Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tiga Tipe Komunitas Kebun (Studi Kasus: Kebun Kopi, Kebun Kakao dan Agroforestri di Desa Telagah, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Bawah
Tumbuhan bawah adalah komunitas tumbuhan pada lantai dasar tanah. Jenis-jenis
vegetasi tumbuhan bawah ada yang bersifat annual, biannual atau perennial
dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak, menjalar atau memanjat. Secara
taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku-suku Poaceae,
Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku-pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak

terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan
pertanian dan perkebunan (Aththorick, 2005).
Tumbuhan bawah atau disebut juga tumbuhan penutup tanah merupakan
suatu komunitas tumbuhan atau vegetasi dasar yang tumbuh berada di lantai
hutan. Tumbuhan penutup tanah berfungsi dalam peresapan dan membantu
menahan jatuhnya air secara langsung, berperan dalam menghambat atau
mencegah erosi yang berlangsung secara cepat, menghalangi jatuhnya air hujan
secara


langsung,

mengurangi

kecepatan

aliran

permukaan,

mendorong

perkembangan biota tanah yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah
serta berperan dalam menambah bahan organik tanah sehingga menyebabkan
resistensi tanah terhadap erosi meningkat (Maisyaroh, 2010).
Tumbuhan bawah sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan
penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi,
beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat dan sumber energi alternatif.
Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai gulma yang

menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada tumbuhan
monokultur yang dibudidayakan (Hilwan et al., 2013).
Tumbuhan bawah memiliki peran penting bagi suatu kebun seperti pada
kebun kopi. Menurut Najiyati & Danarti (1999), tumbuhan bawah di kebun kopi
sangat bermanfaat karena:

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

a. Tajuknya yang dekat dan menutupi permukaan tanah dapat menahan percikan
air hujan, mencegah erosi, serta dapat mempertahankan kelembaban tanah.
b. Rontokan daunnya dapat menambah bahan organik tanah.
c. Batangnya lunak sehingga hasil pangkasannya dapat digunakan sebagai pupuk
organik yang dibenamkan dalam tanah atau sebagai makanan ternak.

2.2. Perkebunan Rakyat
Perkebunan merupakan suatu lahan yang digunakan untuk menanami tumbuhan
budidaya. Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis
tumbuhan dan produk yang dihasilkan. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat

diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam (Rumaijuk, 2009).
Berdasarkan jenis tumbuhannya, perkebunan dapat diartikan sebagai usaha
budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat, pemerintah, maupun swasta selain
tanaman pangan dan holtikultura. Demikian pula perkebunan berdasarkan
produknya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang ditujukan untuk
menghasilkan bahan industri (misalnya karet, tembakau, cengkeh, kapas, rosela
dan serai wangi), bahan industri makanan (misalnya kelapa, kelapa sawit dan
kakao) dan makanan (misalnya tebu, teh, kopi dan kayu manis) (Syamsulbahri,
1996 dalam Rumaijuk, 2009). Perkebunan rakyat adalah suatu usaha budidaya
tanaman yang dilakukan oleh rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual
dengan areal pengusahaannya dalam skala yang terbatas luasnya (Rumaijuk,
2009).

2.2.1. Kebun Kopi
Kebun Kopi hampir sebagian besar ada di Indonesia terutama di daerah Propinsi
Sumatera Utara seperti daerah Sidikalang, Karo, Langkat dan di daerah lainnya.
Kopi merupakan komoditi penting dalam konstelasi perkebunan, disamping itu
permintaan konsumsi kopi dunia semakin hari semakin meningkat. Saat ini,
produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80

persen berasal dari perkebunan rakyat. Provinsi Sumatera Utara, selain dikenal
karena keindahan alam dan budayanya juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

arabika dan robusta terbaik di dunia, seperti kopi Sidikalang yang berasal dari
dataran tinggi Dairi dan kopi Mandailing yang berasal dari Mandailing Natal.
Adanya produksi kopi ini yang telah memberikan kontribusi penting pada
perekonomian masyarakat dan daerah. Keadaan ini tentunya didukung oleh letak
geografis, suhu dan curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya sehingga luas
kebun kopi cenderung bertambah (Arief et al., 2011).
Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tumbuhan berbentuk pohon yang
termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea . Tumbuhan ini memiliki
pertumbuhan yang tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh mencapai tinggi
12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh
berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya (Najiyati & Danarti,
1999).
Praswoto et al., (2010) mengemukakan syarat tumbuh dari tumbuhan kopi

yaitu:
a. Ketinggian Tempat
Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian
tempat di atas 700 m dpl. Beberapa klon saat ini dapat ditanam mulai diatas
ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang terbaik seyogyanya kopi ditanam di
atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta.
b. Curah Hujan dan Lahan
Curah hujan yang sesuai untuk kopi adalah 1500 – 2500 mm per tahun,
dengan rata-rata 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25oC. Ketinggian tempat tumbuh
akan berkaitan juga dengan citarasa kopi.
c. Bahan Tanaman dan Lingkungan Tumbuh
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di Indonesia
adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan
agroekosistem

tempat

tumbuh

kopi


robusta.

