penginvestigasian audit expectation gap pada sektor publik

PENGINVESTIGASIAN AUDIT EXPECTATION GAP PADA
SEKTOR PUBLIK
Rusliyawati
Fakultas Ekonomi, Universitas Tanjungpura
Abdul Halim
Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
This study aims to investigate the existence of audit expectation gap on public sector
empirically. Three variables being tested are reporting, accountability, and auditing concepts
that consist of auditor independence, auditor competence, unqualified opinion and
performance audit.
This research uses samples from 209 respondents that consist of 30 auditors BPK, 62
parliament members, 83 local government employees and 34 citizens of West Kalimantan
Province. The data collection utilizes survey method and the analysis method is One-Way
ANOVA.
This research suggest that there are difference perceived between auditors (BPK) and
the user of local government financial statement statistically significant. This research shows
the existence of audit expectation gap in public sector.
Keywords: Audit Expectation Gap, Reporting, Accountability, Auditing Concepts, Auditors
BPK, The User of Local Government Financial Statements, West Kalimantan


Pendahuluan
Pasal 23 UUD 1945 menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan
pertanggungjawaban keuangan negara segera setelah tahun anggaran berakhir, dan akan
menjadi dasar pemeriksaan oleh BPK. Pasal tersebut menunjukkan bahwa ada kewajiban
pemerintah untuk menyusun pertanggungjawaban keuangan negara. Pernyataan tersebut juga
berlaku bagi pemerintah daerah (pemda). Pemda-pemda juga mempunyai kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keuangan daerah dengan membuat laporan keuangan daerah. Hal
ini sesuai dengan pernyataan yang termuat dalam UU No. 17 Tahun 2003 mengenai
Keuangan Negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi Negara yang memegang
amanat konstitusi untuk memeriksa atau mengaudit tanggungjawab pengelolaan keuangan
Negara. Auditor pemerintah, BPK mendapat kepercayaan dari klien dalam hal ini pemerintah
untuk memeriksa laporan keuangan yang disajikan oleh klien.
Penyajian laporan keuangan adalah salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas
pengelolaan keuangan publik. Tidak adanya laporan keuangan memperlihatkan lemahnya
akuntabilitas. Tuntutan akuntabilitas di sektor publik terkait dengan perlu dilakukannya
transparansi dan pemberi informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.
Laporan keuangan setiap pemerintah daerah harus diaudit oleh BPK. Dengan
dikeluarkannya Undang-undang No 15 tahun 2006 mengenai BPK maka semua pihak dapat
mengetahui fungsi dan tugas auditor BPK. Menurut UU No 15 Tahun 2006 salah satu tugas

BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan
oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga negara lainnya yang dilakukan
berdasarkan undang-undang. Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Output yang dihasilkan dari pemeriksaan oleh auditor BPK adalah laporan audit yang
didalamnya memuat opini audit. Laporan audit ini diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD
sesuai dengan kewenangannya. Jika yang diperiksa adalah pemerintah daerah, maka auditor
BPK menyerahkan laporan auditnya kepada anggota DPRD. Kemudian DPR, DPD dan
DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan peraturan dan tata tertib
masing-masing lembaga perwakilan.
Laporan hasil pemeriksaan auditor BPK juga diberikan kepada eksekutif, yaitu
Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Kemudian apabila
dalam pemeriksaan ditemukan tindak pidana maka hal tersebut dapat dilaporkan ke instansi
yang berwenang.
Menurut Arens (2001) laporan audit penting dalam suatu audit karena laporan
menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan
yang diperolehnya. Dengan kata lain laporan audit adalah suatu media penyampaian pesan
auditor kepada pengguna laporan keuangan.
Penyampaian pesan oleh auditor melalui laporan audit kepada pengguna laporan

keuangan auditan sangat mungkin terjadi perbedaan persepsi. Ini berarti pesan yang ingin
disampaikan auditor disalahartikan oleh pengguna laporan keuangan auditan sehingga
laporan audit menjadi tidak bermanfaat dan mungkin saja menimbulkan kesalahan dalam
pengambilan keputusan. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara apa yang
diharapkan oleh pengguna laporan keuangan dengan apa yang sesungguhnya menjadi
tanggungjawab auditor (expectation gap) (Halim, 2001).
Penelitian-penelitian mengenai expectation gap banyak dilakukan di sektor privat,
sehingga terkesan penelitian di sektor publik kurang mendapat perhatian baik dari kalangan
akademisi maupun dari kalangan profesional. Kondisi tersebut tidak sebanding dengan
tanggungjawab yang diemban auditor dalam membantu legislatif untuk mengawasi

pengelolaan keuangan publik yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga sektor
publik
Penelitian audit expectation gap di sektor publik masih sangat kurang bahkan
terabaikan (Chowdhury et al., 2005) sehingga penelitian ini mencoba mencari bukti secara
empiris mengenai expectation gap antara auditor dan pengguna laporan keuangan daerah
dilihat dari sudut pandang laporan audit dan proses pelaksanaan audit. Oleh karena itu
peneliti mencoba merumuskan masalah:
1.


Apakah terdapat audit expectation gap antara BPK dan pengguna laporan
keuangan daerah dilihat dari sisi pelaporan?

2.

Apakah terdapat audit expectation gap antara BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi akuntabilitas?

3.

Apakah terdapat audit expectation gap antara BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi konsep-konsep audit yang meliputi independensi auditor,
kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat dan audit kinerja?

