KETERTERAPAN SAK ETAP PADA KOPERASI SERTA PERSEPSI PELAKU KOPERASI DAN AKUNTAN PENDIDIK

(1)

KETERTERAPAN SAK ETAP PADA KOPERASI SERTA PERSEPSI PELAKU KOPERASI DAN AKUNTAN PENDIDIK

NILUH PUTU DIAN ROSALINA HANDAYANI NARSA* ISNALITA*

Universitas Airlangga

Abstract

This study aims to evaluate the level of implementation SAK ETAP on cooperatives in East Java, knowing how perceptions of cooperative actors group and accountant academics group on the implementation of SAK ETAP and test whether or not the difference in perception between those two groups. This study used a survey method. Analysis of the data is a combination of descriptive statistisc and independent-sample T tests. A total of 150 questionnaires were distributed which are 50 the implementation questionnaires and 50 perception questionnaires for cooperative actors group and 50 perception questionnaires for accountant academics group. The results showed that the level of implementation SAK ETAP is on the category of 'Less Implemented', perception of cooperatives actors and accountant accademics to SAK ETAP is on the category 'Agree', but even so, the statistic shows that there are differences in perception between the cooperative actors group with accountant academics group.

Keywords: accountant accademicians, cooperative, implementation, perception, SAK ETAP

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana tingkat keterterapan SAK ETAP pada koperasi di Jawa Timur, mengetahui bagaimana persepsi kelompok pelaku koperasi dan kelompok akuntan pendidik terhadap penerapan SAK ETAP serta menguji ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara dua kelompok tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survey. Analisis data merupakan gabungan antara statistik deskriptif dan uji beda sampel independen. Sebanyak 150 kuesioner telah disebarkan yakni 50 kuesioner keterterapan dan 50 kuesioner persepsi untuk kelompok pelaku koperasi serta 50 kuesioner persepsi untuk kelompok akuntan pendidik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keterterapan SAK ETAP masuk pada kategori ‘Kurang Diterapkan’, persepsi pelaku koperasi dan akuntan pendidik terhadap SAK ETAP adalah ‘Setuju’, namun meski begitu hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara kelompok pelaku koperasi dengan akuntan pendidik.

Kata kunci: akuntan pendidik, keterterapan, koperasi, persepsi, SAK ETAP

*

Author dapat dikontak di: niluhnarsa92@gmail.com atau isnalita_unair@yahoo.co.id


(2)

1. Pendahuluan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, yang ada pada Laporan Tahunan 2011 milik Kementerian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia (2011), diketahui bahwa jumlah koperasi di Jawa Timur per Desember 2012 telah mencapai 29.267 unit. Nilai kontribusi koperasi dan UMKM mencapai 57% dari Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur. Melihat kenyataan tersebut, maka tidaklah mengherankan apabila selama ini koperasi dan UMKM disebut sebagai jenis pelaku ekonomi yang memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian bangsa. Koperasi, sesuai dengan undang-undang 17 tahun 2012 tentang perkoperasian, merupakan “badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dari kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip akuntansi”.

Sebagai sebuah lembaga ekonomi, yang mana nantinya akan menghasilkan sebuah laporan keuangan, koperasi sudah dipastikan akan berhubungan dengan berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap hasil kinerja mereka (Khafid 2010). Selain pihak internal dari koperasi sendiri (pengurus dan anggota), pihak pengguna laporan keuangan lainnya yang memiliki kepentingan terhadap hasil kinerja koperasi adalah lembaga keuangan formal seperti perbankan, otoritas pajak, dan pemerintah (terutama ketika memberikan bantuan dana).

Koperasi dalam menyusun laporan keuangannya sudah pasti memerlukan pedoman atas penyusunan laporan keuangan agar mudah untuk dipahami oleh para pengguna laporan keuangannya. Namun, seperti yang diketahui, akibat diadakannya konvergensi IFRS terhadap standar akuntansi di Indonesia, maka PSAK nomor 27 tentang Akuntansi Perkoperasian yang selama ini digunakan koperasi sebagai pedoman dalam kegiatan akuntansinya, tidak dapat lagi digunakan oleh koperasi.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai badan penyusun standar akuntansi di Indonesia pada 17 Juli 2009 telah meluncurkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Jenis entitas bisnis yang disasarkan dapat menggunakan SAK ETAP ini adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan seperti UMKM dan koperasi. Otorisasi penggunaan SAK ETAP bagi koperasi telah tertuang pada Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia Nomor: 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman Umum Akuntansi Koperasi. SAK ETAP mulai berlaku efektif per 1 Januari 2011.


(3)

Penelitian penerapan SAK ETAP pada entitas bisnis skala kecil dan menengah, termasuk koperasi, di Indonesia sampai saat ini masih sangat terbatas dan umumnya penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif yang hanya melihat pada satu entitas koperasi saja.Mengacu pada penjelasan singkat di atas maka isu penerapan SAK ETAP pada koperasi merupakan hal yang menarik untuk diteliti.

Rumusan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah: (1) bagaimana keterterapan SAK ETAP pada koperasi di Jawa Timur?; (2) bagaimana persepsi para pelaku koperasi di Jawa Timur terhadap penerapan SAK ETAP?; (3) bagaimana persepsi para akuntan pendidik di Surabaya terhadap penerapan SAK ETAP?; (4) apakah ada perbedaan persepsi antara pelaku koperasi dan akuntan pendidik terhadap penerapan SAK ETAP?. Keterterapan yang ingin dievaluasi pada penelitian ini adalah berdasarkan prinsip-prinsip yang ada di SAK ETAP dan tidak mendetail sesuai dengan kejadian-kejadian maupun akun-akun khusus yang hanya muncul pada koperasi. Membandingkan persepsi antara kelompok pelaku koperasi dan akuntan pendidik dilakukan karena pelaku koperasi lebih paham dari sisi praktikal sementara pihak akademisi lebih paham dari sisi konseptual. Alasan dipilihnya akuntan pendidik sebagai salah satu subjek penelitain adalah karena akuntan pendidik memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan standar akuntansi (IAI 2010).

2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

SAK ETAP merupakan standar akuntansi keuangan yang berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAK Umum. SAK ETAP relatif tidak berubah selama beberapa tahun serta memiliki bentuk pengaturan yang lebihsederhana dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan (DSAK IAI 2013).

Wahdini dan Suhairi (2006) meneliti tentang persepsi akuntan terhadap overload standar akuntansi keuangan bagi usaha kecil dan menengah. Subjek penelitian adalah akuntan pajak dan akuntan bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para akuntan tersebut memiliki persepsi yang sama bahwa SAK yang dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan di Indonesia memberatkan bagi UKM dikarenakan cost yang dikeluarkan pelaku UKM untuk menyusun laporan keuangan lebih besar daripada benefit yang didapat. Berikutnya, hasil penelitian Pinasti (2007) menunjukkan bahwa penyelenggaraan dan penggunaan informasi akuntansi terbukti secara empiris mempengaruhi persepsi pengusaha kecil atas informasi akuntansi.


(4)

Penelitian milik Rudiantoro dan Siregar (2011) menunjukkan bahwa dari total 50 responden UMKM yang ada di Jabodetabek hanya 32% (16 responden) yang mengaku pernah mengetahui atau mendengar SAK ETAP. Kemudian dari responden yang menjawab pernah mengetahui SAK ETAP hanya sekitar 11 responden saja yang pernah mendapatkan pelatihan terkait SAK ETAP. Selain itu ditemukan pula bahwa variabel jenjang pendidikan terakhir berpengaruh signifikan, latar belakang pendidikan dan ukuran usaha berpengaruh tidak signifikan, serta lama usaha berpengaruh negatif signifikan terhadap pemahaman pelaku UMKM atas penerapan SAK ETAP. Hasil penelitian Khafid (2010) menunjukkan bahwa kepatuhan KPRI (Koperasi Pegawai Republik Indonesia) di Kota Semarang masuk dalam kategori cukup patuh, serta ditemukan pula bahwa penerapan PSAK No. 27 berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sisa hasil usaha secara signifikan. Penelitian berikutnya yaitu milik Sutarto, dkk (2008) menunjukkan bahwa akuntabilitas dan kesulitan teknis berpengaruh signifikan terhadap implementasi PSAK No. 27 sedangkan kesulitan pengukuran tidak berpengaruh signifikan.

