Hasil Penelitian Dan Pembahasan (2)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI
Berdasarkan sistem kerja surveilans di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan mengambil lokasi
penelitian yang disesuaikan dengan wilayah zona kerja surveilans di wilayah kota
Yogyakarta. Zona kerja yang menjadi wilayah penelitian ini ialah Zona D yang
membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I,
dan Kotagede II di Kota Yogyakarta dengan jumlah kelurahan sebanyak 10
kelurahan dalam Zona D terdiri dari Kelurahan Tahunan, Kelurahan Semaki,
Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan
Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan yang berada dalam wilayah Kecamatan
Umbulharjo serta wilayah Kecamatan Kotagede yang terdiri dari Kelurahan
Rejowinangun, Kelurahan Purbayan Dan Kelurahan Prenggan.
1. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I
a. Kelurahan Pandeyan
1) Kondisi Geografis
Kelurahan pandeyan memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara
: Kelurahan Tahunan Dan Kelurahan Warungboto
Sebelah Selatan
: Kelurahan Giwangan Dan Kelurahan Sorosutan
Sebelah Timur
: Kecamatan Kotagede
Sebelah barat
: Kecamatan Mergangsan
73
74
Luas wilayahnya ± 118 Ha dengan luas area pemukiman seluas ±
105 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah timur dialiri oleh
sungai gadjah wong.
2) Kodisi Demografis
Kelurahan Pandeyan memiliki jumlah penduduk sebesar 11.940
jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.674 orang, jumlah
perempuan sebanyak 6.266 orang. Jumlah penduduk dengan usia < 12
tahun sebanyak 1.853 jiwa, usia ≥12 tahun sebanyak 10.087 jiwa.
Sebagian besar penduduk di kelurahan pandeyan merupakan pelajar
dengan jumlah 4.142 orang.
b. Kelurahan Warungboto
1) Kondisi Geografis
Kelurahan Warungboto memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah utara
: Kelurahan Mujamuju
Sebelah selatan
: Kelurahan Pandeyan
Sebelah timur
: Kelurahan Rejowinangun
Sebelah barat
: Kelurahan Tahunan
Luas wilayah administrasi ± 30,48 Ha dengan luas area
pemukiman seluas ± 0,66 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah
timur dialiri sungai gadjah wong.
75
2) Kondisi Demografis
Kelurahan warungboto memiliki jumlah penduduk sebanyak
9.547 jiwa, dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak
4.746 jiwa, perempuan sebanyak 4.801 jiwa. Sedangan jumlah
penduduk menurut usia 65 tahun sebanyak 533 jiwa. Sebagian besar
penduduk kelurahan rejowinangun merupakan karyawan swasta.
82
82
Gambar 4.1
Peta Lokasi Penelitian (Wilayah Zona D) Kota Yogyakarta
Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I, Dan Puskesmas Kotagede II
83
B. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Pada penelitian ini diperoleh sampel berjumlah 104 sampel yang
merupakan penderita demam berdarah dengue (DBD) dalam Zona D wilayah
kota Yogyakarta pada tahun 2012. Karakteristik responden dalam penelitian ini
meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
a. Menurut Umur
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut kategori umur disajikan pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Menurut Umur
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
Kategori Umur
1. < 12 tahun
2. ≥ 12 tahun
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
50
54
104
Prosentase (%)
48,1%
51,9%
100%
Berdasarkan tabel 4.1. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dibawah umur 12
tahun berjumlah 50 penderita dengan prosentase 48,1% dan penderita DBD
umur 12 tahun keatas berjumlah 54 penderita dengan prosentase 51,9%.
84
b. Menurut Jenis Kelamin
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut jenis kelamin disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
1.
2.
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
48
56
104
Prosentase (%)
46,2%
53,8%
100%
Berdasarkan tabel 4.2. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dengan jenis kelamin
laki-laki berjumlah 48 penderita dengan prosentase 46,2% dan penderita
DBD dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 56 penderita dengan
prosentase 53,8%.
c. Menurut Pendidikan
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut pendidikan disajikan pada tabel 4.3
85
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Pendidikan
Tidak/Belum Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP/Sederajat
Tamat SMA/Sederajat
Tamat Perguruan Tinggi
Total
Frekuensi
52
8
9
27
8
104
Prosentase (%)
50,0%
7,7%
8,7%
26,0%
7,7%
100%
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.3. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD
berpendidikan
tidak/belum tamat SD berjumlah 52 penderita dengan prosentase 50%,
penderita DBD berpendidikan tamat SD berjumlah 8 penderita dengan
prosentase 7,7%, penderita DBD berpendidikan tamat SMP/Sederajat
berjumlah 9 penderita dengan prosentase 8,7%, penderita DBD
berpendidikan tamat SMA/Sederajat berjumlah 27 penderita dengan
prosentase 26%, dan penderita DBD berpendidikan tamat perguruan tinggi
berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%.
d. Menurut Pekerjaan
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut pekerjaan disajikan pada tabel 4.4
86
Tabel 4.4
Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI
Karyawan Swasta
Buruh
Wiraswasta
Mahasiswa/Pelajar
Ibu rumah tangga
Tidak bekerja
Total
Frekuensi
5
5
3
8
33
2
48
104
Prosentase (%)
4,8%
4,8%
2,9%
7,7%
31,7%
1,9%
46,1%
100%
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.4 dari total 104 penderita Demam Berdarah
Dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD bekerja sebagai
PNS/TNI/POLRI berjumlah 5 penderita dengan prosentase 4,8%, bekerja
sebagai karyawan swasta berjumlah 5 penderita dengan prosentse 4,8%,
bekerja sebagai buruh berjumlah 3 penderita dengan prosentase 2,9%,
bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%
dan penderita DBD untuk kalangan mahasiswa/pelajar berjumlah 33
penderita dengan prosentase 31,7%, kalangan ibu rumah tangga berjumlah
2 penderita dengan prosentase (1,9%) dan kalangan tidak bekerja berjumlah
48 penderita dengan prosentase 46,1%.
87
2. Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Dalam penelitian ini katakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi
keberadaan tanaman hias, keberadaan barang-barang bekas dan kondisi
ventilasi rumah.
a. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan merupakan faktor
risiko yang dapat mempengaruhi penyebaran penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari segi kondisi lingkungan rumah. Pada tabel 4.5
disajikan frekuensi penderita DBD menurut keberadaan tanaman hias dan
tanaman pekarangan dalam Zona D kota Yogyakarta.
Tabel 4.5
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah Menurut Keberadaan
Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Tanaman Hias dan
Tanaman Pekarangan
Ada
Tidak ada
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
Prosentase (%)
87
17
104
83,7%
16,3%
100%
Melihat pada tabel 4.5. Distribusi penderita DBD menurut
keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan dengan total 104
penderita. Penderita DBD yang ditemukan atau memiliki tanamah hias dan
tanaman pekarangan berjumlah 87 penderita dengan prosentase 83,7% dan
tidak ditemukan atau tidak memiliki tanaman hias dan tanaman pekarangan
berjumlah 17 penderita dengan prosentase 16,3%.
88
b. Keberadaan Barang-barang Bekas
Keberadaan barang-barang bekas merupakan kondisi lingkungan
rumah yang dapat menjadi tempat hidup jentik-jentik nyamuk pada
penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Tabel 4.6 disajikan
frekuensi keberadaan barang-barang bekas dalam Zona D kota Yogyakarta.
Tabel 4.6
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Menurut Keberadaan Barang-barang Bekas
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Barang-barang
Bekas
Ada
Tidak ada
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
Prosentase (%)
53
51
104
51,0%
49,0%
100%
Pada tabel 4.6. distribusi penderita DBD menurut keberadaan
barang-barang bekas dapat dilihat penderita DBD yang ditemukan atau
menyimpan barang-barang bekas di lingkungan rumah berjumlah 53
penderita dengan prosentase 51,0% dan penderita DBD yang tidak
ditemukan atau tidak menyimpan barang-barang bekas di lingkungan
rumah berjumlah 51 penderita dengan prosentase 49,0%.
c. Kondisi Ventilasi Rumah
Kondisi ventilasi rumah merupakan faktor yang menjadi jalan
masuknya vektor nyamuk penyebab DBD kedalam rumah. Tabel 4.7
disajikan distribusi frekuensi kondisi ventilasi rumah pada penyebaran
penyakit DBD dalam zona D di kota Yogyakarta.
89
Tabel 4.7
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Menurut Kondisi Ventilasi Rumah
Dalam Zona D Wilayah Kota
Yogyakarta
Tahun 2013
Kondisi Ventilasi Rumah
Tertutup Kawat Kasa
Tidak Tertutup Kawat Kasa
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
11
93
104
Prosentase (%)
10,6%
89,4%
100%
Dari tabel 4.7. distribusi penderita DBD menurut kondisi ventilasi
rumah dapat dilihat kondisi ventilasi rumah penderita DBD tertutup kawat
kasa berjumlah 11 penderita dengan prosentase 10,6%
dan kondisi
ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa berjumlah 93 penderita
dengan prosentase 29,8%.
3. Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta
Zona D merupakan salah satu bagian dari zona kerja sistem surveilans
dengan membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas
Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I Dan Puskesmas Kotagede II yang
menjadi daerah endemis demam berdarah dengue di wilayah kota Yogyakarta.
Data pada tahun 2012 menunjukkan jumlah kejadian demam berdarah dengue
paling tinggi berada dalam Zona D dan kejadian kasus demam berdarah dengue
dalam Zona D dapat dilihat pada tabel 4.8 sementara untuk peta persebaran
kasus demam berdarah dengue dalam Zona D dapat dilihat pada gambar 4.2
90
Tabel 4.8
Kejadian DBD Dalam Zona D Di Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Kelurahan
Puskesmas
Pandeyan
Giwangan
Sorosutan
Warungboto
Mujamuju
Tahunan
Semaki
Purbayan
Prenggan
Pusk.
Umbulharjo I
Pusk.
Umbulharjo II
Pusk.
Kotagede I
Jumlah
Kasus DBD
Jumlah
Penduduk
12
8
24
17
6
13
8
7
10
11940
7352
14291
9547
10986
8943
5310
11284
11903
Rejowinangun
Pusk.
