Peningkatan Peran UMKM Sebagai Penopang

Peningkatan Peran UMKM Sebagai Penopang Utama Perekonomian Indonesia
dalam Menghadapi Globalisasi Ekonomi
oleh: Sarah Anabarja
UPN “Veteran” Jawa Timur
Indonesia
[email protected]
Abstrak
Globalisasi telah menjadi konsep yang tak asing lagi bagi kehidupan masyarakat dunia. Globalisasi,
dengan segala kemudahan yang dibawanya memang telah mendatangkan keuntungan bagi para
aktor internasional. Friedman secara sederhana menganalogikan Globalisasi sebagai One size fits
all golden strait jacket, sebuah jaket emas untuk ekonomi yang cocok untuk segala ukuran, baik
negara itu besar maupun kecil. Namun, analogi yang diajukan Friedman sebagai jaket satu ukuran
itu justru menimbulkan masalah baru karena melahirkan kesenjangan antara negara kaya dan
negara miskin serta menciptakan sistim ekonomi yang eksploitatif.
Ketimpangan yang diakibatkan oleh globalisasi dapat diatasi dengan menghidupkan kembali sektor
riil yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak. Salah satu sektor penting di
Indonesia yang perlu dihidupkan adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) karena UMKM
terbukti telah secara efektif menjadi safety valve ekonomi dalam penyediaan tenaga kerja,
memproduksi output dan sumber kehidupan dan ketenangan bagi jutaan rakyat. Usaha menengah
layak untuk didorong sebagai motor pengambangan UMKM dalam persaingan bebas di era
globalisasi

Tulisan ini membahas dampak globalisasi yang dirasakan oleh negara berkembang, khususnya
Indonesia. Selain itu, tulisan ini juga akan fokus membahas mengenai strategi aktivasi sektor riil
sebagai penopang utama perekonomian bangsa dalam menghadapi globalisasi ekonomi.
Keywords : Globalisasi, Ekonomi, UMKM.

Sarah Anabarja

Page 1

Pendahuluan
Konsep globalisasi yang oleh sebagian kalangan banyak diidentikkan dengan ketiadaan
batas dan hambatan dalam berhubungan dengan dunia ini memiliki makna yang tidak sesederhana
itu. Beberapa definisi mengenai globalisasi menurut Jan Aart Scholte biasa dihubungkan dengan;
internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, westernisasi atau modernisasi, dan deteritorialisasi.
Sedangkan John Baylis dalam The Globalization and World Politics menyatakan bahwa pada
pokoknya globalisasi berarti proses interkoneksi yang terus meningkat di antara berbagai
masyarakat sehingga kejadian-kejadian yang berlangsung di sebuah Negara mempengaruhi negara
dan masyarakat lainnya.
Dalam definisi IMF mengenai Globalisasi, fenomena ini merujuk pada integrasi ekonomi
yang terus meningkat di antara bangsa-bangsa di muka bumi. Globalisasi juga merujuk pada

perpindahan manusia (tenaga kerja) dan pengetahuan (teknologi) melewati batas-batas
internasional. Pengidentikkan globalisasi dengan proses integrasi ekonomi ini tidak lepas dari
peningkatan volume perdagangan internasional antar negara. Beragam peningkatan hubungan ini
diyakini sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi, informasi dan transportasi yang
semakin mempermudah terjadinya berbagai transaksi internasional (Rais 2008).
Globalisasi, dengan segala kemudahan yang dibawanya memang telah mendatangkan
keuntungan bagi para aktor internasional. Thomas L.Friedman (2005) dalam bukunya The World is
Flat pernah mengungkapkan betapa kemajuan teknologi telah memudahkan segala sesuatunya.
Kemudahan berkomunikasi, dan kesepuluh pendatar dunia menurut Friedman telah menjadikan
dunia ini semakin mudah dikendalikan. Sejalan dengan Friedman, Douglas A.Irwin juga
menyatakan pendapatnya mengenai kritikan terhadap globalisasi. Menurutnya, beragam kritikan
terhadap globalisasi dari para anti-globalis itu tidak terbukti. Kekhawatiran mereka bahwa
globalisasi akan menghancurkan pasar tenaga kerja, terjawab oleh terbukanya lapangan pekerjaan
Sarah Anabarja

