Gambaran Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim (Sebuah Tinjauan Studi Kasus)

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengambilan Keputusan
1. Definisi Pengambilan Keputusan
Salusu (2004) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan
suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang sesuai dengan
situasi.
Morgan (1986) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan
salah satu jalan dari penyelesaian masalah, dimana kita dihadapkan dengan
berbagai pilihan yang harus kita pilih. Menurut Baron & Byrne (2005),
pengambilan

keputusan

merupakan

tindakan

menggabungkan


dan

mengintegrasikan informasi yang ada untk memilih satu dari beberapa
kemungkinan tindakan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan
adalah suatu proses penyelesaian sesuatu yang melibatkan beberapa alternatif
yang harus dipilih yang bertujuan untuk menyelesaikan sebuah masalah.

2. Proses Pengambilan Keputusan
Janis dan Mann (1979) menyusun tahapan pengambilan keputusan yang
berdasar pada penelitian terhadap orang-orang yang secara hati-hati mengevaluasi
berbagai pilihan dan alternatif dalam menghadapi pengambilan keputusan yang
cukup sulit. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

78
Universitas Sumatera Utara

1. Tahap 1: Menilai informasi atau masalah (appraising the challenge)
Pada tahap ini, individu diterpa dengan berbagai informasi. Individu akan
mengalami konflik sementara (personal temporary crisis), yang mempengaruhi

perilaku individu untuk bertahan dengan keyakinan lamanya atau berubah.
Informasi benar-benar efektif untuk mendorong langkah yang menuju pada
pengambilan keputusan yang baru, haruslah cukup kuat untuk mempengaruhi
individu bahwa ia akan mengalami hal yang serius atau tidak akan dapat mencapai
tujuannya jika ia tidak mengambil tindakan.
2. Tahap 2: Mensurvei alternatif (surveying alternatives)
Setelah kepercayaan individu terhadap kebijakan atau pemikiran lamanya
diguncang oleh informasi baru, individu merasa ada konsekuensi negatif jika tidak
mengambil tindakan. Individu mulai memfokuskan perhatian pada satu atau lebih
pilihan-pilihan lain. Individu mulai mencari didalam memorinya berbagai
alternatif tindakan dan meminta saran atau informasi dari orang lain.
3. Tahap 3: Menimbang alternatif (weighing of alternatives)
Individu sekarang menuju pada analisis dan evaluasi yang lebih dalam
dengan berfokus pada sisi positif dan negatif pada tiap alternatif yang lolos
sampai ia merasa yakin untuk memilih satu yang sesuai dengan tujuannya.
4. Tahap 4: Menyatakan komitmen (deliberating about commitment)
Setelah secara tertutup memutuskan akan mengambil tindakan baru, individu
mulai membicarakan dengan hati-hati mengenai penerapan keputusan tersebut dan
menyampaikan niatnya pada orang lain.


79
Universitas Sumatera Utara

5. Tahap 5: Bertahan dari feedback negatif (adhering despite negative feedback)
Individu yang merasa senang dan nyaman dengan keputusan baru yang
diambil tanpa ada keragu-raguan. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan
tahapan pertama, dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi
yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah
permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima
menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah
sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada
pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan,
pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia
pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya.
Mengenai jalannya proses pengambilan keputusan, Harris (1998)
menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses yang non
linier dan recursive (berulang), artinya proses pengambilan keputusan tidak
selamanya melalui suatu aliran yang konstan. Sebaliknya, kebanyakan keputusan
dibuat setelah melalui pertimbangan berulang-ulang dan bolak-balik. Tahapan
tertentu akan dilalui dalam waktu singkat sementara tahapan lain akan

memerlukan waktu yang lebih lama dan pertimbangan yang lebih kompleks

80
Universitas Sumatera Utara

Bagan Tahapan Pengambilan Keputusan

Tahap 1: Appraising the
Chalenge
Apakah dampak yg didapat
jika tidak berubah? Apakah
dampak tersebut serius?

Tahap 2: Surveying
Alternatif
Mencari alternatif2, mencari
informasi sehubungan
dengan alternatif yg ada

Tahap 4: Deliberating about

Commitment
Memilih alternatif yang
dianggap plg baik dan
memberitahukan pada orang
lain mengenai keputusannya
tersebut

Tahap 5: Adhering Despite (-)
Feedback
Menghadapi umpan balik negatif
yg diberikan oleh orang-orang di
sekitarnya

Tahap 3: Weighing
Alternatives
Menimbang alternatif
mana yg terbaik? Dampak
apa yg timbul jika
alternatif tersebut dipilih?


Gambar 1.

