Studi Perbandingan Pola Konsumsi Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan

(1)

LAMPIRAN 1

KUISIONER PENELITIAN

Daftar kuisioner ini bertujuan untuk mengumpulkan data, fakta dan informasi gu-na melengkapi Karya Ilmiah saya dalam penulisan skripsi. Kepada Yth Bapak/Ibu yang terhormat dimohon kesediaan untuk memberikan jawaban terhadap perta-nyaan yang saya ajukan.

Atas partisipasinya saya ucapkan terimakasih.

I.

Identitas Responden

• Nama :

• Alamat :

• Jumlah Anggota Keluarga : orang

• Jumlah Tanggungan Keluarga : orang

a. Bersekolah : orang

b. Tidak bersekolah : orang

• Pendidikan Kepala Keluarga :

• Pekerjaan :

II. Daftar Pertanyaan

• Berapa pengeluaran belanja harian anda (makan)?

Rp………/hari • Berapa biaya untuk pendidikan anak?

a. Jumlah anak yang sekolah : ………...orang b. Uang sekolah (per bulan) : Rp………... c. Jumlah anak yang kuliah : ………...orang


(2)

d. Uang kuliah (per semester) : Rp………... • Berapa daya listrik yang dipakai di rumah?... • Penghasilan/Bulan

a. Suami :Rp………...

b. Istri :Rp………...

c. Anak :Rp………...

• Pendapatan total rumah tangga :Rp………... • Jumlah pengeluaran untuk kebutuhan makanan dalam sebulan?

Pangan (makanan, minuman, rokok, sayur) Rp………... • Jumlah pengeluaran untuk kebutuhan bukan makanan dalam

sebulan?

a. Sandang (pakaian,tutup kepala/kaki,dll) :Rp…………..

b. Transportasi :Rp…………..

c. Komunikasi :Rp…………..

d. Kesehatan :Rp…………..

e. Perumahan (air,listrik.gas,sewa rumah) :Rp…………..


(3)

LAMPIRAN 2

Hasil regresi rumah tangga kaya Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

pola konsumsi 5340000,0000 2163896,71186 50 Pendapatan 11828000,0000 4033130,14612 50

Correlations

pola konsumsi pendapatan

Pearson Correlation

pola konsumsi 1,000 ,812

Pendapatan ,812 1,000

Sig. (1-tailed) pola konsumsi . ,000

Pendapatan ,000 .

N

pola konsumsi 50 50

Pendapatan 50 50

Variables Entered/Removeda Model Variables

Entered

Variables Removed

Method

1 pendapatanb . Enter

a. Dependent Variable: pola konsumsi b. All requested variables entered.

Model Summary Model R R Square Adjusted

R Square

Std. Error of the Estimate Change Statistics R Square Change F Chang e

df1 df2 Sig. F

Change

1 ,812a ,659 ,652 1277213,33

282

,659 92,651 1 48 ,000


(4)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1511388529181 94,340

1 1511388529181 94,340

92,651 ,000b

Residual 7830114708180 5,610

48 1631273897537 ,617

Total 2294399999999

99,940

49

a. Dependent Variable: pola konsumsi b. Predictors: (Constant), pendapatan

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part

1

(Constant) 189384,860 564762,667 ,335 ,739

pendapatan ,435 ,045 ,812 9,626 ,000 ,812 ,812 ,812

a. Dependent Variable: pola konsumsi

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions (Constant) Pendapatan 1

1 1,947 1,000 ,03 ,03

2 ,053 6,089 ,97 ,97


(5)

LAMPIRAN 2

Hasil regresi rumah tangga miskin Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

pola konsumsi 1179000,0000 312346,28873 50

Pendapatan 1343000,0000 383726,35871 50

Variables Entered/Removeda Model Variables

Entered

Variables Removed

Method

1 pendapatanb . Enter

a. Dependent Variable: pola konsumsi b. All requested variables entered.

Model Summary Model R R Square Adjusted

R Square

Std. Error of the Estimate Change Statistics R Square Change F Change

df1 df2 Sig. F Change

1 ,973

a

,946 ,945 73222,4261 0

,946 843,622 1 48 ,000

a. Predictors: (Constant), pendapatan

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 4523096863154 ,103

1 4523096863154 ,103

843,622 ,000b

Residual 257353136845, 899

48 5361523684,29 0

Total 4780450000000

,001

49

a. Dependent Variable: pola konsumsi b. Predictors: (Constant), pendapatan


(6)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part

1

(Constant) 115654,777 38046,380 3,040 ,004

Pendapatan ,792 ,027 ,973 29,045 ,000 ,973 ,973 ,973

a. Dependent Variable: pola konsumsi

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions (Constant) Pendapatan

1

1 1,962 1,000 ,02 ,02

2 ,038 7,210 ,98 ,98


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, M. Idrus. 1989. Gerak Penduduk, Pembangunan dan Perubahan Sosial.UI-Press. Jakarta.

Anggraini dan Retno.2005.Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Tani di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman. Jurnal ekonomi Pertanian,Agros Vol.6: Yogyakarta

Ariningsih,Ening.2004.Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati Pada Masa krisis Ekonomi Di Jawa.Jurnal sosial ekonomi pertanian

Anwar,Khairil.2011.Analisis Pola Konsumsi Masyarkat Pedesaan di kabupaten Bireuen-Aceh.Jurnal ekonomi.

