ANALISIS AUDIT EXPECTATION GAP PADA PEMERINTAH DAERAH (STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN SRAGEN)
commit to user
ANALISIS
AUDIT EXPECTATION GAP
PADA PEMERINTAH
DAERAH
(STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN SRAGEN)
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
DIAH ANANTA SETYORINI
NIM: S4307058
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
ii
ANALISIS AUDIT EXPECTATION GAP PADA PEMERINTAH DAERAH
(STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN SRAGEN)
Disusun Oleh :
DIAH ANANTA SETYORINI NIM: S 4307058
Telah disetujui Pembimbing Pada tanggal, 2010
Pembimbing I
Prof. Dr. Rachmawati, M.Si., Ak. NIP. 19680401 199303 2 001
Pembimbing II
Agus Widodo, S.E., M.Si., Ak. NIP. 19730825 200012 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002
(3)
commit to user
iii
ANALISIS AUDIT EXPECTATION GAP PADA PEMERINTAH DAERAH
(STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN SRAGEN)
Disusun Oleh :
DIAH ANANTA SETYORINI NIM: S 4307058
Telah disetujui Tim Penguji Pada tanggal, 2010
Ketua : Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak.
( )
Sekretaris : Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak.
( )
Anggota : Prof. Dr. Rachmawati, M.Si., Ak.
( )
Anggota : Agus Widodo, S.E., M.Si., Ak.
( )
Mengetahui,
Direktur PPs UNS
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Diah Ananta Setyorini
NIM : S 4307058
Program Studi : Magister Akuntansi
Konsentrasi : Akuntansi Sektor Publik
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Analisis Audit
Expectation Gap Pada Pemerintah Daerah (Studi Empiris Di Kabupaten Sragen)”
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis
ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar saya
atas tesis tersebut.
Surakarta, 2010 Yang Menyatakan,
(5)
commit to user
v
“Dan, cukuplah Rabb-mu
menjadi Pemberi
Petunjuk dan
Penolong”
(QS. Al-Furqan: 31)
“Dan, Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui...Dan adalah karunia Allah itu sangat besar”
(6)
commit to user
vi
K ar ya ilm iah ini ku dedikasikan untuk M agister Akuntansi Fakultas Ekonom i U niver sitas Sebelas
(7)
commit to user
vii
ter cinta, keluar gaku, dan tem an-tem anku yang selalu m em bantuku di saat aku m em butuhkan...
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Audit
Expectation Gap pada Pemerintah Daerah (Studi Empiris di Kabupaten Sragen)”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Magister pada program Magister Akuntansi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan memberikan bantuan kepada peneliti berupa Beasiswa Unggulan Diknas dalam menyelesaikan studi di Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2. Bapak Dr. Bandi, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Magiter Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
3. Ibu Prof. Dr. Rachmawati, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Agus Widodo, S.E., M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing II, atas segala informasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini, 4. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. dan Bapak Drs. Djoko
Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph. D., Ak. selaku dosen penguji,
5. Kepala Sekretariat Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah serta seluruh pegawainya yang telah bersedia memberikan fasilitas dalam menyebarkan kuesioner penelitian ini dan auditor BPK atas kesediaannya memberikan waktu luang sebagai responden dalam Tesis ini, 6. Sekretaris DPRD Kabupaten Sragen serta seluruh pegawainya yang telah bersedia memberikan fasilitas dalam menyebarkan kuesioner penelitian ini
(8)
commit to user
viii
dan anggota DPRD Kabupaten Sragen atas kesediaannya memberikan waktu luang sebagai responden dalam Tesis ini,
7. Kepala DPPKAD Kabupaten Sragen serta seluruh pegawainya yang telah bersedia memberikan fasilitas serta atas kesediaannya memberikan waktu luang sebagai responden dalam Tesis ini,
8. Kepala DP2D Kabupaten Sragen serta seluruh pegawainya yang telah bersedia memberikan fasilitas/data dan masyarakat pembayar pajak daerah Kabupaten Sragen atas kesediaannya memberikan waktu luang sebagai responden dalam Tesis ini,
9. Pimpinan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sragen dan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sragen yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi,
10.Orang tuaku, suamiku, Aira anakku dan seluruh keluarga atas bantuan do’a dan pengertiannya,
11.Bapak Cuk Sugiyarso dan Mbak Rusliyawati yang telah mengijinkan penulis dalam menggunakan kuesioner penelitiannya,
12.Seluruh teman-teman MAKSI angkatan IV dan admisi atas kebersamaan yang terjalin selama ini, serta semua pihak yang membantu atas terselesaikannya Tesis ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat di dalam Tesis ini yang memerlukan saran dan kritik sebagai masukan bagi perbaikan penelitian di masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat bagi Auditor BPK dan pengguna laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Terima kasih.
Surakarta, 2010
(9)
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN...ii
HALAMAN PERNYATAAN...iv
PRAKATA...vii
DAFTAR ISI...ix
DAFTAR TABEL...xi
DAFTAR GAMBAR...xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
ABSTRAKSI...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Perumusan Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Manfaat Penelitian ...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka...9
1. Audit Sektor Publik...9
2. Auditor Pemerintah...11
3. Audit Expectation Gap...13
4. Peran Auditor ...21
5. Independensi Auditor...25
6. Pengetahuan Audit ...29
B. Kerangka Pemikiran...32
C. Pengembangan Hipotesis ...32
BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Teknik Penentuan Sampel ...35
B. Teknik Pengumpulan Data...37
C. Variabel Penelitian...38
D. Analisis Data...41
1. Uji Validitas ...41
2. Uji Reliabilitas ...41
3. Uji Asumsi ...42
(10)
commit to user
x
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data...45
1. Deskripsi Responden ...45
2. Distribusi Tanggapan Responden ...54
B. Analisis Data...55
1. Pengujian Instrumen ...55
a. Uji Validitas ...55
b. Uji Reliabilitas ...57
c. Uji Asumsi ...58
2. Pengujian Hipotesis ...61
a. Pengujian Hipotesis 1 ...61
b. Pengujian Hipotesis 2 ...65
c. Pengujian Hipotesis 3 ...68
C. Pembahasan...74
BAB V PENUTUP A. Simpulan ...88
B. Keterbatasan...89
C. Saran ...89
D. Implikasi...90
DAFTAR PUSTAKA...91
(11)
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Definisi Independensi Auditor...28
Tabel 2. Tingkat Pengembalian Kuesioner ...45
Tabel 3. Deskripsi Masa Kerja Responden...46
Tabel 4. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden ...47
Tabel 5. Deskripsi Latar Belakang Pendidikan Responden...48
Tabel 6. Deskripsi Pengalaman Kerja di Bidang Akuntansi...49
Tabel 7. Deskripsi Pengalaman Kerja di Bidang Auditing...50
Tabel 8. Deskripsi Frekuensi Menggunakan/Membaca Laporan Hasil Audit.51 Tabel 9. Deskripsi Terminologi Salah Saji Material...52
Tabel 10. Deskripsi Terminologi Wajar Tanpa Pengecualian ...52
Tabel 11. Deskripsi Terminologi Menyajikan Secara Wajar Dalam Semua Hal Yang Material...53
Tabel 12. Statistik Deskriptif ...54
Tabel 13. Hasil Uji Validitas...56
Tabel 14. Hasil Uji Reliabilitas...58
Tabel 15. Hasil Uji Normalitas ...59
Tabel 16. Hasil Uji Homogenitas...60
Tabel 17. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk Variabel Peran Auditor ...61
Tabel 18. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) untuk Variabel Peran Auditor ...63
Tabel 19. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk Variabel Independensi Auditor...66
Tabel 20. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) untuk Variabel Independensi Auditor...67
Tabel 21. Hasil Kruskal-Wallis Test (Mean Rank) untuk Variabel Pengetahuan Audit ...69
Tabel 22. Hasil Kruskal-Wallis Test (Asymptotic Significance) untuk Variabel Pengetahuan Audit ...56
(12)
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
(13)
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pengantar Kuesioner ...95
Lampiran 2. Kuisioner...99
Lampiran 3. Tabulasi Data Penelitian (Responden Auditor BPK)...104
Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian (Responden Anggota DPRD) ...105
Lampiran 5. Tabulasi Data Penelitian (Responden Pegawai DPPKAD) ...106
Lampiran 6. Tabulasi Data Penelitian (Responden Masyarakat Pembayar Pajak Daerah)...107
Lampiran 7. Statistik Deskriptif ...108
Lampiran 8. Validitas Peran Auditor...109
Lampiran 9. Validitas Independensi Auditor ...110
Lampiran 10. Validitas Pengetahuan Audit...111
Lampiran 11. Reliabilitas Peran Auditor...112
Lampiran 12. Reliabilitas Independensi Auditor...114
Lampiran 13. Reliabilitas Pengetahuan Audit...116
Lampiran 14. Normalitas Peran Auditor, Independensi Auditor, dan Pengetahuan Audit ...118
Lampiran 15. Homogenitas Peran Auditor...119
Lampiran 16. Homogenitas Independensi Auditor ...120
Lampiran 17. Homogenitas Pengetahuan Audit...121
Lampiran 18 Kruskal-Wallis Test (Peran Auditor) ...122
Lampiran 19 Kruskal-Wallis Test (Independensi Auditor) ...125
(14)
commit to user
(15)
commit to user ABSTRAKSI
ANALISIS AUDIT EXPECTATION GAP PADA PEMERINTAH DAERAH
(STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN SRAGEN) DIAH ANANTA SETYORINI
NIM. S.4307058
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai audit expectation gap di antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah mengenai peran auditor, independensi auditor, dan pengetahuan audit. Hipotesis penelitian adalah (1) terdapat audit
expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan
pemerintah dilihat dari sisi peran auditor, (2) terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi independensi auditor, dan (3) terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi pengetahuan audit.
