Studi Perbandingan Pola Konsumsi Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian Konsumsi
Konsumsi, dari bahasa Belandaconsumptie, bahasa Inggrisconsumption,
ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna
suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan secara langsung. Tegasnya konsumsi menyangkut barang-barang yang
digunakan habis, dinikmati atau di makan selama periode bersangkutan. Dalam
prakteknya banyak barang-barang konsumsi tersebut umumnya mungkin melebihi
periode waktu tersebut seperti baju,tas,baju atau mobil.
Menurut Mankiw (2000) “ Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli
oleh rumah tangga, konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable
Goods) adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan
dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang
yang memiliki usia panjang seperti mobil, televisi, alat-alat elektronik, ponsel dan
lainya. Ketiga, jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen
oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut dan berobat ke dokter”. Yang
dibelanjakan untuk pembelian barang-barang dan jasa guna mendapatkan
kepuasan dan memenuhi kebutuhan.”

2.1.2 Pengeluaran Konsumsi rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh
rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu tahun

6
Universitas Sumatera Utara

tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk membeli
makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa
rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhanya,dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi.
(Sukirno,1994:38).
Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan
sebagai konsumsi (rumah tangga). Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah
digolongkan investasi. Seterusnya sebagai pengeluaran mereka, seperti membayar
asuransi dan mengirim uang kepada orang tua (atau anak yang sedang bersekolah)
tidak digolongkan sebagai konsumsi karena ia tidak merupakan pembelanjaan
terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian ( Sukirno 2004).
Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga dalam
perekonomian tergantung kepada pendapatan yang diterima oleh mereka. Makin

besar pendapatan mereka, makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Sifat
penting lainya dari konsumsi rumah tangga adalah hanya sebagian saja dari
pendapatan yang mereka terima yang akan digunakan untuk pengeluaran
konsumsi (Sukirno,1981:104).
Untuk memahami pengeluaran konsumsi, ada baiknya terlebih dahulu
memahami beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi yang dikemukakan oleh
para ahli ekonomi. J.M Keynes dalam tulisan Kamaluddin, 2009 menyatakan
bahwa “Konsumsi seseorang akan tergantung pada tingkat pendapatan yang
telah diterima(pendapatanaktual atau absolut)oleh seseorang atau masyarakat.”

7
Universitas Sumatera Utara

Di dalam teori tersebut Keynes (1969) menjelaskan bahwa jika terjadi
kenaikan pendapatan aktual maka kenaikan konsumsi seseorang lebih kecil dari
kenaikan pendapatan aktual yang diterima. Hal ini dikarenakan seseorang pasti
menyisihkan sebagian pendapatan yang diterimanya untuk tujuan lain yaitu
menabung dan membayar hutang.
Teori yang dikemukakan oleh Keynes tersebut serupa dengan yang
diungkapkan oleh Ando, Modigliani dan Brunberg.Menurut mereka, pengeluaran

konsumsi akan tergantung dari siklus hidup seseorang pada

saat

seseorang

belum, bekerja, maka untuk membiayai pengeluaran konsumsinya ia akan
disubsidi oleh orang tuanya atau hutang. pada saat sudah bekerja ia akan
menyisihkan sebagian pendapatannya guna ditabung untuk membayar utang
sebelum ia bekerja dan membiayai konsumsi setelah pensiun, seperti telah
disebutkan,

ia

akan

memakai

tabungannya


untuk

membiayai

konsumsinya.(Kamaluddin,2009).
Sedangkan menurut Friedman (1957) menyatakan bahwa“konsumsi
seseorang tergantung pada pendapatan permanennya (pendapatan yang rutin ia
terima setiap periode tertentu)danbukan pada pendapatan transiteori (pendapatan
yang tak terduga)”.
Jika ahli ekonomi diatas menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi sangat
dipengaruhi oleh pendapatan absolut atau pendapatan permanennya, maka sedikit
berbeda dengan teori Dussenberry (1949) yang menyatakan bahwa“Pengeluaran
konsumsi seseorang bukan tergantung dari pendapatan absolute aktualnya tetapi
tergantung dari pendapatan relatifnya. (Kamaluddin,2009)”.

8
Universitas Sumatera Utara

Maksud dari teori Dussenberry tersebut adalah konsumsi seseorang
tergantung dari tingkat pendapatannya dibanding atau relatif terhadap pendapatan

orang lain. Orang yang pendapatannya lebih rendah akan meniru pola konsumsi
orang yang pendapatannya lebih tinggi di sekelilingnya. Karakteristik lain dari
pengeluaran konsumsi adalah sekali pengeluaran konsumsi seseorang meningkat,
maka tidak mungkin pengeluaran konsumsi tersebut menurun sekalipun
pendapatannya menurun.
Dari beberapa teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengeluaran
konsumsi merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang
untuk memenuhi kebutuhannya dimana pengeluaran tersebut tidak hanya
dipengaruhi oleh pendapatannya tetapi juga lingkungan atau masyarakat sekitar ia
tinggal.
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar
Bantuan luar negeri memang berhasil meningkatkan ekonomi negara yang
sedang berkembang tapi jurang kemiskinan antar penduduk tetap melebar dengan
kata lain strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
belum mampu mengadakan pemerataan pendapatan,mengurangi kemiskinan,dan
juga belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang luas guna mengatasi
pengangguran. Kegagalan strategi inilah yang menyebabkan dicarinya strategi
baru dan dipilihnya model kebutuhan dasar sebagai dasar upaya pengganti.
Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan
hidup manusia,baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu maupun

kebutuhan pelayanan sosial.

