Gambaran Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim (Sebuah Tinjauan Studi Kasus)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Agama memiliki kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia.
Agama tidak hanya sebagai alat untuk membentuk watak dan moral, tapi juga
menentukan falsafah hidup dalam suatu masyarakat. Fungsi agama ini telah
disadari dan diakui oleh orang-orang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Vergote (dalam Dister, 1988) di Perancis yang ingin melihat
seberapa penting pendidikan agama ditanamkan sejak kecil. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa 75% responden menyatakan pendidikan beragama
perlu diberikan sejak kecil karena berguna untuk menanamkan moral dalam setiap
individu. Selain itu, para responden penelitian tersebut juga berpendapat bahwa
pendidikan beragama memberikan pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
Secara etimologi, kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya
“tidak kacau balau”. Kata “agama” memiliki makna bahwa agama dapat
menciptakan keadaan, kehidupan yang tidak kacau-balau. Agama mengikat
penganutnya secara langsung atau tidak langsung kepada hukum dalam agama
tersebut. Kepatuhan seseorang terhadap agamanya diharapkan membuat
kehidupan tidak kacau balau. Seseorang yang tidak memiliki agama dipercaya
akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006).

Salah satu fenomena yang berkaitan dengan hal di atas adalah kekacauan
yang ditimbulkan oleh Alexander Aan, yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil

62
Universitas Sumatera Utara

(PNS) di daerah Pulaupunjung, Sumatera Barat. Dalam sebuah artikel koran
elektronik tertulis bahwa Alexander Aan, 30, dinyatakan bersalah karena "sengaja
menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian agama dan permusuhan".
Aan memulai sebuah kelompok ateis di Facebook, dimana ia berbagi komik Nabi
yang berhubungan seks dengan budaknya. Dia juga mengunggah tiga artikel di
akunnya, termasuk satu artikel yang menggambarkan Nabi tertarik pada menantu
perempuannya.
Aan dipukuli oleh massa yang marah dan ditangkap oleh polisi di
kampung halamannya di Pulau Punjung di Sumatera Barat pada Januari, setelah
menampilkan materi tersebut secara online dan menyatakan dirinya ateis.
Pengadilan sebelumnya mendakwa Aan dengan dua tuduhan lain - membujuk
orang lain untuk memeluk ateisme dan menghujat - dan jaksa telah menuntutnya
dengan hukuman tiga setengah tahun penjara. Akan tetapi, pengadilan
membuktikan dia bersalah atas tuduhan yang paling serius dan membatalkan dua

tuntutan lainnya (dalam http://khabarsoutheastasia.com, Juni 2012)
Pada dasarnya terdapat 2 (dua) istilah yang dikenal dalam agama yaitu
kesadaran beragama (religious conciousness) dan pengalaman beragama
(religious experience). Kesadaran beragama adalah segi agama yang terasa dalam

pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek
mental dari aktivitas agama, sedangkan pengalaman beragama adalah unsur
perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada
keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Jadi, seseorang dikatakan beragama jika
ia memiliki keasadaran beragama dan pengalaman beragama (Drajat, 1989).

63
Universitas Sumatera Utara

Negara Indonesia memiliki enam agama besar yang telah diakui, yaitu
Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu, Islam, dan Konghucu. Namun, selain
keenam agama tersebut, terdapat berbagai agama lokal yang sampai saat ini belum
diakui oleh negara Indonesia, yang disebut dengan aliran kepercayaan. Menurut
kamus bahasa Indonesia aliran kepercayaan merupakan sebutan bagi sistem religi
di Indonesia yang tidak termasuk salah satu dari agama yang resmi. Pasal 29 ayat

1 UUD 1945 berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.” Hal ini berarti masyarakat Indonesia memiliki peluang dan
kesempatan untuk memeluk atau menjadi umat salah satu agama yang ada di
Indonesia.
Pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat yang menganut aliran
kepercayaan di Indonesia. Pada tahun 2006, pemerintah telah mengeluarkan
peraturan agar para penganut aliran kepercayaan dapat mendaftarkan diri mereka
di administrasi kependudukan, dengan memberikan tanda (-) pada kolom agama.
Pemerintah juga telah mengakui pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat
penganut agama penghayat, sehingga mereka bisa mendapatkan surat pernikahan
mereka. Namun, peraturan tersebut ternyata tidak memberikan perubahan besar
bagi penganut aliran kepercayaan di Indonesia. Mereka masih merasa
diperlakukan dengan tidak adil sampai saat ini. Mereka ditolak membuat kartu
tanda penduduk karena dalam kartu keluarga tidak dicantumkan agama. Para
penganut aliran kepercayaan sulit mengurus akta kelahiran, surat nikah, dan surat
kematian tanpa adanya dokumen kependudukan. Akibatnya banyak dari mereka