16
11913
Kotagede II
Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
IR Per
10.000
Penduduk
10,05
10,88
16,79
17,80
5,46
14,53
15,06
6,20
8,40
13,43
Pada tabel 4.9 menunjukkan persebaran kasus demam berdarah dengue
dengan angka kejadian atau insiden rate masing-masing pada setiap kelurahan
yang berada dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta. Persebaran kasus dengan
insiden rate paling tinggi (IR per 10.000 penduduk) berada di kelurahan
Warungboto. Sementara persebaran kasus dengan insiden rate (IR per 10.000
penduduk) paling rendah berada di kelurahan Mujamuju.
91
91
Gambar 4.2
Peta Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Tahun 2012
92
4. Curah Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue terutama terhadap
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor
(pembawa) penyakit. Curah hujan akan menambah banyaknya
genangan air sehingga akan menyebabkan juga banyaknya tempat
perkembangbiakan vektor (breeding place). Curah hujan dengan kasus
demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Jumlah
Kasus
DBD
Januari
242,0
19
3
Februari
278,0
17
13
Maret
142,0
12
3
April
119,0
13
14
Mei
38,0
2
13
Juni
0
0
15
Juli
0
0
7
Aguatus
0
0
2
September
0
0
5
Oktober
63,0
5
4
November
170,0
12
12
Desember
409,0
8
30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Bulan
Curah Hujan
(mm)
Jumlah
Hari Hujan
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa curah hujan terendah sebesar 38,0
mm dengan jumlah hari hujan selama 2 hari pada bulan mei dan curah
hujan tertinggi sebesar 409,0 mm dengan jumlah hari hujan selama 8
93
hari pada bulan desember. Curah hujan di wilayah kota Yogyakarta
berkisar antara 38,0 mm - 409,0 mm. Kasus demam berdarah dengue
tertinggi berada pada bulan desember sebanyak 30 kasus dengan curah
hujan sebesar 409,0 mm, sementara kasus terendah berada pada bulan
agustus sebanyak 2 kasus dengan curah hujan sebesar 0 mm.
Keterkaitan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah
dengue dalam Zona D wilayah Kota Yogyakarta disajikan pada
gambar 4.7
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Curah Hujan (mm)
Jumlah Hari Hujan
Jumlah Kasus DBD
Jan
242
19
3
Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt
278 142 119 38 0
0
0
0 63
17 12 13 2
0
0
0
0
5
13 3 14 13 15 7
2
5
4
Nov Des
170 409
12 8
12 30
Gambar 4.3
Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona
D Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Gambar 4.3 menerangkan bahwa kasus demam berdarah dengue
banyak terjadi pada bulan oktober – april yang merupakan musim
penghujan dengan durasi hari hujan yang cukup lama dan terjadi
94
penurunan kasus demam berdarah dengue terjadi pada bulan juli –
september yang merupakan puncak musim kemarau.
5. Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Suhu udara juga merupakan faktor kondisi iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue dengan berpengaruh
pada perkembangan vektor nyamuk penyebab penyakit. Pada suhu
udara rendah nyamuk dapat bertahan tetapi dengan metabolisme
menurun dan akan berhenti sama sekali apabila suhu turun di bawah
suhu kritis. Pada suhu optimal untuk perkembangan nyamuk akan
berkembang dengan cepat. Keadaaan suhu udara dengan kasus demam
berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Suhu Udara Dengan Kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Rata-rata Suhu Udara Jumlah Kasus
(oC)
DBD
Januari
27,4
3
Februari
27,2
13
Maret
27,1
3
April
27,7
14
Mei
27,3
13
Juni
26,6
15
Juli
25,2
7
Agustus
25,2
2
September
26,8
5
Oktober
28,0
4
November
28,1
12
Desember
27,6
30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Bulan
95
Tabel 4.10 menerangkan bahwa suhu terendah sebesar 25,2oC pada
bulan juli dan agustus dan suhu tertinggti terjadi pada bulan november
sebesar 28,1oC. Kisaran suhu udara di wilayah kota Yogyakarta
berkisar antara 25,2oC – 28,1oC. Kejadian demam berdarah dengue
tertinggi terjadi pada bulan desember sebanyak 30 kasus dan terendah
terjadi pada bulan agustus sebanyak 2 kasus. Pada bulan desember
merupakan puncak musim penghujan sehingga meningkatkan suhu
udara dan kelembaban udara.
35
30
25
20
15
10
5
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Suhu Udara
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Kasus DBD
Gambar 4.4
Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada suhu diatas 27oC kasus
demam berdarah dengue mengalami peningkatan. Pada bulan
desember jumlah kasus demam berdarah dengue paling tinggi.
96
6. Kelembaban Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Selain curah hujan dan suhu udara, kondisi iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue ialah kelembaban
udara. Kelembaban udara yang tinggi dapat mempercepat penetasan
telur nyamuk Aedes aegypti. Keadaan kelembapan udara dengan kasus
demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Kelembaban Udara Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Rata-rata Kelembaban
Jumlah Kasus
Udara (%)
DBD
Januari
82,4
3
Februari
82,9
13
Maret
82,2
3
April
81,8
14
Mei
82,0
13
Juni
80,6
15
Juli
78,0
7
Agustus
75,4
2
September
74,5
5
Oktober
77,7
4
November
82,0
12
Desember
82,7
30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta,2012
Bulan
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa kelembaban udara tertinggi
sebesar 82,9% terjadi pada bulan februari dan kelembaban udara
paling rendah sebesar 74,5% terjadi pada bulan september. Kisaran
kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar 74,5% -
97
82,9%. Kejadian demam berdarah dengue paling rendah sebesar 2
kasus pada bulan agustus dengan kelembaban udara sebesar 75,2%.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Kelembapan Udara
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Kasus DBD
Gambar 4.5
Kelembapan Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Gambar 4.5 menerangkan keterkaitan kelembaban udara dengan
kejadian demam berdarah dengue dalam Zona D di wilayah kota
Yogyakarta. Kelembaban udara diatas 80% dapat meningkatkan
jumlah kasus demam berdarah dengue. Kelembaban udara optimum
untuk perkembangan telur nyamuk berkisar anatara 60% - 80%.
98
7. Kepadatan Penduduk Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Kota Yogyakarta sebagai ibu kota provinsi DIY merupakan pusat
perekonomian dan kota pelajar sebagai tempat berkumpulnya para
mahasiswa dari berbagai daerah menyebabkan tingginya kepadatan
penduduk kota. Distribusi Kepadatan penduduk dengan kasus demam
berdarah dengue dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta tahun 2012
disajikan pada tabel 4.12
Tabel 4.12
Kepadatan Penduduk Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Jumlah
Kelurahan
Kasus
DBD
Mujamuju
1170
6
Purbayan
13596
7
Prenggan
12024
10
Pandeyan
10119
12
Sorosutan
8768
24
Warungboto
31405
17
Semaki
27948
8
Rejowinangun
9531
16
Giwangan
5835
8
Tahunan
11466
13
Sumber: Profil kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/km2)
IR Per
10.000
Penduduk
5,46
6,20
8,40
10,05
16,79
17,80
15,06
13,43
10,88
14,53
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa penduduk paling padat bearada di
kelurahan warungboto sebesar 31405 jiwa/km2 sedangkan kepadatan
penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar 1170
jiwa/km2. Insiden Rate (IR) demam berdarah dengue paling tinggi
99
berada di kelurahan Warungboto sebesar IR = 17,80 per 10.000
penduduk. Sementara insiden rate kasus demam berdarah paling
rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar IR = 5,46 per 10.000
penduduk. Overlay kepadatan penduduk dan sebaran kasus demam
berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.6
100
99
Gambar 4.6
Overlay Kepadatan Penduduk Dan Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta
101
8. Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Angka bebas jentik juga berpengaruh pada kejadian demam
berdarah dengue. ABJ dapat memberikan gambaran tentang kepadatan
vektor nyamuk Aedes aegypti pada suatu wilayah.
Tabel 4.13
Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Angka
Jumlah
Bebas
Jumlah
Wilayah Kerja
Kasus
Jentik
Penduduk
DBD
(ABJ) (%)
Pusk. Umbulharjo I
75,68
43130
67
Pusk. Umbulharjo II
76,28
25673
24
Pusk. Kotagede I
75,97
23187
17
Pusk. Kotagede II
77,73
11913
16
Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
IR Per
10.000
Penduduk
15,53
9,34
7,33
13,43
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa angka bebas jentik paling tinggi
sebesar 77,73% berada di wilayah kerja puskesmas Kotagede II
dengan jumlah kasus demam berdarah dengue sebanyak 16 kasus (IR
= 13,43). Sedangkan ABJ paling rendah sebesar 75,68% berada di
wilayah kerja puskesmas Umbulharjo I dengan jumlah kasus demam
berdarah dengue sebanyak 68 kasus (IR = 15,53). Overlay Angka
Bebas Jentik (ABJ) dan sebaran kasus DBD pada gambar 4.7
102
101
Gambar 4.7
Overlay ABJ Dan Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Kota Yogyakarta
103
9. Pola Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk melihat pola persebaran kasus demam berdarah dengue dalam
Zona D wilayah Kota Yogyakarta dengan menggukan buffer jarak terbang
nyamuk radius 200 meter dan pengelompokan kasus (Cluster ). Pola
sebaran kasus demam berdarah dengue dalam Zona D berdasarkan buffer
jarak terbang nyamuk dapat dilihat pada gambar 4.8 terlihat bahwa pola
persebarannya cenderung menjalar melalui suatu polulasi dari satu daerah
ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi kontak langsung antara
manusia dengan vektor penyebab penyakit.
Pada penelitian ini untuk melihat pengelompokan/clustering penyakit
demam berdarah dengue menggunakan satu pendekatan yakni analisis
tetangga terdekat dengan menggunakan Average Nearst Neighbor .
Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat
pola persebaran penyakit demam berdarah dengue. Adapun pola dalam
pendekatan
ini
adalah
seragam
(uniform),
acak (random), dan
mengelompok (cluster ). Hasil analisis tetangga terdekat diperoleh nilai Z
= -17,002937 dan p = 0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat
dinyatakan bahwa pola persebaran penyakit demam berdarah dengue
mempunyai kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok. Peta
cluster demam berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.9. Serta peta
arah trend persebaran kasus DBD dapat dilihat pada gambar 4.10.
104
103
Gambar 4.8
Buffer Berdasarkan Jarak Terbang Nyamuk Aedes aegypti Radius 200 meter
Pola Sebaran Cenderung Menjalar Dan Terjadi Kontak Antara Vektor Dengan Host
105
104
Gambar 4.9
Cluster Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D
Membentuk Pola Sebaran Mengelompok Dalam Ruang (Spasial)
106
105
Gambar 4.10
Arah Trend Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta
Arah Pola Pergerakan Persebaran Kasus Menuju Barat Daya – Timur Laut
107
10. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan
variabel penelitian dalam penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dengan menggunakan uji chi kuadrat/chi square (X2) satu
sampel. Variabel yang masuk dalam analisis ini ialah karakteristik
responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.
Serta dari karakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi keberadaan
tanaman hias/pekarangan, keberadaan barang-barang bekas dan
kondisi ventilasi rumah.
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko dari karakteristik
penderita demam berdarah dengue sebagai pejamu (host) yang
dihinggapi virus dengue dan sasaran gigitan nyamuk Aedes
aegypti.
Tabel 4.14
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Umur Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Kategori Umur Frekuensi
< 12 tahun
50
≥ 12 tahun
54
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2 tabel
Asymp.sig
(p-value)
0,615
3,841
0,433
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue untuk karakteristik umur dalam
108
penyebaran penyakit DBD. Dapat dilihat dari nilai p-value >0,05
atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.15
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Jenis Kelamin Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Jenis Kelamin
X2
X2 tabel
Asymp.sig
(p-value)
0,154
3,841
0,695
Frekuensi
Laki-laki
48
Perempuan
56
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin
dalam penyebaran penyakit DBD, karena dilihat dari nilai p-value
>0,05 atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
c. Pendidikan
Tabel 4.16
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Pendidikan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Pendidikan
Frekuensi
Tidak/Belum Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP/Sederajat
Tamat SMA/Sederajat
Tamat Perguruan Tinggi
Sumber: Data Primer Terolah
52
8
9
27
8
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
71,096
9,488
0,000
109
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa ada kecenderungan penderita
demam berdarah dengue dari karakteristik pendidikan dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Dapat dilihat dari
nilai p-value chi kuadrat tabel.
d. Pekerjaan
Tabel 4.17
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Pekerjaan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Pekerjaan
Frekuensi
PNS/TNI/POLRI
5
Swasta
5
Buruh
3
Wiraswasta
8
Mahasiswa/Pelajar
33
Ibu rumah tangga
2
Tidak Bekerja
48
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
132,923
12,592
0,000
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang
signifikan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik
pekerjaan dengan penyebaran penyakit DBD. Karena dilihat dari
nilai p-value chi kuadrat tabel.
110
e. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Tabel 4.18
Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias dan
Tanaman Pekarangan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Tanaman
Frekuensi
Hias/Pekarangan
Ada
87
Tidak ada
17
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
47,115
3,841
0,000
Tabel 4.18 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi
lingkungan rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dari karakteristik keberadaan tanaman hias dan tanaman
pekarangan. Dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat
hitung > chi kuadrat tabel.
f. Keberadaan Barang-barang Bekas
Tabel 4.19
Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas
Pada Penyebaran Penyakit DBDDalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan
Barang-barang
Frekuensi
Bekas
Ada
53
Tidak ada
51
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
0,038
3,841
0,845
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran penyakit demam
111
berdarah dengue. Dilihat dari nilai p-value > 0,05 atau nilai chi
kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
g. Kondisi Ventilasi Rumah
Tabel 4.20
Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah
Pada Penyebaran Penyakit DBD
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Kondisi Ventilasi
Frekuensi
Rumah
Tertutup Kawat Kasa
11
Tidak Tertutup Kawat
93
Kasa
Sumber: Data Primer Terolah
X
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
64,654
3,841
0,000
2
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi
ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue. Dapat dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat
hitung > chi kuadrat tabel.
112
C. PEMBAHASAN
1. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Umur
Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada
kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik umur
pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Sehingga dapat
dikatakan penderita demam berdarah dengue dalam Zona D menyerang
semua kategori umur.
Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang semua
kelompok umur bukan hanya pada kelompok umur dibawah umur 12
tahun saja yakni anak-anak akan tetapi dapat juga menyerang kelompok
umur 12 tahun keatas yakni dewasa muda dan dewasa tua. Soegeng
Soegijanto dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah Dengue”
menyatakan penyakit demam berdarah dengue tidak hanya cenderung
terjadi pada anak kelompok usia 4-5 tahun. Namun telah terjadi
pergeseran kasus yang mengarah juga pada kelompok usia 15 – 44 tahun.
Berarti penyakit ini menyerang kelompok masyarakat yang mempunyai
potensi dalam pembangunan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya kebanyakan kasus demam
berdarah dengue di malaysia pada kalangan umur adalah sama (Bakar
et.al, 2004). Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Ipa et.al
pada tahun 2004 di daerah ciamis, jawa barat menghasilkan infeksi virus
dengue banyak terjadi pada usia 10 – 19 tahun. Hal ini dikarenakan orang
113
dewasa yang terinfeksi satu strain virus tidak kebal. Beberapa penyakit
tertentu pada bayi (anaka balita) dan orang tua lebih mudah terserang.
Sedangkan pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal
terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan
karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Depkes (2011) menjelaskan bahwa semua orang rentan
terhadap penyakit demam berdarah dengue. Penderita yang sembuh dari
infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan kekebalan homolog
seumur hidup. Tetapi tidak memberikan perlindungan yang sama terhadap
infeksi serotipe yang berbeda.
2. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Jenis
Kelamin Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Jenis kelamin merupakan salah satu dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kekebalan selain usia. Kekebalan berdasarkan jenis
kelamin
hanya
berpengaruh
pada
penyakit
menular
tertentu
(Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin pada
penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Jadi, penderita demam
berdarah dengue dalam Zona D terjadi pada laki-laki dan perempuan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya pada lima RSUD di Jakarta
tidak ada perbedaan penderita demam berdarah dengue berdasarkan usia
114
dan jenis kelamin (Avrina et.al, 2010). Hal yang berbeda diungkapkan
oleh Bakar et.al, (2004) dalam penelitiannya di malaysia bahwa penderita
demam berdarah dengue lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki
daripada
perempuan.
Dikarenakan
pada
penelitian
sebelumnya
menyatakan berkaitan dengan aktivitas luar rumah dan jangkitan di
lingkungan tempat bekerja.
Hasyimi et.al, dalam penelitiannya menghasilkan responden jenis
kelamin laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang hampir sama
(OR 1 dan 0,98 (0,72-1,33). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa antara
laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk terjangkit DBD adalah
sama (M. Hasyimi et.al, 2007). Hal yang serupa dikemukakan oleh
Kemenkes RI, 2010 dalam “Buletin Jendela Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue” bahwa risiko terkena demam berdarah dengue untuk
laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.
3. Kecenderungan
Karakteristik
Penderita
DBD
Berdasarkan
Pendidikan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan
kecenderungan
hasil
karakteristik
penelitian
penderita
menunjukkan
demam
bahwa
berdarah
ada
dengue
berdasarkan pendidikan pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dalam Zona D di wilayah Kota Yogyakarta tahun 2012. Penderita
demam berdarah dengue di dominasi oleh pendidikan tidak/belum tamat
sekolah dasar sebanyak 52 penderita (50,0%) dari total 104 penderita
demam berdarah dengue.
115
Pada penderita dengan pendidikan tidak/belum tamat sekolah dasar
(balita dan anak usia sekolah) belum dapat memahami tentang perilaku
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan derajat kesehatannya. Sehingga
diperlukan peran orang yang lebih dewasa dan matang dalam
membimbing mereka. Notoatmodjo (2007) dalam bukunya yang berjudul
“Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni” menjelaskan bahwa Pendidikan
merupakan proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih matang pada diri individu dan kelompok atau
masyarakat. Berdasar pada asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial
dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat
selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih
dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam
mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat
tidak terlepas dari belajar.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa di daerah Cimanggis,
Depok, Jawa Barat kebanyakan penderita demam berdarah dengue adalah
pada tingkat pendidikan belum sekolah dan SD (61%) (Wahyono et.al
dalam Kemenkes RI, 2010).
4. Kecenderungan
Karakteristik
Penderita
DBD
Berdasarkan
Pekerjaan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil
penelitian
menyatakan
bahwa
ada
kecenderungan
karakteristik pekerjaan pada penyebaran penyakit DBD. Penderita demam
berdarah dengue paling banyak terjadi pada kalangan tidak bekerja
116
sebanyak 48 penderita dan kalangan mahasiswa/pelajar sebanyak 33
penderita. Pada penderita kalangan tidak bekerja kebanyakan waktunya
dihabiskan di rumah sehingga kemungkinan mendapat gigitan nyamuk di
lingkungan rumah. Sementara untuk kalangan mahasiswa/pelajar lebih
banyak beraktifitas di lingkungan sekolah atau kampus kemungkinan
memiliki ancaman yang sama dengan lingkungan rumah.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya penderita demam berdarah
dengue di malaysia banyak terjadi pada kalangan ibu rumah tangga (IRT)
dan pelajar. Kemungkinan ibu rumah tangga dan pelajar mendapat gigitan
nyamuk ketika beraktifitas didalam rumah bahkan mungkin ketika
beraktifitas di lingkungan sekolah untuk para pelajar (Bakar et.al, 2004).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Essy Mandriani, karakteristik
penderita demam berdarah dengue di Medan tahun 2008 paling banyak
dari kalangan pelajar/mahasiswa.