Penelitian ini menggunakan sampel dari 120 responden yang terdiri atas 30 auditor pemerintah (BPK), 30 anggota DPRD, 30 pegawai Dinas Pendapatan,
Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Sragen, dan 30 masyarakat pembayar pajak daerah. Pengumpulan data menggunakan
purposive sampling. Data penelitian secara statistik dianalisa dengan
menggunakan SPPS versi 12.00. Analisis data dilakukan untuk validitas data, reabilitas data, normalitas data, homogenitas data, dan hipotesis. Hasil pengujian normalitas data mengindikasikan bahwa data tidak terdistribusi secara normal sehingga pengujian hipotesis dengan Kruskal-Wallis Test dapat dilakukan. Hasil Penelitian adalah: (1) terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi peran auditor, (2) terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi independensi auditor, dan (3) terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi pengetahuan audit. Penelitian ini memperlihatkan eksistensi audit expectation gap pada sektor publik.
Kata kunci : audit expectation gap, peran auditor, independensi auditor, pengetahuan audit, auditor pemerintah (BPK), pengguna laporan keuangan pemerintah daerah, Kabupaten Sragen
(16)
commit to user ABSTRACT
ANALYSIS AUDIT EXPECTATIONGAP ON LOCAL GOVERNMENT
(EMPIRICAL STUDY IN SRAGEN REGENCY) DIAH ANANTA SETYORINI
NIM. S.4307058
The objectives of this research are to find out the empirical evidences related to audit expectation gap between governmental auditor (BPK) and the user of local government financial statement about the role of auditor, independence of auditor, and knowledge of audit. Hypothesiss of the research are (1) there is audit expectation gap between governmental auditor (BPK) and the user of local government financial statement from side of the role of auditor; (2) there is audit expectation gap between governmental auditor (BPK) and the user of local
government financial statement from side of independence of auditor; and (3) there is audit expectation gap between governmentalal auditor (BPK) and the
user of local government financial statement from side of knowledge of audit.
This research uses samples from 120 respondents that consist of 30 governmental auditors (BPK), 30 parliament members, 30 staffs of Resource
Agency, Financial Managing, and Region Assets of Sragen Regency and 30 society payers of region lease. The data collection utilizes purposive sampling.
The statistical research data are analyzed with SPPS 12.00. The analysis of the data is conducted for the validity of data, realibility of data, normality of data, homogeneity of data, and hypothesis. From the assessment of the normality of the data indicate that the data are not normally distributed so the hypothesis assessment by applying Kruskal-Wallis Test can be conducted.
The research results are: that (1) there is audit expectation gap between governmental auditor (BPK) and the user of local government financial statement from side of the role of auditor; (2) there is audit expectation gap between governmental auditor (BPK) and the user of local government financial statement from side of independence of auditor; and (3) there is audit expectation gap between governmental auditor (BPK) and the user of local government financial statement from side of knowledge of audit. This research shows the existence of audit expectation gap in public sector.
Keywords : audit expectation gap, the role of auditor, independence of auditor, knowledge of audit, governmental auditor (BPK), the user of local government financial statement, Sragen Regency
(17)
(18)
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan Pemerintah Daerah untuk
menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan laporan yang
terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan
informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja
keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam
membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya
(SAP, 2005).
Laporan keuangan mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan
informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang
dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari
operasi yang berkelanjutan, serta resiko dan ketidakpastian yang terkait.
Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai indikasi
apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran dan
indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan,
termasuk batasan yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan
(19)
commit to user
Laporan keuangan merupakan perwujudan dari pelaksanaan akuntabilitas
publik. Laporan keuangan pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan dari
pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain,
yaitu para pemangku kepentingan yang ada tentang kondisi keuangan pemerintah
daerah. Pemerintah daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan laporan
keuangan pemerintah daerah kepada pemangku kepentingannya. Pemangku
kepentingan yang utama adalah masyarakat dan dewan legislatif daerah (DPRD).
Permasalahan akuntabilitas publik bisa muncul apabila pemerintah daerah tidak
mampu menyajikan informasi mengenai laporan keuangan secara relevan, handal,
sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat sebagai konstituennya
(Mahmudi, 2007).
Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah diandalkan
oleh banyak pihak sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Laporan
keuangan publikasian tersebut harus disajikan secara wajar terbebas dari salah saji
yang material sehingga tidak menyesatkan pembaca dan pengguna laporan
keuangan. Jika laporan keuangan yang dipublikasikan buruk, artinya laporan
tersebut dihasilkan dari sistem akuntansi yang buruk sehingga di dalamnya
mengandung kesalahan yang material dalam penyajian angka, tidak disusun sesuai
dengan standar pelaporan, dan tidak tepat waktu dalam penyampaiannya.
Laporan keuangan yang buruk menyebabkan pengguna laporan keuangan
memperoleh informasi yang salah dan menyesatkan (Mahmudi, 2007).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005
(20)
commit to user
berkewajiban melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah
daerah. Mahmudi (2007) menambahkan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan
keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit
sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat (opini)
atas kewajaran laporan keuangan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan memuat tentang laporan audit yang dihasilkan BPK.
Berdasarkan Undang-undang tersebut BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD
sesuai dengan kewenangannya. BPK juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara
tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Hasil
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah
diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.
Mahmudi (2007) menegaskan bahwa auditor yang melakukan auditing sektor
publik harus memiliki kompetensi, profesionalisme, dan independensi agar audit
yang dihasilkan handal dan dapat dipercaya. Salehi (2009) menyatakan bahwa
independensi merupakan inti dari sistem audit. Wibowo (2009) menambahkan
bahwa independensi auditor merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat
pada profesi auditor dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
menilai mutu jasa audit. Tanpa adanya independensi auditor tidak berarti apa-apa.
(21)
commit to user
Harapan para pemakai laporan keuangan terhadap laporan keuangan auditan
terkadang melebihi apa yang menjadi peran dan tanggung jawab auditor.
Marianne (2006) menyatakan bahwa kemungkinan kurangnya kejelasan antara
pengguna laporan keuangan, masyarakat umum dan auditor sebagai pihak yang
berkaitan dengan definisi yang tepat tentang peran dan definisi audit berkontribusi
terhadap expectation gap. Semakin banyaknya tuntutan masyarakat mengenai
profesionalisme auditor menunjukkan besarnya expectation gap. Han (2002)
menambahkan bahwa expectation gap terjadi ketika ada perbedaan antara apa
yang masyarakat atau pemakai laporan keuangan harapkan dari auditor dan apa
yang sebenarnya dilakukan oleh auditor.
Penelitian mengenai expectation gap telah banyak dilakukan di sektor privat,
sedangkan di sektor publik masih sangat kurang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yuliati et al. (2007) yang menyatakan bahwa penelitian mengenai keberadaan
expectation gap di sektor swasta telah banyak dilakukan, namun penelitian
mengenai keberadaan expectation gap di sektor publik khususnya di Indonesia
masih jarang dilakukan. Penelitian tentang audit expectation gap telah dilakukan
sebelumnya oleh Rusliyawati dan Halim (2008) dan Sugiyarso (2009).