64
Universitas Sumatera Utara


yang tidak mendapat layanan kesehatan dan pendidikan, bahkan jenazah mereka
sering

ditolak

masyarakat

untuk

dikuburkan

di

pemakaman

umum

(vhrmedia.com, Desember 2012).
Salah satu aliran kepercayaan yang ada di Indonesia adalah ugamo Malim.

Ugamo Malim merupakan aliran kepercayaan suku Batak Toba. Orang-orang
yang menganut ugamo Malim disebut sebagai parmalim. Parmalim berasal dari
kata malim yang memiliki dua arti yaitu: pertama, malim sebagai sifat dasar yang
dituju yang berawal dari haiason dan parsolamon, dimana haiason diartikan
dengan kebersihan fisik dan parsolamon diartikan dengan membatasi diri dari
kenikmatan dan tindakan; kedua, adalah malim sebagai sosok pribadi. Parmalim
sendiri dapat diartikan dengan orang yang mengikuti ajaran malim, dimana
pengikutnya harus memiliki sifat yang bersih atau suci baik fisik maupun rohani,
serta dapat membatasi diri dari kenikmatan yang bersifat duniawi (dalam Tiorry,
20 Desember 2010).
Para parmalim meyakini bahwa Sisingamaraja merupakan utusan Debata
Mulajadi Na Bolon ke dunia, khususnya tanah Batak, untuk menyebarkan ajaran

ugamo Malim. Parmalim pergi beribadah setiap hari Sabtu ke tempat ibadah
mereka yang disebut dengan Balai Persantian. Parmalim memiliki dua ritual
besar di setiap tahun. Pertama, Parningotan Hatutubu ni Tuhan atau Sipaha Sada .
Ritual ini dilangsungkan saat masuk tahun baru Batak, yaitu di awal Maret. Ritual
lainnya bernama Pameleon Bolon atau Sipaha Lima , yang dilangsungkan antara
bulan Juni-Juli. Ritual Sipaha Lima dilakukan setiap bulan kelima dalam kalender
Batak. Ini dilakukan untuk bersyukur atas panen yang mereka peroleh. Upacara


65
Universitas Sumatera Utara

ini juga merupakan upaya untuk menghimpun dana sosial bersama dengan
menyisihkan sebagian hasil panen untuk kepentingan warga yang membutuhkan
(Gultom, 2010).
Dari sebuah komunikasi personal dengan Bapak Surya, salah seorang
pengurus tempat ibadah parmalim, diketahui bahwa para parmalim dilarang untuk
menyebarkan ajaran agamanya kepada orang lain. Mereka juga dilarang
meminjamkan buku patik mereka jika tidak diminta orang lain. Para permalim
bisa memberikan penjelasan mengenai ajaran mereka kepada orang lain, jika
orang tersebut yang duluan bertanya. Jika seseorang menanyakan mengenai ajaran
ugamo Malim, maka parmalim bisa menjelaskan secara dalam ajaran-ajaran

mereka. Berikut kutipannya.
“Bagi kami dek, kami „gak perlu berusaha buat menyebarkan agama kami
sama orang lain kayak agama-agama yang lain. Lebih baik kami
menjalankan hal-hal yang diajarkan oleh Debata Mulajadi Na Bolon. Kita
jalankan Patik yang ada, berbuat baik sama orang lain. Biar aja orang

lain yang melihat kita bagaimana. Kalo mereka lihat kita baik dan merasa
kalo ini adalah jalan yang benar, ya mereka bisa masuk ke Ugamo Malim.
Itu terserah mereka. Cuma kalo dari kami sendiri sih „gak ada usaha
untuk menyebarkan ajaran Ugamo Malim kami.”
(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)
“Kami enggak boleh menyebarkan ajaran kami sama yang bukan
parmalim. Ngasih-ngasih tahu sama orang gitu enggak boleh. Kecuali
mereka yang nanya duluan, barulah bisa kita jelaskan semua. Ngasih buku
patik kami sama orang lain pun dilarang. Kecuali dia memang mau
pinjam.”
(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)

