MEMBANGUN KEINDONESIAAN MELALUI PENDIDIK. docx

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

MEMBANGUN KEINDONESIAAN MELALUI PENDIDIKAN
(Gambaran Pelaksanaan Program SM-3T di Sumba Timur)
Luthfiyah Nurlaela
Universitas Negeri Surabaya
luthfiyahn@yahoo.com
ABSTRACT
One of the government's policy to accelerate the development of education in the outermost area, leading regions,
disadvantaged regions (3T) is a programs for bachelor of education that had carried out tasks of devotion in the remote
area (SM-3T) for one year. This program is one answer to solve the problems of education in the district of 3T, among
others in East Sumba. The research objective is to describe SM-3T Program in East Sumba, concerning: 1) Target of SM3T Program, 2) Implementation of SM-3T Program, 3) Constraint in implementation of SM-3T Program, and 4) Role of
SM-3T Program in build nationalism. This type of research is descriptive. The subjects of study include: 1) the first SM3T Program participants (2011-2012) as many as 241 participants; 2) principals, teachers, and students; 3) heads of
departments and community leaders. Implementation of research started from January to May 2012. The technique of
collecting data is through observation, interviews, and questionnaires. The data analysis technique is using qualitative
descriptive. The results showed: 1) Target of SM-3T Program in East Sumba involving 21 districts which are used as a
task of the participants SM-3T Universitas Negeri Surabaya (Unesa), and involves 85 schools ranging from early
childhood, kindergarten, elementary school, secondary school, senior school, and vocational school; 2) Implementation
of the SM-3T Program in East Sumba in general had good views of various aspects such as: appropriateness of the
placement of SM-3T teachers with the needs of teachers in the school; SM-3T teacher attendance in helping learning,
school management, improve the quality of education; to motivate the students to learn; and provide motivation to teach

the teachers; 3) Implementation constraint of the program are: the provision of housing for SM-3T teachers are generally
less feasible; no electricity, no signal; language barriers; secluded location of the school and in the region of valleys and
hills; and the burden of children and youths who have to help their parents before and after school, and so forth; and 4)
Role of SM-3T Program is very large in building the spirit of patriotism and nationalism of SM-3T Program participants
and communities at the local district. SM-3T Program not only rated as a program to help accelerate the development of
education, especially in terms of overcoming the lack of teachers, but also programs that build nationalism.
ABSTRAK
Salah satu kebijakan pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan di daerah terdepan, terluar,
tertinggal (3T) adalah Program Sarjana Mendidik di Daerah 3T (SM-3T). Program ini merupakan salah satu jawaban
untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di kabupaten 3T, antara lain di Sumba Timur. Tujuan penelitian
adalah untuk memdeskripsikan Program SM-3T di Kabupaten Sumba Timur, menyangkut: 1) Sasaran Program SM-3T, 2)
Pelaksanaan Program SM-3T, 3) Kendala pelaksanaan Program SM-3T, dan 4) Peran Program SM-3T dalam
membangun ke-Indonesiaan. Jenis penelitian adalah deskriptif. Subyek penelitian meliputi: guru peserta Program SM-3T
angkatan 1 (2011-2012) sebanyak 241 peserta; kepala sekolah, guru, dan siswa; kepala dinas dan tokoh masyarakat.
Pelaksanaan penelitian yaitu mulai Januari-Mei 2012. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan
angket. Teknik analisis data memggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Sasaran Program SM3T di Sumba Timur melibatkan 21 kecamatan yang digunakan sebagai tempat tugas para peserta SM-3T Unesa, dan
melibatkan 85 sekolah mulai dari PAUD, TK, SD/MI, SMP, SMA dan SMK; 2) Pelaksanaan program SM-3T di Sumba
Timur pada umunya sudah baik dilihat dari berbagai aspek antara lain: kesesuaian penempatan guru SM-3T dengan
kebutuhan guru di sekolah; kehadiran guru SM-3T dalam membantu pembelajaran, manajemen sekolah, meningkatkan
kualitas pendidikan; memberikan motivasi belajar pada siswa; dan memberikan motivasi mengajar pada guru; 3)

Kendala pelaksanaan program antara lain: penyediaan tempat tinggal untuk guru SM3-T yang pada umumnya kurang
layak; tidak ada listrik, tidak ada sinyal; kendala bahasa; lokasi sekolah terpencil dan berada pada daerah lembah atau
perbukitan; dan beban anak-anak dan pemuda yang harus membantu orang tua sebelum dan sesudah sekolah, dan
sebagainya; dan 4) Peran Program SM-3T sangat besar dalam membangun jiwa patriotisme dan nasionalisme para
peserta Program SM-3T maupun masyarakat di kabupaten setempat. Program SM-3T tidak hanya dinilai sebagai
program untuk membantu percepatan pembangunan pendidikan khususnya dalam hal mengatasi kekurangan guru,
namun juga program yang membangun ke-Indonesiaan.
Kata Kunci : Program SM-3T, Kabupaten Sumba Timur, Membangun Ke-Indonesiaan

1.