Page 2

baru yang ditimbulkan oleh semakin intensnya expor dan investasi asing. Bahkan, Irwin juga
menandaskan bahwa tingkat upah yang minim dalam produksi oleh MNC tidaklah benar. Justru
MNC cenderung memberikan upah yang besar, lebih tinggi nilainya dibandingkan standar

minimum upah nasional (Irwin 2005). Friedman secara sederhana menganalogikan Globalisasi
sebagai One size fits all golden strait jacket, sebuah jaket emas untuk ekonomi yang cocok untuk
segala ukuran, baik negara itu besar maupun kecil (Friedman 2006).
Namun, analogi yang diajukan Friedman sebagai jaket satu ukuran itu justru menimbulkan
masalah baru. Jika kemudian ternyata jaket tersebut kedodoran bagi sebuah negara kecil, maka yang
akan dilakukan adalah segala upaya agara jaket tersebut menjadi pas bagi negara tersebut. Segala
upaya yang dilakukan inilah yang menjadi permasalahan. Jika cara-cara yang dipergunakan bukan
atas inisiatif pemakai, dan dengan desakan pihak-pihak eksternal. Maka, yang akan terjadi adalah
beragam keterpaksaan yang harus dilakukan oleh negara tersebut untuk ikut pusaran globalisasi
yang mungkin saja tidak siap dihadapinya. Agaknya, analogi inilah yang terjadi di banyak negara
dunia ketiga. Akibatnya, disamping melahirkan kesenjangan antara negara kaya dan negara miskin,
globalisasi juga menciptakan sistim ekonomi yang eksploitatif. Bentuk-bentuk globalisasi yang
disebut Bung Karno sebagai neo-Kolonialisme ini juga cenderung menghilangkan kedaulatan
Negara-negara yang lemah pertahanan nasionalnya.
Stiglitz dalam bukunya Making Globalization Work, mencoba memberikan jawaban atas
fakta bahwa globalisasi yang sedang berjalan dewasa ini tidak memberikan manfaat bagi sebagian
besar masyarakat dunia. Menurutnya ada beberapa kelemahan, yang diantaranya adalah mengenai
pertumbuhan eknomi yang hanya menguntungkan oleh sebagian kelompok saja. Selain itu, model
kemajuan yang diraih oleh negara yang telah maju, dijadikan patokan bagi negara sedang
berkembang lain yang belum tentu cocok dengan model tersebut. Maka, dari beragam gambaran di

atas dapat disimpulkan bahwa jikalau pun globalisasi mendatangkan keuntungan, maka yang akan
Sarah Anabarja

Page 3

banyak memperolehnya adalah korporasi atau korporatokrasi yang juga pernah disebutkan oleh
John Perkins.
Dari gambaran yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa globalisasi
belum dapat dikatakan sebagai “teman” bagi negara-negara berkembang. Istilah “not yet a friend”
sepertinya cocok dilontarkan oleh negara-negara tersebut. Dalam beberapa diskusi mengenai
bagaimana menghadapi globalisasi, selalu tercetus ide untuk belajar dari India dan China.
Fenomena India dan China yang dapat dikatakan berhasil menaklukan globalisasi ini memang
menarik untuk dijadikan bahan pelajaran bagi negara-negara lain. Sebenarnya, jika Indonesia dapat
menilik kembali dan menerapkan pasal 33 UUD’45 mengenai perekonomian yang mengutamakan
hajat hidup orang banyak maka, permasalahan ketimpangan yang diakibatkan oleh globalisasi akan
terpecahkan. Caranya antara lain adalah, menghidupkan kembali sektor riil yang langsung
bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak tersebut. Selama ini, sektor moneter yang terlalu
diagungkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi Negara tersebut, adalah lahan yang terlalu
besar nilai ketidakjelasannya. India, dalam hal ini telah memulainya dengan dibentuknya Grameen
Bank oleh Mohammad Yunus. Grameen bank ini sejatinya tidak jauh berbeda dengan Usaha Kecil

Menengah (UMKM) yang berusaha untuk dikembangkan di Indonesia. Berikut selanjutnya penulis
akan membahas mengenai strategi aktivasi sektor riil, khususnya UMKM sebagai penopang utama
dalam menghadapi globalisasi ekonomi.