Lebih lanjut Bapak Surya juga bahwa ajaran parmalim berbeda dengan
agama di Indonesia yang ada di Indonesia. Parmalim menyebut keyakinan mereka
sebagai ugamo, bukan agama. Ugamo adalah jalan. Jadi, menurut mereka Malim

66
Universitas Sumatera Utara

merupakan salah satu dari sekian banyak jalan menuju Surga. Para permalim

mengakui keberadaan para utusan Tuhan yang ada di dalam agama-agama lain.
Bagi mereka, itu merupakan cara-cara manusia yang lain untuk mencapai Surga.
Mereka tetap mengakui bahwa ajaran-ajaran dalam agama lain benar, hanya saja
jalan yang paling tepat bagi orang Batak adalah jalan yang diajarkan Raja
Sisingamaraja dalam ugamo Malim. Berikut kutipannya.
“Cobalah dulu, apa arti agama itu. Supaya tidak kacau dunia ini kan? Kalo
kami beda; kami bilangnya ugamo. Ugamo itu jalan. Bagi kami inilah jalan
untuk menuju pada Yang Maha Kuasa. Banyak memang jalan menuju Yang
Kuasa. Makanya banyak agama di dunia ini kan. Tapi kami percaya bagi
kami inilah jalan yang paling tepat.”
(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)
“Kalo kami tetap nya mengakui kalau Yesus itu utusan Tuhan. Gitu juga
Nabi Muhammad. Tapi ke mana Yesus menyebarkan ajarannya? Sama
bangsa Israel. Kalo Nabi Muhammad sama bangsa Arab. Makanya klo
sama bangsa Batak itu yang diutus Sisingamaraja. Makanya udah
seharusnya lah kita mengikut Raja Sisingamangaraja”
(Komunikasi Personal, 23 Agustus, 2012)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa para penganut aliran
kepercayaan sering mengalami diskriminasi, tidak terkecuali dari masyarakat di
sekitar tempat tinggal mereka. Misalnya saja, saat para penganut agama Malim

berencana membangun Rumah Persantian di kota Medan ada tahun 2005. Terjadi
penolakan dari warga sekitar sehingga pada akhirnya rumah tersebut gagal
dibangun. Menurut pengakuan Bapak Surya, alasan warga sekitar menolak adalah
di wilayah tersebut tidak ada penganut agama Malim. Berikut kutipannya.
“Gak suka orang itu dulu kami bangun tempat ibadah di situ. Dibilanglah
kar‟na enggak ada parmalim yang tinggal di situ. Terus kami diganggu.
Dilempari batu lah...”
(Komunikasi Personal, 15 Oktober 2011)

67
Universitas Sumatera Utara

Selain masyarakat, sistem yang berlaku di pemerintah juga memberikan
kesulitan tersendiri bagi para parmalim. Saat pengurusan surat-surat, beberapa
instansi pemerintah meminta parmalim untuk mendaftarkan agamanya sesuai
dengan agama yang diakui. Hal ini membuat para parmalim merasa diperlakukan
secara tidak adil. Salah satunya adalah Bapak Budi, salah seorang parmalim di
kota Medan. Bapak Budi mempertanyakan mengapa pada saat pemilihan presiden,
agama mereka tidak dipermasalahkan, tetapi pada saat mengurus surat-surat
mereka malah disuruh berbohong. Hal ini terlihat dari pernyataan pak N berikut :

“Kok Cuma kami (parmalim) „gak diakuin? Pas mo pemilihan Presiden
„gak da persyaratan agama tertentu yang bisa milih. Kok kalo ngurus surat
dan lain-lain kami „gak diakuin? Kar‟na itu harus masuk ke salah satu
agama yang diakuinlah.”
(Komunikasi personal, 15 Oktober 2011)

Menurut Bapak Budi, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para parmalim
memberikan berbagai reaksi dari para parmalim. Ada yang tetap mengosongkan
agama mereka di catatan pemerintahan dan beribadah sesuai aturan ugamo Malim.
Beberapa orang memilih untuk mendaftarkan diri mereka di kantor pemerintahan
dengan menggunakan salah satu dari enam agama yang diakui oleh pemerintah,
walaupun dalam kenyataannya mereka masih menjadi seorang parmalim.
Misalnya saja, dengan mengaku mendaftarkan dirinya di kantor pemerintahan
sebagai seorang penganut agama Kristen namun tetap beribadah sebagaimana
seharusnya yang dilakukan seorang parmalim. Hal ini terlihat dari pernyataan
berikut.
“Kalo amang (menyebutkan dirinya sendiri dalam bahasa Batak) sama
keluarga amang di KTP masuk agama Kristen.”
(Komunikasi Personal, 15 Oktober 2011)


