pembudidayaan perikanan yang lebih variatif.

b. Zona penunjang wisata Pemancingan

Zona penunjang wisata pemancingan adalah zona yang menunjang bagi pengembangan wisata di zona inti. Zona ini mempunyai faktor penghambat alam yang lebih tinggi dari zona inti, misalnya sumber air. Arahan yang sesuai untuk zona penunjang yaitu, menyediakan objek untuk wisata kuliner serta penyediaan penjualan bibit ikan maupun ikan dewasa untuk dipasarkan keluar daerah.

c. Zona penyangga wisata pemancingan

Zona penyangga wisata pemancingan merupakan zona yang kurang mendapatkan perlakuan dari manusia baik pengelolaan wisata yang disebabkan kurangnya minat dari masyarakat untuk mengelolanya. selain itu kurangnya faktor aksesibilitas juga memberikan dampak negatif bagi pembudidayaan perikanan.


(13)

(14)

III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Potensi fisik Kecamatan Dolo yang mendukung wisata pemancingan terdiri dari kuantitas air yang selalu tersedia, iklim yang agak kering, curah hujan antara 1000 – 2000 mm/thn, suhu rata-rata 30°C, topografi yang datar serta tekstur tanah yang berkarakter liat lempung dan lempung berpasir.

2. Wilayah dengan Kelas kesesuaian lahan S1 (sesuai) terdapat menyebar di bagian utara, timur, barat dan tengah lokasi penelitian yang meliputi Desa Kabobona, Kotarindau, Langaleso, Kotapulu, Potoya, Tulo, Karawana, Soulowe dan Watubula dengan luas sebesar 350 Ha atau 85,4 % dari luas keseluruhan Kecamatan Dolo. Wilayah dengan Kelas kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) terdapat di bagian selatan dan tenggara lokasi penelitian yang meliputi Desa Maku dan Waturalele dengan luas sebesar 60 Ha atau 14,6 % dari luas keseluruhan Kecamatan Dolo.

3. Zona inti wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari Desa Kotapulu, Potoya dan Tulo. Zona penunjang wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari Desa Kabobona, Kotarindau, Karawana dan Maku. Zona penyangga wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari Desa Langaleso, Soulowe, Watubula dan Waturalele.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶. 2007. Modul Pelatihan ArcGis Tingkat Dasar. Banda Aceh: GIS Konsorsium Aceh Nias Staf Pemerintah Kota Banda Aceh

̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶̶̶ ̶ ̶. 2010. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

̶ ̶̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶̶̶ ̶̶̶ ̶ ̶̶̶ ̶ ̶ ̶. 2011.Kecamatan Dolo dalam Angka 2011. Sigi: BPS Sigi.

Aziz Budianta. 2008.Kumpulan Istilah Perencanaan Tata Ruang & Wilayah. Palu: Tadulako University Press.

Aziz Budianta, Rifai Mardin & Widyastuti. 2011. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Maghza Pustaka.

Farouk Muhammad & H. Djaali. 2005. Metodologi Penelitian Sosial.Jakarta: Restu Agung.

Gatot Hendrarto, Hartanto Sanjaya & Endan Suwandana. 1997. Remote Sensing and Geographic Information Systems. Jakarta: BPP Teknologi

Hadi Sabari Yunus. 1991. Konsepsi Wilayah dan Prinsip Pewilayahan. Yogyakarta: PT. Hardana.

Kordi.K, M.Ghufran. 1997.Budidaya Ikan Nila. Semarang: Dahara Prize. Lutfi Muta’ali. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan

Pengembangan Wilayah. Yogyakarta : Badan Penerbit Faklutas Geografi (BPFG) Universitas Gadjah Mada

Musnaef. 1995. Manajemen Usaha Pariwisata di Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

Pendit, S. Nyoman. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.


(1)

10 Zonasi wisata yang dilakukan adalah melalui tumpang susun antara peta kesesuaian lahan untuk wisata pemancingan dan aspek sosial ekonomi lokasi. Zonasi wisata dapat membagi lokasi penelitian menjadi tiga zona yaitu: zona inti, zona penunjang dan zona penyangga.

Zona inti ditentukan dengan adanya faktor aksesibilitas dan fasilitas wisata pemancingan baik yang masih alami maupun yang telah tersentuh penggunaan teknologi serta pemandangan yang indah yang mampu menghadirkan relaksasi bagi wisatawan. Sebagai contoh dalam zona inti adalah objek wisata pemancingan yang terdapat di Desa Kotapulu, Desa Potoya, dan Desa Tulo. Sedangkan untuk zona penunjang dimaksudkan sebagai zona yang menunjang bagi objek wisata pemancingan dengan menyediakan fasilitas pembenihan dan penjualan ikan hasil budidaya. Zona penunjang harus memenuhi aksesibilitas yang lancar dan ketersediaan benih ikan maupun penjualan hasil budidaya perikanan setempat. Zona penunjang yang diharapkan bisa membantu dalam pengembangan wisata pemancingan di lokasi penelitian terdapat di Desa Kabobona, Desa Kotarindau, Desa Karawana, dan Desa Maku. Sementara itu zona penyangga merupakan zona tidak diberikan perlakuan khusus karena potensi dan minat dari masyarakat masih minim dalam pengelolaan wisata pemancingan.