Pengaruh Krisis Keuangan Global Terhadap Sektor Riil
Perekonomian Indonesia sesunguhnya secara riil digerakkan oleh para pelaku usaha mikro,
kecil dan menengah. Menurut statistik tahun 2009, UMKM di Indonesia berjumlah sekitar 51,3 juta
unit dengan komposisi usaha mikro 50,7 juta atau sekitar 95,58 %, usaha kecil 520 ribu atau 1,01
%, dan usaha menengah sebanyak 39,657 unit atau 0,05 %. (Kemenkop RI, 2009) Memang
Sarah Anabarja

Page 4

peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia sangatlah besar. Berdasarkan data Rencana
Strategis (Renstra) Kementrian Negara Koperasi dan UMKM tahun 2005 hingga 2009 saja peran
UMKM tidak sekecil penyebutannya. Kedudukan UMKM yang menjadi pemain utama
perekonomian dalam beragam sektor menjadi salah satu peran yang tak terelakkan. Selain itu
UMKM juga menjadi penyedia lapangan kerja terbesar bagi jutaaan rakyat Indonesia saat ini.
Sehingga tidak mengherankan bila UMKM lah yang juga berperan dalam pengembangan kegiatan
ekonomi lokal dan permberdayaan masyarakat. UMKM juga telah berhasil mencipatakan bentangan

pasar baru dan menjadi sumber inovasi. UMKM juga telah berjasa untuk turut menjaga neraca
pembayaran melalui kegiatn ekspor. Sedangkan bai kinerja perekonomian nasional, UMKM mampu
memberikan kontribusi sebesar 52,67% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ini
juga berarti UMKM telah menopang lebih dari separuh perekonomian nasional Indonesia
(Kemenkop 2009).
Melihat demikian besarnya peran UMKM, di awal pemerintahannya, Presiden SBY
mencanangkan tiga strategi dalam bidang ekonomi, yang disebut tripple strategy, yaitu: mencapai
pertumbuhan ekonomi 6,5 persen per tahun, menggerakkan kembali sektor riil, serta revitalisasi
pertanian dan perekonomian pedesaan (Harian Seputar Indonesia, 24 Desember 2008). Hal ini
dilakukan dalam rangka upaya perbaikan perekonomian Indonesia yang pada saat tahun 1998 dan
2008 terbukti rentan terhadap berbagai gejolak eksternal dan belum memiliki fondasi dasar yang
kokoh. Krisis keuangan global tahun 2008 ini ternyata memberi pelajaran bahwa kapitalisme global
terbukti rentan terhadap krisis. Ambruknya perusahaan-perusahaan besar dan global di Amerika
Serikat dan Eropa menjadi bukti bahwa dengan sistem tersebut memang tidak sekokoh yang
diidealkan. Indeks harga saham gabungan dan nilai kurs ikut merosot drastis yang membuktikan
contagion effect dan dampak penularan krisis yang sangat cepat menjalar ke seluruh penjuru dunia,
tak terkecuali Indonesia. Dampak krisis keuangan AS tersebut ada awalnya menjalar ke Eropa dan
Sarah Anabarja

Page 5


Asia Pasifik dalam bentuk bangkrutnya bank, institusi keuangan, dan korporasi, meningkatnya
inflasi, menurunnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran, dan runtuhnya indeks
bursa saham ( www.mudrajad.com , diakses 11 Mei 2010).
Di Indonesia, krisis keuangan global terbukti memporakporandakan pasar modal dan valas.
IHSG anjlok dari angka 2.830 menjadi 1.111, atau turun lebih dari 60%. Nilai kurs rupiah terhadap
dolar AS terdepresiasi cukup dramatis dari Rp 9.076 hingga sempat menembus Rp 12.900, atau
mengalami depresiasi lebih dari 41% sejak Januari hingga Desember 2008 (Harian Seputar
Indonesia, 24 Desember 2008). Volatilitas pun meningkat tajam di pasar valas dan modal yang
terintegrasi dengan pasar keuangan global ini.
Terjadinya depresiasi nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika merupakan imbas krisis global di
sektor keuangan. Kejadian ini sangat berdampak pada sektor riil, yakni pada sektor pembangunan
infrastruktur, sektor perumahan dan pemukiman, sektor pertanian, sektor kehutanan, dan sektor
perdagangan dan industri. Pada pembangunan infrastruktur misalnya, berkurangnya anggaran
pemerintah akibat krisis keuangan global mengakibatkan semakin tidak terpenuhinya kebutuhan
pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi. Terdepresiasinya
nilai Rupiah dan tingginya tingkat inflasi juga menyebabkan terjadinya kenaikan biaya transportasi.
Hal ini diperparah dengan sempat melonjaknya harga minyak dunia yang mendorong meningkatnya
harga dan subsidi bahan bakar kendaraan bermotor (Harian Seputar Indonesia, 24 Desember 2008).
Kenaikan harga bahan bakar tersebut menambah beban biaya transportasi. Dengan demikian

