Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik MARIO CAISAR FDK

Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)

Oleh: Mario Caisar
NIM: 1111051100013

KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 1 April 2017

Mario Caisar

ABSTRAK
Mario Caisar
NIM 1111051100013
Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik
Melalui foto jurnalistik, segala peristiwa tidak akan hilang begitu saja di benak kita dan
nantinya dapat mengingatkan khalayak atas peristiwa bersejarah yang pernah terjadi. Foto
jurnalistik berperan penting dalam pelaporan suatu peristiwa yang penting dan perlu diketahui
banyak orang, karena menyangkut kehidupan di sekitar kita. Membaca dan memahami makna
yang ada pada sebuah foto membutuhkan interpretasi dari para penikmat foto, secara mendalam
mengaji karya foto tersebut merujuk pada kajian semiotika yang merupakan sebuah metode
dalam memaknai tanda atau simbol. Foto jurnalistik membutuhkan suatu medium penyampai
pesan pada khalayak, lebih dalam medium tersebut dapat berupa media massa.
Www.antarafoto.com mencoba menyajikan gambaran sejumlah pasukan Tentara Nasional

Indonesia (TNI) Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY
Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut Pulau Ndana yang menjaga kedaulatan
Republik ini dari klaim negara lain di Pulau Ndana yang terletak di Kecamatan Rote Barat
Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui foto cerita jurnalistik
yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang dipotret oleh seorang pewarta foto
ANTARA M. Agung Rajasa.
Dari latar belakang di atas penulis ingin mengetahui apa makna denotasi, konotasi, dan
mitos pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia
dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com?, apa makna patriotisme pada foto cerita
jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada
www.antarafoto.com?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis semiotika
model Roland Barthes yang mengacu terhadap dua tanda (konotasi dan denotasi) kemudian
menghasilkan mitos agar bisa memahami makna pada delapan dari 11 foto pada foto cerita
jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah www.antarafoto.com
pada September 2015. Selanjutnya, penulis menambahkan dengan temuan makna yang
mengarahkan pada patriotisme.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, diperoleh beberapa hasil, yaitu: makna
denotasi yang memberikan gambaran bagaimana kehidupan para prajurit TNI di pulau paling
selatan di Indonesia yang hanya dihuni oleh para prajurit TNI tersebut. Untuk analisis pada

makna konotasi, Sementara makna konotasi dari keseluruhan rangkaian foto cerita jurnlistik
tersebut ialah perjuangan para prajurit dalam menjaga kedaulataan wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, meski dalam keterbatasan dan kesederhanaan mereka tetap
melaksanakan tugas negara dengan baik. Seperti apa yang ditunjukan oleh Panglima Besar TNI
Jendral Sudirman pada masa penjajahan dan pendudukan sekutu. Pada makna mitos adalah
nilai-nilai perjuangan yang diwariskan oleh Jendral Sudirman diharapkan bisa menular pada
setiap prajurit TNI. Sementara nilai patriotisme yang tergambar adalah keberanian,
kesetiakawanan sosial dan rela berkorban.
Dengan hasil penelitian ini pula disimpulkan bahwa sebuah foto bukan hanya sekadar
sebuah alat pengabadi momen namun dapat pula menjadi media penyampai pesan yang baik
dan menarik. Melalui foto-foto yang ditampilkan oleh M. Agung Rajasa pula memperlihatkan
bahwa para Prajurit TNI yang bertugas memiliki nilai-nilai patriotisme yang seharusnya juga
dimiliki oleh seluruh Warga Negara Indonesia
Kata Kunci: Foto Jurnalistik, Semiotika Roland Barthes, Patriotisme.
i

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirrabilalamin. Segala puji dan syukur penulis sampaikan atas
kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah dan
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW semoga kita adalah umat yang dapat
syafaatnya di hari akhir. Aamiin ya rabbalalamin.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang diselesaikan penulis pada semester 12 ini bukan suatu yang sempurna
dan juga bukan suatu skripsi yang telat selesai, penulis percaya bahwa kelulusan di
semester 12 ini nantinya akan bermanfaat untuk penulis sendiri dan orang lain.
Maka dalam kata pengantar ini ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan semesta alam, yang hadir dalam
kehidupan penulis sebagai sesuatu yang penulis percaya keberadaan-Nya
dan menghadirkan penulis di dunia ini dan di akhirat kelak.
2. Secara khusus kepada Ramania Laode dan Ari Wahyudi, orang tua penulis,
yang senantiasa melapangkan jalan kehidupan dengan doa, perhatian, dan
kasih sayang, dan Reza Setiadi, adik penulis. Terimakasih Ibu, Bapak, Ja!
3. Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed Ph.D Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Hj.
Roudhonah, M.A Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Suhaimi,
M.Si, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.