Umumnya

petani

masih

menggunakan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yang memiliki buah lebat
atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam.
Selain itu ada beberapa persyaratan tumbuh kopi lainnya menurut Najiyati
& Danarti (1999):

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

d. Penyinaran

Kopi umumnya tidak menyukai sinar matahari langsung dalam jumlah
banyak, tetapi menghendaki sinar matahari yang teratur dan jumlah banyak pada
awal musim kemarau atau akhir musim hujan.
e. Angin
Peranan angin adalah membantu berpindahnya serbuk sari bunga dari
tumbuhan kopi yang satu ke putik bunga kopi lain yang klon atau jenisnya
berbeda sehingga terjadi penyerbukan yang dapat menghasilkan buah.
f. Tanah
Secara umum tumbuhan kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan
kaya bahan organik. Selain itu, kopi juga menghendaki tanah yang agak masam
yaitu antara pH 4,5-6,5 untuk kopi robusta dan pH 5-6,5 untuk kopi arabika.

2.2.2. Kebun Kakao
Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas
di dunia dan termasuk sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah
Ivory-Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/tahun.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, perkembangan luas areal perkebunan kakao
meningkat secara pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8%/tahun dan saat
ini mencapai 1.462.000 ha. Hampir 90% dari luasan tersebut merupakan
perkebunan rakyat (Karmawati et al., 2010).

Kakao merupakan komoditas andalan perkebunan sebagai penghasil
devisa dan
perekonomian

penyedia lapangan kerja, sehingga peranannya cukup penting bagi
nasional.

Komoditas

kakao

mempunyai

prospek

untuk

dikembangkan melalui pengelolaan yang berkelanjutan, karena selain arti
pentingnya bagi perekonomian nasional juga berperan mendorong pengembangan
wilayah dan agroindustri. Sebagian besar perkebunan kakao di Indonesia dikelola

oleh rakyat dan sampai dengan tahun 1981 dilaporkan bahwa produksi nasional
kakao masih peringkat ke-16 dunia dengan mutu yang masih rendah (Puslit Kopi
dan Kakao Indonesia, 2004). Oleh karena itu upaya untuk pengembangan kakao
perlu mendapatkan perhatian. Salah satu kendala dalam pengembangan kakao
ialah masalah gangguan hama dan penyakit tanaman (Purwati, 2011).

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Karmawati et al., (2010) mengemukakan sejumlah faktor iklim dan tanah
menjadi kendala bagi pertumbuhan kakao. Lingkungan alami tumbuhan kakao
adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, suhu udara dan sinar matahari
menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Begitu pula dengan faktor
fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan kemampuan akar menyerap
hara. Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam pada daerah-daerah
yang berada pada 10oLU-10oLS. Namun demikian, penyebaran kakao umumnya
berada di antara 7oLU-18oLS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah hujan
dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada
daerah 20oLU-20oLS. Sehingga Indonesia yang berada pada 5oLU-10oLS masih

sesuai untuk pertanaman kakao. Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk
penanaman kakao adalah < 800 m dpl:
a. Curah Hujan
Distribusi curah hujan sepanjang tahun curah hujan 1.100-3.000 mm per
tahun. Curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun kurang baik karena
berkaitan erat dengan serangan penyakit busuk buah. Daerah yang curah hujannya
lebih rendah dari 1.200 mm per tahun masih dapat ditanami kakao, tetapi
dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi akan
lebih besar dari pada air yang diterima tumbuhan dari curah hujan. Dari segi tipe
iklim, kakao sangat ideal ditanam pada daerah-daerah tipenya iklim A.
b. Suhu
Pengaruh suhu terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersedian air, sinar
matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi. Berdasarkan keadaan
iklim di Indonesia, suhu rata-rata yang sangat cocok jika ditanami kakao dengan
suhu 25o-26oC.
c. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tumbuhan kakao ialah hutan hujan tropis yang di
dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan
penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak akan mengakibatkan lilit batang

kecil, daun sempit dan batang relatif pendek.