terjadilah penurunan tingkat kinerja infrastruktur transportasi dalam mendukung kegiatan ekonomi,
antara lain penurunan tingkat keselamatan, kelancaran distribusi, dan terhambatnya hubungan dari
satu daerah ke daerah lain. Penurunan kinerja infrastruktur ini berimplikasi pada terhambatnya
distribusi barang dan jasa yang menyebabkan kenaikan biaya angkut, sehingga biaya produksi
meningkat. Akibatnya terjadilah kesenjangan harga yang tajam untuk produk yang sama di daerah
Sarah Anabarja

Page 6

yang berbeda. Ini akan menyebabkan pula kesenjangan daya beli antar daerah. Hambatan
transportasi juga menyebabkan menurunnya mobilitas tenaga kerja sehingga meningkatkan
konsentrasi keahlian dan keterampilan pada beberapa lokasi wilayah tertentu saja.
Krisis keuangan global juga telah menurunkan volume ekspor impor Indonesia. Ekspor
Indonesia menurun akibat lemahnya permintaan dari negara-negara importir utama seperti Amerika
Serikat, Cina, dan lain-lain. Krisis keuangan global juga telah meningkatkan persaingan antar
produk ekspor di pasar dunia. Di sisi impor Indonesia, terdapat ancaman serbuan produk impor dari
negara lain akibat dari menurunnya permintaan produk di beberapa pasar utama ekspor dunia, yang
kemudian mereka mengalihkannya ke pasar Indonesia. Hal tersebut memberikan efek defisit
terhadap neraca perdagangan Indonesia dimana nilai impor lebih besar dari ekspor.
Upaya Aktivasi Sektor Riil

UMKM sebenarnya menempati posisi strategis dalam perekonomian di Indonesia. Dari segi
penyerapan tenaga kerja, sekitar 90% bekerja pada sektor usaha kecil menengah. UMKM juga
menjadi pusat perhatian karena kontribusinya yang besar dalam perekonomian riil. Pada tahun 2007
pemerintah pernah meluncurkan Inpres No.6/2007 tentang tentang Paket Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Inpres
ini merupakan paket kebijakan “jilid II” dari Paket Kebijakan serupa tahun lalu yang dituangkan
dalam Inpres No. 3/2006, yang berisi serangkaian program dan tindakan dengan tujuan untuk
memperbaiki iklim investasi di Indonesia (Kuncoro 2008). Masalah yang menjadi perhatian adalah
sejauh manakah implementasi paket kebijakan ini. Intinya Inpres No.6/2007 ini mencakup
reformasi kebijakan, yang terdiri atas: (1) Perbaikan Iklim Investasi, Reformasi Sektor Keuangan
(2) Percepatan Pembangunan Infrastruktur, (3) dan Pemberdayaan UMKM (Kuncoro 2008). Tiga
kebijakan yang pertama merupakan lanjutan dari kebijakan serupa yang telah dilaksanakan sejak
tahun lalu, sedangkan Pemberdayaan UMKM merupakan perluasan dari beberapa program yang
Sarah Anabarja

Page 7

pada tahun 2006 sudah ditampung dalam Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Inpres ini
berisi 141 tindakan dengan penanggung jawab 19 menteri di bawah koordinasi Menko Bidang
Perekonomian. Sampai akhir Maret 2008, ternyata hanya 107 tindakan yang selesai. Dengan kata