81
Universitas Sumatera Utara

3. Konflik dalam Pengambilan Keputusan
Janis & Mann (1977) menyatakan bahwa pada umumnya individu
akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting.
Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam
mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflikkonflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak
tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan keputusan yang dibuat. Simptom
yang akan muncul bisanya adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian,
dan tanda-tanda stres ketika keputusan sudah ditetapkan.
Berdasarkan gambaran tersebut, metode yang dinilai efektif dalam
mengambil keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model.
Metode ini dinilai dapat melihat segala konskuensi yang mungkin terjadi ketika
suatu pengambilan keputusan dilakukan.

Metode ini


digunakan

untuk

menggambarkan konflik awal yang memicu seseorang melakukan proses
pengambilan keputusan.
Selain itu, metode ini juga mencakup tiga hal besar yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Ketiga hal tersebut adalah:
1.

Antecendent condition
Kondisi ini adalah setiap kejadian-kejadian yang mendahului terjadinya
proses pengambilan keputusan. Variabel yang sangat mempengaruhi
adalah komunikasi individu. Melalui komunikasi, seseorang akan
mendapatkan pengetahuan, peringatan, atau informasi lain yang relevan
dengan keputusan yang diambil.

82
Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor lainnya yang juga akan mempengaruhi adalah faktor
situasional, kepribadian dan karakteristik-karakteristik lainnya.
2.

Mediating Process
Merupakan proses dimana individu dihadapkan pada dua pilihan yang
saling bertentangan serta memunculkan konskuensi yang bertentangan
pula.

3.

Consequencess
Setiap pilihan yang diambil pada mediating process akan menuju kepada
consquencess. Jika jawaban-jawaban yang diberikan negatif, maka
individu akan mengalami unconflicted adherence, unconflicted change,
defensive avoidance dan hypervigilance. Jika jawaban-jawabannya positif,
maka yang akan terjadi adalah vigilance, dimana ia akan sangat hati-hati
dan penuh pertimbangan dalam mengambil langkah.
Proses pengambilan keputusan akan menunjukkan kondisi-kondisi


yang terjadi sebelumnya, kemudian proses apa yang akan muncul serta apa yang
menjadi akibatnya. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk meneliti
dan menganalisa setiap jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan
di tiap proses yang terjadi. Jawaban tersebut pada akhirnya akan mengarahkan
pengambil keputusan pada sebuah keputusan akhir. Janis & Mann (1977)
kemudian mengajukan sebuah model conflict-theory dalam pengambilan
keputusan yang dapat diaplikasikan pada berbagai jenis situasi. Bagannya adalah
sebagai berikut :

83
Universitas Sumatera Utara

Antecedent Conditions

Mediating Process

Consequences

START
Challenging Negative

Feedback or Opportunity

No
Additional
Information about
Losses from
Continuing
Unchanged

Q1
Are the Risk
Serious if I
Don‟t Change

Unconflicted
Adherence

Maybe or Yes

No


Q2
Are the Risk
Serious if I Do
Change

Information about
Losses from Changing

Unconflicted
Change

Maybe or Yes

END
Incomplete Search
Appaisal and
Contingency Planning
Q3
Is It Realistic to
Hope a Better
Solutions

No

Q4
Is There
Sufficient Time to
Search and
Deliberate

No

Sign of More
Information Available
and of Unused
Resources

Defensive
Avoidance

Maybe or Yes

Information about
Deadline and Time
Pressures

Gambar 2.

Maybe or Yes

Hypervigilance

Vigilance

END
Thorough Search Appraisal
and Contingency Planning

4. Pertimbangan dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan pada dasarnya melibatkan berbagai macam
pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1977) pertimbangan-pertimbangan dalam
proses pengambilan keputusan dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

84
Universitas Sumatera Utara

1. Pertimbangan-pertimbangan utilitarian, yaitu pertimbangan yang berhubungan
dengan manfaat dari suatu keputusan. Pertimbangan utilitarian terdiri dari:
a. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, di dalamnya
mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi
pengambil keputusan. Misalnya: apakah dengan menjadi parmalim subjek
akan merasa hidupnya lebih baik atau tidak dibandingkan sebelumnya.
b. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal
yang diantisipasi akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant
others. Misalnya: hal-hal apa yang akan terjadi dengan keluarga jika
berpindah agama.
2. Pertimbangan-pertimbangan non utilitarian, yaitu pertimbangan lain yang tidak
termasuk dari manfaat atau kegunaan suatu keputusan. Pertimbangan non
utilitarian ini terdiri dari :
a. Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri (self approval dan disapproval),
termasuk di dalamnya emosi, perasaan dan harga diri seseorang. Misalnya :
akankah status sosial akan menjadi lebih baik atau malah lebih buruk.
b. Penerimaan dan penolakan dari orang lain (approval and disapproval by
significant others), termasuk di dalamnya kritik dan penghargaan yang akan
diberikan orang lain sehubungan dengan alternatif yang dipilih. Misalnya:
penerimaan keluargaku dan anak-anakku apakah akan mendukung atau
menolak keputusan yang diambil.