ii

4. Kholis Ridho, M.Si, dan Dra. Hj. Musfira Nurlaily, M.A, Ketua dan
Sekertaris Konsentrasi Jurnalistik.
5. Fita Fathurokhmah, M.Si, dosen pembimbing penulis yang telah
meluangkan waktu, meberikan ilmu serta nasihat sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
6. M. Agung Rajasa, yang sudah rela meluangkan waktunya untuk penulis
wawancarai, juga berbagi cerita tentang bagaimana menjadi fotografer
profesional. Semoga semakin sukses dan makin banyak karya dan
prestasinya.
7. Kawan-kawan keluarga besar Lembaga Pers Mahasiswa Journo Liberta,
Riski Solehudin, Khoirur Rozi, Ardiansyah, Algifari, Miftah Farid, Rheza
Alfian, Bisri, Fakhri, Denny, Fathtra dan seluruh anggota redaksi dari
angkatan I sampai V yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Sukses terus
dan terus berkarya sebebas kalian.
8. Faizah Irani, yang selalu sabar, selalu buat ketawa, selalu memberi doa,
waktu, semangat, dan dukungannya kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini. Makasih ya Neng cantik!
9. Kawan-kawan seperjuangan Jurnalistik 2011, Ozzy, Karim, Yudha, Ama,

Eko, Dito, Katherine, Ayu, Dian, Gani, dan akan kepanjangan kalau
disebutkan satu per satu, yang berproses bersama di dalam dan luar kampus.
10. Hanggi Tyo, Sayyid, dan Agsa, terima kasih atas saran dan masukkannya
selama penulis mengerjakan skripsi ini.

iii

11. Kawan-kawan Naga Hitam, Qumz, Jali, Kun, Manggala, Fikri, Ali
Bazdawi, Mukhlas, Kahfi, Acim dan masih banyak yang lainnya tidak bisa
disebutkan satu per satu. Terima kasih , See You on Top Man!!!
12. Kawan-kawan Pelatihan Jurnalistik Bulutangkis Mahasiswa 2015 bersama
Harian Bola dan Djarum Foundation. Terima kasih atas ilmu dan
pengalamannya.
13. Serta semua pihak yang turut membantu, baik terlibat langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih
sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT menggantinya dengan rahmat dan
karunia kepada kita semua.
Penulis menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan namun
penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikannya dengan
sebaik-baiknya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca.


Jakarta, 1 April 2017

Mario Caisar

iv

DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK .........................................................................................................i
KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah..........................................................6
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................7
D. Manfaat Penelitian .............................................................................7
E. Metodologi Penelitian ........................................................................8

1. Paradigma Penelitian ....................................................................8
2. Pendekatan Penelitian ...................................................................8
3. Metode Penelitian .........................................................................9
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................9
5. Teknik Analisis Data .....................................................................10
6. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................12
7. Subjek dan Objek Penelitian ..........................................................12
F. Tinjauan Pustaka ..................................................................................13
G. Sistematika Penulisan ..........................................................................14
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Ruang Lingkup Semiotika .................................................................16

v

1. Pengertian Semiotika ................................................................16
2. Semiotika Model Roland Barthes .............................................17
B. Ruang Lingkup Fotografi ...................................................................25
1. Pengertian Fotografi ..................................................................25
2. Sejarah dan Perkembangan Fotografi ........................................27
3. Aliran-aliran Fotografi ...............................................................28

C. Foto Jurnalistik ..................................................................................32
1. Karakteristik Foto Jurnalistik ....................................................31
2. Jenis Foto Jurnalistik .................................................................33
3. Foto Essay dan Foto Cerita ........................................................37
D. Konsep Patriotisme .............................................................................40
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Lembaga Kantor Berita Nasional(LKBN) ANTARA
...............................................................................................................46
1. Profil LKBN ANTARA ...............................................................46
2. Profil Antara Foto ........................................................................49
B. Profil M. Agung Rajasa ........................................................................51
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Analisis Data Foto I .............................................................................55
B. Analisis Data Foto II ............................................................................59
C. Analisis Data Foto III ...........................................................................63
D. Analisis Data Foto IV ...........................................................................67
E. Analisis Data Foto V ............................................................................70
F. Analisis Data Foto VI ...........................................................................75

vi


G. Analisis Data Foto VII .........................................................................79
H. Analisis Data Foto VIII ........................................................................82
I. Interpretasi ............................................................................................85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................87
B. Saran ....................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini, masyarakat sulit terpisah
dengan informasi. Informasi dibutuhkan masyarakat demi memenuhi kebutuhan
pengetahuan serta mengetahui situasi dan kondisi yang sedang terjadi di sekitar
mereka. New Media salah satunya internet menjadi salah satu pilihan masyarakat
luas demi melengkapi kebutuhannya akan informasi seiring dengan perkembangan

zaman. Melalui internet, masyarakat diberi kemudahan dalam pencarian informasi
di mana saja mereka berada dan kapan saja mereka membutuhkannya.
Pada kenyataannya saat ini banyak portal berita yang memberikan beragam
pilihan berita pada masyarakat yang dapat diakses secara cuma-cuma. Hanya saja
dalam mengakses internet, masyarakat harus memiliki perangkat keras seperti
komputer, laptop, atau gadget lainnya yang terhubung dengan jaringan internet.
Terlebih lagi melalui media digital, berita-berita yang disajikan dalam portal berita
dapat ter-update setiap saat dan memberi keuntungan lebih bagi pembacanya.
Informasi yang disajikan pada masyarakat dapat berupa tulisan dan juga foto. Salah
satu media online yang menyajikan informasi berita dengan beragam foto adalah
www.antarafoto.com. Fotografi sebagai sebuah karya seni semakin diminati oleh
khalayak dari waktu ke waktu. Hasil karya foto dapat dijadikan andalan khalayak
dalam pencerminan kembali realitas. Melalui foto cerita, khalayak diajak untuk

