Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Streptococcus mutans
Streptococcus merupakan bakteri G+ berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya.
Bakteri ini tersebar di alam. Beberapa diantaranya merupakan anggota flora
normal pada manusia, sedang Streptococcus yang lain berhubungan dengan
penyakit pada manusia dapat berupa infeksi oleh Streptococcus dan sebagian yang
lain dapat menimbulkan sensitisasi akibat kuman tersebut. Streptococcus memiliki
berbagai macam kandungan bahan ekstraselular dan enzim (Brooks et al., 2005).
Streptococcus mutans (Gambar 2.1) merupakan bakteri G+ bersifat
nonmotil, bakteri anaerob fakultatif, memiliki bentuk kokus yang sendirian
berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai.

Gambar 2.1. Morfologi Streptococcus mutans (Sumber: Nugraha, 2008)
Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40 oC. S. mutans
biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang
paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Nugraha, 2008).
Klasifikasi S. mutans menurut Krieg et al., (2010) adalah sebagai berikut:


Universitas Sumatera Utara

Kingdom

: Bacteria

Filum

: Bacteroidetes

Kelas

: Bacteroidia

Ordo

: Bacteroidales

Famili


: Porphyromonadaceae

Genus

: Streptococcus

Spesies

: Streptococcus mutans
S. mutans adalah bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik,

mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang
lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, S. mutans bisa
menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi, lengket
mendukung bakteri-bakteri lain, pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya,
dan asam melarutkan email gigi (Nugraha, 2008).

2.2. Shigella dysenteriae
Shigella merupakan bakteri G-, bersifat fakultatif anaerobik yang dengan
beberapa kekecualian tidak meragikan laktosa tetapi meragikan karbohidrat yang

lainnya, menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas. Habitat alamiah
Shigella terbatas pada saluran pncernaan manusia dan primata lainnya dimana
sejumlah spesies menimbulkan disentri basiler. Morfologi Shigella yaitu batang
ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, G-. Koloninya
konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kirakira 2 mm dalam 24 jam (Nathania, 2008).
Shigella dysenteriae adalah bakteri yang sering menyebabkan disentri dan
gejala yang dominan adalah demam disertai diare (Santoso dkk., 2009).
Klasifikasi S. dysenteriae menurut Krieg et al., (2010) adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Bacteria

Filum

: Verrucomicroba

Kelas

: Opitutae


Ordo

: Opitutales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Shigella

Spesies

: Shigella dysenteriae

Universitas Sumatera Utara

Menurut Santoso dkk., (2009), dengan metode cawan gores pada medium Mac
Conkey agar ditemukan morfologi koloni bakteri S. dysenteriae yang berbentuk

oval, permukaannya datar dan halus, tepi tidak rata, tidak berbau dan khas
didapatkan koloninya berwarna pucat (Gambar 2.2).

(a)
(b)
Gambar 2.2. (a) Koloni S. dysenteriae (b) Gambaran Mikroskopis S. dysenteriae
(Sumber: Yolanda dan Mulyana, 2011)

2.3. Candida albicans
Umumnya jamur tumbuh sebagai sel ragi atau hifa, tetapi ada beberapa spesies
jamur yang dapat tumbuh, baik dalam bentuk ragi maupun kapang, bergantung
pada situasi lingkungannya. Bila jamur hidup di alam atau di medium perbenihan
maka ia akan membentuk hifa, tetapi bila jamur tersebut hidup di dalam tubuh
manusia atau jaringan, maka ia akan membentuk sel ragi. Sebagian besar jamur
yang patogen terhadap manusia tergolong jamur dimorfik (Kumala, 2006).
C. albicans adalah jamur dimorfik yang ada sebagai komensal dari hewan
berdarah panas termasuk manusia. C. albicans berkolonisasi pada permukaan
mukosa rongga mulut, vagina, dan saluran pencernaan dan juga dapat
menyebabkan berbagai infeksi tergantung dari pada sifat host yang mendasari
penyakit (Molero, et al., 1998). Semua spesies Candida merupakan sel ragi yang

berbentuk oval (3-5 μm) dengan blastokonidia dan pseudohifa (pseudohypae). C.
albicans dapat membentuk germ tubes dan klamidokonidia terminal (Kumala,
2006). Klasifikasi C. albicans menurut Alexopoulos and Mims (1979) adalah
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Kingdom