B. Ugamo Malim

85
Universitas Sumatera Utara

1. Sejarah Lahirnya Ugamo Malim
Gultom (2010) menjelaskan sejarah lahirnya agama Malim seperti berikut.
Beberapa ratus tahun sebelum agama Islam dan Kristen datang ke Tanah Batak
dan sebelum agama Malim resmi ada, kepercayaan dan keagamaan Batak sudah
mulai ada. Menurut kepercayaan agama Malim, ajaran keagamaan tersebut
dibawa utusan Debata Mulajadi Nabolon. Utusan Debata yang membawa ajaran
keagamaan ini dinamakan malim Debata.
Ada empat orang yang tecatat sebagai malim yang diutus Debata khusus
kepada suku bangsa Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulosi, Raja Sisingamaraja,
dan Raja Nasiakbagi. Keempat orang malim Debata ini diyakini sebagai manusia
yang terpilih dari tengah-tengah suku bangsa Batak. Mereka diutus untuk
membawa berita keagamaan kepada suku bangsa Batak secara bertahap selama
kurun waktu kurang lebih empat ratus tahun.
Akan tetapi pada masa Raja Uti, Simarimbulosi dan Sisingamaraja, ajaran
keagamaan tersebut belum dibungkus dalam sebutan nama agama. Ajaran ini
hanya sebuah bentuk kepercayaan yang di dalamnya terdapat amalan-amalan
(ritual-ritual) sebagai sarana tali penghubung antara manusia dengan Debata.
Pada masa Sisingamaraja XII, penjajah Belanda mulai datang di Tanah
Batak. Peperangan berlangsung selama tiga puluh tahun, yang disebut dengan
perang Batak. Dalam suatu penyerbuan ke tempat persembunyiannya,
Sisingamaraja XII ditembak mati oleh pasukan Belanda. Akan tetapi, menurut
kepercayaan agama Malim, Sisingamaraja tidak meninggal, karena setelah
beberapa lama setelah penembakan tersebut, muncul seorang yang bernama Raja

86
Universitas Sumatera Utara

Nasiakbagi. Belakangan dipercayai bahwa Raja Nasiakbagi tersebut sebenarnya
Sisingamaraja yang diyakini telah mengubah namanya.
Pada suatu ketika, Raja Nasiakbagi memberikan arahan kepada muridmuridnya. Dalam pertemuan tersebut dia berkata: “malim ma hamu” (malimlah
kalian). Dengan adanya pengarahan ini, maka sejak itu pulalah ajaran yang
dibawanya resmi dan populer disebut sebagai agama Malim.

2. Sistem Kepercayaan Ugamo Malim
Salah satu unsur dalam struktur agama ialah kepercayaan kepada Tuhan
atau kuasa supernatural. Kepercayaan ini merupakan dasar dalam satu bangunan
agama termasuk dalam setiap melakukan ritual agama. Dalam agama malim
terdapat kepercayaan kepada supernatural seperti kepercayaan kepada Tuhan atau
dewa-dewa yang kesemuanya disebut si pemilik kerajaan Malim di Banua
Ginjang. Selain itu, terdapat pula keberadaan para utusan Tuhan Debata (nabi)
yang diyakini sebagai perantara dalam membawa agama itu. Dalam istilah Malim,
semua utusan Debata ini dinamakan malim Debata yang disebut juga si pemilik
kerajaan Malim di Banua Tonga. Selain itu ada juga kepercayaan kepada ruh-ruh
yang tugasnya adalah sebagai pembantu Debata dalam urusan tertentu. Ruh-ruh
yang dimaksud adalah habonaran. Para habonaran ini secara operasional bertugas
untuk mengamati semua kelakuan manusia sekaligus member nasihat melalui
“gerak hati” manusia.

