PERANCANGAN METODOLOGI IMPLEMENTASI CAPA id

PERANCANGAN METODOLOGI IMPLEMENTASI
CAPABILITY MATURITY MODEL INTEGRATION
PADA ORGANISASI PENGEMBANG PERANGKAT LUNAK
Tuntum Pandityas Mandari
Institut Teknologi Bandung
Program Studi Teknik Industri
Email: [email protected]
Dr. Rajesri Govindaraju, ST, MT
Insititut Teknologi Bandung
Kelompok Keahlian Sistem Industri dan Tekno-ekonomi
Email: [email protected]
Abstrak
Implementasi CMMI (Capability Maturity Model Integration) telah terbukti dapat
meningkatkan performansi organisasi. Meskipun demikian, upaya implementasi
CMMI bukanlah hal yang mudah karena mengharuskan adanya perubahan pada
proses-proses organisasi. Banyak praktisi perangkat lunak yang membutuhkan
panduan dalam mengelola program transisi organisasi saat mengimplementasikan
CMMI. Penelitian ini bertujuan untuk merancang metodologi implementasi CMMI
pada organisasi pengembang perangkat lunak. Pengembangan model penelitian
dilakukan berdasarkan studi literatur terhadap model siklus hidup software process
improvement serta faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan program SPI.

Model penelitian yang dihasilkan telah mendefinisikan 5 fase utama dalam kegiatan
implementasi CMMI, yaitu fase Inisiasi, Diagnosa, Perencanaan, Tindakan dan
Pembelajaran. Proses validasi model dilakukan dengan studi kasus pada satu buah
perusahaan pengembang perangka lunak. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode wawancara dan peninjauan dokumen tertulis. Selain itu diperoleh beberapa
kesimpulan umum yang ditarik dari hasil studi kasus.
Kata kunci: CMMI, metodologi, implementasi, Software Process Improvement
1. Pendahuluan
Organisasi pengembang aplikasi perangkat lunak beroperasi dalam pasar yang sangat
dinamis dengan kendala waktu dan biaya yang ketat. Kemampuan untuk
mengembangkan aplikasi perangkat lunak yang berkualitas dalam biaya dan waktu
yang optimal menjadi tantangan bagi sebagian besar organisasi. Hal tersebut
menjadikan industri perangkat lunak semakin kompetitif bagi pelakunya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, organisasi mulai meningkatkan kematangan
proses perangkat lunaknya dengan melakukan pendekatan software process
improvement (Humphrey, 1993). Humphrey (1993) mengartikan SPI sebagai suatu
perubahan yang diterapkan pada unit organisasi untuk mendefinisikan,
mengendalikan dan mengoptimasi software process secara efektif dan efisien
sehingga dapat meningkatkan kematangan organisasi. SPI tidak dilakukan dalam satu
langkah saja, melainkan dalam penerapan yang dilakukan secara bertahap (Acuna et


al., 2000) dengan mengaplikasikan praktik-praktik yang baik secara konsisten dan
mengubah praktik-praktik yang bermasalah (Wiegers, 2003).
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai model referensi software process
improvement (SPI). Diantara beberapa model referensi SPI yang dipublikasikan,
CMMI merupakan model yang paling sering digunakan dan secara de facto diakui
sebagai model acuan untuk menilai tingkat kematangan proses organisasi (Jones &
Soule, 2002).
CMMI atau Capability Maturity Model Integration merupakan model yang terdiri
dari kumpulan praktik-praktik yang terbukti efektif untuk memperbaiki kinerja
proses pengembangan perangkat lunak (Chrissis et al., 2006). Praktik-praktik
tersebut dikelompokkan kedalam 22 area proses yang merepresentasikan fungsifungsi esensial pada organisasi pengembang perangkat lunak CMMI berfungsi
sebagai petunjuk dalam menetapkan sasaran yang ingin dicapai dan mengukur hasil
yang telah dicapai dari program perbaikan proses (Kulpa & Johnson, 2008).
Meskipun penerapan CMMI telah terbukti memberikan perbaikan bagi organisasi,
perjalanan untuk mencapainya bukanlah hal yang mudah. Menerapkan CMMI berarti
melakukan perubahan terhadap kebiasaan dan cara kerja organisasi dalam
mengembangkan perangkat lunak (Ebert, 2004). Menurut Niazi (2009), hal tersebut
merupakan tantangan yang sulit bagi organisasi pemula atau organisasi yang belum
pernah melakukan inisiatif software process improvement.

Pada beberapa kasus, kompleksitas penerapan CMMI berujung pada kegagalan.
Penelitian empiris yang dilakukan Niazi (2009) menyimpulkan faktor penyebab
kegagalan implementasi CMMI adalah ‘lack of defined methodology’, atau tidak
tersedianya metodologi untuk memandu organisasi dalam menerapkan praktikpraktik perbaikan proses (Niazi, 2009). Model CMMI hanya memberikan petunjuk
mengenai apa yang harus dipenuhi sebagai syarat kematangan organisasi, tapi tidak
menunjukkan bagaimana cara dan langkah-langkah untuk menerapkan serangkaian
praktik tersebut secara sistematis dan terencana (Niazi, 2009).
Para praktisi CMMI menekankan pentingnya rancangan metodologi yang meliputi
perencanaan dan pengelolaan proyek implementasi CMMI (Niazi et al., 2003) yang
terdefinisi dengan baik untuk mendukung keberhasilan implementasi CMMI.
Metodologi tersebut diharapkan dapat mengelola faktor penghambat transisi
organisasi dari current state ke desired state.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk merancang metodologi
implementasi CMMI pada organisasi pengembang perangkat lunak, serta
mengidentifikasi aspek penting dalam kegiatan implementasi CMMI.
2. Pengembangan Model Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan metodologi implementasi CMMI sebagai upaya
software process improvement dilakukan oleh McFeeley (1996), Niazi et al. (2003),
Wiegers (2003) serta Kulpa dan Johnson (2008). Keempat penelitian tersebut
menghasilkan model software process improvement program life-cycle (model siklus


hidup program SPI) yang bertujuan memberi petunjuk pelaksanaan software process
improvement dalam suatu siklus program (Kinnula, 2001). Table 1 menyajikan
elemen kegiatan dari penelitian McFeeley (1996), Niazi (2003), Wiegers (2003) serta
Kulpa dan Johnson (2008).
Table 1. Perbandingan cakupan kegiatan dari model penelitian terdahulu

Elemen Kegiatan
Mengidentifikasi kebutuhan dasar organisasi
Menumbuhan awareness terhadap manfaat SPI
Mengikat komitmen manajemen senior
Membentuk infrastruktur SPI
Melakukan pelatihan dan pembinaan karyawan
Melakukan gap analysis/appraisal
Membuat rencana strategis dan taktis SPI
Melaksanakan proyek ujicoba
Melakukan implementasi solusi
Mengevaluasi hasil perbaikan proses
Memberi rekomendasi untuk siklus selanjutnya


McFeeley
(1996)













Kulpa &
Johnson
(2008)













Wiegers
(2003)

Niazi
(2003)






