Bakti, T.Diana.2010.Pengantar ekonomi makro. Medan:USU Press BPS.Indikator Kesejahteraan Rakyat, Medan:2015

BPS.2015. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga.Medan

BPS.2015. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk.Medan BPS.2015.”Medan Dalam Angka”.Medan

Diulio, Ph. D, Eugene. 1993. Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempat. Jakarta: Erlangga

Hidayat,Asep.2011.Kontribusi Pendidikan Terhadap Pertumbuha Ekonomi.Jurnal Pendidikan dan Budaya

Kamaluddin, Rustian.1999. Pengantar ekonomi pembangunan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Mankiw,Gregory N.1999. Teori Makroekonomi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Rahma, Aulia.2011. Studi Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan

Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Makassar.Universitas Hasanuddin:Makassar


(8)

Taufiq.M.2007.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Tuban.Jurnal manajemen,akuntansi dan bisnis volume 5,nomor 3:Jawa Timur Surabaya

Yuliana.2013.Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Me-dan.Universitas sumatera utara:Medan


(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian

Suatu hal yang sangat penting dalam penelitian adalah menentukan waktu danlokasi penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini berlangsung selamabulan februari sampai dengan selesai.

Kota Medan saat ini meliputi 21 kecamatan. Lokasi penelitian yang dianggap mewakili Kota Medan berdasarkan penelitian adalahpada sebelah selatan kota medan diambil adalah Kecamatan Medan Tuntungan, pada sebelah utara kota medan diambil adalah Kecamatan Medan Belawan dan tengah kota medan diambil adalah Kecamatan Medan Baru dimana lokasi ini yang dianggap mewakili dengan pertimbangan pada lokasi tersebut terdapat orang kaya dan miskin.

3. 2Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) mengenai karakteristik responden.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait yakni dari Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi berbagai data sosial ekonomi penduduk, dan data yang diperoleh dari buku-buku acuan dan berbagai artikel.


(10)

3.3 Populasi dan Sampel

Menurut Sabar (2007) populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau study sensus. Populasidalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang ada di Kota Medan yang tersebar di 3 kecamatan (Medan tuntungan, Medan belawan, Medan baru). Adapun sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi (Sudjana,2004:85)

Teknik sampling yang digunakan dalam pemilihan lokasi adalah teknik

purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik mengambil sampel yang dilakukan secara sengaja dan telah sesuai dengan semua persyaratan sampel yang akan diperlukan.

Dari pengertian teknik purposive sampling diatas maka sampel dalam penelitian adalah rumah tangga kaya dan miskin yang tersebar pada 3 kecamatan. Kemudian pada tingkat kecamatan dipilih lagi kelurahan yang mewakili dan akhirnya sampai pada unit terkecil yaitu pada tingkat RT.

Penentuan jumlah sampel berdasarkan pada rumus Slovin sebagai berikut: n= N/1+Ne2

Dimana: 1 = konstanta n = jumlah sampel N = ukuran populasi e2= batas toleransi kesalahan


(11)

Tabel 3.2 Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan Di Kota Medan

Kecamatan Rumah tangga

Medan Tuntungan 19.673

Medan Johor 29.687

Medan Amplas 27.498

Medan Denai 32.220

Medan Area 22.176

Medan Kota 17.523

Medan Maimun 9.395

Medan Polonia 12.475

Medan Baru 10.968

Medan Selayang 27.440

Medan Sunggal 26.897

Medan Halvetia 32.952

Medan Petisah 15.562

Medan Barat 16.864

Medan Timur 25.870

Medan Perjuangan 22.972

Medan Tembung 30.760

Medan Deli 40.054

Medan Labuhan 25.634

Medan Marelan 34.423

Medan Belawan 21.692

Jumlah 502.735

Jumlah Sampel (n) = � �+��� = 52333

1 + 52333.0,01 = 99,80

= 100 sampel

Medan Tuntungan= 19673/52333.100

= 37,59 (38 kuisioner) Medan Belawan=21692/52333.100

= 41,44 (41 kuisioner) Medan Baru = 10968/52333.100


(12)

Pengambilan sampel adalah dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) di tingkat Rumah Tangga (RT) pada setiap kecamatan sebanyak 100 sampel. Dalam metode ini pengambilan sampel dilakukan secara random,artinya semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel,berdasarkan karakteristik yang dimaksud, siapapun, dimana dan kapan saja dapat ditemui yang selanjutnya dijadikan responden.

3. 4 Model Analisis

Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis fungsi konsumsi= a+bY. Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat konsumsi rumah tangga dengan pendapatan nasional kedalam bentuk persamaan digunakan beberapa asumsi berikut: Jika Y=0 masyarakat akan tetap melakukan pengeluaran konsumsi minimum (otonom).Pengeluaran konsumsi tergantung dari besar kecilnya pendapatan.Jika terjadi kenaikan pendapatan, maka konsumsi meningkat dengan jumlah yang lebih kecil dibanding kenaikan pendapatan. Proporsi kenaikan pendapatan yang akan dikonsumsi adalah tetap. Proporsi ini disebut “marginal propensity to consume” (MPC).