87
Universitas Sumatera Utara

a. Kepercayaan kepada Si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon
Malim) di Banua Ginjang
Secara harafiah istilah harajaon dalam bahasa Batak sama maknanya
dengan kerajaan dalam bahasa Indonesia, sedangkan istilah parhotap bisa
diterjemahkan dengan “si pemilik” atau “yang punya bagian”. Sementara malim
dalam istilah bahasa Batak, selain menunjuk pada sebuah agama di Tanah Batak,
malim juga mempunyai makna yang sangat luas. Bergantung pada konteks
pemakaiannya, istilah malim bisa bermakna suci dan suruhan Debata (nabi).
Selanjutnya, yang dimaksud dengan kerajaan malim Banua Ginjang adalah
keraaan yang ada hubungannya dengan dimensi keagamaan. Menurut agama
Malim, sumber wujudnya sesuatu agama dapat dipastikan berasal dari si pemilik
kerajaan malim yang berkedudukan di Banua Ginjang. Agama apapun yang ada di
permukaan bumi ini dipercayai tidak satu pun yang tidak berasal dari sana. Oleh
karena itu, agama Malim adalah agaa yang khusus diturunkan kepada suku bangsa
Batak yang dipercayai bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon. Agama ini
diserahkan melalui para malim (utusan atau nabi) yang berdian di Banua Tonga.
Dari sanalah semua asal ajaran itu ada yang kemudian oleh malim Debata
disampaikan kepada umat manusia di Banua Tonga (bumi).
Menurut kepercayaan agama Malim, sebelum manusia diciptakan Debata
melalui tangan Deakparujar sesungguhnya kerajaan Malim itu sudah lebih dulu
ada di Banua Ginjang. Kemudian Debata menciptakan dewa-dewa lainnnya dan
mengangkat mereka sebagai pembantunya sekaligus mengikutsertakan mereka
dalam barisan si pemilik kerajaan malim di Banua Ginjang. Adapun nama-nama

88
Universitas Sumatera Utara

dewa yang dimaksudkan itu ialah Debata Natolu, Siboru Deakparujar,
Nagapadohaniaji, dan Siboru Sanianganga.
Dalam agama Malim, asas untuk mempercayai semua “si pemilik kerajaan
Malim di Banua Ginjang” ini bukanlah bersumber dari sebuah kitab suci,
melainkan merujuk kepada bunyi tonggo-tonggo (doa-doa) yang disusun oleh
Raja Nasiakbagi. Melalui doa-doa itulah para penganut agama Malim mengimani
sekaligus menjadikannya sebagai referensi dalam melaksanakan berbagai ritual
keagamaan.
Secara bentuk teologi, agama Malim ini boleh dikatakan monoteisme
campuran. Di samping memiliki keprecayan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu
Debata Mulajadi Nabolon, agama ini juga mengajarkan adanya kepercayaan
kepada kuasa supernatural lainnya yaitu sejenis dewa-dewa. Tetapi dewa-dewa ini
bukanlah disebut dewa yang mahatinggi atau dewa yang sama derajatnya dengan
Debata Mulajadi Nabolon. Mereka adalah ciptaan Debata yang fungsinya hanya
sebagai pembantuNya semata dan bukan penentu dala alam semesta. Walaupun
begitu, dalam kepercayaan agama Malim dewa-dewa itu wajib dihormati dan
disembah melalui upacara agama.
1. Debata Mulajadi Nabolon
Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Malim adalah Debata Mulajadi Nabolon
yang dalam bahasa Batak bermakna Debata yang “maha awal” dan “maha besar”.
Dialah Tuhan yang memiliki sifat maha pencipta, maha menjadikan, mahakuasa
dan awal mula dari segala yang ada. Tidak ada dari segala yang ada itu yang tak
bermula dari padanya. Untuk mencari hakikat keberadaanNya sebagai Tuhan yang

89
Universitas Sumatera Utara

maha segala-galanya, tidaklah bisa dengan hanya mengandalkan kerja akal pikiran
manusia, tetapi mestilah berasaskan kepada kepercayaan dan keyakinan manusia.
Mempercayai wujudNya wajib bagi setiap penganut agama Malim, karena Dialah
pencipta alam semesta dan si pemilik utama kerajaan, baik kerajaan malim yang
ada di Banua Ginjang maupun kerajaan Malim di Banua Tonga. Walaupun dasar
kepercayaan itu tidak bersumber dari sebuah kitab suci seperti halnya pada
agama-agama besar lainnya, namun kepercayaan itu tetap bersemayam dan hidup
dalam hati sanubari masing-masing penganut agama Malim. Hal ini tergambar
pada waktu melakukan upacara agama dimana semua peserta senantiasa memuji
dan memuja Tuhan Debata Mulajadi Nabolon. Debata adalah objek yang dituju
dalam segala persembahan sekaligus yang berkuasa mengabulkan segala bentuk
permohonan manusia.
2. Debata Natolu
Debata Natolu (Debata yang Tiga) adalah nama kesatuan dari dewa yang tiga
yaitu, Dewa Bataraguru, Sorisohaliapan, dan Balabulan. Ketiga dewa ini disebut
sebagai dewa yang pertama dijadikan setelah Banua Ginjang beserta isinya
diciptakan oleh Debata Mulajadi Nabolon. Mereka masing-masing deberi tugas
dan mandat oleh Debata untuk memberikan pemberkatan kepada manusia dala arti
luas. Mereka adalah sumber dari segala yang diperlukan manusia di Banua Tonga
(bumi) supaya manusia dapat hidup dengan sejahtera.
Tugas Bataraguru adalah sebagai tempat bertanya manusia tentang segala
yang berkaitan dengan uhum (hukum) dan harajaon (kerajaan). Dari dialah
sumber karisma kerajaan (sahala harajaon) bagi manusia di dunia. Artinya