Landasan Teori Dan Hipotesis
Auditing Sektor Publik
Audit merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa yang diberikan kepada publik. Pengertian
auditing menurut Malan et al., (1984) adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi,
kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan, dan mengkomunikasikan hasil-hasil

tersebut kepada pihak pengguna laporan.
Boynton et al., (2001) mendefinisikan auditing sebagai sebuah proses yang sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif sehubungan dengan asersi
mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi, untuk menentukan tingkat kesesuaian antara

berbagai asersi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Serta menyampaikan hasilnya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Pelaksanaan audit dalam bidang pemerintahan dikenal dengan sebutan audit sektor
publik. Tujuan pelaksanaan audit sektor publik adalah untuk menjamin dilakukannya
pertanggungjawaban publik oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat. Secara teknis, audit pada sektor publik sama dengan audit pada sektor swasta. Menurut
Jones & Bates (1990) yang membedakan pelaksanaan audit dua sektor tersebut adalah pada
kebutuhan yang mendasari untuk melaporkan pengaruh politik negara yang bersangkutan dan
kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, audit sektor publik memiliki cakupan tugas dan
memiliki tanggungjawab yang lebih luas dari pada audit pada sektor swasta.
Definisi Expectation Gap
Tabel 2-1. Definisi Expectation Gap
Peneliti
Liggio (1974)
Komisi Cohen (AICPA

1978)
Monroe & Woodliff (1993)
Jennings et al., (1993)
Porter (1993)

Hasil
perbedaan persepsi antara akuntan independen dengan
pemakai laporan keuangan auditan mengenai tingkat kinerja
yang diharapkan (expected performance) dari profesi akuntan
kesenjangan antara apa yang publik harapkan atau inginkan
dengan apa yang auditor dapat dan harapkan layak diperoleh
perbedaan tingkat keyakinan antara auditor dan masyarakat
tentang tugas dan tanggung jawab yang diasumsikan oleh
auditor dan gambaran yang disampaikan oleh laporan audit
perbedaan antara apa yang masyarakat harapkan dari profesi
pengauditan dan apa yang benar-benar disediakan oleh profesi
pengauditan
kesenjangan antara harapan masyarakat pada auditor dan
kinerja auditor yang dirasakan oleh masyarakat.


Penelitian-penelitian Terdahulu Mengenai Expectation Gap
Tabel 2-2. Penelitian-penelitian Terdahulu
Peneliti
Bailey et al., 1983;
Epstein&Geiger,1994; Nair
& Rittenberg, 1987;Kelly&
Mohrweis,1989; Miller et
al., 1990)
Humprey et al., (1993)

Hasil
pengetahuan dari pengguna berpengaruh terhadap besarnya
ukuran expectation gap & faktor komunikasi informasi yang
diberikan oleh auditor dalam bentuk laporan audit terhadap
pengguna juga mempunyai pengaruh terhadap expectation
gap
Survei mengungkapkan suatu perbedaan yang signifikan

antara auditor dan responden dalam persepsi mereka atas sifat
alami auditing

Gramling, Schatberg & Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi sehubungan
Wallace (1996)
dengan pernyatan tentang proses audit serta peran dan
tanggungjawab auditor berubah setelah mahasiswa
menyelesaikan studi auditingnya, tetapi persepsi yang berbeda
masih tetap ada antara auditor dengan mahasiswa yang telah
menyelesaikan studi auditing tersebut.
Koh & Woo (1998) & Best menemukan adanya audit expectation gap di Singapura.
et al., (2001)
Leif Hojskov (1998
dengan menggunakan responden antara auditor dan pengguna
laporan keuangan menemukan adanya expectation gap di
Denmark
Frank et al., (2001)
menemukan adanya penyimpangan dalam profesi akuntansi
yaitu antara auditor dengan siswa dan hakim, hal ini
menunjukkan adanya expectation gap
Fadzly & Ahmad (2004)
mengembangkan
literatur

yang
berkaitan
dengan
permasalahan luasnya expectation gap melalui pemberian
bukti atas expectation gap di Malaysia. Penelitian dilakukan
terhadap para auditor dan pengguna utama laporan keuangan
Lin & Chen (2004)
menemukan bukti empiris adanya audit expectation gap di
China. Mereka menggunakan sektor bisnis dan lingkungan
audit
Krisnanto Adi Nugroho menemukan bahwa ada expectation gap diprofesi pengauditan
(2004)
pemerintahan yang memiliki karakteristik yang berbeda
dengan expectation gap sektor privat
Chowdhury et al., (2005)
bahwa ada expectation gap antara CAG dan PAC serta CAG
dan IFA’s.
Al-Tawaijri (2006)
menemukan audit expectation gap di negara berkembang
yaitu Saudi Arabia. Dengan menggunakan wawancara

terhadap beberapa perusahaan
Dixon et al., (2006)
Penelitian ini mengungkap bahwa di Mesir juga ditemukan
expectation gap antara auditor dan investor. Antara auditor
dan pengguna laporan keuangan mempunyai pandangan yang
berbeda mengenai tanggungjawab dari perusahaan akuntansi
yang independen dalam menyajikan laporan keuangan
Yusuf Munir Sidani (2007) menemukan adanya expectation gap di Lebanon
Yuliati et al., (2007)
terdapat expectation gap antara pemakai laporan keuangan
pemerintah dan auditor pemerintah mengenai peran dan
tanggung jawab auditor pemerintah
Akuntabilitas dan Konsep-Konsep Audit
Akuntabilitas secara umum diartikan sebagai pertanggungjawaban. Berkaitan dengan sektor
publik, maka akuntabilitas juga dikaitkan dengan akuntabilitas publik. Menurut Mardiasmo
(2005) akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala

aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah
(principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.

Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: (1). Akuntabilitas vertikal (vertical
accountability), yaitu pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih
tinggi. (2). Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) yaitu pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah
pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut.
Istilah akuntabilitas juga sering dipersamakan dengan stewardship. Sebenarnya,
akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship. Stewardship mengacu pada
pengelolaan atas suatu aktifitas secara ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk
melaporkan, sedangkan akuntabilitas mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang yang
diberi amanah kepada pemberi tanggung jawab dengan kewajiban membuat pelaporan dan
pengungkapan secara jelas.
Accountability (akuntabilitas) dalam

pengertian secara

luasnya

mengacu pada

memberi dan menuntut pertimbangan untuk melakukan sesuatu (Garfinkel, 1967; Silverman,
1975; Harre, 1979; Roberts & Scapens, 1985 dalam Chowdhury et al., 2005). Rerangka
teoretis akuntabilitas ini berfokus pada hubungan antara penyedia informasi dan pengguna
informasi dalam pembenaran untuk melakukan sesuatu.
Menurut Gary et al., (1996) hal 10 dalam Chowdhury et al., (2005) menyatakan
bahwa rerangka akuntabilitas berguna dalam menganalisa informasi akuntansi yang
ditransmisi secara umum. Parker & Guthrie (1993) hal 71 dalam Chowdhury et al., (2005)
menyatakan bahwa harapan publik akan mendominasi dan menentukan arah akuntabilitas
sektor publik.
Penerapan rerangka akuntabilitas di sektor publik ini perlu diawasi atau dikendalikan
dengan enam konsep audit, yaitu independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas audit,
bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja (Chowdhury et al., 2005). Konsep audit ini

diadaptasi dari audit Comptroller Auditor General’s (CAG)

pada sektor publik. Pada

kenyataannya lima konsep audit telah diterapkan di sektor privat, terkecuali audit kinerja.
Independensi auditor dalam sektor publik berhubungan dengan luasnya area sektor
publik. Integritas auditor harus dilindungi dari pengaruh kelompok pemerintah pusat/daerah,
status sebagai pegawai negeri sipil dan politisi. Sedangkan kompetensi auditor baik di sektor
publik maupun di sektor privat adalah sama yang berbeda hanya pada audit kinerja
(performance audit).
Menurut Jones & Bates (1990) materialitas audit berhubungan dengan kebutuhan
audit untuk mempertimbangkan tingkat jaminan yang disyaratkan oleh kelompok pengguna
yang diaudit dan reaksi yang diharapkan dari pembaca laporan audit. Sedangkan bukti audit
berhubungan dengan waktu dan biaya dalam proses audit, lingkup audit dan kebutuhan
informasi yang dirasakan pengguna mempengaruhi proses pengumpulan bukti.
Pendapat wajar dalam audit sektor publik mempunyai makna yang sama dalam audit
sektor privat (Chowdhury et al., 2005). Pendapat wajar dalam laporan audit di Indonesia
mengimplikasi bahwa laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan Prinsip Akuntansi
Berterima Umum (PABU). Sedangkan audit kinerja, hanya berlaku pada sektor publik
dimana menekankan pada efisiensi dan efektifitas dari operasi dan keefektifan hasil yang
dicapai.
Rerangka pemikiran dan Pembangan Hipotesis
Penelitian Chowdhury et al., (2005) mencoba untuk menemukan bukti adanya audit
expectation gap di Bangladesh. Responden yang dituju adalah auditor yang disebut
Comptroller Auditor General’s (CAG) dan anggota parlemen yang disebut ComptrollPublic
Account Committee (PAC) dan lembaga internal yang mengelola uang publik yang disebut
International Funding Agencies (IFA’s). Penelitian ini menemukan bahwa ada expectation
gap antara CAG dan PAC serta CAG dan IFA’s.
Di Indonesia penelitian mengenai expectation gap di sektor publik masih sangat kurang.
Krisnanto Adi Nugroho (2004) menemukan bukti terdapat perbedaan persepsi antara auditor

pemerintah dengan pemakai laporan keuangan auditan pemerintah, antara pemakai laporan
keuangan auditan sektor swasta dengan pemakai laporan keuangan pemerintah, dan tidak ada
perbedaan persepsi antara pemakai laporan keuangan pemerintah di sektor pemerintahan
daerah satu dengan pemakai laporan keuangan pemerintah daerah lain, hal ini di karenakan
tingkat pendidikan anggota DPRD satu daerah dengan daerah lain relatif sama. Penelitian
yang sama juga dilakukan oleh Yuliati et al., (2007) dengan menggunakan responden auditor
pemerintah dan pengguna laporan keuangan daerah yaitu pemda dan anggota dewan.
Penelitian mengenai laporan keuangan daerah yang mungkin menimbulkan expectation
gap antara lain dilakukan oleh Indriani (2002) yang membuktikan bahwa pengetahuan
anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang
dilakukan oleh dewan. Sementara Pramono (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
menghambat fungsi pengawasan adalah minimnya kualitas sumber daya manusia dan
kurangnya sarana dan prasarana.
Penelitian yang menguji apakah adanya partisipasi masyarakat dan transparansi
kebijakan publik akan meningkatkan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan pernah
dilakukan oleh Sopanah (2002), Isma Coryanata (2007), Simson et al., (2007) serta Jaka &
Winarni (2007).
Penyusunanan laporan keuangan daerah oleh pemerintah daerah juga menjadi salah satu
hal yang penting dalam terciptanya pemerintah yang akuntabel dan transparan. Pemda
memegang peranan penting dalam penyusunan laporan keuangan daerah. Kesiapan sumber
daya untuk penyusunan laporan keuangan sangat dibutuhkan. Penelitian hal ini dilakukan
oleh Ria & Fidelis (2004) yang menemukan bahwa sumber daya sub bagian akuntansi masih
kurang, pelatihan-pelatihan konsep akuntansi juga masih sangat kurang sehingga
mengakibatkan lack of knowledge semakin besar.