lain, hanya 75,9% tindakan yang dinyatakan selesai, sisanya masih berlanjut atau belum tuntas
(Kuncoro 2008).
Demikian pentingnya peran UMKM dapat terlihat dari data selama 1997-2006, jumlah
perusahaan dengan skala UMKM mencapai sekitar 99% dari keseluruhan jumlah unit usaha di
Indonesia. Sumbangan UMKM terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 54-57%. Sumbangan
UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 96% (Kuncoro 2008). Reformasi
UMKM masih “jalan di tempat” karena sektor ini menghadapi masalah menurunnya jumlah
perusahaan dan penciptaan lapangan kerja, serta menghadapi banyak tantangan, yang tidak banyak
disentuh oleh Inpres ini. Padahal Namun ketika krisis menghantam perekonomian Indonesia,
terbukti usaha besar yang lebih rapuh daya tahannya terhadap krisis.
Hingga saat ini memang UMKM lah yang telah secara efektif menjadi andalan perekonomian dalam penyediaan tenaga kerja, memproduksi output dan sumber kehidupan dan ketenangan bagi
jutaan rakyat Indonesia. Beberapa alasan dapat terus bertahannya UMKM dalam krisis keuangan
global sekali pun menurut Ubaidillah (1999) dalam kajiannya mengenai ini adalah sebagai berikut:
(a) tidak terkaitnya kegiatan ekonomi UMKM dengan pinjaman dolar. Sehingga, pengaruh fluktuasi
nilai tukar dolar terhadap mata uang negara tersebut, termasuk rupiah tidak akan terlalu membawa
dampak terhadap UMKM (b) UMKM mampu mengadakan langkah penghematan dengan subsitusi
input mahal terhadap input yang lebih murah (c) mampu melakukan keanekaragaman usaha
(diferensiasi usaha) dan membuka pasar baru (diversifikasi pasar) dan (d) UMKM pada dasarnya
secara mayoritas bergerak berdasarkan modal sendiri dan bukan pinjaman. Sebagian besar usaha kecil memang tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naSarah Anabarja


Page 8

iknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda usaha skala besar yang banyak
tergantung kepada perbankan Sehingga, jika sektor perbankan bermasalah maka kegiatan usahanya
pun ikut terganggu. Di Indonesia, usaha kecil biasanya menggunakan modal sendiri dari tabungan
dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
Selain itu terdapat pula beberapa alasan lain dapat bertahannya UMKM dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis, seperti; (1) Inovasi dalam teknologi dapat dengan mudah dilakukan dalam upaya pengembangan produk. Hal ini disebabkan aplikasi teknologi dalam UMKM
yang cenderng sederhana dan tidak serumit usaha besar, (2) Hubungan antar manusia yang akrab
antar pelaku usaha kecil membantu proses implementasi industri yang lebih efektif, (3) Fleksibilitas
yang lebih tinggi terhadap perubahan pasar dibandingkan dengan usaha besar yang seringkali terkendala birokrasi yang rumit, (4) jiwa wirausaha yang dinamis di kalangan pengusaha UMKM.
Dari keunggulan-keunggulan tersebut, yang paling menonjol adalah fleksibilitas yang lebih besar
daripada usaha besar. Hal ini disebabkan karena dalam pengambilan keputusan dan inovasi, usaha
besar lebih sering terhambat oleh birokrasi dan kaku. Bagi orang-orang yang kreatif dan inovatif,
hal demikian kurang menarik dan terdapat kecenderungan mendirikan usaha sendiri.
Pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan, usaha kecil dapat bertahan dan mempunyai
potensi untuk berkembang. Dengan demikian, usaha kecil dapat dijadikan andalan untuk masa yang
akan datang dan harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan usaha kecil harus dihilangkan.
Peranan usaha menengah dalam hal ekspor memang sangat strategis. Jika perannya dapat
dikembangkan secara optimal, keunggulan yang dimiliki yang masih bisa ditingkatkan. Usaha
menengah layak untuk didorong sebagai motor pengembangan UMKM dalam persaingan bebas.
Hal ini dikarenakan potensi teknologi dan sumberdaya manusia yang jauh lebih tinggi. Efisiensi
Sarah Anabarja