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah investasi jangka
panjang. Pendidikan tidak hanya menjawab
masalah-masalah yang sifatnya praktis dan
teknis pada saat ini. Tujuan pendidikan adalah
memanusiakan manusia untuk membangun
peradaban unggul di masa depan. Pentingnya

pendidikan dalam mengembangkan sumber daya

manusia tidak dapat disangkal lagi. Tidak ada satu
orang pun yang tidak percaya bahwa kemajuan
suatu bangsa ditentukan oleh SDM. Lebih jauh,
Tatyana (2000: 35) menyatakan bahwa pendidikan
merupakan unsur yang sangat vital dalam
pembangunan ekonomi. Di samping modal fisik
seperti mesin, bangunan dan sejenisnya, modal

1

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

manusia merupakan unsur vital. Untuk
mencapai pembangunan ekonomi yang tinggi
maka diperlukan modal manusia yang
berpendidikan tinggi juga. Oleh sebab itu,
pengembangan SDM menjadi hal yang sangat
prioritas. Bagi sebagian besar orang miskin,
pendidikan merupakan salah satu alat mobilitas
vertikal yang paling penting. Ketika modal yang

lain tidak mereka miliki, terutama modal berupa
uang atau barang, hanya dengan modal
pendidikanlah mereka dapat berkompetisi untuk
mendapatkan
kesempatan
memperoleh
penghidupan yang lebih baik di masa depan
(Sulistyastuti, 2007; Nuh, 2014). Pendidikan
yang tinggi, yang ditunjang dengan kondisi
kesehatan yang baik, pada akhirnya dapat
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mencapai kehidupan yang sejahtera. Pendidikan
dan kesejahteraan memang tidak memiliki
hubungan yang bersifat langsung, namun
melalui proses panjang di mana pendidikan
yang baik akan memberi peluang pada anggota
masyarakat untuk dapat terlibat di dalam proses
pembangunan ekonomi. Mekanisme tersebut
dapat terjadi dengan proses sebagai berikut:
Kondisi pendidikan dan kesehatan yang baik

merupakan prasayat terbentuknya SDM yang
berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas
maka masyarakat akan memiliki produktivitas
tinggi. Produktivitas yang tinggi pada gilirannya
akan berkontribusi sangat signifikan pada upaya
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
(Sulistyastuti, 2007; Nuh, 2014).
Kesempatan untuk dapat memperoleh
pelayanan pendidikan, dengan demikian, dapat
pula digunakan sebagai instrumen yang paling
efektif untuk 6 memotong matai rantai atau
lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle
of poverty), di mana kemiskinan terjadi karena
rendahnya produktivitas orang miskin yang
disebabkan
rendahnya
kualitas
SDM
(pendidikan dan kondisi kesehatan) orang
miskin tersebut. Rendahnya SDM orang miskin

itu sendiri disebabkan kondisi kemiskinan
mereka sehingga mereka tidak mampu
melakukan investasi untuk pendidikan dan
kesehatan. Oleh sebab itu, program yang
berpihak pada anak-anak dari keluarga miskin
dan daerah-daerah tertinggal harus terus
ditingkatkan. Nuh (2014) menyebutnya sebagai
program
keberpihakan
(afirmasi),
atau
pendidikan yang ramah secara sosial. Tujuannya
adalah agar anak-anak dari keluarga miskin
mendapatkan pendidikan terbaik. Program
semacam ini, selain berperan untuk memotong
mata rantai kemiskinan, juga sekaligus

meningkatkan harkat dan martabat. Prinsip dasar
pendidikan adalah untuk semua, tidak boleh ada
diskriminasi, termasuk karena status sosial

ekonomi. Akses ke dunia pendidikan harus terbuka
luas bagi setiap lapisan masyarakat.
Bila
diidentifikasi,
permasalahan
penyelenggaraan pendidikan di daerah tertinggal,
termasuk di banyak kabupaten di Sumba Timur,
antara lain adalah permasalahan tenaga pendidik,
seperti kekurangan jumlah (shortage), distribusi
tidak
seimbang
(unbalanced
distribution),
kualifikasi di bawah standar (underqualification),
kurang kompeten (low competencies), dan
ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan
dengan bidang yang diampu (mismatched).
Permasalahan
lain
dalam

penyelenggaraan
pendidikan adalah angka putus sekolah juga masih
relatif tinggi, angka partisipasi sekolah masih
rendah, sarana prasarana belum memadai, dan
infrastruktur untuk kemudahan akses dalam
mengikuti pendidikan masih sangat kurang (Malik,
2013; Jones, 2003; Tim Penyusun Pedoman
Program SM-3T, 2011).
Persoalan penduduk di daerah tertinggal
bukan hanya persoalan lokal, akan tetapi
merupakan persoalan bersama (nasional). Oleh
karenanya, perlu perhatian berbagai pihak terkait,
yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
(provinsi, kabupaten/kota), dan para pemangku
kepentingan lainnya dalam upaya memberdayakan
dan mengembangkannya. Melalui upaya tersebut
diharapkan secara bertahap masyarakat daerah
tertinggal terentas dari ketertinggalannya. Dalam
kerangka itu, identifikasi kebutuhan, sumberdaya,
dan permasalahan masyarakat daerah tertinggal

penting dilakukan (Media Pendidikan, 2010;
Muchtar, 2011).
Sebagai bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia, peningkatan mutu pendidikan
di daerah 3T perlu dikelola secara khusus dan
sungguh-sungguh, agar daerah 3T dapat segera
maju bersama sejajar dengan daerah lain. Hal ini
menjadi perhatian khusus Kementerian Pendidikan
Nasional, mengingat daerah 3T memiliki peran
strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional
dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan
Kementerian
Pendidikan
Nasional dalam rangka percepatan pembangunan
pendidikan di daerah 3T adalah Program Sarjana
Mendidik di Daerah Terdepan, terluar, dan
Tertinggal (SM-3T). Program ini merupakan salah

