Studi Efek Etanol dan Gliserin terhadap Penetrasi Indometasin melalui Kulit Kelinci dari Basis Gel Alginat secara In Vitro

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap
pengaruh luar (Aiache, dkk., 1993). Kulit berfungsi sebagai sistem epitel pada
tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan
masuknya subtansi-subtansi asing ke dalam tubuh (Chien, 1987). Meskipun kulit
relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan
tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa-senyawa obat atau bahan berbahaya
yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik baik yang bersifat
setempat maupun sistemik (Aiache, dkk., 1993). Dari suatu penelitian diketahui
bahwa pergerakan air melalui lapisan kulit yang tebal tergantung pada pertahanan
lapisan
stratum corneum yang berfungsi sebagai rate-limiting barrier pada kulit
(Swarbirck dan Boylan, 1995). Sawar kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk
(stratum corneum), namun demikian lapisan tanduk (stratum corneum)
mempunyai permeabilitas yang sangat rendah dengan kepekaan yang sama seperti
kulit utuh. Lapisan tanduk merupakan pelindung kulit yang paling efisien (Aiache,
dkk., 1993).
2.1.1 Anatomi dan fisiologi kulit
Secara histopatologis kulit tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:

a. Lapisan epidermis
b. Lapisan dermis
c. Lapisan subkutan(Wasitaatmadja, 1997).
8
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 menunjukkan struktur anatomi kulit (Saurabh, et al., 2014).

Gambar 2.1 Struktur kulit
2.1.1.1 Lapisan epidermis
Epidermis mempunyai ketebalan yang bervariasi, tergantung pada ukuran
sel dan jumlah lapisan sel, mulai dari 0,8 mm pada telapak tangan dan 0,06 mm
pada kelopak mata (Tortora dan Grabowski, 2006).
Lapisan epidermis tersusun dari beberapa lapisan yaitu:
a. Stratum korneum
Stratum korneum merupakan lapisan epidermis paling luar, terdiri dari
beberapa sel yang mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme,
sangat sedikit mengandung air. Stratum korneum atau sel induk merupakan sel
mati yang terdiri atas keratin (70%) dan lipid (20%). Diantara sel induk terdapat
cairan intraseluler yang tersusun atas lapisan lipid bilayer (Walters, et al., 2002).


9
Universitas Sumatera Utara

b. Stratum granulosum
Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk
poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut (Trenggono, dkk., 2007). Stratum
granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki (Wasitaatmadja, 1997).
c. Stratum lusidum
Stratum lusidum terletak tepat dibawah stratum korneum, merupakan
lapisan tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan
dan telapak kaki (Trenggono, dkk., 2007).
d. Stratum germinativum
Stratum germinativum merupakan lapisan terbawah epidermis. Lapisan ini
tersusun atas sel-sel yang aktif melakukan mitosis. Stratum germinativum dapat
dibagi menjadi dua, yaitu stratum basale dan stratum spinosum (Langley dan
Leroy, 1980). Stratum basale terdiri atas sel-sel kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal, dan pada taut dermoepidermal berbaris seperti pagar (palisade)
(Wasitaatmadja, 1997). Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel berbentuk
poligonal


dengan

ukuran

bermacam-macam

akibat

proses

mitosis.

Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti sel terletak
di tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan kulit makin gepeng bentuknya
(Wasitaatmadja, 1997).
2.1.1.2 Lapisan dermis
Berbeda dengan epidermis yang tersusun oleh sel-sel dalam berbagai
bentuk dan keadaan. Didalam dermis terdapat aneka kulit seperti folikel rambut,
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak

rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang
terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Trenggono, dkk., 2007).
10
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.3 Lapisan subkutan
Lapisan subkutan merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh
trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi
sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan
penis sangat tipis. Lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan
(Wasitaatmadja, 1997).
2.1.2 Fungsi kulit
Kulit merupakan organ yang mempunyai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi
tersebut antara lain:
a.


Fungsi perlindungan
Kulit melindungi tubuh dari berbagai gangguan eksternal, baik fisik, kimiawi,
maupun biologis. Lapisan epidermis yang tersusun rapat bertujuan untuk
mencegah kehilangan cairan tubuh yang berlebihan (Langley dan Leroy,
1980).

b.

Fungsi pengaturan panas
Pengaturan suhu tubuh oleh kulit dilakukan dengan cara pengeluaran keringat
dan vasodilatasi atau vasokonstriksi pada pembuluh darah kapiler kulit
(Langley dan Leroy, 1980).