Berdasarkan asumsi persamaan linear pengeluaran konsumsi dirumuskan:

C=a+bY

Dimana:

Y= Pendapatan (income) C= Konsumsi

a= konstanta, yaitu besarnya konsumsi pada saat pendapatan tidak ada (sama dengan nol) disebut konsumsi otonom

b= koefesien yang menunjukkan besarnya tambahan konsumsi yang disebabkan tambahan pendapatan


(13)

3.5Batasan variabel

Untuk lebih mengarahkan dalam pembahasan ini, maka penulis memberikan batasan variabel yang meliputi:

1. Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur. (BPS,2009)

2. Pola konsumsi rumah tangga adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu bulan yang diukur dengan satuan rupiah.

3. Berdasarkan kriteria BPS dengan pendekatan kebutuhan dasar, yaitu penduduk miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Penentuan dibawahgaris kemiskinan didasarkan pada pengukuran pendapatan atau pengeluaran pendudukuntuk mencukupi kebutuhan dasar yaitu berupa kebutuhan untuk konsumsi energisebesar 2100 kalori perkapita perhari, sehingga apabila penghasilannya adadibawah konversi maka termasuk pada kategori penduduk miskin.

4. Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang dirumahnya terpasang listrik yang memiliki daya kurang dari 900 watt sedangkan rumah tangga kaya adalah rumah tangga yang dirumahnya terpasang listrik yang memiliki daya lebih dari 900 watt.


(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

Kota Medan secara geografis terletak pada posisi 3030’-3043’ Lintang Utara dan 98035’-98044’ Bujur Timur. Luas wilayahnya sekitar 265,10 km2atau kira-kira 3,6% dari luas propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, medan memiliki luas yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Medan menjadi tempat strategis sebab berada di jalur pelayaran selat malaka. Dengan demikian, kota ini menjadi pintu gerbang kegiatan ekonomi domestik dan mancanegara yang melalui selat malaka. Luas wilayah Kota Medantercatat 265,10 km2yang memiliki 21 kecamatan. Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan selat malaka

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kecamatan Medan Labuhan dengan luas area adalah 36,67 km2 Sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Medan Maimundengan luas wilayah sebesar 2,98 km2. Untuk memperjelas penjelasan diatas berikut adalah tabel 4.1.1.:


(15)

Tabel 4.1.2 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Tahun 2015.

No Kecamatan Penduduk

Rumah Tangga Rata-rata Anggota Rumah Tangga 2014

1 Medan Tuntungan 82.534 19.673 4,28

2 Medan Johor 126.667 29.687 4,35

3 Medan Amplas 116.922 27.498 4,33

4 Medan Denai 142.850 32.220 4,52

5 Medan Area 97.254 22.176 4,47

6 Medan Kota 73.122 17.523 4,25

7 Medan Maimun 39.903 9.395 4,33

8 Medan Polonia 53.873 12.475 4,40

9 Medan Baru 39.817 10.968 3,70

10 Medan Selayang 101.057 27.440 3,75

11 Medan Sunggal 113.644 26.897 4,31

12 Medan Halvetia 146.391 32.952 4,53

13 Medan Petisah 62.227 15.562 4,07

14 Medan Barat 71.337 16.864 4,31

15 Medan Timur 109.445 25.870 4,31

16 Medan Perjuangan 94.088 22.972 4,17

17 Medan Tembung 134.643 30.760 4,46

18 Medan Deli 171.951 40.054 4,37

19 Medan Labuhan 113.314 25.634 4,50

20 Medan Marelan 148.197 34.423 4,39

21 Medan Belawan 96.280 21.692 4,52

Sumber : Medan dalam angka 2015

4.2 Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sebagai pusat pelayanan pendidikan kota Medan cukup banyak memiliki sarana dan prasarana pendidikan, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Menurut data Statistik, pada tahun 2014, di kota Medan terdapat sebanyak 717 sekolah Taman Kanak-Kanak. Demikian juga jumlah sekolah SD adalah sebanyak 459 sekolah. Prasarana pendidikan SLTP ada


(16)

sebanyak 366 buah sekolah dan 213 sekolah SLTA. Sedangkan Perguruan tinggi terdiri dari 3 Universitas Negeri dan 4 Institut Negeri, untuk Perguruan Tinggi Swasta terdiri dari 31 Universitas, 86 Sekolah Tinggi, dan 118 Akademi.

Tabel 4.2 Jumlah Murid TK, SD, SMP dan SMA di Medan Tahun Ajar 2013/2014

Pendidikan Jumlah Murid

TK 15.943

SD 230.211

SMP 120.048

SMA 61.809

Sumber : Medan Dalam Angka 2014

Pada Tabel 4.2. nampak bahwa jumlah murid TK (usia 4-5 tahun) di Kota Medan pada tahun ajar 2013/2014 adalah 15.934 murid. Jumlah murid SD (usia6-12 tahun) pada tahun ajar 2013/2014 adalah 230.211 murid. Sedangkan murid SMP(usia 13-15 tahun) di Kota Medan adalah sebanyak 120.048 murid. Terakhir untuk jumlah murid SMA(usia 16-18 tahun) di kota Medan adalah sebesar 61.809 murid.