Atik (2010) meneliti tentang bagaimana persepsi para pelaku UKM terhadap diadopsinya IFRS for SMEs di negara Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 74,7% responden menyiapkan pelaporan keuangan berdasarkan aturan pajak dan hanya 1,81% menyiapkan berdasarkan IFRS. Hal tersebut dikarenakan hanya sekitar 17,87% responden mengetahui tentang IFRS for SMEs. Namun demikian 94,41% responden mendukung adanya pengadopsian standar tersebut dan 88,19% responden memiliki keinginan untuk menerapkannya. Penelitian Bunea, dkk (2012) menunjukkan hasil bahwa 52,6% responden, dari total 190 akuntan Romanian, setuju untuk diadakannya sistem pelaporan keuangan yang lebih disederhanakan lagi bagi UKM. Namun hanya 4,2% responden setuju bahwa IFRS for SMEs cocok digunakan bagi UKM. Terakhir, hasil penelitian milik Othcere dan Agbeibor (2012) menunjukkan bahwa Bisnis kecil di Ghana tidak terlalu memiliki kebutuhan atas IFRS for SMEs. Hal itu disebabkan karena mereka jarang atau tidak memiliki struktur dan aktivitas internasional sehingga tidak diminta untuk menyiapkan laporan keuangan yang dapat diperbandingkan secara internasional. Kemudian ditemukan pula bahwa beberapa karakteristik perusahaan seperti ukuran perusahaan, bentuk hukum, dan jumlah pemilik memiliki hubungan positif yang rendah terhadap kebutuhan bisnis kecil atas IFRS for SMEs.

Teori agensi adalah sebuah teori yang menjelaskan hubungan antara agent dengan principal. Jensen (1976:308) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai “a contract under which one or more persons (principals(s)) engage another person (the agent) to perform


(5)

some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to agent”. Jika dikaitkan pada entitas bisnis koperasi, maka pihak prinsipal pada koperasi adalah para anggota koperasi dan pihak lain yang memberikan bantuan permodalan pada koperasi, seperti pihak perbankan dan pemerintah sedangkan pihak agen pada koperasi adalah pengurus koperasi. Teori ini akan digunakan untuk membantu pemaparan penjelasan mengenai hasil tingkat keterterapan SAK ETAP pada koperasi.

Berdasarkan teori persepsi, diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan munculnya perbedaan persepsi antar individu yang berbeda (Robbins dan Judge 2007). Terdapat tiga faktor utama, yakni faktor internal (dalam pemersepsi), faktor eksternal (situasi atau lingkungan), dan faktor objek yang dipersepsikan (target). Robbins dan Judge (2007) mengatakan berbagai karakteristik pribadi dari peersepsi akan mempengaruhi bagaimana ia menginterpretasikan apa yang ia lihat. Senada, Kreitner dan Kinicki (2004) juga berpendapat bahwa interpretasi yang berbeda atas suatu hal yang sama dapat dihasilkan karena perbedaan individual dalam proses pembentukan persepsi.

Perumusan hipotesis hanya akan dilakukan terhadap rumusan permasalahan keempat yang mana ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara kelompok pelaku koperasi dengan kelompok akuntan pendidik tentang penerapan SAK ETAP. Berdasarkan pemaparan singkat di atas mengenai teori persepsi, kemungkinan akan terdapat perbedaan persepsi mengenai karakteristik individual pada kelompok pelaku koperasi dengan kelompok akuntan pendidik (misal: tingkat pendidikan, disiplin ilmu yang dimiliki, pengalaman). Sehingga dengan demikian, kemungkinan juga akan terdapat perbedaan persepsi antara kedua kelompok tersebut. Didasari atas hal tersebut, hipotesis atau jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan adalah: “Pelaku Koperasi dan Akuntan Pendidik memiliki persepsi yang berbeda terhadap penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)”.


(6)

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey terhadap pelaku koperasi dan para akuntan pendidik, yaitu dengan memberikan kuesioner tertutup kepada responden. Sehingga dengan demikian terdapat dua jenis kuesioner yakni kuesioner keterterapan (untuk pelaku koperasi) dan kuesioner persepsi (untuk pelaku koperasi dan akuntan pendidik). Analisis data merupakan gabungan antara statistik deskriptif dan analisis uji beda (terutama ketika menguji hipotesis mengenai perbedaan persepsi antara pelaku koperasi dan akuntan pendidik).

Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yakni: (1) pelaku koperasi (koperasi wanita usaha simpan pinjam) di Jawa Timur yang hadir pada acara sosialisasi yang diadakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur di Surabaya dan (2) para akuntan pendidik yakni dosen akuntansi yang mengajar pada beberapa PTN maupun PTS di Surabaya. Kuesioner disebarkan secara random. Total kuesioner yang disebar adalah 150 buah, dengan rincian 50 buah kuesioner keterterapan dan 50 kuesioner persepsi (diberikan kepada 50 pelaku koperasi yang sama) serta 50 kuesioner persepsi untuk akuntan pendidik.

Terdapat dua jenis variabel tunggal dalam penelitian ini, yakni: (1) tingkat keterterapan SAK ETAP pada koperasi; dan (2) persepsi pelaku koperasi dan akuntan pendidik terhadap SAK ETAP. Yang dimaksud dengan variabel tingkat keterterapan pada penelitian ini adalah ukuran besarnya intensitas kesesuaian tata cara dan sistematika pelaporan keuangan yang mengacu pada SAK ETAP. Indikator yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap variabel ini adalah berdasarkan treatment prinsip pengakuan, pengukuran, pengungkapan, dan penyajian sesuai dengan definisi dan ketentuan yang ada dalam SAK ETAP. Sedangkan yang dimaksud dengan variabel persepsi pada penelitian ini adalah suatu sikap, pandangan, dan penilaian terhadap isu penerapan SAK ETAP. Persepsi yang ingin dieksplor dalam penelitian ini adalah dari kelompok pelaku koperasi dan kelompok akuntan pendidik. Terdapat tiga indikator yang ada pada variabel persepsi ini, yaitu: pengetahuan tentang SAK ETAP, pandangan terhadap eksistensi dan legalitas SAK ETAP, serta pendapat tentang penerapan SAK ETAP.

Sebelum masuk pada tahapan analisis data, dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana tingkat keterterapan SAK ETAP pada koperasi di Jawa Timur serta mengeksplorasi bagaimana persepsi pelaku koperasi dan akuntan pendidik atas penerapan SAK ETAP. Terakhir


(7)

analisis data dilanjutkan dengan pengujian hipotesis untuk rumusan permasalahan terakhir yang mana ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara kelompok pelaku koperasi dengan kelompok akuntan pendidik.

Perhitungan rentang deskriptif skor persentase tingkat keterterapan dan persentase persepsi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Khafid 2010).

Tabel 1

Kriteria Keterterapan dan Kriteria Persepsi Kriteria Variabel Keterterapan

dan Variabel Persepsi Interval Rata-rata Skor

Sangat Tidak Diterapkan/Sangat Tidak Setuju

0% - 20% Tidak Diterapkan/Tidak Setuju >20% - 40% Kurang Diterapkan/Kurang Setuju >40% - 60%

Diterapkan/Setuju >60% - 80%

Sangat Diterapkan/Sangat Setuju >80% - 100%

4. Hasil Dan Pembahasan

Total kuesioner yang diolah lebih lanjut adalah 120 kuesioner dengan rincian 40 kuesioner keterterapan serta 40 kuesioner persepsi dari pelaku koperasi dan 40 kuesioner persepsi dari akuntan pendidik.

