Hubungan skor PUFA pufa dengan indeks massa tubuh pada anak usia 6-12 tahun di SD Kecamatan Medan Polonia dan Medan Johor

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi dan Etiologinya
Karies gigi adalah kerusakan lokal dari jaringan keras gigi yang terbentuk
akibat bakteri yang mengubah substrat karbohidrat menjadi asam. Hal ini
menyebabkan pH di dalam rongga mulut turun, jika hal ini terjadi secara terusmenerus akan terlihat tanda-tanda dari demineralisasi pada jaringan keras gigi. Proses
penyakit dimulai dari bakteri biofilm (plak gigi) yang

menyelimuti permukaan

gigi.9-11 Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme etiologi utama dalam
penyebab karies, dengan Lactobacillus dan mikroorganisme lain yang berpartisipasi
dalam perkembangan penyakit. Bukti terbaru menyebutkan bahwa jamur (Candida
albicans) sebagai salah satu dari berbagai mikrobiota pada mulut yang menyebabkan
karies.9,10
Karies gigi dapat dilihat pada mahkota (karies koronal), akar (karies akar) dan
permukaan pit dan fissur


pada gigi sulung dan gigi permanen. Hal ini dapat

memengaruhi enamel, yang menyelimuti bagian luar dari mahkota; sementum,
lapisan terluar dari akar; dan dentin, jaringan yang berada dibawah baik enamel dan
sementum.9-11
Karies terjadi bukan

karena satu kejadian saja seperti penyakit menular

lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun
waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (1995), karies dinyatakan sebagai
penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab
terbentuknya karies.11
Beberapa faktor etiologi karies adalah sebagai berikut:1,10,11
1. Gigi
Gigi adalah bagian tubuh yang terkeras dan terkuat dari anggota tubuh
lainnya. Perbedaan gigi sulung dengan gigi permanen adalah struktur enamel dan
dentinnya. Gigi sulung memiliki enamel yang lebih tipis dan kontak proksimalnya

Universitas Sumatera Utara


7

lebih luas dibandingkan gigi permanen sehingga daerah proksimal lebih rentan
terhadap karies dan menyebabkan penjalaran karies gigi sulung lebih cepat mengenai
pulpa dibandingkan dengan gigi permanen.1,10,11
2. Saliva
Kemampuan saliva membersihkan secara mekanis dapat membuang debris
makanan dan melepaskan mikroorganisme mulut. Saliva mempunyai kapasitas buffer
yang tinggi sehingga dapat menetralisir asam yang diproduksi oleh bakteri plak pada
permukaan gigi. Saliva kaya akan ion kalsium dan fosfor, ion ini penting untuk
remineralisasi white spot dan juga berperan mengantarkan fluor.1,10,11
3. Diet
Terdapat hubungan karies dan karbohidrat. Karbohidrat paling kariogenik
adalah sukrosa. Sukrosa mempunyai daya larut yang tinggi dan dapat berdifusi
menjadi plak, sukrosa berperan dalam pembentukan polisakarida dan asam. 1,10,11
4. Mikroflora (plak)
Plak gigi merupakan lapisan yang tidak berwarna lunak yang melekat pada
permukaan gigi. Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies. Kariogenik Streptococcus menghasilkan glikan dari sukrosa dimana

menambah
plak.

kekuatan pada permukaan gigi yang menjadi sumber perkembangan

1,10,11

5. Waktu
Karies berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk karies berkembang menjadi suatu kavitas yang cukup
bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.1,10,11

2.2 Prevalensi dan Pengalaman Karies
Prevalensi

karies

ditinjau

dari


data

epidemiologi

berbagai

negara

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada prevalensi karies. Peningkatan
prevalensi karies melibatkan sebagian besar anak-anak, sama halnya dengan orang
dewasa, pada gigi sulung, gigi permanen yang melibatkan koronal serta permukaan
akar. Peningkatan karies gigi merupakan sinyal krisis kesehatan masyarakat.12

Universitas Sumatera Utara

8

Tidak ada geografis di dunia yang tidak terhindar dari karies. Hal ini
dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi dan semua kelompok usia.