68
Universitas Sumatera Utara

Beberapa parmalim memilih jalan lain untuk menyesuaikan diri dengan
kesulitan yang mereka alami, yaitu dengan menjadi penganut salah satu agama
yang diakui di Indonesia. Diketahui dari komunikasi personal dan dalam interaksi
dengan warga parmalim, penulis mengetahui bahwa dengan melakukan konversi
agama, masyarakat di sekitarnya tidak akan memandang mereka (para parmalim)
secara negatif. Mereka tidak akan dinilai menganut aliran sesat lagi.
Hal yang dilakukan oleh para parmalim ini disebut dengan konversi agama.
Konversi agama didefinisikan sebagai perubahan. Paloutzian (1996) mengatakan
bahwa konversi agama merupakan perubahan kepercayaan yang mempengaruhi
kerangka hidup individu. Perubahan tersebut dapat mengubah individu dari satu
kelompok ke kelompok lain, dari satu kepercayaan ke kepercayaan yang lain.
Penido (dalam Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama
mengandung dua unsur, yaitu unsur dari dalam diri (endogenous origin) dan unsur
dari luar (exogenous origin).
Unsur dari dalam diri (endogenous origin) merupakan proses perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Seorang individu dapat
mempertanyakan apakah agama yang dianutnya sejak kecil telah memiliki
“kepastian keselamatan.” Unsur dari luar (exogenous origin) merupakan proses
perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai
kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan, misalnya saja pernikahan.
Unsur pernikahan menjadi alasan yang lebih banyak digunakan oleh orang-orang
untuk melakukan konversi agama.

69
Universitas Sumatera Utara

Unsur dari luar (exogenous origin) lebih sering mendorong seorang
parmalim berpindah menjadi penganut salah satu agama yang diakui oleh
pemerintah. Mereka tidak tahan dengan kesulitan-kesulitan yang dialami mereka
saat menganut ugamo Malim. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Surya yang
mengatakan bahwa beberapa parmalim yang berpindah agama karena tidak tahan
menjadi seorang parmalim dan malu mengakui bahwa mereka seorang parmalim.
Hal ini terlihat dari pernyataan berikut.
“Ya ada juga lah dek yang pindah ke agama lain. Kayak mana lah mereka
„gak tahan. Jadi maunya yang gampang aja, pindah agama. Biasanya
mereka yang kayak gitu juga „gak ngerti bagaimana Ugamo Malim itu
sendiri. Malu mereka bilang sama orang-orang kalo mereka Parmalim.
Jadi itu lah…pindah ke (agama) yang lain.”
(Komunikasi Personal, 5 Mei 2012)

Masalah-masalah yang dialami oleh parmalim membuat beberapa dari
mereka berpindah agama atau mengganti agama mereka dalam berkas-berkas
kependudukan mereka. Namun, hal yang berbeda dilakukan oleh pak Ucok. Pak
Ucok berpindah agama dari Kristen Protestan, salah satu agama yang diakui oleh
pemerintah, menjadi seorang parmalim. Pak Ucok resmi menjadi seorang
parmalim sejak tahun 2004. Saat itu Pak Ucok bekerja sebagai sopir bus antardaerah. Pak Ucok mengatakan bahwa pada awalnya ia adalah seorang Kristen
yang taat. Ia sering membaca Alkitab. Setelah beberapa lama membaca Alkitab,
pak Ucok menemukan beberapa hal yang mengganjal hatinya. Ia merasa bingung,
kenapa hal yang dilakukan oleh orang Kristen selama ini berbeda dengan ajaran
yang tertulis di dalam Alkitab.
“Dulu saya rajin baca Alkitab. Paling rajin saya baca Alkitab. Setelah saya
baca-baca, saya menemukan kejanggalan-kejanggalan. Saya lihat ada yang