4.1.Keterterapan SAK ETAP Pada Koperasi

Tabel 2 berikut ini menjelaskan mengenai tingkat keterterapan SAK ETAP pada koperasi dengan melihat berdasarkan empat prinsip yang menjadi indikator untuk variabel keterterapan dan variabel keterterapan itu sendiri. Pertama, untuk indikator prinsip pengakuan, diperoleh interval skor 48,8% (‘Kurang Diterapkan’). Berdasarkan SAK ETAP, untuk laporan posisi keuangan disebutkan bahwa terdapat sepuluh akun minimal yang tercakup pada laporan tersebut, yaitu: (a) kas dan setara kas; (b) piutang usaha dan piutang lainnya; (c) persediaan; (d) investasi pada properti; (e) aset tetap; (f) aset tidak berwujud; (g) utang usaha dan utang lainnya; (h) aset dan kewajiban pajak; (i) kewajiban diestimasi; (j) ekuitas. Dari kesepuluh jenis akun ini ternyata hanya kas dan piutang yang dicatat dengan baik oleh koperasi. Sedangkan untuk delapan akun lainnya yakni persediaan, investasi pada properti, aset tetap, aset tidak berwujud, utang usaha, aset dan kewajiban pajak, dan kewajiban diestimasi diketahui bahwa akun-akun tersebut tidak dicatat dengan baik oleh koperasi.


(8)

Tabel 2

Tingkat Keterterapan SAK ETAP Pada Koperasi

N

o. Keterangan

Skor Jawaban Skor Nyat a Sko r Idea l Interv al Kategor i T P (1) HT P (2) K (3) S R (4) SL (5)

1. Indikator Prinsip Pengakuan Frekue nsi 74 2

51 17 8

10 1

328 1400

7000 0,488

Kurang Diterapk an Total Skor 74 2

102 53 4 40 4 164 0 3422 2. Indikator

Prinsip Pengukuran

Frekue nsi

27 4 14 8 27 80

400 0,610 Diterapk an Total

Skor

27 8 42 32 135 244 3. Indikator

Pinsip Pengungka pan

Frekue nsi

21 11 38 39 51 160

800 0,736 Diterapk an Total

Skor

42 22 11 4

15 6

255 589 4. Invikator

Prinsip Penyajian

Frekue nsi

53 11 77 67 152 360

1800 0,907

Sangat Diterapk

an Total

Skor

53 22 23 1

26 8

760 1634 5. Variabel

Keterterapa n Frekue nsi 84 3

77 30 7

21 5

558 2000 1000

0 0,556

Kurang Diterapk an Total Skor 84 3

154 92 1 86 0 279 0 5568

Selanjutnya untuk laporan laba rugi, berdasarkan SAK ETAP akun-akun yang minimal harus terdapat di dalamnya adalah: (a) pendapatan; (b) beban keuangan; (c) bagian laba atau rugi dari investasi yang menggunakan metode ekuitas; (d) beban pajak; (e) laba atau rugi neto. Beban keuangan disini dibagi menjadi dua yaitu beban operasional dan beban non-operasional. Diketahui bahwa dari lima jenis akun tersebut, hanya dua yang dicatat dengan baik, yaitu beban operasional dan laba atau rugi bersih. Sedangkan sisanya diketahui hampir tidak pernah bahkan tidak pernah dicatat oleh sebagian besar responden. Hal ini konsisten dengan temuan yang ada pada akun-akun di laporan perubahan posisi keuangan yang mana diketahui bahwa akun aset dan kewajiban pajak serta aset tetap tidak pernah dicatat oleh koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini, maka sudah pasti untuk akun beban pajak dan beban non-operasional (beban penyusutan) juga tidak pernah dicatat. Kemudian untuk akun maupun non akun yang ada di laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas yang dicatat dengan baik hanya: (1) distribusi ke pemilik ekuitas; (2)


(9)

kas keluar yang dibayarkan untuk anggota; dan (3) kas masuk yang didapatkan dari pinjaman selain pihak bank.

Masuk pada indikator prinsip pengukuran, diperoleh interval skor sebesar 61% (‘Diterapkan’). Perolehan skor ini hampir mendekati kriteria ‘Kurang Diterapkan’. Item pertanyaan yang terdapat pada indikator ini hanya ada dua, yakni: (1) biaya historis; dan (2) nilai wajar. Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan ke dalam laporan posisi keuangan. Berdasarkan SAK ETAP, dasar pengukuran yang umum digunakan sebagian besar adalah biaya historis dan sebagian kecil adalah nilai wajar. Pengukuran dengan menggunakan nilai wajar hanya diperuntukkan untuk akun-akun tertentu seperti investasi, efek utang, efek ekuitas, dan sebagainya yang dimaksudkan untuk diperdagangkan. Oleh karena sebagian besar pelaku koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini, berdasarkan data demografi, diketahui memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA, tidak memiliki latar belakang akuntansi dan belum pernah mendapatkan pelatihan SAK ETAP, maka dapat dipastikan mereka tidak memiliki pemahaman mendasar mengenai apa itu biaya historis dan nilai wajar. Pemberian penjelasan secara singkat pada kuesioner tentang apa yang dimaksud dengan dua jenis pengukuran itu nampaknya tidak terlalu membantu karena diketahui bahwa responden (17 orang) lebih banyak memilih kategori ‘Selalu’ untuk nilai wajar dibandingkan biaya historis (10 orang), padahal kemungkinan besar koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini dipastikan sangat jarang bahkan tidak pernah melakukan transaksi pembelian dan penjualan efek untuk diperdagangkan (trading securities).

Selanjutnya untuk indikator prinsip pengungkapan, skor interval yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dua prinsip indikator sebelumnya yaitu sebesar 73,6% (‘Diterapkan’). Syarat pengungkapan berdasarkan SAK ETAP setidaknya hanya memenuhi dua hal yakni: (1) menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan serta kebijakan akuntansi lain yang digunakan yang relevan untuk memahami laporan keuangan dan (2) mengungkapkan informasi yang disyaratkan dalam SAK ETAP dan juga informasi tambahan tetapi tidak disajikan dalam laporan keuangan. Sebagian besar koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini dalam membuat catatan atas laporan keuangannya telah mengungkapkan dengan cukup baik sesuai dengan SAK ETAP. Dari empat butir pertanyaan yang ada pada indikator ini, pengungkapan yang paling banyak dilakukan oleh sebagian besar responden pelaku koperasi adalah pengungkapan informasi domisili dan bentuk hukum. Sedangkan


(10)

informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu serta informasi tambahan yang dipandang relevan, sebagian besar responden memilih jawaban kadang-kadang.

Indikator terakhir yakni indikator prinsip penyajian mendapatkan skor interval paling tinggi dibandingan indikator-indikator lainnya, yaitu sebesar 90,7% (‘Sangat Diterapkan’). Diketahui bahwa hanya dua jenis laporan keuangan yang rutin disajikan oleh sebagian besar koperasi, yakni laporan perubahan posisi keuangan (neraca) dan laporan laba rugi (jika pada koperasi disebut laporan sisa hasil usaha). Sesuai SAK ETAP, penyajian laporan keuangan yang lengkap adalah terdiri dari lima jenis laporan keuangan. Tiga laporan keuangan lain yang penyajiannya jarang dilakukan oleh sebagian besar koperasi adalah laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan perubahan ekuitas. Laporan perubahan ekuitas diketahui merupakan jenis laporan keuangan yang paling jarang dibuat oleh responden koperasi pada penelitian ini. Selain itu didapatkan hasil pula bahwa: (1) penyajian pemisahan klasifikasi akun berdasarkan lancar atau tidaknya; (2) penyajian laporan keunagan minimal satu tahun sekali; dan (3) penyajian laporan keuangan komparatif dengan tahun sebelumnya, telah dilakukan dengan baik oleh sebagian besar koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar koperasi telah memiliki pemahaman yang cukup memadai tentang prinsip penyajian secara garis besar.