Hasil penelitian Rusliyawati dan Halim (2008) dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan pengguna laporan
keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan masyarakat dari
sisi pelaporan, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor, pendapat
wajar dan audit kinerja. Perbedaan persepsi tersebut menimbulkan expectation
(22)
commit to user
Penelitian Sugiyarso (2009) menemukan bahwa terdapat audit expectation gap
antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan pemerintah (anggota DPRD,
pemeriksa Bawasda/Inspektorat, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat),
terdapat audit expectation gap antar pengguna laporan keuangan pemerintah dan
tidak terdapat audit expectationgap antar pengguna laporan keuangan pemerintah
daerah satu dengan lainnya. Penelitian Sugiyarso (2009) menggunakan sampel
dari populasi penelitian di Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten
Temanggung dan Kabupaten Wonosobo yang dikelompokkan sebagai berikut:
1. auditor BPK pada Perwakilan BPK-RI di Yogyakarta;
2. kelompok pengguna laporan keuangan sektor publik (anggota DPRD,
pemeriksa Bawasda/Inspektorat, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini
berbeda dengan penelitian Rusliyawati dan Halim (2008). Penelitian ini mencari
bukti empiris mengenai audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK)
dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi peran auditor,
independensi auditor dan pengetahuan audit, sedangkan penelitian Rusliyawati
dan Halim (2008) mencari bukti empiris mengenai audit expectation gap antara
auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari
sisi pelaporan, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor,
materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Sugiyarso (2009). Penelitian ini
mencari bukti empiris mengenai audit expectation gap antara auditor pemerintah
(23)
commit to user
independensi auditor dan pengetahuan audit, sementara penelitian
Sugiyarso (2009) mencari bukti empiris mengenai audit expectation gap antara
auditor dan pengguna laporan keuangan dilihat dari sisi peran auditor dan
pengetahuan audit. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sragen dan
menggunakan sampel dari populasi penelitian yang dikelompokkan sebagai
berikut:
1. auditor pemerintah (BPK) pada Perwakilan BPK-RI di Provinsi Jawa Tengah;
2. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu anggota DPRD;
3. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu pemerintah daerah yang
diwakili pegawai di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
Daerah (DPPKAD);
4. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu masyarakat pembayar pajak
daerah.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini mencoba mencari
bukti secara empiris mengenai audit expectation gap antara auditor pemerintah
(BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan
(24)
commit to user
2. Apakah terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan
pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi independensi auditor?
3. Apakah terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan
pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi pengetahuan audit?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai persepsi auditor
pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah
mengenai peran auditor.
2. Untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai persepsi auditor
pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah
mengenai independensi auditor.
3. Untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai persepsi auditor
pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah
mengenai pengetahuan audit.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat, sebagai
(25)
commit to user
1. Memberikan gambaran kepada auditor pemerintah (BPK) sehingga dapat
mengembangkan usaha-usaha untuk mengeliminasi adanya audit expectation
gap dan meningkatkan fungsi pengauditan pada pemerintah daerah.
2. Memberikan gambaran kepada anggota DPRD sehingga dapat
mengembangkan pemahamannya mengenai peran auditor, independensi
auditor dan pengetahuan audit serta meningkatkan fungsi pengawasan.
3. Memberikan gambaran kepada masyarakat pembayar pajak daerah sehingga
dapat mengembangkan pemahamannya mengenai peran auditor, independensi
auditor dan pengetahuan audit serta meningkatkan fungsi pengawasan.
4. Diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya serta bermanfaat
(26)
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Audit Sektor Publik
Mulyadi dan Puradireja (1998) menyatakan bahwa auditing adalah suatu
proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan
tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan. Auditing merupakan suatu proses
sistematik, yang berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis,
bererangka dan terorganisasi. Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan langkah
yang direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan. Proses sistematik ditujukan
untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu
atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka
terhadap bukti-bukti tersebut. Bastian (2007) menambahkan bahwa secara umum
pemeriksaan atau auditing merupakan proses investigasi independen terhadap
beberapa aktivitas khusus.
Auditing merupakan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi.
Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses
(27)
commit to user
laporan keuangan. Proses pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi
terhadap hasil pengumpulan bukti dalam proses auditing dimaksudkan untuk
menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
(Mulyadi dan Puradireja, 1998).
Mulyadi dan Puradireja (1998) menyatakan bahwa kriteria atau standar yang
dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan dapat berupa:
a. peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif;
b. anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen;
c. prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted accounting principles).
Umumnya, auditor yang bekerja di instansi pajak, di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
menggunakan kriteria undang-undang (merupakan produk badan legislatif
negara), prinsip akuntansi berterima umum, atau peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan audit atas laporan
pertanggungjawaban keuangan instansi pemerintah.
Mulyadi dan Puradireja (1998) menyatakan bahwa penyampaian hasil auditing
sering disebut dengan atestasi. Penyampaian hasil auditing dilakukan secara
tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report). Atestasi dalam bentuk laporan
tertulis ini dapat menaikkan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai
informasi keuangan atas asersi yang dibuat oleh pihak yang diaudit. Pemakai
informasi keuangan di sektor publik menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah
(28)
commit to user
yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan pinjaman,
pemerintah.
Mahmudi (2007) menambahkan bahwa pemakai informasi keuangan di sektor
publik adalah masyarakat pembayar pajak daerah, pemberi dana bantuan (donor),
investor, masyarakat pengguna jasa pelayanan publik yang disediakan pemerintah
daerah, karyawan/pegawai pemerintah daerah, penyedia barang dan jasa (pelaku
bisnis di daerah), DPRD, masyarakat pemilih, badan pengawas dan advokasi,
lembaga perating (rating agencies), analis ekonomi dan keuangan, pemerintah
pusat, pemerintah daerah lain, lembaga-lembaga internasional, dan manajemen.
Bastian (2007) menyatakan bahwa audit sektor publik berbeda dengan audit
pada sektor bisnis atau swasta. Audit sektor publik dilakukan pada organisasi
pemerintahan yang bersifat nirlaba, seperti sektor pemerintahan daerah, BUMN,
BUMD dan instansi lain yang berkaitan dengan pengelolaan aktiva/kekayaan
negara. Audit sektor publik dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Audit Keuangan
(Financial), Audit Kinerja (Audit Performance) dan Audit Investigasi (Special
Audit).
2. Auditor Pemerintah
Yuliati et al. (2007) menyatakan bahwa auditor adalah orang atau lembaga
yang melakukan audit. Auditor sektor publik, selanjutnya dibatasi auditor
pemerintah, adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan negara
(29)
commit to user
auditor pemerintah dipekerjakan oleh negara dan secara umum dapat dianggap
sebagai bagian dari kategori yang lebih luas dari auditor internal.
Mahmudi (2007) menyatakan bahwa auditor memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi audit (pemeriksaan) dan fungsi atestasi (pemberian pendapat/opini).
Fungsi audit bisa dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal, tetapi fungsi
atestasi hanya dapat dilakukan oleh auditor eksternal yang independen.
Rondo (2006) menambahkan bahwa auditor eksternal/auditor independen adalah:
a. auditor yang secara struktural tidak berada di bawah dan tidak bertanggung
jawab langsung kepada manajemen,
b. pihak luar yang berfungsi menilai kinerja manajemen,
c. dalam bidang pemerintahan, auditor eksternal memberikan penilaian atas
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pemerintah.
Hasil pemeriksaan auditor eksternal disertai opini untuk meningkatkan
akuntabilitas keuangan pemerintah daerah dan dinyatakan terbuka untuk umum
dimana hasil pemeriksaan dipertanggungjawabkan kepada DPR, DPD, DPRD dan
masyarakat.
Rondo (2006) menyatakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 Pasal 23 E, G
memberikan kewenangan kepada eksternal auditor seperti Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan pemeriksaan
terhadap pengelolaan keuangan negara/daerah. BPK adalah badan pemeriksa
eksternal pemerintah yang mempunyai fungsi utama memeriksa pengelolaan dan
(30)
commit to user
perundang-undangan yang mengatur bagaimana pemerintah harus mengelola dan
mempertanggungjawabkan keuangan negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan menjelaskan bahwa BPK merupakan lembaga negara yang
bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
3. Audit Expectation Gap
Salehi et al. (2009) menyatakan bahwa audit pada dasarnya mempercayai tugas
pelaporan yang sebenarnya dalam laporan keuangan dan kebenarannya adalah
harapan pengguna informasi akuntansi. Bagaimanapun, auditor tidak mungkin
membuktikan kebenaran dan kebenaran ini mungkin menyentuh sedikit dari
harapan pengguna. Defisit dalam efektivitas audit ini secara luas disebut sebagai
audit expectation gap. Sebagian besar pengguna laporan keuangan
mempertimbangkan laporan auditor menjadi bukti yang sempurna. Maka harapan
dari pengguna laporan keuangan terhadap auditor melebihi dari apa yang
seharusnya mereka lakukan. Expectation gap terjadi ketika ada perbedaan di
antara apa yang diharapkan publik dari auditor dan apa auditor mampu
memberikannya.