11
Universitas Sumatera Utara

c.

Fungsi sensori

Ujung-ujung saraf sensori untuk mendeteksi perubahan lingkungan sekitar,
seperti panas, dingin, tekanan, dan rabaan tersebar di lapisan dermis dan
subkutan (Langley dan Leroy, 1980).

d.

Fungsi absorpsi
Senyawa larut lemak dapat diabsorpsi melalui kulit. Sedangkan senyawa larut
air tidak mudah diabsorpsi. Absorpsi ini dapat melalui celah antarsel, kelenjar
sebum, atau akar rambut. Adanya fungsi absorpsi ini memberikan
kesempatan untuk pengembangan rute transdermal (Luciano dan Dorothy,
1978).

e.

Fungsi ekskresi
Pengeluaran keringat tidak hanya untuk mengatur suhu tubuh, namun juga
menjadi cara untuk mengekskresikan senyawa sisa metabolisme tubuh,
seperti urea, asam urat, amonia, dan NaCl (Luciano dan Dorothy, 1978).


f.

Fungsi metabolisme
Kulit mempunyai peranan dalam membentuk prekursor vitamin D dengan
bantuan sinar matahari (Langley dan Leroy, 1980).

2.2 Prinsip Dasar Difusi Melalui Membran
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul
suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,
misalnya suatu membran polimer. Perjalanan suatu zat melalui suatu batas bisa
terjadi karena permeasi molekular sederhana atau gerakan melalui pori dan lubang

12
Universitas Sumatera Utara

(saluran) (Martin dkk, 1993). Obat akan mengalami difusi sesuai gradien
konsentrasi dengan gerakan yang acak (Swarbrick dan Boylan, 1995).

2.3 Hukum Fick Pertama

Sejumlah M benda yang mengalir melalui satu satuan penampang
melintang, S, dari suatu pembatas dalam satu satuan waktu t dikenal sebagai aliran
dengan simbol, J (Martin, dkk., 1993).

J=

dM
S.dt

(1)

Dimana: M = massa (gram)
S = luas permukaan batas (cm2 )
Sebaliknya aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi dC/dX:
J=-D

dC
dX

(2)


Dimana: D = koefisien difusi (cm2/detik)
C = konsentrasi (gram/cm3)
X = jarak (cm) pergerakan yang tegak lurus dengan permukaan sawar
Persamaan (2) dikenal sebagai hukum Fick pertama. Persamaan ini
memberikan aliran (laju difusi melalui satuan luas) dalam aliran pada keadaan
tunak. Dalam percobaan difusi, larutan dalam kompartemen reseptor yangdiambil,
diganti secara terus menerus dengan pelarut baru untuk menjaga agar selalu dalam
keadaan sink.
Parameter penetrasi perkutan secara in vitro dihitung dari data penetrasi
dengan menggunakan persamaan berikut:

δ2
D=


(3)

13
Universitas Sumatera Utara


Js =

DK m C s
= Kp Cs
δ

(4)

Dimana:
D

= koefisien difusi (cm2/jam)

δ

= ketebalan membran (cm)

τ


= lag time (jam)

Kp

= koefisien permeabilitas melalui membran (jam -1. cm -2)

Cs

= konsentrasi zat aktif dalam salep (mcg)

Js

= fluks (mcg/jam.cm2)

Km

= koefisien partisi kulit/pembawa (cm/jam2)(Martin, dkk., 1993).

2.4 Sistem Penyampaian Obat Melalui Kulit
Penyampaian obat secara transdermal menjadi alternatif yang lebih
diinginkan untuk meningkatkan efisiensi pengobatan serta lebih aman daripada
penyampaian obat secaraoral. Pasiensering lupameminum obat atau menjadi
bosan harus mengkonsumsi beberapa jenis obat dengan frekuensi yang beberapa
kali sehari. Selain itu, penyampaian obat oral sering menyebabkan gangguan
lambung dan inaktivasi sebagian obat karena first pass metabolism di hati. Selain
itu, absorpsi keadaan tunak suatu obat melalui kulitselama beberapa jam ataupun
hari menghasilkan level dalam darah yang lebih disukai daripada yang dihasilkan
dari obat oral (Kumar, et al., 2010).
2.4.1 Keuntungan sistem penyampaian obat melalui kulit
Sistem penyampaian obat melalui kulit memiliki beberapa keuntungan,
antara lain:
a.