: Fungi

Divisi

: Amastigomycota

Sub divisi

: Deuteromycotina

Kelas


: Deuteromycetes

Ordo

: Criptococcales

Famili

: Criptococcaceae

Genus

: Candida

Spesies

: Candida albicans
Pada agar sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar atau 37 oC selama


24 jam, spesies Candida menghasilkan koloni-koloni halus berwarna krem yang
mempunyai bau seperti ragi (Gambar 2.3). Pertumbuhan permukaan terdiri atas
sel-sel bertunas lonjong. Pertumbuhan di bawahnya terdiri atas pseudomiselium.
Ini terdiri atas pseudohifa yang membentuk blastokonidia pada nodus-nodus dan
kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya (Simatupang, 2009). Untuk
mengidentifikasi spesies jamur Candida dengan cepat dapat dipakai perbenihan
selektif agar kromogenik seperti CHROM agar. Perbenihan ini dapat
membedakan berbagai spesies jamur dengan cepat. Koloni jamur C. albicans
berwarna hijau, koloni C. tropicalis berwarna biru (Kumala, 2006).

(a)

(b)

Gambar 2.3. (a) Koloni C. albicans (b) C. albicans dengan bentukan germ tube
(Sumber: Rachma, 2012)
2.4. Karies Gigi
Karies (Gambar 2.4) merupakan suatu kerusakan gigi yang dimulai dari
permukaan dan berkembang ke arah dalam. Pertama, permukaan email gigi yang


Universitas Sumatera Utara

seluruhnya non seluler, mengalami demineralisasi. Ini merupakan akibat dari
produk fermentasi bakteri yang bersifat asam (Brooks et al., 2005). Beberapa hal
yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah seperti gula, air liur, dan
juga bakteri pembusuknya. Setelah makan sesuatu yang mengandung gula,
terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi
dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasi molekul protein dan karbohidrat)
bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi (Nugraha, 2008).
Plak ini terutama terdiri atas endapan-endapan gelatin dari glukan yang
mempunyai berat molekul tinggi, tempat bakteri penghasil asam melekat pada
email.

Polimer-polimer

karbohidrat

(glukan)

terutama


dihasilkan

oleh

Streptococcus (S. mutans, peptostreptococcus), mungkin berkait juga dengan
Actinomycetes (Brooks et al., 2005). S. mutans ini yang mempunyai suatu enzim
yang disebut glukosil transferase di atas permukaannya yang dapat menyebabkan
polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat
mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri
dari ikatan glukosa alfa (1-6) dan alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat
lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri S.
mutans untuk berkembang dan membentuk plak pada gigi (Nugraha, 2008).

Gambar 2.4. Karies Gigi (Sumber: Nugraha, 2008)
Langkah kedua yang penting dalam pembentukan karies adalah
pembentukan asam (pH < 5) dari karbohidrat dalam jumlah besar oleh
Streptococcus dan Lactobacil dalam plak. Konsentrasi asam yang tinggi
mengakibatkan demineralisasi email tempat melekat dan menimbulkannya karies
(Brooks et al., 2005).