2


Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

satu jawaban untuk mengatasi berbagai
permasalahan pendidikan di daerah 3T.
Program SM-3T adalah Program
Pengabdian
Sarjana
Pendidikan
untuk
berpartisipasi dalam percepatan pembangunan
pendidikan di daerah 3T selama satu tahun
sebagai penyiapan pendidik profesional yang
akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan
Profesi Guru. Program SM-3T dimaksudkan
untuk membantu mengatasi kekurangan guru,
sekaligus
mempersiapkan
calon
guru

profesional yang tangguh, mandiri, dan
memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta
memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak
bangsa, agar dapat maju bersama mencapai citacita luhur seperti yang diamanahkan oleh para
pendiri bangsa Indonesia (Tim Penyusun
Pedoman Program SM-3T, 2015).
Program SM-3T yang dimulai pada
tahun 2011 dilaksanakan oleh 12 LPTK, salah
satunya adalah Unesa.
Daerah 3-T yang
menjadi lokasi penugasan SM-3T Unesa adalah
Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penetapan lokasi tersebut didasarkan atas
kesepakatan hasil pertemuan antara Direktorat
Tenaga Kependidikan –Dikti dengan LPTK
penyelenggara SM-3T.
Tujuan Program SM-3T meliputi: 1)
membantu daerah 3T dalam mengatasi
permasalahan pendidikan terutama kekurangan
tenaga pendidik; 2) memberikan pengalaman
pengabdian kepada sarjana pendidikan sehingga
terbentuk sikap profesional, cinta tanah air, bela
negara, peduli, empati, terampil memecahkan
masalah kependidikan, dan bertanggung jawab
terhadap kemajuan bangsa, serta memiliki jiwa
ketahanmalangan
dalam
mengembangkan
pendidikan pada daerah-daerah tergolong 3T; 3)
menyiapkan calon pendidik yang memiliki jiwa
keterpanggilan untuk mengabdikan dirinya
sebagai pendidik profesional pada daerah 3T;
dan 4) mempersiapkan calon pendidik
profesional sebelum mengikuti Program
Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
profil penyelenggaraan Program SM-3T,
khususnya yang di Kabupaten Sumba Timur,
NTT. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan
sasaran program, pelaksanaan program,
kendala, dan peran program dalam membangun
ke-Indonesiaan.
Gambaran
tentang
penyelenggaraan program tersebut penting bagi
semua
pihak
yang
terkait
dalam
penyelenggaraan
pendidikan,
baik
itu
masyarakat, guru, praktisi, pemerintah, dan

pengambil kebijakan. Penyelenggaraan program
SM-3T diyakini tidak hanya berarti untuk
membantu percepatan pembangunan pendidikan di
daerah 3T, namun juga sekaligus untuk
membangun ke-Indonesiaan.
2.

PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana gambaran tentang: 1) Sasaran Program
SM-3T,
2) Pelaksanaan Program SM-3T, 3)
Kendala pelaksanaan Program SM-3T; dan 4)
Peran Program SM-3T dalam membangun keIndonesiaan.
3. METODE PENYELESAIAN
Jenis penelitian adalah deskriptif. Subyek
penelitian meliputi: 1) guru peserta Program SM-3T
angkatan 1 (2011-2012) sebanyak 241 peserta; 2)
kepala sekolah, guru, dan siswa; 3) kepala dinas
dan tokoh masyarakat. Pelaksanaan penelitian
dimulai Januari-Mei 2012, dengan memanfaatkan
kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) 1 dan 2,
serta komunikasi dengan responden sepanjang masa
penugasan. Teknik pengumpulan data dengan
observasi, wawancara, dan angket. Observasi
digunakan untuk menggali data tentang kondisi dan
potensi bidang pendidikan dan kemasyarakatan,
kondisi sekolah, kondisi praktik pembelajaran,
tempat tinggal peserta, dan interaksi antara siswaguru-masyarakat. Wawancara digunakan untuk
menggali data tentang pelaksanaan program,
kendala, dan pendapat siswa, guru, masyarakat,
kepala dan staf dinas pendidikan, terkait dengan
penyelenggaraan program. Angket digunakan untuk
menggali data terkait penyelenggaraan program,
kendala, dan saran serta masukan dari responden.
Teknik analisis data menggunakan deskriptif
kualitatif.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sasaran Program SM-3T
Daerah sasaran program SM-3T Unesa tahun
2011 adalah Kabupaten Sumba Timur, NTT.
Penentuan daerah sasaran merupakan kesepakatan
antara Direktorat Tenaga kependidikan Dikti,
Pemerintah Daerah Sumba Timur, dan Unesa.
Kabupaten Sumba Timur terdiri dari 22
kecamatan. Di antara 22 kecamatan tersebut,
sebanyak 21 kecamatan digunakan sebagai tempat
tugas para peserta SM-3T Unesa. Ada sebanyak 85
sekolah mulai dari PAUD, TK, SD/MI, SMP, SMA
dan SMK. Sasaran Program SM-3T Unesa
dijabarkan pada Tabel 1.