Page 9

memang menjadi hal yang tidak bisa ditawar mengingat perubahan yang terjadi pada tatanan pasar
dunia khususnya sasaran ekspor produk Indonesia (Eropa, Amerika Serikat dan jepang) yang
semakin banyak menghadapi kendala akibat peta politik dan keamanan. Indonesia bukan hanya
menghadapi situasi tersebut tapi juga bersaing dengan Cina yang bukan hanya mengancam pasar
ekspor, tapi juga pasar dalam negeri.
Dalam menguatkan peran UMKM sebagai penopang utama perekonomian nasional, bukan
berarti hal yang mudah. Banyak tantangan yang dihadapi oleh sektor ini, utamanya pada bidang
modal dan akses. Dalam bahasannya mengenai UMKM, Mundrajat Kuncoro menyebutkan
beberapa tantangan yang dihadapi oleh UMKM (Kuncoro 2008). Pertama, tidak adanya pembagian
tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan UMKM dikelola oleh
perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan
tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap
lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan
usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara,
bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan
hukum. Keempat, masalah terbesar yang dihadapi dalam pengadaan bahan baku adalah mahalnya
harga bahan baku, terbatasnya ketersediaan bahan baku, dan jarak yang relatif jauh. Penyebabnya
karena bahan baku bagi UMKM yang berorientasi ekspor sebagian besar berasal dari luar daerah
UMKM berlokasi. Kelima, masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja
adalah tidak terampilnya tenaga kerja dan mahalnya biaya tenaga kerja. Keenam, dalam bidang
pemasaran, masalah pemasaran terkait dengan banyaknya pesaing yang bergerak dalam industri
yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing sebagai suatu hambatan dalam melakukan
negosiasi, dan penetrasi pasar di luar negeri.
Menghadapi tantangan tersebut kiranya perlu diperhatikan strategi yang komprehensif dalam
Sarah Anabarja

Page 10

rangka menguatkan peran UMKM di Indonesia. Bila benar pemerintah akan mengeluarkan paket
kebijakan baru di bawah Inpres No. 5/2008, perlu diprioritaskan hal penting berikut: Pertama,
pemerintah perlu menetapkan roadmap kebijakan industri nasional sampai 2009, jangka menengah,
hingga tahun 2030, dengan sasaran dan strategi yang rinci. Kedua, setelah roadmap kebijakan
ditetapkan, perlu ditekankan pentingnya implementasi dan efektifitas pemantauan dari kebijakan.
Ketiga, insentif perlu diberikan bagi industri yang merupakan “prioritas nasional” dan berbasis
“kompentensi inti daerah”, baik berupa fasilitas pajak, kawasan khusus, kemudahan perijinan.
Keeempat, perlu rencana aksi yang jelas bagaimana menumbuhkembangkan industri komponen
lokal, industri hilir di bidang agribisnis, dan industri rakyat yang hancur akibat bencana di berbagai
daerah. Dalam bidang pembiayaan, sektor UMKM ke depan perlu mencakup empat aspek pokok
yaitu: (i) Strategi untuk penguatan iklim investasi dan iklim usaha yang kondusif bagi sektor
UMKM, (ii) Strategi untuk penguatan kemampuan kewirausahaan dan kegiatan usaha sektor
UMKM, (iii) Strategi penguatan sektor keuangan khususnya perbankan dalam pembiayaan kepada
sektor UMKM, dan (iv) Strategi untuk pengembangan berbagai perangkat penunjang (infrastuktur)
bagi peningkatan pembiayaan sektor UMKM.
Selain itu juga dapat diterapkan pula strategi penguatan keterkaitan antar stakeholder dalam
pengembangan UMKM. Kerjasama dalam memaksimalkan peran antar stakehoder dapat dijadikan
strategi ampuh guna semakin menghidupkan peran UMKM dalam menopang perekonomian.
Beberapa pihak yang memiliki kaitan erat dalam aktivasi UMKM ini seperti; lembaga UMKM
sendiri, Kelompok Koperasi, Business Development Services (BDS), Asosiasi Usaha, Lembaga
Keuangan, Pasar, dan Pemerintah. Adapun berikut adalah pola alternatif hubungan antar peran
masing-masing stakeholder UMKM yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang
signifikan bagi kemajuan UMKM:

Sarah Anabarja

Page 11

Dari tabel di atas dapat dijelaskan peranan masing-masing pihak tersebut satu persatu;
1) UMKM
UMKM sebagai pelaku memegang peran yang sangat kunci dalam rangka pemberdayaan mereka
sendiri. Dalam memberdayakan UMKM perlu diberikan motivasi dan manfaat dari berbagai
peluang dan fasilitasi yang diberikan oleh berbagai pihak (stakeholder yang lain) karena tanpa
partisipasi UMKM secara individu maupun kelompok akan berakibat gagalnya usaha
pemberdayaan yang dilakukan. Namun demikian perlu disadari bahwa untuk setiap program
pemberdayaan harus berangkat pada pemenuhan kebutuhannya, meski kadang untuk menentukan
kebutuhan tersebut membutuhkan pendampingan pula.
2) Kelompok Koperasi
Beragamnya jenis usaha dan skala usaha memang memerlukan beragam perlakuan yang berbeda.
Untuk itu, perlu dilihat masalah demi masalah, apakah ada masalah yang perlu penanganan secara
Sarah Anabarja

