Transportasi di Negara Thailand Hukum

KATA PENGANTAR
Pertama-tama, Penulis memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan
YME, yang atas berkat, rahmat, dan pimpinan-Nya sajalah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Transportasi Darat, Laut, dan
Udara di Negara Thailand”. Tanpa bimbingan-Nya penulis tidak akan dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan memuaskan.
Segala kehormatan dari pembuatan makalah ini penulis sampaikan kepada
Beliau. Juga terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ahmad Sudiro,
S.H., M.H, M.M. dan kepada Bapak Bobby, selaku Dosen dan asisten Dosen mata
kuliah Hukum Pengangkutan yang telah memberikan kesempatan dan
kepercayaan kepada penulis dalam pembuatan makalah tersebut. Setiap
pengajaran yang diberikan penulis gunakan untuk menyusun makalah ini.
Demikian pula dengan kesempatan yang ada, yang tidak penulis sia-siakan begitu
saja.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah
membantu selama pembuatan makalah ini, dimulai dari keluarga penulis yang
selalu memberikan dukungan selama pembuatan makalah, sampai dengan Dosen
dan teman-teman penulis yang telah menjadi teman sharing dan memberikan
banyak masukan kepada penulis.
Makalah yang berjudul “Sistem Transportasi Darat, Laut, danUdara di
Negara Thailand” ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Hukum

Pengangkutan. Makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Sistem Pengangkutan Darat yang dibuat oleh Grace;
Sistem Pengangkutan Laut yang dibuat oleh Lina; dan
Sistem Pengangkutan Udara yang dibuat oleh Wenny.
Tambahan: Cover, Latar belakang, Daftar Isi  Wenny
Tambahan: Pendahuluan Lina dan Wenny
Tambahan: Penutup (Kesimpulan dan Saran)Grace
Sistem Pengangkutan Darat terdiridari BTS atau Bangkok Mass Transit

System. Sistem Pengangkutan Laut terdiri dari Industri Maritim di Thailand,
Thailand pada Negosiasi Layanan Transportasi Maritim di Bawah GATTs,

Kebijakan mengenai Liberalisasi Jasa Transportasi Laut, Layanan Transportasi
Maritim, dan Rencana/Kebijakan Thailand terhadap Liberalisasi
Sistem pengangkutan udara terdiri dari Pembahasan Sistem Transportasi

menurut Undang-Undang, dan Beberapa Lampiran atau Tambahan.
Dalam pembuatan makalah ini mulai dari pengumpulan, data, penyusunan,
sampai dengan analisis dan pembahasan penulis menemui berbagai masalah,
diantaranya:
1. Kurangnya bahan yang ada,
2. Adanya bahan namun dalam bahasa Inggris, dan bahasa Thailand itu
sendiri. Sehingga menyulitkan penulis untuk memahami arti dari bahan
yang dimaksud
3. Dan lain sebagainya.
Dalam pembuatan makalah ini pun penulis telah melakukan beberapa kali
pergantian topik Negara.Diawali dengan pemilihan Negara China yang terdengar
mudah karena fasih di telinga penulis, yang namun dalam penelitiannya diketahui
sangat sulit untuk dibuatkan makalahnya, dikarenakan kebanyakan data tidak
tersedia dalam versi bahasa Inggris, sampai dengan beberapa pertimbangan
Negara sampai penulis memilih Negara Thailand. Negara Thailand dipilih salah
satunya karena Negara tersebut merupakan Negara yang sedang berkembang
dengan pesat, dekat dengan Indonesia, serta memiliki sistem hukum civil law,
sehingga lebih mudah dilakukan penelitian normative nantinya. Kesulitan lainnya
adalah menyatukan ide dari tiga penulis yang berlainan.Penulis mengalami
kesulitan untuk bertemu di luar jam perkuliahan mata kuliah yang diambil atau

yang memberikan tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengumpulkan data dari
Perpustakaan, Internet, dan melakukan beberapa diskusi.Diskusi hanyalah diskusi
internal yaitu antara anggota kelompok.Itupun melalui media internet dan hanya
diskusi ringan sesekali. Makalah yang ada kemudian dikumpulkan menjadi satu
dan dibuatkan Halaman Judul, Kata Pengantar, Latarbelakang, Kesimpulan, dan
Saran.
Pembaca dari makalah ini adalah para Dosen, para Mahasiswa, dan
masyarakat awam. Untuk para Dosen dan mahasiswa, penulis berharap dapat