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

d. Tanah
Kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan
kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi.
Kemasaman tanah (pH), kadar bahan organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi dan
kejenuhan basa

merupakan faktor kimia yang perlu diperhatikan sedangkan

faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase,
struktur dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat
fisik yang memepengaruhi pertumbuhan kakao.
2.3. Agroforestri
Definisi agroforestri memungkinkan pembahasan dari berbagai bidang ilmu,
seperti ekologi, agronomi, kehutanan, botani, geografi maupun ekonomi.
Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan di
mana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu, dll.)
dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada
petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang atau waktu. Dalam sistemsistem agroforestri terjadi interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (de
Foresta et al., 2000).
Agroforestri adalah suatu sistem pengelolaan lahan yang mengombinasi
antara produksi pertanian, termasuk pohon buah-buahan dan atau peternakan
dengan tanaman kehutanan (Senoaji, 2012). Hairiah et al., (2004) menambahkan
bahwa agroforestri merupakan sistem pengelolaan sumber daya alam yang
dinamis dan berbasis ekologi, dengan memadukan berbagai jenis pohon pada
tingkat lahan (petak) pertanian maupun pada suatu bentang lahan (lanskap).
Tujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah dan keragaman produksi. Jadi
agroforestri berpotensi memberikan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan bagi
para pengguna lahan.
Pola pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri merupakan suatu
model usaha tani yang penting bagi para petani yang umumnya memiliki lahan
pertanian terbatas. Dengan pola seperti ini, akan meningkatkan intensitas panen
yang akhirnya mampu memberikan tambahan out put baik berupa fisik maupun
nilai finansial. Agroforestri sebagai salah satu model teknologi usaha tani semakin

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

meningkat peranannya, terutama bagi masyarakat pedesaan yang memiliki lahan
terbatas (Senoaji, 2012).
Sistem agroforestri terbagi dua tipe atau kelompok berdasarkan unsur
penyusunnya. Kelompok tersebut adalah agroforestri sederhana dan agroforestri
kompleks. De Foresta et al., (2000) menerangkan bahwa:
a. Sistem agroforestri sederhana adalah perpaduan-perpaduan konvensional yang
terdiri atas sejumlah kecil unsur, menggambarkan apa yang kini dikenal
sebagai skema agroforestri klasik. Dari sudut penelitian dan persepsi berbagai
lembaga yang menangani agroforestri, sistem agroforestri sederhana ini
menjadi perhatian utama. Biasanya perhatian terhadap perpaduan tanaman itu
menyempit menjadi satu unsur pohon yang memiliki peran ekonomi penting
(seperti kelapa, karet, cengkeh, jati, dll.) atau yang memiliki peran ekologi
(seperti dadap dan petai cina) dan sebuah unsur tanaman musiman (misalnya
padi, jagung, sayur-mayur, rerumputan) atau jenis tanaman lain seperti pisang,
kopi, coklat dan sebagainya yang juga memiliki nilai ekonomi.
b. Sistem agroforestri kompleks atau singkatnya agroforest adalah sistem-sistem
yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman
dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan
ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Sistem agroforestri kompleks
bukanlah hutan-hutan yang ditata lambat laun melalui transformasi ekosistem
secara alami, melainkan merupakan kebun-kebun yang ditanam melalui proses
perladangan. Dari sudut pandang pelestarian lingkungan, kemiripan struktur
dan penampilan fisik agroforest dengan hutan alam merupakan suatu
keunggulan. Seperti halnya pada sistem-sistem agroforestri sederhana, sumber
daya air dan tanah dilindungi dan dimanfaatkan. Tetapi lebih dari itu, pada
agroforest sejumlah besar keanekaragaman flora dan fauna asal hutan alam

tetap berkembang.
2.4. Pengaruh Iklim
Hutan yang tumbuh dan berkembang, tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya, terutama lingkungan. Jenis-jenis tumbuhan yang tidak
menyukai cahaya matahari penuh tentu memerlukan perlindungan dari tumbuhan
yang lebih tinggi dan toleran akan cahaya matahari penuh. Tumbuhan yang