Salehi dan Rostami (2009) menambahkan bahwa banyak pemakai laporan
(31)
commit to user
konteks opini tidak memenuhi syarat. Beberapa pemakai laporan keuangan
percaya bahwa opini tidak memenuhi syarat berarti bahwa entitas mempunyai
laporan keuangan yang dibuat dengan bukti atas kesalahan atau kegagalan.
Beberapa pemakai laporan keuangan menyatakan bahwa auditor semestinya tidak
hanya menyediakan suatu opini audit, tetapi juga menginterpretasikan laporan
keuangan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk mengambil
keputusan.
Pemakai laporan keuangan mengharapkan auditor untuk melaksanakan
beberapa dari prosedur audit sementara melakukan fungsi atestasi seperti
menyusup ke dalam skandal entitas, melakukan pengawasan manajemen dan
mendeteksi tindakan ilegal atau fraud pada bagian manajemen. Itu adalah
harapan yang tinggi pada pihak pemakai laporan keuangan yang menciptakan
suatu gap antara auditor dan pemakai laporan keuangan. Para pemakai laporan
keuangan juga menempatkan tanggung jawab untuk membatasi gap pada auditor
dan pihak lainnya melibatkan dalam menyiapkan dan mempresentasikan laporan
keuangan (Salehi dan Rostami, 2009).
Berbagai studi telah menetapkan keberadaan audit expectation gap. Istilah
expectation gap biasanya digunakan untuk mendeskripsikan situasi dimana
terdapat perbedaan dalam harapan yang muncul di antara suatu kelompok dengan
keahlian tertentu dengan suatu kelompok yang mana percaya terhadap
keahliannya. Persepsi publik dari suatu tanggung jawab auditor berbeda dengan
profesinya dan perbedaan ini dikenal sebagai expectation gap (Salehi dan
(32)
commit to user
Salehi et al. (2009) menyatakan bahwa salah satu dari diskusi pertama
mengenai expectation gap pada laporan keuangan dilakukan oleh Liggio pada
tahun 1974. Profesi akuntan telah dikritik kualitas kinerja profesionalnya sejak
akhir tahun 1960. Kritik tersebut dilakukan dengan alasan adanya kesediaan yang
lebih besar untuk memegang akuntabilitas lainnya khususnya profesionalitas
untuk mengetahui kelakuan yang tidak benar dan expectation gap sebagai faktor
dari tingkatan kinerja yang diharapkan oleh akuntan independen dan pemakai
laporan keuangan. Perbedaan di antara tingkatan kinerja yang diharapkan adalah
expectation gap.
Salehi et al. (2009) menambahkan bahwa definisi expectation gap yang telah
didiskusikan Liggio pada tahun 1974 diperluas di dalam Komisi Cohen pada
tahun 1978. Komisi Cohen mempertimbangkan apakah suatu gap mungkin
muncul di antara apa yang masyarakat harapkan atau butuhkan dan apakah auditor
dapat dan pasti bijaksana dalam merealisasikannya. Mereka tidak
mempertimbangkan adanya kinerja di bawah standar. Hal tersebut merupakan
pendapat bahwa gap yang memberikan permulaan untuk memberikan kritikan
auditor bahwa di antara apa yang masyarakat harapkan dan apakah mereka
mendapatkannya dari mereka. Oleh karena itu selanjutnya gap lebih baik apabila
diberi judul “audit expectation performance gap” yang didefinisikan sebagai gap
di antara harapan masyarakat dari auditor dan kinerja auditor yang disadari
(33)
commit to user
Salehi et al. (2009) menyatakan bahwa berdasarkan definisi yang telah
dikembangkan Komisi Cohen, diindikasikan bahwa gap mempunyai dua
komponen utama:
a. gap antara apa yang diharapkan masyarakat dari auditor untuk dicapai dan
apakah mereka dapat mengharapkan akan dipenuhi secara layak oleh auditor
(yang ditunjuk gap kebijaksanaan); dan
b. gap antara apa yang masyarakat selayaknya harapkan dari auditor untuk
dipenuhi dan apa yang auditor rasakan untuk dicapai (yang ditunjuk gap
kinerja).
Salehi dan Rostami (2009) menyatakan bahwa komponen-komponen dari audit
expectation gap dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. gap di antara yang layak diharapkan dari auditor dan auditor menampilkan
kewajiban sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang;
b. gap di antara standar kinerja auditor yang diharapkan auditor dan tugas-tugas
yang diharapkan dan dirasa oleh masyarakat.
Hasil penelitian yang dilakukan Best et al. (2001) menemukan adanya
expectation gap yang sangat luas, terutama dalam hubungannya dengan tingkatan
dan jenis tanggung jawab auditor. Expectation gap telah ditemukan terutama
pada isu tanggung jawab auditor untuk pencegahan dan pendeteksian fraud, dan
tanggung jawab auditor untuk memelihara rekaman akuntansi dan melatih
pertimbangan dalam menyeleksi prosedur audit.
Untuk jangkauan yang lebih luas, expectation gap juga ditemukan berkenaan
(34)
commit to user
mana laporan keuangan memberi suatu pandangan yang benar dan adil,
persetujuan auditor dengan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam laporan
keuangan dan kegunaan laporan keuangan yang sudah diaudit dalam monitoring
kinerja entitas (Best et al., 2001).
Yuliati et al. (2007) menyatakan bahwa di Indonesia keberadaan expectation
gap telah diteliti oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian Saifulah (2003) dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa
akuntansi sebelum dan sesudah mendapatkan mata kuliah Auditing terhadap
tanggung jawab relatif auditor dan persiapan laporan keuangan, sedangkan
tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan tidak terdapat perbedaan.
Mahasiswa akuntansi setelah mendapatkan mata kuliah Auditing mendapatkan
keyakinan bahwa laporan keuangan yang diaudit oleh auditor tersebut andal.
Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa sebelum
mendapatkan mata kuliah Auditing dengan mahasiswa setelah mendapatkan mata
kuliah Auditing. Tetapi ada beberapa persamaan persepsi mahasiswa terhadap
tanggung jawab untuk mencegah kecurangan, mendeteksi kecurangan, dan
mendeteksi kecurangan kecil.
Yuliati et al. (2007) menyatakan bahwa Marsono pada tahun 2004 menyelidiki
keberadaan expectation gap antara pemakai laporan keuangan, auditor, dan
mahasiswa akuntansi dalam isu auditor dan proses audit dan kasus-kasus khusus.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada perbedaan persepsi yang signifikan
antara pemakai laporan keuangan, auditor, dan mahasiswa akuntansi terhadap
(35)
kasus-commit to user
kasus khusus, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemakai laporan
keuangan, auditor, dan mahasiswa akuntansi.
Yuliati et al. (2007) menyatakan bahwa dalam sektor publik, keberadaan
expectation gap pernah diteliti oleh Nugroho pada tahun 2004. Penelitian tersebut
dilakukan untuk melihat adanya perbedaan persepsi antara auditor pemerintah
dengan pemakai laporan keuangan auditan pemerintah, antara pemakai laporan
audit sektor swasta dengan pemakai laporan keuangan auditan pemerintah, antara
pemakai laporan keuangan auditan pemerintah di daerah satu dengan daerah yang
lain. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa terdapat perbedaan persepsi
antara auditor pemerintah dengan pemakai laporan keuangan auditan pemerintah
(anggota DPRD), ada perbedaan persepsi antara pemakai laporan keuangan
auditan sektor swasta dengan pemakai laporan keuangan pemerintah, dan tidak
ada perbedaan persepsi antara pemakai laporan keuangan pemerintah di sektor
pemerintahan daerah satu dengan pemakai laporan keuangan pemerintah daerah
lain, hal ini di karenakan tingkat pendidikan anggota DPRD satu daerah dengan
daerah lain relatif sama.
