KURIKULUM PENDIDIKAN KAJIAN TENTANG DESE

KURIKULUM PENDIDIKAN "KAJIAN TENTANG DESENTRALISASI DAN
SENTRALISASI PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Permasalahan
Kurikulum Nasional (Kurnas) menjadi acuan tunggal dalam penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia. Kurikulum ini di pukul rata berlaku untuk semua lembaga pendidikan. Baik yang ada
di pesisir pantai, di ujung gunung, pelosok pedesaan maupun yang berada di kota besar. Dalam
sejarah perkurikuluman di Indonesia. Dunia pendidikan kita telah ”melahirkan“ beberapa
kurikulum. Pada masa orde lama, di kenal kurikulum 1947, 1952 dan 1964. Selanjutnya pada
masa orde baru terdapat kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan menjadi Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA). Kemudian disempurnakan lagi menjadi kurikulum 1994.
Pada era reformasi, muncul pula kurikulum 2004. Yang ini akrab disebut kurikulum
berbasis kompetensi (KBK). Dalam perkembanganya terjadi perubahan pada pola standar isi dan
standar kompetensi. Inilah yang selanjutnya melahirkan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP).
Jika melihat runtutan sejarah kurikulum diatas. Terlihat jelas bagaimana setiap periode
kekuasaan politik selalu “menciptakan“ metode pendidikan masing-masing. Metode (kurikulum)

ini memang sengaja diciptakan untuk mempertahankan dominasi kekuasaan (dari kelompok
politik yang berkuasa tentunya). Inilah yang belakangan dikenal sebagai alat haegomoni.
Peran penguasa begitu dominan dalam menentukan arah pendidikan. Contohnya adalah
kebijakan pemberlakuan Ujian Akhir Nasional (UAN) sebagai satu-satunya standar kelulusan.
Mekanisme UAN ini kerap diprotes karena sangat diskrimintif. Perbagai artikel ramai mengulas
tentang itu. Tapi UAN sepertinya tidak tergoyahkan untuk terus diberlakukan.

1.2

Mengidentifikasi Masalah
a.

Desentralisasi
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan

kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta
menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan
produktifitas suatu organisasi.Tidak hanya sektor politik praktis yang tersapu gelombang
otonomi. Dunia pendidikan pun tidak mau ketinggalan “mengadopsi“ desentralisasi dalam

kehidupannya. Akhirnya munculah istilah KTSP atau kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Pemberlakuan KTSP di nilai berbagi pihak cukup membawa angin pada sistem
pendidikan di Indonesia. Secara prinsip, KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi, kerakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat. KTSP dianggap sebagai
kurikulum otonom yang berbasis kerakyatan. Karena didalamnya dijamin adanya muatan
kearifan lokal. Dan yang terpenting, guru diberikan kesempatan untuk memaksimalkan segala
potensi yang ada dimasing-masing daerah.
Itulah yang membuat KTSP dianggap paling cocok untuk Indonesia. Menggingat
keberagaman budaya yang membentang dari ujung Sumatera sampai Papua. Dengan KTSP
segala kekayaan itu dapat diadopsi sebagai material teaching (bahan pengajaran). Ini tentunya
akan membawa nilai tambah dalam khazanah pendidikan Indonesia.
B. Sentralisasi
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada
pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah
dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan
untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat
tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan
keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah

pusat.
1.3. Rumusan Masalah

Selain itu pula, standarnisasi kelulusan setiap peserta didik tetap diukur dengan menggunakan
UAN yang nota bene bersifat nasional. Ini jelas kontradiktif dengan semangat KTSP yang
mengakomodir kearifan lokal sebagai komponen penting pendidikan.
Pada titik ini, keberagaman yang diakui sebagai kekayaan budaya Indonesia, diabaikan begitu
saja.
Padahal, bagaimanapun, perbedaan sosial, budaya dan letak geografis sangatlah mempengaruhi
penerimaan akses dan kesempatan. Sangatl tidak adil, tentunya, mengevaluasi peserta didik
dengan cara yang sama. Padahal peserta didik itu pada dasarnya mempunyai latar belakang dan
kesempatan yang jauh berbeda. Tidaklah etis secara serta merta menyamakan kualitas
pendidikan di desa dengan perkotaan. Ini jelas tidak fair . Bisa dipastikan KTSP yang desentralis,
akan mati kutu jika berhadapan dengan UAN yang sangat sentralistik.
1.4. Tujuan
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah.
b. Untuk mengetahui desentralisasi pendidikan di Indonesia
c. Untuk mengetahui sentralisasi pendidikan di Indonesia
d. Untuk mengetahui akibat dari desentralisasi dan sentralisasi pendidikan di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Desentralisasi Pendidikan
Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan akibatnya desentralisasi pendidikan adalah
sesuatu yang tidak bisa ditunda lagi. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi
negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan
lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif
karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa
dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan
budaya menunggu petunjuk dari atas. Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan
untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan
pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan
dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi
di kebanyakan negara.
Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi1 terinci sebagai berikut :
a.

Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk

turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.

b.

Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam
meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.

c.

Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat
dan masyarakat yang beragam.

d. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat
e.

Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.
Desentralisasi pendidikan, mencakup tiga hal, yaitu :

a.


Manajemen berbasis lokasi (site based management).

b. Pendelegasian wewenang;
c.

Inovasi kurikulum.
Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk
meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan
benar dengan kebutuhan peserta didik di daerah atau sekolah. Pada kurikulum 2004 yang telah
diberlakukan, pusat hanya akan menetapkan kompetensi-kompetensi lulusan dan materi-materi
minimal. Daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus (GBPP) nya yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan daerah. Pada umumnya program pendidikan yang
tercermin dalam silabus sangat erat dengan program-program pembangunan daerah. Sebagai
contoh, suatu daerah yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi daerahnya melalui
bidang pertanian, implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan materi-materi biologi
pertanian dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. Manajemen berbasis lokasi yang
merujuk ke sekolah, akan meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada
tenaga sekolah, orangtua, siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan keputusan. Misi
desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur kelembagaan

yang menunjang terselengaranya sistem pendidikan yang relevan dengan tuntutan jaman, antara
lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan demokrasi dalam pendidikan.
Kekuatan Dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :

a.

Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan terjadinya perubahan
secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.

b. Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
c.

Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.

d. Sumber daya manusia yang belum memadai.
e.

Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.


f.

Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.

g. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan otoritasnya.

Ketepatan strategi yang ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi
disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal
yang perlu di perhatikan :
a.

Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana
pemersatu bangsa.

b.

Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan berbagai halyang dilakukan secara
garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.

c.


Adanya kometmen dari pemerintah daerah terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan
pendidikan.

d.

Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah
dipersiapkan dengan matang oleh daerah.

e.

Pemahaman pemerintah daerah maupunDPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem
pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan pengelolaan
pendidikan daerah lainnya.

f.

Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa pengelolaan tenaga
kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.


g. Adanya keiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas kewenangannya
pada pemerintah kabupaten / kota.
2.2. Sentralisasi Pendidikan
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu
instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU.
Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada
sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi.
Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem
sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh
orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal
menjadi lebih lama Dalam era reformasi deawasa ini, diberlakukan kebijakan otonomi yang
seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah
merupakan distribusi kekuasaan secara vertikal. Distribusi kekuasan itu dari pemerintah pusat ke
daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di
bidang pendidikan tampak masih menghadapi berbagai masalah. Masalah itu diantaranya tampak

pada kebijakan pendidikan yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan masalah
kurang adanya koordinasi dan sinkronisasi.
Kekuatan Dan Kelemahan Sentralisasi Pendidikan
Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga

mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang.
Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, seba keputusan dari
atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya bai kehidupan anak dan
lingkungannya. Konsekuensinya,posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar
yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta
yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena
yang memperhatikan seperti :
a.

Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan.

b. Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi, hingga model
pengembangan sekolah dan pembelajaran.
c.

Keseragaman pola pembudayaan masyarakat

d. Melemahnya kebudayaan daerah
e.

Kualitas manusia yang robotik, tanpa inisiatif dan kreatifitas.

BAB III
KONTRIBUSI

3.1

Kajian Teoritis

A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu,
sebagai ilmu (curriculum as a body of knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan
sebagai rencana (curriculum as a plan). Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, landasan, asumsi,
teori, model, praksis, prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem
dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan sistem dan bidang-bidang lain,
komponen-komponen kurikulum, kurikulum berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan,
manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana tercakup macam- macam
rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang bersifat
menyeluruh untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan ada pula yang khusus untuk
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sesuai dengan pengertian tersebut, Kurikulum berisi seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah dan madrasah Kurikulum sebagai
rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan
tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat
(Dadang Sukirman, 2007. “Landasan Pengembangan Kurikulum“).
B. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian
khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian
pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk
mengajar kebudayaan melewati generasi.
C. Pengertian Desentralisasi Pendidikan
Pengertian desentralisasi pendidikan merupakan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan yang dilimpahkan menyangkut pengaturan,
pengurusan, pembinaan, dan pengawasan dan substansinya bisa melebar pada hal-hal
menyangkut kurikulum, mutu pembelajaran, kualifikasi guru, dan infrastruktur pada unit layanan
pendidikan.
D. Pengertian Sentralisasi Pendidikan
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu
instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU.
Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada
sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi.
Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah.
3.2. Kajian Praktis
Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam
Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai
terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada
pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing
aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum. Aliran Filsafat Perenialisme,
Essensialisme,