Jika dikaitkan dengan teori keagenan, maka hasil ‘Sangat Diterapkan’ yang diperoleh pada indikator prinsip penyajian ini tidaklah mengherankan. Teori keagenan menjelaskan bahwa pihak agen dan prinsipal merupakan dua pihak yang terpisah. Koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini adalah koperasi wanita usaha simpan pinjam yang akan menerima bantuan hibah dana APBD dari pemerintah. Sebelum dana tersebut dicairkan, mereka diwajibkan untuk membuat proposal (perencanaan) mengenai penggunaan dana tersebut. Setelah dana hibah tadi digunakan, mereka juga diwajibkan untuk membuat pertanggungjawaban berupa laporan mengenai realisasi penggunaan dana beserta laporan keuangan. Maka dapat diperoleh informasi bahwa pihak agen adalah para pengurus koperasi dan pihak prinsipal adalah pemerintah yang memberikan bantuan dana hibah. Koperasi-koperasi tersebut memiliki kewajiban untuk dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan dana hibah yang diberikan. Dengan mampu menyajikan laporan keuangan yang wajar dan tepat waktu, tentu saja koperasi-koperasi itu berharap untuk dipercaya oleh pemerintah (sebagai pihak prinsipal) agar di kesempatan berikutnya mereka bisa memperoleh bantuan hibah kembali.


(11)

Secara keseluruhan jika dilihat dari variabel keterterapan itu sendiri, hasil interval skor yang didapat adalah sebesar 55,8% yang masuk pada kategori ‘Kurang Diterapkan’. Menengok pada pemaparan pada paragraf-paragraf sebelumnya, hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar koperasi cukup menerapkan SAK ETAP namun hanya pada prinsip-prinsip tertentu saja, terutama prinsip-prinsip penyajian dan prinsip-prinsip pengungkapan. Namun untuk prinsip pengakuan dan pengukuran belum diterapkan dengan baik.

Sedikitnya akun maupun non akun berdasarkan SAK ETAP yang dicatat dengan baik oleh koperasi mungkin disebabkan karena jenis koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini adalah koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam kegiatan usaha simpan pinjam, dan yang dimaksud dengan kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya dari dan untuk anggota, calon anggota, dan pihak lainnya. Maka dengan demikian, hal tersebut menyebabkan banyak akun maupun non akun yang mana diminimalkan harus muncul di laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP, tidak dapat terpenuhi karena usaha kegiatan simpan pinjam tidak mengalami jenis kegiatan dan jenis transaksi yang mengakibatkan akun maupun non akun yang dimaksud tadi muncul pada laporan keuangan. Contohnya adalah akun persediaan dan penjualan. Kedua akun ini jelas akan ditemui pada entitas bisnis yang kegiatan operasi utamanya adalah melakukan jual beli barang. Namun meski begitu tetap ada beberapa koperasi yang mencatat akun persediaan dan penjualan, hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa koperasi yang kegiatan koperasinya tidak hanya murni aktivitas simpan pinjam, namun juga aktivitas penjualan yang entah dilakukan secara rutin ataupun hanya insidental (kadang-kadang di saat momen tertentu). Hal penting lain yang ditemukan adalah sebagian besar koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini tidak pernah mencatat akun utang bank, maka hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar koperasi tidak pernah memperoleh akses dari pihak bank untuk dapat bantuan dana.

Kembali lagi, selain alasan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa kemungkinan penyebab lainnya, yang pertama adalah mungkin saja pedoman SAK ETAP masih memberatkan para pelaku koperasi karena berdasarkan data demografi diketahui sebanyak 25 responden (62,5%) hanya berpendidikan terakhir SMA dan sebanyak 19 responden (47,5%) tidak memiliki latar belakang akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Rudiantoro (2011) menunjukkan hasil bahwa tingkat pendidikan terakhir berpengaruh terhadap pemahaman responden terkait implementasi SAK ETAP. Kemungkinan yang lain adalah separuh responden yaitu 20 orang (50%) belum pernah mendapatkan pelatihan


(12)

tentang SAK ETAP dan terdapat kemungkinan pula meskipun pelaku koperasi pernah mendapat pelatihan tentang SAK ETAP, mereka belum tentu mampu menerapkan dengan benar praktek akuntansi berkaitan dengan SAK ETAP. Penelitian milik Sutarto (2008) menunjukkan bahwa akuntabilitas dan kesulitan teknis berpengaruh signifikan terhadap implementasi PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Hasil penelitian tersebut mungkin saja dapat menjadi alasan bahwa meskipun para pelaku koperasi telah mengerti praktek akuntansi tentang SAK ETAP, mereka pada akhirnya tetap menghadapi banyak kesulitan teknis atau rintangan-rintangan hingga akhirnya tidak dapat menerapkannya dengan benar.

4.2. Persepsi Pelaku Koperasi dan Akuntan Pendidik Terhadap Penerapan SAK ETAP Tabel 3 berikut ini akan memaparkan atas hasil jawaban responden kelompok pelaku koperasi terkait tiga indikator yang ada pada variabel persepsi dan variabel persepsi itu sendiri. Indikator I adalah indikator pengetahuan, indikator II adalah indikator pandangan terkait legalitas dan indikator III adalah indikator pendapat.

Seperti yang bisa dilihat, tabel 3 berikut menampilkan perolehan skor untuk variabel persepsi dan tiga indikator yang terdapat pada variabel persepsi itu sendiri. Keseluruhan indikator dan variabel tersebut masuk pada kategori persepsi ‘Setuju’. Namun dari ketiga indikator, diketahui bahwa perolehan interval skor paling rendah yakni sebesar 68% diperoleh untuk indikator pengetahuan terhadap SAK ETAP. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan pelaku koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini terhadap SAK ETAP masih belum terlalu baik. Kemungkinan alasan yang melatarbelakangi hal ini adalah berdasarkan data demografi diketahui bahwa separuh responden (20 orang) belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai SAK ETAP. Alasan lainnya adalah tidak menutup kemungkinan sisa 20 responden lainnya yang pernah mendapat pelatihan SAK ETAP tersebut juga masih belum memahami dengan benar praktek-praktek akuntansi sesuai dengan SAK ETAP.

Sedangkan untuk indikator mengenai pandangan terkait legalitas SAK ETAP, hasil skor menunjukkan angka 70,6% yang mana masuk pada kategori ‘Setuju’. Persepsi yang baik atas indikator ini menunjukkan bahwa sebenarnya responden pelaku koperasi pada penelitian ini cukup memiliki tingkat kesadaran yang baik mengenai kekuatan hukum yang dimiliki oleh SAK ETAP sebagai pedoman akuntansi yang berlaku bagi koperasi. Kemungkinan besar mereka tahu bahwa telah ada otorisasi yang sah mengenai pedoman akuntansi yang harus digunakan oleh koperasi, terlebih semenjak dicabutnya PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian yang selama ini telah menjadi pedoman bagi koperasi.


(13)

Mereka sebagian besar setuju bahwa SAK ETAP memang merupakan pedoman akuntansi yang tepat bagi koperasi.

Tabel 3

Persepsi Pelaku Koperasi Terhadap Penerapan SAK ETAP

No. Keterangan

Skor Jawaban Skor Nyat a Skor Ideal Interv al Kategori Persepsi ST S (1) TS (2) K (3) S (4) SS (5)

1. Variab el Persep si

Frekuens i

1 68 126 306 59 560

2800 0,726 Setuju Total

Skor

1 136 378 122 4

295 2034 2. Indikat

or I

Frekuens i

1 30 64 98 7 200

1000 0,680 Setuju Total

Skor

1 60 192 392 35 680 3. Indikat

or II

Frekuens i

0 19 29 61 11 120

600 0,706 Setuju Total

Skor

0 38 87 244 55 424 4. Indikat

or III

Frekuens i

0 19 33 147 41 240

1200 0,775 Setuju Total

Skor

0 38 99 588 205 930

Skor yang lebih tinggi yakni 77,5% diperoleh untuk indikator pendapat terhadap SAK ETAP. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku koperasi setuju bahwa dengan menerapkan SAK ETAP, koperasi akan mendapatkan banyak manfaat positif. Artinya mereka sudah memiliki kesadaran yang baik bahwa penyelenggaraan akuntansi dengan berpedoman pada SAK ETAP jelas akan membawa dampak positif. Dampak positif tersebut contohnya adalah semakin mudah dalam melakukan penilaian kinerja dan semakin mudah dalam memperoleh dana pinjaman terutama dari lembaga keuangan formal seperti bank. Namun jika ditengok lagi pada akar permasalahannya diketahui bahwa hampir separuh dari pelaku koperasi pada penelitian ini (19 responden) tidak memiliki latar belakang akuntansi yang baik, dengan demikian susah bagi mereka untuk dapat memahami dengan benar praktek-praktek akuntansi sesuai SAK ETAP. Secara keseluruhan, variabel persepsi memperoleh skor 72,6% dengan ketegori ‘Setuju’. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelaku koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini secara keseluruhan memiliki persepsi yang baik terhadap penerapan SAK ETAP.