4.3 Karakteristik Responden 4.3.1 Tingkat Pendidikan Formal

Kualitas sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses pembangunan. Salah satu ukuran kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan formal yang pernah diikuti atau ditamatkan. Tingkat pendidikan seseorang yang semakin baik akan memberikan dukungan baik secara sosial maupun ekonomi untuk melakukan aktivitas dalam kelangsungan hidupnya. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan yang pernah ditempuh oleh kepala keluarga.


(17)

Tabel 4.3.1Kelompok Responden Menurut Tingkat Pendidikan Formal Kota Medan Tahun 2016

Tingkat Pendidikan Kaya Miskin

Frekuensi % Frekuensi %

SD 0 0 20 40

SMP 1 2 18 36

SMA 21 42 12 24

Sarjana 28 56 0 0

Jumlah 50 100 50 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer,2016

Berdasarkan tabel 4.3.1 dapat dilihat pola distribusi tingkat pendidikan formal responden. Dari 100 kepala keluarga rumah tangga yang menjadi responden terdapat berbagai jenis pendidikan formal diantaranya Sekolah Dasar,SMP,SMA,sarjana. Pada rumah tangga kaya,tidak ada responden yang mengecap pendidikan formal SD sedangkan pada rumah tangga miskin ada 20 responden atau 40 persenyang memilki pendidikan SD, untuk pendidikan SMP keluarga kaya terdapat 1responden atau 2 persen sedangkan keluarga miskin terdapat 12 responden atau 24 persen,sedangkan untuk pendidikan SMA rumah tangga kaya sebanyak 21 responden atau 42 persen sedangkan rumah tangga miskin sebanyak 18 responden atau 36 persen. Kemudian pada rumah tangga kaya lebih banyak mengecap pendidikan pada tingkat sarjana yaitu sebanyak 28 responden atau 56 persen sedangkan pada keluarga miskin tidak terdapat responden yang mengecap pendidikan sarjana.

Rata-rata lama bersekolah keluarga miskin adalah 9 tahun. Artinya keluarga miskin rata-rata menyelesaikan studinya pada tingkat SMP. Sedangkan keluarga kaya rata-rata bersekolah selama 16 tahun. Artinya bahwa rata-rata lama sekolah keluarga kaya adalah telah menyelesaikan studinya pada tingkat sarjana.


(18)

Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan kepala keluarga. Hal ini ditunjukkan pada tabel di atas bahwa rumah tangga kaya pada umumnya tingkat pendidikanya adalah sarjana. Sedangkan rumah tangga miskin tingkat pendidikanya adalah tamatan SMP.

4.3.2 Pekerjaan

Lapangan pekerjaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melihat perbedaan karakteristik pekerjaan penduduk perkotaan dan pedesaan. Pekerjaan kepala keluarga di lokasi penelitian mencerminkan karakteristik penduduk perkotaan dimana sebagian besar responden PNS,pegawai swasta,wiraswasta,buruh,dan lain-lain.

Tabel 4.3.2 Kelompok Pekerjaan Kepala Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2016

Pekerjaan Kepala Keluarga

Kaya Miskin

Frekuensi % Frekuensi %

PNS/Pensiunan 7 14 0 0

Pegawai swasta 8 16 1 2

Wiraswasta 35 70 2 4

Buruh 0 0 16 32

Lain 0 0 31 62

Jumlah 50 100 50 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.3.2 dapat dilihat pola distribusi responden rumah tangga miskin dan kaya menurut pekerjaannya. Pada rumah tangga miskin,lebih banyak menggeluti kelompok pekerjaan lain-lain yang terdiri dari tukang becak,sopir angkot,tukang bersih-bersih,tukang bengkel,tukang tambal ban, penjual makanansebanyak 31 responden atau 62 persen. Sedangkan pada rumah tangga kaya tidak ada responden yang bekerja pada kelompok pekerjaan lain-lain.


(19)

Justru orang kaya lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta yaitu masing-masing sebanyak 35 responden.

4.3.3 Tingkat Pendapatan

Perubahan kondisi ekonomi mempengaruhi perilaku masyarakat dalam menentukan pola konsumsi.Pendapatan rumah tangga yang terdiri dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga akan mempengaruhi alokasi untuk setiap kebutuhan keluarga. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier. Alokasi pola pengeluaran keluarga setidaknya ditentukan oleh prioritas atau pilihan menurut tingkat pemenuhan kebutuhan.

4.3.3.1 KelompokPendapatan Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.3.3.1 di bawah dapat dilihat pola distribusi responden rumah tangga kaya dan miskin menurut tingkat pendapatan kepala keluarga. Pada rumah tangga kaya kelompok tingkat pendapatan, ternyata paling banyak pada kelompok pendapatan lebih dari Rp. 10.000.000 perbulan yakni sebanyak 15 responden atau 30persen, kemudian menyusul pada kelompok pendapatan Rp.9.500.100-10.000.000 sebanyak 7 responden atau 14 persen sedangkan untuk rumah tangga miskin kelompok pendapatan kepala keluarga terbanyak adalah Rp.500.000-1.000.000 yaitu sebanyak 24 responden atau 48 persen kemudian menyusul kelompok pendapatan Rp.1.000.100-1.500.000 sebanyak 20 responden atau 40 persen.