(2)

(3)

12

C. Arahan Pengembangan

Berdasarkan zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo dapat diberikan arahan sebagai berikut:

a. Zona inti wisata pemancingan

Zona inti wisata pemancingan merupakan zona untuk pengembangan kolam pemancingan secara intensif. Zona ini mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang tinggi untuk kolam pemancingan. Hal ini disebabkan oleh tingkat faktor penghambat dari alam yang sangat rendah. Pengelolaan yang hati-hati terhadap zona tersebut akan menjadi sasaran bagi pemerintah dan pelaku wisata. Arahan dalam pengembangan fasilitas yaitu, pembangunan beberapa objek wisata pemancingan secara menyebar yang dimaksudkan untuk mengurai kepadatan transportasi ke objek wisata, pemanfaatan pemandangan alami dalam mendesain objek wisata pemancingan serta pembudidayaan perikanan yang lebih variatif.

b. Zona penunjang wisata Pemancingan

Zona penunjang wisata pemancingan adalah zona yang menunjang bagi pengembangan wisata di zona inti. Zona ini mempunyai faktor penghambat alam yang lebih tinggi dari zona inti, misalnya sumber air. Arahan yang sesuai untuk zona penunjang yaitu, menyediakan objek untuk wisata kuliner serta penyediaan penjualan bibit ikan maupun ikan dewasa untuk dipasarkan keluar daerah.

c. Zona penyangga wisata pemancingan

Zona penyangga wisata pemancingan merupakan zona yang kurang mendapatkan perlakuan dari manusia baik pengelolaan wisata yang disebabkan kurangnya minat dari masyarakat untuk mengelolanya. selain itu kurangnya faktor aksesibilitas juga memberikan dampak negatif bagi pembudidayaan perikanan.


(4)

(5)

14 III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Potensi fisik Kecamatan Dolo yang mendukung wisata pemancingan terdiri dari kuantitas air yang selalu tersedia, iklim yang agak kering, curah hujan antara 1000 – 2000 mm/thn, suhu rata-rata 30°C, topografi yang datar serta tekstur tanah yang berkarakter liat lempung dan lempung berpasir.

2. Wilayah dengan Kelas kesesuaian lahan S1 (sesuai) terdapat menyebar di bagian utara, timur, barat dan tengah lokasi penelitian yang meliputi Desa Kabobona, Kotarindau, Langaleso, Kotapulu, Potoya, Tulo, Karawana, Soulowe dan Watubula dengan luas sebesar 350 Ha atau 85,4 % dari luas keseluruhan Kecamatan Dolo. Wilayah dengan Kelas kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) terdapat di bagian selatan dan tenggara lokasi penelitian yang meliputi Desa Maku dan Waturalele dengan luas sebesar 60 Ha atau 14,6 % dari luas keseluruhan Kecamatan Dolo.

3. Zona inti wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari Desa Kotapulu, Potoya dan Tulo. Zona penunjang wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari Desa Kabobona, Kotarindau, Karawana dan Maku. Zona penyangga wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari Desa Langaleso, Soulowe, Watubula dan Waturalele.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶. 2007. Modul Pelatihan ArcGis Tingkat Dasar. Banda Aceh: GIS Konsorsium Aceh Nias Staf Pemerintah Kota Banda Aceh

̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶̶̶ ̶ ̶. 2010. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

̶ ̶̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶̶̶ ̶̶̶ ̶ ̶̶̶ ̶ ̶ ̶. 2011.Kecamatan Dolo dalam Angka 2011. Sigi: BPS Sigi.

Aziz Budianta. 2008.Kumpulan Istilah Perencanaan Tata Ruang & Wilayah. Palu: Tadulako University Press.

Aziz Budianta, Rifai Mardin & Widyastuti. 2011. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Maghza Pustaka.

Farouk Muhammad & H. Djaali. 2005. Metodologi Penelitian Sosial.Jakarta: Restu Agung.

Gatot Hendrarto, Hartanto Sanjaya & Endan Suwandana. 1997. Remote Sensing and Geographic Information Systems. Jakarta: BPP Teknologi

Hadi Sabari Yunus. 1991. Konsepsi Wilayah dan Prinsip Pewilayahan. Yogyakarta: PT. Hardana.

Kordi.K, M.Ghufran. 1997.Budidaya Ikan Nila. Semarang: Dahara Prize. Lutfi Muta’ali. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan

Pengembangan Wilayah. Yogyakarta : Badan Penerbit Faklutas Geografi (BPFG) Universitas Gadjah Mada

Musnaef. 1995. Manajemen Usaha Pariwisata di Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

Pendit, S. Nyoman. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.