Hasil penelitian Rusliyawati dan Halim (2008) dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan pengguna laporan
keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan masyarakat dari
sisi pelaporan. Hal ini menunjukkan eksistensi audit expectation gap di antara
pengguna laporan keuangan daerah. Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi
antara auditor BPK dan masyarakat. Hasil pengujian hipotesis kedua dapat
(36)
commit to user
pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan
masyarakat dilihat dari akuntabilitas. Perbedaan ini menunjukkan eksistensi audit
expectation gap antara BPK dan pengguna laporan keuangan daerah. Perbedaan
persepsi yang terbesar terjadi antara auditor BPK dan masyarakat.
Hasil pengujian hipotesis 3a dalam penelitian Rusliyawati dan Halim (2008)
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan
pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan
masyarakat dilihat dari independensi. Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi
antara auditor BPK dan masyarakat. Hasil Pengujian hipotesis 3b dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan
pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan
masyarakat dilihat dari kompetensi. Perbedaan ini menunjukkan eksistensi audit
expectation gap di antara pengguna laporan keuangan daerah. Perbedaan persepsi
yang terbesar terjadi antara auditor BPK dan masyarakat.
Hasil Pengujian hipotesis 3e dalam penelitian Rusliyawati dan Halim (2008)
terdapat perbedaan persepsi antara auditor BPK dengan pengguna laporan
keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan masyarakat dari
sisi pendapat wajar. Perbedaan persepsi juga terjadi antara BPK dengan
masyarakat. Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi antara auditor BPK dan
pemerintah daerah. Hasil Pengujian hipotesis 3f terdapat perbedaan persepsi
antara auditor BPK dengan pengguna laporan keuangan daerah yaitu anggota
DPRD, pemerintah daerah dan masyarakat dilihat dari audit kinerja. Perbedaan
(37)
commit to user
eksistensi expectation gap di antara pengguna laporan keuangan daerah.
Perbedaan persepsi yang terbesar terjadi antara auditor BPK dan masyarakat.
Hasil penelitian Yuliati et al. (2007) berdasarkan analisis hipotesis
menggunakan independent sample t-test, dapat diketahui bahwa terdapat
expectation gap antara pemakai laporan keuangan pemerintah dan auditor
pemerintah mengenai peran dan tanggung jawab auditor pemerintah. Auditor
pemerintah mempunyai persepsi yang lebih tinggi terhadap peran dan tanggung
jawabnya dibanding pemakai laporan keuangan pemerintah. Hasil pengujian per
faktornya menunjukkan bahwa:
a. tidak terdapat expectation gap antara pemakai laporan keuangan pemerintah
dan auditor pemerintah mengenai peran dan tanggung jawab auditor
pemerintah pada faktor mendeteksi dan melaporkan kecurangan;
b. tidak terdapat expectation gap antara pemakai laporan keuangan pemerintah
dan auditor pemerintah mengenai peran dan tanggung jawab auditor
pemerintah pada faktor mempertahankan sikap independensi;
c. terdapat expectation gap antara pemakai laporan keuangan pemerintah dan
auditor pemerintah mengenai peran dan tanggung jawab auditor pemerintah
pada faktor mengkomunikasikan hasil audit;
d. terdapat expectation gap antara pemakai laporan keuangan pemerintah dan
auditor pemerintah mengenai peran dan tanggung jawab auditor pemerintah
pada faktor memperbaiki keefektivan audit. Auditor pemerintah mempunyai
persepsi yang lebih baik daripada pemakai laporan keuangan pemerintah
(38)
commit to user
4. Peran Auditor
Auditor mempunyai peran yang sangat strategis dan tanggung jawab yang
sangat penting. Pendapat yang dinyatakan auditor akan berguna bagi pihak
pemakai laporan keuangan hasil auditan untuk membuat keputusan ekonomi
(Yuliati et al., 2007). Auditor berperan untuk meningkatkan kredibilitas
informasi pertanggungjawaban dari pihak manajemen kepada pihak prinsipal dan
stakeholders lainnya (United Nations Development Programme, 2009). Peran
eksternal auditor adalah mendorong peningkatan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah (Rondo, 2006). Tanggung jawab utama dari auditor adalah
untuk memverifikasi apakah laporan keuangan memaparkan pandangan yang
benar dan adil (Salehi et al., 2008).
Salehi et al. (2008) menyatakan bahwa berdasarkan fakta pihak ketiga
menginginkan auditor eksternal dapat menjamin keakuratan dari rekening yang
ditampilkan, maka dalam kondisi ini mereka menginginkan bahwa tujuan dari
audit sebagai berikut:
a. mendeteksi kecurangan,
b. mendeteksi kesalahan teknik,
c. mendeteksi kesalahan yang prinsip.
Pihak ketiga mempunyai persepsi bahwa tanpa mendeteksi kecurangan maka tidak
ada gunanya praktek audit, sedangkan profesi audit mempercayai tanggung
jawabnya terbatas untuk merencanakan audit.
Bisri (2008) menyatakan bahwa auditor BPK berperan dalam upaya
(39)
commit to user
nepotisme kepada penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi
Pemberantasan Korupsi). Pandangan Bawasda atas peran eksternal auditor (BPK)
dalam mendorong akuntabilitas penyelenggaraan keuangan daerah adalah sebagai
berikut:
a. eksternal auditor berperan independen dan satu-satunya lembaga negara
(BPK) sesuai Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 yang berhak memeriksa
dan menilai dengan cara memberikan opini terhadap laporan keuangan
pemerintah daerah sebelum disampaikan kepada DPRD;
b. eksternal auditor membantu pemerintah daerah dalam mengungkapkan
kelemahan-kelemahan manajemen pengelolaan keuangan daerah terhadap
pemeriksaan belanja setiap tahun termasuk mengungkapkan keuangan daerah
serta melanjutkan dengan audit investigasi bila ditemukan unsur-unsur tindak
pidana korupsi.
c. membantu DPRD untuk mengawasi tindak lanjut hasil pemeriksaan melalui
penyampaian setiap laporan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD sesuai
MoU yang telah disepakati (STAR-SDP, 2006).
Ikatan Akuntan Indonesia (2001) dalam Standar Profesional Akuntan
Publik-Standar Auditing Seksi 110 menyatakan bahwa auditor berperan dalam
merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai
tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan
karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun
(40)
commit to user
jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan
bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan
yang tidak material terhadap laporan keuangan.
Ikatan Akuntan Indonesia (2001) dalam Standar Profesional Akuntan
Publik-Standar Auditing Seksi 110 menambahkan bahwa auditor tidak bertanggung
jawab terhadap laporan keuangan, tanggung jawab auditor adalah menyatakan
pendapat atas laporan keuangan. Auditor tidak bertanggung jawab memelihara
pengendalian intern, pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian
intern terbatas pada apa yang diperolehnya melalui audit.
Ikatan Akuntan Indonesia (2001) dalam Standar Profesional Akuntan
Publik-Standar Auditing Seksi 310 menyatakan bahwa auditor dapat membuat
pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern jika diperlukan dan
membuat pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu. Standar Auditing
Seksi 315 menambahkan perlunya permintaan keterangan kepada auditor
pendahulu. Review yang dilakukan oleh auditor pengganti terhadap kertas kerja
auditor pendahulu dapat berpengaruh terhadap sifat, saat, dan luasnya prosedur
auditor pengganti yang berkaitan dengan saldo awal dan konsistensi prinsip
akuntansi.
Ikatan Akuntan Indonesia (2001) dalam Standar Profesional Akuntan
Publik-Standar Auditing Seksi 316 menyatakan bahwa auditor wajib untuk menaksir
secara khusus risiko salah saji sebagai akibat kecurangan dan menyediakan
golongan faktor risiko kecurangan yang harus dipertimbangkan oleh auditor.
(41)
commit to user
untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan. Manajemen harus bertanggung
jawab untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan memuat aturan bahwa BPK wajib menggunakan Standar
Pemeriksaan sebagai patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar
pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan. Dalam menjalankan tugas-tugas
auditnya auditor menggunakan keahliannya dalam pengumpulan bukti-bukti
termasuk dengan judgment. Auditor membuat judgment dalam mengevaluasi
pengendalian intern, menilai risiko audit, merancang dan mengimplementasikan
pemilihan sampel dan menilai serta melaporkan aspek-aspek ketidakpastian.
Auditor secara eksplisit maupun implisit memformulasikan suatu hipotesis terkait
dengan tugas-tugas judgement mereka.