9
Universitas Sumatera Utara

Manusia

mempunyai

kecendrungan

untuk

tetap

hidup

serta

mempertahankan bakat dan kehidupan sosialnya. Sebagai konsekuensinya mereka

harus memenuhi kebutuhan hidupnya baik itu primer maupun sekunder agar hidup
layak sesuai dengan harkatnya sebagai anggota masyarakat (Sumardi dan Evers,
1989:129).
Adapun kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat adanya. Pada tingkat
pertama primary needs atau kebutuhan primer orang membutuhkan sandang,
pangan, papan. Apabila kebutuhan primer ini sudah terpenuhi, maka muncullah
dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs (kebutuhan tingkat
kedua) yang merupakan kebutuhan akan barang-barang perlu, yang antara lain
berupa kebutuhan akan sepatu, pendidikan dan sebagainya. Jika keadaan
memungkinkan (bertambah kaya) muncul keinginan untuk memenuhi kebutuhan
tingkat ketiga yang berisi kebutuhan akan barang mewah, kebutuhan tingkat
keempat (quartiary needs) yang berisi akan kebutuhan barang-barang yang benarbenar mubadzir (yang tidak diperlukan sama sekali) dan seterusnya.
2.3 Konsep dan Urutan Jenis Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Asumsi dasar tentang pola konsumsi rumah tangga atau individu adalah
bahwa setiap rumah tangga atau individu tersebut akan memaksimumkan kepuasannya, kesejahteraannya, kemakmurannya, atau kegunaannya.
Pola konsumsi itu sendiri adalah jumlah persentase dari distribusi
pendapatan terhadap masing-masing pengeluaran pangan, sandang , jasa-jasa serta
rekreasi dan hiburan. BPS menyatakan kategori adalah pengeluaran makanan,
perumahan, pakaian, barang, jasa, dan pengeluaran non konsumsi seperti untuk


10
Universitas Sumatera Utara

usaha dan lain-lain pembayaran. Secara terperinci pengeluaran konsumsi adalah
semua pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, pesta atau upacara,
barang-barang lama ,dan lain-lain. Yang dilakukan oleh setiap anggota rumah
tangga baik itu di dalam maupun di luar rumah, baik keperluan pribadi maupun
keperluan rumah tangga (BPS,2007:10)
Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mugkin harus
dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka dapat hidup wajar. Kebutuhan
Esensial ini antara lain: makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan
partisipasi, transportasi, perawatan pribadi, rekreasi.
2.4 Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi
olehmanusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan
itusendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan
aspekkehidupan manusia walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya bagi
manusiayang bersangkutan. Kemiskinan menurut Rais (1995: 9) adalah kondisi
depresiasi
terhadap


sumber-sumber

pemenuhan

kebutuhan

dasar,

sedangkan

kesenjanganadalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomis yang
dimiliki.
Substansi

kemiskinan

(Sudibyo

dalam


Rais

1995:

11)

adalah

kondisidepresiasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang
berupasandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Sedangkan substansi
kesenjanganadalah ketidakmerataan akses terhadap sumberdaya ekonomis.

11
Universitas Sumatera Utara

Masalahkesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah
sosial.
Kemiskinan


(Friedmann

dalam

Suyanto,

1995:

207)

adalah

ketidaksamaanKesempatanuntuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial.
Kemiskinanmemang merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja
melibatkan faktor
ekonomi tetapi juga faktor sosial dan faktor budaya.Menurut Suparlan (1993: 9)
kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatustandar tingkat hidup yang rendah
yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materipada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan. Standar kehidupan yangrendah ini secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap tingkat keadaankesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga
diri dari mereka yang tergolongsebagai orang miskin.
Dalam ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan
dengan menggunakan tolak ukur tertentu. Menurut Suparlan (1993: 10) tolak ukur
yang pertama adalah tingkat pendapatan per waktu kerja, dengan adanya
tolakukur ini maka jumlah dan siapa-siapa saja yang tergolong sebagai orang
miskindapat diketahui, untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang
diperangikemiskinannya. Tolak ukur yangkeduaadalah tolak ukur kebutuhan
relatif perkeluargayang batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang
harusdipenuhi sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya
secarasederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercakup
dalamtolak ukur kebutuhan relatif per keluarga ini adalah: kebutuhan-kebutuhan