Penyebaran penyakit demam berdarah dengue melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Larva/jentik nyamuk umumnya ditemukan di
drum, tempayan, gentong atau bak mandi di rumah keluarga indonesia
yang kurang diperhatikan kebersihannya (Soedarmo, 2009). Penularan
tidak hanya dirumah tetapi di sekolah atau di tempat kerja (Kemenkes RI,
2010). Penderita demam berdarah dengue banyak terjadi pada kalangan
tidak bekerja dan kalangan mahasiswa/pelajar. Dikarenakan pada
lingkungan sebagai tempat beraktifitas rutin memiliki ancaman yang
sama.
117
5. Kecenderungan
Keberadaan
Tanaman
Hias
Dan
Tanaman
Pekarangan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan keberadaan
tanaman hias dan tanaman pekarangan pada penyebaran penyakit demam
berdarah dengue dalam Zona D. Penderita demam berdarah dengue ratarata memiliki atau ditemukan tanaman hias seperti bunga yang tumbuh
pada media tanah maupun pot bunga dan berbagai jenis tanaman pekarang
di sekitar halaman rumah penderita.
Menurut Prasetyo (2012) Lingkungan biologi yang berpengaruh
terhadap perkembangbiakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue
adalah jumlah tanaman hias dan tanaman pekarangan, karena banyaknya
tanaman akan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam
rumah dan halaman. Semakin banyak tanaman hias dan tanaman
pekarangan akan menambah tempat untuk istirahat nyamuk dan
memperpanjang umur nyamuk.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, salah dua dari faktor
lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue
di wilayah kerja puskesmas tegal timur kota Tegal ialah keberadaan
tanaman hias dan keberadaan tanaman pekarang (Agustin, 2010). Dalam
penelitian lainnya menghasilkan keberadaan tanaman hias dan pekarangan
memiliki perbedaan risiko dalam kejadian demam berdarah dengue antara
kelompok kontrol dengan kelompok kasus sebesar 0,28 kali dibandingkan
118
dengan yang tidak menderita penyakit demam berdarah dengue (Djarjito
et.al, 2008).
6. Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada
kecenderungan keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran
penyakit demam berdarah dengue dalam Zona D. Dari hasil survei dapat
dilihat baik di lingkungan rumah penderita yang tidak memiliki atau tidak
ditemukan barang-barang bekas hampir sebanding dengan penderita yang
memiliki atau ditemukan barang-barang bekas di lingkungan rumah. Pada
lingkungan rumah penderita yang ditemukan barang-barang bekas,
kebanyakan barang-barang bekas berupa kaleng, botol, ember dan lainlain yang tidak berisi air atau berisi sedikit air dalam kondisi terbuka lebar
dan terkena oleh sinar matahari secara langsung sehingga kurang disukai
oleh nyamuk sebagai tempat perindukan.
Penderita demam berdarah dengue tidak cenderung menyimpan
barang-barang bekas di lingkungan rumah. Hal ini dikarenakan pada
kebiasaan setiap individu yang berdeba dalam menjaga kebersihan
lingkungan rumah. Penderita demam berdarah dengue yang berada di
lingkungan perumahan elite biasanya tidak ditemukan barang-barang
bekas.
Soedarmo (2009) dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah
Dengue Pada Anak” menjelaskan bahwa di daerah perkotaan Aedes
119
aegypti biasanya ditemukan dan hampir selalu mengigit dalam rumah.
Nyamuk Aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada
dinding vertikal bagian dalam yang berisi sedikit air. Air harus jernih dan
terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih ialah
tempat air didalam dan dekat rumah.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya di wilayah kerja puskesmas
tegal timur kota Tegal, mengubur barang-barang bekas tidak selalu dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue (Agustin, 2010).
7. Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah Pada Penyebaran Penyakit
DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan kondisi
ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dalam
Zona D. Jadi, penderita demam berdarah dengue rata-rata ditemukan
kondisi ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa. Dalam artikel
yang dimuat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang berjudul
“Waspada Demam Berdarah” untuk mencegah gigitan nyamuk ialah
dengan menggunakan obat nyamuk, memakai obat repelent, dan
memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Pada daerah penelitian
banyak penderita demam berdarah dengue yang ventilasi rumahnya tidak
tertutup kawat kasa.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya ada hubungan antara
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar
120
Lampung. Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa
nyamuk/strimin, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam
rumah untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Keadaan ventilasi
rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk
ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi rumah,
akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah pada
pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan memudahkan terjadinya
kontak antara penghuni rumah dengan nyamuk penular Demam Berdarah
Dengue (DBD), sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya penularan
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah yang ventilasinya terpasang kasa (Tamza, 2013).
8. Curah Hujan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Curah hujan bulanan di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 38,0409,0 mm dengan rata-rata curah hujan sebesar 120 mm dan curah hujan
mingguan berkisar antara 9,5 mm–102,2 mm. Terjadi peningkatan kasus
demam berdarah dengue pada musim penghujan yang dimulai pada bulan
oktober - april dengan durasi hujan yang cukup lama dan terjadi penurunan
pada musim kemarau bulan mei – september.
Menurut Hidayati (2008) dalam Sulasmi (2013) menjelaskan bahwa
Setiap 1 mm curah hujan menambah kepadatan nyamuk satu ekor, akan
tetapi curah hujan sebesar 140 mm dalam seminggu akan menyebabkan
nyamuk hanyut dan mati. Curah hujan mempunyai kontribusi dalam
121
tersedianya habitat vektor. Curah hujan akan menambah genangan air
sebagai tempat perindukan nyamuk.
Dalam Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa Perubahan musim akan
mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk atau panjang umur nyamuk. Di
daerah jakarta survei terhadap kebiasaan mengigit nyamuk Ae. aegypti
menunjukkan bahwa pada musim kemarau nyamuk itu paling sering
mengigit pada pagi hari, sedangkan pada musim hujan puncak jumlah
gigitan terjadi pada siang-sore hari. Pergeseran ini memungkinkan vektor
Ae. aegypti melakukan gigitan yang tidak terputus pada waktu orang tidur
siang hari selama musim hujan. Kemungkinan lain ialah perubahan musim
mempengaruhi virus atau manusia sendiri yang mengubah sikapnya
terhadap gigitan nyamuk, misalnya menggunakan waktu untuk lebih
banyak tinggal dalam rumah selama musim hujan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya curah hujan berkisar antara
0,5– 127,5 mm per minggu dapat meningkatkan kejadian demam berdarah
dengue di kota Kupang pada tahun 2010 – 2011 (Maran et.al, 2012). Curah
hujan yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan banjir sehingga dapat menghilangkan tempat perindukan
nyamuk Aedes yang biasanya hidup di air bersih. Akibatnya jumlah
perindukan nyamuk akan berkurang sehingga populasi nyamuk akan
berkurang. Namun jika curah hujan kecil dan dalam waktu yang lama akan
menambah tempat perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi
nyamuk. Seperti penyakit berbasis vektor lainnya, DBD menunjukkan pola
122
yang berkaitan dengan iklim terutama curah hujan karena mempengaruhi
penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu
manusia ke manusia lain (EHP, 2008 Dalam Dini et.al, 2010).
9. Suhu Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu udara di wilayah kota
Yogyakarta berkisar antara 25,2oC – 28,1oC dengan rata-rata suhu udara
sebesar 27oC. Kasus demam berdarah dengue dalam Zona D banyak
terjadi pada suhu diatas 27oC. Rentang suhu tersebut merupakan suhu yang
optimal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan juga merupakan
suhu yang optimal dalam peningkatan kasus demam berdarah dengue.
Dalam Prasetyo (2012) menjelaskan bahwa Suhu udara dapat
mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk. Pada suhu rendah nyamuk
dapat bertahan akan tetapi dengan metabolisme menurun dan akan
berhenti sama sekali apabila suhu turun dibawah suhu kritis. Pada suhu
yang sangat tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologis nyamuk. Dalam
hal persebaran kasus demam berdarah dengue, suhu berpengaruh terhadap
perkembangan vektor penyakit yakni nyamuk Aedes aegypti.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa rata-rata suhu udara di
Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar antara 26oC – 32oC pada kejadian
demam berdarah dengue di provinsi DIY. Suhu tersebut merupakan suhu
yang ideal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk tersebut
bisa bertelur dan menetaskan telur dalam siklus kehidupannya. Suhu yang
123
ideal menyebabkan populasi vektor menjadi tinggi dan menyebabkan
kontak antara vektor dan manusia menjadi sering (Mukhlisin, 2008).
10. Kelembaban Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 74,5%
sampai 82,9% dengan rata-rata kelembapan udara sebesar 80%.
Berdasarkan hasil penelitian banyak terjadi peningkatan kasus demam
berdarah dengue pada kelembapan diatas 80%. Kaitan kelembaban udara
dengan kejadian DBD adalah dalam hal kemampuan nyamuk untuk
bertahan hidup.
Dalam makalah publikasi oleh Sugeng Juwono Mardihusodo (1974–
1992) mengungkapkan bahwa kelembaban udara optimum untuk
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang berada di daerah
Yogyakarta
berkisar antara 81,5% - 89,5%. Kelembaban udara yang
tinggi, akan meyebabkan tingkat kematian nyamuk Ae.Aegypti akan
semakin rendah, hal ini menyebabkan vektor dapat bertahan hidup lebih
lama (Daud, 2008).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya kelembaban udara yang tinggi
dapat meningkatkan kejadian demam berdarah dengue di Provinsi
Sumatera Selatan (Hasyim, 2009). Pada penelitian lain kelembaban udara
diatas 70% mampu menigkatkan angka kejadian demam berdarah dengue
hampir sepanjang tahun di Kabupaten Banjar (Sulasmi, 2013).
124
11. Kepadatan Penduduk Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menungkapkan kepadatan penduduk paling tinggi
berada di Kelurahan Warungboto sebesar 31405 jiwa/km2. Sementara
kepadatan penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar
1170 jiwa/km2. Kejadian demam berdarah paling tinggi sebesar IR = 17,80
per 10.000 penduduk di kelurahan Warungboto. Sementara kejadian
demam berdarah dengue paling rendah sebesar IR = 5,46 per 10.000
penduduk di kelurahan Mujamuju.