memperkaya pengetahuan para Dosen dan mahasiswa mengenai system
transportasi di Thailand, terutama di bidang hukumnya.Untuk masyarakat sendiri
penulis berharap, dapat memperkaya pengetahuan mereka mengenai system
transportasi di Thailand.
Makalah ini masih jauh dari sempurna.Penulis meminta maaf jika ada
kesalahan kata dalam makalah ini.Penulis juga membuka peluang untuk kritik dan
saran.Akhir kata selamat membaca.
Jakarta, 5 Desember 2013

Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
BAB II: SISTEM PENGANGKUTAN DARAT DI NEGARA THAILAND
(Grace)
BAB III: SISTEM PENGANGKUTAN LAUT DI NEGARA THAILAND (Lina)
BAB IV: SISTEM PENGANGKUTAN UDARA DI NEGARA THAILAND
(Wenny)
BAB VI: PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN (lampiran hanya terdapat di bagian sistem transportasi udara)

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Terletak di tengah-tengah South East Region Asia dan Greater Mekong
Subregion, Thailand memiliki

mengklaim dirinya sebagai pusat perdagangan

yang berkembang cepat dan gateway potensial yang memberikan kontribusi
signifikan terhadap

pembangunan daerah. Untuk memperbesar Volume

perdagangannya, baik secara nasional maupun secara internasional dibutuhkan
pembangunan dalam bidang transportasi.
Jasa pengiriman internasional Thailand yang sebagian besar terbuka untuk
semua operator baik operator dalam negeri Thailand ataupun operator yang
berasal dari perusahaan asing menyebabkan peraturan mengenai sistem
transportasi di negara Thailand semakin penting dan relevan untuk dibahas.
Dari segi mahasiswa Indonsia sendiri, Thailand memiliki banyak
keunggulan, diantaranya:
1. Thailand merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang cukup

berkembang perekonomiannya
2. Thailand berbatasan secara kelautan dengan negara Indonesia.
3. Thailand memiliki sejumlah kerjasama dengan negara Indonesia,
terutama

dalam

ekspor-impor

yang

membutuhkan

sarana

pengangkutan,
4. Thailand memiliki sistem hukum yang sama dengan Indonesia yaitu
Civil Law sehingga lebih mudah dalam pembelajaran.
Dari negara Thailand sendiri, sudah mulai mempelajari seluk beluk
perundangan Indonesia. Hal tersebut dilihat dari giatnya pelajar Thailand

mempelajari bahasa Indonesia.
Melihat hal-hal berikut, penulis mencoba mengangkat topik Sistem
Transportasi di Negara Thailand menjadi judul dari Tugas Akhir mahasiswa untuk
Mata Kuliah Hukum Pengangkutan. Judul makalah penulis adalah
Transportasi Darat, Laut, dan Udara di Negara Thailand”.

“Sistem

Pembangunan di bidang transportasi mencakup tiga aspek utama, yaitu
pembangunan di bidang transportasi darat, pembangunan di bidang transportasi
laut, dan pembangunan di bidang transportasi udara. Setiap bidang memiliki
peraturan hukum dan kebijakannya sendiri-sendiri yang menarik untuk dibahas.
menjadi nilai tugas akhir mahasiswa, mata kuliah Hukum pengangkutan.
1. Permasalahan
Dalam rangka membedah sistem transportasi di negara Thailand, penulis
membagi rumusan masalah penulis menjadi:
A. Sistem Pengangkutan Darat di Thailand
B. Sistem Pengangkutan Laut di Thailand
C. Sistem Pengangkutan Udara di Thailand