90
Universitas Sumatera Utara

siapapun yang dipilih dan diangkat sebagai raa dalam arti pemerintahan ataupun
sebagai kepala negara di setiap bangsa, maka dari dialah turunnya karisma
kerajaan tersebut. Intinya, dialah sebagai perpanjangan tangan Debata Mulajadi
nabolon dalam memberikan hukum dan jabatan kerajaan.
Tugas dewa Sorisohaliapan adalah untuk menurunkan ajaran hamalimon
(keagamaan) kepada manusia di bumi. Menurut kepercayaan Malim, dia adalah
asal mula pangurason (air suci), parsuksion (pensucian), haiason (kebersihan),
parsolamon (perilaku yang suci), dan hamalimon (kesalehan). Dan yang lebih
penting lagi disebutkan bahwa dari dialah sumber ajaran agama Malim yang
diturunkan kepada umat manusia melalui manusia yang terpilih yang disebut
dengan malim Debata (nabi) di Banua Tonga. Seperti Sisingamangaraja di tanah
Batak, di samping dia sebagai seorang raja dalam pollitik, tapi dia juga dipercayai
sebagai utusan Debata yang menerima ajaran-ajaran agama dari Sorisohaliapan
untuk disampaikan kepada umatnya.kedudukan dewa Sorisohaliapan sebagai
sumber ajaran agama bukan hanya berlaku untuk agama Malim, tetapi juga
berlaku untuk agama-agama lain. Maknanya, agama apapun dan siapapun nabi
yang membawa agama itu dipermukaan bui ini dipercayai berasala dari
Sorisohaliapan.
Kepercayaan Malim secara tegas menyatakan bahwa agama-agama yang ada
di bumi ini adalah bersumber dari yang satu yaitu Debata Mulajadi Nabolon dan
melalui pembantuNya Sorisohaliapan. Agama ini diturunkan kepada semua umat
manusia yang berlainan suku dan bangsa melalui seorang utusanNya atau
NabiNya yang diangkat dari masing-masing suku bangsa itu sendiri. Dengan

91
Universitas Sumatera Utara

demikian secara tidak langsung ajaran agama Malim bukanlah berarti tidak
mengakui keberadaan agama lain. Bahkan tidak pernah mengklaim bahwa agama
Malim inilah satu-satunya agama yang benar dan terbaik apalagi mengklaim satusatunya agama yang diterima Debata. Agama malim menganggap bahwa semua
agama itu sama yakni sama-sama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, hanya saja
agama-agama itu berbeda-beda tempat penurunanya, ajaran dan penganutnya.
Dewa yang ketiga adalah dewa Balabulan. Dewa ini bertugas memberikan
penerangan dan peramalan (panurirangon), ketabiban (hadatuon), dan kekuatan
(hagogoon) kepada manusia. Semua manusia yang memiliki kemampuan
panurirangon, hadatuon dan hagogoon dipercayai berasal dari Balabulan.
3. Siboru Deakparujar
Dalam kepercayaan agama Malim Deakparujar adalah salah satu dewa yang
wajib disembah. Dia juga dipercayai sebagai salah satu dewa yang ikut sebagai si
pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Dewa Deakparujar adalah satu-satunya
dewa yang mendapat kuasa untuk menciptakan Banua Tonga (bumi) ini.
4. Nagapadohaniaji
Dewa Nagapadohaniaji juga merupakan salah satu dewa yang ikut dalam
kelompok si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang. Oleh Debata Mulajadi
Nabolon, dia diberi tugas atau kekuasaan untuk memelihara Banua Tonga.
Kepadanyalah diberikan segala tugas yang berhubungan dengan pengelolaan bumi
dan segala yang berkaitan dengan keperluan kesejahteraan manusia. Meskipun
tidak begitu jelas dan terperinci apa-apa saja kuasa yang diberikan kepadanya,

92
Universitas Sumatera Utara

namun agama Malim mempercayai bahwa segenap kemakmuran yang bersumber
dari bumi ini berasal dari tanan Nagapadohaniaji.
5.