Dala
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI
Berdasarkan sistem kerja surveilans di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan mengambil lokasi
penelitian yang disesuaikan dengan wilayah zona kerja surveilans di wilayah kota
Yogyakarta. Zona kerja yang menjadi wilayah penelitian ini ialah Zona D yang
membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I,
dan Kotagede II di Kota Yogyakarta dengan jumlah kelurahan sebanyak 10
kelurahan dalam Zona D terdiri dari Kelurahan Tahunan, Kelurahan Semaki,
Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan
Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan yang berada dalam wilayah Kecamatan
Umbulharjo serta wilayah Kecamatan Kotagede yang terdiri dari Kelurahan
Rejowinangun, Kelurahan Purbayan Dan Kelurahan Prenggan.
1. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I
a. Kelurahan Pandeyan
1) Kondisi Geografis
Kelurahan pandeyan memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara
: Kelurahan Tahunan Dan Kelurahan Warungboto
Sebelah Selatan
: Kelurahan Giwangan Dan Kelurahan Sorosutan
Sebelah Timur
: Kecamatan Kotagede
Sebelah barat
: Kecamatan Mergangsan
73
74
Luas wilayahnya ± 118 Ha dengan luas area pemukiman seluas ±
105 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah timur dialiri oleh
sungai gadjah wong.
2) Kodisi Demografis
Kelurahan Pandeyan memiliki jumlah penduduk sebesar 11.940
jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.674 orang, jumlah
perempuan sebanyak 6.266 orang. Jumlah penduduk dengan usia < 12
tahun sebanyak 1.853 jiwa, usia ≥12 tahun sebanyak 10.087 jiwa.
Sebagian besar penduduk di kelurahan pandeyan merupakan pelajar
dengan jumlah 4.142 orang.
b. Kelurahan Warungboto
1) Kondisi Geografis
Kelurahan Warungboto memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah utara
: Kelurahan Mujamuju
Sebelah selatan
: Kelurahan Pandeyan
Sebelah timur
: Kelurahan Rejowinangun
Sebelah barat
: Kelurahan Tahunan
Luas wilayah administrasi ± 30,48 Ha dengan luas area
pemukiman seluas ± 0,66 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah
timur dialiri sungai gadjah wong.
75
2) Kondisi Demografis
Kelurahan warungboto memiliki jumlah penduduk sebanyak
9.547 jiwa, dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak
4.746 jiwa, perempuan sebanyak 4.801 jiwa. Sedangan jumlah
penduduk menurut usia 65 tahun sebanyak 533 jiwa. Sebagian besar
penduduk kelurahan rejowinangun merupakan karyawan swasta.
82
82
Gambar 4.1
Peta Lokasi Penelitian (Wilayah Zona D) Kota Yogyakarta
Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I, Dan Puskesmas Kotagede II
83
B. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Pada penelitian ini diperoleh sampel berjumlah 104 sampel yang
merupakan penderita demam berdarah dengue (DBD) dalam Zona D wilayah
kota Yogyakarta pada tahun 2012. Karakteristik responden dalam penelitian ini
meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
a. Menurut Umur
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut kategori umur disajikan pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Menurut Umur
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
Kategori Umur
1. < 12 tahun
2. ≥ 12 tahun
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
50
54
104
Prosentase (%)
48,1%
51,9%
100%
Berdasarkan tabel 4.1. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dibawah umur 12
tahun berjumlah 50 penderita dengan prosentase 48,1% dan penderita DBD
umur 12 tahun keatas berjumlah 54 penderita dengan prosentase 51,9%.
84
b. Menurut Jenis Kelamin
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut jenis kelamin disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
1.
2.
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
48
56
104
Prosentase (%)
46,2%
53,8%
100%
Berdasarkan tabel 4.2. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dengan jenis kelamin
laki-laki berjumlah 48 penderita dengan prosentase 46,2% dan penderita
DBD dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 56 penderita dengan
prosentase 53,8%.
c. Menurut Pendidikan
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut pendidikan disajikan pada tabel 4.3
85
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Pendidikan
Tidak/Belum Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP/Sederajat
Tamat SMA/Sederajat
Tamat Perguruan Tinggi
Total
Frekuensi
52
8
9
27
8
104
Prosentase (%)
50,0%
7,7%
8,7%
26,0%
7,7%
100%
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.3. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD
berpendidikan
tidak/belum tamat SD berjumlah 52 penderita dengan prosentase 50%,
penderita DBD berpendidikan tamat SD berjumlah 8 penderita dengan
prosentase 7,7%, penderita DBD berpendidikan tamat SMP/Sederajat
berjumlah 9 penderita dengan prosentase 8,7%, penderita DBD
berpendidikan tamat SMA/Sederajat berjumlah 27 penderita dengan
prosentase 26%, dan penderita DBD berpendidikan tamat perguruan tinggi
berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%.
d. Menurut Pekerjaan
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut pekerjaan disajikan pada tabel 4.4
86
Tabel 4.4
Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI
Karyawan Swasta
Buruh
Wiraswasta
Mahasiswa/Pelajar
Ibu rumah tangga
Tidak bekerja
Total
Frekuensi
5
5
3
8
33
2
48
104
Prosentase (%)
4,8%
4,8%
2,9%
7,7%
31,7%
1,9%
46,1%
100%
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.4 dari total 104 penderita Demam Berdarah
Dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD bekerja sebagai
PNS/TNI/POLRI berjumlah 5 penderita dengan prosentase 4,8%, bekerja
sebagai karyawan swasta berjumlah 5 penderita dengan prosentse 4,8%,
bekerja sebagai buruh berjumlah 3 penderita dengan prosentase 2,9%,
bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%
dan penderita DBD untuk kalangan mahasiswa/pelajar berjumlah 33
penderita dengan prosentase 31,7%, kalangan ibu rumah tangga berjumlah
2 penderita dengan prosentase (1,9%) dan kalangan tidak bekerja berjumlah
48 penderita dengan prosentase 46,1%.
87
2. Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Dalam penelitian ini katakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi
keberadaan tanaman hias, keberadaan barang-barang bekas dan kondisi
ventilasi rumah.
a. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan merupakan faktor
risiko yang dapat mempengaruhi penyebaran penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari segi kondisi lingkungan rumah. Pada tabel 4.5
disajikan frekuensi penderita DBD menurut keberadaan tanaman hias dan
tanaman pekarangan dalam Zona D kota Yogyakarta.
Tabel 4.5
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah Menurut Keberadaan
Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Tanaman Hias dan
Tanaman Pekarangan
Ada
Tidak ada
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
Prosentase (%)
87
17
104
83,7%
16,3%
100%
Melihat pada tabel 4.5. Distribusi penderita DBD menurut
keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan dengan total 104
penderita. Penderita DBD yang ditemukan atau memiliki tanamah hias dan
tanaman pekarangan berjumlah 87 penderita dengan prosentase 83,7% dan
tidak ditemukan atau tidak memiliki tanaman hias dan tanaman pekarangan
berjumlah 17 penderita dengan prosentase 16,3%.
88
b. Keberadaan Barang-barang Bekas
Keberadaan barang-barang bekas merupakan kondisi lingkungan
rumah yang dapat menjadi tempat hidup jentik-jentik nyamuk pada
penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Tabel 4.6 disajikan
frekuensi keberadaan barang-barang bekas dalam Zona D kota Yogyakarta.
Tabel 4.6
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Menurut Keberadaan Barang-barang Bekas
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Barang-barang
Bekas
Ada
Tidak ada
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
Prosentase (%)
53
51
104
51,0%
49,0%
100%
Pada tabel 4.6. distribusi penderita DBD menurut keberadaan
barang-barang bekas dapat dilihat penderita DBD yang ditemukan atau
menyimpan barang-barang bekas di lingkungan rumah berjumlah 53
penderita dengan prosentase 51,0% dan penderita DBD yang tidak
ditemukan atau tidak menyimpan barang-barang bekas di lingkungan
rumah berjumlah 51 penderita dengan prosentase 49,0%.
c. Kondisi Ventilasi Rumah
Kondisi ventilasi rumah merupakan faktor yang menjadi jalan
masuknya vektor nyamuk penyebab DBD kedalam rumah. Tabel 4.7
disajikan distribusi frekuensi kondisi ventilasi rumah pada penyebaran
penyakit DBD dalam zona D di kota Yogyakarta.
89
Tabel 4.7
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Menurut Kondisi Ventilasi Rumah
Dalam Zona D Wilayah Kota
Yogyakarta
Tahun 2013
Kondisi Ventilasi Rumah
Tertutup Kawat Kasa
Tidak Tertutup Kawat Kasa
Total
Sumber: Data Primer Terolah
Frekuensi
11
93
104
Prosentase (%)
10,6%
89,4%
100%
Dari tabel 4.7. distribusi penderita DBD menurut kondisi ventilasi
rumah dapat dilihat kondisi ventilasi rumah penderita DBD tertutup kawat
kasa berjumlah 11 penderita dengan prosentase 10,6%
dan kondisi
ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa berjumlah 93 penderita
dengan prosentase 29,8%.
3. Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta
Zona D merupakan salah satu bagian dari zona kerja sistem surveilans
dengan membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas
Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I Dan Puskesmas Kotagede II yang
menjadi daerah endemis demam berdarah dengue di wilayah kota Yogyakarta.
Data pada tahun 2012 menunjukkan jumlah kejadian demam berdarah dengue
paling tinggi berada dalam Zona D dan kejadian kasus demam berdarah dengue
dalam Zona D dapat dilihat pada tabel 4.8 sementara untuk peta persebaran
kasus demam berdarah dengue dalam Zona D dapat dilihat pada gambar 4.2
90
Tabel 4.8
Kejadian DBD Dalam Zona D Di Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Kelurahan
Puskesmas
Pandeyan
Giwangan
Sorosutan
Warungboto
Mujamuju
Tahunan
Semaki
Purbayan
Prenggan
Pusk.
Umbulharjo I
Pusk.
Umbulharjo II
Pusk.
Kotagede I
Jumlah
Kasus DBD
Jumlah
Penduduk
12
8
24
17
6
13
8
7
10
11940
7352
14291
9547
10986
8943
5310
11284
11903
Rejowinangun
Pusk.