Berdasarkan analisis perbandingan cakupan kegiatan dari model-model penelitian
terdahulu disimpulkan bahwa model penelitian McFeeley (1996) atau yang dikenal
dengan model IDEAL, memiliki komponen kegiatan yang paling komprehensif.
Selain itu jika ditinjau dari aspek kompatibilitas, model IDEAL (McFeeley, 1996)

terbukti dapat diaplikasikan pada perusahaan berskala besar maupun kecil (Kautz
et.al, 2000). Karena model IDEAL (McFeeley, 1996) memiliki cakupan elemen
kegiatan yang komperehensif serta memenuhi aspek kompatibilitas model, maka
model IDEAL (McFeeley, 1996) digunakan sebagai framework dasar penelitian ini.
Namun perlu diperhatikan bahwa model penelitian McFeeley (1996), Niazi et al.
(2003), Wiegers (2003) serta Kulpa dan Johnson (2008) memiliki pendekatan teknis
yang menekankan penggunaan metode dan alat melalui interaksi individu dalam
melaksanakan program software process improvements (SPI). Menurut Kandt
(2003), model program SPI yang telah ada tidak menyediakan pendekatan khusus
untuk mengatasi isu-isu tertentu yang dihadapi organisasi selama melakukan transisi
SPI terutama isu yang menjadi faktor kunci keberhasilan program SPI. Model-model
tersebut cenderung menjelaskan ‘apa’ yang harus dilakukan dalam program SPI,
namun tidak secara eksplisit menjelaskan ‘bagaimana’ cara melakukannya (Kandt,
2003).
Pengembangan model penelitian ini akan berfokus pada perancangan metodologi
yang mendukung keberhasilan implementasi CMMI, dengan mengadaptasi model
IDEAL (McFeeley, 1996) sebagai kerangka dasar, lalu mengembangkannya dengan
teori pendukung mengenai fakor kunci keberhasilan software process improvement.
Penelitian mengenai faktor keberhasilan software process improvement dilakukan
oleh Habib (2009) melalui studi literatur dari 70 sumber dan investigasi empiris

dengan 8 orang narasumber. Habib (2009) menyimpulkan terdapat dua faktor utama
yang mempengaruhi keberhasilan SPI, yaitu komitmen manajemen senior dan

keterlibatan karyawan. Faktor komitmen manajemen senior dan keterlibatan pekerja
pada dasarnya merupakan bentuk dukungan entitas organisasi dalam menghadapi
perubahan (Kotter, 2006). Selama masa transisi tersebut, komitmen dan dukungan
entitas organisasi terbentuk secara bertahap. Menurut Conner dan Patterson (1982)
terdapat 6 tahap pembentukan dukungan, yaitu contact, awareness, understanding,
positive perception, adoption, dan institutionalization.
Pada tahap Contact, entitas organisasi telah mengetahui bahwa organisasi akan
menerapkan suatu sistem baru. Pada tahap Awareness, informasi mengenai
perubahan telah menjadi lebih jelas dan manfaatnya telah dipahami oleh entitas
organisasi. Pada tahap Understanding entitas organisasi telah memahami maksud,
tujuan dan ruang lingkup perubahan. Pada tahap Positive Perception entitas
organisasi mulai mempercayai, menerima dan memandang perubahan sebagai hal
yang baik. Pada tahap Adoption, entitas organisasi melakukan langkah-langkah aktif
untuk menerapkan perubahan dalam wilayah tanggung jawab mereka.
Institusionalization merupakan tahap dimana perubahan sudah diinternalisasi atau
menjadi kebiasaan yang mengakar di organisasi. Karena adanya perbedaan
wewenang dan tanggung jawab pihak manajemen dan karyawan dalam proyek

implementasi CMMI, maka tingkat dukungan manajemen dan karyawan yang
dibutuhkan di setiap fase implementasi CMMI pun berbeda.
Table 2. Pemetaan tingkat dukungan yang dibutuhkan untuk setiap fase implementasi CMMI.
Implementasi Software Process
Improvement (McFeeley, 1996)
Fase
Initiating

Diagnosing

Kegiatan
Establish Context
Build Sponsorship
Charter Infrastructure
Characterize Current States

Level Dukungan
Manajemen

Level Dukungan

Karyawan

Contact, Awareness,
Understanding,
Positive Perception

Contact,
Awareness

Develop Recommendations
Set Priorities

Establishing Develop Approach
Plan Actions
Create Solution
Refine Solution
Acting
Pilot/Test Solution
Implement Solution
Analyze and Validate
Learning
Propose Future Actions

Understanding,
Positive
Perception
Adoption,
Institutionalization
Adoption,
Institutionalization

Habib (2009) menegaskan bahwa faktor dukungan manajemen sangat penting untuk
menunjang keberhasilan implementasi CMMI, karena pelaksanaan aktivitas-aktivitas
pada fase Diagnosing, Establishing, Acting dan Learning sangat membutuhkan
sumber daya yang hanya mampu disediakan oleh pihak manajemen senior organisasi.
Oleh karena itu, pada fase Initiating perlu dilakukan pembentukan dukungan
manajemen hingga level positive perception, yaitu dimana manajemen sudah
memahami manfaat, tujuan dan ruang lingkup dari kegiatan implementasi CMMI,

serta sudah memiliki persepsi yang positif. Diharapkan dengan adanya persepsi
manajemen yang positif terhadap CMMI, maka sokongan sumber daya untuk tahap
selanjutnya dapat tersedia dengan lancar.
Selanjutnya, pada fase Diagnosing, Establishing, Acting dan Learning dibutuhkan
adanya partisipasi manajemen senior untuk merancang strategi implementasi CMMI
dan mendorong para karyawan untuk menerapkan perubahan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, pada fase Diagnosing, Establishing, Acting dan Learning perlu
dilakukan pembentukan dukungan manajemen di tingkatan adoption dan
institutionalization, dengan cara membangun konsensus terhadap rencana strategis
yang telah dirancang. Dengan adanya konsensus tersebut, diharapkan manajemen
dapat menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan secara
spesifik, sesuai dengan rencana yang telah disepakati.
Selain aspek dukungan manajemen senior, faktor keberhasilan implementasi CMMI
yang juga penting untuk diwujudkan adalah aspek keterlibatan karyawan atau para
praktisi yang terlibat dalam proyek pengembangan aplikasi perangkat lunak (Habib,
2009). Pada fase Initiating, perlu dilakukan sosialiasi mengenai informasi dasar
tentang CMMI serta manfaat implementasi CMMI bagi organisasi. Diharapkan
dengan adanya sosialisasi ini, karyawan dapat memahami latar belakang dan manfaat
dilakukannya implementasi CMMI, serta menjadi siap untuk menghadapi perubahan
pada fase-fase selanjutnya.
Setelah karyawan menjadi ‘aware’ terhadap perubahan, pada fase Diagnosing dan
Establishing perlu dibentuk dukungan karyawan yang berada di level understanding
dan positive perception. Dukungan tersebut dibentuk dengan cara memberi informasi
kepada karyawan mengenai kondisi organisasi pada saat itu berdasarkan hasil
assessment yang telah dilakukan, serta rencana-rencana yang akan dilakukan
selanjutnya. Diharapkan setelah menerima informasi tersebut, karyawan meyakini
bahwa implementasi CMMI dapat membawa perbaikan bagi organisasi dan
karyawan memiliki motivasi untuk terlibat langsung dalam melakukan perubahan ke
arah yang lebih baik.
Selanjutnya, pada fase Acting dan Learning dibutuhkan dukungan karyawan yang
berada di level adoption dan institutionalization. Dukungan tersebut amat penting
untuk menjamin penerapan proses-proses yang telah diperbaiki secara berkelanjutan.
Untuk membentuk dukungan karyawan di level adoption dan institutionalization,
perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai cara melaksanakan pekerjaan
yang baru, hingga karyawan benar-benar paham dan dapat menerapkan proses
tersebut dalam pekerjaan sehari-harinya. Selain itu, perlu dilakukan pemberian
apresiasi atas keberhasilan yang telah dicapai dengan cara mengumumkan
keberhasilan dan memberikan penghargaan atau insentif kepada karyawan yang
berkontribusi dalam implementasi CMMI. Tujuan dari pemberian apresiasi adalah
untuk memotivasi pekerja agar terus menerapkan perbaikan yang berkelanjutan.
Kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk membentuk dukungan manajemen dan
karyawan tersebut kemudian diintegrasikan kedalam tahapan pelaksanaan software
process improvement yang telah dirancang oleh McFeeley (1996), sehingga
dihasilkan metodologi implementasi CMMI yang terdiri dari 5 fase, yaitu: Inisiasi,