BAB II
SISTEMPENGANGKUTANLAUT DI THAILAND
By Grace
Thailand sebagai negara yang cukup maju, memiliki sitem pengangkutan
yang cukup maju pula . termasuk sistem pengangkutan daratnya . pada system
pengangkutan darat di Thailand , Thailand memiliki taksi , BTS , MRT ,Bus , dan
kereta api. Namun penulis akan membahas BTS , karena disini Thailand dikenal
dengan BTS (Bangkok Mass Transit System) . BTS ini memiliki 32 stasiun di dua
jalur trayek . yaitu sukhumvit- Bearing , dan jalur trayek silom yang
menghubungkan kawasan Silom dan Sathon Road di pusat kota Bangkok.
Panjang total jalur BTS adalah 55 kilometer, dan alat pengangkutan ini
dapat mengakomodasi pergerakan 500.000 warga kota Thailand . Kecepatan ratarata kereta ini 35 kilometer perjam.
Mengapa saya membahas BTS ini dalam pengangkutan darat? Padahal
pada dasarnya BTS ini sendiri tidak berada di darat. Karena saya menganggap
BTS yang basic nya masih kereta yang menyambung dengan jalur rel kereta
bawah tanah Thailand (MRT) masih merupakan alat transportasi / pengangkutan
darat. Rel nya bts pun masih menancap dengan bantuan daratan .
Undang- undang pada Thailand yang saya analisis tentang pengangkutan
darat ini tidak ada dikarenakan tidak ditemukannya penulis tentang undangundang transportasi di Thailand. Walaupun sudah menggunakan search engine di
google. Pada google hanya ditemukan macam2 dan jenis2 pengangkutan darat di

Thailand, namun tidak di terangkan undang- undang yang berkaitan didalam
pengangkutan tesebut.

BAB III
SISTEM TRANSPORTASI LAUT THAILAND
By Lina Dwi Yulianing Tyas
A. Industri Transportasi Maritim di Thailand
1. Ukuran Armada Merchant
Perdagangan lewat laut internasional Thailand telah meningkat terus dan
cepat, khususnya selama dekade terakhir. Namun demikian, hanya sekitar 10
sampai 12 persen dari total volume perdagangan dilakukan oleh Kapal bendera
Thailand. Hal ini disebabkan armada nasional relatif kecil. Thailand merchant
armada telah meningkat dari 133 unit dengan total daya dukung 585.873 DWT di
1981-390 kapal dengan kapasitas 3.529.299 DWT pada tahun 2000.
Akibatnya, sebagian besar volume perdagangan yg berlayar di laut
Thailand masih bergantung pada luar negeri jasa pengiriman. Hal ini terkadang
menyebabkan isu-isu kontroversial yang dituduhkan oleh pengirim Thailand
sebagai tidak adil meningkatkan tarif angkut dan biaya tambahan yang tidak
perlu.
2. Kapasitas Kargo Throughput dan Pelabuhan

Saat ini, ada sekitar 122 pelabuhan, dermaga dan dermaga yang mampu
mengakomodasi kapal laut-akan terlibat dalam perdagangan internasional.
Sebagian besar peti kemas yang ditangani di pelabuhan umum seperti Bangkok
dan Pelabuhan Laem Chabang Pelabuhan sementara kargo konvensional ditangani
melalui kecil pribadi dermaga dan dermaga. Bangkok Port, terletak di tepi Sungai
Chao Phraya yang dulunya adalah terbesar pelabuhan umum di Thailand,
menangani 1.609.000 TEU peti kemas pada tahun 2001. Ini masih harus
mengurangi kargo untuk 1 juta TEU untuk memenuhi kebijakan pemerintah
dalam

mempromosikan

penggunaan

Laem

Chabang

Pelabuhan


dan

menghilangkan lalu lintas kargo yang datang dan keluar dari kota. Pelabuhan
Laem Chabang telah

menghadapi limpahan kargo sejak tahun 1999 ketika

throughput yang sebenarnya dari 1.828.000 TEU melebihi kapasitas yang ada
dari 1.650 juta TEU untuk pertama kalinya.
Pada tahun 2001 throughput yang sebenarnya telah meningkat menjadi
2.371.000 TEU dan menyebabkan lalu lintas kargo lamban melalui pelabuhan.
Menanggapi situasi, Port Authority of Thailand, sebagai penanggung jawab, telah
menerapkan port Rencana ekspansi dengan mengembangkan cekungan kedua dan
mengundang partisipasi swasta pada Build Operate-Transfer (BOT) dasar.
Diharapkan bahwa pada penyelesaian cekungan kedua, kapasitas Pelabuhan Laem
Chabang akan meningkat menjadi 3,5 juta TEU, yang mungkin tidak akan cukup
jika volume kargo meningkat secara dramatis.
B. Thailand pada Negosiasi Layanan Transportasi Maritim di Bawah
GATTS
Thailand telah secara teratur berpartisipasi dalam Negosiasi Maritime
Transport Services dari awal negosiasi selama Putaran Uruguay. Menanggapi
permintaan mitra dagangnya, Thailand menawarkan untuk membuka pasarnya
dengan keterbatasan tertentu pada akses pasar dan perlakuan nasional oleh
mengirimkan komitmen yang spesifik dalam 7 sub-sektor jasa transportasi laut,
yaitu:







Angkutan Penumpang Internasional (CPC 7211)
International Freight Transport (CPC 7212)
Towing Services International (CPC 7214)
Fasilitas Shore Penerimaan
Kapten Jasa pelabuhan melekat pada kapal asing tertentu
Survei Kelautan dan Klasifikasi Societies untuk tujuan memberikan akurat



documentasi dan sertifikasi kapal
Freight Forwarding Jasa
Dalam jadwal komitmen spesifik keterbatasan pada akses pasar terutama

pada komersial keberadaan dan kehadiran orang alami yang dapat diringkas
sebagai berikut:
(A) Kehadiran komersial:

1. Tidak ada batasan dalam hal transportasi internasional penumpang,
internasional transportasi barang dan jasa penarik internasional, tapi tanpa
komitmen dalam hal mendirikan badan hukum untuk mengoperasikan
sebuah kapal di bawah bendera Thailand;
2. Sehubungan dengan fasilitas penerimaan darat, kapten pelabuhan, survei
laut dan angkutan

jasa forwarding, komitmen dibatasi hanya untuk

perusahaan terbatas secara hukum mengatur di bawah hukum Thailand
dengan modal asing tidak melebihi 49 persen.
(B) Kehadiran orang alami:
1. Komitmen pada dasarnya terbatas untuk mentransfer tenaga dalam yang
sama multi-perusahaan perdagangan nasional;
2. Tidak terikat untuk awak kapal.
(C) Karena pembatasan menurut hukum pajak nasional dan kewajibannya
berdasarkan perjanjian bilateral

dengan negara-negara tertentu, Thailand

harus mencari Pengecualian MFN bawah GATS dengan mengirimkan daftar
dari MFN Pengecualian mencakup hal-hal berikut:
1. Dalam pengumpulan pajak pertambahan nilai (PPN) dari perusahaan
pelayaran asing, Thailand akan berlaku 3 tingkat yang berbeda
berdasarkan prinsip timbal balik;
2. Perlakuan Nasional ke kapal asing dan perusahaan pelayaran akan
diberikan di bawah Traktat Persahabatan dan Hubungan Ekonomi antara
Thailand dan hanya US;
3. Karena pengaturan pembagian kargo yang terkandung dalam perjanjian
bilateral dengan China dan Viet Nam, lalu lintas antara Thailand dan
negara-negara mungkin tidak sepenuhnya liberal.
(D) Meskipun negosiasi belum selesai pada akhir Putaran Uruguay, Thailand
masih mempertahankan komitmennya diajukan selama Round dan teratur
berpartisipasi dalam lebih lanjut negosiasi di bawah Negosiasi Kelompok
Maritime Transport Services (NGMTS) yang berlangsung sekitar 2 tahun
tanpa kesimpulan akhir. Selama negosiasi di bawah NGMTS, Thailand
memutuskan untuk meningkatkan penawaran yang dengan mengajukan revisi
jadwal komitmen spesifik yang sejalan dengan Jadwal Model Komitmen
Spesifik diperkenalkan oleh NGMTS.

Namun, revisi jadwal komitmen spesifik kemudian ditarik karena fakta
bahwa itu sesuai dengan kondisi tertentu yang tidak dipenuhi oleh anggota
tertentu NGMTS.
C. Ada Kebijakan / Hukum / Peraturan tentang Liberalisasi Jasa
Transportasi Laut
Di Thailand, sebagian besar kegiatan dalam transportasi maritim dan
layanan berbasis pantai terkait lainnya, termasuk jasa pelabuhan, dilakukan oleh
sektor swasta, baik operator lokal dan asing. Meskipun besar pelabuhan negara
dimiliki oleh instansi pemerintah dan perusahaan publik, Thailand telah
mempertahankan