12
Universitas Sumatera Utara

yangberkenan dengan biaya sewa rumah, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan
dan
untuk pengobatan, biaya-biaya untuk menyekolahkan anak-anak, dan biaya untuk
sandang yang sewajarnya dan pangan yang sederhana tetapi mencukupi
danmemadai.
2.4.1 Karakteristik Golongan Miskin
Menurut

Zelinsky

(1996:

88)

karakteristik

penduduk

dapat

dikategorikandalam beberapa klasifikasi berdasarkan rumah tempat tinggal,
tingkat pendidikan,jenis pekerjaan, penggunaan lahan, dan kecukupan gizi serta
perawatan kesehatanbisa menjadi indikator peningkatan kehidupan sosial
masyarakat.Karakteristik golongan miskin menurut Remi dan Tjiptoherijanto
(2002:13) adalah:
1. Karakteristik demografi dari penduduk miskin.
Secara umum, rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di Indonesia
adalah

5,8

orang

sedangkan

yang

bukan

miskin

adalah

4,5

orang.

Banyaknyajumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan
dalammenentukan

miskin

atau

ketidak-miskinan

suatu

rumah

tangga.

Bertambahbesarnya jumlah anggota rumah tangga maka bertambah besar
pulakecenderungan

menjadi

miskin.

Oleh

karena

itu

dapat

diketahui

bahwaKeluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk membatasi jumlah
anggotarumah

tangga

adalah

relevan

dengan

upaya-upaya

pengentasan

kemiskinan.
2. Karakteristik ekonomi dari penduduk miskin

13
Universitas Sumatera Utara

Karakteristik dari ekonomi rumah tangga mencakup informasi atas
pekerjaankepala rumah tangga apakah sebagai karyawan atau sebagai pengusaha
ataubahkan

sebagai

keduanya.

Pekerjaan

kepala

rumah

tangga

mempengaruhijumlah pendapatan keluarga. Pola pengeluaran rumah tangga dapat
dijadikanindikator kemiskinan. Jumlah pengeluaran rumah tangga untuk pangan
sangatbesar perbandingannya dengan pengeluaran bukan pangan adalah salah
satukarakteristik ekonomi penduduk miskin.
3. Karakteristik dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga.
Pekerjaan

kepala

yaitu:karyawan/buruh

rumah

dan

tangga

terbagi

pengusaha/majikan.

menjadi
Pekerjaan

dua

jenis
dengan

statuskaryawan/buruh dalam istilah ini merupakan kepala rumah tangga
yangmemperoleh upah atau gaji sebagai imbalan atau balas jasa dari
pekerjaannyasebagai contoh pegawai negeri, karyawan perusahaan, buruh pabrik,
pembanturumah tangga, pengemudi dengan sistem upah atau gaji.Kepala keluarga
yang mempunyai pekerjaan sebagai pengusaha misalnyasebagai pemilik tanah,
nelayan yang mempunyai atau menyewa kapal danlain-lain. Di perkotaan dan
pedesaan seperti di Jawa dan Bali, di bagian timurIndonesia, maupun di bagian
barat Indonesia lebih banyak kepala rumahtangga miskin yang menjadi pengusaha
ketimbang yang menjadi buruh.
4. Karakteristik dari pola konsumsi rumah tangga miskin.
Gambaran tentang pola konsumsi makanan dan bukan makanan dari
kelompokkomunitas (miskin dan bukan miskin), menunjukkan bahwa secara
umumporsi konsumsi makanan dari rumah tangga miskin sampai sebesar

14
Universitas Sumatera Utara

70%dibandingkan dengan porsi konsumsi bukan makanan yang hanya 29,
31%.dibandingkan

dengan

kondisi

perkotaan

porsi

konsumsi

makanan

rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan di pedesaan. Hal ini agak
kurangdapat dipercaya mengingat rumah tangga miskin di pedesaan harus
mengambilmakanan dari tanah mereka. Penjelasan yang paling memungkinkan
untukkondisi ini adalah kemiskinan di pedesaan sudah sedemikian buruknya
dimanakeluarga

miskin

harus

mengkonsumsi

porsi

yang

besar

dari

pendapatannyahanya untuk makan.
5. Karakteristik sosial budaya
Rata-rata orang miskin di perkotaan berpendidikan lebih tinggi daripada
dipedesaan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan wargayang
tinggal di perkotaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi jikadibandingkan
dengan pendapatan di pedesaan. Selain itu di perkotaan fasilitaspendidikan lebih
lengkap dan lebih memadai jika dibandingkan dengan pedesaan.
2.4.2 Kemiskinan Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS)
Kemiskinandikonseptualisasikan

sebagai

ketidakmampuan

dalammemenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain,kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisiekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan
maupun nonmakanan yang bersifat mendasar. Pengukurannya dilakukandengan
menghitung pengeluaran kebutuhan makanan dankebutuhan non makanan per
kapita per bulan. Singkatnyapenduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-ratapengeluaran (makanan dan non makanan) per kapita perbulandibawah
Garis Kemiskinan.