3

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

Tabel 1: Sasaran Program SM-3T
Unesa
Lokasi
Kabupaten Sumba Timur, NTT
Kecamatan
21 kecamatan:
1. Waingapu
2. Nggaha Ori Angu
3. Kanatang
4. Kambata Mapambuhang
5. Pandawai
6. Haharu
7. Lewa
8. Katala Hamulingu
9. Tabundung
10. Lewa Tidahu
11. Kahaungu Eti
12. Matawai Lapawu
13. Pinupahar
14. Umalulu
15. Paberiwai
16. Karera
17. Rindi
18. Mahu
19. Ngadungala
20. Pahunga Lodu
21. Wulla Waijellu
Sekolah
85 sekolah, meliputi:
PAUD
:3
TK
:2
SD/MI
: 31
SMP Satap : 17
SMP
: 24
SMA
:2
SMK
:2

Berdasarkan tabel tersebut, 21
kecamatan tempat penugasan disebutkan
sebagai kecamatan sangat terpencil, sedangkan
1 kabupaten yang lain adalah kecamatan
terpencil. Hal ini menggambarkan betapa
Sumba Timur adalah kabupaten yang benarbenar tertinggal (Nurlaela, 2013).
Selanjutnya sekolah tempat penugasan
yang terdiri dari 85 sekolah tentu saja hanya
sebagian kecil dari jumlah sekolah yang ada di
Kabupaten Sumba Timur. Namun demikian,
keberadaan program SM-3T diharapkan
memberikan kontribusi yang nyata untuk
mengatasi kekurangan guru di sekolah-sekolah
tersebut. Sedangkan peserta SM-3T berdasarkan
program studi dapat dijabarkan pada Tabel 2.

No
.
1.
2.
3.

Tabel 2: Program Studi dan Jumlah Peserta’
Nama Program Studi
Jumlah Peserta
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan Bahasa
10
15
Indonesia
Bimbingan Konseling
5
8
Pendidikan Bahasa
9
16

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Inggris
Pendidikan Biologi
Pendidikan Ekonomi
Pendidikan Sosiologi
Pendidikan Fisika
Pendidikan Geografi
Pendidikan
Matematika
Pendidikan Sejarah
Pendidikan Seni Rupa
dan Sendratasik
Pendidikan Jasmani,
Kesehatan dan
Rekreasi
Pendidikan Kimia
Pendidikan
Kewarganegaraan
PGSD
PAUD
Total

4
7
2
3
3
13

7
11
1
4
17

5
3

10
4

17

7

1
6

1
7

7
1
96
(39,8%)

32
5
145
(60,2%)

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat
bahwa peserta Program SM-3T Unesa tahun 2011
berasal dari 16 program studi (prodi), dan sebagian
besar pesertanya adalah perempuan (60,2%).
Keadaan ini tentu menjadi perhatian penting,
mengingat medan tempat penugasan adalah medan
yang sulit, seringkali tidak dilengkapi dengan listrik
dan tidak ada sinyal telepon. Air juga tidak selalu
mudah untuk diperoleh, begitu juga dengan akses
terhadap bahan makanan. Kondisi masyarakat yang
pada umumnya masih terbelakang juga tidak serta
merta bisa terbuka menerima keberadaan program
SM-3T, ditambah lagi dengan adanya perbedaan
budaya, adat-istiadat, dan juga agama. Kisah
tentang berbagai kendala yang dialami para peserta
SM-3T
tersebut
sangat
menyentuh
dan
menunjukkan betapa perjuangan mereka untuk
mengabdi tidaklah ringan, namun sebaliknya,
penuh dengan tantangan dan membutuhkan
ketangguhan serta ketabahan (Nurlaela, 2012).
4.2. Pelaksanaan Program SM-3T
Program SM-3T dimulai dengan: 1)
sosialisasi program; 2) pendaftaran; 3) seleksi
dokumen; 4) pengumuman hasil seleksi dokumen;
5) tes akademik, TPA, minat; 6) pengumuman hasil
tes; 7) tahap prakondisi; 8) pemberangkatan; dan 7)
tahap pelaksanaan.
Pelaksanaan Program SM-3T di daerah
penugasan dimulai pada Desember 2011-November
2012. Seluruh peserta diberangkatkan dari
Surabaya setelah masa prakondisi (25 Nopember –
6 Desember 2011) yang dilaksanakan di Surabaya.
Peserta berasal dari belasan LPTK di seluruh
Indonesia.
Selama pelaksanaan program, monitoring
dan evaluasi (monev) dilaksanakan selama dua kali.
Monev pertama dilaksanakan pada 25-28 Januari
2012, sedangkan movev kedua dilakukan pada 9
-13 Mei 2012. Petugas monev adalah pimpinan

4

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

Unesa beserta tim pengelola Program SM-3T
Unesa. Data monev tersebut merupakan
sebagian data yang dimanfaatkan sekaligus
sebagai data penelitian ini.
Tim monev melaksanakan tugasnya
dengan berpedoman pada instrumen monev.
Responden kelompok 1 meliputi: kepala
sekolah, guru, dan peserta SM-3T. Selanjutnya
responden kelompok 2 meliputi: camat, kepala
desa, dan tokoh masyarakat. Instrumen monev
untuk responden kelompok 1 maupun 2
menggali informasi tentang keterlibatan peserta
SM-3T, baik dalam bidang pendidikan maupun
kemasyarakatan.
Berdasarkan instrumen monev 1
dengan responden kepala sekolah, guru, dan
peserta SM-3T, hasil monev disajikan pada
gambar berikut.