Kekurangpahaman dan keengganan masyarakat untuk mengetahui pentingnya fungsi
dari laporan keuangan daerah juga akan menimbulkan perbedaan persepsi antara masyarakat
dengan auditor BPK. Hasil audit terhadap laporan keuangan daerah oleh auditor BPK tidak
akan tidak akan bisa dimengerti oleh masyarakat, selama masyarakat masih beranggapan
bahwa laporan keuangan daerah hanya diperuntukkan bagi orang akuntansi dan keuangan
saja. Hal seperti inilah yang bisa menimbulkan perbedaan persepsi, sehingga menimbulkan
expectation gap antara auditor dan pengguna laporan keuangan daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Chowdhury et al., (2005) mengenai expectation gap di
Bangladesh menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh peneliti dengan berdasarkan
pada penelitian sebelumnya. Chowdhury et al., (2005) menggunakan dimensi pelaporan,
akuntabilitas dan konsep-konsep audit yang terdiri dari independensi auditor, kompetensi
auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja.
Berdasarkan teori-teori di atas maka peneliti mencoba mengeksplorasi keberadaan
audit expectation gap di sektor publik dengan menggunakan auditor BPK, anggota DPRD,
pemerintah daerah dan masyarakat sebagai responden. Oleh karena itu maka peneliti
merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1

: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi pelaporan

H2

: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi akuntabilitas

H3a : Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi independensi auditor
H3b : Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi kompetensi auditor

H3c : Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi materialitas
H3d : Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi bukti audit
H3e : Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi pendapat wajar
H3f : Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah dilihat dari sisi audit kinerja

Metode Penelitian
Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah persepsi responden mengenai laporan audit yang diukur dari sisi
pelaporan, sisi akuntabilitas dan sisi konsep-konsep audit yang meliputi independensi auditor,
kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar, dan audit kinerja. Penelitian
dilakukan terhadap para responden yang ada di wilayah Propinsi Kalimantan Barat.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini dikelompokkan sebagai berikut :
1.

Auditor yaitu para auditor yang ada pada kantor perwakilan BPK-RI di Pontianak

2.

Pengguna laporan audit yaitu para anggota DPRD di Propinsi Kalimantan Barat

3.

Pengguna laporan audit yaitu pemerintah daerah yang ada di Propinsi Kalimantan Barat

4.

Pengguna laporan audit yaitu masyarakat yang ada di Kalimantan Barat, yang diwakili
oleh para akademisi dan auditor Kantor Akuntan Publik (KAP)

Metode Pengumpulan Data
Metoda pengambilan data yang digunakan adalah survey method. Dalam survei, data
dikumpulkan dari para responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data diperoleh melalui kuesioner yang langsung
disebarkan kepada auditor BPK, anggota DPRD, pegawai pemerintah daerah dan masyarakat.
Variabel Penelitian
Penelitian ini berjudul ”Penginvestigasian Audit Expectation Gap pada Sektor Publik.”
Penelitian ini menguji persepsi antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah.
Persepsi yang diteliti pada kedua kelompok responden meliputi persepsi terhadap dimensi
pelaporan, akuntabilitas dan konsep-konsep audit yang terdiri dari independensi auditor,
kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar serta audit kinerja. Adanya
perbedaan persepsi antara kedua kelompok responden tersebut menunjukkan terdapatnya
”audit expectation gap” diantara kedua kelompok responden tersebut. Instrumen yang
digunakan adalah instrumen yang telah dipakai Chowdhury et.al., (2005) dengan skala Likert
tujuh poin.

Analisis Data dan Pembahasan
Deskripsi dan Analisis Data
Pengiriman kuesioner dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan Juni sampai bulan Juli.
Kuesioner disebarkan ke lima pemerintah daerah yang ada di Kalimantan Barat, yaitu
pemerintah propinsi, Pemerintah Kota Pontianak, Pemda Kabupaten Pontianak, Pemda
Kabupaten Sanggau dan Pemda Kabupaten Sintang.

Tabel 4-1. Tingkat Pengembalian Kuesioner
Kelompok Responden
Kuesioner dikirim
Kuesioner kembali dan dapat
digunakan
Respon Rate

Anggota
DPRD
125

Pemda

Masyarakat

BPK

100

45

30

62

83

34

30

49, 6%

83%

75, 56%

100%

Statistik Deskriptif

Tabel 4-2. Statistik Deskriptif
Variabel

Mean

Pelaporan
Akuntabilitas
Independensi auditor
Kompetensi auditor
Pendapat Wajar
Audit Kinerja

5,7491
5,4378
5,7081
5,8026
5,5981
5,4896

Deviasi
Standar
0,97670
1,18827
1,19307
0,86719
1,08805
1,07816

Median

Min

Max

6,0000
6,0000
6,0000
6,0000
6,0000
6,0000

1
1
1
1
2
1

7
7
7
7
7
7

Pengujian Data
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan analisa faktor. Alat uji yang lain
yang digunakan untuk mengukur tingkat interkorelasi antar variabel dan
dapat tidaknya dilakukan analisis faktor adalah Kaiser Meyer OlkinMeasure of Sampling Adequacy (KMO-MSA). Nilai KMO-MSA bervariasi dari
nol (0) sampai dengan satu (1). Nilai yang dikehendaki harus > 0,50 untuk
dapat dilakukan analisis faktor (Hair et al., 2006).
Hasil uji validitas yang disajikan pada Tabel 4-3 menyatakan bahwa semua item
pernyataan pada masing-masing variabel penelitian memiliki nilai yang valid. Artinya semua
item pernyataan bisa digunakan.
Tabel 4-3. Hasil Pengujian Validitas
Variabel
Pelaporan
Akuntabilitas
Independensi
Kompetensi
Materialitas
Bukti audit
Pendapat
Audit Kinerja