Diagnosa, Perencanaan, Tindakan dan Pembelajaran. Tahapan implementasi CMMI
yang dikembangkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Table 3.
Table 3. Tahapan Implementasi CMMI pada Model Penelitian, diadaptasi dari McFeeley (1996)

Tahapan Software
Process Improvement

Tahapan Implementasi CMMI

(McFeeley, 1996)

(Model Penelitian)

Initiating

Inisiasi

Establish Context
Build Sponsorship
Charter Infrastructure
-

Diagnosing

Memulai Inisiatif CMMI
Membangun Dukungan Manajemen
Membentuk Infrastruktur
Mensosialisasikan CMMI

Dasar Penelitian

McFeeley (1996)
McFeeley (1996)
McFeeley (1996)
Kulpa & Johnson (2008)

Diagnosa

McFeeley (1996)
Characterize Current States Melaksanakan Appraisal
Develop Recommendations Mengajukan Rekomendasi
McFeeley (1996)
Mensosialisasikan Hasil Appraisal Kulpa & Johnson (2008)

Establishing
Set Priorities
Develop Approach
Plan Actions

Acting
Create Solution
Pilot/Test Solution
Implement Solution

Learning
Analyze and Validate
Propose Future Actions
-

Perencanaan
Menetapkan Prioritas Perbaikan
Menyusun Rencana Strategis
Membangun Konsensus
Menyusun Rencana Taktis

McFeeley (1996)
McFeeley (1996)
Kasse (2004)
McFeeley (1996)

Tindakan
Merancang Draft Proses Usulan
Melakukan Proyek Pilot
Menyusun Rencana Instalasi
Melakukan Instalasi

McFeeley (1996)
McFeeley (1996)
Kulpa & Johnson (2008)
McFeeley (1996)

Pembelajaran
Mengukur Keberhasilan
Menganalisis Lesson Learned
Merevisi Proposal
Mempublikasikan Hasil

Kulpa & Johnson (2008)
McFeeley (1996)
McFeeley (1996)
Kulpa & Johnson (2008)

Kelima fase kegiatan implementasi CMMI akan dijelaskan sebagai berikut.
2.1.

Fase Inisiasi

Fase Inisiasi merupakan fase perintisan proyek CMMI. Pada fase ini, landasan dan
motivasi dari upaya perbaikan definisikan dan dikaji secara mendalam. Tujuan dari
Fase Inisiasi adalah untuk (1) mengenali dan memahami stimulus perubahan, (2)
membangun kesadaran terhadap manfaat dan biaya implementasi CMMI, (3)
membentuk infrastruktur untuk mengelola implementasi CMMI serta (4) memastikan
ketersediaan sumberdaya untuk implementasi CMMI. Berdasarkan tujuan dari Fase
Inisiasi, maka diuraikan 4 kegiatan utama yang ditunjukkan pada Error! Reference
source not found.

1.1
Memulai
Inisiatif CMMI

1.2
Membangun
Dukungan Manajemen

1.3
Membentuk
Infrastruktur

1.4
Mensosialisasikan
CMMI

Figure 1. Kegiatan pada Fase Inisiasi

Kegiatan Memulai Inisiatif CMMI (McFeeley, 1996) bertujuan untuk memahami
kebutuhan bisnis utama yang mendorong kebutuhan untuk mengimplementasi
CMMI, berdasarkan perspektif manajerial.
Kegiatan Membangun Dukungan Manajemen (McFeeley, 1996) bertujuan untuk
membangun dukungan manajemen hingga level positive perception. Pada kegiatan
ini, kebutuhan sumber daya perlu diuraikan secara jelas, termasuk jumlah kebutuhan
SDM, rincian dana, serta durasi waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan CMMI.
Penyedia dana perlu mengetahui tahapan utama apasaja yang dilakukan selama
proyek implementasi CMMI.
Kegiatan Membentuk Infrastruktur (McFeeley, 1996) bertujuan untuk (1)
memfasilitasi penyebaran informasi, (2) menyediakan sumber daya, (3) membimbing
dan memantau kegiatan implementasi CMMI, (4) mendokumentasikan pelajaranpelajaran berharga (5) mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan SPI (6) mendukung
pengenalan teknologi baru, dan (7) mendukung pelatihan untuk para praktisi.
Kegiatan Mensosialisasikan CMMI (Kulpa & Johnson, 2008) bertujuan untuk
membentuk komitmen pekerja hingga level awareness.
2.2. Fase Diagnosa
Fase Diagnosa adalah tahap dimana organisasi melakukan penilaian awal atau
evaluasi terhadap proses-proses yang berlangsung saat itu untuk benar-benar
memahami apa yang terjadi di organisasi, serta menentukan titik acuan (baseline)
dari kegiatan implementasi CMMI. Fase Diagnosa terdiri dari 2 kegiatan besar, yang
ditunjukkan pada Figure 2
2.1
Melaksanakan
Appraisal

2.2
Mengajukan
Rekomendasi

2.3
Mensosialisasikan
Hasil Appraisal

Figure 2. Kegiatan pada Fase Diagnosa

Kegiatan Melaksanakan Appraisal bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap
praktik-praktik yang diterapkan pada lingkup area proses yang dinilai. Appraisal
merupakan kegiatan penilaian proses organisasi yang mengacu kepada Standard
CMMI Appraisal Method for Process Improvement (SCAMPI). Lingkup organisasi
yang akan dinilai disebut dengan Organizational Unit (OU). OU dapat berupa
keseluruhan organisasi atau sebagian departemen, divisi maupun unit bisnis.
Appraisal CMMI dilakukan hanya pada proyek yang berlangsung dalam OU
tersebut. Untuk menetapkan baseline atau landasan awal perbaikan proses, Kulpa
dan Johnson (2008) menyarankan organisasi untuk menggunakan metode SCAMPI