Durasi kerja yang panjang sehingga frekuensi pemberian obat berkurang

b.

Kenyamanan pemberian obat
14
Universitas Sumatera Utara

c.

Meningkatkan bioavailabilitas

d.

Menghasilkan level plasma yang lebih seragam

e.

Mengurangi

efek

samping

obat

dan

meningkatkan

terapi

karenamempertahankan level plasma sampai akhir interval terapi
f.

Kemudahan penghentian pemakaian obat

g.

Meningkatkan kepatuhan pasien (Kumar, et al., 2010).

2.4.2 Kerugian sistem penyampaian obat melalui kulit
Sistem penyampaian obat melalui kulit memiliki beberapa kerugian, antara
lain:
a.

Kemungkinan terjadinya iritasi lokal

b.

Kemungkinan terjadinya eritema, gatal, dan edema lokal yang disebabkan
obat ataupun bahan tambahan dalam formulasi sediaan (Kumar, et al., 2010).

2.4.3 Rute penyampaian obat melalui kulit
Ada dua jalur utama obat berpenetrasi menembus stratum korneum, yaitu:
jalur transepidermal dan jalur pori. Gambar 2.2 menunjukkan jalurpenetrasi
obat(Trommer danNeubert, 2006).

Gambar 2.2 Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum
15
Universitas Sumatera Utara

Obat dapat menembus kulit melalui dua cara yaitu:
a.

Jalur transepidermal dibagi lagi menjadi jalur transselular dan jalur
interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit dengan menembus
secara langsung lapisan lipid stratum korneum dan sitoplasma dari keratinosit
yang mati. Jalur ini merupakan jalur terpendek, tetapi obat mengalami
resistansi yang signifikan karena harus menembus struktur lipofilik dan
hidrofilik. Jalur yang lebih umum bagi obat untuk berpenetrasi melalui kulit
adalah jalur interselular(Hadgraft, 2004).Jalur ini memegang peranan penting
dalam permeasi obat karena sebagian besar obat menembus stratum korneum
melalui jalur ini, bagian interseluler atau celah antar sel stratum korneum
tersusun atas lipid bilayer (Walters, et al., 2002).

b.

Melalui pori, pada jalur iniobat berpenetrasi melalui ruang antar korneosit.
Jalur

melalui

pori

dapat

dibagi

menjadi

jalur

transfolikular

dan

transglandular. Karena kelenjar dan folikel rambut hanya menempati sekitar
0,1% dari total luas kulit manusia, oleh karena itu kontribusi rute ini terhadap
penetrasi dianggap kecil(Moser, et al., 2001). Tetapi, jalur transfolikular
dapat menjadi jalur yang penting bagi penetrasi obat yang diberikan secara
topical(Lademann, et al., 2003).

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Obat Secara Transdermal
2.5.1 Faktor fisikokimia obat
Faktor-faktor fisikokimia obat yang dapat mempengaruhi pelepasan
melalui kulit yaitu (Prakash dan Thiagarajan, 2012):

16
Universitas Sumatera Utara

a.

Ukuran molekul dan berat molekul obat
Ukuran molekul obat berbanding terbalik dengan penetrasi melalui kulit.
Molekul obat yang lebih besar dari 500 dalton memberikan masalah dalam
pemberian perkutan. Berat molekul yang lebih kecil memberikan penyerapan
yang lebih baik. Jadi ukuran molekul obat tidak boleh terlalu besar supaya
tidak menimbulkan masalah dalam penyerapan obat.

b.

Koefisien partisi dan kelarutan
Koefisien partisi menentukan kelarutan atau difusi obat dalam sistem minyak
dan air. Obat yang memiliki kelarutan yang baik dalam minyak dan air sangat
cocok untuk penyerapan perkutan, sebab kulit tersusun dari lipid bilayer
sehingga obat larut dan bisa diserap, tetapi pada saat yang sama harus
memiliki sifat hidrofil untuk berdifusi kedalam kulit dalam lingkungan berair.
Jadi obat harus memiliki koefisien partisi yang optimal. Koefisien partisi obat
dapat mengubah kelarutan obat dengan memodifikasi struktur kimia obat
tanpa mempengaruhi aktivitas farmakologi obat.

c.

Konsentrasi obat
Penyerapan obat melalui kulit merupakan difusi pasif. Obat bergerak dengan
konsentrasi gradien yaitu dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan efek permeasi.

d.