Nilai KMO MSA
0,889
0,500
0,806
0,599
0,500
0,500
0,635

Faktor Loading
0,489 – 0,866
0,852
0,823 – 0,894
0,819 – 0,897
0,781
0,714
0,789 – 0,905

Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal
jika jawaban responden terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Peneliti menggunakan metoda internal consistency dengan menggunakan cronbach’s

alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach’s
alpha lebih besar dari 0,60 (Nunnaly, 1967).
Hasil uji reliabilitas yang disajikan pada Tabel 4-4 menunjukkan bahwa dua dari
delapan variabel yang diuji memperoleh nilai cronbach’s alpha di bawah 0,60. Kedua
variabel tersebut yaitu variabel materialitas dan variabel bukti audit. Nilai cronbach’s alpha
yang rendah dari kedua variabel tersebut, gejalanya telah terbukti dari kegiatan pilot test yang
dilakukan sebelum kuesioner disebar kepada responden. Hasil pilot test yang diperoleh
menyatakan bahwa nilai cronbach’s alpha dari kedua variabel tersebut memang kurang dari
0,60. Sehingga dapat dikatakan tidak reliabel.
Tabel 4-4. Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel
Pelaporan
Akuntabilitas
Independensi
Kompetensi
Materialitas
Bukti audit
Pendapat
Audit Kinerja

Cronbach’s Alpha
0,869
0,622
0,872
0,659
0,360
0,036
0,779

Pengujian Hipotesis
Berdasarkan pada hasil verifikasi terhadap data yang diperoleh, maka jumlah hipotesis yang
akan diuji dalam penelitian ini hanya enam hipotesis. Semua hipotesis tersebut diuji dengan
menggunakan alat analisa one-way ANOVA. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih
dahulu akan dilakukan pengujian asumsi. Pengujian asumsi meliputi pengujian normalitas
sebaran dan pengujian homogenitas (kesamaan varians).

Tabel 4-5. Uji Homogenitas dan Normalitas
Variabel
Pelaporan
Akuntabilitas
Independensi

Levene-test
0,000
0,003
0,000

Asymp. Sig
0,000
0,000
0,000

Kompetensi
Pendapat
Audit Kinerja

0,030
0,145
0,713

0,000
0,000
0,000

4.4.1 Pengujian hipotesis 1: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan
pengguna laporan keuangan daerah dilihat dari sisi pelaporan.
Tabel 4-6. Statistik Uji Hipotesis 1
Rata-rata Pelaporan

Between Groups
Within Groups

Sum of Squares
27.220
171.200

Total

198.419

df
3
205

Mean Square
9.073
.835

F
10.865

Sig.
.000

208

Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4-6 menunjukkan nilai F-test
sebesar 10,865 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil ini berarti bahwa

dengan

menggunakan tingkat α sebesar 0,05, maka secara statistis H0 ditolak dan H1 didukung.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara auditor
BPK dan pengguna laporan keuangan daerah yang diwakili oleh anggota DPRD, pemda dan
masyarakat berkaitan dengan dimensi pelaporan. Hasil ini memberikan bukti bahwa terdapat
audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah berkaitan
dengan pelaporan hasil audit.
4.4.2 Pengujian hipotesis 2: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan
pengguna laporan keuangan daerah dilihat dari sisi akuntabilitas.
Tabel 4-7. Statistik Uji Hipotesis 2
Rata-rata Akuntabilitas

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of Squares
30.544
263.148
293.691

df
3
205

Mean Square
10.181
1.284

F
7.932

Sig.
.000

208

Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4-7 menunjukkan nilai F-test
sebesar 7,932 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil ini berarti bahwa

dengan

menggunakan tingkat α sebesar 0,05, maka secara statistis H0 ditolak dan H2 didukung.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara auditor

BPK dan pengguna laporan keuangan daerah yang diwakili oleh anggota DPRD, pemda dan
masyarakat berkaitan dengan dimensi akuntabilitas. Hasil ini memberikan bukti bahwa
terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah
berkaitan dengan dimensi akuntabilitas.
4.4.3 Pengujian hipotesis 3a: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan
pengguna laporan keuangan daerah dilihat dari independensi Auditor.
Tabel 4-8. Statistik Uji Hipotesis 3a
Rata-rata Independensi

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
Squares
44.354
251.717

df
3
205

296.071

Mean Square
14.785
1.228

F
12.041

Sig.
.000

208

Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4-8 menunjukkan nilai F-test
sebesar 12,041 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil ini berarti bahwa dengan
menggunakan tingkat α sebesar 0,05, maka secara statistis H0 ditolak dan H3a didukung.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara auditor
BPK dan pengguna laporan keuangan daerah yang diwakili oleh anggota DPRD, pemda dan
masyarakat berkaitan dengan dimensi independensi auditor. Hasil ini memberikan bukti
bahwa terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan
daerah berkaitan dengan dimensi independensi auditor.