1

2

melihat, menikmati, dan berimajinasi lebih dalam mengenai sebuah peristiwa.
Melihat hal tersebut, penulis tertarik meneliti sebuah judul foto cerita untuk
dianalisis makna dan pesan jurnalistiknya.
Foto mampu memberikan pesan berita tersendiri bagi para penikmat foto.
Foto juga dapat mendukung berita ketika tulisan dalam sebuah berita tidak mampu
menggambarkan realita yang terjadi. Foto semakin dianggap penting dalam dunia
jurnalistik yang semakin berkembang di Indonesia. Melalui foto jurnalistik, segala
peristiwa tidak akan hilang begitu saja di benak kita dan nantinya dapat
mengingatkan khalayak atas peristiwa bersejarah yang pernah terjadi. Foto
jurnalistik berperan penting dalam pelaporan suatu peristiwa yang penting dan
perlu diketahui banyak orang, karena menyangkut kehidupan di sekitar kita1.
Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi
kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers
(freedom of speech and freedom of press)2. Secara khusus karena objek dan
fungsinya yang tidak sekadar mendokumentasikan tetapi juga karena apa yang
terekam itu juga harus diketahui secara umum, maka lahirlah apa yang disebut
press photograph atau fotografi jurnalistik.3

1

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 3
2
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
h. 5
3
Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, (Jakarta: Penerbit UniversitasTrisakti, 2006),
h.133

3

Foto bukan hanya sekadar hasil karya yang menarik secara bentuk, namun
foto memiliki kedalaman dan makna. Foto sebagai ungkapan berita harus
mengandung unsur 5W + 1H (what, who, where, when, why, dan how) untuk
kelayakan berita setiap helainya.4 Fotografer berperan dalam pemilihan objek yang
akan diambil, pemilihan ini dapat terjadi sebelum atau pada saat pengambilan
objek. Tiap fotografer memiliki dua pilihan pendekatan saat ia mengambil gambar,
yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Pendekatan objektif ialah saat
fotografer berusaha dengan sadar untuk menyajikan gambaran menurut kenyataan,
tanpa mengungkapkan pendapat pribadinya. Sedangkan pendekatan subjektif ialah
cara mengabadikan gambar di saat fotografer dengan sengaja berusaha
mengungkapkan perasaan pribadi terhadap apa yang dilihatnya.5 Pada dasarnya
fotografer jurnalistik dituntut untuk menghasilkan karya foto yang objektif, namun
demi menghasilkan gambar yang baik biasanya fotografer menggunakan nalurinya
untuk memotret. Foto jurnalistik di Indonesia diatur dalam kode etik jurnalistik,
khususnya pada pasal 2 dan 3.6
Menurut Paul Messaris seperti dikutip Seno Gumira Adjidarma dalam
bukunya Kisah Mata, gambar-gambar yang dihasilkan oleh manusia, termasuk
fotografi, bisa dipandang sebagai suatu keberaksaraan visual.7 Dapat dikatakan
bahwa, gambar-gambar itu bisa dibaca, sehingga hasil dari pendapat tersebut

4

Atok Sugiarto, Indah Itu Mudah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 110
Andreas Freininger, Unsur Utama Fotografi, (Semarang: Dahara Prize, 1999) h. 16-17
6
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 9
7
Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang
Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 26
5

4

gambar-gambar pun merupakan bagian dari suatu cara berbahasa. Editor majalah
Life, Wilson Hicks mengatakan bahwa unit dasar dari foto jurnalistik adalah foto
tunggal dengan teks yang menyertainya, selain itu ada pula foto seri atau foto esai,
merupakan foto-foto yang terdiri atas lebih dari satu foto tetapi temanya satu. Hal
tersebut mendukung keberadaan foto jurnalistik di media massa untuk melibatkan
perasaan dan menggugah emosi khalayak.8
Membaca dan memahami makna yang ada pada sebuah foto membutuhkan
interpretasi dari para penikmat foto, secara mendalam mengaji karya foto tersebut
merujuk pada kajian semiotika yang merupakan sebuah metode dalam memaknai
tanda atau simbol. Hal ini berhubungan juga dengan pesan sang fotografer melalui
foto-foto yang diambilnya kepada khalayak, apakah pesan tersebut dapat dimaknai
dengan baik oleh khalayaknya. Karya foto sebagai komunikasi visual merujuk pada
rekonstruksi atas realitas, yang berarti penggambaran kembali realitas yang terjadi.
Pemahaman dan pemaknaan pesan dalam sebuah karya foto jurnalistik dapat
berbagai macam hasilnya yang bergantung pada perspektif para penikmat foto.
Keberadaan sebuah foto tidak ditentukan oleh apa atau siapa objeknya, melainkan
oleh bagaimana “subjek yang memandang" dan memberi makna kepada foto
tersebut.9

8

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 5
9
Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang
Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 13