15
Universitas Sumatera Utara

Komponen Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan makanan dan
Garis Kemiskinan Non makanan. Garis Kemiskinan makanan adalah batas
minimal kebutuhan dasarmakanan yang setara dengan pemenuhan kebutuhan
kalori2.100 kalori per kapita perhari dimana paket komoditikebutuhan dasar
makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi(padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,
telur, susu, sayuran,kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, lemak dan lain-lain.
Garis Kemiskinan Non makanan adalah batas minimal kebutuhan dasar bukan
makanan berupa kebutuhan minimumakan perumahan, sandang, pendidikan dan
kesehatan dimanapaket komoditi kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh51
jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi dipedesaan.
2.4.3 Kemiskinan Berdasarkan BKKBN
BKKBN

menerapkan

ukuran

kemiskinan

dengan

pendekatan

kesejahteraan. Keluarga dapat dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera,
sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus.
Keluarga dimasukkan dalam kategori prasejahtera apabila tidak dapat
memenuhi satu dari lima syarat berikut: melaksanakan ibadah menurut agamanya,
makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan,
lantai rumah bukan dari tanah,dan bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana
kesehatan.Miskin menurut BKKBN adalah mereka yang termasuk dalam kategori
prasejahtera dan sejahtera I. Sedangkan keluarga sejahtera II adalah keluarga yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan akan tabungan, makan bersama sambil
berkomunikasi, rekreasi bersama 6 bulan sekali, menggunakan sarana transportasi.
Keluarga sejahtera III sudah dapat memenuhi kebutuhan berupa tabungan

16
Universitas Sumatera Utara

keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi selama 6 bulan sekali,
menggunakan sarana transportasi dan tidak aktif memberikan sumbangan materil
secara teratur. Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang sudah mampu
memberikan sumbangan materil secara aktif dan teratur serta aktif sebagai
pengurus organisasi kemasyarakatan.
2.4.4 kemiskinan berdasarkan bank dunia (world bank)
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak
mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai
kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan
dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin
kelangsungan hidup. Menurut World Bank (2004), salah satu sebab kemiskinan
adalah karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat
kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu
kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya
mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya
tidak memadai.
Menurut World Bank, dalam definisi kemiskinan adalah:
”The denial of choice and opportunities most basic for human development to
lead a long healthy, creative life and enjoy a decent standard of living freedom,
self esteem and the respect of other”.

17
Universitas Sumatera Utara

Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang
lain.

2.4.5 Indikator Kemiskinan
Terdapat

beberapa

indikator

kemiskinan

yang

biasa

digunakan,

yaituindikator:
1) Kemiskinan relatif seseorang dikatakan berada dalam kelompok
kemiskinan relatif, pertama jika pendapatannya berada di bawah
pendapatan di sekitarnya, atau dalam kelompok masyarakat tersebut, ia
berada di lapisan paling bawah. Kedua, Bisa jadi meskipun pendapatannya
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun karena dibanding
masyarakat di sekitarnya, pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk
miskin. Ketiga, Amerika Serikat menggunakan indikator kemiskinan
semacam ini.
2) Kemiskinan absolut. Kemiskinan jenis ini dicirikan sebagai berikut:
Pertama, dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan kesehatan). Kedua,
Jika pendapatan seseorang di bawah

pendapatan minimal untuk

memenuhi kebutuhan pokok, maka ia disebut miskin. Ketiga, Indonesia
menggunakan indikator kemiskinan jenis ini.

18
Universitas Sumatera Utara

3) Kemiskinan

kultural

dikaitkan

dengan

budaya

masyarakat

yang

“menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak
merespons usaha-usaha pihak lain yang membantunya keluar dari
kemiskinan tersebut.
4) Kemiskinan struktural dimana kemiskinan yang disebabkan struktur dan
sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga
memunculkan

masalah-masalah

struktural

ekonomi

yang

makin

meminggirkan peranan orang miskin.
2.4.6 Penggolongan Rumah Tangga Berdasarkan Daya Listrik
Menurut Nengah Subadra dalam tulisanya (2008) orang kaya yang
umumnya tinggal di rumah-rumah mewah biasanya menggunakan daya listrik
yang tinggi (paling sedikit 1.200 watt) untuk keperluan sehari-hari karena semua
fasilitas rumahnya seperti lampu, setrika, televisi, kulkas, mesin cuci dan
pendingin ruangan menggunakan energi listrik yang sangat banyak. Sedangkan
orang miskin hanya menggunakan daya listrik dengan kapasitas 450-900 watt saja
karena mereka tidak memiliki alat-alat rumah tangga yang lengkap. Umumnya
mereka hanya menggunakan energi listrik untuk penerangan karena mereka
memiliki daya bayar yang sangat rendah.
Studi Empris memperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari, pada
umumnya rumah tangga kaya adalah rumah tangga yang memiliki daya listrik
yang terpasang >900 watt. Alat listrik yang digunakan adalah AC, kulkas,
dispenser, ricecooker, dan alat-alat elektronik lainya. Sementara untuk rumah