Page 12

kelompok atau dilakukan secara individual. Masalah permodalan misalnya akan lebih mudah
penanganannya dengan sistim kelompok karena dapat mengurangi resiko dan mudah dalam
pembinanaannya. Kalau kelompok usaha mikro kemudian menjadi lebih besar dan teradministrasi
dengan baik, maka kemudian dapat dikembangkan menjadi koperasi. Melalui koperasi diharapkan
bisa memperkuat kekuatan tawar pasar baik dalam mendapatkan bahan baku maupun penjualan
produk. Demikian pula dengan berbagai fasilitas yang tersedia bagi lembaga koperasi dapat
dinikmati oleh para anggotanya.
3) Bussines Development Services (BDS)
BDS ini berperan sebagai konsultan pengembang usaha dalam berbagai aspek, seperti aspek
manajemen, produksi, pasar dan pemasaran bahkan sampai fasilitasi dalam menghubungkan
UMKM ke lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Idealnya jasa layanan yang diberikan
BDS harus dapat ditanggung pembiayaan oleh UMKM sendiri, namun sampai saat ini belum
banyak UMKM yang mampu menanggung atas jasa yang diterima. BDS dapat didirikan oleh
Perguruan Tinggi, LSM maupun swasta.
4) Asosiasi Usaha
Asosiasi Usaha dapat membantu UMKM dalam berbagai aspek melalui anggotanya terutama dalam
hal ini kaitannya dengan pasar akan memperkuat posisi tawar dalam perdagangan, baik dalam harga
maupun sistim pembayaran dan meciptakan persaingan usaha yang sehat.
5) Lembaga Keuangan (Bank dan Non Bank)
Salah satu masalah klasik pemberdayaan UMKM adalah masalah kekurangan modal, namun
UMKM enggan untuk datang ke bank khususnya karena terkait oleh banyaknya persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh fasilitasi kredit dari perbankan. Sebaliknya sering lembaga keuangan
menghadapi masalah bagaimana memasarkan “modal” yang dihimpun dari masyarakat tersebut
agar dapat tersalur kepada pengusaha UMKM dengan aman. Artinya ke dua belah pihak sebenarnya
Sarah Anabarja

Page 13

dapat membentuk hubungan yang saling menguntungkan. Untuk itu perlu diupayakan pendekatan
baru perbankkan terhadap UMKM, salah satunya dengan pendekatan melalui kelompok simpan
pinjam (KSM) maupun kelompok usaha (koperasi) dalam memberikan layanan kredit terhadap
UMKM. Adanya pendekatan kelompok tidak akan efektif jika pandangan Bank terhadap UMKM
masih menggunakan paragdigma lama bahwa kredit terhadap UMKM tidak ekonomis dan berisiko
Untuk itu perlu menggunakan paradigma baru, dimana UMKM harus dipandang tidak saja sebagai
pemanfaat kredit namun juga sebagai sumber potensial tabungan.
Dengan pendekatan kelompok ini diharapkan memudahkan pengelolaan kredit dan dapat
menekan resiko sehingga secara keseluruhan menjadi layanan kredit yang ekonomis. Selain itu,
untuk membantu mengurangi resiko kredit macet bank dapat melakukan pendampingan usaha bagi
kelompok UMKM yang mengambil kredit pada bank yang bersangkutan. Pendekatan ini memang
butuh waktu dan pemikiran lebih, sehingga untuk meringankan resiko dapat bekerjasama dengan
Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), yaitu model konsultan keuangan yang sekarang banyak
didorong untuk berkembang dalam rangka fasilitasi akses UMKM terhadap permodalan.
6) Pasar
Pasar perdagangan hasil produksi UMKM dapat berupa pasar dalam negeri (domestik) maupun
pasar ekspor. Hubungan baik antara pelaku UMKM dan pelaku pasar (pembeli maupun ekspotir)
perlu dijaga kesinambungannya. Demikian pula dengan adanya perubahan kondisi pasar harus cepat
dapat diantisipasi. Dalam hal ini dapat difasilitasi oleh pemerintah, BDS maupun Asosiasi usaha.
7) Pemerintah
Pemerintah mempunyai peran yang dalam memfasilitasi UMKM Lembaga lain yang terkait dengan
pemberdayaan UMKM seperti koperasi, Asosiasi, BDS, dan lembaga keuangan dapat digerakkan
oleh pemerintah dengan kebijakan tertentu. Peran tersebut dapat diwujudkan dengan kebijakan yang
berpihak terhadap pengembangan usaha maupun fasilitasinya.
Sarah Anabarja