(14)

Kemungkinan lain alasan dibalik cukup baiknya persepsi para pelaku koperasi terhadap penerapan SAK ETAP adalah karena koperasi yang menjadi responden pada penelitian ini merupakan koperasi yang tingkat kinerjanya telah dinilai bagus sehingga mereka mendapatkan bantuan dana hibah dari pemerintah, maka logikanya mereka berharap agar koperasi mereka mampu berkinerja dengan lebih baik lagi agar di waktu berikutnya koperasi mereka mendapatkan kesempatan untuk memperoleh bantuan dana kembali dari pemerintah. Kinerja yang lebih baik tersebut salah satunya dapat dicapai dengan melakukan penyelenggaraan akuntansi yang lebih baik pada koperasi mereka. Hadirnya SAK ETAP sebagai alat pedoman akuntansi perkoperasian ini tentu saja disambut positif oleh koperasi-koperasi tersebut.

Tabel 4

Persepsi Akuntan Pendidik Terhadap Penerapan SAK ETAP

No

. Keterangan

Skor Jawaban Tota l Sko r Idea l Interva l Katego ri Perseps i ST S (1) TS (2) K (3) S (4) SS (5)

1. Variabe l

Persepsi

Frekuen si

0 64 11 7

263 11 6

560 280

0 0,754 Setuju Total

Skor

0 12 8 35 1 105 2 58 0 2111 2. Indikato

r I

Frekuen si

0 24 25 88 63 200 100

0 0,790 Setuju Total

Skor

0 48 75 352 31 5

790 3. Indikato

r II

Frekuen si

0 21 59 28 12 120

600 0,651 Kurang Setuju Total

Skor

0 42 17 7

112 60 391 4. Indikato

r III

Frekuen si

0 2 30 128 80 240 120

0 0,838 Setuju Total

Skor

0 4 90 512 40 0

1006

Berikutnya, pada tabel 4 di atas telah dipaparkan perolehan skor atas hasil jawaban responden kelompok akuntan pendidik yang juga dilihat dari variabel persepsi dan tiga indikator yang terdapat pada variabel persepsi tersebut. Skor sebesar 79% diperoleh untuk indikator pengetahuan yang mana masuk pada kategori ‘Setuju’. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat sebagai seseorang yang berprofesi sebagai akuntan pendidik pada bidang akuntansi maka sudah sewajarnya mereka memiliki pengetahuan yang


(15)

Namun meski begitu untuk butir pernyataan nomor 3 yakni ‘saya mengetahui bahwa telah ada ketentuan secara eksplisit yang mewajibkan koperasi menerapkan SAK ETAP’ diketahui bahwa 24 responden menyatakan tidak setuju, hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden akuntan pendidik masih belum mengetahui bahwa terdapat peraturan yang secara eksplisit mengatakan bahwa SAK ETAP menjadi pedoman akuntansi bagi koperasi, yakni pada dua jenis dokumen, yang pertama adalah pada Surat Edaran Deputi Kelembagaan Koperasi dan UKM Nomor: 200/SE/Dept.1/XII/2011 tanggal 20 Desember 2011 dan yang kedua adalah pada Peraturan Menteri Negera Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Permenkop) Nomor 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman Umum Akuntansi Koperasi. Tidak tahunya sebagian responden atas hal tersebut mungkin disebabkan karena mereka tidak terlalu mendalami tentang koperasi.

Selanjutnya skor sebesar 65,1% yang mana masuk pada kategori ‘Kurang Setuju’ diperoleh untuk indikator pandangan terkait legalitas. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar responden akuntan pendidik kurang setuju jika SAK ETAP memiliki kekuatan hukum yang bersifat mengikat untuk diterapkan pada seluruh koperasi. Hal tersebut mungkin terjadi karena sebagian besar responden akuntan pendidik pada penelitian ini yakni sebesar 70% (28 responden) pernah memiliki pengalaman memberikan pelatihan pada enittas bisnis kecil dan menengah. Koperasi merupakan salah satu contoh dari entitas bisnis kecil dan menengah, oleh karena para akuntan pendidik ini sebagain besar pernah berkecimpung memberikan pengalaman pelatihan, maka dipastikan mereka tahu dan mengerti tentang karakteristik entitas bisnis kecil dan menengah. Berbagai macam keterbatasan dimiliki oleh entitas kecil dan menengah, contohnya adalah rendahnya pengetahuan mengenai akuntansi, belum adanya pemahaman mengenai pentingnya pembukuan bagi kelangsungan usaha, latar belakang pendidikan (Pinasti, 2007; Rudiantoro dan Siregar, 2011). Hal-hal seperti itulah yang menjadi dasar penyebab mengapa masih jarang sekali entitas bisnis kecil dan menengah melakukan penyelenggaraan dan penggunaan informasi akuntansi. Selain itu diketahui pula bahwa SAK ETAP ditujukan bagi entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan, sehingga entitas bisnis yang menerapkannya tidak memiliki kewajiban untuk rutin melaporkan kinerja keuangannya dalam bentuk laporan keuangan dan merasa bahwa tanpa melakukan penyelanggaraan akuntansi pun, entitas mereka tetap akan bisa berjalan.

Skor lebih tinggi diperoleh untuk indikator pendapat yaitu sebesar 83,8% dan masuk kategori ‘Setuju’. Skor ini hampir mendekati kategori ‘Sangat Setuju’. Hal ini


(16)

menunjukkan bahwa hampir semua responden akuntan pendidik pada penelitian ini memiliki persepsi yang baik bahwa penerapan SAK ETAP pada koperasi akan membawa dampak positif bagi koperasi.

4.3. Hasil Uji Hipotesis

Setelah melalui uji statistika, telah didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan persepsi antara kelompok pelaku koperasi dengan kelompok akuntan pendidik, sehingga hipotesis yang telah dirumuskan (H0) tidak ditolak dengan tingkat kepercayaan 95%.

Rincian atas hasil signifikansi uji-t adalah sebagai berikut: (1) indikator pengetahuan terhadap SAK ETAP diperoleh hasil 0,000 (terdapat perbedaan), (2) indikator pandangan terhadap eksistensi dan legalitas SAK ETAP diperoleh hasil 0,102 (tidak terdapat perbedaan), (3) indikator pendapat terhadap SAK ETAP diperoleh hasil 0,013 (terdapat perbedaan), (4) variabel persepsi diperoleh hasil 0,010 (terdapat perbedaan).

Penyebab dari hal ini selaras dengan yang telah disampaikan Robbins dan Judge (2007). Mereka mengungkapkan bahwa persepsi masing-masing individu akan senantiasa berbeda ketika menghadapi suatu permasalahan tertentu. Perbedaan persepsi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yakni faktor pada pemersepsi, faktor dalam situasi, dan faktor pada target. Contoh faktor pada pemersepsi adalah: (1) sikap; (2) motif; (3) minat; (4) pengalaman; dan (5) harapan. Kemudian contoh faktor dalam situasi adalah: (1) waktu; (2) keadaan kerja; dan (3) keadaan sosial.