5

Foto jurnalistik membutuhkan suatu medium penyampai pesan pada
khalayak, lebih dalam medium tersebut dapat berupa media massa. Kantor berita
nasional ANTARA merupakan salah satu medium yang menyajikan teks atau
gambar kepada khalayak mengenai realita yang terjadi di sekitar. Portal online
www.antarafoto.com yang juga merupakan bagian dari Kantor berita nasional
ANTARA, sebagai distributor foto jurnalistik di Indonesia baik untuk media
nasional maupun media internasional,

menyajikan beragam karakter foto

jurnalistik mulai dari foto tunggal hingga foto cerita.
Www.antarafoto.com mencoba menyajikan gambaran sejumlah pasukan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif
5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut Pulau
Ndana yang menjaga kedaulatan Republik ini dari klaim negara lain di Pulau Ndana
yang terletak di Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa
Tenggara Timur melalui foto cerita jurnalistik yang berjudul Menjaga Indonesia
dari Pulau Ndana yang dipotret oleh seorang pewarta foto Antara, yaitu M. Agung
Rajasa. Ketika seseorang memotret, pilihan atas apa yang dipotret merupakan suatu
konstruksi budaya, yang merupakan suatu pembacaan atas peristiwa yang intuitif
dan berlangsung cepat sekali untuk memutuskan segera pilihan atas objeknya,
dimana pemilihan ini sangat ditentukan oleh situasi sosial dan kehidupan
pemotret.10

10

Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang
Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 30

6

Dengan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini berjudul:
Makna Patriotisme Pada Foto Cerita Jurnalistik
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada foto cerita Jurnalistik karya M.
Agung Rajasa di media online www.antarafoto.com yang berjudul
Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah pada 4 September
2015. Foto karya M. Agung Rajasa tersebut bercerita tentang bagaimana
kehidupan Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir,
Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut pulau
Ndana menjaga kedaulatan negara ini dari klaim negara lain. Penulis
hanya mengambil delapan dari 11 foto karena menurut penulis empat
foto tersebut sudah mewakili apa yang ingin disampaikan oleh
fotografer.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Apa makna denotasi, konotasi, dan mitos pada foto cerita
jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul
Menjaga

Indonesia

www.antarafoto.com?

dari

Pulau

Ndana,

pada

7

b) Apa makna patriotisme pada foto cerita jurnalistik karya
M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari
Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami makna denotasi, konotasi, dan mitos
yang terkandung pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang
berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com.
2. Untuk mengetahui dan memahami makna patriotisme pada foto cerita
jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari
Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian yang memberi
kontribusi bagi keilmuan komunikasi, khususnya keilmuan jurnalistik
dalam membaca tanda yang terkandung dalam foto cerita jurnalistik melalui
kacamata semiotika.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat berupa wawasan
dan pengetahuan bagi fotografer, juga dapat dijadikan sebagai referensi
bagi studi fotografi dokumenter dan jurnalistik.

8

E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan suatu cara pandang untuk
memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton,
paradigma tertanam kuat dalam sosisalisasi para penganut dan
praktisinya. Paradigma menunjukan pada mereka apa yang penting,
absah dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukan
pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan
pertimbangan ekstensial atau epistimologi yang panjang.11
Penelitian

ini

menggunakan

paradigma

konstruktivis.12

Paradigma yang memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau
bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat
dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil
bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil
bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam memaparkan penelitian ini, penulis menggunakan
pendekatan kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriktif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

11

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2003), h.9.
12

Zainal Arifin, Penelitian, Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h.140.

9

perilaku yang dapat diamati.13 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk
mendapat pemahaman yang sifatnya umum yang diperoleh setelah
melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus
penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum
tentang kenyatan-kenyataan tersebut.14
3. Metode penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian analisis semotik Roland Barthes, yang dalam
memaknai sebuah foto melalui tiga tahapan, yaitu : denotasi, konotasi,
dan mitos.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a. Copy File Foto
Untuk mendapatkan foto cerita jurnalistik berjudul
Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana penulis
mengkopi file dari portal online www. Antarafoto.
com. Foto inilah yang kemudian akan menjadi bahan
untuk dianalisis dalam penelitian ini.

13

Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2000) h.3
14

Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), h.125.

10

b. Wawancara
Wawancara

interview

atau

merupakan

teknik

pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara lisan
dan bertatap muka secara langsung antara seorang atau
beberapa orang yang diwawancarai.15 Dalam penelitian
ini, penulis akan mewawancarai fotografer Antara yang
memotret foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga
Indonesia dari Pulau Ndana yaitu M. Agung Rajasa.
c. Studi Kepustakaan
Untuk

melengkapi

penelitian

penulis

juga

mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur
dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan
dengan

masalah

yang

dibahas

dan

mendukung

penulisan.
5. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data
semiotika model Roland Barthes. Pada model ini, pemilahan tandatanda denotatif dan konotatif dilakukan dengan menggunakan
semiotika sehingga dapat dikaji dan bisa mendapatkan makna
sebenarnya yang terdapat dalam foto, bagaimana pesan jurnalistik
dalam foto cerita jurnalistik Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana

15

Wardi Bahtiar, Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah, (Jakarta: logos, 1997), h.71

11

melalui tanda-tanda yang ada. Merujuk pada pemaknaan foto,
khususnya foto jurnalistik maka penulis menggunakan prosedur
Roland Barthes dalam memaknai foto cerita tersebut, yang terdiri dari:
Peta tanda Roland Barthes
Tabel 1
Signifier
Signifiet
(Penanda)
(petanda)
Denotative sign (tanda denotatif)
CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)

CONNOTATIVE
SIGNIFIED (PETANDA
KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

6. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilakukan di Galeri Foto Jurnalistik
Antara yang terletak di Jalan Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Penelitian ini dilakukan antara Januari sampai Februari 2016.
7. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah foto cerita jurnalistik di
www. antarafoto. com, dan subjek penelitiannya adalah foto cerita
jurnalistik karya pewarta foto LKBN Antara, M. Agung Rajasa
dengan judul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah
www. antarafoto. com pada September 2015.