Sedangkan aspek yang masih sangat kecil
keterlaksanaannya adalah aspek 14) Guru SM-3T
membina kegiatan pendidikan nonformal (kejar
paket (A/B/C). Aspek lain juga masih perlu
ditingkatkan keterlaksanaannya, meliputi aspek: 15)
Guru SM-3T membina kegiatan kepemudaan
(pramuka, olah raga, kesenian, dll.); 16) Guru SM3T aktif dalam kegiatan keagamaan di masyarakat
setempat (pengajian, kebaktian, sekolah minggu,
TPA); dan 17) Guru SM-3T berpartisipasi
(pemikiran/tenaga) dalam kegiatan pembangunan di
masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan instrumen 2
dengan responden camat, kades, dan tokoh
masyarakat, hasil monev sebagai berikut.

Gambar 2: Hasil Monev II Responden Camat, Kepala Desa,
dan Tokoh Masyarakat

Gambar 1: Hasil Monev 1 Responden Guru,
Kepala Sekolah, dan Peserta SM-3T

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa
sebagian besar aspek telah terlaksana, meliputi
aspek 1 s.d. 13, yaitu: 1) Penempatan guru SM3T sesuai dengan kebutuhan guru di sekolah; 2)
Bidang Ilmu guru SM-3T sesuai dengan
kebutuhan sekolah; 3) Kehadiran Guru SM3T
membantu pembelajaran di sekolah; 4)
Kehadiran Guru SM3T membantu menejemen
pendidikan di sekolah; 5) Kehadiran Guru
SM3T
membantu
peningkatan
kualitas
pendidikan di sekolah; 6) Kehadiran Guru
SM3T memberikan motivasi belajar siswa di
sekolah; 7) Kehadiran Guru SM3T memberikan
motivasi mengajar guru di sekolah; 8) Guru
SM-3T mampu berkomunikasi dengan warga
sekolah dan orang tua siswa secara baik; 9)
Kasek/Guru/siswa/komite sekolah mendukung
program yang direncanakan Guru SM-3T; 10)
Guru SM-3T melaksanakan tugas pembelajaran
pada satuan pendidikan sesuai dengan bidang
keahlian dan tuntutan sekolah; 11) Guru SM-3T
melaksanakan tugas di sekolah; 12) Guru SM3T
melakukan kegiatan Ekstrakurikuler
(pramuka/kesenian/olahraga/drama/sastra; 13)
Guru SM-3T melakukan pendampingan belajar
siswa di luar jam pelajaran.

Berdasarkan Gambar 2, nampak bahwa
sebagian besar aspek telah terlaksana dengan baik.
Namun aspek 10) Guru SM-3T membina kegiatan
pendidikan nonformal (kejar paket (A/B/C) di
masyarakat; masih sangat kecil keterlaksanaannya.
Hal ini selaras dengan pendapat dari responden
pada instrumen 1. Aspek 12) Guru SM-3T aktif
dalam kegiatan keagamaan di masyarakat setempat
(pengajian, kebaktian, sekolah minggu, TPA) juga
masih perlu ditingkatkan.
Sedangkan aspek 11) Guru SM-3T
membina kegiatan kepemudaan (pramuka, olah
raga, kesenian, dll.); dan 13) Guru SM-3T
berpartisipasi (pemikiran/tenaga) dalam kegiatan
pembangunan di masyarakat; dibandingkan dengan
pada saat monev I, kedua aspek tersebut telah
meningkat.
Berdasarkan kedua temuan hasil monev
tersebut, baik yang diperoleh dari instrumen 1
maupun 2, nampak bahwa semua responden
menyatakan keterlibatan peserta SM-3T dalam
bidang kemasyarakatan masih sangat kecil.
Beberapa alasan yang dikemukakan pada saat
wawancara dengan responden antara lain karena: 1)
Peserta SM-3T masih pada tahap adaptasi dengan
sekolah dan lingkungan masyarakat, sehingga
belum cukup waktu untuk bisa terlibat dalam
bidang kemasyarakatan; 2) Camat dan kepala desa
sebagian besar mendorong peserta untuk lebih
dahulu fokus pada kegiatan pendidikan; 3)
Kegiatan kemasyarakatan pada umumnya masih

5

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

sangat minim, karena masyarakat terlalu
disibukkan
dengan
aktivitas
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
(menanam
padi,
berkebun, beternak, mencari kayu bakar di
hutan, dsb), sehingga mereka tidak punya waktu
lagi untuk melakukan aktivitas lain.
Sebagaimana pada monev 1, pada
monev 2, tim monev melaksanakan tugasnya
dengan berpedoman pada instrumen monev.
Berdasarkan instrumen monev 1 dengan
responden kepala sekolah, guru, dan peserta
SM-3T, hasil monev disajikan pada gambar
berikut.

Selanjutnya berdasarkan instrumen 2
dengan responden camat, kades, dan tokoh
masyarakat, hasil monev sebagai berikut.