16
11913
Kotagede II
Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
IR Per
10.000
Penduduk
10,05
10,88
16,79
17,80
5,46
14,53
15,06
6,20
8,40
13,43
Pada tabel 4.9 menunjukkan persebaran kasus demam berdarah dengue
dengan angka kejadian atau insiden rate masing-masing pada setiap kelurahan
yang berada dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta. Persebaran kasus dengan
insiden rate paling tinggi (IR per 10.000 penduduk) berada di kelurahan
Warungboto. Sementara persebaran kasus dengan insiden rate (IR per 10.000
penduduk) paling rendah berada di kelurahan Mujamuju.
91
91
Gambar 4.2
Peta Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Tahun 2012
92
4. Curah Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue terutama terhadap
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor
(pembawa) penyakit. Curah hujan akan menambah banyaknya
genangan air sehingga akan menyebabkan juga banyaknya tempat
perkembangbiakan vektor (breeding place). Curah hujan dengan kasus
demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Jumlah
Kasus
DBD
Januari
242,0
19
3
Februari
278,0
17
13
Maret
142,0
12
3
April
119,0
13
14
Mei
38,0
2
13
Juni
0
0
15
Juli
0
0
7
Aguatus
0
0
2
September
0
0
5
Oktober
63,0
5
4
November
170,0
12
12
Desember
409,0
8
30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Bulan
Curah Hujan
(mm)
Jumlah
Hari Hujan
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa curah hujan terendah sebesar 38,0
mm dengan jumlah hari hujan selama 2 hari pada bulan mei dan curah
hujan tertinggi sebesar 409,0 mm dengan jumlah hari hujan selama 8
93
hari pada bulan desember. Curah hujan di wilayah kota Yogyakarta
berkisar antara 38,0 mm - 409,0 mm. Kasus demam berdarah dengue
tertinggi berada pada bulan desember sebanyak 30 kasus dengan curah
hujan sebesar 409,0 mm, sementara kasus terendah berada pada bulan
agustus sebanyak 2 kasus dengan curah hujan sebesar 0 mm.
Keterkaitan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah
dengue dalam Zona D wilayah Kota Yogyakarta disajikan pada
gambar 4.7
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Curah Hujan (mm)
Jumlah Hari Hujan
Jumlah Kasus DBD
Jan
242
19
3
Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt
278 142 119 38 0
0
0
0 63
17 12 13 2
0
0
0
0
5
13 3 14 13 15 7
2
5
4
Nov Des
170 409
12 8
12 30
Gambar 4.3
Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona
D Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Gambar 4.3 menerangkan bahwa kasus demam berdarah dengue
banyak terjadi pada bulan oktober – april yang merupakan musim
penghujan dengan durasi hari hujan yang cukup lama dan terjadi
94
penurunan kasus demam berdarah dengue terjadi pada bulan juli –
september yang merupakan puncak musim kemarau.
5. Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Suhu udara juga merupakan faktor kondisi iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue dengan berpengaruh
pada perkembangan vektor nyamuk penyebab penyakit. Pada suhu
udara rendah nyamuk dapat bertahan tetapi dengan metabolisme
menurun dan akan berhenti sama sekali apabila suhu turun di bawah
suhu kritis. Pada suhu optimal untuk perkembangan nyamuk akan
berkembang dengan cepat. Keadaaan suhu udara dengan kasus demam
berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Suhu Udara Dengan Kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Rata-rata Suhu Udara Jumlah Kasus
(oC)
DBD
Januari
27,4
3
Februari
27,2
13
Maret
27,1
3
April
27,7
14
Mei
27,3
13
Juni
26,6
15
Juli
25,2
7
Agustus
25,2
2
September
26,8
5
Oktober
28,0
4
November
28,1
12
Desember
27,6
30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Bulan
95
Tabel 4.10 menerangkan bahwa suhu terendah sebesar 25,2oC pada
bulan juli dan agustus dan suhu tertinggti terjadi pada bulan november
sebesar 28,1oC. Kisaran suhu udara di wilayah kota Yogyakarta
berkisar antara 25,2oC – 28,1oC. Kejadian demam berdarah dengue
tertinggi terjadi pada bulan desember sebanyak 30 kasus dan terendah
terjadi pada bulan agustus sebanyak 2 kasus. Pada bulan desember
merupakan puncak musim penghujan sehingga meningkatkan suhu
udara dan kelembaban udara.
35
30
25
20
15
10
5
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Suhu Udara
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Kasus DBD
Gambar 4.4
Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada suhu diatas 27oC kasus
demam berdarah dengue mengalami peningkatan. Pada bulan
desember jumlah kasus demam berdarah dengue paling tinggi.
96
6. Kelembaban Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Selain curah hujan dan suhu udara, kondisi iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue ialah kelembaban
udara. Kelembaban udara yang tinggi dapat mempercepat penetasan
telur nyamuk Aedes aegypti. Keadaan kelembapan udara dengan kasus
demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Kelembaban Udara Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Rata-rata Kelembaban
Jumlah Kasus
Udara (%)
DBD
Januari
82,4
3
Februari
82,9
13
Maret
82,2
3
April
81,8
14
Mei
82,0
13
Juni
80,6
15
Juli
78,0
7
Agustus
75,4
2
September
74,5
5
Oktober
77,7
4
November
82,0
12
Desember
82,7
30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta,2012
Bulan
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa kelembaban udara tertinggi
sebesar 82,9% terjadi pada bulan februari dan kelembaban udara
paling rendah sebesar 74,5% terjadi pada bulan september. Kisaran
kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar 74,5% -
97
82,9%. Kejadian demam berdarah dengue paling rendah sebesar 2
kasus pada bulan agustus dengan kelembaban udara sebesar 75,2%.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Kelembapan Udara
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Kasus DBD
Gambar 4.5
Kelembapan Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Gambar 4.5 menerangkan keterkaitan kelembaban udara dengan
kejadian demam berdarah dengue dalam Zona D di wilayah kota
Yogyakarta. Kelembaban udara diatas 80% dapat meningkatkan
jumlah kasus demam berdarah dengue. Kelembaban udara optimum
untuk perkembangan telur nyamuk berkisar anatara 60% - 80%.
98
7. Kepadatan Penduduk Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Kota Yogyakarta sebagai ibu kota provinsi DIY merupakan pusat
perekonomian dan kota pelajar sebagai tempat berkumpulnya para
mahasiswa dari berbagai daerah menyebabkan tingginya kepadatan
penduduk kota. Distribusi Kepadatan penduduk dengan kasus demam
berdarah dengue dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta tahun 2012
disajikan pada tabel 4.12
Tabel 4.12
Kepadatan Penduduk Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Jumlah
Kelurahan
Kasus
DBD
Mujamuju
1170
6
Purbayan
13596
7
Prenggan
12024
10
Pandeyan
10119
12
Sorosutan
8768
24
Warungboto
31405
17
Semaki
27948
8
Rejowinangun
9531
16
Giwangan
5835
8
Tahunan
11466
13
Sumber: Profil kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/km2)
IR Per
10.000
Penduduk
5,46
6,20
8,40
10,05
16,79
17,80
15,06
13,43
10,88
14,53
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa penduduk paling padat bearada di
kelurahan warungboto sebesar 31405 jiwa/km2 sedangkan kepadatan
penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar 1170
jiwa/km2. Insiden Rate (IR) demam berdarah dengue paling tinggi
99
berada di kelurahan Warungboto sebesar IR = 17,80 per 10.000
penduduk. Sementara insiden rate kasus demam berdarah paling
rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar IR = 5,46 per 10.000
penduduk. Overlay kepadatan penduduk dan sebaran kasus demam
berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.6
100
99
Gambar 4.6
Overlay Kepadatan Penduduk Dan Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta
101
8. Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Angka bebas jentik juga berpengaruh pada kejadian demam
berdarah dengue. ABJ dapat memberikan gambaran tentang kepadatan
vektor nyamuk Aedes aegypti pada suatu wilayah.
Tabel 4.13
Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Angka
Jumlah
Bebas
Jumlah
Wilayah Kerja
Kasus
Jentik
Penduduk
DBD
(ABJ) (%)
Pusk. Umbulharjo I
75,68
43130
67
Pusk. Umbulharjo II
76,28
25673
24
Pusk. Kotagede I
75,97
23187
17
Pusk. Kotagede II
77,73
11913
16
Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
IR Per
10.000
Penduduk
15,53
9,34
7,33
13,43
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa angka bebas jentik paling tinggi
sebesar 77,73% berada di wilayah kerja puskesmas Kotagede II
dengan jumlah kasus demam berdarah dengue sebanyak 16 kasus (IR
= 13,43). Sedangkan ABJ paling rendah sebesar 75,68% berada di
wilayah kerja puskesmas Umbulharjo I dengan jumlah kasus demam
berdarah dengue sebanyak 68 kasus (IR = 15,53). Overlay Angka
Bebas Jentik (ABJ) dan sebaran kasus DBD pada gambar 4.7
102
101
Gambar 4.7
Overlay ABJ Dan Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Kota Yogyakarta
103
9. Pola Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk melihat pola persebaran kasus demam berdarah dengue dalam
Zona D wilayah Kota Yogyakarta dengan menggukan buffer jarak terbang
nyamuk radius 200 meter dan pengelompokan kasus (Cluster ). Pola
sebaran kasus demam berdarah dengue dalam Zona D berdasarkan buffer
jarak terbang nyamuk dapat dilihat pada gambar 4.8 terlihat bahwa pola
persebarannya cenderung menjalar melalui suatu polulasi dari satu daerah
ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi kontak langsung antara
manusia dengan vektor penyebab penyakit.
Pada penelitian ini untuk melihat pengelompokan/clustering penyakit
demam berdarah dengue menggunakan satu pendekatan yakni analisis
tetangga terdekat dengan menggunakan Average Nearst Neighbor .
Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat
pola persebaran penyakit demam berdarah dengue. Adapun pola dalam
pendekatan
ini
adalah
seragam
(uniform),
acak (random), dan
mengelompok (cluster ). Hasil analisis tetangga terdekat diperoleh nilai Z
= -17,002937 dan p = 0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat
dinyatakan bahwa pola persebaran penyakit demam berdarah dengue
mempunyai kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok. Peta
cluster demam berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.9. Serta peta
arah trend persebaran kasus DBD dapat dilihat pada gambar 4.10.
104
103
Gambar 4.8
Buffer Berdasarkan Jarak Terbang Nyamuk Aedes aegypti Radius 200 meter
Pola Sebaran Cenderung Menjalar Dan Terjadi Kontak Antara Vektor Dengan Host
105
104
Gambar 4.9
Cluster Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D
Membentuk Pola Sebaran Mengelompok Dalam Ruang (Spasial)
106
105
Gambar 4.10
Arah Trend Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta
Arah Pola Pergerakan Persebaran Kasus Menuju Barat Daya – Timur Laut
107
10. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan
variabel penelitian dalam penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dengan menggunakan uji chi kuadrat/chi square (X2) satu
sampel. Variabel yang masuk dalam analisis ini ialah karakteristik
responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.
Serta dari karakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi keberadaan
tanaman hias/pekarangan, keberadaan barang-barang bekas dan
kondisi ventilasi rumah.
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko dari karakteristik
penderita demam berdarah dengue sebagai pejamu (host) yang
dihinggapi virus dengue dan sasaran gigitan nyamuk Aedes
aegypti.
Tabel 4.14
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Umur Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Kategori Umur Frekuensi
< 12 tahun
50
≥ 12 tahun
54
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2 tabel
Asymp.sig
(p-value)
0,615
3,841
0,433
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue untuk karakteristik umur dalam
108
penyebaran penyakit DBD. Dapat dilihat dari nilai p-value >0,05
atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.15
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Jenis Kelamin Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Jenis Kelamin
X2
X2 tabel
Asymp.sig
(p-value)
0,154
3,841
0,695
Frekuensi
Laki-laki
48
Perempuan
56
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin
dalam penyebaran penyakit DBD, karena dilihat dari nilai p-value
>0,05 atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
c. Pendidikan
Tabel 4.16
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Pendidikan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Pendidikan
Frekuensi
Tidak/Belum Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP/Sederajat
Tamat SMA/Sederajat
Tamat Perguruan Tinggi
Sumber: Data Primer Terolah
52
8
9
27
8
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
71,096
9,488
0,000
109
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa ada kecenderungan penderita
demam berdarah dengue dari karakteristik pendidikan dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Dapat dilihat dari
nilai p-value chi kuadrat tabel.
d. Pekerjaan
Tabel 4.17
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Pekerjaan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Pekerjaan
Frekuensi
PNS/TNI/POLRI
5
Swasta
5
Buruh
3
Wiraswasta
8
Mahasiswa/Pelajar
33
Ibu rumah tangga
2
Tidak Bekerja
48
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
132,923
12,592
0,000
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang
signifikan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik
pekerjaan dengan penyebaran penyakit DBD. Karena dilihat dari
nilai p-value chi kuadrat tabel.
110
e. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Tabel 4.18
Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias dan
Tanaman Pekarangan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Tanaman
Frekuensi
Hias/Pekarangan
Ada
87
Tidak ada
17
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
47,115
3,841
0,000
Tabel 4.18 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi
lingkungan rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dari karakteristik keberadaan tanaman hias dan tanaman
pekarangan. Dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat
hitung > chi kuadrat tabel.
f. Keberadaan Barang-barang Bekas
Tabel 4.19
Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas
Pada Penyebaran Penyakit DBDDalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan
Barang-barang
Frekuensi
Bekas
Ada
53
Tidak ada
51
Sumber: Data Primer Terolah
X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
0,038
3,841
0,845
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran penyakit demam
111
berdarah dengue. Dilihat dari nilai p-value > 0,05 atau nilai chi
kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
g. Kondisi Ventilasi Rumah
Tabel 4.20
Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah
Pada Penyebaran Penyakit DBD
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Kondisi Ventilasi
Frekuensi
Rumah
Tertutup Kawat Kasa
11
Tidak Tertutup Kawat
93
Kasa
Sumber: Data Primer Terolah
X
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
64,654
3,841
0,000
2
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi
ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue. Dapat dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat
hitung > chi kuadrat tabel.
112
C. PEMBAHASAN
1. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Umur
Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada
kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik umur
pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Sehingga dapat
dikatakan penderita demam berdarah dengue dalam Zona D menyerang
semua kategori umur.
Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang semua
kelompok umur bukan hanya pada kelompok umur dibawah umur 12
tahun saja yakni anak-anak akan tetapi dapat juga menyerang kelompok
umur 12 tahun keatas yakni dewasa muda dan dewasa tua. Soegeng
Soegijanto dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah Dengue”
menyatakan penyakit demam berdarah dengue tidak hanya cenderung
terjadi pada anak kelompok usia 4-5 tahun. Namun telah terjadi
pergeseran kasus yang mengarah juga pada kelompok usia 15 – 44 tahun.
Berarti penyakit ini menyerang kelompok masyarakat yang mempunyai
potensi dalam pembangunan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya kebanyakan kasus demam
berdarah dengue di malaysia pada kalangan umur adalah sama (Bakar
et.al, 2004). Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Ipa et.al
pada tahun 2004 di daerah ciamis, jawa barat menghasilkan infeksi virus
dengue banyak terjadi pada usia 10 – 19 tahun. Hal ini dikarenakan orang
113
dewasa yang terinfeksi satu strain virus tidak kebal. Beberapa penyakit
tertentu pada bayi (anaka balita) dan orang tua lebih mudah terserang.
Sedangkan pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal
terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan
karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Depkes (2011) menjelaskan bahwa semua orang rentan
terhadap penyakit demam berdarah dengue. Penderita yang sembuh dari
infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan kekebalan homolog
seumur hidup. Tetapi tidak memberikan perlindungan yang sama terhadap
infeksi serotipe yang berbeda.
2. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Jenis
Kelamin Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Jenis kelamin merupakan salah satu dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kekebalan selain usia. Kekebalan berdasarkan jenis
kelamin
hanya
berpengaruh
pada
penyakit
menular
tertentu
(Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin pada
penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Jadi, penderita demam
berdarah dengue dalam Zona D terjadi pada laki-laki dan perempuan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya pada lima RSUD di Jakarta
tidak ada perbedaan penderita demam berdarah dengue berdasarkan usia
114
dan jenis kelamin (Avrina et.al, 2010). Hal yang berbeda diungkapkan
oleh Bakar et.al, (2004) dalam penelitiannya di malaysia bahwa penderita
demam berdarah dengue lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki
daripada
perempuan.
Dikarenakan
pada
penelitian
sebelumnya
menyatakan berkaitan dengan aktivitas luar rumah dan jangkitan di
lingkungan tempat bekerja.
Hasyimi et.al, dalam penelitiannya menghasilkan responden jenis
kelamin laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang hampir sama
(OR 1 dan 0,98 (0,72-1,33). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa antara
laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk terjangkit DBD adalah
sama (M. Hasyimi et.al, 2007). Hal yang serupa dikemukakan oleh
Kemenkes RI, 2010 dalam “Buletin Jendela Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue” bahwa risiko terkena demam berdarah dengue untuk
laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.
3. Kecenderungan
Karakteristik
Penderita
DBD
Berdasarkan
Pendidikan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan
kecenderungan
hasil
karakteristik
penelitian
penderita
menunjukkan
demam
bahwa
berdarah
ada
dengue
berdasarkan pendidikan pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dalam Zona D di wilayah Kota Yogyakarta tahun 2012. Penderita
demam berdarah dengue di dominasi oleh pendidikan tidak/belum tamat
sekolah dasar sebanyak 52 penderita (50,0%) dari total 104 penderita
demam berdarah dengue.
115
Pada penderita dengan pendidikan tidak/belum tamat sekolah dasar
(balita dan anak usia sekolah) belum dapat memahami tentang perilaku
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan derajat kesehatannya. Sehingga
diperlukan peran orang yang lebih dewasa dan matang dalam
membimbing mereka. Notoatmodjo (2007) dalam bukunya yang berjudul
“Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni” menjelaskan bahwa Pendidikan
merupakan proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih matang pada diri individu dan kelompok atau
masyarakat. Berdasar pada asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial
dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat
selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih
dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam
mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat
tidak terlepas dari belajar.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa di daerah Cimanggis,
Depok, Jawa Barat kebanyakan penderita demam berdarah dengue adalah
pada tingkat pendidikan belum sekolah dan SD (61%) (Wahyono et.al
dalam Kemenkes RI, 2010).
4. Kecenderungan
Karakteristik
Penderita
DBD
Berdasarkan
Pekerjaan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil
penelitian
menyatakan
bahwa
ada
kecenderungan
karakteristik pekerjaan pada penyebaran penyakit DBD. Penderita demam
berdarah dengue paling banyak terjadi pada kalangan tidak bekerja
116
sebanyak 48 penderita dan kalangan mahasiswa/pelajar sebanyak 33
penderita. Pada penderita kalangan tidak bekerja kebanyakan waktunya
dihabiskan di rumah sehingga kemungkinan mendapat gigitan nyamuk di
lingkungan rumah. Sementara untuk kalangan mahasiswa/pelajar lebih
banyak beraktifitas di lingkungan sekolah atau kampus kemungkinan
memiliki ancaman yang sama dengan lingkungan rumah.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya penderita demam berdarah
dengue di malaysia banyak terjadi pada kalangan ibu rumah tangga (IRT)
dan pelajar. Kemungkinan ibu rumah tangga dan pelajar mendapat gigitan
nyamuk ketika beraktifitas didalam rumah bahkan mungkin ketika
beraktifitas di lingkungan sekolah untuk para pelajar (Bakar et.al, 2004).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Essy Mandriani, karakteristik
penderita demam berdarah dengue di Medan tahun 2008 paling banyak
dari kalangan pelajar/mahasiswa.