12

F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan bukubuku yang membahas tentang analisis semiotika. Beberapa skripsi mengenai
analisis semiotika yang menjadi acuan di antaranya:
Nilai Budaya Dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotik Foto Headline
di Surat Kabar Harian Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.) oleh Faradilla
Nurul Rahma, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Hasil analisis
skripsi tersebut menemukan bahwa dengan analisis semiotik model Roland
Barthes tidak hanya menemukan makna denotasi, konotasi, dan mitos dari
sebuah foto, tetapi juga dapat menemukan nilai budaya dalam foto. Perbedaan
skripsi ini dengan skripsi tersebut adalah terletak pada jenis media yang
menerbitkan foto dan jenis fotonya. Pada skripsi karya Faradilla Nurul Rahma
merupakan foto dalam media cetak atau koran dan merupakan foto tunggal
sedangkan pada skripsi ini adalah media online dan merupakan foto cerita.
Makna Bencana Dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotika Foto
Terhadap Karya Kemal Jufri Pada Pameran Aftermath: Indonesia In Midst Of
Catastrophes tahun 2012) oleh Isye Naisila Zulmi, Konsentrasi Jurnalistik,
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Hasil dari skripsi karya Isye Naisila Zulmi
menemukan bahwa bencana alam tidak hanya menimbulkan dampak pada
kerusakan infrastruktur saja tetapi mental serta psikologis para korban juga
mengalami dampak cukup besar terutama pada anak-anak. Persamaan dan

13

perbedaan dengan skripsi ini adalah foto yang dianalisis pada skripsi tersebut
sama-sama merupakan rangkaian foto jamak atau cerita, dan bedanya adalah
foto-foto tersebut dipublikasi dalam sebuah pameran sedangkan dalam skripsi
ini dipublikasi pada media online.
Yang terakhir adalah Analisis Semiotik Isi Pesan Esai Foto Jurnalistik
dalam Foto-foto Perjuangan Sumarsih Belum Berakhir Karya Pewarta Foto
Antara pada Buku Kilas Balik 2009-2010 oleh Herka Yanis Pangaribowo,
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2012. Hasil dari skripsi karya Herka
Yanis Pangaribowo adalah menemukan pesan di balik rangkaian esai foto.
Persamaan dan perbedaannya dengan skripsi ini adalah sama-sama merupakan
analisis dari foto jamak, dan merupakan foto hasil jepretan perwarta foto dari
Antara Foto. Sedangkan bedanya yakni foto tersebut dipublikasi pada buku foto
dan

foto

yang

penulis

analisis

dipublikasi

pada

media

online

www.antarafoto.com. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik
model Roland Barthes, penelitian ini memiliki perbedaan objek dari penelitian
sebelumnya yaitu foto cerita jurnalistik “Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana”
karya pewarta foto Antara M.Agung Rajasa.

14

G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan dibagi ke dalam
lima bab, dan masing-masing bab terdiri dari sub-bab dengan penyusunan sebagai
berikut:
BAB I :

PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang

Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang ruang lingkup
teori semiotika, semiotika model Roland Barthes, fotografi, foto cerita
jurnalistik, dan pejelasan tentang nilai patriotisme.
BAB III : GAMBARAN UMUM Bab ini, penulis menggambarkan atau
menjelaskan mengenai profil pewarta foto yang bernama M Agung Rajasa, dari
mulai pendidikan yang ia jalani, hingga karya dan prestasi-prestasi yang telah ia
dapatkan selama menjadi seorang pewarta foto. Serta profil dari LKBN ANTARA
dan juga www.antarafoto.com.
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS Bab ini akan melaporkan hasil temuan
atau penelitian penulis sesuai dengan model Analisis semiotika untuk memaknai
foto cerita karya M Agung Rajasa yang yang berjudul Menjaga Indonesia dari
Pulau Ndana, yang diunggah media online www. antarafoto. com pada
September 2015 dengan menggunakan model Roland Barthes.

15

BAB V : PENUTUP Bab terakhir laporan yang berisi kesimpulan serta saran
sekaligus menjawab pertanyaan dari perumusan masalah dan menyampaikan
lampiran-lampiran yang terkait dengan penulisan.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Ruang Lingkup Semiotika
1.

Pengertian Semiotika
Menurut Eco, dalam buku Analisis Teks Media Suatu
Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis
Framming yang dikutip oleh Alex Sobur secara etimologis, istilah
semiotika atau semiologi berasal dari bahasa Yunani, Semeion
yang berati “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai
sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun
sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.1
Eco juga menjelaskan, secara terminologis, semiotik dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai
tanda.2 Sedangkan menurut Benny H. Soed dalam bukunya
Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Semiotika adalah ilmu
tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena
sosial dan masyarakat dalam kehidupan manusia. Artinya, semua
yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni
sesuatu yang kita beri makna.3

1

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framming, (Bandung: PT.Rosdakarya, 2004), h. 95
2
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framming, h. 95
3
Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.3