Kemungkinan besar penyebab adanya perbedaan persepsi ini adalah lebih karena faktor pada pemersepsi atau karakteristik pribadi dari masing-masing kelompok responden. Berbagai karakteristik pribadi dari pemersepsi akan mempengaruhi bagaimana ia menginterpretasikan apa yang ia lihat yang mana dalam hal ini adalah penerapan SAK ETAP. Kreitner dan Kinicki (2004) juga berpendapat bahwa interpretasi yang berbeda dapat dihasilkan karena perbedaan individual atas suatu hal yang sama dalam proses pembentukan persepsi. Hasil penelitian Pinasti (2007) salah satunya menunjukkan hasil bahwa latar belakang pendidikan dan adanya informasi mengenai akuntansi mempengaruhi persepsi subyek penelitian terhadap penyelenggaraan dan penggunaan informasi akuntansi. Selanjutnya hasil penelitian Rudiantoro dan Siregar (2011) salah satunya menunjukkan bahwa jenjang pendidikan terakhir berpengaruh signifikan terhadap pemahaman responden terkait SAK ETAP.

Berdasarkan data demografi yang telah diolah, diketahui bahwa sebagian besar responden pelaku koperasi berpendidikan terakhir SMA, tidak memiliki latar belakang akuntansi, serta belum pernah mendapatkan pelatihan SAK ETAP sehingga menyebabkan


(17)

mereka tidak mengerti dengan benar bagaimana penerapan SAK ETAP. Hal tersebut tentu berbeda dengan karakteristik yang dimiliki oleh akuntan pendidik. Kelompok akuntan pendidik lebih paham dari segi konseptual, dalam arti mereka lebih paham secara teoritis (dari sisi normatifnya) tentang bagaimana penerapan SAK ETAP.

Terlepas dari hasil perbedaan persepsi ini, pada bagian analisis deksriptif persepsi pelaku koperasi terhadap penerapan SAK ETAP, didapatkan hasil bahwa mereka memiliki persepsi yang baik atas penerapan SAK ETAP dan sebagian dari memiliki kesadaran yang cukup baik tentang adanya SAK ETAP. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki peluang untuk pada akhirnya dapat menerapkan SAK ETAP.

Meskipun pelaku koperasi dan akuntan pendidik memiliki persepsi yang sama-sama masuk pada kategori ‘Setuju’ terhadap penerapan SAK ETAP, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan pada penelitian ini, namun hasil statistik menunjukkan bahwa persepsi kedua kelompok tersebut berbeda. Hal ini disebabkan karena sebaran hasil jawaban yang dimiliki oleh kedua kelompok tersebut berbeda.

5. Kesimpulan, Implikasi, dan Kterbatasan

Pelaku koperasi, sebagai salah satu pihak pengguna SAK ETAP, sebaiknya harus memiliki kesadaran yang lebih baik lagi. Bagaimanapun juga, penyelenggaraan akuntansi sesuai dengan standar yang telah diberlakukan, dapat membawa dampak positif bagi entitas yang melakukannya. Selain itu diperlukan perhatian dan pemikiran bersama antara pihak-pihak penting yang terkait. Tidak hanya IAI, namun juga pihak-pihak seperti Dinas Koperasi dan UMKM baik tingkat Kabupaten/Provinsi, pihak akademisi bidang akuntansi (akuntan pendidik dan mahasiswa), pemerintah, lembaga keuangan formal seperti perbankan, dan pihak penting terkait lainnya untuk bersama-sama memikirkan bagaimana caranya agar implementasi SAK ETAP yang tepat dan benar pada koperasi dapat diwujudkan. Hal tersebut dapat dilakukan seperti misalnya dengan melakukan: (a) tindakan sosialisasi secara bertahap dari hal yang sederhana, dimulai dari pengenalan akuntansi dasar kemudian lanjut pada pengenalan SAK ETAP; (b) pelatihan SAK ETAP; (c) pendampingan penerapan SAK ETAP yang dilakukan secara rutin, (d) monitoring secara rutin dan berkala atas pelaksanaan pendampingan penerapan SAK ETAP.

Selain itu, oleh karena tidak terdapatnya beberapa substansi SAK ETAP pada aktivitas koperasi, khususnya koperasi simpan pinjam, maka hal itu menunjukkan bahwa SAK ETAP belum mampu mengakomodasi kepentingan dari salah satu entitas tanpa akuntabilitas publik yang wajib menerapkan SAK ETAP. Kembali lagi hal ini memerlukan


(18)

perhatian dan pemikiran bersama dari pihak-pihak terkait yang telah disebutkan di atas, apakah sekiranya diperlukan revisi dari SAK ETAP itu sendiri atau peraturan terkait koperasi lainnya.

Penelitian selanjutnya, saran yang sekiranya dapat diberikan adalah: (a) memperbesar jumlah sampel dan menggunakan statistik inferensial; (b) mencari tahu penyebab rendahnya tingkat keterterapan SAK ETAP; (c) melihat keterterapan SAK ETAP pada subyek penelitian lain yang merupakan pengguna dari SAK ETAP (contohnya UKM), maupun entitas dengan akuntabilitas publik yang diperbolehkan menggunakan SAK ETAP, seperti misalnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan sebagainya, bisa dengan menggunakan pendekatan kuantitatif ataupun kualitatif.


(19)

Daftar Referensi

Atik, A. 2010.SME's Views on the Adoption and Application of "IFRS for SMEs" in Turkey.European Research Studies, XIII(4), 19-31.

Bunea, S., Sacarin, M., dan Minu, M. 2012.Romanian Professional Accountants Perception on the Differential Financial Reporting For Small And Medium-Sized Enterprises.Accounting and Management Information Systems, 11(1), 27-43.

DSAK IAI. 2013. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Jensen, M. C., dan Meckling, W. H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost & Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 82-136. Kementerian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia.2011. Laporan Tahunan

2011 "Kebangkitan Koperasi dan UMKM Menuju Kesejahteraan Rakyat". Jakarta: Kementrian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia.

Kementrian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman Umum Akuntansi Koperasi. Jakarta, 25 Juli 2012.

Khafid, M. 2010. Analisis PSAK No. 27 Tentang Akuntansi Perkoperasian dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Usaha pada KPRI.Dinamika Akuntansi, 2(1), 37-45. Kreitner, R., dan Kinicki, A. 2004.Organizational Behavior (Sixth ed.). New York:

McGraw-Hill.

Othcere, F. A., dan Agbeibor, J. 2012. The International Financial Reporting Standard for Small and Medium-sized Entities (IFRS for SMES): Suitability for small businessess in Ghana.

Journal of Financial Reporting and Accounting, 10(2), 190-214.

Pinasti, M. 2007. Pengaruh Penyelenggaraan dan Penggunaan Informasi Akuntansi Terhadap Persepsi Pemilik UKM Atas Informasi Akuntansi.Jurnal Riset Akuntansi, 12.

Prayudi, M. A. 2011. Persepsi Penyusun dan Pengguna Laporan Keuangan terhadap Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK 45) Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba pada Palang Merah Indonesia Provinsi Bali..

Robbins, S. P., dan Judge, T. A. 2007. Organizational Behavior (12 ed. Vol. 1). New Jersey: Pearson Education.

Rudiantoro, R., dan Siregar, S. V. 2011.Kualitas Laporan Keuangan UMKM Serta Prospek

Implementasi SAK ETAP. Paper disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi, Universitas

Syiah Kuala Banda Aceh.

Sutarto, Isnalita, dan Habbiburahman. 2008. Accountability Influence, Technical Difficulty, and Measurement Difficulty Towards The Implementation of Indonesian Standard Statement of Financial Accounting (PSAK) No. 27 (Revised 1998) about Cooperatives Accounting in East Java. Majalah Ekonomi, XVIII(2).

Tudor, A. T., dan Mutiu, A. 2008. Pro and Contra Opinions Regarding a SME Accounting Standard.Journal of Annales Universitatis Apulensis Series Oeconomica, 1(10), 1-12.