Berikut adalah tabel yang memperlihatkan pendapatan kepala rumah tangga di Kota Medan:


(20)

Tabel 4.3.3.1Kelompok Pendapatan Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Rumah TanggaKaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Kepala

Keluarga (Rp/Bulan)

Kaya Miskin

Frekuensi % Frekuensi %

500.000-1.000.000 0 0 24 48

1.000.100-1.500.000 0 0 20 40

1.500.100-2.000.000 0 0 6 12

2.000.100-2.500.000 0 0 0 0

2.500.100-3.000.000 0 0 0 0

3.000.100-3.500.000 0 0 0 0

3.500.100-4.000.000 0 0 0 0

4.000.100-4.500.000 0 0 0 0

4.500.100-5.000.000 2 4 0 0

5.000.100-5.500.000 0 0 0 0

5.500.100-6.000.000 3 6 0 0

6.000.100-6.500.000 2 4 0 0

6.500.100-7.000.000 7 14 0 0

7.000.100-7.500.000 1 2 0 0

7.500.100-8.000.000 3 6 0 0

8.000.100-8.500.000 1 2 0 0

8.500.100-9.000.000 5 10 0 0

9.000.100-9.500.000 4 8 0 0

9.500.100-10.000.000 7 14 0 0

>10.000.000 15 30 0 0

Jumlah 50 100 50 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer,2016

Dari data diatas menggambarkan bahwa terjadinya perbedaan tingkat pendapatan yang nantinya akan mempengaruhi pola konsumsi. Rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu, jumlah dan ragam, baik barang maupun jasa yang akan dibeli rumah tangga. Untuk rumah tangga yang memilki pendapatan rendah, sebagian pendapatanya akan dialokasikan untuk membeli barang kebutuhan primer dan hanya sebagian kecil untuk untuk membeli barang kebutuhan sekunder.


(21)

4.3.3.2 Kelompok Pendapatan Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Berikut adalah tabel data pendapatan anggota rumah tangga di Kota Medan berdasarkan rumah tangga kaya dan miskin di Kota Medan adalah:

Tabel 4.3.3.2Kelompok Pendapatan Anggota Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Anggota

Keluarga (Rp/Bulan)

Kaya Miskin

Frekuesni % Frekuensi %

Tidak Bekerja 21 42 22 44

<500.000 0 0 23 46

500.100-1.000.000 0 0 5 10

1.000.100-1.500.000 4 8 0 0

1.500.100-2.000.000 1 2 0 0

2.000.100-2.500.000 7 14 0 0

2.500.100-3.000.000 3 6 0 0

3.000.100-3.500.000 4 8 0 0

3.500.100-4.000.000 5 10 0 0

4.000.100-4.500.000 1 2 0 0

4.500.100-5.000.000 2 4 0 0

>5.000.000 2 4 0 0

Jumlah 50 100 50 100

Sumber: Hasil Olahan Data primer,2016

Berdasarkan Tabel 4.3.3.2 dapat dilihat pola distribusi responden menurut pendapatan anggotarumah tangga berdasarkan kategori rumah tangga.Baik rumah tangga kaya dan miskin,anggota rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan atau yang tidak bekerja menempati urutan pertama. Artinya bahwa tumpuan satu-satunya keluarga hanya pada kepala keluarga dan masih tergantung pada orang tua. Untuk responden yang mempunyai anggota keluarga dengan pendapatan rendah umumnya mereka bekerja sebagai tukang cuci,tukang becak, tukang bentor,sopir angkot,tukang tambal ban,tukang bersih-bersih,dan buruh bangunan.Sedangkan untuk anggota rumah tangga kaya,umumnya mereka bekerja sebagai wiraswasta dan PNS,pegawai swasta.


(22)

4.3.3.3 Kelompok Pendapatan Total Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Berikut adalah tabel kelompok pendapatan total rumah tangga berdasarkan rumah tangga kaya dan miskin di Kota Medan Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3.3.3 Kelompok Pendapatan Total Rumah Tangga Berdasarkan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016 Pendapatan Total

keluarga (Rp/Bulan)

Kaya Miskin

Frekuensi % Frekuensi %

<1.000.000 0 0 12 24

1.000.100-1.500.000 0 0 25 50

1.500.100-2.000.000 0 0 11 22

2.000.100-2.500.000 0 0 2 4

2.500.100-3.000.000 0 0 1 2

3.000.100-3.500.000 0 0 0 0

3.500.100-4.000.000 0 0 0 0

4.000.100-4.500.000 0 0 0 0

4.500.100-5.000.000 0 0 0 0

5.000.100-5.500.000 0 0 0 0

5.500.100-6.000.000 0 0 0 0

6.000.100-6.500.000 0 0 0 0

6.500.100-7.000.000 0 0 0 0

7.000.100-7.500.000 0 0 0 0

7.500.100-8.000.000 0 0 0 0

8.000.100-8.500.000 2 4 0 0

8.500.100-9.000.000 6 12 0 0

9.000.100-9.500.000 9 18 0 0

9.500.100-10.000.000 13 26 0 0

>10.000.000 20 40 0 0

Jumlah 50 100 50 100

Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.3.3.3dapat dilihat pola distribusi responden menurut pendapatan total rumah tangga. Pada rumah tangga kaya ada sebanyak 20 responden atau 40 persen yang masuk kelompok pendapatan lebih dari Rp.10.000.000 perbulan. Sedangkan pada keluarga miskinada 25 respondenatau 50 persen yang masuk kelompok pendapatan Rp.1.000.100-1.500.000 perbulan.