16

17

Dalam perkembangannya, semiotika memiliki dua tokoh
sentral yang mempunyai latar belakang berbeda. Adalah Charles
Sanders Pierce dan Ferdinand De Saussure dua pilar sentral
keilmuan semiotika. Saussure berpandangan bahwa semiotika
merupakan sebuah kajian yang memperlajari tentang tanda-tanda
yang menjadi bagian dari kehidupan sosial.4
Berbeda dengan Saussure yang memiliki latar belakang
keilmuan linguistik. Menurut Pierce yang berlatar belakang
keilmuan filsafat, tanda adalah perwakilan atau ‘sesuatu’ yang
mewakili ‘sesuatu’, ‘sesuatu’ yang pertama adalah tanda yang
dapat ditangkap oleh panca indera manusia, sedangkan ‘sesuatu’
berikutnya adalah menghubungkan ‘sesuatu’ yang awal dengan
hal-hal yang telah berpacu pada suatu ilmu atau pemahaman
manusia yang melihat ‘sesuatu yang awal’ tersebut, di mana
nantinya akan menghasilkan suatu penafsiran atau interpretant.5
Proses yang disebutkan Pierce tersebut disebut dengan nama
segitiga semiotik.
2. Semiotika Model Roland Barthes
Karena penelitian ini menggunakan teori semiotik model
Roland Barthes maka penulis akan membahas lebih jauh tentang
semiotika model ini. Lahir pada 1915 dari keluarga kelas

4
Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), h. 4
5
Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.4

18

menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne,
kota kecil dekat Pantai Atlantik di sebelah Barat Daya Perancis. 6
Barthes adalah anak dari seorang perwira angkatan laut, dan
setelah sepeninggalan dari ayahnya, Barthes hidup dengan ibunya
yang bekerja sebagai penjilid buku. Kepintarannya bukan tanpa
sebab, melainkan antara 1943 sampai 1947 ia menderita sebuah
penyakit yang memaksanya untuk beristirahat. Dari istirahat
itulah Barthes banyak membaca buku hingga berhasil membuat
artikel.7 Semasa hidupnya Barthes telah banyak menulis buku, di
antaranya adalah le degree zero de l’ecriture atau “nol derajat di
bidang menulis” (diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, writing
degree zero 1977).
Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang
hanya berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja
(denotasi). Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan
(two way of signification), yang memungkinkan untuk
dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat
denotasi dan konotasi.
Yasraf

Amir

Piliang

menjabarkan

dalam

bukunya

Hipersemiotika, Denotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda atau antara

6
7

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.63
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.64

19

tanda dan rujukannya pada realitas yang menghasilkan makna
eksplisit, langsung dan pasti.8
Sementara konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung
dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan).
Ia menciptakan makan-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika
penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis seperti
perasaan, emosi atau keyakinan.9
Model Barthes ini dikenal dengan signifikasi dua tahap (two
way of signification) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.

Peta Tanda Roland Barthes
Tabel 2 10

Signifier
Signifiet
(Penanda)
(petanda)
Denotative sign (tanda denotatif)
CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)

CONNOTATIVE
SIGNIFIED (PETANDA
KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

8
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, (
Bandung: Jalasutra, 2003), h. 261
9
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, h.
261
10
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.69

20

Dari peta tanda Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif
(3) terdiri atas penanda (1) dan penanda (2). Akan tetapi pada saat
bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4).
Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya
jika anda mengenal tanda ‘singa’, barulah konotasi seperti harga
diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin. Jadi dalam
konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya
sekadar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.11
Selain denotatif dan konotatif, semiotika Roland Barthes
juga tidak akan lepas dari adanya mitos. Mitos berasal dari bahasa
Yunani yaitu mutos, yang berarti cerita. Biasanya mitos kita pakai
untuk menunjuk cerita yang tidak benar, cerita buatan yang tidak
mempunyai kebenaran historis. Meskipun demikian, cerita
semacam itu tetap dibutuhkan agar manusia dapat memahami
lingkungan dan dirinya.12
Mitos oleh Barthes disebut sebagai tipe wicara. Ia juga
menegaskan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa
dia adalah sebuah pesan. Hal ini memungkinkan kita untuk
berpandangan bahwa mitos tak bisa menjadi sebuah objek,
konsep atau ide; mitos adalah cara penandaan (signification),

11
12

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.69.
Sunardi, Semiotika Negativa, (Yogyakarta: Kanal, 2002), h.103

21

sebuah bentuk. Segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan
disajikan oleh sebuah wacana.13
Teori tentang mitos tersebut kemudian diterangkannya
dengan mengetengahkan konsep konotasi, yakni pengembangan
segi signifed (petanda) oleh pemakai bahasa. Pada saat konotasi
menjadi mantap, ia akan menjadi mitos, dan ketika mitos menjadi
mantap, ia akan menjadi ideologi. Akibatnya, suatu makna tidak
lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil konotasi.14 Seperti
pada gambar di bawah:
Tatanan Penandaan Barthes
Tabel 3

Penanda

Konotasi

Denotasi

Petanda

Realitas

Mitos

Tanda

Tatanan
Pertama

Kultur

Tatanan Kedua

Dua tatanan pertandaan Barthes. Pada tatanan kedua, sistem tanda dari tatanan
pertama
disisipkan ke dalam sistem nilai budaya.15

13

Roland Barthes, Mitologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009) h. 208.
Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.22
15
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.70
14

22

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai-nilai dominan
yang berlaku dalam suatu periode tertentu.16
Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara
konotatif dan denotatif sebagai berikut:17
Perbandingan Antara konotatif dan Denotatif
Tabel 4
KONOTATIF
Pemakaian figur
Petanda
Kesimpulan
Memberi kesan tentang makna
Dunia mitos