4.4.4 Pengujian hipotesis 3b: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan
pengguna laporan keuangan daerah dilihat dari kompetensi Auditor.
Tabel 4-9. Statistik Uji Hipotesis 3b
Rata-rata Kompetensi

Between Groups
Within Groups

Sum of
Squares
17.766
138.655

df
3
205

Mean Square
5.922
.676

F
8.756

Sig.
.000

Total

156.421

208

Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4-9 menunjukkan nilai F-test
sebesar 8,756 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil ini berarti bahwa dengan
menggunakan tingkat α sebesar 0,05, maka secara statistis H0 ditolak dan H3b didukung.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara auditor
BPK dan pengguna laporan keuangan daerah yang diwakili oleh anggota DPRD, pemda dan
masyarakat berkaitan dengan dimensi kompetensi auditor. Hasil ini memberikan bukti bahwa
terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah
berkaitan dengan dimensi kompetensi auditor.
4.4.5 Pengujian hipotesis 3e: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan
pengguna laporan keuangan daerah dilihat dari pendapat wajar.
Tabel 4-10. Statistik Uji Hipotesis 3e
Rata-rata Pendapat

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
Squares
16.242
229.997
246.239

df
3
205

Mean
Square
5.414
1.122

F
4.826

Sig.
.003

208

Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4-10 menunjukkan nilai F-test
sebesar 4,826 dengan nilai signifikansi sebesar 0,003. Hasil ini berarti bahwa dengan
menggunakan tingkat α sebesar 0,05, maka secara statistis H0 ditolak dan H3e didukung.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara auditor
BPK dan pengguna laporan keuangan daerah yang diwakili oleh anggota DPRD, pemda dan
masyarakat berkaitan dengan pendapat wajar. Hasil ini memberikan bukti bahwa terdapat
audit expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah berkaitan
dengan dimensi pendapat wajar.
4.4.6 Pengujian hipotesis 3f: Terdapat audit expectation gap antara auditor BPK dan
pengguna laporan keuangan daerah dilihat dari audit kinerja.
Tabel 4-11. Statistik Uji Hipotesis 3f
Rata-rata Audit Kinerja

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
Squares
12.355
229.429
241.783

df
3
205

Mean Square
4.118
1.119

F
3.680

Sig.
.013

208

Hasil pengujian hipotesis yang disajikan pada Tabel 4-11 menunjukkan nilai F-test
sebesar 3,680 dengan nilai signifikansi sebesar 0,013. Hasil ini berarti bahwa dengan
menggunakan tingkat α sebesar 0,05, maka secara statistis H0 ditolak dan H3f didukung.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara auditor
BPK dan pengguna laporan keuangan daerah yang diwakili oleh anggota DPRD, pemda dan
masyarakat berkaitan dengan audit kinerja. Hasil ini memberikan bukti bahwa terdapat audit
expectation gap antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan daerah berkaitan dengan
dimensi audit kinerja.

Kesimpulan, Keterbatasan Penelitian dan Saran
Kesimpulan
Hasil Pengujian hipotesis 1 dapat disimpulkan bahwa, terdapat perbedaan persepsi antara
auditor BPK dengan pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemda dan
masyarakat. Hal ini menunjukkan eksistensi audit expectation gap diantara pengguna laporan
keuangan daerah. Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi antara auditor BPK dan
masyarakat.
Hasil Pengujian hipotesis 2 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi
antara auditor BPK dengan pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemda
dan masyarakat dilihat dari akuntabilitas. Perbedaan ini menunjukkan eksistensi audit
expectation gap antara BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Perbedaan persepsi
yang terbesar terjadi antara auditor BPK dan masyarakat.
Hasil Pengujian hipotesis 3a dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi
antara auditor BPK dengan pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemda

dan masyarakat dilihat dari independensi. Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi antara
auditor BPK dan masyarakat.
Hasil Pengujian hipotesis 3b dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi
antara auditor BPK dengan pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemda
dan masyarakat dilihat dari kompetensi. Perbedaan ini menunjukkan eksistensi audit
expectation gap diantara pengguna laporan keuangan daerah. Perbedaan persepsi yang
terbesar terjadi antara auditor BPK dan masyarakat.
Hasil Pengujian hipotesis 3e terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan
pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemda dan masyarakat. Perbedaan
persepsi juga terjadi antara BPK dengan masyarakat. Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi
antara auditor BPK dan pemda.
Hasil Pengujian hipotesis 3f terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan
pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemda dan masyarakat dilihat dari
audit kinerja. Perbedaan persepsi juga terjadi antara DPRD dengan masyarakat. Hal ini
menunjukkan eksistensi expectation gap diantara pengguna laporan keuangan daerah.
Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi antara auditor BPK dan masyarakat.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini antara lain :
1.

Penelitian ini dilakukan di daerah Kalimantan Barat sehingga hasil penelitian tidak bisa
digeneralisir untuk seluruh Indonesia.

2.

Instrumen

dan

daftar

pertanyaan

yang

digunakan,

dikembangkan

dengan

menerjemahkan instrumen penelitian sebelumnya yang dilakukan di luar negeri
(Bangladesh). Peneliti berusaha menyesuaikan dengan keadaan di Indonesia dan telah
melakukan beberapa kali perbaikan namun tetap memiliki kelemahan-kelemahan.

3.

Keterbatasan yang melekat dimetode survei, yaitu peneliti tidak bisa mengontrol
jawaban responden. Karena bisa saja responden tidak jujur dalam menjawab pernyataan
yang diajukan.

4.

Pengujian statistik parametrik yang dilakukan mungkin belum tepat, karena masih ada
beberapa variabel yang belum memenuhi asumsi homogenitas, sehingga hasil yang
pengujian variabel tersebut belum dapat diyakini sepenuhnya.

Saran
1.

Perluasan jumlah sampel pada propinsi-propinsi lainnya, agar hasil pengujian yang
diperoleh dapat digeneralisir untuk seluruh Indonesia.

2.

Menggunakan dimensi materialitas dan bukti audit yang merupakan bagian dari konsepkonsep audit karena dalam penelitian ini dua dimensi tersebut tidak memenuhi uji
reliabilitas maka pengujian terhadap dimensi tersebut tidak dilakukan. Penelitian
berikutnya dianjurkan menggunakan instrumen penelitian tersebut.