Universitas Sumatera Utara

2.5. Shigellosis (Disentri basiler)
Shigellosis disebut juga disentri basiler. Disentri sendiri artinya salah satu dari
berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan
disertai nyeri perut , tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung darah
dan lendir. Infeksi Shigella praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi
dalam darah sangat jarang (Nathania, 2008).
Shigella berkolonisasi di ileum terminalis/kolon, terutama kolon distal,
invasi ke sel epitel mukosa usus, melakukan multiplikasi dan menyebar di intrasel
dan intersel kemudian memproduksi enterotoksin (eksotoksin yang aktivitasnya
memengaruhi usus halus, sehingga umumnya menyebabkan sekresi cairan secara
berlebihan ke dalam rongga usus, menyebabkan diare dan muntah-muntah)
(Santoso dkk., 2009). Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada
infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi
usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. (Zein et al.,
2004).
Selain memproduksi enterotoksin, S. dysenteriae juga memproduksi
eksotoksin (Shiga toxin) yang bersifat sitotoksik sehingga mengakibatkan
infiltrasi sel radang, terjadi nekrosis sel epitel mukosa, eritrosit dan plasma keluar
ke lumen usus sehingga tinja bercampur darah. S. dysenteriae memproduksi
eksotoksin tidak tahan panas yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan
susunan saraf pusat (Santoso dkk., 2009). Disentri basiler dapat ditemukan di
seluruh dunia. Disentri ini dapat terjadi di daerah yang populasinya padat tetapi
sanitasinya sangat buruk. Penyebarannya dapat terjadi melalui kontaminasi
makanan atau minuman dengan kontak langsung atau melalui vektor, misalnya
lalat. Namun faktor utama dari disentri basiler ini adalah melalui tangan yang
tidak dicuci sehabis buang air besar (Nathania, 2008).

2.6. Kandidiasis Oral
Infeksi C. albicans (kandidiasis) sangat jarang pada orang sehat (Molero et al.,
1998). C. albicans adalah fungi patogen oportunistik yang menyebabkan berbagai

Universitas Sumatera Utara

penyakit pada manusia seperti sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginitis, candiduria
dan gastrointestinal kandidiasis (Kusumaningtyas, 2005). Pada kandidiasis oral
(Gambar 2.5.), jamur yang sering dan berperan

penting di rongga mulut

disebabkan oleh spesies Candida. Ada beberapa faktor lokal yang membuat
jaringan mulut rentan terhadap infeksi Candida. Faktor ini termasuk asam dari air
liur, xerostomia, penggunaan gigi palsu prostetik malam, tembakau, karbohidrat
dan pasien yang menerima radioterapi dan kemoterapi dalam struktur rahang atas.
Pemeliharaan kebersihan mulut dan diagnosis dini dari kondisi ini sangat penting
(Rao, 2012).
Sariawan, merupakan bentuk penyakit yang paling umum yang dihasilkan
oleh pertumbuhan berlebih dari C.albicans. Kondisi mulut bayi mirip dengan
kondisi vagina dalam pada perempuan, yaitu memiliki pH rendah yang dapat
meningkatkan proliferasi C. albicans. Infeksi C. albicans dapat ditandai dengan
munculnya sebuah krim putih hingga bercak (pseudomembran) berwarna abu-abu
menutupi lidah, langit-langit lunak, mukosa bukal, dan permukaan oral lainnya
(Rippon, 1988).

Gambar 2.5. Kandidiasis Oral (Sumber: Reibel, 2003)
Adanya tonjolan-tonjolan pada membran yang terpisah-pisah dan memiliki
penampilan seperti kepala susu dan pada kenyataannya, terkadang kita sering
keliru dan melihatnya sebagai tanda-tanda sariawan. Lesi dimulai sebagai daerah
lokal kecil dari kolonisasi yang membesar menjadi tonjolan membran. Membran
ini agak erat melekat pada mukosa yang mendasarinya, dan bila membran ini
terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan merah mengalir. Bercak
(pseudomembran) pada kandidiasis oral sering menjadi cukup besar dan jaringan

Universitas Sumatera Utara

yang membengkak menghambat dalam proses menelan dan sesekali bernapas
(Rippon, 1988).