Siboru Sanianganga

Dewa Siboru Sanianganga termasuk dewa yang sama kedudukannya dengan
dewa-dewa lainnya yaitu sama-saa si pemilik kerajaan Malim di Banua Ginjang.
Sanianganga adalah putrid Bataraguru dan adik kandung dari Deakparujar. Dewa
ini diberkati Debata menjadi pembantunya yang bertugas menguasai segala
bentuk dan jenis air yang ada di bumi. Kepadanyalah diberi kuasa mengelola air
yang diperuntukkan kepada kepentingan manusia dan makhluk-makhluk lainnya.

b. Kepercayaan kepada si Pemilik Kerajaan Malim (Parhotap Harajaon
Malim) di Banua Tonga
Istilah harajaon dalam agama Malim berbeda pengertian dengan
pemahaman pada umumnya. Dalam pemahaman umum, istilah harajaon adalah
sebutan untuk sebuah Negara yang berbentuk kerajaan dimana yang memegang
kekuasaan dalam Negara itu adalah seorang raja. Sedangkan pemahaman dalam
agama Malim, harajaon bukanlah bermakna politik melainkan lebih kermakna
keagamaan. Sehubungan dengan hal ini, apabila kita menyebut “raja” dalam
konteks agama Malim, maka yang dimaksudkan bukanlah raja dalam arti
sesungguhnya yaitu seorang yang memimpin Negara, akan tetapi “raja” atau
pimimpin yang tugasnya sebagai pembawa agama. Jika dilihat dari segi tugas dan
peranannya, raja seperti ini lazim disebut dengan priest king. Oleh karena itu, raja
dalam agama Malim memiliki makana yang sangat tinggi dan sakral yang

93
Universitas Sumatera Utara

sentuhannya bukan hanya sebatas pembicaraan di dunia ini, tetapi menembuh
hingga Banua Ginjang sebagai sentral kerajaan Malim.
Dalam kepercayaan agama Malim, ada empat orang yang tercatat sebagai
raja atau malim Debata yang sengaja diutus Debata khusus kepad manusia suku
Batak, yaitu Raja Uti, Simarimbulubosi, Raa Sisingamangaraja, dan raja
Nasiakbagi. Keempat raja ini diyakini merupakan perpanjangan tangan Debata
untuk menyampaikan ajaran keagamaan kepada manusia suku Batak dengan
maksud supaya mereka berketuhanan (marhadebataon) dan beramal ibadat
(marhamalimon). Oleh karena merekalah yang diangkat untuk membawa dan
menyampaikan ajaran agama kepada suku Batak, maka merka pulalah yang
disebut sebagai parhotop harajaon malim (si pemilik kerajaan malim) di Banua
Tonga. Dengan demikian kerajaan Malim dapat diartikan kekuasaan dalam hal
membina dan mengelola sebuah agama khusus di Tanah Batak.
Dalam kepercayaan agama Malim dinyatakan bahwa semua agama yang ada
dipermukaan bumi diyakini bersumber dari kerajaan Malim yang berkedudukan di
langit (Banua Ginjang). Dari berbagai macam bentuk agama yang ada sejak dari
dahulu hingga sekarang, Debata mengutus secara periodik seorang manusia yang
terbaik dari kelompok suku bangsa itu untuk menyampaikan ajaran agama kepada
umatnya masing-masing.
Bagi agama Malim. Keempat nama malim Debata yang telah disebut di atas
semuanya dipercayai sebagai utusan Debata khusus untuk orang Batak. Para
malim Debata itu disebut juga dengan anak Debata (bukan makna yang
sesungguhnya karena sifat Debata itu bukan beranak dan diperanakkan seperti

94
Universitas Sumatera Utara

halnya terdapat pada makhluknya). Makna anak dalam konteks ini adalah tondi
(ruh) dan ruh inilah yang ditiupkan Debata kepada mereka sehingga sikap dan
perilaku mereka berbeda dengan manusia biasa. Yang paling penting lagi ialah
mereka bisa memegang amanah dan memiliki kemampuan dalam menyampaikan
ajaran agama kepada umat manusia. Berikut akan dikemukakan beberapa naa
yang termasuk malim Debata sekaligus sebagai si pemilik kerajaan Malim Banua
Tonga.
1. Raja Uti
Raja Uti bagi agama Malim dipercayai adalah seorang malim Debata yang
pertama diutus di Tanah Batak. Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Uti
memiliki sifat unik. Di dalam bunyi doa ia disebut “Uti na so ra mate” (Uti
yang tak mau mati). Maksudnya bahwa Raja Uti tidaka kan pernah mati
hingga akhir jaman. Dirinya dipercaya telah kembali keharibaan Debata
Mulajadi Nabolon.
Merujuk pada doa-doa, tugas Raja Uti disebut sebagai “perantara untuk
memohonkan supaya banyak rejeki, memperoleh anak yang membawa
marwah dan tuah”. Melalui dialah permohonan disampaikan untuk selanjutnya
dikuatkannya kepada Debata agar permohonan itu dapat dikabulkan.
2. Tuhan Simarimbulubosi
Dalam salah satu bunyi doa yang berkaitan dengan sifat ketuhanan yang elekat
pada diri Simarimbulubosi berbunyi “dibahen Debati doho artohonan Tuhan”.
Artinya, jika Debata memiliki kekuasaan atas segala-galanya, maka sebagian
dari kekuasaan Debata dimiliki oleh Simarimbulubosi. Oleh karena adanya