Sekitar 90% dari anak-anak sekolah di seluruh dunia mengalami karies dan menjadi
penyakit yang paling umum di negara-negara Asia dan Amerika Latin.13 Indeks
DMF-T di dunia rata-rata adalah 2,11 ( ± 1,32 ). Setengah dari negara - negara
tersebut, memiliki DMF-T 1,8.14 Menurut WHO 60-90 % anak sekolah di seluruh
dunia menderita karies gigi.2,15 Nepal pada tahun 2004 National Pathfinder Survey
menunjukkan bahwa 58% dari anak-anak sekolah berusia 5-6 tahun menderita karies
gigi.15
Menurut RISKESDAS tahun 2013, sebanyak 24,8% anak usia 12 tahun di
Indonesia memiliki masalah gigi dan mulut, terdapat 28,4% yang menerima
perawatan dan pengobatan dari tenaga medis gigi, sementara 71,6% lainnya tidak
dilakukan perawatan.16 Penelitian Pontonuwu et al.
DMFT

menunjukkan bahwa indeks

di Kota Tomohon Indonesia pada anak usia 6-12 tahun sebesar 3,5.17

Menurut SKRT tahun 2001 prevalensi karies gigi yang mencapai pulpa dan akar gigi
pada murid SD kelas 2 sebesar 5,3%. Pengamatan 13 sekolah di Jakarta menemukan
55% anak kelas 1 SD memiliki gigi yang karies dengan rata-rata 2 gigi sulung per

anak.4

2.3 Faktor Risiko Karies
Faktor risiko seseorang terkena karies sangat bervariasi seiring berjalannya
waktu karena banyak faktor risiko yang memengaruhinya. 9 Beberapa faktor yang
dianggap sebagai faktor risiko dari karies adalah pengalaman karies, penggunaan
fluor, oral hygiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan dan status sosial ekonomi. 1,9-11
1. Pengalaman Karies
Penelitian epidemiologi telah membuktikan adanya hubungan antara
pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Tingginya skor
pengalaman karies pada gigi sulung dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi
permanennya.1,9-11

Universitas Sumatera Utara

9

2. Penggunaan Fluor yang Cukup
Tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies. Fluor
bekerja


dengan

cara

menghambat metabolisme

bakteri

plak yang dapat

memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi
fluor apatit sehingga menghasilkan enamel yang lebih tahan terhadap asam sehingga
dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi yang
merangsang perbaikan dan penghentian lesi karies1,9-11
3. Oral Hygiene
Salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Insidens karies
dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis. Peningkatkan
oral hygiene dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi secara teratur untuk
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi

karies.1,9-11
4. Pola Makan
Mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat,
menyebabkan beberapa bakteri penyebab karies akan mulai memproduksi asam
sehingga terjadi demineralisasi. Diantara waktu makan, saliva akan bekerja
menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Seringnya mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka enamel gigi tidak akan
mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi sehingga terjadi karies. 1,9-11
5. Sosial ekonomi
Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan. Seseorang
yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan sikap yang
baik tentang kesehatan sehingga memengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.
Menurut Tirthakar pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi
yang mempengaruhi status kesehatan. Penelitian Paulander, Axelsson dan Lindhe
(2003) melaporkan bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi berisiko
rendah terkena karies daripada seseorang dengan tingkat pendidikan rendah. 1,9-11

Universitas Sumatera Utara

10


6. Usia
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies
sejalan dengan bertambahnya usia. Pada periode gigi bercampur, molar satu paling
sering terkena karies. Pada periode pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat
menimbulkan pembengkakan gusi sehingga kebersihan mulut kurang terjaga dan
menyebabkan presentase karies lebih tinggi.1,9-11
7. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai pengalaman karies yang lebih tinggi daripada pria.
Berdasarkan pola erupsi gigi, wanita cendrung

lebih

dulu terjadi erupsi gigi

dibandingkan pria, sehingga gigi lebih lama terpapar dengan lingkungan rongga
mulut, bakteri dan substrat.1,9-11,37

2.4 Dampak Karies Tidak Dirawat
Karies gigi merupakan masalah kesehatan masyarakat global, terutama pada

anak-anak. Kebanyakan karies di negara berkembang tidak dilakukan perawatan.
Karies yang tidak dirawat, dapat menyebabkan infeksi bakteri berkembang melalui
dentin dan menimbulkan peradangan pada pulpa dan akan menimbulkan rasa sakit.
Gigi yang tidak rawat, dapat menyebabkan kematian pulpa, serta proses radang
berlanjut sampai ke tulang alveolar. Beberapa masalah akan timbul pada karies yang
tidak terawat, seperti pulpitis, ulserasi, fistula dan abses. 5
a. Pulpitis
Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya
merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan
keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinik sulit untuk
menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. 5 Selama ini radang pulpa
ditentukan dengan adanya keluhan rasa sakit yang sifatnya subyektif. Secara
patofisiologik, pulpitis dibagi menjadi pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel,
penentuan diagnosis pulpitis yang terpenting adalah jaringan pulpa tersebut masih
dapat dipertahankan atau sudah tidak dapat dipertahankan lagi. 18