Gambar 4: Hasil Monev II Responden Camat, Kepala Desa,
dan Tokoh Masyarakat

Gambar 3: Hasil Monev 2 Responden Guru, Kepala
Sekolah, dan Peserta SM-3T

Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa
sebagian besar aspek telah terlaksana dengan
baik. Namun pada aspek 14) Guru SM-3T
membina kegiatan pendidikan non formal (kejar
paket (A/B/C), masih tetap sangat kecil
keterlaksanaannya.
Hal
ini
cukup
memprihatinkan mengingat pada saat ini peserta
SM-3T telah memasuki bulan keenam masa
pengabdiannya. berdasarkan hasil wawancara,
aspek ini tidak bisa terlaksana dengan baik
antara lain karena: 1) jarak antara satu desa
dengan desa lain sangat jauh dengan medan
yang sangat sulit, sehingga peserta SM-3T
mengalami kendala berat untuk menjangkau
desa-desa tersebut; 2) Kesadaran masyarakat
pada pentingnya pendidikan yang masih sangat
rendah, sehingga mereka sangat sulit dihimpun
untuk melakukan kegiatan pembelajaran; dan 3)
dukungan perangkat kecamatan/desa masih
belum memadai.
Aspek yang juga masih perlu
ditingkatkan keterlaksanaannya, sebagaimana
pada monev I, meliputi aspek: 15) Guru SM-3T
membina kegiatan kepemudaan (pramuka, olah
raga, kesenian, dll.); 16) Guru SM-3T aktif
dalam kegiatan keagamaan di masyarakat
setempat (pengajian, kebaktian, sekolah
minggu, TPA); dan 17) Guru SM-3T
berpartisipasi
(pemikiran/tenaga)
dalam
kegiatan pembangunan di masyarakat.

Berdasarkan Gambar 4, nampak bahwa
sebagian besar aspek telah terlaksana dengan baik.
Namun aspek 10) Guru SM-3T membina kegiatan
pendidikan nonformal (kejar paket (A/B/C) di
masyarakat; masih sangat kecil keterlaksanaannya.
Hal ini selaras dengan pendapat dari responden
pada instrument 1. Aspek 12) Guru SM-3T aktif
dalam kegiatan keagamaan di masyarakat setempat
(pengajian, kebaktian, sekolah minggu, TPA) juga
masih perlu ditingkatkan.
Sedangkan aspek 11) Guru SM-3T
membina kegiatan kepemudaan (pramuka, olah
raga, kesenian, dll.); dan 13) Guru SM-3T
berpartisipasi (pemikiran/tenaga) dalam kegiatan
pembangunan di masyarakat; dibandingkan dengan
pada saat monev I, kedua aspek tersebut telah
meningkat.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa
tugas peserta Program SM-3T tidaklah ringan, baik
dalam bidang pendidikan maupun kemasyarakatan.
Mereka tidak hanya harus mengajar di sekolah
formal, namun juga di sekolah nonformal seperti
Kejar Paket A, B, dan C. Mereka juga harus
melakukan kegiatan dan menggiatkan kegiatan
kepemudaan serta kemasyarakatan. Kondisi
geografis dan kemasyarakatan yang seringkali tidak
terlalu mendukung menjadi kendala tersendiri.
Begitu juga dengan keterbatasan sarana dan
prasarana serta fasilitas yang lain. Namun
bagaimana pun, kehadiran para peserta Program
SM-3T di Kabupaten Sumba Timur telah diakui
memberikan pengaruh pada mutu proses
pendidikan (Nurlaela, 2012).
4.3. Kendala pelaksanaan Program SM-3T
Beberapa kendala dalam pelaksanaan
program SM-3T, khususnya saat di lapangan atau di
kabupaten penugasan meliputi: 1) Penyediaan
tempat tinggal untuk guru SM3-T yang pada
umumnya kurang layak; 2) Tidak ada listrik, tidak
ada sinyal; 3) Kendala bahasa, baik dalam proses
pembelajaran
maupun
pergaulan
dengan

6

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

masyarakat; 4) Lokasi sekolah terpencil dan
berada pada daerah lembah atau perbukitan; 5)
Beban anak-anak dan pemuda yang harus
membantu orang tua sebelum dan sesudah
sekolah; 6) Orang tua masih memiliki rasa
keberatan dalam menyekolahkan anak-anak
mereka terutama pada musim panen; 7) Sarana
dan prasarana sekolah kurang lengkap; 8)
Kendala perbedaan nilai-nilai budaya; 9)
Ketakutan bagi peserta program perempuan
untuk bermasyarakat karena adanya gangguan
dari pemuda setempat; 10) Kekurangdisiplinan
guru-guru honorer dalam mengajar, terkadang
membuat kegiatan pembelajaran kurang
kondusif dan kurang persiapan; 11) Manajemen
sekolah yang kurang baik; dan 12) Adanya anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah yang
perlu penanganan khusus.
Berbagai kendala tersebut digali baik
dari observasi, wawancara, maupun angket.
Gambaran betapa berat kendala dan tantangan
yang harus dihadapi oleh para guru peserta
Program SM-3T angkatan 1 mulai dari masalah
air, tempat tinggal, sinyal, listrik, malaria,
keterbatasan sarana dan prasarana sekolah,
sikap guru dan masyarakat, bahkan swanggi dan
nai, sekaligus menunjukkan betapa tangguh
para peserta menghadapi semuanya itu
(Nurlaela, 2012; Nurlaela, 2013).
Sebagai daerah tertinggal, di mana
salah satu kondisi masyarakatnya adalah sulit
menerima perubahan dan pembaharuan, maka
beradaptasi dengan masyarakat menjadi
tantangan tersendiri. Begitu juga sikap dan
perilaku guru serta kepala sekolah setempat,
seringkali juga menjadi kendala berat. Namun
demikian, selalu ada masyarakat dan juga
perangkat desa dan kecamatan yang mendukung
para peserta, sehingga mereka tetap bisa
bertahan dan bahkan bisa menghadapi semua
kendala dan tantangan tersebut dengan sangat
baik.
4.4. Peran Program SM-3T dalam membangun
ke-Indonesiaan
Program SM-3T memiliki peran yang
strategis dalam membangun kecintaan pada
Tanah Air, baik pada para guru peserta program
maupun bagi siswa dan komponen pendidikan
yang lain, serta masyarakat luas. Beberapa
catatan dari responden yang diperoleh pada
monev 1 dan 2 antara lain: 1) Kami mendukung
terselenggaranya program SM-3T kerena sangat
membantu dalam membantu mengatasi
kekurangan tenaga pengajar di sekolah; 2)
Kehadiran guru SM-3T sangat membantu
proses belajar mengajar; 3) Kami sangat
berterima kasih atas program SM-3T karena
membuat siswa tidak lagi terlantar dan menjadi