B atau SCAMPI C, karena SCAMPI A membutuhkan biaya yang mahal serta lebih
tepat untuk digunakan pada tahap akhir implementasi CMMI untuk mengukur
peningkatan kematangan.
Kegiatan Mengajukan Rekomendasi bertujuan untuk memberikan rekomendasi
kepada pihak manajemen berdasarkan hasil penilaian. Setelah melakukan penilaian,
Appraisal Team mengajukan rekomendasi berupa area proses apasaja yang harus
diperbaiki terlebih dahulu, serta rekomendasi rencana kegiatan selanjutnya.
Rekomendasi tersebut kemudian dipresentasikan kepada pihak manajemen senior
dan infrastruktur implementasi CMMI untuk menjadi bahan pertimbangan dalam
menyusun rencana strategis implementasi CMMI. Manajemen dan stakeholder yang
terkait harus benar-benar paham mengenai kondisi organisasi saat itu.
Kegiatan Mensosialisasikan Hasil Appraisal (Kulpa & Johnson, 2008), bertujuan
untuk membentuk komitmen pekerja hingga level understanding.
2.3. Fase Perencanaan
Fase Perencanaan bertujuan untuk menetapkan sasaran implementasi CMMI yang
terukur, menyusun rencana strategis yang terhubung dengan tujuan bisnis organisasi
serta merencanakan tindakan jangka pendek. Partisipasi manajemen secara langsung
dalam fase ini sangat penting dan tugasnya tidak dapat didelegasikan ke pihak lain
(Kulpa & Johnson, 2008). Di fase ini manajemen mendapat pandangan nyata
mengenai apa yang akan terjadi, kemudian manajemen harus membangun konsensus
mengenai arah perbaikan yang dituju serta cara untuk mencapainya. Fase
Perencanaan terdiri dari 4 kegiatan besar, yang ditunjukkan pada Figure 3.
3.1
Menetapkan
Prioritas

3.2
Menyusun Rencana
Strategis

3.3
Membangun
Konsensus

3.4
Menyusun
Rencana Taktis

Figure 3. Kegiatan pada Fase Perencanaan

Kegiatan Menetapkan Prioritas (McFeeley, 1996) bertujuan untuk menentukan area
proses yang akan diperbaiki terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan tujuan yang
ingin dicapai dan kendala yang ada. Kendala yang harus didefinisikan dapat berupa
anggaran biaya yang tersedia, batasan waktu yang ditentukan, jumlah SDM yang
tersedia, dan sebagainya. Setelah mendefinisikan kendala-kendala dengan jelas, EPG
dan MSC mempersempit fokus upaya perbaikan pada beberapa kegiatan penting
yang memiliki tingkat return on investment dan peluang keberhasilan yang terbesar.
Kegiatan Menyusun Rencana Strategis (McFeeley, 1996) bertujuan untuk merancang
draft rencana strategis yang menjelaskan motivasi secara keseluruhan serta visi
implementasi CMMI, berdasarkan kendala implementasi CMMI dan prioritas
kegiatan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya.
Kegiatan Membangun Konsensus (Kasse, 2004), bertujuan untuk membentuk
komitmen manajemen hingga level institutionalization, serta membentuk komitmen
pekerja hingga level positive perception. Pada tahap ini, draft rencana strategis

disebarkan kepada seluruh pihak yang bersangkutan untuk dipahami dan ditanggapi.
EPG dan MSC perlu melakukan pendekatan ke pihak-pihak yang berpersepsi negatif
terhadap rencana yang dibuat dan mendengarkan pendapatnya. Setelah semua pihak
memberikan respon yang positif, maka perlu dibentuk suatu konsensus yang
menyatakan bahwa semua pihak yang berkepentingan benar-benar paham dan setuju
dengan keputusan tersebut dan secara terbuka berkomitmen untuk memberikan
dukungan sesuai peran dan kapasitas setiap pihak.
Kegiatan Menyusun Rencana Taktis (McFeeley, 1996) berfokus pada perencanaan
kegiatan teknis utama yang dapat mendukung strategi, yang merupakan fungsi dari
technical working group (TWG).
2.4. Fase Tindakan
Fase Tindakan bertujuan untuk mengembangkan solusi proses perangkat lunak untuk
mencapai goals CMMI, memberdayakan dan melatih personil-personil untuk
menerapkan perbaikan yang berkelanjutan, serta memperkenalkan dan mendukung
para praktisi untuk menggunakan proses dan teknologi yang baru. Kegiatan dalam
Fase Tindakan dapat mempertemukan misi implementasi CMMI dan misi organisasi,
dengan cara menciptakan metode pengembangan produk yang lebih baik. Fase
Tindakan terdiri dari 4 kegiatan besar, yang ditunjukkan pada Figure 4.
4.1
Merancang Draft
Proses Usulan

4.2
Melakukan
Proyek Pilot

4.3
Menyusun
Rencana Instalasi

4.4
Melakukan
Instalasi

Figure 4. Kegiatan pada Fase Tindakan

Kegiatan Merancang Draft Proses Usulan bertujuan untuk merancang dokumen
proses-proses usulan berdasarkan model CMMI serta kondisi proses-proses
organisasi sebelumnyam sesuai dengan rekomendasi yang dihasilkan dari tahap
appraisal.
Kegiatan Melakukan Proyek pilot merupakan kegiatan ujicoba penggunaan dokumen
maupun artifak proses yang telah dirancang pada salah satu proyek software
engineering yang sedang berlangsung di organisasi. Proyek yang akan menjadi
obyek percobaan haruslah berada di fase yang sama dengan proses yang akan diuji,
pada siklus hidup pengembangan perangkat lunak (Kulpa & Johnson, 2008). Sebagai
contoh, untuk menguji proses Requirement Development maka perlu memilih proyek
yang sedang dalam fase Identifikasi Kebutuhan, atau berada pada fase awal
pengembangan perangkat lunak.
Kegiatan Menyusun Rencana Instalasi (Kulpa & Johnson, 2008), bertujuan untuk
membentuk komitmen pekerja hingga level adoption. Rencana instalasi meliputi
pedoman untuk membantu penerapan teknologi maupun prosedur tertentu pada suatu
area proses. Rencana instalasi ini dikembangkan untuk suatu proyek perbaikan di
area tertentu. Rencana instalasi dibuat oleh anggota TWG, kemudian akan ditinjau
ulang oleh EPG dan akan disahkan oleh MSC apabila rencana tersebut telah layak
untuk diterapkan organisasi.