DENOTATIF
Literatur
Penanda
Jelas
Menjabarkan
Dunia keberadaan/ eksistensi

B. Ruang Lingkup Fotografi
1.

Pengertian Fotografi
Fotografi merupakan sebuah ilmu tentang melukis dengan cahaya.
Kata fotografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu photos dan graphein.
Photos memiliki arti cahaya sedangkan graphein berarti melukis.
Istilah tersebut pertama kali dikemukakan oleh Sir John Herschell
seorang ilmuan asal Inggris tahun 1839.18 Fotografi erat kaitannya
dengan cahaya. Sebab cahaya adalah unsur paling penting dalam

16

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.71
Arthur Asa Berger, Tehnik-tehnik Analisis Media second Edition, (Yogyakarta
Universitas Atmajaya, 2000), h.55
18
Darmawan Ferry, Dunia dalam Bingkai, cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 1920
17

23

sebuah pengambilan gambar. Apabila cahaya kurang mencukupi, maka
gambar yang terekam akan terlihat kurang jelas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata fotografi merupakan
seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau
permukaan yang dipekakan.19 Melalui tahapan pada bagian kamera,
sebuah objek dengan dukungan cahaya akan menjadi sebuah foto yang
kemudian menjadi bentuk visual. Fotografi adalah seni, yaitu
pemotretan yang menghasilkan karya foto yang indah dan bernilai seni
tinggi.20 Selain sebagai media komunikasi, foto juga bernilai estetika
yang semakin menguatkan pesan dan mendukung makna yang
terkandung. Setelah melewati pengertian bahwa cahaya sangat
berpengaruh dalam fotografi, pengertian selanjutnya tentang fotografi
tidak dapat berhenti pada titik ini. Fotografi tidak sekadar perkara
cahaya, namun terdapat banyak komponen atau unsur yang ada dalam
penjelasan terhadap fotografi itu sendiri.
Seno Ajidarma Gumira dalam buku Kisah Mata Fotografi
menjelaskan bahwa foto adalah suatu pesan yang dibentuk oleh sumber
emisi, saluran transmisi dan titik resepsi. Struktur sebuah foto bukanlah
sebuah struktur yang terisolasi, karena selalu berada dalam komunikasi
dengan struktur lain, yakni teks tertulis, judul, keterangan, artikel, yang
selalu mengiringi foto. Dengan demikian pesan keseluruhannya
dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda.21

19

Griand Giwanda, Panduan Praktis Belajar Fotografi, (Jakarta: Puspa Swara, 2001), h.

20

Ferry Darmawan, Dunia dalam Bingkai, cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 21
Seno Ajidarma Gumira, kisah mata fotografi, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 27

2
21

24

Sementara Tubagus P.Svarajati dalam bukunya Phōtagōgós,
mengemukakan bahwa fotografi adalah proses dari seni melihat atau art
of seeing yang berpondasi pada kemampuan dalam menuangkan
kreativitas seorang fotografer.22
2. Sejarah dan Perkembangan Fotografi
Pada 1558 ilmuan Italia, Giambasista Della Forta menyebut kamera
‘Camera obscura’ pada sebuah kotak yang membantu pelukis
menangkap bayangan gambar. Suatu fakta bahwa fotografi lahir sebagai
upaya menyempurnakan karya seni visual dan bentuk prototif sebuah
kamera yang disebut camera obscura. Meski percobaan alat rekam
gambar sudah mencapai taraf yang menguntungkan dan perkembangan
dari saat ke saat semakin berhasil, tetap saja belum bisa disebut proses
fotografi karena media perekam gambarnya masih belum bisa membuat
gambar permanen.23
Sedangkan peralatan modern dalam bentuk Kodak dan gulungan
film seperti yang digunakan sekarang, baru mulai ditemukan oleh
George Eastman pada 1877, di New York. Ketika itu dia sedang bekerja
sebagai seorang karyawan bank di Rochester, New York. Eastman
kemudian mengembangkan temuannya itu, hingga pada 1889 ia
membuka usaha dalam bidang fotografi yang lebih modern. Ketika itu

Tubagus P. Svarajati, PHŌTAGŌGÓS: Terang-Gelap Fotografi Indonesia, (Semarang:
Suka Buku, 2013), h. 21
22

23

Ray Bachtiar, Ritual Fotografi, Chip foto video edisi spesial, h.8

25

ia memperkenalkan film transparan dalam bentuk flexibel film. Bentuk
kamera kecil mulai popular di Amerika pada 1920-an.24
Fotografi yang berkembang saat ini jauh berbeda dengan fotografi
di awal era kemunculannya. Hal ini terlihat dari pandangan secara teknis
kamera dan bentuk kamera. Bayangkan saja seseorang dapat duduk,
berbaring, bahkan berdiri selama 10 detik lebih untuk menghasilkan
sebuah foto diri atau selfie yang saat ini sedang menjadi trend di
Indonesia bahkan di dunia. Hal tersebut diperjelas Erik Prasetya dalam
bukunya yang berjudul On Street Photography, bahwa hingga abad ke19 fotografi tidak bekerja dengan cepat, melainkan baru abad ke-20 lah
fotografi cepat yang lebih kecil dan mudah dibawa ditemukan.25 Dalam
buku tersebut juga disisipkan hasil foto cetak pertama di dunia yang
dibuat oleh fotografer berkebangsaan Prancis, Joseph Nicephore Niepce
pada 1826.
Di Indonesia, Yudhi Soerjoatmodjo dalam bukunya berjudul
IPPHOS mencatat, Mendur bersaudara, Alex Impurung (1907-1984)
dan Frans Soemarto (1913-1971) adalah dua orang yang berpengaruh
dalam perkembangan fotografi di Indonesia, di mana mereka merekam
peristiwa sebelum dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia.