Page 14

Kesemua strategi tersebut memerlukan penguatan komitmen dan strategi yang menyeluruh
serta jelas dari semua pihak untuk pengembangan sektor UMKM ke depan. Strategi ini penting dan
harus menjadi bagian integral dari strategi pembangunan nasional yang sedang dirumuskan
Pemerintah. Lebih dari itu, strategi nasional untuk pengembangan UMKM seperti ini diperlukan
untuk menjadi pedoman dan acuan bagi integrasi dan koordinasi program-program yang selama ini
terkesan tersebar dan kurang terpadu di berbagai lembaga, baik di lingkungan Pemerintah Pusat,
Bank Indonesia, maupun Pemerintah Daerah. Karena itu, peran dari Kementerian Koperasi dan
UMKM menjadi semakin penting untuk mampu memberikan masukan dalam strategi nasional
tersebut.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas mengenai pentingnya penguatan sektor riil dalam menghadapi
globalisasi ekonomi dapat disimpulkan bahwa peran UMKM tidak dapat dikesampingkan. Sektor
inilah yang telah terbukti tahan terhadap serangan krisis ekonomi tahun 2008 lalu, bahkan beberapa
tahun sebelumnya. Ketahanan sektor ini disebabkan adanya kemandirian yang kuat dari para
pelakunya dalam menjalankan usahanya. Namun, ternyata pengembangan peran UMKM sebagai
penopang utama perekonomian nasional juga masih dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah.
Beragam tantangan seperti akses informasi, permodalan, dan ketenagakerjaan masih saja
menghadang. Maka dari itu diperlukan strategi aktivasi yang lebih baik dari sekedar penerapan
Inpres tahun 2007 mengenai UMKM. Strategi yang lebih dinamis dan komprehensif tidak dapat
dilepaskan dari peranan Menteri Koperasi dan UMKM. Kementrian ini memiliki peran sentral
dalam menjalankan strategi nasional penguatan peran UMKM di Indonesia. Jika peran sentral
UMKM dalam menopang perekonomian nasional semakin mantap, maka diharapkan Indonesia juga
semakin siap dalam mengikuti arus globalisasi ekonomi yang tidak terelakkan lagi ini.

Sarah Anabarja

Page 15

Daftar Pustaka
Douglas A. Irwin, 2005. Trade and Globalization. In: Michael T. Weinstein, Globalization: What’s
New? New York, Columbia University Press.
Thomas Friedman, 2005. The World is Flat: a brief history of the twenty first Century. ,Farrar,
Straus and Giroux.
Mohammad Amien Rais,2008. Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia.Yogyakarta, PPSK
Press.
Ngaire Woods, 2001. International Political Economy in an Age of Globalization. In John Baylis
and Steve Smith (eds.), The Globalization of World Politics. 2nd edition. Oxford, Oxford
University Press.
Kevin Bowles, Frank McDonald and Nigel Healey. 2002. The Euro: A Future International
Currency? In: Mary Farrel, et al.
Kuncoro, Mudrajat. 2008. Sektor Riil dan UMKM Pasca Inpres no.6/2007. Pdf. File dalam
www.mudrajad.com , diakses 11 Mei 2010.
Warjiyo, Perry. 2004. Pembiayaan Pembangunan Sektor UMKM: Perkembangan dan Strategi Ke
Depan Pdf. File dalam Infokop nomor 25 XX. Tahun 2004.
www.setneg.go.id , diakses 11 Mei 2010.
Harian Seputar Indonesia, 24 Desember 2008.

Sarah Anabarja

Page 16