Universitas Sumatera Utara

11


b. Ulserasi
Ulserasi rongga mulut merupakan kondisi umum yang disebabkan oleh
beberapa faktor, terutama trauma. Trauma tersebut dapat disebabkan kontaknya
dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulser
traumatikus sering terjadi pada mukosa bukal atau labial dan pada tepi lidah. Ulser
traumatikus biasanya terlihat sedikit mendalam dan oval, eritema pada awalnya
terlihat di bagian tepi, bagian tengahnya berwarna abu-abu kuning. Apabila faktor
trauma dihilangkan, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu.5
c. Fistula
Abses yang berkelanjutan akan merusak tulang pendukung gigi sampai ke
jaringan lunak disekitarnya, setelah mencapai jaringan lunak umumnya abses
memasuki fase kronis dan rasa sakit akan berkurang. Sinus atau fistula akan terbentuk
pada fase ini, menghubungkan rongga abses dengan permukaan kulit atau mukosa
sebagai jalan keluar untuk drainase pus.5
d. Abses
Abses adalah tahap akut dari infeksi yang menyebar dari gigi non-vital
melalui tulang alveolar ke jaringan lunak di sekitarnya. Abses terbentuk atas
neutrofil, makrofag, dan debris nekrotik. Pemeriksaan klinis menunjukkan nodula
yang membengkak, berwarna kuning kemerahan atau merah, yang hangat dan
fluktuan apabila diraba. Gigi yang terlibat terasa nyeri jika diperkusi dan memberi
respons abnormal atau tidak memberi respons terhadap panas, dingin atau
pemeriksaan listrik pulpa.5
Konsekuensi dari karies yang tidak dirawat juga sering hadir sebagai keadaan
darurat gigi di rumah sakit anak-anak. Karies yang tidak dirawat dapat memengaruhi
kemampuan anak untuk makan dan kemudian mengganggu asupan nutrisi. Karies
gigi yang parah dapat memengaruhi kualitas kemampuan hidup termasuk tidur.
Penelitian menunjukkan bahwa karies yang tidak dirawat memiliki efek pada berat
badan anak dan kesehatan umum mereka.19

Universitas Sumatera Utara

12

2.4.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan ukuran yang paling umum digunakan
untuk mengetahui prevalensi overweight dan obesitas pada tingkat populasi. IMT
adalah indeks sederhana dari berat badan dibagi tinggi badan yang digunakan untuk
mengklasifikasikan kurus, normal, kelebihan berat badan dan obesitas pada anak –
anak maupun orang dewasa. Perhitungan IMT yang digunakan berupa berat dalam
kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter (kg /m2). 20
Berdasarkan

Keputusan

No.1995/MENKES/SKXII/2010,

Mentri

Kesehatan

pengukuran

IMT

Republik

mengacu

pada

Indonesia
standar

antropometri WHO tahun 2005.21 Perhitungan IMT pada anak-anak dibagi
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Setelah IMT dihitung pada anak-anak dan
remaja, kemudian hasilnya disesuaikan dengan tabel berdasarkan usia dan jenis
kelamin dalam Z-score (Lampiran 1 dan 2 ). Z-score ini menggambarkan status IMT
pada anak yang diklasifikasikan menjadi sangat kurus, kurus, normal, gemuk dan
obesitas. Status kategori IMT dapat dilihat pada Tabel 1.21
Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh21
Kategori status berat badan

Ambang batas (Z-score)

Sangat Kurus

2 SD

Penelitian Benzian et al (2011) mengkategorikan IMT menjadi tiga yaitu dibawah
normal, normal, dan diatas normal.8 Hal ini dikarenakan sedikitnya sampel obesitas
dibandingkan kategori dibawah normal, normal dan di atas normal. Pada penelitian
ini peneliti juga membagi IMT menjadi 3 kategori yaitu kurus, normal, dan gemuk.