19
Universitas Sumatera Utara

tangga miskin adalah rumah tangga yang memiliki daya terpasang kurang atau
sama dengan 900 watt.
2.5 Teori Konsumsi
2.5.1 Teori Konsumsi John Maynard Keynes
John Maynard keynes (1969) dalam General Theory nya membuat fungsi
konsumsi sebagai pusat fluktuasi ekonominya dan teori itu telah memainkan peran
penting dalam analisis makro ekonomi sampai saat ini. Keynes membuat dugaan
tentang fungsi ekonomi berdasarkan intropeksi dan observasi kasual.
Dugaan pertama keynes adalah bahwa kecendrungan mengkonsumsi
marginal adalah antara nol dan satu. Ia menulis bahwa “hukum psikologis
fundamental, dengan apa kita dinisbikan untuk tergantung pada keyakinan yang
besar adalah bahwa manusia diatur, sebagai peraturan atau berdasarkan rata-rata,
untuk meningkatkan konsumsi ketika pendapatan mereka naik, tetapi tidak
sebanyak kenaikan dalam pendapatan mereka”.
Dugaan kedua, keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap
pendapatan yang disebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata turun ketika
pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan sehingga ia
berharap orang kaya menabung proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka
ketimbang si miskin.
Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan
yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting. Keynes mengatakan
bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori.

20
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif(Relative Income
Hipothesis)
Teori konsumsi yang dikemukakan oleh James S. Duesenberry (1949),
yang dikenal sebagai teori pendapatan relatif tentang konsumsi atau hipotesis
pendapatan relatif, lebih menekankan pada pendapatan relatif (relative income)
dari pada pendapatan absolute sebagaimana dikemukakan Keynes. Selain itu,
teori ini mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dari individu atau rumah
tangga tidak bergantung pada pendapatan sekarang dari individu, tetapi pada
tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai seseorang sebelumnya.
Menurut Duesenberry (Nanga, 2001) pengeluaran konsumsi seseorang
atau rumah tangga bukanlah fungsi dari pendapatan absolute, tetapi fungsi dari
posisi relatif seseorang di dalam pembagian pendapatan di dalam masyarakat.
Artinya pengeluaran konsumsi individu tersebut tergantung pada pendapatannya
relatif terhadap pendapatan individu lainya di dalam masyarakat. Dalam kaitan
ini, Duesenberry menyebutkan bahwa ada dua karakteristik penting dari perilaku
konsumsi rumah tangga yaitu adanya sifat saling ketergantungan (interpendent)
diantara rumah tangga, dan tidak dapat dirubah (irreversibility) sepanjang waktu.
Saling ketergantungan disini menjelaskan mengapa rumah tangga yang
berpendapatan rendah cenderung memiliki APC yang lebih tinggi daripada rumah
tangga yang berpendapatan tinggi. Hal ini terjadi karena rumah tangga yang
berpendapatan rendah telah terkena apa yang oleh Duesenberry disebutnya
sebagai

efek

demonstrasi

(demonstration

effect),

dimana

masyarakat

21
Universitas Sumatera Utara

berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola konsumsi dari
masyarakat sekelilinya yang cenderung menaikkan pengeluaran konsumsinya.
Adanya sifat irreversibility dari perilaku konsumsi tersebut telah
menyebabkan short-run ratchet effect dari perubahan di dalam pendapatan,dimana
seseorang atau rumah tangga lebih mudah untuk meningkatkan pengeluaran
konsumsinya kalau terjadi kenaikan pendapatan, tetapi sebaliknya lebih sulit
untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya. Kalau terjadi kenaikan pendapatan,
tetapi sebaliknya lebih sulit untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya kalau
terjadi penurunan pendapatan. Dengan kata lain, seseorang atau rumah tangga
menurut Duesenberry akan berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan
standar hidup atau pola konsumsi mereka, dan itu dilakukan dengan cara
mengurangi tabungan. Rumah tangga akan memulai hidup dengan tabungan
negatif (dissaving). Hal ini berarti penurunan yang terjadi di dalam pengeluaran
konsumsi rumah tangga hanyalah satu penurunan yang bersifat parsial.
Pengeluaran

konsumsi

sebagaimana

telah

dikemukakan

adalah

bersifat

irreversible sepanjang waktu, yang berarti bahwa dengan suatu penurunan di
dalam pendapatan, maka pengeluaran konsumsi juga akan mengalami penurunan,
namun dalam jumlah yang lebih kecil. Secara singkat adanya sifat irreversibility
dari pengeluaran konsumsi rumah tangga itu mempunyai makna bahwa sekali
fungsi konsumsi jangka pendek itu bergeser ke atas, maka akan sangat sulit untuk
bergeser kembali ke bawah apalagi terjadi penurunan di dalam pendapatan.
2.5.3 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent
Income hypothesis)