Kegiatan Melakukan Instalasi (McFeeley, 1996) dilakukan secara bertahap, dengan
menjelaskan proses-proses yang baru kepada para stakeholder yang bersangkutan.
Setelah itu dilakukan pelatihan mengenai kemampuan-kemampuan khusus yang
diperlukan untuk menjalankan proses tersebut. Selama masa sosialisasi dan
pelatihan, sebaiknya dilakukan pendekatan dua arah secara personal kepada pihakpihak tertentu yang belum menunjukan persepsi yang positif terhadap perubahan, dan
menjelaskan sebaik mungkin mengenai informasi-informasi yang dibutuhkan oleh
para praktisi yang belum memahami dengan benar manfaat perubahan yang
diterapkan pada pekerjaan mereka sehari-hari.
2.5. Fase Pembelajaran
Tujuan Fase Pembelajaran adalah mempelajari apa yang telah dilakukan dan
menetapkan tujuan baru untuk iterasi berikutnya dari siklus implementasi CMMI
serta mengapresiasi prestasi yang telah dicapai dari upaya perbaikan yang dilakukan.
Fase Pembelajaran terdiri dari 3 kegiatan besar, yang ditunjukkan pada Figure 5.
5.1
Mengukur
Keberhasilan

5.2
Menganalisa
Lesson Learned

5.3
Merevisi
Proposal

5.4
Mempublikasikan
Hasil

Figure 5. Kegiatan pada Fase Pembelajaran

Kegiatan Mengukur Keberhasilan (Kulpa & Johnson, 2008) bertujuan untuk
membentuk komitmen pekerja hingga level institutionalization. Kulpa dan Johnson
(2008) menyarankan organisasi untuk menggunakan metode appraisal SCAMPI A,
karena merupakan satu-satunya metode yang dapat memberikan peringkat
kematangan organisasi. Tahap pelaksanaan appraisal pada kegiatan ini sama dengan
tahap appraisal pada Fase Diagnosa.
Kegiatan Menganalisis Lesson Learned (McFeeley, 1996) bertujuan untuk menelaah
efektivitas dan kesesuaian standar proses organisasi, mendapatkan umpan balik, dan
memperoleh pelajaran dari kegiatanimplementasi CMMI.
Kegiatan Merevisi Proposal (McFeeley, 1996), bertujuan untuk mempertahankan
komitmen manajemen pada level institutionalization. Berdasarkan pengalaman dan
pelajaran dari siklus perbaikan yang pertama, strategi, metode dan infrastruktur
dievaluasi, diperbaiki dan disesuaikan.
Kegiatan Mempublikasikan Hasil (Kulpa & Johnson, 2008), bertujuan untuk
mempertahankan komitmen pekerja pada level institutionalization.
3. Metodologi Penelitian
Setelah membangun model konseptual maka langkah penelitian berikutnya adalah
melakukan validasi model dengan menggunakan pendekatan studi kasus instrumental
tunggal (single instrumental case study) seperti yang dikemukakan oleh Yin (2002),
yaitu metode studi kasus yang menggunakan satu unit analisis dengan pertimbangan
bahwa kasus yang diteliti merupakan fenomena konstektual. Menurut Yin (2002)

studi kasus merupakan metode penelitian yang tepat jika fokus utama penelitian
adalah menjawab pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” serta jika fenomena
penelitian terjadi di kehidupan nyata. Karena penelitian ini bertujuan menjawab
pertanyaan: “Bagaimanakah metodologi implementasi CMMI di perusahaan
pengembang perangkat lunak?” maka metode studi kasus tepat untuk digunakan
dalam penelitian ini.
Studi kasus dilakukan pada proyek implementasi CMMI di PT Berlian Sistem
Informasi (BSI), yakni perusahan penyedia jasa teknologi informasi yang berdiri
sejak tahun 1996 di Jakarta, Indonesia. BSI merupakan subsidiary dari Mitsubishi
Motors Corporation (MMC), bersamaan dengan PT Krama Yudha Tiga Berlian
Motors (KTB) yang merupakan distributor resmi kendaraan Mitsubishi di Indonesia.
BSI termasuk perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) karena sebesar 90% dari
komposisi sahamnya dimiliki oleh Mitsubishi Corporation yang berkantor pusat di
Tokyo, Jepang (periode Agustus 2012).
Adapun tujuan dari studi kasus adalah untuk melakukan validasi model yang
dikembangkan dan menunjukkan bahwa model tersebut dapat digunakan dalam
implementasi CMMI di dunia nyata serta untuk mengajukan saran-saran bagi
penelitian lanjutan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara
terstruktur dengan stakeholder proyek implementasi CMMI serta tinjauan dokumen
tertulis. Wawancara validasi model penelitian dilakukan dengan 2 orang yang
berperan penting dalam proyek implementasi CMMI di PT BSI yaitu:
1. Seorang Senior Manager BSI yang menjabat sebagai Management
Representative pada proyek implementasi CMMI, serta
2. Seorang Quality Control Officer BSI yang menjabat sebagai Project Manager
CMMI.
4. Deskripsi dan Pembahasan Studi Kasus
Secara umum pelaksanaan Proyek CMMI di PT BSI terbagi menjadi 2 fase utama,
yaitu Fase Persiapan dan Fase Pelaksanaan. Titik peralihan diantara kedua fase
tersebut dinamakan kick-off workshop, yaitu kegiatan rapat perdana yang dihadiri
oleh seluruh pihak yang terlibat dalam proyek CMMI, untuk menyamakan persepsi
diantara semua pihak.

Fase Persiapan

Fase Pelaksanaan

Inisiasi Proyek

Pembuatan
Proposal

Pembentukan
Infrastruktur

Sounding atau
publikasi

Analisis
Kesenjangan

Perancangan
Proses Usulan

Sosialisasi dan
Implementasi
Proses

Review
Implementasi

Persiapan
Appraisal
SCAMPI A

Appraisal
SCAMPI A

Figure 6. Kegiatan Implementasi CMMI di PT BSI

4.1. Validasi Kegiatan “Memulai Inisiatif CMMI”
Inisiatif implementasi CMMI dimulai sejak BSI menerima hasil audit yang dilakukan
oleh tim auditor independen. Adanya temuan audit berupa bug / error pada produk
perangkat lunak, adanya keterlambatan penyelesaian proyek dan pengeluaran proyek
yang melebihi anggaran dana (overbudget) menjadi isu utama yang harus
ditindaklanjuti. Manajemen menyimpulkan bahwa BSI harus membenahi prosesproses di area pengelolaan proyek perangkat lunak, dengan menerapkan model
CMMI. Setelah memutuskan untuk mengimplementasikan CMMI, manajemen senior
menunjuk Project Manager CMMI yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan
proyek CMMI. Adapun tujuan umum dari implementasi CMMI yang dirumuskan
BSI adalah untuk meningkatkan mutu layanan BSI di mata customer, serta
menangani masalah project delay, overbudget dan customer satisfaction yang
rendah. Pelaksanaan kegiatan inisiasi proyek CMMI di BSI ini telah sesuai dengan
kegiatan pada model penelitian, hanya saja pada kegiatan inisiasi proyek CMMI di
BSI dilakukan pemilihan Project Manager, sementara pada model penelitian
kegiatan pemilihan Project Manager tersebut dilakukan pada saat pembentukan
infrastruktur.
4.2. Validasi Kegiatan “Membangun Dukungan Manajemen”
Project Manager yang terpilih membuat perencanaan proyek CMMI dan
menuangkannya kedalam draft proposal proyek CMMI. Tujuan dari pembuatan
proposal proyek CMMI adalah untuk membangun dukungan dari pihak stakeholder
yang bersangkutan. Draft proposal yang dirancang pada tahap ini belum final dan
terus dikembangkan selama masa perencanaan proyek CMMI. Isi dari draft proposal
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:







Estimasi timeline dan durasi proyek yang disesuaikan dengan rencana
Quality Assurance (QA Plan) PT BSI,
Analisis keuntungan dan biaya proyek,
Daftar kebutuhan SDM, serta
Strategi mitigasi resiko proyek.