lebih giat belajar; 4) Tidak ada kata terlambat
dalam mempersiapkan masa depan asal ada campur
tangan yang tulus dan ikhlas dari pihak lain; 4)
Program SM-3T perlu ditindaklanjuti dalam
penempatan guru-guru yang sesuai dengan
kebutuhan sekolah agar terjadi kesinambungan
program ini; dan 5) Kami berharap setelah periode
program SM-3T ini berakhir segera dilanjutkan ke
periode; 5) Mengharapkan agar kegiatan SM-3T
bisa terus berlanjut karena sangat membantu
pendidikan; 6) Dalam rangka mengatasi
kekurangan Guru SD, SMP, SMA maka kehadiran
guru SM-3T adalah jawaban yang tepat, untuk itu
diperlukan komitmen pemerintah pusat untuk
melanjutkan program tersebut pada tahun-tahun
yang akan datang; 8) Kehadiran guru SM-3T sangat
membantu proses pembelajaran di sekolah serta
mampu memberi motivasi belajar pada siswa.
Berdasarkan
hasil
observasi
dan
wawancara,
dalam
melaksanaan
tugas
pengabdiannya, di antara berbagai kendala sulitnya
medan, keterbatasan infrastruktur sarana dan
prasarana, serta perbedaan budaya dan agama, para
peserta SM-3T berjuang untuk bisa bertahan dan
menjadi agen perubahan (agent of change). Mereka
menjelma menjadi sosok-sosok yang dikagumi,
sosok yang selalu menebarkan rasa cinta dan
persaudaraan, sosok yang mampu membangkitkan
perasaan orang-orang di sekitarnya merasa dihargai
dan dipedulikan. Orang-orang ini adalah kelompok
masyarakat yang selama ini kurang tersentuh oleh
pembangunan di berbagai bidang, sehingga
kehadiran guru-guru ini ibarat “oase di padang
pasir”. Kehadirannya merefleksikan kepedulian
pemerintah terhadap keberadaan daerah-daerah 3T,
bahwa mereka dianggap sebagai bagian penting
dari NKRI.
Para guru peserta SM-3T tentu saja
memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan
dengan guru-guru yang lain. Di samping mendidik
dan mencerdaskan anak-anak bangsa, para guru di
daerah 3T ini dengan sendirinya juga menjadi
bagian dari katup pengaman keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena
daerah 3T setidaknya memiliki fungsi pertahanan
keamanan, fungsi ekologi, dan fungsi ekonomi.
Program SM-3T dapat diharapkan menjadi
pencetus (trigger) untuk mewujudkan era Indonesia
Baru. Sebuah era di mana setiap insan di titik mana
pun di seluruh Indonesia merasa penting dan
bangga menjadi bagian dari NKRI. Sebuah era di
mana persatuan dan kesatuan bangsa adalah di atas
segala-galanya dibanding dengan kepentingan
pribadi, kelompok, dan suku bangsa. Indonesia ini
kaya, dan kekayaan tersebut tidak bisa tidak harus
terus-menerus dipertahankan, dilestarikan, dan
dikembangkan dari generasi ke generasi.
Menjadi guru profesional tidaklah mudah.
Karakter
guru
profesional
sebagaimana