(23)

Rata-rata pendapatan total dari rumah tangga miskin sebesar Rp 1.250.000 perbulan dengan pendapatan total keluarga terendah sebesar Rp.800.000 serta pendapatan tertinggi sebesar Rp.2.500.000. Sedangkan rata-rata pendapatan total dari rumah tangga kaya adalah sebesar Rp.12.500.000 pendapatan tertinggi sebesar Rp.30.000.000, sedangkan pendapatan terendah sebesar Rp.8.300.000. Dari data tersebut menggambarkan bahwa rata-rata pendapatan total rumah tangga sudah berada di atas Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2016 sebesar Rp. 2.037.000,namun masih ada keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMK sebanyak 47 responden.

4.3.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah Tanggungan Keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dariistri, anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga berada atau hidup dalam satu rumah dan makan bersama yang menjadi tanggungan kepala keluarga.

Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga yang paling banyak pada rumah tangga kaya berada pada kelompok sama dengan 3 orang per rumah tangga yaitu sebanyak 20 responden atau 40 persen , kemudian jumlah tanggungan keluarga yang paling sedikit berada pada kelompok sama dengan 7 orang per rumah tangga yaitu sebanyak 1 responden atau 2 persen. Sedangkan pada rumah tangga miskin, jumlah tanggungan keluarga yang paling banyak berada pada kelompok sama dengan 5 orang per rumah tangga yaitu sebanyak 15 responden atau 30 persen, kemudian jumlah tanggungan keluarga yang paling sedikit berada pada kelompok sama dengan 2 orang per


(24)

rumah tangga yaitu sebanyak 2 responden atau 4 persen. Rata-rata jumlah tanggungan rumah tangga miskin adalah 5. Artinya setiap kepala keluarga harus menanggung 5 anggota rumah tangga. Sedangkan rata-rata jumlah tanggungan rumah tangga kaya adalah 3. Artinya setiap kepala keluarga harus menanggung 3 anggota keluarga. Semakin banyak anggota rumah tangga maka semakin besar pengeluaran untuk konsumsi pokok.

Informasi banyaknya anggota keluarga dalam setiap rumah tangga dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.3.4 Kelompok Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Di Kota Medan Tahun 2016

Jumlah Tanggungan

Keluarga

Kaya Miskin Jumlah

Anak Kaya Miskin

Frek % Frek % Frek % Frek %

2 9 18 2 4 1 9 18 2 4

3 20 40 6 12 2 24 48 6 12

4 5 20 10 20 3 4 8 12 24

5 12 24 15 30 4 9 18 16 32

6 3 6 4 8 5 3 6 2 4

7 1 2 3 6 6 1 2 2 4

Jumlah 50 100 50 100 Jumlah 40 100 50 100

Sumber:Hasil Olahan Data Primer, 2016

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak yang paling banyak pada rumah tangga kaya yaitu 2 orang anak yang dijumpai pada masing-masing rumah tangga yaitu 24 responden (48%). Sedangkan jumlah anak yang paling banyak pada rumah tangga miskin yaitu 4 orang anak yang dijumpai pada masing-masing rumah tangga yaitu 16 responden (32%).

Dari data diatas menjelaskan bahwa umumnya rumah tangga kaya memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih sedikit dibandingkan rumah tangga


(25)

miskin dengan kata lain orang miskin memiliki banyak anak dibandingkan orang kaya. Hal ini karena anak bagi masyarakat miskin dipandang sebagai suatu investasi ekonomi yang nantinya diharapkan akan mendatangkan suatu hasil baik dalam bentuk tambahan tenaga kerja maupun sebagai sumber finansial orang tua di usia lanjut. Sedangkan pada umumnya orang kaya, menggangap bahwa jika memiliki anak sedikit(2 atau 3 orang) maka mereka bisa disekolahkan sampai setinggi,dibina sebaik mungkin sehingga diharapkan anak-anak mereka akan lebih baik dari orang tuanya. Sehingga nantinya mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan penghasilan yang tinggi juga.

4.4.1 Kelompok Alokasi Pengeluaran Menurut Kategori Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Medan Tahun 2016

Alokasi pola pengeluaran menurut kategori rumah tangga untuk konsumsi dapat dilihat pada tabel 4.4.1 terlihat secara jelas perbandingan alokasi pola pengeluaran menurut kategori rumah tangga yaitu kaya dan miskin. Untuk pengeluaran pangan sebesar Rp 1.000.000 perbulan kebawah pada keluarga miskin sebanyak 22 responden atau 44 persen sedangkan pada rumah tangga kaya tidak ada responden yang masuk kategori tersebut. Kemudian untuk pengeluaran pangan sebesar Rp.1.000.100-1.500.000 perbulan, pada rumah tangga miskin sebanyak 22 responden atau 44 persen sedangkan pada keluarga kaya tidak ada responden yang masuk dalam kategori tersebut. Sedangkan rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga kaya paling banyak mengonsumsiRp.4.500.100-5.000.000 sebanyak 9 responden atau 18 persen perbulan.

Berikut adalah tabel yang memperlihatkan alokasi pengeluaran untuk konsumsi menurut kategori rumah tangga kaya dan miskin.