4.3. Validasi Kegiatan “Membentuk Infrastruktur”
Project Manager membentuk tim pelaksana yang berperan sebagai infrastruktur
proyek CMMI. Figure 7 menunjukkan susunan infrastruktur implementasi CMMI di
PT BSI.
Project Executive

Management
Representative

Software Project
Practitioners

Project Manager

EXPERT TEAM

QMS Expert

Software Project
Experts

Lead
Appraiser

Drafter

Appraisal
Team Member

Figure 7. Infrastruktur Proyek CMMI (Dokumen PT BSI, 2012)

CMMI Project Executive merupakan pemangku kepentingan tertinggi yang
menyediakan sumber daya serta memastikan bahwa tujuan implementasi CMMI
selaras dengan visi perusahaan. Management Representative merupakan perwakilan
dari jajaran manajemen senior yang memantau keberjalanan proyek CMMI serta
memberi arahan dalam konteks manajerial. CMMI Project Manager merupakan
pengelola proyek implementasi CMMI yang berkontribusi secara full-time untuk
proyek CMMI. Software Project Practitioners merupakan praktisi proyek rekayasa
perangkat lunak di PT BSI. Expert Team merupakan para praktisi yang
berpengalaman dan memiliki pengetahuan mengenai area proses tertentu. Anggota
Expert Team dapat berasal dari manajer unit bisnis tertentu, pakar di area manajemen
resiko, dan sebagainya. Peran Expert Team adalah mengembangkan proses bisnis,
prosedur dan kebijakan organisasi agar memenuhi goals dan practices yang ada pada
model CMMI serta memungkinkan untuk diterapkan di BSI. Expert Team
menugaskan Drafter untuk mendokumentasikan proses, prosedur dan kebijakan
perusahaan yang telah diperbaiki. Expert Team, Drafter dan PM bersama-sama
melakukan sosialisasi proses ke seluruh manajemen dan staf BSI. Appraisal Team
Member (ATM) bertugas untuk melakukan investigasi proses yang berlangsung di
BSI. Temuan-temuan investigasi dijadikan dasar penilaian (appraisal) untuk

menentukan maturity level organisasi. ATM bekerja dengan dipimpin oleh Lead
Appraiser, yaitu seorang profesional yang memiliki linsensi resmi dari Software
Engineering Institute untuk memimpin kegiatan appraisal dan mempublikasikan
hasilnya. Secara keseluruhan, kegiatan yang dilakukan pada tahap pembentukan
infrastruktur di BSI sesuai dengan kegiatan pada model penelitian.
4.4. Validasi Kegiatan “Mensosialisasikan CMMI”
Tahap “Mensosialisasikan CMMI” diterapkan oleh BSI untuk menjelaskan informasi
umum seputar proyek CMMI kepada seluruh anggota BSI. Upaya tersebut dilakukan
melalui kegiatan kick-off workshop dan pelatihan CMMI Awareness Training yang
diadakan sebanyak satu kali untuk menjelaskan manfaat CMMI bagi BSI dan
kontribusi yang dapat diberikan oleh seluruh staf terhadap perbaikan proses
perangkat lunak. Project Manager juga membuat Reporting Plan yang mengatur
metode komunikasi antar tim proyek CMMI dan manajemen senior BSI. Rencana
komunikasi sebaiknya juga mempertimbangkan strategi untuk berkomunikasi dengan
pihak eksternal, misalnya konsultan eksternal yang membantu pelaksanaan proyek
implementasi CMMI. Hal ini penting, karena seringkali pihak eksternal bekerja offsite atau bekerja di tempat yang berbeda dengan lokasi penerapan CMMI, sehingga
tanpa metode komunikasi yang baik maka pelaksanaan implemenasi CMMI dapat
terhambat.
4.5. Validasi Kegiatan “Melaksanakan Appraisal”
Kegiatan assessment dilakukan oleh konsultan eksternal untuk menilai kondisi proses
BSI serta mengetahui kekurangan-kekurangan organisasi untuk diperbaiki agar
sesuai dengan model CMMI. Unit organisasi yang menjadi obyek penilaian adalah
Project Management Unit, yaitu unit yang mengelola pelaksanaan proyek
pengembangan aplikasi perangkat lunak. Konsultan eksternal kemudian melakukan
konfirmasi kepada narasumber wawancara, apakah temuan yang didapat tersebut
benar dan sesuai dengan fakta yang terjadi pada unit analisis.
4.6. Validasi Kegiatan “Mengajukan Rekomendasi”
Selanjutnya konsultan eksternal melakukan analisis kesenjangan dan menarik
kesimpulan yang kemudian dipresentasikan kepada Senior Management BSI. Hasil
dari analisis kesenjangan adalah informasi mengenai (1) area proses pada model
CMMI yang belum tersedia di BSI, (2) kelebihan dan kekurangan setiap area proses
BSI, (3) daftar dokumen proses dan prosedur yang harus disiapkan oleh BSI, serta
(4) rekomendasi tahapan-tahapan implementasi CMMI.
4.7. Validasi Kegiatan “Mensosialisasikan Hasil Appraisal”
Hasil assessment yang telah dilakukan kemudian disebarluaskan melalui email ke
seluruh anggota BSI. Bentuk dokumen yang disebarluaskan adalah slide presentasi
hasil assessment yang memuat informasi mengenai kekurangan dan kelebihan
proses-proses pada PT BSI saat itu, serta rekomendasi tindakan selanjutnya yang
dapat dilakukan oleh PT BSI untuk memperbaiki kekurangan.