22
Universitas Sumatera Utara

Dalam bukunya yang berjudul A Theory of the Consumption Function
(1957) Miton Friedman menawarkan hipotesis pendapatan permanen untuk
menjelaskan perilaku konsumsi. Hipotesis pendapatan permanen mengemukakan
bahwa pengeluaran konsumsi sekarang bergantung pada pendapatan sekarang dan
pendapatan yang diperkirakan di masa yang akan datang. Hipotesis juga
menekankan bahwa manusia mengalami perubahan acak dan temporer dalam
pendapatan mereka dari tahun ke tahun. Friedman beralasan bahwa konsusmi
seharusnya terutama bergantung pada pendapatan permanen, kerena konsumen
menggunakan tabungan dan pinjaman untuk melancarkan konsumsi dalam
menanggapi perubahan transistoris dalam pendapatan.
2.5.4 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hipothesis)
Teori dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Albert Ando,Richard
Brumberg dan Franco Modigliani. Dalam teori ini membagi pola konsumsi
seseorang menjadi tiga bagian, yaitu:


Usia nol sampai usia kerja, maka konsumsinya dalam kondisi
“Dissaving”yaitu konsumsi masih tergantung pada orang lain.



Dimulai dari usia kerja (sudah kerja) sampai dengan usia dimana orang
tersebut sudah menjelang usia tua (kurang produktif) atau bisa disebut
mandiri.



Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi “Dissaving”.
Hipotesis siklus hidup memberikan sumbangan penting di dalam memahami

Tingkah laku konsumsi masyarakat. Hipotesis ini menunjukkan bahwa konsumsi
tidak hanya ditentukan pendapatan masa kini tetapi juga oleh pendapatan yang

23
Universitas Sumatera Utara

diramalkan akan diterima di masa depan. Seterusnya ia menunjukkan pula
peranan kekayaan dalam mempengaruhi konsumsi.
Hipotesis ini juga menerangkan motivasi masyarakat untuk menabung.
Ketika muda mereka cenderung untuk menabung hingga masa pensiunannya.
Tujuan penting dari penabungan ini adalah untuk membiayai konsumsi di hari tua.
Sedangkan dalam karangan Reksoprayitno (1997), ABM (AndoBrumberg-Modigliani) menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional.
Ini berarti bahwa konsumen berusaha untuk memaksimumkan kepuasan dari
aliran pendapatan yang ia perkirakan berlaku untuknya. Mengenai sumber
pendapatan, ABM membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja
sebagai sumber labour income dan kekayaan sebagai sumber property income.
2.6 Teori Engel
Menurut Meiler dan meineres (1997) dalam tesis Farida Milias Tuty ,
sebagai pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian
Engel melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum
Engel. Keempat butir kesimpulanya yang dirumuskan tersebut adalah :
a. Jika Pendapatan meningkat, maka persentasi pengeluaran untuk konsumsi
pangan semakin kecil.
b. Persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak
tergantung pada tingkat pendapatan.
c. Persentase pengeluaran konsumsi untuk pengeluaran rumah relatif tetap
dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan.

24
Universitas Sumatera Utara

d. Jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk
pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah, dan tabungan semakin
meningkat.
Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2000:115) untuk
mengetahui suatu barang sebagai kebutuhan pokok atau barang mewah dilakukan
dengan menggunakan kurva Engel. Kurva ini mencoba melihat hubungan antara
tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi sebagai berikut :
a) Barang kebutuhan pokok, seperti makanan pokok. Perubahan pendapatan
nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan.
Bahkan jika pendapatan terus meningkat,permintan terhadap barang
tersebut perubahanya makin kecil dibandingkan dengan perubahan
pendapatan. Jika dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas
pendapatan dari kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat nominal
pendapatan makin tinggi.
b) Barang mewah. Kenaikan pendapatan terhadap barang tersebut lebih besar
dibandingkan dengan kenaikan tingkat pendapatan. Atau dapat dikatakan
bahwa permintaan terhadap barang mewah mempunyai elatisitas yang
besar.(Farida Milias)
2.7 kurva engel
Kurva engel dikemukakan oleh Christian Lorenz Erns Engel (statistian
jerman abad 19) yang mencoba melihat pendapatan dengan tingkat konsumsi, bila
kurva permintaan individu diturunkan dari PCC kurva engel di turunkan dari ICC

25
Universitas Sumatera Utara

(Income-consumption curve). Kurva engel digunakan untuk mengetahui apakah
suatu barang merupakan barang kebutuhan pokok atau barang mewah.
Kurva Engel adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara pendapatan
dan kuantitas yang diminta. Pada barang normal, kurva engel berlereng menanjak
karena kenaikan pendapatan akan menambah kemampuan konsumen untuk
membeli dan mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa.
Kurva Engel dapat diturunkan dari kurva konsumsi pendapatan konsumen.
Misalkan pendapatan konsumen mula-mula N0, titik keseimbangan di titik
E0 yaitu persinggungan antara kurva indiferensi I0 dan garis kendala anggaran
BL0 sehingga kuantitas barang X yang diminta sebesar X0. Bila pendapatan
konsumen naik menjadi N1 dan harga barang-barang tetap sehingga garis kendala
anggaran bergeser ke atas sejajar dengan garis kendala anggaran mula-mula
menjadi BL1. Keseimbangan baru menjadi E1 yaitu persinggungan antara kurva
indiferensi I1 dengan garis kendala anggaran BL1. Dengan naiknya pendapatan
konsumen kuntitas barang X yang diminta naik menjadi X2. Bila hubungan antara
pendatan konsumen ini dengan kuantitas barang X yang diminta dihubungkan
akan diperoleh kurva Engel. Ketika pendapatan konsumen N0 kuantitas barang X
yang diminta sebesar X0 pada titik A, sewaktu pendapatan konsumen naik
menjadi N1 kuantitas barang X yang diminta sebesar X1 pada titik B.