95
Universitas Sumatera Utara

pelimpahan sebahagian dari kuasa itu, melekatlah nama tambahan pada diri
Simarimbulubosi dengan nama Tuhan. Sifat ketuhanan yang melekat pada diri
Simarimbulubosi hanyalah sebagian dari kuasa yang dimiliki Debata. “Si
pemilik kearifan yang tidak ada bandingannya”, maksudnya ialah bahwa tidak
ada manusia yang lebih pandai, cerdik arif selain Simarimbulubosi.
3. Raja Na Opat Puluh Opat
Dalam kepercayaan agama Malim, Raja Na Opat Puluh Opat adalah salah satu
nama yang tercatat sebagai Malim atau utusan Debata. Kata “na opat puluh
opat” dalam Bahasa Batak bermakna : “yang empat puluh empat (44)”. Nama
itu bukanlah nama yang melekat pada satu orang manusia tetapi sebuah nama
yang disebut dengan nama “saguman” (kesatuan) atau nama kumpulan
beberapa orang manusia yang sudah memperoleh pemberkatan dari Debata
sebagai malim atau utusanNya. Namun keseluruhan utusan Debata itu tak
seorangpun warga parmalim yang mengetahui, kecuali Raja Nasiakbagi. Untuk
memahami keberadaan Raja Na 44 dalam kepercayaan Malim, Raja
Nasiakbagi hanya mengajarkan bahwa di permukaan bumi ini sunguh banyak
ragam agama yang diturunkan Debata kepada manusia dan demikian juga
orang yang membawa agama itu. Dari setiap suku bangsa, Debata mengangkat
orang yang terbaik menjadi malimNya untuk menyampaikan ajaran agama
kepada umat suku bangsanya masing-masing.

4. Raja Sisingamangaraja

96
Universitas Sumatera Utara

Dalam silsilah Batak, Raja Sisingamangaraja adalah keturunan dari Isumbaon
atau generasi kedelapan dari Siraja Batak. Dalam kepercayaan Malim,
Sisingamangaraja adalah utusan Debata yang membawa ajaran keagamaan
khusus kepada suku bangsa Batak. Berkaitan dengan sifat dan tugasnya, dalam
hal tertentu Sisingamangaraja berbeda dengan malim Debata sebelumnya.
Merujuk kepada bunyi doa-doa yang selalu dilafalkan dalam setiap upacara
agama, Sisingamangaraja disebut sebagai “singa” (pola) yang melampaui,
singa yang tidak boleh dilampaui, yang mengisbatkan adat istiadat,
mengisbatkan peraturan, mengisbatkan hokum kerajaan, yang memelihara
pintu hulu dan pintu hilir, yang mendoakan keselamatan, kekayaan anak dan
kekayaan harta bagi orang yang dirajainya.

5. Raja Nasiakbagi
Nama Nasiakbagi bukanlah nama pemberian sendiri, melainkan merupakan
nama yang yang melekat pada dirinya disebabkan kegetiran hidup yang
dialaminya. Nama tersebut melekat pada dirinya sesuai dengan kehidupan yang
dideritanya. Akibat penderitaan yang dialaminya selama berjuang melawan
Belanda dan menegakkan agama Malim akhirnya menjadi nama julukan
baginya.

c. Kepercayaan Kepada Habonaran

97
Universitas Sumatera Utara

Salah satu komponen dalam sistem kepercayaan agama Malim adalah
mempercayai adanya “habonaran”. Secara harafiah habonaran berarti kebenaran.
Namun dari segi kepercayaan Malim, habonaran adalah berwujud ruh atau tondi.
Dia adalah gaib, halus dan tidak dapat ditangkap panca indra manusia. Meskipun
tidak dapat dilihat dengan mata, namun bias dilihat dengan mata hati (roha)
manusia. Bagi agama Malim, habonaran adalah merupakan anak (na poso) atau
pesuruh Debata Mulajadi Nabolon yang bertugas dalam hal mambonarhon
(membenarkan) segala bentuk perilaku manusia di permukaan bumi ini. Di
samping itu, ia juga bertindak sebagai saksi, menjaga, melindungi dan juga
memberikan peringatan bagi manusia. Jumlah habonaran tidak dapat diketahui
dengan angka, namun dipastikan lebih banyak dari jumlah manusia yang ada di
bumi. Habonaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu habonaran yang ada di
Banua Ginjang dan habonaran di Banua Tonga.

d. Kepercayaan Kepada Sahala
Sahala mempunyai makna yang sangat luas. Menurut kepercayaan malim,
sahala adalah ruh suci yang bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon yang
diturunkan melalui Balabulan kepada seorang manusia yang terpilih. Oleh karena
itu, sahala tidak dapat dipelajari dan tidak dapat pula dipanggil untuk
memperolehnya, melainkan datang sendiri hinggap (maisolang) pada seorang
manusia tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Sahala itu ada yang
sifatnya menetap tinggal dan ada pula yang hanya sekadar singgah sekejap pada
diri seseorang. Wujud sahala adalah gaib, halus dan tidak dapat ditangkap oleh

98
Universitas Sumatera Utara

indera manusia dan tidak pula diketahui kapan masuk dan hingga pada diri
seorang manusia.

C. Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Seorang Parmalim
Ugamo Malim merupakan salah satu dari sekian banyak aliran
kepercayaan yang ada di Indonesia. Sama seperti aliran kepercayaan lainnya, para
pengikut ugamo Malim (parmalim) sering mengalami diskriminasi di Indonesia.
Misalnya saja, saat para penganut agama Malim berencana membangun tempat
ibadah mereka yang disebut Rumah Persantian di kota Medan ada tahun 2005.
Pada saat itu warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan menolak Rumah
Persantian dibangun sehingga Rumah Persantian tersebut gagal dibangun pada
saai itu. Ugamo Malim masih sering dianggap sebagai salah satu aliran animisme
oleh masyarakat walaupun parmalim sebenarnya bukanlah animisme.
Tidak mudah untuk menjadi seorang parmalim. Walaupun begitu sampai
saat ini para parmalim tetap ada dan tetap mempertahankan ajaran mereka.
Walaupun parmalim tetap bertahan sampai saat ini, bukan berarti tidak pernah ada
parmalim yang tidak tahan dengan situasi yang mereka hadapi. Diskriminasidiskriminasi yang dirasakan oleh para parmalim membuat para parmalim
mengambil tindakan yang berbeda. Beberapa parmalim memilih untuk
mendaftarkan dirinya di lembaga pemerintah sebagai penganut agama yang diakui
pemerinta, namun tetap menjalankan ritual ugamo Malim dalam kehidupan
sehari-harinya. Sebagian parmalim tidak tahan dengan diskriminasi yang mereka

99
Universitas Sumatera Utara

terima dan membuat mereka berpindah menjadi penganut salah satu agama yang
diakui Indonesia.
Di saat jumlah parmalim yang semakin berkurang karena mereka tidak
tahan dengan perilaku diskriminasi yang diterima mereka, seorang wanita
setengah baya malah berpindah agama dari agama yang diakui oleh pemerintah ke
ugamo Malim. Wanita tersebut dan keluarganya telah menjadi parmalim selama
delapan tahun. Ia meyakini bahwa jalan yang benar untuk datang kepada Tuhan
adalah melalui ajaran Raja Sisingamaraja.
Pada saat seseorang berpindah agama, ia akan menjalani proses
pengambilan keputusan yang sulit dan keputusan tersebut merupakan keputusan
yang penting. Membuat keputusan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan
karena beberapa pilihan biasanya melibatkan banyak aspek, dan sangat jarang satu
pilihan terbaik dapat mencakup semua aspek yang diinginkannya (Eysenck &
Keane, 2001). Svenson & Verplaken (dalam Svenson et al, 1997) menyatakan
bahwa suatu keputusan dianggap penting karena berbagai alasan, diantaranya
materi yang harus dikeluarkan dan konsekuensi dari keputusan tersebut. Selain
itu, suatu keputusan juga akan dianggap penting jika berkaitan dengan opini
tertentu atau nilai-nilai emosional dari si pengambil keputusan.
Janis (1987) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan proses pengambilan
keputusan, yaitu: Appraising the Challenge, Surveying Alternatives, Weighing
Alternatives, Deliberating about Commitment, dan Adhering Despite Negative
Feedback. Kelima tahapan pengambilan keputusan akan menunjukkan suatu
proses yang unik dari tiap tahapan. Proses yang terjadi dari satu tahapan ke

100
Universitas Sumatera Utara

tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi negatif dan positif yang mungkin
terjadi dari setiap pilihan jawaban (Janis & Mann, 1977). Proses pengambilan
keputusan menjadi seorang parmalim perlu untuk diteliti sehingga kita
mengetahui bagaimana wanita tersebut sampai mengenal ugamo Malim, dan
bagaimana ia menjalani setiap tahapan dalam proses pengambilan keputusan.

101
Universitas Sumatera Utara

D. Paradigma Penelitian

Konversi agama

Anak mengalami
kesulitan di
sekolah

Diejek Orang-orang

Dijauhi Keluarga

Proses Pengambilan
Keputusannya:
Appraising the Challenge,
Surveying Alternatives,
Weighing Alternatives,
Deliberating about
Commitment, dan Adhering
Despite Negative Feedback

Kesulitan
Administrasi
Pemerintah

Menimbulkan
konflik pada
individu

Melibatkan
Pertimbangan:
Utilitarian dan
Non-Utilitarian
Bagaimana Proses
Pengambilan
Keputusannya?

102
Universitas Sumatera Utara