(20)

LAMPIRAN

KUESIONER KETERTERAPAN

No. Nama

Frekuensi Pencatatan pada Koperasi

TP HT

P K SR SL

1. Kas dan setara kas

2. Piutang usaha/Piutang dagang dan piutang lainnya

3. Persediaan (persediaan barang dagang)

4. Investasi pada Properti

5. Aset Tetap (tanah;bangunan;peralatan;mesin)

6. Aset tidak Berwujud (goodwill;hak paten)

7. Utang Bank

8. Utang Usaha/Utang dagang dan Utang Lainnya

9. Kewajiban Imbalan Pascakerja

10. Aset dan Kewajiban Pajak

11. Kewajiban Diestimasi (hutang garansi, penyisihan

piutang ragu-ragu)

12. Ekuitas

13. Pendapatan/Penjualan

14. Beban operasional (beban penjualan;beban

administrasi dan umum;dll)

15. Beban non-operasional (beban penyusutan)

16. Bagian laba atau rugi dari investasi yang

menggunakan metode ekuitas

17. Beban pajak

18. Laba bersih atau rugi bersih untuk periode

19. Pengaruh perubahan kebijakan akuntansi & koreksi

kesalahan yang diakui dalam periode

20. Distribusi ke pemilik ekuitas (SHU)

21. Penerimaan kas dari penjualan barang & jasa

22. Penerimaan kas dari aktivitas lain-lain

23. Pembayaran kas kepada pemasok barang & jasa

24. Pembayaran kas kepada anggota koperasi

25. Penerimaan kas dari penjualan aset tetap

26. Pembayaran kas untuk memperoleh aset tetap

27. Pembayaran kas untuk memperoleh investasi pada

properti

28. Penerimaan kas dari pinjaman bank

29. Penerimaan kas dari pinjaman kepada pihak selain bank (simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, dll)

30. Pembayaran pinjaman bank


(21)

No. Prinsip Pengukuran

Penerapan pada Koperasi

TP HTP K SR SL

36. Transaksi-transaksi diukur berdasarkan ‘Biaya Historis/Harga Perolehan’.

37. Transaksi-transaksi diukur berdasarkan ‘Nilai Wajar’.

No.

Prinsip Pengungkapan Penerapan pada

Koperasi

TP HTP K SR SL

38.

Entitas memberikan informasi mengenai domisili dan bentuk hukum Koperasi serta alamat kantor yang terdaftar.

39. Entitas memberikan informasi mengenai penjelasan sifat operasi dan aktivitas utama.

40.

Entitas memberikan informasi tentang dasar

penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan.

41.

Entitas memberikan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi relevan untuk memahami laporan keuangan.

No. Prinsip Pengakuan Penerapan pada Koperasi

TP HTP K SR SL

32.

Aset diakui jika besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang terkait dengan pos tersebut akan mengalir ke dalam entitas dan aset tersebut

mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan handal.

33.

Kewajiban diakui dalam neraca jika besar

kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban

sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.

34.

Penghasilan diakui jika kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal.

35.

Beban diakui jika penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atu peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal.


(22)

No. Prinsip Penyajian Penerapan pada Koperasi

TP HTP K SR SL

42. Entitas menyajikan Laporan Perubahan Posisi Keuangan (Neraca).

43. Entitas menyajikan Laporan Laba Rugi (Laporan Sisa Hasil Usaha)

44. Entitas menyajikan Laporan Perubahan Posisi Keuangan

45. Entitas menyajikan Laporan Arus Kas

46. Entitas menyajikan Catatan Atas Laporan Keuangan

47.

Entitas menyajikan aset lancar dan aset tidak lancar, kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, sebagai suatu klasifikasi yang terpisah dalam neraca.

48. Entitas menyajikan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan secara konsisten antarperiode.

49. Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan minimal satu tahun sekali.

50. Entitas menyajikan informasi komparatif (perbandingan) periode pelaporan sebelumnya.

KUESIONER PERSEPSI

No. Pernyataan STS TS KS S SS

1.

Untuk responden pelaku koperasi: Saya mengetahui bahwa terdapat standar akuntansi sebagai pedoman bagi Koperasi dalam menyusun sebuah laporan keuangan. Untuk responden akuntan pendidik:

Saya mengetahui bahwa terdapat standar akuntansi sebagai pedoman bagi Entitas Bisnis skala Kecil dan Menengah dalam menyusun sebuah laporan keuangan.

2.

Untuk responden pelaku koperasi: Saya pernah mendengar tentang Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Untuk responden akuntan pendidik:

Saya mengetahui bahwa salah satu pilar dari Standar Akuntansi di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa

Akuntabilitas Publik (SAK ETAP).

3.

Untuk responden pelaku koperasi:

Saya pernah mendapat informasi mengenai SAK ETAP.

Untuk responden akuntan pendidik:

Saya mengetahui bahwa belum ada ketentuan secara eksplisit yang mewajibkan Koperasi menerapkan SAK ETAP.


(23)

4. Saya mengetahui isi dari SAK ETAP.

5. Saya memahami serta mengerti praktek-praktek akuntansi berkaitan dengan isi dari SAK ETAP. 6.

Menurut saya, SAK ETAP merupakan sebuah pedoman yang baku dalam penyusunan laporan keuangan bagi Koperasi.

7. Menurut saya, semua Koperasi tidak wajib menerapkan SAK ETAP.

8.

Menurut saya, SAK ETAP memiliki kekuatan hukum yang jelas dan bersifat mengikat untuk diterapkan oleh semua Koperasi.

9.

Menurut saya, SAK ETAP merupakan standar yang sederhana & tidak terlalu kompleks sehingga menjadikannya pedoman yang tepat digunakan oleh Koperasi dalam menyusun laporan keuangan.

10.

Menurut saya, dengan menerapkan SAK ETAP, kemampuan Koperasi dalam melakukan

penilaian kinerja usaha serta dalam melakukan evaluasi untuk periode yang akan datang, akan semakin meningkat.

11.

Menurut saya, dengan menerapkan SAK ETAP, Koperasi tidak dapat meningkatkan kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

12.

Menurut saya, dengan menerapkan SAK ETAP , Koperasi akan semakin mudah dalam

memperoleh dana pinjaman di lembaga keuangan.

13.

Penerapan SAK ETAP pada Koperasi akan memberikan kemudahan bagi pengguna laporan keuangan Koperasi dalam menilai kinerja Koperasi

14.

Menurut saya, Koperasi memang sudah seharusnya menerapkan SAK ETAP sebagai pedoman dalam menyusun laporan keuangan.


(1)

perhatian dan pemikiran bersama dari pihak-pihak terkait yang telah disebutkan di atas, apakah sekiranya diperlukan revisi dari SAK ETAP itu sendiri atau peraturan terkait koperasi lainnya.

Penelitian selanjutnya, saran yang sekiranya dapat diberikan adalah: (a) memperbesar jumlah sampel dan menggunakan statistik inferensial; (b) mencari tahu penyebab rendahnya tingkat keterterapan SAK ETAP; (c) melihat keterterapan SAK ETAP pada subyek penelitian lain yang merupakan pengguna dari SAK ETAP (contohnya UKM), maupun entitas dengan akuntabilitas publik yang diperbolehkan menggunakan SAK ETAP, seperti misalnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan sebagainya, bisa dengan menggunakan pendekatan kuantitatif ataupun kualitatif.


(2)

Daftar Referensi

Atik, A. 2010.SME's Views on the Adoption and Application of "IFRS for SMEs" in Turkey.European Research Studies, XIII(4), 19-31.

Bunea, S., Sacarin, M., dan Minu, M. 2012.Romanian Professional Accountants Perception on the Differential Financial Reporting For Small And Medium-Sized Enterprises.Accounting and Management Information Systems, 11(1), 27-43.

DSAK IAI. 2013. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Jensen, M. C., dan Meckling, W. H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost & Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 82-136. Kementerian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia.2011. Laporan Tahunan

2011 "Kebangkitan Koperasi dan UMKM Menuju Kesejahteraan Rakyat". Jakarta: Kementrian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia.

Kementrian Negara Koperasi dan UMKM Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman Umum Akuntansi Koperasi. Jakarta, 25 Juli 2012.

Khafid, M. 2010. Analisis PSAK No. 27 Tentang Akuntansi Perkoperasian dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Usaha pada KPRI.Dinamika Akuntansi, 2(1), 37-45. Kreitner, R., dan Kinicki, A. 2004.Organizational Behavior (Sixth ed.). New York:

McGraw-Hill.