4.8. Validasi Kegiatan “Menetapkan Prioritas”
Setelah melakukan assessment, Management Representative dan Project Manager
menetapkan target implementasi CMMI hingga maturity level 3. Keputusan ini
didasarkan oleh hasil assessment yang telah dilakukan. Selanjutnya Project Manager
mendefinisikan kendala pelaksanaan proyek CMMI dengan merevisi anggaran dana
yang telah dibuat pada tahap penyusunan proposal, serta membuat Member Leave
Plan yang merupakan rencana cuti seluruh anggota tim yang terhitung sejak
dilakukannya kick-off workshop hingga pelaksanaan appraisal SCAMPI A di akhir
proyek CMMI. Member Leave Plan menjelaskan constraint waktu bekerja para
anggota proyek CMMI.
4.9. Validasi Kegiatan “Menyusun Rencana Strategis”
Kegiatan yang dilakukan BSI pada tahap ini adalah mengembangkan poin-poin
rencana strategis yang sudah didefinisikan pada draft proposal CMMI. Bentuk
dokumen rencana strategis pada kegiatan studi kasus adalah dokumen proposal yang
telah diperbaharui dan ditandatangani oleh stakeholder yang bersangkutan. Isi
dokumen proposal yang dibuat oleh BSI pada dasarnya memiliki kesamaan dengan
dokumen rencana strategis yang direkomendasikan oleh McFeeley (1996).
Rentang rencana strategis yang dibuat oleh BSI hanya satu tahun dan hanya
menetapkan rencana hingga pencapaian maturity level 3 saja. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Kulpa dan Johnson (2008) yang menyarankan bahwa organisasi
sebaiknya menetapkan tujuan jangka panjang implementasi CMMI hingga 3-5 tahun
kedepan karena penting bagi organisasi untuk mempertahankan dan meningkatkan
level kematangan yang telah dicapai secara terus menerus. Rencana jangka panjang
tersebut juga meliputi rencana perekrutan kandidat-kandidat baru yang potensial
untuk mengelola perbaikan proses yang berkelanjutan (Kulpa & Johnson, 2008).
4.10. Validasi Kegiatan “Membangun Konsensus”
Pada tahap ini, draft proposal yang memuat poin-poin rencana strategis implementasi
CMMI diajukan ke pihak senior management BSI untuk dibicarakan pada rapat
manajerial. Pihak manajemen melakukan konfigurasi jadwal pelaksanaan proyek
CMMI dengan proyek lainnya, serta konfigurasi penggunaan sumber daya yang
dibutuhkan pada proyek CMMI dan proyek lainnya. Proposal implementasi CMMI
kemudian disepakati bersama dalam bentuk konsensus oleh seluruh manajer,
kemudian ditandatangani oleh President Director BSI dan empat orang kepala divisi.
Selanjutnya, proposal CMMI disebarluaskan ke anggota proyek CMMI melalui
email.
4.11. Validasi Kegiatan “Merumuskan Rencana Taktis”
Pada tahap ini, Project Manager merekrut dua orang Drafter yang berasal dari pihak
eksternal perusahaan. Drafter tersebut diikat dengan kontrak kerja dan ditgaskan
untuk melakukan desain ulang proses-proses di BSI berdasarkan praktik CMMI,
serta mendokumentasikan hasilnya dalam format Dokumen Proses BSI. Selanjutnya
Project Manager menyusun rencana pelaksanaan workshop yang dihadiri oleh PM,
Expert Team dan Drafter. Workshop tersebut diselenggarakan setiap hari selama satu
bulan, untuk merumuskan desain proses yang baru.

4.12. Validasi Kegiatan “Merancang Draft Proses Usulan”
Pada studi kasus, kegiatan ini bertujuan untuk merancang proses usulan beserta
rekomendasi alat bantu, metode dan guidelines yang diperlukan berdasarkan goals
dan practices pada model CMMI. Kegiatan ini juga menghasilkan rancangan
arsitektur “Software Process Database”, yaitu repositori yang digunakan untuk
menyimpan dan mengelola semua hasil pekerjaan terkait kegiatan perbaikan proses
perangkat lunak (software process improvement).
Project Manager, Expert Team, dan Drafter mengadakan workshop secara rutin
untuk mengkaji dan menginterpretasikan model CMMI lalu menyesuaikannya
dengan proses bisnis PT BSI. Setelah konsepsi proses dirumuskan, deskripsi dari
setiap proses didokumentasikan kedalam Dokumen Proses yang menjelaskan
elemen-elemen proses dan diagram alir proses. Kemudian Project Manager dan
Expert Team melakukan walkthrough atau meninjau kembali dokumen proses dan
hasil pekerjaan lainnya yang perlu direvisi.
4.13. Validasi Kegiatan “Melakukan Proyek Pilot”
Satu tahapan yang tidak dilakukan di BSI adalah pelaksanaan proyek pilot (proyek
ujicoba) sebelum melakukan instalasi proses-proses baru ke seluruh organisasi.
Menurut Manager Representative, proyek pilot tidak dilakukan karena membutuhkan
investasi biaya yang besar dan waktu yang lebih lama. Strategi untuk mengganti
fungsi proyek pilot adalah dengan melakukan audit internal sebanyak tiga kali
selama kegiatan instalasi berlangsung. Audit bertujuan untuk memantau dan
mengkaji ulang keberjalanan instalasi agar dapat segera merevisi proses yang tidak
sesuai dengan sistem PT BSI.
Praktik peniadaan proyek pilot ini bertentangan dengan rekomendasi yang diajukan
pada penelitian McFeeley (1996), Kulpa dan Johnson (2008) dan Niazi et. al (2003),
yang sangat menganjurkan organisasi untuk melakukan proyek pilot sebelum
mengimplementasikan seluruh proses-prosesnya. Pada praktik nyatanya dapat
dijumpai kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan proyek pilot, seperti
yang terjadi pada studi kasus. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan proyek
pilot, maka dapat menggantinya dengan alternatif lain yang bertujuan untuk
meminimasi kegagalan penerapan proses pada organisasi. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengkaji apakah pelaksanaan proyek pilot atau ujicoba ini benarbenar dibutuhkan dan efektif untuk diterapkan pada organisasi di Indonesia, serta
apakah pelaksanaan proyek pilot dapat diganti dengan tindakan korektif lainnya.
4.14. Validasi Kegiatan “Menyusun Rencana Instalasi”
Sebelum melakukan instalasi, revisi terbaru dari draft proses dipresentasikan ke
seluruh anggota Senior Management untuk disepakati apakah proses tersebut dapat
diterapkan di BSI atau tidak. Keputusan unuk menerapkan proses tersebut dilakukan
dalam bentuk konsensus dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya,
waktu serta aspek kelayakan lainnya. Dokumen proses yang telah disetujui oleh
Senior Management ditetapkan sebagai baseline atau standar proses perusahaan yang
harus diikuti oleh seluruh pihak. Kemudian Project Manager membuat jadwal