3.

Mempertimbangkan alternatif untuk menurunkan expectation gap di sektor publik
antara lain dengan meningkatkan pemahaman atas pengauditan terhadap pengguna
laporan keuangan daerah, terutama anggota DPRD, pemda dan masyarakat.

4.

Pemerintah juga perlu meningkatkan sumber daya manusia di pemda masingmasing yaitu dengan menyekolahkan stafnya ke jenjang pendidikan tertentu, atau
dengan melakukan pelatihan-pelatihan audit ke pegawai-pegawai pemda.

5.

Perlu disosialisasikan pentingnya transparansi laporan keuangan daerah kepada
masyarakat sebagai salah satu cara agar masyarakat mengerti cara membaca laporan
keuangan daerah auditan sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi. Hal ini bisa
dilakukan melalui media elektronik atau media cetak.

6.

Penyempurnaan standar auditing. Pemerintah sudah melakukan pengurangan
expectation gap di sektor publik dengan menerbitkan Standar Audit Pemerintah 1995

yang telah diperbaharui dengan diterbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN). Standar Audit Pemerintah 1995 yang digantikan dengan SPKN harus tetap
memperhatikan SPAP. Oleh karena itu perlu adanya penyempurnaan mengenai standar
pengauditan di Indonesia dengan cara melakukan perbaikan-perbaikan pada SPAP dan
disosialisasikannya SPKN kepada pengguna laporan keuangan daerah.

Daftar Pustaka
Adams, Carol A., & Richard Evans, 2004, Accountability, Completeness,
Credibility and The Audit Expectations Gap, The Journal Of Corporate
Citizenship, Academic Research Library, p. 97.
AICPA, 1983, Statement on Auditing Standard no 47; Audit Risk and
Materiality in Conducting Audit, New York.
AlTawaijry, Abdulrahman A., 2006, Expectation Gaps In Relation To
Corporate Auditing In Developing Countries: Case Of Saudi Arabia,
EABR & ETLC, Italy.
Arrens, A.A and Loebbecke, J.K., 2001, Auditing: An Integrated Approach,
Prentice Hall Inc., New Jersey.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 1995, Standar Audit
Pemerintahan, Jakarta.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2005, Konsep Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara, Jakarta.
Best, Peter J.,Buckby, Sherrena, & Tan, Clarice, March 2001, Evidence of
Expectation Gap in Singapore, Managerial Auditing Journal, 134-144.
Bostick, Lisa N & Luehlfing Michael S., 2004, Minimizing The Expectation
Gap, Allied Academics International Conference, Vol 9, No. 1, New
Orleans.
Boynton, W.C., Johnson, R.N., & Kell, W.G., 2001, Modern Auditing, Seventh
Edition, John Wiley & Sons Inc.
Chowdhury, Riazur R., John Innes, & Reza Kouhy., 2005, The Public Sector
Audit Expectations Gap in Bangladesh, Managerial Auditing Journal,
Vol. 20, No. 8, pp. 893-908.
Cooper, Donald R & Pamela S. Schindler., 2003, Business Research
Method, Eight Edition, Mc Graw Hill, Singapore.

Coryanata, Isma., 2007, Akuntabilitas, Partisipasi Masyarakat, Dan Transparansi
Kebijakan Publik Sebagai Pemoderating Hubungan Pengetahuan Dewan Tentang
Anggaran Dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD), Simposium Nasional
akuntansi, Makasar.
Dewing, Ian P & Russel Peter. O., 2002, UK Fund Managers, Audit
Regulation And The New Accountancy Foundation: Towards A
Narrowing Of The Audit Expectation Gap? Managerial Auditing
Journal, p. 537-545.
Dixon, R., Woodhead, A.D., & Sohlima M., 2006, An Investigation of The
Expectation Gap in Egypt, Managerial Auditing Journal, Vol 21 No.3.
Epstein, M., & M, Geiger., January 1994, Investor Views of Audit
assurance: Recent Evidence of The Expectation Gap, The Journal of
Accountancy,
p. 60-66.
Fadzly, Mohamed Nazri, & Ahmad, Zauwiyah, 2004, Audit Expectation Gap
The Case of Malaysia, Managerial Auditing Journal, Vol 19 No.7,
Frank, Kimberly E., Lowe, D. Jordan, & Smith, James K., 2001, The
Expectation Gap: Perpectual Differences Betwen Auditors, Jurors, and
Students, Managerial Auditing Journal, March, 145-149.
Government Accounting Office, 1999, Government Accounting Standards,
Washington D.C: United States, GAO.
Gramling, A.A., Schatzberg & W. Wallace., 1996, The Role of
Undergraduate Auditing Coursework in Reducing the Expectation
Gap, Accounting Education, p.131-161.
Hair, J.F., Black, William C. Babin, Barry J. Anderson, Rolph E. Tatham, & Ronald L. 2006.
“Multivariate Data Analysis” 6th ed. Upper Saddle River, Prentice Hall International,
Inc.
Halim, Abdul, November, 2003, Auditing (Dasar-Dasar Audit Laporan
Keuangan), Jilid 1, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Hojskov Leif, 1998, The Expectation Gap Between Users’ and Auditors’
Materiality Judgements in Denmark, Accounting., Auditing and
Accountability Journal, Japan.
Humprey, C., & S. Turley., 1993, The Audit Expectations Gap in Britain: An
Empirical Investigation, Accounting Business Research, Vol 23, p 395411.
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik, Januari 2001,
Standar Profesional Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta.