26
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1: Kurva Engel

2.8Pendapatan
Menurut Sumitro (1957): Pendapatan merupakan jumlah barang dan jasa
yang memenuhi tingkat hidup masyarakat, dimana dengan adanya pendapatan
yang dimiliki oleh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan pendapatan ratarata yang dimiliki oleh setiap jiwa disebut juga dengan pendapatan perkapita yang
menjadi tolak ukur kemajuan atau perkembangan ekonomi. Defenisi pendapatan
adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan dan organisasi-organisasi
lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,ongkos, dan laba, bantuan,
tunjangan pengangguran, pensiun, dan lain sebagainya. Pendapatan adalah total
penerimaan uang dan bukan uang seseorang atau rumah tangga selama periode
tertentu.
Menurut Eugene A. Diulio Ph. D (1993) mengatakan pendapatan sekarang
terdiri atas pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan
permanen adalah pendapatan yang diharapkan akan diterima oleh rumah tangga
selama beberapa tahun mendatang, sedangkan pendapatan sementara terdiri dari

27
Universitas Sumatera Utara

tiap tambahan atau pengeluaran yang tidak terduga terhadap pendapatan
permanen.
Selanjutnya

pendapatan

perorangan(personal

income)

merupakanpendapatan agregat (yang berasal dari berbagi sumber) yang secara
actual diterima oleh seseorang atau rumah tangga (Nanga,2001).
Menurut Mankiw (2000) pendapatan perorangan adalah jumlah pendapatan
yang diterima rumah tangga dan bisnis nonkorporat. Sedangkan menurut Sukirno
(2004), pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan,
termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun,
yang diterima oleh penduduk suatu negara.
Pendapatan (income) adalah total penerimaan (uang dan bukan uang)
seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu. Ada tiga sumber
penerimaan rumah tangga yaitu:
1. Pendapatan dari gaji dan upah.Gaji dan upah adalah balas jasa terhadap
kesediaan menjadi tenaga kerja. Besar gaji atau upah seseorang secara
teoritis sangat tergantung dari prodiktivitasnya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi produktivitas yaitu:
a. Keaahlian(Skill) adalah kemampuan teknis yang dimiliki seseorang
untuk mampu menengani pekerjaan yang dipercayakan. Makin
tinggi jabatan seseorang, keahlian yang dibutuhkan semakin tinggi,
karena itu gaji atau upahnya juga semakin tinggi.

28
Universitas Sumatera Utara

b. Mutu

modal

manusia

(human

capital)

adalah

kapasitas

pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang.,
baik karena bakat bawaan maupun hasil pendidikan dan penelitian.
c. Kondisi kerja (Working conditions) adalah lingkungan dimana
seseorang bekerja. Bila risiko kegagalan atau kecelakaan makin
tinggi, walaupun tingkat keahlian yang dibutuhkan tidak jauh
berbeda.
1. Pendapatan dari asset produktif. Asset produktif adalah asset yang
memberikan pemasukan atas batas jasa penggunaanya. Ada dua kelompok
asset

produktif.

Pertama,

asset

financial

seperti

deposito

yang

menghasilkan pendapatan bunga, saham, yang menghasilkan deviden dan
keuntungan atas modal bila diperjualbelikan. Kedua, asset bukan financial
seperti rumah yang memberikan penghasilan sewa.
2. Pendapatan dari pemerintah. Pendapatan dari pemerintah atau penerimaan
transfer adalah pendapatan yag diterima bukan sebagai balas jasa input
yang diberikan. Atau pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah
misalnya pembayaran untuk jaminan sosial yang diambil dari pajak yang
tidak menyebabkan pertambahan dalam output.
2.9 Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga
Masliah (1991) dalam penelitiannya “Hubungan antara konsumsi dan
pendapatan nasional sendiri saling berhubungan. Hal ini didasarkan kondisi yang
terjadi bahwa konsumsi tergantung pada persepsi masyarakat terhadap pendapatan
permanen (pendapatan masyarakat dalam hidupnya) dari pada pendapatan yang

29
Universitas Sumatera Utara

dibelanjakan yang mereka peroleh pada saat ini dalam kondisi ekonomi
mengalami kemajuan, konsumsi akan cenderung tertinggal oleh naiknya tingkat
pendapatan sementara pada masa ekonomi mengalami kemunduran, tingkat
konsumsi tidak akan turun secepat tingkat pertumbuhan pendapatan”.
Teori