kebijakan

bahwa

sektor

swasta

diperbolehkan

untuk

berpartisipasi dalam pelayanan pelabuhan baik dengan operasi yang ada fasilitas
di pelabuhan tersebut atau mendanai pengembangan dan operasi yang baru atau
tambahan. Selain itu, pembangunan dan pengoperasian pelabuhan milik swasta
diijinkan menurut Navigasi di Thailand Water Act BE 2456 dan UU Bisnis
Mempengaruhi Keamanan Publik dan Kesejahteraan masing-masing.
Sehubungan dengan akses pasar di bawah GATS, kecuali transportasi
internasional barang dan penumpang, sub-sektor lain layanan terkait maritim
tunduk pada pembatasan di bawah Hukum Bisnis Alien di hal kehadiran
komersial. Selain itu, semua kegiatan perdagangan jasa termasuk maritim
transportasi tunduk pada pembatasan kehadiran orang pribadi berdasarkan UU
Kerja Alien. Selain dari pembatasan mengatakan dalam akses pasar, Thailand juga
memiliki perjanjian bilateral pada transportasi maritim dengan negara-negara
tertentu. Sehingga untuk mencapai komitmen dalam GATS, Thailand telah
membuat progresif prestasi dalam persiapan untuk penghapusan pengecualian
MFN diharuskan oleh perjanjian tersebut.
Akibatnya, klausul pembagian kargo pada perjanjian bilateral antara
Kerajaan Thailand-the Republik Rakyat China dan Kerajaan Thailand-Republik
Sosialis Viet Nam telah dihapuskan sejak 30 Mei 1995 dan 14 September 1999
masing-masing. Sebagai undang-undang tentang pajak pertambahan nilai (PPN)
telah diubah pada tahun 1998, tingkat PPN yang sama pada 0 persen telah

diterapkan untuk semua perusahaan pelayaran menyediakan jasa transportasi laut
ke dan / atau dari wilayah Thailand tanpa diskriminasi.
1. Layanan Transportasi Maritim
Layanan transportasi maritim di Thailand dapat diklasifikasikan menjadi 2
jenis layanan.
a) Pengiriman Internasional
Transportasi maritim barang dan penumpang ke dan dari Thailand ini
terbuka untuk semua penyedia jasa terlepas dari negara atau wilayah asal mereka.
Kapal dari semua negara yang mengunjungi pelabuhan Thailand diperlakukan
sama tanpa diskriminasi apapun. Tidak ada pembatasan akses ke kargo ke dan
dari Thailand, kecuali hanya pengangkutan barang dari negara-negara tertentu
untuk Thailand yang diperlukan untuk
dilayani oleh kapal bendera Thailand jika barang tersebut dibeli baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah instansi atau perusahaan publik.
Untuk mendaftarkan kapal di bawah bendera Thailand dalam kategori ini, pemilik
kapal harus sebuah perusahaan terbatas atau perseroan terbatas yang didirikan
berdasarkan hukum Thailand dengan setidaknya 51 persen dari Ekuitas Thailand.
Selain itu, ditetapkan bahwa proporsi pelaut Thai yang bekerja di kapal kapal Thai
plying di jalur perdagangan internasional harus tidak kurang dari 50 persen.
Dalam beberapa kasus, proporsi pelaut Thai dapat dikurangi sampai 10 persen
saat persetujuan dari Menteri terkait diberikan.
Pada tahun 1999, Thailand mengesahkan "Harga Barang dan Jasa Act BE
2542 (1999)" dan "Perdagangan Undang-Undang Persaingan BE 2542 (1999)
"dengan maksud untuk menjamin adanya persaingan bebas dan adil dalam
perdagangan barang dan jasa. Namun demikian, kedua Kisah tidak memiliki
ukuran tertentu berhubungan langsung dengan internasional pengiriman.
b) Pengiriman Domestik (Cabotage)
Pengiriman domestik di Thailand dicadangkan untuk pemasok jasa
domestik. Kapal yang akan digunakan untuk pengiriman domestik harus dimiliki