70
Universitas Sumatera Utara

berbeda antara yang saya baca di Alkitab dengan yang kami lakukan
selama ini.”
(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Pak Ucok mengatakan bahwa orang Kristen kurang melakukan hal-hal yang
tertulis di dalam Perjanjian Lama dalam Alkitab, misalnya saja dalam hal
makanan. Pak Ucok mengatakan bahwa dalam Alkitab jelas tertulis bahwa Tuhan
melarang bangsa Israel memakan beberapa makanan (misalnya daging babi,
hewan berdarah panas, dan sebagainya), namun kenyataannya ia melihat bahwa
orang Kristen memakan semua jenis makanan.
“Saya baca Perjanjian Lama. Di situ kan dikatakan bahwa Tuhan melarang
bangsa Israel untuk memakan daging babi, hewan berdarah panas. Tapi
kok sekarang semua orang Kristen makan semua makanan itu? Saya lihat
kebanyakan mereka kurang melakukan yang diajarkan dalam Perjanjian
Lama. Padahal kan Perjanjian Lama bagian dari Alkitab juga kan?”
(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Pak Ucok mengatakan bahwa semakin ia membaca Alkitab, semakin banyak
ia menemukan ketidak-sesuaian antara ajaran di dalam Alkitab dengan perilaku
orang-orang Kristen. Hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan, namun Pak
Ucok masih menyimpan pertanyaan tersebut dalam hatinya. Ia tidak menanyakan
hal-hal tersebut kepada para pemimpin di Gerejanya.
“Makin saya baca Alkitab, semakin banyak pertanyaan dalam hati saya.
Cuma pertanyaan-pertanyaan itu masih saya simpan saja dalam hati saya.
Saya pikir, nanti saja saya tanyakan hal ini.”
(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Berbagai pertanyaan yang ada di dalam hatinya belum juga ditanyakan pak
Ucok sampai ia mengenal bu Wati. Bu Wati adalah tetangga baru pak Ucok yang
menganut ugamo Malim. Pak Ucok dan istrinya kerap berbincang-bincang dengan

71
Universitas Sumatera Utara

bu Wati seputar ugamo Malim. Ia pun perlahan-lahan mulai memahami ajaran
ugamo Malim.

“Belum sempat saya tanyakan pertanyaan-pertanyaan saya ini, datanglah
bu Wati di dekat rumah kami. Kebetulan dia pramalim. Jadi seringlah kami
cerita-cerita tentang parmalim.“
(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)

Pak Ucok mengatakan bahwa setelah ia mendengar penjelasan mengenai
ajaran ugamo Malim dari tetangganya, Ibu Wati. Pa Ucok kemudian merasa
tertarik untuk menjadi seorang parmalim. Ia merasa ajaran-ajaran dalam ugamo
Malim sesuai (lebih sesuai) dengan apa yang selama ini diyakininya. Ia
mengatakan bahwa ia merasa Roh Tuhan datang kepadanya dan menyuruhnya
untuk menjadi seorang parmalim.
“Setelah saya mendengar penjelasan bu Wati, saya merasa ajaran ini
benar. Hal yang selama ini saya baca di Alkitab juga dilakukan oleh
parmalim. ya terbuka aja hati saya. Kurasa Roh Tuhan datang sama saya
dan menyuruh saya masuk menjadi pa rmalim”
(Komunikasi Personal, 27 Maret 2013)
Jika dikaitkan dengan pernyataan Penido (dalam Ramayulis, 2002),
pengalaman Pak Ucok berpindah agama menjadi seorang parmalim dikarenakan
unsur dalam dirinya (endogenos origin). Ia meragukan keselamatan yang ada di
dalam agama Kristen sehingga ia ingin berpindah agama menjadi seorang
parmalim. Hal ini tidak dipengaruhi oleh tekanan dari luar dirinya, tetapi murni
dari dalam hatinya.
Janis (1987) menyatakan bahwa pada saat seseorang akan melakukan suatu
tindakan, maka orang tersebut akan melewati proses pengambilan keputusan. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Svenson & Verplaken (dalam Svenson et al, 1997)

72
Universitas Sumatera Utara

yang menyatakan bahwa beberapa keputusan bisa saja keputusan yang dianggap
kurang penting yang hanya membutuhkan sedikit pemikiran, sebaliknya ada
keputusan-keputusan yang dianggap penting yang membutuhkan pemikiran aktif
untuk mencapai hasil yang memuaskan. Suatu keputusan dianggap penting karena
berbagai alasan, di antaranya materi yang harus dikeluarkan dan konsekuensi dari
keputusan tersebut. Selain itu, suatu keputusan juga akan dianggap penting jika
berkaitan dengan opini tertentu atau nilai-nilai emosional dari si pengambil
keputusan Dapat disimpulkan bahwa bagi seorang individu, keputusan untuk
berpindah agama merupakan keputusan yang penting karena keputusan tersebut
melibatkan nilai-nilai emosional seorang individu. Selain itu, keputusan tersebut
akan menimbulkan berbagai opini dari orang-orang di sekelilingnya.
Lebih lanjut Janis (1987) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan proses
pengambilan keputusan, yaitu: Appraising the Challenge, Surveying Alternatives,
Weighing Alternatives, Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite
Negative Feedback. Kelima tahapan pengambilan keputusan akan menunjukkan