2.7. Bunga Tahi Ayam (Tagetes erecta Linn.)
Herba setahun yang tumbuh tegak ini memiliki tinggi 0,5 – 1,3 m, bercabang, dan
berbau tidak enak. Daun tunggal, menyirip berbagi sangat dalam sehingga
menyerupai daun majemuk menyirip gasal. Taju anak daun pada kedua sisi 5-9,
bentuknya memanjang hingga lanset menyempit, dengan bintik kelenjar bulat
dekat tepinya, warnanya hijau. Bunga tunggal, berbentuk bongkol, warnanya
kuning atau orange. Buah keras, bentuk garis dan berwarna hitam. Tagetes berasal
dari Meksiko, menyukai tempat terbuka yang terkena matahari langsung dan
udara lembap (Pujowati, 2006).
Bunga tahi ayam (Gambar 2.6) sering disebut sebagai kenikir, randa
kencana dan ades (Indonesia), tahi kotok (Sunda), amarello (Filipina), African
Marigold, Astec Marigold, American Marigold, Big Marigold (Inggris) (Pinem,
2012). Klasifikasi bunga tahi ayam menurut Subrahamyan (1995) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Asterales

Famili

: Compositae

Genus

: Tagetes

Spesies

: Tagetes erecta Linn.

Gambar 2.6. Tagetes erecta L. (Sumber: Pinem, 2012)

Universitas Sumatera Utara

2.8. Manfaat Daun dan Bunga Tahi Ayam
Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah bunganya. Bunga bisa
dikeringkan untuk penyimpanan. Namun, daun dan minyaknya juga berkhasiat
untuk obat (Pinem, 2012). Tanaman ini telah banyak digunakan untuk
pengobatan. Biasanya digunakan untuk mengobati sakit perut, parasit, diare,
penyakit hati, muntah, gangguaan pencernaan, sakit gigi, dan penyakit lainnya.
Selain itu, obat ini juga digunakan untuk mengurangi nyeri pada dada dan masalah
lainnya yang terkait dengan dada, mengurangi kecemasan, mengusir cacing dari
tubuh, memurnikan darah, menyembuhkan luka, bisul dan infeksi kulit yang
disebabkan oleh bisul, digunakan dalam mengurangi nyeri rematik, kedinginan,
bronkhitis, maag, penyakit mata dan uterus, dan juga digunakan sebagai obat
pencahar ringan (Krishnamurthy et al., 2012).
Efek farmakologis dan hasil penelitian, kandungan pyrethrin dan minyak
menguapnya secara in vitro berkhasiat bakterisidal dan fungsidal (Pinem, 2012).
Berdasarkan analisis kualitatif untuk senyawa kimia berbeda dari T. erecta dengan
berbagai ekstrak, daun dan bunga nya mengandung senyawa karbohidrat, alkaloid,
glikosida, flavonoid, tanin, steroid dan terpenoid (Kiranmai dan Ibrahim, 2012).

2.9. Ekstraksi Tanaman Obat
Ekstraksi

merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan

menggunakan pelarut (Agoes, 2007). Sampel, baik yang berasal dari tanaman,
mikroba (hasil fermentasi maupun bentuk padat), hewan laut (koral, siput,
tunikata) ataupun serangga, disebut sebagai biomassa. Sampel ini kemudian
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, meskipun hal ini dapat menjadi
masalah di lingkungan sangat lembab seperti di daerah hutan hujan dan pesisir.
Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikel-partikel kecil
menggunakan blender atau penggilingan (Heinrich et al., 2009). Tahap ini
merupakan tahap pertama dari pengolahan tanaman obat, baik dalam bentuk
sederhana maupun bentuk kompleks. Untuk melakukan ekstraksi zat aktif tertentu
dari bahan tanaman secara sempurna, pelarut yang ideal adalah adalah pelarut
yang menunjukkan selektivitas maksimal, mempunyai kapasitas terbaik ditinjau