(26)

Tabel 4.4.1 Kelompok Alokasi Pengeluaran Menurut Kategori Rumah Tangga Kaya dan Miskin Di Kota Medan Tahun 2016

Pengeluaran Total keluarga (Rp/Bulan)

Kaya Miskin

Frekuensi % Frekuensi %

500.000-1.000.000 0 0 22 44

1.000.100-1.500.000 0 0 22 44

1.500.100-2.000.000 0 0 5 10

2.000.100-2.500.000 0 0 1 2

2.500.100-3.000.000 0 0 0 0

3.000.100-3.500.000 7 14 0 0

3.500.100-4.000.000 7 14 0 0

4.000.100-4.500.000 6 12 0 0

4.500.100-5.000.000 9 18 0 0

5.000.100-5.500.000 2 4 0 0

5.500.100-6.000.000 5 10 0 0

6.000.100 -6.500.000 1 2 0 0

6.500.100-7.000.000 2 4 0 0

7.000.100-7.500.000 1 2 0 0

7.500.100-8.000.000 4 8 0 0

8.000.100-8.500.000 0 0 0 0

8.500.100-9.000.000 0 0 0 0

9.000.100-9.500.000 0 0 0 0

9.500.100-10.000.000 1 24 0 0

>10.000.000 2 76 0 0

Jumlah 50 100 50 100

Dari data tersebut menggambarkan bahwa rumah tangga miskin mengalokasikan pengeluaran relative lebih sedikit dibanding rumah tanga yang kaya,hal itu terjadi karena keterbatasan angggaran atau biaya yang dimiliki. Perbedaan tingkat pendapatan akan menimbulkan perbedaan pola konsumsi.Rumah tangga kaya yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan memiliki kesempatan lebih besar untuk meningkatkan mutu,jumlah dan ragam baik barang maupun jasa yang dibeli oleh rumah tangga


(27)

4.4.2 Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linear antara satu variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini bertujuan untuk memprediksikan nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan dan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif (priyatno:2010).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pendapatan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pola konsumsi. Berdasarkan hasil olahan data dengan bantuan program SPSS21,0untuk analisa regresi sederhana diperoleh hasil sebagai berikut:

4.4.2.2. Analisis Regresi Rumah Tangga Kaya

Hasil Analisis Regresi Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 189384,860 564762,667 ,335 ,739

Pendapatan ,435 ,045 ,812 9,626 ,000

a. Dependent Variable: pola konsumsi (sumber : data primer diolah)

Persamaan regresi dapat diperoleh dari tabel diatas yaitu sebagai berikut: C= a+by


(28)

Artinya, pada saat pendapatan sama dengan 0 maka konsumsi= Rp. 189.384. Dan pada saat pendapatan > 0 maka besarnya konsumsi= 43,5% dari pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar Rp.5.437.500. Dan sisanya yaitu sebesar 56,5% di-gunakan untuk tabungan. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa konsumsi rumah tangga kaya lebih kecil dari tabungan. Hal ini disebabkan karena orang kaya lebih memilih menginvestasikan sebagian pendapatannya dibandingkan menambah konsumsi.

4.4.2.1 Analisis Regresi Rumah Tangga Miskin Hasil Analisis Regresi Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 115654,777 38046,380 3,040 ,004

pendapatan ,792 ,027 ,973 29,045 ,000

a. Dependent Variable: pola konsumsi

(sumber : data primer diolah)

Persamaan regresi dapat diperoleh dari tabel diatas yaitu sebagai berikut: C= a+bY

Fungsi C = 115.654 + 0,792Y

Artinya, pada saat Y=0 maka konsumsi= Rp. 115.654

Dan pada saat pendapatan > 0 maka besarnya konsumsi= 79,2% dari pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar Rp. 990.000.Dan sisanya sebesar 20,8% digunakan untuk tabungan.


(29)

Fungsi C = 115.654 + 0,792Y Fungsi konsumsi Rumah Tangga Kaya:

Fungsi C = 189.384 + 0,435Y

Dari kedua fungsi terlihat bahwa knsumsi rumah tangga miskin sebesar 79,2% dari pendapatan yaitu sebesar Rp. 990.000 digunakan untuk konsumsi. Dan si-sanya sebesar 20,8% digunakan untuk tabungan. Sedangkan Konsumsi rumah tangga kaya sebesar 43,5% dari pendapatan yaitu sebesaar Rp. 5.437.500 diguna-kan untuk konsumsi. Dan sisanya sebesar 56,5% digunadiguna-kan untuk tabungan.


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan dan saran pada penelitian ini adalah:

5.1 Kesimpulan:

Fungsi konsumsiRumah Tangga Miskin: Fungsi C = 115.654 + 0,792Y Fungsi konsumsi Rumah Tangga Kaya:

Fungsi C = 189.384 + 0,435Y Dari kedua fungsi terlihat:

Konsumsi rumah tangga miskin sebesar 79,2% dari pendapatan yaitu se-besaar Rp. 990.000 digunakan untuk konsumsi. Dan sisanya sebesar 20,8% digu-nakan untuk tabungan. Sedangkan Konsumsi rumah tangga kaya sebesar 43,5% dari pendapatan yaitu sebesaar Rp. 5.437.500 digunakan untuk konsumsi. Dan sisanya sebesar 56,5% digunakan untuk tabungan.