suatu proses yang unik dari tiap tahapan. Proses yang terjadi dari satu tahapan ke
tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi negatif dan positif yang mungkin
terjadi dari setiap pilihan jawaban (Janis & Mann, 1977).
Selama proses pendalaman permasalahan penelitian, penulis menemukan
sebuah kasus proses pengambilan keputusan untuk berpindah agama yang selain
penting namun juga unik yang dialami oleh Ibu Ani. Selain berasal dari penganut
agama resmi yang diakui (agama Kristen) menjadi agama penghayat yang masih
sering diperlakukan secara tidak adil, ibu Ani membawa serta seluruh keluarganya

73
Universitas Sumatera Utara

(suami dan kelima anaknya) – melalui proses yang panjang – akhirnya menjadi
parmalim.
Berangkat dari pemaparan di atas, peneliti tertarik dan memfokuskan arah
penelitian ini berdasarkan suatu kasus yang menyangkut kehidupan seorang
parmalim yang bernama Ibu Ani. Bu Ani telah menjadi seorang parmalim sejak
tahun 2004. Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan
keputusan bu Ani menjadi seorang parmalim, mengingat ada banyak kesulitan
yang akan dialami oleh bu Ani bila ia menjadi seorang parmalim. Di saat banyak
parmalim yang memilih untuk berpindah menjadi penganut agama yang diakui
pemerintah, bu Ani malah memilih untuk menjadi seorang parmalim dengan
semua resiko yang telah menunggunya. Penulis meminta kesediaan subjek pada
waktu perkenalan, dan subjek setuju untuk diwawancarai lebih lanjut. Peneliti
berharap akan tergali banyak informasi, sehingga dapat menambah informasi dan
menjadi sesuatu yang bermanfaat.

b. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan dalam
penelitian adalah sebagai berikut, ”Bagaimana proses pengambilan keputusan
menjadi seorang parmalim?”

c. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses
pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim.

74
Universitas Sumatera Utara

d. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi sosial, khususnya
bagi indigeneous psychology.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang
Psikologi Sosial, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
penunjang penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai proses pengambilan keputusan menjadi seorang
parmalim. Selain itu peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi bahan
masukan kepada orang-orang yang hendak melakukan konversi agama
sehingga mereka mengetahui pertimbangan yang perlu mereka sebelum
lakukan memutuskan melakukan konversi agama. Terlebih bagi orang-orang
yang akan melakukan konversi agama ke aliran kepercayaan.

e. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, dimana pada setiap bab dapat dibagi
menjadi sub-sub jika dianggap perlu. Sistematika penulisan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

75
Universitas Sumatera Utara

Bab I:

Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta diakhiri dengan
sistematika penulisan dari penelitian ini.

Bab II:

Landasan Teori
Bab ini akan menguraikan landasan teoritis yang bersumber dari
literatur dan pendapat para ahli/ pakar yang dapat digunakan sebagai
landasan berpikir dalam pembahasan penelitian ini. Teori-teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah definisi pengambilan keputusan,
teori proses pengambilan keputusan, pertimbangan dalam pengambilan
keputusan, teori sejarah ugamo Malim serta sistem kepercayaan ugamo
Malim.

Bab III:

Metode Penelitian
Dalam bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian kualitatif, karakteristik
subjek penelitian dan lokasi penelitian, metode pengumpulan data,
teknik pengambilan sampel, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas
(validitas) penelitian, prosedur penelitian serta teknik dan proses
pengolahan data.

76
Universitas Sumatera Utara

Bab IV: Analisa Data dan Hasil Analisa Data
Bab ini menguraikan mengenai hasil analisa data wawancara yang
berupa analisa data partisipan yang meliputi kondisi kondisi awal
partisipan mengenal ugamo Malim serta proses pengambilan keputusan
partisipan menjadi seorang parmalim.

Bab V:

Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan dan saran mengenai proses
pengambilan keputusan menjadi seorang parmalim. Kesimpulan
berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan. Saran berisi
saran-saran praktis sesuai dengan masalah-masalah penelitan serta
saran-saran metodologis untuk menyempurnakan penelitian lanjutan.

77
Universitas Sumatera Utara