Andryan (2010) menyatakan bahwa secara konstitusional BPK diatur dalam
UUD 1945 Pasal 23 E dan diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Pada Pasal 6 menyatakan bahwa BPK
bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan
Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan
negara. Dalam ketentuan itu, maka peran BPK sangat membantu dalam
menanggulangi kerugian negara akibat pengelolaan keuangan oleh
(42)
commit to user
Andryan (2010) menambahkan bahwa lingkup pemeriksaan yang menjadi
tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara, dan
pemeriksaan atas tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan
tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana yang termaktub
dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pemeriksaan keuangan negara oleh BPK juga dikaitkan oleh objek pemeriksaan
pertanggungjawaban hasil pemeriksaan yang lebih luas dan melebar. BPK juga
diharuskan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR, DPD dan DPRD
sesuai dengan kewenangan masing-masing. Bahkan, dalam hal hasil pemeriksaan
itu mengindikasikan perlunya penyelidikan dan penyidikan diproses secara hukum
oleh lembaga penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK).
5. Independensi Auditor
Mulyadi dan Puradireja (1998) menyatakan bahwa dalam standar umum yang
kedua mengatur sikap mental independen auditor dalam menjalankan tugasnya.
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
Swanger (2001) menyatakan bahwa independensi adalah suatu konsep yang
terabaikan dan kontroversial untuk profesi akuntansi, karena publik tidak
(43)
commit to user
dalam kenyataan), publik bisanya tumbuh dengan mempercayai apa yang terlihat
(penampilan dari independensi) sedangkan fraksi tertentu di dalam profesi
menyatakan bahwa fakta dari independensi dengan apa yang seharusnya terkait,
regulator dan yang lainnya berpegang teguh pada dugaan bahwa penampilan
mempunyai arti.
Salehi (2009) menyatakan bahwa independensi adalah inti dari sistem audit.
Independensi auditor penting karena merupakan bagian kepemilikan dari
manajemen, faktor independen adalah dasar dari profesi akuntansi publik dan
pemeliharaannya tergantung pada kekuatan profesinya. Independensi adalah
dasar keandalan dari laporan auditor. Laporan auditor akan tidak terpercaya,
investor dan kreditor akan memiliki sedikit kenyamanan jika auditor tidak
independen baik secara sikap mental maupun penampilan. Independensi auditor
dipertimbangkan dalam profesi auditing. Independensi dipandang sebagai faktor
yang paling penting di sektor bisnis dalam mempertahankan minat beberapa
pihak.
James (2001) menambahkan bahwa independensi baik secara sikap mental
maupun penampilan bersama-sama dengan kemampuan, integritas, kerahasiaan
dan kepedulian terhadap kewajiban merupakan atribut penting dari auditor
ekstrenal. Independensi dalam kenyataan umumnya menghalangi auditor dari
pembuatan keputusan manajemen. Independensi aktual menyiratkan bahwa
auditor dapat memandang opini yang tidak memihak pada laporan keuangan,
(44)
commit to user
Mulyadi dan Puradireja (1998) menyatakan bahwa sikap mental independen
sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur
audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari
setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam entitas yang
diauditnya. Auditor harus menghindari keadaan-keadaan yang dapat
mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya sehingga di samping
harus benar-benar independen, auditor juga harus menimbulkan persepsi di
kalangan masyarakat bahwa ia benar-benar independen. Sikap mental independen
menurut persepsi masyarakat inilah yang tidak mudah pemerolehannya. Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat aturan mengenai independensi
auditor. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan,
organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern dan organisasi yang dapat
mempengaruhi independensinya.
Salehi (2009) menyatakan bahwa persepsi publik pada independensi auditor
penting karena independensi yang nyata tergantung pada persepsi masyarakat
apakah dapat melemahkan independensi aktual. Auditor eksternal harus berusaha
keras untuk memastikan bahwa kualitas audit dan kinerja auditnya tidak akan
dikompromikan. Rusliyawati dan Halim (2008) menambahkan bahwa
independensi auditor dalam sektor publik berhubungan dengan luasnya area sektor
publik. Integritas auditor harus dilindungi dari pengaruh kelompok pemerintah
(45)
commit to user
Salehi et al.(2009) menyatakan bahwa definisi yang dapat menggambarkan
independensi auditor ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 1
Definisi Independensi Auditor
Nama Pengarang Definisi
De Angelo, 1981 Probabilitas bersyarat dari laporan
pengungkapan
Knapp, 1985 Kemampuan untuk melawan tekanan klien
Magill dan Previts, 1991 Fungsi karakter, dengan sifat kejujuran dan hal yang dapat dipercaya menjadi kunci
AICPA, 1985 Ketiadaan kepentingan yang membentuk resiko
bias yang tidak dapat diterima
FEE, 1995 Independen adalah arti pokok di mana auditor
menunjukkan bahwa ia dapat menyelesaikan tugasnya secara objektif
ISB, 2000 Kebebasan dari tekanan dan faktor lain yang
dikompromikan, kemampuan auditor membuat keputusan audit yang objektif
Sumber : Salehi et al. (2009)
James (2001) menyatakan bahwa ikatan ekonomi dapat menyebabkan auditor
kehilangan independensinya dan kemampuannya untuk membentuk opini yang
tidak memihak. Salehi et al. (2009) menambahkan bahwa independensi auditor
mungkin dipengaruhi oleh kesalahan yang disengaja atau oleh kesalahan yang
tidak disengaja dalam melaporkan informasi. Kesalahan yang disengaja
disebabkan beberapa faktor sebagai berikut:
a. kedekatan dengan klien;
b. ketergantungan pada klien untuk mata pencahariannya;
c. digerakkan oleh keinginan untuk sukses dalam sosial dan ekonominya;
(46)
commit to user
e. hubungan darah atau hubungan pernikahan dengan klien;
f. penerimaan barang atau jasa dari klien secara langsung atau melalui
karyawannya;
g. terikat dengan dewan direktur untuk penunjukkan ulang.
Salehi et al. (2009) menyatakan bahwa kesalahan yang tidak disengaja
disebabkan beberapa faktor sebagai berikut:
a. auditor mungkin bergantung kepada direktur cabang;
b. bergantung pada konfirmasi eksternal sementara membuat opininya pada
akun, misalnya konfirmasi dari debitur, kreditur, pihak bank;
c. bergantung pada manajemen untuk verifikasi dan proses penilaian aset untuk
jangkauan yang lebih luas.
Beattie et al. (1999) mengidentifikasikan empat pokok sebagai penghalang
independence sebagai berikut:
a. ketergantungan ekonomi dari auditor kepada klien;
b. kompetisi pasar audit;
c. pemberian dari jasa non audit;
d. kerangka peraturan.
6. Pengetahuan Audit
Heang dan Ali (2008) menyatakan bahwa pemahaman publik yang kurang
terhadap fungsi audit yang kompleks berpengaruh terhadap eksistensi audit
expectation gap. Pengetahuan audit dari pengguna laporan keuangan diyakini
(47)
commit to user
Gloeck et al. (1993) menyatakan bahwa suatu konsensus dan pemahaman yang
jelas mengenai peran auditor dibutuhkan dalam memahami dan mengevaluasi
persepsi yang bijaksana dari pemakai jasa audit mengenai tanggung jawab dan
fungsi auditor. Koh dan Woo (1998) menambahkan bahwa beberapa studi telah
menemukan bukti yang mendukung kepercayaan bahwa pengetahuan dari
pengguna laporan keuangan mempengaruhi besarnya expectation gap. Oleh
karena itu, beberapa peneliti mendukung pendidikan dalam mempersempit
expectation gap.
Koh dan Woo (1998) menyatakan bahwa Bailey et al. (1983) melakukan studi
di USA dan menemukan pengguna laporan keuangan yang lebih memiliki
pengetahuan menempatkan lebih sedikit tanggung jawab auditor dibandingkan
dengan pengguna laporan keuangan yang kurang memiliki pengetahuan. Studi
Bailey et al. (1983) menyiratkan bahwa gap yang lebih besar muncul di antara
auditor dan pengguna laporan keuangan yang kurang berpengalaman. Koh dan
Woo (1998) menambahkan bahwa penelitian yang dilakukan Epstein dan
Geiger (1994) menemukan bahwa investor yang lebih berpendidikan (dengan
kepedulian terhadap akuntansi, pengetahuan analisis investasi dan keuangan) lebih
sedikit menuntut jasa auditor yang lebih tinggi. Oleh karena itu, mereka
mengusulkan bahwa satu cara untuk mempersempit expectation gap adalah
dengan meningkatkan kesadaran publik dari sifat dasar dan keterbatasan audit.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pengguna laporan
keuangan adalah penting untuk mengkomunikasikan keunggulan dan keterbatasan
(48)
commit to user
audit yang sangat jelas menunjukkan jasa yang masuk akal. Peran dasar dari audit
dalam masyarakat harus dikaji ulang oleh profesi audit dan pengguna laporan
keuangan dan mereka harus setuju untuk menutup gap.