Universitas Sumatera Utara

13

2.5 Indeks Karies
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
kelompok terhadap suatu penyakit. Indeks digunakan untuk mengukur derajat
keparahan suatu penyakit. Data mengenai status karies didapat menggunakan indeks
karies. Ada beberapa indeks karies yang sering digunakan seperti indeks DMF-T
Klein dan PUFA.11

2.5.1 Indeks DMF-T/def-t Klein
Klein et al memperkenalkan indeks ini pada tahun 1938 untuk mengukur
pengalaman karies seseorang. Indeks ini umumnya digunakan untuk gigi permanen,
namun dapat juga digunakan untuk gigi sulung hanya dibedakan dengan pemberian
kodenya saja. Kode DMF-T (decay, missing, filling tooth) untuk gigi permanen
sedangkan kode deft (decay, extracted, filled tooth) untuk gigi sulung. Indeks ini
tidak menggunakan skor, tetapi pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D/d
(untuk gigi yang karies), M/e (untuk gigi yang hilang karena karies maupun indikasi
pencabutan seperti radiks), F/f (untuk gigi yang ditambal) kemudian dijumlahkan
sesuai kode. Rerata DMF-T atau deft dapat dihitung dengan menjumlahkan seluruh
nilai DMF-T atau deft dibagi dengan jumlah sampel yang diperiksa. 11
Terdapat hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pengisian kode:11
1.

Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D atau

2.

Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tambalan permanen

d.

dimasukkan dalam kategori D atau d.
3.

Gigi dengan tambalan sementara dimasukkan ke dalam kategori D atau d.

4.

Sisa akar atau gigi dengan indikasi pencabutan serta gigi yang sudah

dicabut karena karies maka gigi tersebut masuk dalam kategori M atau e.
5.

Semua gigi dengan tambalan permanen dimasukkan dalam kategori F

6.

Pencabutan normal selama masa pergantian gigi tidak dimasukkan ke

atau f.

dalam kategori apapun.

Universitas Sumatera Utara

14

2.5.2 Indeks PUFA/pufa
Monse et al. (2010) menyatakan indeks PUFA/pufa menggambarkan
konsekuensi klinis untuk karies yang tidak dirawat. PUFA/pufa digunakan untuk
menilai karies dengan keterlibatan pulpa, ulserasi mukosa akibat dari fragmen akar,
fistula dan abses. Lesi pada jaringan sekitarnya yang tidak berhubungan dengan
keterlibatan pulpa sebagai akibat dari karies tidak dicatat. 6 Gigi sulung yang belum
tanggal tetapi gigi permanen penggantinya sudah mulai erupsi dapat menyebabkan
infeksi odontogenik, sehingga kedua gigi tersebut dimasukkan dalam kategori
PUFA/pufa.22 Penunjukan PUFA/pufa berasal dari huruf pertama dari nama-nama
yang terdaftar patologi dalam bahasa Inggris. P / p menunjukkan pulpa yang terlibat,
U / u – ulserasi jaringan lunak, F / f mengacu pada adanya suatu odontogenik fistula,
dan A / a menunjukkan abses. Kode dan kriteria untuk indeks PUFA adalah sebagai
berikut :6,8,22-5
a) P / p: keterlibatan pulpa dicatat pada saat terlihatnya pembukaan ruang
pulpa atau ketika struktur koronal gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar
atau fragmen akar yang tersisa. Tidak melakukan probing untuk mendiagnosis
keterlibatan pulpa (Gambar 1 a dan b). 6,8,22-5
b) U / u: Ulserasi karena trauma dari sisi tajam dari gigi dengan keterlibatan
pulpa atau fragmen akar telah menyebabkan ulserasi traumatis dari jaringan lunak
seperti lidah atau mukosa bukal (Gambar 1 c dan d). 6,8,22-5
c) F / f: Fistula dicatat jika ada pus keluar dari saluran sinus yang
berhubungan dengan keterlibatan pulpa (Gambar 1 e dan f). 6,8,22-5
d) A / a: Abses dicatat jika adanya pembengkakan dan mengandung pus yang
berhubungan dengan gigi dengan keterlibatan pulpa (Gambar 1 g dan h). 6,8,22-5
Skor PUFA / pufa per orang dihitung dengan cara kumulatif yang sama
dengan DMFT / dmft dan mewakili jumlah gigi yang memenuhi PUFA /pufa untuk
kriteria diagnostik.25 PUFA/pufa total :25 PUFA per orang = P + U + F + A (untuk
gigi permanen) + pufa per orang = p + u + f + a (untuk gigi sulung).