7

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

dikemukaan di atas tidak bisa diperoleh secara
instan.
Karakter
itu
harus
dibangun,
ditumbuhkan, dibiasakan, dibudayakan, secara
terus-menerus, dengan penuh komitmen, mulai
dari perekrutan calon guru, pendidikan,
pembinaan, dibarengi dengan jaminan akan
kepastian karir dan kesejahteraan. Calon guru
juga harus mengalami, menghayati, dan
menghadapi berbagai kondisi tugas yang
menuntut tidak hanya kecakapan akademik,
namun sekaligus juga kecakapan sosial dan
emosional,
serta
kemampuan
untuk
memecahkan masalah.
Berkaitan dengan hal ini, Program SM3T merupakan sebuah program yang sangat
strategis untuk mencapai maksud tersebut. Para
peserta SM-3T yang telah direkrut dengan
seleksi yang ketat, dibekali dengan berbagai
kemampuan akademik dan nonakademik,
termasuk
ketahanmalangan
(survival),
selanjutnya ditugaskan ke daerah 3T. Di daerah
3T, mereka harus terjun mengabdikan diri
dengan sepenuh hati, baik dalam bidang
pendidikan
maupun
dalam
bidang
kemasyarakatan.
Dengan semua tugas pengabdian yang
harus dilakukan, dilengkapi dengan pemantauan
dan evaluasi secara terus-menerus dari LPTK
dan Dikti serta para stakeholder yang terkait,
maka para peserta SM-3T memperoleh bekal
yang komprehensif dalam rangka merintis
profesinya sebagai guru. Kompetensi yang
dituntut dalam UU Sisdiknas, UU Guru dan
Dosen, serta Permendiknas tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,
dapat diperoleh secara lebih utuh dan bermakna.
Mereka dihadapkan pada berbagai tugas riil,
termasuk berbagai persoalan yang harus
dipecahkan, baik di bidang pendidikan maupun
bidang kemasyarakatan. Keterampilan hidup
mereka terbentuk, ketahanan fisik dan mental
tertempa, kepekaan dan kehalusan nurani
mereka terasah, dan profesionalitas mereka
terbangun.
E. SIMPULAN
Simpulan hasil penelitian meliputi: 1)
Sasaran Program SM-3T di Sumba Timur
melibatkan 21 kecamatan yang digunakan
sebagai tempat tugas para peserta SM-3T
Unesa, dan melibatkan 85 sekolah mulai dari
PAUD, TK, SD/MI, SMP, SMA dan SMK; 2)
Pelaksanaan program SM-3T di Sumba Timur
pada umunya sudah baik dilihat dari berbagai
aspek antara lain: kesesuaian penempatan guru
SM-3T dengan kebutuhan guru di sekolah;
kehadiran guru SM-3T dalam membantu
pembelajaran,
manajemen
sekolah,
meningkatkan kualitas pendidikan; memberikan

motivasi belajar pada siswa; dan memberikan
motivasi mengajar pada guru; 3) Kendala
pelaksanaan program antara lain: penyediaan
tempat tinggal untuk guru SM3-T yang pada
umumnya kurang layak; tidak ada listrik, tidak ada
sinyal; kendala bahasa; lokasi sekolah terpencil dan
berada pada daerah lembah atau perbukitan; dan
beban anak-anak dan pemuda yang harus
membantu orang tua sebelum dan sesudah sekolah,
dan sebagainya; dan 4) Peran Program SM-3T
sangat besar dalam membangun jiwa patriotisme
dan nasionalisme para peserta Program SM-3T
maupun masyarakat di kabupaten setempat.
Program SM-3T tidak hanya dinilai sebagai
program
untuk
membantu
percepatan
pembangunan pendidikan khususnya dalam hal
mengatasi kekurangan guru, namun juga program
yang membangun ke-Indonesiaan.
REFERENSI
Jones, Gavin, et.al, “Pengamatan Cepat SMERU
tentang Permasalahan Pendidikan dan
Program JPS, Beasiswa dan DBO di
Empat Provinsi.” Jakarta: Lembaga
Penelitian SMERU, September 2003.
Media Indonesia. 20 Mei 2010. Kebijakan PDT
Mendorong
Kebangkitan
Daerah
Tertinggal.
Malik, Hermen. 2013. Fajar Kebangkitan Daerah
Tertinggal. Jakarta: Penerbit LP3IS.
Mukhtar, dkk. Masyarakat Desa Tertinggal:
Kebutuhan, Permasalahan, Aset, dan Konsep
Model Pemberdayaannya (Studi di Desa
Jambu, Engkangin, Sendangmulyo &
Mlatirejo).
Jurnal
Penelitian
dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol.
16 No. 01, Tahun 2011. Hal. 17-34.
Nuh, Mohammad. Nuh, Mohammad. Menyemai
Kreator Peradaban. Jakarta: Zaman.
(2014).
Nurlaela, Luthfiyah. Unesa untuk Pendidikan di
Daerah Tertinggal, dalam 50 Tahun Unesa
Emas Bermartabat. Surabaya: Unesa
University Press. (2014).
Nurlaela, Luthfiyah. Jawa Timur untuk Pendidikan
Daerah Tertinggal, dalam Pintu Gerbang
MEA 2015 Harus Dibuka. Jakarta:
Prenadamedia Group. (2015)
Nurlaela, Luthfiyah. Berbagi di Ujung Negeri.
Surabaya: PT Revka Petra Media. (2013)
Nurlaela, Luthfiyah. Jejak-jejak Penuh Kesan.
Surabaya: PT Revka Petra Media. (2012)
Sulistyastuti,
Dyah
Ratih.
Pembangunan
Pendidikan dan MDGs di Indonesia: Sebuah
Refleksi Kritis. Jurnal Kependudukan
Indonesia, Vol. II No. 2. 2007. Hal. 17-41.
(2007)

8

Dokumen yang terkait

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN SEPEDA MOTOR HONDA MELALUI PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP PADA PT. MPM MOTOR DI JEMBER

7 89 18

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

INOVASI GURU BIOLOGI MELALUI PEMBELAJARAN AKTIF, INOVATIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAIKEM) DAN RELEVANSINYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMA/MA DI TANGGUL JEMBER

0 31 17

PERANAN PUBLIC RELATIONS DALAM MENGINFORMASIKAN TELKOMFLEXI MELALUI NEWSLETTER PADA KARYAWAN DI PT TELKOM Tbk DIVRE III BANDUNG

2 38 1

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADA BROILER

12 105 39