Kondisi pH
pH molekul obat menentukan ionisasi obat pada permukaan kulit. Obat yang
tidak terionosasi memiliki penyerapan yang lebih baik daripada obat yang
terionisasi , shingga pH memainkan peranan penting dalam menentukan
tingkat penetrasi obat.

17
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Karakteristik formulasi
Karakteristik formulasi juga dapat mempengaruhi permeasi molekul obat ke
dalam kulit, yaitu (Lombry, et al., 2000):
a.

Laju pelepasan obat
Laju pelepasan obat dipengaruhi oleh afinitas pembawa obat dan sifat
fisikokimia obat seperti kelarutan obat, partisi antar muka obat dari formulasi
menentukan tingkat laju pelepasan obat.

b.

Bahan tambahan
Berbagai bahan polimer dalam formulasi dapat mempengaruhi pelepasan obat
atau permeasi obat melalui kulit dengan mengubah sifat fisikokimia obat atau
fisiologi kulit.

c.

Adanya peningkat penetrasi
Peningkat penetrasi digunakan untuk meningkatkan penyampaian obat
melalui kulit. Dengan mengubah struktur kulit (modifikasi fisikokimia dan
fisiologis) dapat

membuka pori-pori kulit untuk penyerapan. Peningkat

penetrasi bisa berupa bahan kimia yang secara fisik dapat berinteraksi dengan
struktur kulit.
2.5.3 Kondisi fisiologis dan patologis kulit
Kondisi fisiologis dan patologis dari kulit dapat mempengaruhi pelepasan
obat melalui kulit, antara lain adalah (Ramteke, et al., 2012):
a.

Hidrasi kulit
Hidrasi kulit menyebabkan pembengkakan stratum korneum kulit dan
memberikan sifat fluiditas ke dalam kulit. Hidrasi juga dapat meningkatkan

18
Universitas Sumatera Utara

kelarutan dan partisi obat ke dalam membran, sehingga perembesan molekul
obat menjadi lebih mudah melalui kulit yang terhidrasi.
b.

Suhu kulit
Peningkatan suhu kulit dapat meningkatkan penyerapan obat secara perkutan,
yaitu dengan cara fluidisasi lipid dan adanya vasodilatasi pembuluh darah
pada kulit sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke kulit yang dapat
meningkatkan penyerapan melalui kulit.

c.

Usia kulit
Hal ini diasumsikan bahwa kulit muda dan kulit tua lebih permeabel
dibandingkan dengan kulit orang dengan usia pertengahan.

d.

Aliran darah
Perubahan sirkulasi perifer tidak mempengaruhi kenaikan penyerapan
transdermal. Aliran darah dapt meningkatkan gradien konsentrasi di kulit dan
mengurangi waktu tinggal molekul obat dalam dermis.

e.

Patologi kulit
Penyakit kulit dan cedera pada kulit menyebabkan pecahnya lapisan lipid dari
stratum korneum yang mengubah penetrasi obat ke dalam kulit. Bahan
patogen dapat menyebabkan terganggunya lapisan kulit dan dapat membuat
pori-pori pada kulit.

f.

Tempat pemakaian
Kulit berbeda secara anatomi seperti ketebalan stratum korneum, jumlah
folikel rambut dan luas permukaan kelenjar keringat. Perbedaan ini
tergantung pada tempat pemakaian pada kulit, orang ke orang dan spesies ke
spesies, sehingga penyerapan juga berbeda.

19
Universitas Sumatera Utara

g.

Flora kulit dan enzim
Berbagai enzim metabolisme dan mikroba yang terdapat pada kulit dapat
memetabolisme obat yang melewati kulit. Hanya sedikit obat dalam bentuk
aktif yang mencapai sirkulasi di kulit, misalnya pemberian testosteron hanya
diserap 95% karena adanya metabolisme di kulit.

2.5.4

Karakteristik molekul obat
menjadisediaan transdermal

yang

cocok

untuk

diformulasi

Obat-obat/molekul obat yang ideal sebagai sediaan transdermal harus
memiliki syarat antara lain (Mishra, 1998):
a.

Koefisien partisi molekul obat harus tinggi

b.

Memiliki kelarutan yang cukup, baik dalam minyak maupun ke dalam air

c.

Obat harus bersifat non-ionik

d.

Memiliki massa molekul yang rendah, yaitu lebih kecil dari 600 Da

e.

Titik lebur partikel obat harus rendah (