Universitas Sumatera Utara

dari koefisien saturasi produk dalam medium, dan kompatibel dengan sifat-sifat
bahan yang diekstraksi (Agoes, 2007).
Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut
pandang etnobotani, ekstraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional.
Sebagai contoh, jika penduduk asli menggunakan bahan ekstraksi khusus, seperti
ekstrak air, the dingin/panas, alkohol atau campuran air-alkohol, kemudian di
laboratorium harus dipakai metode yang hamper sama atau identik sehingga
bahan alam yang sama dapat diekstraksi (Heinrich et al., 2009).
Menurut farmakope, etanol merupakan pelarut pilihan untuk memperoleh
ekstrak secara klasik, seperti, tinktur, ekstrak cair, kental, dan kering yang masih
digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi. Pelarut-pelarut tersebut,
disamping mempunyai daya ekstraktif yang tinggi, paling sedikit (minimal) harus
bersifat selektif dan dapat digunakan tidak hanya untuk ekstraksi klasik (tinktur
dan ekstrak), tetapi dapat pula digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan
berkhasiat/aktifnya belum diketahui dengan baik, dan diinginkan ekstrak yang
paling lengkap (Agoes, 2007). Menurut Siregar (2011), alasan penggunaan pelarut
etanol karena sifatnya yang dapat melarutkan seluruh bahan aktif yang terkandung
dalam suatu bahan alami, baik bahan aktif yang bersifat polar, semipolar maupun non
polar. Selain itu, pelarut etanol diketahui lebih aman (tidak bersifat toksik) jika
dibandingkan dengan pelarut metanol.

2.10. Antimikroba
Antimikroba merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat maupun
membunuh mikroorganisme patogen penyebab suatu penyakit. Antimikroba itu
sendiri bisa sebagai antibakteri maupun antifungi. Menurut Dalimunthe (2009),
antimikroba dapat bersifat: bakteriostatik, yaitu menghambat atau menghentikan
laju pertumbuhan bakteri dan juga bersifat bakterisid, yaitu bersifat membunuh
bakteri. Sedangkan menurut Hezmela (2006), berdasarkan sifat toksisitas selektif,
senyawa antifungi dibagi atas fungisida dan fungistatik. Fungisida yaitu senyawa
antijamur yang mempunyai kemampuan untuk membunuh jamur sehingga
dinding sel jamur menjadi hancur karena lisis, akibatnya jamur tidak dapat
bereproduksi kembali, meskipun kontak dengan obat telah dihentikan. Fungistatik

Universitas Sumatera Utara

yaitu senyawa antijamur yang mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan jamur sehingga jumlah sel jamur yang hidup relatif tetap.
Pertumbuhan jamur akan berlangsung kembali bila kontak dengan obat
dihentikan.
Senyawa aktif yang bersifat antimikroba bisa kita temukan pada berbagai
jenis tanaman. Tanaman di sekitar kita banyak dijadikan sebagai bahan penelitian
dan dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Berdasarkan penelitianpenelitian sebelumnya, senyawa aktif pada tanaman seperti flavonoid, tanin,
saponin, steroid dan terpenoid diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Menurut
Lenny (2006), senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang
terbesar yang ditemukan di alam. Menurut Rachma (2012), aktivitas antimikroba
dari flavonoid terjadi karena kemampuannya untuk berikatan dengan adhesin,
polipeptida dinding sel dan membrane-bound enzymes. Sedangkan senyawa
alkaloid yang ditemukan di alam menurut Lenny (2006), mempunyai keaktifan
biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna
dalam pengobatan.
Senyawa terpenoid secara kimia umumnya larut dalam lemak dan terdapat
di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Masing-masing golongan terpenoid itu
penting, baik pada pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi
tumbuhan. Senyawa triterpenoid dan steroid berupa senyawa berwarna, berbentuk
kristal, dan sering kali bertitik leleh tinggi. Senyawa ini dan senyawa sekerabatnya
terutama terdapat dalam lapisan dalam daun dan dalam buah, seperti apel, dan per,
dan mungkin mereka berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan
serangan mikroba. Sedangkan saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis sel darah (Harborne, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

2 12 69

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 13

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 2

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 3

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 10

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 11

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 2

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

1 3 3

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

6 31 4

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

3 8 13