baik oleh orang perseorangan kebangsaan Thailand atau orang hukum didirikan
berdasarkan hukum Thailand dengan setidaknya 70 persen dari ekuitas Thailand.
Kapal sepatutnya terdaftar di bawah ini kategori juga dapat digunakan dalam
pelayaran internasional jika memenuhi standar keselamatan dan standar lainnya
relevan dengan pengiriman internasional. Pelaut yang bekerja di kapal Thailand
terlibat dalam perdagangan dalam negeri harus 100 persen warga negara Thailand.
Mempekerjakan kapal asing di pelayaran domestik mungkin diperbolehkan di
bawah tertentu kondisi pada kasus-per-kasus.
2. Layanan Dan Fasilitas Pelabuhan
Ada 3 masalah yang akan disebutkan sebagai berikut:
a) Pelabuhan Umum
Saat ini, Thailand terus berupaya untuk meningkatkan partisipasi sektor
swasta dalam menyediakan layanan dan fasilitas pelabuhan. Sementara sebagian
besar pelabuhan umum utama di Thailand dikelola oleh relevan

instansi

pemerintah, operasi terminal yang dikontrakkan kepada sektor swasta dan
dipantau oleh komite pengarah, kecuali Bangkok Pelabuhan yang baik dikelola
dan dioperasikan oleh Port Authority of Thailand (PAT). Untuk mengoperasikan
terminal, operator swasta harus mendapatkan izin dari yang bersangkutan lembaga
pemerintah (misalnya Harbour Departemen, Kantor Komisi Promosi Maritime,
dll) dalam membangun dan mengoperasikan terminal, asalkan kualifikasi mereka
harus memenuhi persyaratan ditetapkan oleh badan-badan seperti saham utama
(51 persen atau lebih) yang akan diadakan oleh warga negara Thailand.
Selain itu, Thailand juga memiliki kebijakan untuk memprivatisasi PAT
dalam rangka untuk mempromosikan lebih pribadi partisipasi dalam pengelolaan
pelabuhan dan administrasi. Saat ini, rencana privatisasi rinci PAT telah disiapkan
dan berada di bawah pertimbangan Departemen Keuangan.
b) Pelabuhan Pribadi dan Dermaga
Pelabuhan atau dermaga operator swasta harus mendapat izin dari
Departemen Harbour sebelum membangun dan mengoperasikan pelabuhan
mereka. Selain itu, mereka juga harus mendapatkan persetujuan dari Kantor

Komisi Promosi Maritime untuk pembenaran ekonomi sesuai dengan undangundang tentang Usaha Mempengaruhi Keamanan Publik dan Kesejahteraan.
c) Akses ke Port
Thailand

telah

lama

mengadopsi

kebijakan

akses

gratis

untuk

pengangkutan barang melalui laut. Oleh karena itu, tidak ada diskriminasi
diterapkan baik kapal bendera nasional maupun asing pada penggunaan saluran
negara dan port dan tidak ada pembatasan akses ke port.
Langkah lain menuju liberalisasi di bawah WTO / GATS telah
menyaksikan ketika Bisnis Alien Act BE 2542 diundangkan pada tahun 1999
untuk menggantikan Pengumuman Dewan Eksekutif Nasional Nomor 281
mengenai operator asing terlibat dalam Bisnis Thailand. Di bawah undang-undang
baru, pembatasan tertentu pada akses pasar bawah modus kehadiran komersial
telah santai yang memungkinkan operator asing untuk menikmati lebih banyak
saham (khususnya dalam hal nilai), hak-hak tertentu, periode kerja, dll di Thailand
entitas. Namun, persyaratan minimum yang masih dipertahankan untuk
melindungi entitas Thailand dari diambil alih.
D. Rencana / Kebijakan Thailand terhadap Liberalisasi
Thailand telah mengusulkan Rencana Aksi Individu (IAP) untuk
liberalisasi transportasi laut layanan dan menyampaikan rencana ke APEC
Koordinasi Negara (Australia), rincian yang sebagai berikut:
Tahun 2001-2005


Aktif dan konstruktif berpartisipasi dalam melanjutkan negosiasi pada



layanan transportasi maritim WTO;
Hapus MFN pengecualian untuk perdagangan jasa angkutan laut di bawah



GATS yang sesuai;
Mempertimbangkan menghapus atau bersantai keterbatasan pada akses
pasar melalui kehadiran komersial dalam layanan transportasi maritim di
bawah GATS untuk anggota APEC;