Penyebaran penyakit demam berdarah dengue melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Larva/jentik nyamuk umumnya ditemukan di
drum, tempayan, gentong atau bak mandi di rumah keluarga indonesia
yang kurang diperhatikan kebersihannya (Soedarmo, 2009). Penularan
tidak hanya dirumah tetapi di sekolah atau di tempat kerja (Kemenkes RI,
2010). Penderita demam berdarah dengue banyak terjadi pada kalangan
tidak bekerja dan kalangan mahasiswa/pelajar. Dikarenakan pada
lingkungan sebagai tempat beraktifitas rutin memiliki ancaman yang
sama.
117
5. Kecenderungan
Keberadaan
Tanaman
Hias
Dan
Tanaman
Pekarangan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan keberadaan
tanaman hias dan tanaman pekarangan pada penyebaran penyakit demam
berdarah dengue dalam Zona D. Penderita demam berdarah dengue ratarata memiliki atau ditemukan tanaman hias seperti bunga yang tumbuh
pada media tanah maupun pot bunga dan berbagai jenis tanaman pekarang
di sekitar halaman rumah penderita.
Menurut Prasetyo (2012) Lingkungan biologi yang berpengaruh
terhadap perkembangbiakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue
adalah jumlah tanaman hias dan tanaman pekarangan, karena banyaknya
tanaman akan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam
rumah dan halaman. Semakin banyak tanaman hias dan tanaman
pekarangan akan menambah tempat untuk istirahat nyamuk dan
memperpanjang umur nyamuk.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, salah dua dari faktor
lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue
di wilayah kerja puskesmas tegal timur kota Tegal ialah keberadaan
tanaman hias dan keberadaan tanaman pekarang (Agustin, 2010). Dalam
penelitian lainnya menghasilkan keberadaan tanaman hias dan pekarangan
memiliki perbedaan risiko dalam kejadian demam berdarah dengue antara
kelompok kontrol dengan kelompok kasus sebesar 0,28 kali dibandingkan
118
dengan yang tidak menderita penyakit demam berdarah dengue (Djarjito
et.al, 2008).
6. Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada
kecenderungan keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran
penyakit demam berdarah dengue dalam Zona D. Dari hasil survei dapat
dilihat baik di lingkungan rumah penderita yang tidak memiliki atau tidak
ditemukan barang-barang bekas hampir sebanding dengan penderita yang
memiliki atau ditemukan barang-barang bekas di lingkungan rumah. Pada
lingkungan rumah penderita yang ditemukan barang-barang bekas,
kebanyakan barang-barang bekas berupa kaleng, botol, ember dan lainlain yang tidak berisi air atau berisi sedikit air dalam kondisi terbuka lebar
dan terkena oleh sinar matahari secara langsung sehingga kurang disukai
oleh nyamuk sebagai tempat perindukan.
Penderita demam berdarah dengue tidak cenderung menyimpan
barang-barang bekas di lingkungan rumah. Hal ini dikarenakan pada
kebiasaan setiap individu yang berdeba dalam menjaga kebersihan
lingkungan rumah. Penderita demam berdarah dengue yang berada di
lingkungan perumahan elite biasanya tidak ditemukan barang-barang
bekas.
Soedarmo (2009) dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah
Dengue Pada Anak” menjelaskan bahwa di daerah perkotaan Aedes
119
aegypti biasanya ditemukan dan hampir selalu mengigit dalam rumah.
Nyamuk Aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada
dinding vertikal bagian dalam yang berisi sedikit air. Air harus jernih dan
terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih ialah
tempat air didalam dan dekat rumah.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya di wilayah kerja puskesmas
tegal timur kota Tegal, mengubur barang-barang bekas tidak selalu dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue (Agustin, 2010).
7. Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah Pada Penyebaran Penyakit
DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan kondisi
ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dalam
Zona D. Jadi, penderita demam berdarah dengue rata-rata ditemukan
kondisi ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa. Dalam artikel
yang dimuat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang berjudul
“Waspada Demam Berdarah” untuk mencegah gigitan nyamuk ialah
dengan menggunakan obat nyamuk, memakai obat repelent, dan
memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Pada daerah penelitian
banyak penderita demam berdarah dengue yang ventilasi rumahnya tidak
tertutup kawat kasa.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya ada hubungan antara
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar
120
Lampung. Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa
nyamuk/strimin, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam
rumah untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Keadaan ventilasi
rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk
ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi rumah,
akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah pada
pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan memudahkan terjadinya
kontak antara penghuni rumah dengan nyamuk penular Demam Berdarah
Dengue (DBD), sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya penularan
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah yang ventilasinya terpasang kasa (Tamza, 2013).
8. Curah Hujan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Curah hujan bulanan di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 38,0409,0 mm dengan rata-rata curah hujan sebesar 120 mm dan curah hujan
mingguan berkisar antara 9,5 mm–102,2 mm. Terjadi peningkatan kasus
demam berdarah dengue pada musim penghujan yang dimulai pada bulan
oktober - april dengan durasi hujan yang cukup lama dan terjadi penurunan
pada musim kemarau bulan mei – september.
Menurut Hidayati (2008) dalam Sulasmi (2013) menjelaskan bahwa
Setiap 1 mm curah hujan menambah kepadatan nyamuk satu ekor, akan
tetapi curah hujan sebesar 140 mm dalam seminggu akan menyebabkan
nyamuk hanyut dan mati. Curah hujan mempunyai kontribusi dalam
121
tersedianya habitat vektor. Curah hujan akan menambah genangan air
sebagai tempat perindukan nyamuk.
Dalam Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa Perubahan musim akan
mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk atau panjang umur nyamuk. Di
daerah jakarta survei terhadap kebiasaan mengigit nyamuk Ae. aegypti
menunjukkan bahwa pada musim kemarau nyamuk itu paling sering
mengigit pada pagi hari, sedangkan pada musim hujan puncak jumlah
gigitan terjadi pada siang-sore hari. Pergeseran ini memungkinkan vektor
Ae. aegypti melakukan gigitan yang tidak terputus pada waktu orang tidur
siang hari selama musim hujan. Kemungkinan lain ialah perubahan musim
mempengaruhi virus atau manusia sendiri yang mengubah sikapnya
terhadap gigitan nyamuk, misalnya menggunakan waktu untuk lebih
banyak tinggal dalam rumah selama musim hujan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya curah hujan berkisar antara
0,5– 127,5 mm per minggu dapat meningkatkan kejadian demam berdarah
dengue di kota Kupang pada tahun 2010 – 2011 (Maran et.al, 2012). Curah
hujan yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan banjir sehingga dapat menghilangkan tempat perindukan
nyamuk Aedes yang biasanya hidup di air bersih. Akibatnya jumlah
perindukan nyamuk akan berkurang sehingga populasi nyamuk akan
berkurang. Namun jika curah hujan kecil dan dalam waktu yang lama akan
menambah tempat perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi
nyamuk. Seperti penyakit berbasis vektor lainnya, DBD menunjukkan pola
122
yang berkaitan dengan iklim terutama curah hujan karena mempengaruhi
penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu
manusia ke manusia lain (EHP, 2008 Dalam Dini et.al, 2010).
9. Suhu Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu udara di wilayah kota
Yogyakarta berkisar antara 25,2oC – 28,1oC dengan rata-rata suhu udara
sebesar 27oC. Kasus demam berdarah dengue dalam Zona D banyak
terjadi pada suhu diatas 27oC. Rentang suhu tersebut merupakan suhu yang
optimal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan juga merupakan
suhu yang optimal dalam peningkatan kasus demam berdarah dengue.
Dalam Prasetyo (2012) menjelaskan bahwa Suhu udara dapat
mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk. Pada suhu rendah nyamuk
dapat bertahan akan tetapi dengan metabolisme menurun dan akan
berhenti sama sekali apabila suhu turun dibawah suhu kritis. Pada suhu
yang sangat tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologis nyamuk. Dalam
hal persebaran kasus demam berdarah dengue, suhu berpengaruh terhadap
perkembangan vektor penyakit yakni nyamuk Aedes aegypti.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa rata-rata suhu udara di
Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar antara 26oC – 32oC pada kejadian
demam berdarah dengue di provinsi DIY. Suhu tersebut merupakan suhu
yang ideal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk tersebut
bisa bertelur dan menetaskan telur dalam siklus kehidupannya. Suhu yang
123
ideal menyebabkan populasi vektor menjadi tinggi dan menyebabkan
kontak antara vektor dan manusia menjadi sering (Mukhlisin, 2008).
10. Kelembaban Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 74,5%
sampai 82,9% dengan rata-rata kelembapan udara sebesar 80%.
Berdasarkan hasil penelitian banyak terjadi peningkatan kasus demam
berdarah dengue pada kelembapan diatas 80%. Kaitan kelembaban udara
dengan kejadian DBD adalah dalam hal kemampuan nyamuk untuk
bertahan hidup.
Dalam makalah publikasi oleh Sugeng Juwono Mardihusodo (1974–
1992) mengungkapkan bahwa kelembaban udara optimum untuk
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang berada di daerah
Yogyakarta
berkisar antara 81,5% - 89,5%. Kelembaban udara yang
tinggi, akan meyebabkan tingkat kematian nyamuk Ae.Aegypti akan
semakin rendah, hal ini menyebabkan vektor dapat bertahan hidup lebih
lama (Daud, 2008).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya kelembaban udara yang tinggi
dapat meningkatkan kejadian demam berdarah dengue di Provinsi
Sumatera Selatan (Hasyim, 2009). Pada penelitian lain kelembaban udara
diatas 70% mampu menigkatkan angka kejadian demam berdarah dengue
hampir sepanjang tahun di Kabupaten Banjar (Sulasmi, 2013).
124
11. Kepadatan Penduduk Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menungkapkan kepadatan penduduk paling tinggi
berada di Kelurahan Warungboto sebesar 31405 jiwa/km2. Sementara
kepadatan penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar
1170 jiwa/km2. Kejadian demam berdarah paling tinggi sebesar IR = 17,80
per 10.000 penduduk di kelurahan Warungboto. Sementara kejadian
demam berdarah dengue paling rendah sebesar IR = 5,46 per 10.000
penduduk di kelurahan Mujamuju.
Dala