instalasi proses-proses yang terdiri dari kegiatan sosialisasi, pelatihan dan audit
review.
4.15. Validasi Kegiatan “Melakukan Instalasi”
Pada kegiatan ini, dokumen proses yang telah disetujui oleh manajemen senior
kemudian disosialisasikan ke seluruh organisasi secara bertahap melalui briefing,
yang dilakukan oleh Project Manager, Expert Team dan Drafter. Tujuan dari
kegiatan pelatihan adalah: (1) membangun kesadaran kepada seluruh karyawan dan
manajemen BSI mengenai tata cara melakukan proses, (2) membangun kesadaran
tentang peran setiap individu yang terlibat dalam proses dan (3) membentuk
komitmen organisasi untuk menerapkan proses secara konsisten.
Setelah proses dipahami dan disadari dengan baik oleh pihak yang terkait, kemudian
dilakukan instalasi proses usulan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan saran Niazi
et al. (2003) untuk mengimplementasikan CMMI pada lingkup kecil terlebih dahulu
untuk melihat kesuksesannya pada area tertentu. BSI juga menerapkan audit review
sebanyak 3 kali selama masa instalasi solusi. Tindakan ini dilakukan untuk
menyesuaikan proses usulan terhadap sistem kerja BSI, sehingga praktisi merasa
nyaman dan mudah untuk menerapkan sistem baru. Pada tahap ini juga dilakukan
instalasi Software Process Database (SPBD) yang dapat diakses oleh seluruh
anggota BSI, tidak hanya tim proyek CMMI saja.
4.16. Validasi Kegiatan “Mengukur Keberhasilan”
Kegiatan Appraisal SCAMPI A di PT BSI diselenggarakan oleh Software
Engineering Institute, sebagai institusi pemilik merk dagang CMMI. Secara umum
kegiatan ini sama dengan kegiatan appraisal pada model penelitian, karena standar
prosedur pelaksanaanya ditentukan oleh Software Engineering Institute. Kegiatan
appraisal dipimpin oleh seorang Lead Appraiser, yaitu konsultan eksternal yang
memiliki lisensi resmi dari SEI untuk melakukan Appraisal. Lead Appraiser
menunjuk 5 orang dari pihak internal BSI untuk menjadi Appraisal Team Member
(ATM). Sebelum melakukan appraisal, BSI mengadakan appraisal readiness check
dan pelatihan “Intro to CMMI” yang wajib diikuti oleh para Appraisal Team
Member.
4.17. Validasi Kegiatan “Menganalisis Lesson Learned” dan “Merevisi
Proposal”
Hingga saat penelitian dilakukan, PT BSI tidak melakukan kegiatan ‘menganalisa
lesson learned’ dan ‘merevisi proposal’, karena BSI tidak berencana untuk
melanjutkan perbaikan hingga ke maturity level berikutnya. Rencana strategis
implementasi CMMI yang dibuat BSI hanyalah sampai pada tahap pelaksanaan
appraisal untuk mencapai maturity level 3. Meskipun tidak berencana untuk
melanjutkan perbaikan ke maturity level berikutnya, setelah pelaksanaan appraisal,
BSI tetap menerapkan CMMI maturity level 3 secara konstan.

4.18. Validasi Kegiatan “Mempublikasikan Hasil”
Setelah pelaksanaan appraisal, pihak-pihak yang terlibat dalam tim proyek CMMI
mendapatkan insentif atau bonus yang sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan
oleh Divisi HRD.
4.19. Analisis Validasi Aspek Penting dalam Kegiat an Implementasi
CMMI
Menurut Habib (2009), komitmen manajemen senior merupakan faktor utama yang
penting untuk keberhasilan implementasi CMMI dengan menyediakan sumber daya
secara konsisten bagi pelaksanaan proyek CMMI. Manajemen harus mampu
berkoordinasi dan mengatur utilisasi SDM pada proyek CMMI dan proyek lainnya
sehingga tidak mengesampingkan prioritas proyek implementasi CMMI
dibandingkan proyek lainnya yang sedang berlangsung.
Selain aspek dukungan manajemen, Habib (2009) juga menyatakan bahwa aspek
dukungan staff atau pekerja merupakan faktor terpenting kedua yang dapat
mendukung kegiatan implementasi CMMI. Diakui juga oleh narasumber studi kasus
bahwa upaya pembentukan dukungan karyawan di BSI relatif mudah, karena
perilaku karyawan BSI cenderung patuh dan mengikuti segala keputusan dan aturan
yang ditetapkan oleh manajemen. Adanya dukungan dan keterlibatan karyawan BSI
dalam menerapkan perubahan disebabkan oleh budaya organisasi yang sudah tercipta
di BSI untuk selalu mentaati peraturan organisasi.
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor dukungan
manajemen dan dukungan karyawan merupakan dua faktor yang terpenting untuk
menunjang keberhasilan implementasi CMMI. Pernyataan tersebut sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Habib (2009).
5. Kesimpulan
Penelitian ini menghasilkan metodologi implementasi CMMI yang terdiri dari 5 fase,
yaitu Fase Inisiasi, Fase Diagnosa, Fase Perencanaan, Fase Tindakan dan Fase
Pembelajaran.
Fase Inisiasi bertujuan untuk mengenali dan memahami stimulus perubahan,
membangun kesadaran terhadap manfaat dan biaya implementasi CMMI,
membentuk infrastruktur untuk mengelola implementasi CMMI serta memastikan
ketersediaan sumberdaya untuk implementasi CMMI. Fase Diagnosa bertujuan untuk
memahami kekuatan dan kelemahan proses-proses organisasi saat itu, serta
menentukan titik acuan (baseline) dari kegiatan implementasi CMMI. Fase
Perencanaan bertujuan untuk menetapkan sasaran implementasi CMMI yang terukur,
menyusun rencana strategis yang terhubung dengan tujuan bisnis organisasi serta
merencanakan tindakan jangka pendek. Fase Tindakan bertujuan untuk
mengembangkan solusi proses perangkat lunak untuk mencapai goals CMMI,
memberdayakan dan melatih personil-personil untuk menerapkan perbaikan yang
berkelanjutan, serta memperkenalkan dan mendukung para praktisi untuk
menggunakan proses dan teknologi yang baru. Fase Pembelajaran bertujuan untuk
menganalisis aktivitas perbaikan yang telah dilakukan dan menarik pembelajaran

darinya, mengapresiasi prestasi yang telah dicapai serta merevisi pendekatan
perbaikan yang digunakan organisasi.
Terdapat tiga kegiatan yang tidak dilakukan pada studi kasus yaitu kegiatan
melaksanakan proyek pilot, menganalisis lesson learned, dan merevisi proposal.
Penulis menyimpulkan bahwa metodologi implementasi CMMI yang telah dirancang
dapat diterapkan pada organisasi pengembang aplikasi perangkat lunak berskala
menengah di Indonesia, namun perlu disesuaikan kembali dengan batasan waktu,
biaya, dan sumber daya lainnya. Berdasarkan studi kasus pada PT BSI, faktor utama
yang mempengaruhi keberhasilan implementasi CMMI adalah komitmen pihak
manajemen senior dalam menyediakan sumber daya, serta komitmen karyawan
dalam menerapkan proses-proses yang telah diperbaiki secara konsisten.
Referensi
Conner, D., & Patterson, R. (1982). Building Commitment to Organizational
Change. Training & Development Journal, 36(4), 18-30.
Habib, Z. (2009). The Critical Success Factors in Implementation of Software
Process Improvement Efforts. Master Thesis in Software Engineering and
Management, Göteborg University and Chalmers University of Technology,
Gothenburg, Sweden.
Humphrey, W. (1993). Introduction to Software Process Improvement.
Pennsylvania: Software Engineering Institute, Carnegie Mellon University.
Kandt, R. (2003). Ten steps to successful software process improvement. 27th
Annual International Computer Software and Applications Conference. Hong
Kong, China.
Kasse, T. (2004). Improving Processes at the Organizational Level. Dalam Practical
Insight into CMMI (hal. 175-199). Pennsylvania: Artech House Computing
Library.
Kautz, K., Hansen, H. W., & Thaysen, K. (2000). Applying and Adjusting a
Software Process Improvement Model in Practice: The Use of the IDEAL
Model in a Small Software Enterprise. ICSE 2000 Limerick Ireland, 626-633.
Kinnula, A. (2001, September 26). Software Process Engineering Systems: Models
and Industry Cases. Dipetik Juli 17, 2012, dari Department of Information
Processing
Science,
University
of
Oulu,
Finland:
URL:
http://herkules.oulu.fi/issn03553191
Kotter, J. P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press.
Kulpa, M., & Johnson, K.