Memperluas komitmen dalam layanan transportasi maritim di bawah
GATS dan selanjutnya liberalisasi perdagangan

dalam layanan

transportasi maritim untuk anggota APEC;
Lanjutkan privatisasi layanan pelabuhan maritim dan fasilitas.
Tahun 2006-2020


Tinjau keterbatasan pada akses pasar melalui semua moda pengiriman
transportasi maritim layanan di bawah GATS dengan maksud untuk



menghilangkan keterbatasan tersebut untuk anggota APEC saat sesuai;
Memelihara dan lebih menerapkan kebijakan privatisasi yang berkaitan
dengan jasa pelabuhan dan fasilitas.

PUSTAKA BAB III
-

Kingdom of Thailand. B.E. 2481.Thai Vessels Act, B.E. 2481
Kingdom of Thailand. B.E.2542. Foreign Business Act, B.E. 2542
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran
Sudiro, Ahmad. 2013. “Catatan Perkuliahan Hukum Transportasi”, Slide
Mata Kuliah Hukum Transportasi, Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara, Jakarta, 2013.

BAB IV
PENUTUP
1 Kesimpulan
Setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda dalam pelaksanaan
pelayanan publik di bidang transportasi walaupun jenis alat transportasi
yang diberikan adalah sama. Contohnya adalah perbandigan kebijakan
Thailand dengan Indonesia.
Persamaan terlihat dalam pemberian kebijakan dalam hal
pelayanan publik di bidang transportasi di negara Thailand dan Indonesia.
Kedua negara ini sama-sama menerapkan sistem public private
partnership dimana hampir seluruh jenis transportasi yang ada dijalankan
oleh pihak swasta. Meskipun perusahaan swasta yang lebih berperan aktif
dalam pelaksanaannya, tetapi pemerintah masih memiliki peran sebagai
regulator. Di Thailand dalam penyediaan pelayanan transportasi sudah
memiliki keinginan kearah pelayanan yang lebih baik. Terdapat kerjasama
antara pemerintah dengan swasta dalam hal penyediaan pelayanan
transportasi.

IV.2 Saran
Untuk memperbaiki kualitas pelayanan, perlu adanya pembenahan
sistem transportasi di Thailand, seperti dalam hal kenyamanan dan
keamanan, serta perlunya ada pembenahan ulang , sperti sudah jarang
dipakainya kereta api dalam Thailand , semestinya ditiadakan saja dan
diganti untuk sistem kendaraan darat yang lebih baik.

BAB V
PUSTAKA
Grace
-

-

-

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sekretariat Negara: Jakarta.
Sudiro, Ahmad. 2013. “Catatan Perkuliahan Hukum Transportasi”, Slide
Mata Kuliah Hukum Transportasi, Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara, Jakarta, 2013.
Dan beberapa web yang tidak disebutkan.

Lina
-

-

-

Kingdom of Thailand. B.E. 2481.Thai Vessels Act, B.E. 2481
Kingdom of Thailand. B.E.2542. Foreign Business Act, B.E. 2542
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran
Sekretariat Negara: Jakarta.
Sudiro, Ahmad. 2013. “Catatan Perkuliahan Hukum Transportasi”, Slide
Mata Kuliah Hukum Transportasi, Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara, Jakarta, 2013.
Dan beberapa web yang tidak disebutkan.

Wenny
-

-

-

Kingdom of Thailand. B.E. 2497.Air Navigation Act, B.E. 2497.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan.
Sekretariat Negara: Jakarta.
Sudiro, Ahmad. 2013. “Catatan Perkuliahan Hukum Transportasi”, Slide
Mata Kuliah Hukum Transportasi, Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara, Jakarta, 2013.
Dan beberapa web yang tidak disebutkan.

SISTEM TRANSPORTASI DARAT, LAUT,
DAN UDARA DI NEGARA THAILAND
MAKALAH

DiajukanuntukMemenuhiNilaiTugas Mata KuliahHukumPengangkutan
Dosen: Dr. Ahmad Sudiro, S.H., M.H., M.M.

Oleh:
Nama : Wenny Chandra Sari

Nama : Lina Dwi Yulianing

Nama : Grace

NIM

NIM

NIM

: 205070057

: 205090126

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2013

: 205100132