Othcere, F. A., dan Agbeibor, J. 2012. The International Financial Reporting Standard for Small and Medium-sized Entities (IFRS for SMES): Suitability for small businessess in Ghana. Journal of Financial Reporting and Accounting, 10(2), 190-214.

Pinasti, M. 2007. Pengaruh Penyelenggaraan dan Penggunaan Informasi Akuntansi Terhadap Persepsi Pemilik UKM Atas Informasi Akuntansi.Jurnal Riset Akuntansi, 12.

Prayudi, M. A. 2011. Persepsi Penyusun dan Pengguna Laporan Keuangan terhadap Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK 45) Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba pada Palang Merah Indonesia Provinsi Bali..

Robbins, S. P., dan Judge, T. A. 2007. Organizational Behavior (12 ed. Vol. 1). New Jersey: Pearson Education.

Rudiantoro, R., dan Siregar, S. V. 2011.Kualitas Laporan Keuangan UMKM Serta Prospek Implementasi SAK ETAP. Paper disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Sutarto, Isnalita, dan Habbiburahman. 2008. Accountability Influence, Technical Difficulty, and Measurement Difficulty Towards The Implementation of Indonesian Standard Statement of Financial Accounting (PSAK) No. 27 (Revised 1998) about Cooperatives Accounting in East Java. Majalah Ekonomi, XVIII(2).

Tudor, A. T., dan Mutiu, A. 2008. Pro and Contra Opinions Regarding a SME Accounting Standard.Journal of Annales Universitatis Apulensis Series Oeconomica, 1(10), 1-12.


(3)

LAMPIRAN

KUESIONER KETERTERAPAN

No. Nama

Frekuensi Pencatatan pada Koperasi

TP HT

P K SR SL

1. Kas dan setara kas

2. Piutang usaha/Piutang dagang dan piutang lainnya 3. Persediaan (persediaan barang dagang)

4. Investasi pada Properti

5. Aset Tetap (tanah;bangunan;peralatan;mesin) 6. Aset tidak Berwujud (goodwill;hak paten)

7. Utang Bank

8. Utang Usaha/Utang dagang dan Utang Lainnya 9. Kewajiban Imbalan Pascakerja

10. Aset dan Kewajiban Pajak

11. Kewajiban Diestimasi (hutang garansi, penyisihan

piutang ragu-ragu)

12. Ekuitas

13. Pendapatan/Penjualan

14. Beban operasional (beban penjualan;beban

administrasi dan umum;dll)

15. Beban non-operasional (beban penyusutan) 16. Bagian laba atau rugi dari investasi yang

menggunakan metode ekuitas

17. Beban pajak

18. Laba bersih atau rugi bersih untuk periode 19. Pengaruh perubahan kebijakan akuntansi & koreksi

kesalahan yang diakui dalam periode

20. Distribusi ke pemilik ekuitas (SHU)

21. Penerimaan kas dari penjualan barang & jasa 22. Penerimaan kas dari aktivitas lain-lain 23. Pembayaran kas kepada pemasok barang & jasa 24. Pembayaran kas kepada anggota koperasi 25. Penerimaan kas dari penjualan aset tetap 26. Pembayaran kas untuk memperoleh aset tetap 27. Pembayaran kas untuk memperoleh investasi pada

properti

28. Penerimaan kas dari pinjaman bank

29. Penerimaan kas dari pinjaman kepada pihak selain bank (simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, dll)

30. Pembayaran pinjaman bank


(4)

No. Prinsip Pengukuran

Penerapan pada Koperasi

TP HTP K SR SL 36. Transaksi-transaksi diukur berdasarkan ‘Biaya

Historis/Harga Perolehan’.

37. Transaksi-transaksi diukur berdasarkan ‘Nilai Wajar’.

No.

Prinsip Pengungkapan Penerapan pada

Koperasi

TP HTP K SR SL 38.

Entitas memberikan informasi mengenai domisili dan bentuk hukum Koperasi serta alamat kantor yang terdaftar.

39. Entitas memberikan informasi mengenai penjelasan sifat operasi dan aktivitas utama.

40.

Entitas memberikan informasi tentang dasar

penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan.

41.

Entitas memberikan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi relevan untuk memahami laporan keuangan.

No. Prinsip Pengakuan Penerapan pada Koperasi

TP HTP K SR SL

32.

Aset diakui jika besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang terkait dengan pos tersebut akan mengalir ke dalam entitas dan aset tersebut

mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan handal.

33.

Kewajiban diakui dalam neraca jika besar

kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban

sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.

34.

Penghasilan diakui jika kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal.

35.

Beban diakui jika penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atu peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal.


(5)

No. Prinsip Penyajian Penerapan pada Koperasi TP HTP K SR SL 42. Entitas menyajikan Laporan Perubahan Posisi

Keuangan (Neraca).

43. Entitas menyajikan Laporan Laba Rugi (Laporan Sisa Hasil Usaha)

44. Entitas menyajikan Laporan Perubahan Posisi Keuangan

45. Entitas menyajikan Laporan Arus Kas

46. Entitas menyajikan Catatan Atas Laporan Keuangan

47.

Entitas menyajikan aset lancar dan aset tidak lancar, kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, sebagai suatu klasifikasi yang terpisah dalam neraca.

48. Entitas menyajikan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan secara konsisten antarperiode.

49. Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan minimal satu tahun sekali.

50. Entitas menyajikan informasi komparatif (perbandingan) periode pelaporan sebelumnya.

KUESIONER PERSEPSI

No. Pernyataan STS TS KS S SS

1.

Untuk responden pelaku koperasi: Saya mengetahui bahwa terdapat standar akuntansi sebagai pedoman bagi Koperasi dalam menyusun sebuah laporan keuangan. Untuk responden akuntan pendidik:

Saya mengetahui bahwa terdapat standar akuntansi sebagai pedoman bagi Entitas Bisnis skala Kecil dan Menengah dalam menyusun sebuah laporan keuangan.

2.

Untuk responden pelaku koperasi: Saya pernah mendengar tentang Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Untuk responden akuntan pendidik:

Saya mengetahui bahwa salah satu pilar dari Standar Akuntansi di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa

Akuntabilitas Publik (SAK ETAP).

3.

Untuk responden pelaku koperasi:

Saya pernah mendapat informasi mengenai SAK ETAP.

Untuk responden akuntan pendidik:

Saya mengetahui bahwa belum ada ketentuan secara eksplisit yang mewajibkan Koperasi menerapkan SAK ETAP.


(6)

4. Saya mengetahui isi dari SAK ETAP.

5. Saya memahami serta mengerti praktek-praktek akuntansi berkaitan dengan isi dari SAK ETAP. 6.

Menurut saya, SAK ETAP merupakan sebuah pedoman yang baku dalam penyusunan laporan keuangan bagi Koperasi.

7. Menurut saya, semua Koperasi tidak wajib menerapkan SAK ETAP.

8.

Menurut saya, SAK ETAP memiliki kekuatan hukum yang jelas dan bersifat mengikat untuk diterapkan oleh semua Koperasi.

9.

Menurut saya, SAK ETAP merupakan standar yang sederhana & tidak terlalu kompleks sehingga menjadikannya pedoman yang tepat digunakan oleh Koperasi dalam menyusun laporan keuangan.

10.

Menurut saya, dengan menerapkan SAK ETAP, kemampuan Koperasi dalam melakukan

penilaian kinerja usaha serta dalam melakukan evaluasi untuk periode yang akan datang, akan semakin meningkat.

11.

Menurut saya, dengan menerapkan SAK ETAP, Koperasi tidak dapat meningkatkan kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

12.

Menurut saya, dengan menerapkan SAK ETAP , Koperasi akan semakin mudah dalam

memperoleh dana pinjaman di lembaga keuangan.

13.

Penerapan SAK ETAP pada Koperasi akan memberikan kemudahan bagi pengguna laporan keuangan Koperasi dalam menilai kinerja Koperasi

14.

Menurut saya, Koperasi memang sudah seharusnya menerapkan SAK ETAP sebagai pedoman dalam menyusun laporan keuangan.