Indriani, Rini. 2002. Pengaruh Pengetahuan dan Rules, Procedures, and Policies (RPPs)
terhadap Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Pengawasan
Keuangan Daerah (Studi Kasus pada DPRD Kabupaten/Kota Se-Propinsi Bengkulu).
Tesis Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan.
Jogiyanto, 2004, Metodologi Penelitian Bisnis
Pengalaman-Pengalaman, BPFE, Yogyakarta.

Salah

Kaprah

dan

Jones & Bates, 1990, Public Sector Auditing: Practical Techniques For An
Integrated Approach, Chapman and Hall, London.
Jones, R., Pandlebury, M, 1984, Public Sector Accounting, Prentice Hall, UK.
Kell, Walter.G & William, 1992, Modern Auditing 5th ed. John Wiley and
Sons Inc, New York.
Koh, Hian Chye, & Woo, E. Sah, March 1998, The Expectation Gap in
Auditing, Managerial Auditing Journal, 147-154.
Komite Standar Akuntansi pemerintah Pusat dan Daerah, 2003, Draft
Publikasian Standar Akuntansi Pemerintahan: Kerangka Konseptual,
Jakarta.
Lin Z., Jun & Feng Chen, 2004, An Empirical Study of The Audit
‘Expectation Gap’ In the People’s Republic of China, International
Journal of Auditing, Vol 8, p. 93-115.
Lowe, D Jordan, 1994, The Expectation Gap In The Legal System :
Perception Differences between Auditors and Judges, Journal of
Applied Business Research, Vol. 10, No. 3, pp. 39-45, Laramie.
Lowe J., & K. Pany., August 1993, Expectation of The Audit Function, The
CPA Journal, p. 58-59.
Mahmudi, Januari 2007, Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(Panduan Bagi Eksekutif, DPRD, Dan Masyarakat Dalam Pengambilan
Keputusan Ekonomi, Sosial Dan Politik), UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Malan, R.M., Fountain Jr. J.R., Arrowsmith, D.S., & Lockridge II, R.L.,1984,
Performance Auditing in Local Government, Government Finance
OfficerAssociation, Chicago Illinois.
Mardiasmo, 2005, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Mulyadi & Kanaka Puradiredja, 1998, Auditing, Edisi Kelima, Salemba
Empat, Jakarta.
Monroe, G.S., Woodlift, D., 1993, The Effect of Education on The Audit
Expectation Gap, Accounting and Finance, pp.61-78.

Nugroho, Krisnanto Adi, 2004, Analisa Atas Expectation Gap Pada Profesi
Pengauditan Pemerintah, Tesis, Universitas Gadjah Mada.
Nunally, 1967, Psychometric Methods, McGraw-Hill, New York.
Ojo, Marianne, February 2006, Eliminating the Audit Expectations Gap:
Myth or Reality?, MPRA Paper, No. 32
Pemerintah Republik Indonesia, 2006, UU no 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia, 2006, UU no 15 Tahun 2006 tentang BPK,
Jakarta.
Porter, Brenda, 1993, An Empirical Study of The Audit ExpectationPerformance Gap,Accounting and Business Research, Vol. 24, No. 93,
p.49, London.
Pramono, Agus., H., Pengawasan Legislatif terhadap eksekutif dalam
Penyelenggaraan pemerintah daerah, Tesis S-2 tidak dipublikasikan,
Program pasca sarja Imu Adminstrasi Negara. Universitas Brawijaya
Ricchiute, 1989, Auditing and Assurance Services, Sixth Edition, SouthWestern College Publishing.
Ryon, R.P., & A. Haber, 1982, Bussines Statistic, Richard D Irwin Inc,
Home-Wood, Illinois, p. 176
Sandra, Ria., & Alimbudiono, 2004, Kesiapan Sumber Daya Manusia Sub
bagian Akuntansi Pemerintah Daerah “XYZ” dan Kaitannya dengan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kepada Masyarakat, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 5, No. 02.
Sekaran, Uma, 2003, Research Method for Business. John Wiley & Sons.
Inc, New York.
Shaikh, Junaid M., Talha, Mohammad, 2003, Credibility and Expectation
Gap in Reporting on Uncertainties, Managerial Auditing Journal, June,
517-529.
Sopanah, 2003, Pengaruh partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik
terhadap Hubungan antara Pengetahuan Dewan tentang Anggaran dengan
Pengawasan Keuangan Daerah, Tesis Pascasarjana UGM, Tidak Dipublikasikan.
Sidani, Yusuf Munir, 2007, The Audit Expectation Gap: Evidence From
Lebanon, Managerial Auditing Journal, Vol 22 No. 3, pp. 288-302.
Singarimbun, Masri & Sofian Effendi, 1982, Metode Penelitian Survey,
LP3E,. Jakarta.

Tomczyk, S., October 1993, Book Reviews: Christopher Humprey, Peter
Moizar And Stuart Turley, The Audit Expectation Gap In The United
Kingdom, Accounting Review, p. 962-963.
Werimon, Simson., Imam Ghozali, & Mohamad Nazir, 2007, Pengaruh
Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan
Antara Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan
Daerah (APBD), Simposium Nasional Akuntansi, Makasar.
Wolf, Fran M., Tackett, James A., & Claypool, Gregory A., Sept 1999, Audit
Distater Futures: Antidotes For The Expectation Gap?, Managerial
Auditing Journal, 468-478.
Yeni, Nini Syofri, 2000, Persepsi Mahasiswa, Auditor Dan Pemakai Laporan
Keuangan Terhadap Peran Dan Tanggungjawab Auditor: Studi Empiris
Mengenai Expectation Gap, Tesis, Universitas Gadjah Mada.
Yuliati, Retno., Jaka Winarna & Doddy Setiawan, 2007, Expectation Gap
antara Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah dan Auditor
Pemerintah, Simposium Nasional Akuntansi, Makasar.