Universitas Sumatera Utara

15

Indeks ini dikembangkan dari pola indeks DMF, yang memfasilitasi
penggunaan dan interpretasi data. Mirip dengan indeks DMF /def, huruf besar
menunjukkan informasi mengenai permanen gigi, dan huruf kecil untuk gigi sulung. 25
PUFA untuk gigi permanen dan pufa untuk gigi sulung dicatat secara terpisah.
Skor PUFA/pufa dapat berkisar 0-20 pufa untuk gigi sulung dan 0-32 PUFA untuk
gigi permanen.1,6,24,25
Prevalensi kejadian PUFA dikalkulasikan sebagai persentase populasi dengan
skor PUFA satu atau lebih. Kejadian PUFA sebagai populasi dikomputerisasi sebagai
gambaran rerata. 6,24,25

Gambar 1. (a dan b) Keterlibatan pulpa; (c dan d)
ulserasi; (e dan f) fistula; (g dan h) abses6,24

Universitas Sumatera Utara

16

2.6 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Karies
Karies merupakan penyakit yang dapat dicetuskan dari makanan. Peran diet
dan gizi dalam pertumbuhan dan karies telah diketahui. Pertumbuhan yang buruk,
obesitas dan karies adalah termasuk tiga masalah kesehatan publik yang besar. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa karies dapat secara bertahap menurunkan berat badan anak –
anak. Hasil penelitian Benzian et al. (2011) menyatakan bahwa anak-anak dengan
karies yang tidak dirawat berlanjut hingga ke pulpa (infeksi odontogenik) mengalami
peningkatan risiko penurunan berat badan dibandingkan pada anak tanpa infeksi
odontogenik.8
Mohammadi (2012) meneliti secara acak dari 420 anak-anak berusia 6 tahun
diperiksa yang menderita karies gigi menggunakan standar WHO untuk kriteria
diagnostik. Dicatatlah karies yang tidak dirawat, hilang dan tanggal pada gigi sulung
(dmft) dan gigi permanen (DMFT), diperoleh hubungan yang signifikan (p = 0,04)
antara IMT dan gigi karies.26 Begum et al. meneliti hubungan DMFT dengan IMT
dan membagi kategori DMFT menjadi kelompok tanpa DMFT, kelompok DMFT 13, dan DMFT >3. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa IMT pada kelompok
tanpa DMFT lebih tinggi dibandingkan kelompok yang memiliki DMFT. 27
Pada penelitian Dua R et al. menyatakan bahwa kejadian PUFA tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan IMT, sedangkan hubungan pufa dengan IMT
memiliki hubungan yang signifikan, dan rerata PUFA+pufa memiliki hubungan yang
signifikan dengan IMT.28
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mishu et al. tahun 2012
pada 1699 anak usia 6-12 tahun. Penelitian mereka menyatakan bahwa hubungan
antara karies tidak dirawat dengan menurunnya berat badan, terlihat 54,6% anak
mengalami setidaknya satu gigi sulung atau permanen yang tidak dirawat dan 26,4%
diantaranya mempunyai berat badan lebih rendah. 29

Universitas Sumatera Utara

17

2.7 KerangkaTeori

Etiologi:
1. Host (gigi dan saliva)
2. Diet
3. Mikroflora
4. Waktu

Karies

Faktor Risiko :
1. Pengalaman karies
2. Penggunaan fluor
3. Oral hygiene
4. Pola makan
5. Sosio ekonomi
6. Usia
7. Jenis kelamin

Indeks DMFT/deft :
 D/d : Decayed
 M/e : Missing/extracted
 F/f : Filling

Indeks karies
Dirawat

Tidak dirawat

Indeks PUFA/pufa :
 P/p : Keterlibatan pulpa
 U/u : Ulserasi
 F/f : Fistula
 A/a : Abses

Dampak
?
Pulpitis, ulserasi,
fistula dan abses

Kualitas
tidur

Berat badan

Indeks Massa Tubuh (IMT) :
 Sangat kurus
 Kurus
 Normal
 Gemuk
 Obesitas
Universitas Sumatera Utara

18

2.8 Kerangka Konsep

Kelompok I :
PUFA + pufa = 0
dan
DMFT + deft = 1-4

Jenis kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
Usia :
a. 6-8 tahun

Kelompok II :
PUFA + pufa = 0

Indeks Massa Tubuh (IMT)
- Kurus

dan

-

Normal

DMFT + deft > 4

-

Gemuk

b. 9-12 tahun

Kelompok III :
PUFA + pufa ≥ 1

Universitas Sumatera Utara