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

toleran terhadap cahaya matahari penuh akan memperoleh keuntungan dari
tumbuhan yang hidup di bawahnya karena mampu menjaga kelembaban dan suhu
yang diperlukan oleh tumbuhan tinggi tersebut. Cahaya matahari yang sampai di
lantai hutan tropika secara menyeluruh adalah sebesar 1,0% - 1,7% yang dihitung
berdasarkan waktu (jam). Pada pukul 12.00 (siang), saat cahaya matahari
datangnya tegak lurus sebesar 100%, maka cahayanya akan sampai di lantai hutan
sebesar 0% - 1%. Pada pukul 15.00 saat cahaya matahari condong 450C, maka
sebesar 67% cahaya yang sampai di lantai hutan adalah 0% - 0,5% dan pada pukul
16.00 cahaya matahari condong 300, intensitas sebesar 44% cahaya matahari yang
akan sampai di lantai hutan adalah sebesar 0% - 0,2%. Hal tersebut tidak berlaku
apabila hutan terletak di daerah puncak gunung yang berkabut tebal, sebab
intensitas cahaya matahari akan lebih rendah lagi (Arief, 2001).
Curah hujan di suatu wilayah dengan wilayah yang lain sangat bervariasi
tergantung pada topografinya, terutama di Indonesia. Menurut Whitten et al.,
(2000), penyebaran zona iklim didefenisikan sebagai berikut:
a. Zona A - lebih dari sembilan bulan iklimnya basah berturut-turut, dan dua
bulan atau kurang kering berturut-turut.
b. Zona B – tujuh sampai sembilan bulan iklimnya basah berturut-turut dan tiga
bulan atau kurang kering berturut-turut.
c. Zona C – lima sampai enam bulan basah berturut-turut dan tiga bulan atau
kurang kering berturut-turut.
d. Zona D – tiga sampai empat bulan iklim basah berturut-turut dan 2 – 6 bulan
kering berturut-turut.
e. Zona E – sampai tiga bulan iklim basah berturut-turut dan hingga enam bulan
kering berturut-turut.

2.5. Analisis Vegetasi
Lingkungan tumbuhan merupakan sistem kompleks yang berinteraksi berbagai
faktor yang saling mempengaruhi. Vegetasi adalah suatu sistem dinamik yang
selalu mengalami pergantian dan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan,
sehingga kondisi ekstrim suatu habitat yang tidak menguntungkan dapat berubah
menjadi habitat optimum bagi pertumbuhan (Windusari, 2012).

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Analisis vegetasi berfungsi untuk mengetahui struktur vegetasi dan
komposisi jenis tumbuhan. Menurut Fachrul (2007), analisis vegetasi dapat juga
digunakan untuk mengetahui pengaruh dampak lingkungan merupakan suatu cara
pendekatakan yang khas, karena pengamatan terhadap berbagai aspek vegetasi
yang dilakukan harus secara mendetail dan terdiri atas vegetasi yang belum
terganggu (alamiah). Aspek-aspek vegetasi yang perlu diketahui antara lain:
a. Ada atau tidaknya jenis tumbuhan tertentu,
b. Luas basal area,
c. Luas daerah penutup (cover),
d. Frekuensi,
e. Kerapatan,
f. Dominansi,
g. Nilai penting.
Analisis vegetasi yang dilakukan pada area luas tertentu umumnya
berbentuk segi empat, bujur sangkar, lingkaran serta titik-titik. Untuk tingkat
semai serta tumbuhan bawah yang rapat digunakan petak contoh titik atau bentuk
kuadrat untuk tumbuhan yang tidak rapat.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Sistem Pemasaran TBS Produksi Kebun Rakyat Di Labuhan Batu (Studi kasus Desa Tanjung Medan, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara)

0 44 85

Analisis Vegetasi di Cagar Alam Martelu Purba, Desa Purba Tongah, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

6 54 53

Studi Pemeliharaan Mesin Genset PTPN III Kebun Rambutan

4 47 64

Keanekaragaman Burung di Desa Telagah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara

5 66 61

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tiga Tipe Komunitas Kebun (Studi Kasus: Kebun Kopi, Kebun Kakao dan Agroforestri di Desa Telagah, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara)

4 23 75

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tiga Tipe Komunitas Kebun (Studi Kasus: Kebun Kopi, Kebun Kakao dan Agroforestri di Desa Telagah, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara)

0 0 13

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tiga Tipe Komunitas Kebun (Studi Kasus: Kebun Kopi, Kebun Kakao dan Agroforestri di Desa Telagah, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara)

0 0 2

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tiga Tipe Komunitas Kebun (Studi Kasus: Kebun Kopi, Kebun Kakao dan Agroforestri di Desa Telagah, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara)

0 1 3

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tiga Tipe Komunitas Kebun (Studi Kasus: Kebun Kopi, Kebun Kakao dan Agroforestri di Desa Telagah, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara)

0 0 5

Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tiga Tipe Komunitas Kebun (Studi Kasus: Kebun Kopi, Kebun Kakao dan Agroforestri di Desa Telagah, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara)

0 0 21