Eksistensialisme

merupakan

aliran

filsafat

yang

pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan,

mendasari

terhadap

filsafat progresivisme

memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara,

filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional. Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan

tersendiri.
Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)
psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi,
E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik,
Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang
perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat
kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan
(5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan Indonesia yang baru.Desentralisasi
pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa
lain. Melalui pendidkan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan
bertanggung jawab. Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani
yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana
sangat menghargai hak-hak asasi manusia.

Desntralisasi pendidikan perlu dijaga dari

kemungkinan-kemungkinan terjadi hal-hal negatif seperti desentralisasi kebablasan, misalnya
penyerahan tanggung jawab pendidikan kepada daerah for the sake of autonomy. Apabila
penyerahan wewenang tersebut hanyalah sekadar memindahkan birokrasi pendidikan dan
sentralisasi pendidikan di tingkat daerah, maka desnralisasi tersebut akan mempunyai nasib yang
sama sebagaimana yang kita kenal pada masa orde baru.
4.2. Saran – Saran
a. Kebijakan pendidikan seharusnya bersifat akomodatif terhadap aspirasi rakyatnya sebagai
konsekuensi Indonesia menganut sistem politik demokrasi. Dengan diberlakukan otonomi daerah
yang termasuk di dalamnya otonomi bidang pendidikan, maka kebijakan pendidikan yang
demokratis telah mendapat wadah pengejawantahannya secara jelas.
b. Untuk itu dalam konteks kepentingan upaya mewujudkan integrasi bangsa perlu kebijakan
pendidikan diorientasikan pada peningkatan mutu SDM dan pemerataannya di daerah.
c. Lakasanakan amandemen UUD 1945 pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan pengelolaan
anggaran minimal 20 % dari APBN.
d. Persiapkan pelaksanaan otonomi pendidikan yang aplikasinya di mulai dengan upaya-upaya
penguatan manajemen sekolah
e. Ide dasar desentralisasi pendidikan di era otonomi daerah adalah pengembangan pendidikan
berbasis masyarakat (school based managemen / community)

f. Berkaitan dengan otonomi pendidikan yang perlu juga di perhatikan adalah mewujudkan
organisasi pendidikan di seluruh kabupaten yang lebih demokratis, transparan, efisien melalui
pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan pembentukan Majelis Sekolah.
g. Dalam konteks desentralisasi, pembelajaran yang berlangsung di lembaga pendidikan hendaknya
sudah menjadikan pemerintah pada posisi ”Fasilitator” dan “bukan pengendali”.
h. Realitas birokrasi pendidikan yang terjadi saat ini dalamperfektif manajemen tidaklah
menguntungkan.
i.

Pada tingkat praktis-pragmatis, sekolah yang menentukan bagaimana tujuan umum tersebut
dicapai dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. and Krathwohl, (ed). (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and
Assessing. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Ausubel, D.P. and Robinson, F.G. (1969). School Learning. New York: Holt, Rinehart and
Winston,Inc
Beanne, J.A and Toepfer, G.F. and Alesi, Jr. S.J. (1986). Curriculum Planning and
Development. Boston: Allyn and Bacon,Inc.
Beanne, James A (Ed.). (1995). Toward A Coherent Curriculum. Alexandria, Virginia: ASCD.
Brady, Laurie. (1990). Curriculum Development . New York: Prentice Hall. Diamond, R.M.
(1991). Designing and Improving Courses and Curricula in Higher Education. San Fransisco:
Jossey-Bass Publishers.
Fogarty, Robin. (1991). Integrate the Curricula . Palatine, Illinois: IRI/Skylight Publishing, Inc.
Gardner, Howard. (1993). Creating Minds. New York: Basic Books.

http://organisasi.org/definisi_pengertian_sentralisasi_dan_desentralisasi_ilmu_ekonomi_manaje
men
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/desentralisasi-pendidikan.html
http://syahrudiforum.blogspot.com/2009/04/sentralisasi-dan-desentralisasi.html
http://www.lpmpjabar.go.id/index.php/artikel/176-landasan-kurikulum