Engel’s

yang

menyatakan

bahwa:“Semakin

tinggi

tingkat

pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi
makanan” (Sumarwan ,1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa
dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih
kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi
pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan
keluarga, karena sebagian

besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada

kebutuhan non pangan.
Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi padatingkat
pendapatan. Seiring makin meningkatnya pendapatan,maka kecukupan akan
makanan dapat terpenuhi. Dengan demikianpendapatan merupakan faktor utama
dalam menentukan kualitasdan kuantitas bahan makanan. Besar kecilnya
pendapatan rumahtangga tidak lepas dari jenis pekerjaan ayah dan ibu serta
tingkatpendidikannya (Soekirman, 1991).
Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah,60-80%dari pendapatannya
dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang
digambarkan dari persentaseperubahan kebutuhan akan makanan untuk tiap 1 %
perubahanpendapatan, lebih besar pada rumah tangga yang miskin
dibandingkan pada rumah tangga kaya (Soekirman, 1991).

30
Universitas Sumatera Utara

Penelitian Crotty, dkk (1989) menunjukkan bahwa pada rumah tangga
dengan tingkat pendapatan rendah di Australiamengalokasikan uangnya dalam
jumlah yang sedikit untuk bahanmakanan seperti gandum, produk susu, buah dan
sayuran.Pengeluaran rumah tangga sebagai proksi dari pendapatanmempengaruhi
tingkat konsumsi rumah tangga. Semakin besar pengeluaran total mengakibatkan
konsumsi energi rumah tanggajuga bertambah dengan kata lain apabila
pengeluaran total rumahtangga bertambah maka pertambahan tersebut digunakan
untukmemenuhi kekurangan konsumsi energi (Arifin danSudaryanto,1991).
2.10Tinjauan Empiris
Aulia rahma (2011) dalam skripsinya studi perbandingan pola konsumsi
pangan dan non pangan rumah tangga kaya dan miskin di kota makassar menemukan bahwa pola konsumsi makanan dari rumah tangga miskin dapat dikatakan
tinggi yaitu rata-rata lebih dari 60% atau sampai sebesar 70% dari total pendapatan dibandingkan dengan porsi/alokasi konsumsi bukan makanan yang hanya ratarata sebesar 29,31%.
Yuliana (2010) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin
di Kota Medan menemukan bahwa rata-rata tingkat pendapatan keluarga miskin
adalah berkisar Rp600.000,-per bulan, rata-rata pendidikan keluarga miskin
adalah SD ke bawah dan rata-rata jenis pekerjaannya adalah supir, rata-rata
jumlah tanggungan keluarga miskin adalah 2-4 orang.
Elwin (2001) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga
Miskin Pasca Kenaikan Harga BBM Di Kota Makassar menemukan bahwa
pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin pasca kenaikan harga BBM relatif

31
Universitas Sumatera Utara

menurun, hal ini disebabkan karena harga barang naik, sedangkan kemampuan
konsumsi tidak mampu lagi untuk menjangkaunya.
2.11Kerangka Konseptual
Pola Konsumsi sering digunakan sebagai salah satu indikator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan. Konsumsi seseorang sangat dipengaruhi oleh
pendapatan

yang

diterimanya.

Berdasarkan

kurva

Engel

yaitu

tingkat

kesejahteraan suatu masyarakat dapat pula dikatakan membaik apabila pendapatan
meningkat dan sebagian pendapatan tersebut digunakan untuk mengkonsumsi non
makanan, begitupun sebaliknya.Mereka mengalokasikan kelebihan pendapatan
mereka pada pengeluaran non makanan dan selebihnya mereka tabung. Namun
hal ini begitu berbeda dengan seseorang/rumah tangga yang berpendapatan rendah
dalam hal ini adalah rumah tangga miskin dimana penghasilannya pas-pasan,
mereka lebih cenderung

untuk memprioritaskan pengeluaran mereka untuk

konsumsi makanan dan berbagai macam kebutuhan lainya dan terkadang
pendapatan mereka tidak tersisa lagi untuk ditabung. Hal ini membuktikan bahwa
konsumsi seseorang berbandinglurus dengan pendapatan.
Dari gambar 2.10 di bawah ini, dapat dilihat bahwa pola konsumsi dalam
penelitian ini diduga dipengaruhi pendapatan.
Berdasarkan

batasan

teoritik

serta

rumusan

masalah

yang

telah

dikemukakan sebelumnya maka kerangka konseptual dari penelitian ini yaitu:

32
Universitas Sumatera Utara

Rumah Tangga

Kaya

Miskin

Pendapatan dan
Pengeluaran

Pola Konsumsi

Gambar 2.10 Kerangka Konseptual

2.12 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah seperti yang telah diuraikan dalam bab.I
serta dengan berpedoman kepada kerangka konseptual di atas, maka hipotesis
yang dapat dibentuk adalah sebagai berikut :
Terdapat perbedaan pola konsumsi antara rumah tangga kaya denganrumah
tangga miskin dikarenakan pendapatan dan kebutuhan yang berbeda-beda pula.

33
Universitas Sumatera Utara