Koh dan Woo (1998) menyatakan bahwa Monroe dan Woodliff (1993) telah
mempelajari pengaruh pendidikan pada pelajar mengenai persepsi dari pesan yang
dikomunikasikan melalui laporan audit di Australia. Penelitian tersebut
menemukan bahwa pendidikan merupakan pendekatan yang efektif untuk
mempersempit expectation gap. Koh dan Woo (1998) menambahkan bahwa hasil
penelitian Monroe dan Woodliff (1994) dapat disimpulkan adanya perbedaan
persepsi di antara pengguna laporan keuangan yang lebih berpengalaman dan
auditor adalah lebih kecil dibandingkan pengguna laporan keuangan yang tidak
berpengalaman dan auditor. Mereka menyarankan pendidikan sebagai sarana
untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dari kelompok pengguna laporan
keuangan supaya mengurangi audit expectation gap. Marianne (2006)
menambahkan bahwa implementasi dari pendidikan audit telah disarankan
sebagai sarana untuk mengurangi expectation gap. Pendidikan audit pasti akan
membantu mengurangi expectation gap tetapi tidak dengan sendirinya cukup
untuk menyelesaikan masalah dari semua komponen expectation gap. Pendidikan
(49)
commit to user B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Penelitian
C. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas disertai dengan beberapa penelitian sebelumnya
maka diperoleh beberapa hipotesis dalam penelitian ini. Auditor dalam
menjalankan perannya berpegang pada standar yang telah ditetapkan dalam
profesi audit. Harapan para pengguna laporan keuangan pemerintah daerah Peran Auditor
Pengetahuan Audit Ada Tidaknya Audit
Expectation Gap
Independensi Auditor Anggota
DPRD
Pegawai DPPKAD
Masyarakat Pembayar Pajak Daerah
(50)
commit to user
terhadap peran auditor terkadang melebihi apa yang menjadi peran dan tanggung
jawab auditor yang telah ditetapkan dalam profesi audit. Semakin besarnya
tuntutan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah mengenai peran auditor
menunjukkan besarnya expectation gap. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Salehi et al. (2009) yang menyatakan bahwa expectation gap terjadi ketika ada
perbedaan di antara apa yang diharapkan publik dari auditor dan apa auditor
mampu memberikannya. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitan ini adalah sebagai berikut.
H1 : Terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi peran auditor
Salehi (2009) menyatakan bahwa independensi adalah inti dari sistem audit.
Independensi auditor penting karena merupakan bagian kepemilikan dari
manajemen, faktor independen adalah dasar dari profesi akuntansi publik dan
pemeliharaannya tergantung pada kekuatan profesinya. Independensi adalah
dasar keandalan dari laporan auditor. Laporan auditor akan tidak terpercaya,
investor dan kreditor akan memiliki sedikit kenyamanan jika auditor tidak
independen baik secara sikap mental maupun penampilan. Semakin besarnya
tuntutan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah mengenai independensi
auditor menunjukkan besarnya expectation gap. Berdasarkan hal tersebut, maka
(51)
commit to user
H2 : Terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi independensi auditor
Selain peran auditor dan independensi auditor maka hal lain yang penting
dalam audit expectation gap adalah pengetahuan audit. Pengetahuan audit dari
pengguna laporan keuangan pemerintah daerah diyakini dapat mempengaruhi
expectation gap antara auditor dan pengguna laporan keuangan pemerintah
daerah. Koh dan Woo (1998) menyatakan bahwa pengetahuan dari pengguna
laporan keuangan mempengaruhi besarnya expectation gap. Berdasarkan hal
tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut.
H3 : Terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi pengetahuan audit
(52)
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Teknik Penentuan Sampel
Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Populasi
penelitian ini dikelompokkan sebagai berikut:
a. auditor pemerintah (BPK), yaitu auditor yang ada pada kantor perwakilan
BPK-RI di Provinsi Jawa Tengah;
b. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu anggota DPRD;
c. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu pemerintah daerah yang
diwakili pegawai pemerintah daerah di Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD);
d. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu masyarakat pembayar pajak
daerah yang diwakili masyarakat pembayar pajak restoran.
Alasan dipilihnya masyarakat pembayar pajak daerah yang diwakili
masyarakat pembayar pajak restoran karena masyarakat pembayar pajak daerah
merupakan salah satu pemangku kepentingan (stakeholder) yang membutuhkan
laporan keuangan pemerintah daerah.
Sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Sekaran (2006) menyatakan bahwa purposive sampling digunakan karena
informasi yang akan diambil berasal dari sumber yang sengaja dipilih berdasarkan
(53)
commit to user
ukuran sampel dipengaruhi oleh tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.
Keputusan pengambilan sampel harus mempertimbangkan desain pengambilan
sampel dan ukuran sampel. Pedoman untuk menentukan ukuran sampel mengacu
pada pendapat Roscoe dalam Sekaran (2006) sebagai berikut:
a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk
kebanyakan penelitian.
b. Di mana sampel dipecah ke dalam sub sampel, ukuran sampel minimum 30
untuk tiap kategori.
Jumlah sampel yang diambil dari masing-masing populasi adalah sebagai
berikut:
a. auditor pemerintah (BPK), yaitu auditor yang ada pada kantor perwakilan
BPK-RI di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 30 sampel;
b. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu anggota DPRD sebanyak
30 sampel;
c. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu pemerintah daerah yang
diwakili pegawai pemerintah daerah di Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) sebanyak 30 sampel;
d. pengguna laporan keuangan sektor publik yaitu masyarakat pembayar pajak
daerah yang diwakili masyarakat pembayar pajak restoran sebanyak
(54)
commit to user
B. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data
yang diperoleh melalui kuesioner yang langsung disebarkan kepada auditor
pemerintah (BPK) yang ada pada kantor perwakilan BPK-RI di Provinsi Jawa
Tengah dan pengguna laporan keuangan pemerintah yang ada di wilayah
Kabupaten Sragen (anggota DPRD, pemerintah daerah yang diwakili pegawai
pemerintah daerah di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, masyarakat
pembayar pajak daerah yang diwakili masyarakat pembayar pajak restoran).
Kuesioner dalam penelitian ini adalah kuesioner yang pernah digunakan
Rusliyawati dan Halim (2008) dan Sugiyarso (2009). Kuesioner mengenai
independensi auditor pernah digunakan Rusliyawati dan Halim (2008) dalam
penelitiannya mengenai penginvestigasian audit expectation gap pada sektor
publik, kuesioner tersebut diadaptasi dari penelitian Chowdhury et al. (2005).
Chowdury et al. (2005) meneliti tentang audit expectation gap sektor publik di
Bangladesh. Kuesioner mengenai peran auditor dan pengetahuan audit pernah
digunakan Sugiyarso (2009) dalam penelitiannya mengenai analisis expectation
gap di sektor publik, kuesioner tersebut diadaptasi dari penelitian
Nugroho (2004).
Penggunaan kembali kuesioner dari penelitian Rusliyawati dan Halim (2008)
dan Sugiyarso (2009) berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
a. Hasil penelitian Rusliyawati dan Halim (2008) dapat disimpulkan bahwa
(55)
commit to user
keuangan daerah yaitu anggota DPRD, pemerintah daerah dan masyarakat dari
sisi pelaporan, akuntabilitas, independensi auditor, kompetensi auditor,
pendapat wajar dan audit kinerja. Perbedaan persepsi tersebut menimbulkan
expectation gap antara auditor dan pengguna laporan keuangan daerah.
Penelitian Sugiyarso (2009) menemukan bahwa terdapat audit expectation gap
antara auditor BPK dan pengguna laporan keuangan pemerintah (anggota
DPRD, pemeriksa Bawasda/Inspektorat, anggota Lembaga Swadaya
Masyarakat), terdapat audit expectation gap antar pengguna laporan keuangan
pemerintah dan tidak terdapat audit expectation gap antar pengguna laporan
keuangan pemerintah daerah satu dengan lainnya.
b. Berdasarkan saran dari penelitian tersebut bahwa perlu dilakukan penelitian di
daerah yang lain sehingga hasilnya dapat digeneralisir dan perlunya
menggunakan sampel yang berbeda dari pengguna laporan keuangan
pemerintah daerah yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kinerja
pemerintah daerah.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah persepsi masing-masing
kelompok responden mengenai pengauditan pada pemerintah daerah. Operasional
variabel mencakup pengukuran variabel yaitu memberikan nilai terhadap persepsi
kelompok responden mengenai pengauditan eksternal pemerintahan.