24
Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, (Jakarta: logos
Wacana Ilmu, 1999), h. 100.
25
Erik Prasetya, On Street Photography, (Jakarta: KPG[Kepustakaan Populer Gramedia],
2014.), h.17

26

3. Aliran-aliran Fotografi
Dalam fotografi terdapat beberapa aliran, Bagas Darmawan dalam
bukunya Fotografi dengan Kamera DSLR mengategorikan foto-foto
dalam bidangnya. Aliran-aliran itu antara lain journalism photography,
potrait photography, foto comercial advertising, wedding photography,
fashion photography, food photography, landscape photography,
cinemagraph photography, wildlife photography, street photography,
underwater photography, infrared photography, macro photography.26
Foto jurnalistik menurut Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff
Edom yang dikutip Audy Mirza Alwi dalam buku Foto Jurnalistik
adalah pantuan kata words dan pictures. Sementara menurut editor foto
majalah Life dari 1937-1950, Wilson Hicks, kombinasi dari kata dan
gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada
kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya.27
Potrait photography adalah dimana sang fotografer menunjukan
penuh bagian muka objek atau subjek yang diambil bahkan hampir
tanpa latar belakang.28 Dalam fotografi potret, hubungan antara
fotografer dengan subjek yang difoto adalah hal yang sangat penting dan
berpengaruh pada hasil foto.

26
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru
Press), h.80
27
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 4
28
National Gheograpic, Ultimate Field Guide To Photography, (China: National
Gheograpic Society, 2009), h.122

27

Foto comercial advertising ditujukan untuk promosi sebuah produk
atau iklan.29 Dalam aliran ini, peran software pengolahan foto cukup
penting. Sebab untuk kepentingan iklan dalam prosesnya tidak hanya
memerlukan keterampilan menggunakan kamera tetapi juga keahlian
dalam penggunaan software pengolahan foto.
Wedding photography adalah aliran yang biasa dilakukan oleh
fotografer yang sudah ahli atau profesional karena dalam aliran ini
dibutuhkan kecepatan dan ketepatan di setiap momen-momennya yang
penting.30 Seperti namanya aliran ini ada dalam seluruh aktivitas
pernikahan.
Fashion photography hampir mirip dengan aliran foto comercial
advertising yaitu untuk mempromosikan pakaian atau perlengkapanperlengkapan berbusana.31 Perbedaan dari aliran foto comercial
advertising ialah objek yang ditampilkan berupa busana dan aksesoris
tubuh lainnya. Aliran ini juga menggunakan model untuk penarik iklan
tersebut.
Food photography dibutuhkan untuk iklan sebuah makanan atau
minuman serta pengemasannya. Selain untuk dipromosikan atau
diiklankan, biasanya foto-foto aliran ini dipakai untuk tampilan menu.32
Landscape photography adalah fotografi yang menampilkan
berbagai pemandangan seperti alam, pedesaan dan perkotaan.

29

Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru
Press), h. 81
30
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka
Baru Press), h. 82
31
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, h. 86
32
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, h. 87

28

Pendekatan fotografi ini biasanya digunakan oleh para traveller atau
wisatawan. Lalu tentang fotografi kontemporer, dalam kamus Bahasa
Indonesia kontemporer berarti masa kini.33
Cinemagraph photography adalah aliran yang menampilkan foto
yang mampu bergerak.34 Aliran ini memerlukan keahlian khusus dalam
pengambilan dan pengolahan fotonya.
Wildlife photography merupakan aliran yang menampilkan foto-foto
aktivitas hewan dalam keseharian baik pagi maupun malam.35 Aliran ini
hampir sama dengan landscape photography, di mana kedua aliran ini
bersinggungan dengan alam. Namun, aliran wildlife photography lebih
terfokus pada kehidupan hewan liar yang berada di alam bebas.
Street photography adalah suatu aliran atau pendekatan fotografi
yang menampilkan foto-foto di ruang publik seperti taman kota,
terminal, mal, pedestrian dan lainnya.36 Ditambahkan oleh Wilsen Way
dalam Human Interest Photography, aliran ini mempunyai sifat foto
yang diambil diam-diam atau orang biasa menyebutnya snapshoot,
lokasinya tentu di mana sana tapi tentunya di luar ruangan.37
Underwater photography menampilkan foto-foto di bawah laut.
Aliran underwater photography memiliki dua golongan yaitu macro
photographer yang menggambarkan keadaan laut secara dekat dan

33

Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h. 805
34
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, h.89
35
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka
Baru Press), h.90
36
Erik Prasetya, On Street Photography, (Jakarta: KPG[Kepustakaan Populer Gramedia],
2014.), h. 12-15
37
Wilsen Way, Human Interest Photography, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo,
2014), h. 6

29

detail seperti ikan, siput, rumput laut dan wide angle photographer yang
menampilkan keindahan pemandangan bawah laut secara luas.38
Infra red