(56)
commit to user
a. open ended question yang memberikan pernyataan mengenai data identitas
pribadi responden untuk mendukung data demografi;
b. close ended question yang memberikan pernyataan kepada responden
mengenai pengauditan pada pemerintah daerah.
Tiga kelompok pernyataan utama dalam close ended question mengukur
dimensi peran auditor, independensi auditor dan pengetahuan audit, yang diukur
dengan skala likert dari 1 sampai dengan 5 (sangat tidak setuju sampai dengan
sangat setuju). Operasional variabel dijabarkan sebagai berikut:
a. Variabel peran auditor dalam penelitian ini diwakili dengan pernyataan bahwa
auditor eksternal (BPK) bertanggung jawab untuk memberikan jaminan atas
baik buruknya kinerja pemerintah daerah (pernyataan nomor 1), auditor
eksternal (BPK) bertanggung jawab untuk mencegah kecurangan dan
kesalahan pengujian (pernyataan nomor 2), auditor eksternal (BPK)
bertanggung jawab untuk mendeteksi seluruh kecurangan dan kesalahan
pengujian/baik yang material maupun tidak (pernyataan nomor 3), auditor
eksternal (BPK) harus melaporkan seluruh salah saji/baik yang material
maupun tidak yang ditemukan dalam laporan audit (pernyataan nomor 4),
auditor eksternal (BPK) bertanggung jawab terhadap kelemahan dalam
struktur pengendalian pemerintah daerah (pernyataan nomor 5), dan auditor
eksternal (BPK) bertanggung jawab untuk menjaga/mengawasi catatan-catatan
akuntansi pemerintah daerah (pernyataan nomor 6).
b. Variabel independensi auditor dalam penelitian ini diwakili dengan pernyataan
(1)
commit to user
Profesional Akuntan Publik-Standar Auditing Seksi 310 menyatakan bahwa auditor dapat membuat pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern jika diperlukan dan membuat pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu. Pandangan auditor pemerintah (BPK) mengenai pernyataan auditor
eksternal (BPK) harus menyelesaikan penugasan audit dengan
menggunakan/melihat hasil kerja auditor lain dan para ahli berpedoman pada Standar Auditing Seksi 315 yang menegaskan perlunya permintaan keterangan kepada auditor pendahulu. Review yang dilakukan oleh auditor pengganti terhadap kertas kerja auditor pendahulu dapat berpengaruh terhadap sifat, saat, dan luasnya prosedur auditor pengganti yang berkaitan dengan saldo awal dan konsistensi prinsip akuntansi.
Mean rank auditor pemerintah (BPK) pada pernyataan pengguna laporan keuangan auditan pemerintah daerah dapat memiliki keyakinan absolut bahwa laporan tidak mengandung salah saji lebih kecil dibandingkan dengan mean rank
pengguna laporan keuangan pemerintah daerah (Tabel 21). Berdasarkan mean rank pada pernyataan tersebut dapat disimpulkan pendapat auditor pemerintah (BPK) bahwa pengguna laporan keuangan auditan pemerintah daerah tidak dapat memiliki keyakinan absolut bahwa laporan tidak mengandung salah saji, sedangkan pengguna laporan keuangan berpendapat sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan persepsi dalam pengetahuan audit yang dapat menimbulkan audit expectation gap. Pendapat dari auditor BPK berdasarkan pada fakta yang ditegaskan Ikatan Akuntan Indonesia (2001) dalam Standar Profesional Akuntan Publik-Standar Auditing Seksi 110 bahwa auditor berperan
(2)
commit to user
dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terhadap indikator dalam variabel-variabel penelitian terlihat bahwa kurangnya pengetahuan audit dari pengguna laporan keuangan pemerintah daerah menyebabkan eksistensi audit expectation
gap. Kurangnya pengetahuan audit dari pengguna laporan keuangan pemerintah
daerah ditunjukkan pada sedikitnya responden yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi, pengalaman kerja di bidang akuntansi, pengalaman kerja di bidang auditing, frekuensi membaca/menggunakan laporan hasil audit dan kurangnya memahami istilah-istilah dalam audit yang ditunjukkan dalam terminologi umum. Expectation auditor pemerintah (BPK) yang lebih rendah pada variabel peran auditor dan pengetahuan audit disebabkan adanya pengalaman dan pendidikan yang memadai di bidang audit sehingga mereka mempunyai pengetahuan yang memadai. Masyarakat pembayar pajak daerah dan anggota DPRD rata-rata memiliki mean rank yang tertinggi di antara pengguna laporan keuangan pemerintah daerah lainnya. Mean rank yang tinggi disebabkan kurangnya pengetahuan dari masyarakat pembayar pajak daerah dan anggota DPRD yang bisa dilihat dari tingkat pendidikan, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja di bidang akuntansi, pengalaman kerja di bidang auditing,
(3)
commit to user
frekuensi membaca/menggunakan laporan hasil audit, dan kurangnya memahami istilah-istilah dalam audit yang ditunjukkan dalam terminologi umum.
Pentingnya pengetahuan dari pengguna laporan keuangan pemerintah daerah ditegaskan oleh Koh dan Woo (1998) yang menyatakan bahwa pengetahuan dari pengguna laporan keuangan mempengaruhi besarnya audit expectation gap. Pengguna laporan keuangan yang lebih berpengetahuan menempatkan tanggung jawab yang lebih rendah dibandingkan pengguna laporan keuangan yang kurang berpengetahuan, mengindikasikan bahwa gap yang lebih besar muncul di antara auditor dan pengguna laporan keuangan yang kurang berpengalaman.
(4)
commit to user
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Hasil pengujian terhadap hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah, yaitu anggota DPRD, pegawai DPPKAD dan masyarakat pembayar pajak daerah dilihat dari sisi peran auditor.
Hasil pengujian terhadap hipotesis kedua dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah, yaitu anggota DPRD, pegawai DPPKAD dan masyarakat pembayar pajak daerah dilihat dari sisi independensi auditor.
Hasil pengujian terhadap hipotesis ketiga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah, yaitu anggota DPRD, pegawai DPPKAD dan masyarakat pembayar pajak daerah dilihat dari sisi pengetahuan audit.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terhadap indikator dalam variabel-variabel penelitian terlihat bahwa kurangnya pengetahuan audit dari pengguna
(5)
commit to user
laporan keuangan pemerintah daerah menyebabkan eksistensi audit expectation
gap.
B. Keterbatasan
Penelitian ini dilakukan dengan berbagai keterbatasan yang dapat berpengaruh pada hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan metode survei sehingga peneliti tidak bisa mengontrol jawaban responden. Karena bisa saja responden tidak jujur dalam menjawab pernyataan yang diajukan. Ruang lingkup penelitian ini masih terbatas, yaitu hanya di Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Penelitian ini hanya menggunakan responden pengguna laporan keuangan dari kelompok anggota DPRD, pegawai DPPKAD dan masyarakat pembayar pajak daerah, sementara masih banyak pengguna laporan keuangan pemerintah daerah yang bisa digunakan sebagai responden.
C. Saran
Berdasarkan hasil dan keterbatasan penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Saran yang dimaksud adalah perluasan area penelitian sehingga penelitian dapat digeneralisasi di seluruh Indonesia. Jumlah kelompok responden pengguna laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebaiknya ditambah sehingga hasil penelitian yang diperoleh lebih baik.
(6)
commit to user
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini maka masih terdapat audit
expectation gap di antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan
keuangan pemerintah daerah. Audit expectation gap dapat dikurangi dengan meningkatkan pengetahuan audit pada pengguna laporan keuangan pemerintah daerah, untuk itu diperlukan peran aktif dari pemerintah daerah.
D. Implikasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap pengauditan berpengaruh terhadap audit expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini terlepas dari keterbatasannya diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah dan auditor pemerintah (BPK) untuk menurunkan audit expectation gap di sektor publik.
Pemerintah daerah dapat menurunkan audit expectation gap di sektor publik dengan cara meningkatkan pemahaman atas pengauditan terhadap pengguna laporan keuangan pemerintah daerah. Peningkatan pemahaman terhadap pengauditan dapat dilakukan dengan cara memberikan pendidikan audit terhadap pengguna laporan keuangan daerah. Pengetahuan audit dari pengguna laporan keuangan pemerintah daerah berpengaruh terhadap besarnya audit expectation gap di sektor publik. Auditor pemerintah (BPK) dapat mengurangi audit
expectation gap di sektor publik dengan cara meningkatkan kualitas audit dan