5.2 Saran:

1) Diperlukan dukungan dan penelitian yang lebih besar dari berbagai pihak terhadap pemberdayaan rumah tangga miskin agar dapat memenuhi kebutuhan pokok/sehari-hari.

2) Pemerintah kota Medan harus bekerja lebih keras lagi dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Medan. Seluruh dinas terkait kemiskinan harus menciptakan terobosan program pengentasan kemiskinan yang baru, untuk mendampingi program pengentasan kemiskinan yang sudah ada. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang dapat


(31)

memperbaiki/meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin agar bisa hidup sejahtera dan paling tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. 3) Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumi terutama

melihat variabel-variabel lain yang lebih spesifik yang bisa mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga seperti jenis pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga,dan pendidikan.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Konsumsi

Konsumsi, dari, ,

ialah suat suat kepuasan secara langsung. Tegasnya konsumsi menyangkut barang-barang yang digunakan habis, dinikmati atau di makan selama periode bersangkutan. Dalam prakteknya banyak barang-barang konsumsi tersebut umumnya mungkin melebihi periode waktu tersebut seperti baju,tas,baju atau mobil.

Menurut Mankiw (2000) “ Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli oleh rumah tangga, konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable Goods) adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang yang memiliki usia panjang seperti mobil, televisi, alat-alat elektronik, ponsel dan lainya. Ketiga, jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut dan berobat ke dokter”. Yang dibelanjakan untuk pembelian barang-barang dan jasa guna mendapatkan kepuasan dan memenuhi kebutuhan.”

2.1.2 Pengeluaran Konsumsi rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu tahun


(33)

tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk membeli makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk memenuhi kebutuhanya,dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi. (Sukirno,1994:38).

Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan sebagai konsumsi (rumah tangga). Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah digolongkan investasi. Seterusnya sebagai pengeluaran mereka, seperti membayar asuransi dan mengirim uang kepada orang tua (atau anak yang sedang bersekolah) tidak digolongkan sebagai konsumsi karena ia tidak merupakan pembelanjaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian ( Sukirno 2004).

Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga dalam perekonomian tergantung kepada pendapatan yang diterima oleh mereka. Makin besar pendapatan mereka, makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Sifat penting lainya dari konsumsi rumah tangga adalah hanya sebagian saja dari pendapatan yang mereka terima yang akan digunakan untuk pengeluaran konsumsi (Sukirno,1981:104).

Untuk memahami pengeluaran konsumsi, ada baiknya terlebih dahulu memahami beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi. J.M Keynes dalam tulisan Kamaluddin, 2009 menyatakan bahwa “Konsumsi seseorang akan tergantung pada tingkat pendapatan yang telah diterima(pendapatanaktual atau absolut)oleh seseorang atau masyarakat.”


(34)

Di dalam teori tersebut Keynes (1969) menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan aktual maka kenaikan konsumsi seseorang lebih kecil dari kenaikan pendapatan aktual yang diterima. Hal ini dikarenakan seseorang pasti menyisihkan sebagian pendapatan yang diterimanya untuk tujuan lain yaitu menabung dan membayar hutang.

Teori yang dikemukakan oleh Keynes tersebut serupa dengan yang diungkapkan oleh Ando, Modigliani dan Brunberg.Menurut mereka, pengeluaran konsumsi akan tergantung dari siklus hidup seseorang pada saat seseorang belum, bekerja, maka untuk membiayai pengeluaran konsumsinya ia akan disubsidi oleh orang tuanya atau hutang. pada saat sudah bekerja ia akan menyisihkan sebagian pendapatannya guna ditabung untuk membayar utang sebelum ia bekerja dan membiayai konsumsi setelah pensiun, seperti telah disebutkan, ia akan memakai tabungannya untuk membiayai konsumsinya.(Kamaluddin,2009).

Sedangkan menurut Friedman (1957) menyatakan bahwa“konsumsi seseorang tergantung pada pendapatan permanennya (pendapatan yang rutin ia terima setiap periode tertentu)danbukan pada pendapatan transiteori (pendapatan yang tak terduga)”.

Jika ahli ekonomi diatas menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi sangat dipengaruhi oleh pendapatan absolut atau pendapatan permanennya, maka sedikit berbeda dengan teori Dussenberry (1949) yang menyatakan bahwa“Pengeluaran konsumsi seseorang bukan tergantung dari pendapatan absolute aktualnya tetapi tergantung dari pendapatan relatifnya. (Kamaluddin,2009)”.


(35)

Maksud dari teori Dussenberry tersebut adalah konsumsi seseorang tergantung dari tingkat pendapatannya dibanding atau relatif terhadap pendapatan orang lain. Orang yang pendapatannya lebih rendah akan meniru pola konsumsi orang yang pendapatannya lebih tinggi di sekelilingnya. Karakteristik lain dari pengeluaran konsumsi adalah sekali pengeluaran konsumsi seseorang meningkat, maka tidak mungkin pengeluaran konsumsi tersebut menurun sekalipun pendapatannya menurun.

Dari beberapa teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengeluaran konsumsi merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dimana pengeluaran tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatannya tetapi juga lingkungan atau masyarakat sekitar ia tinggal.

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar

Bantuan luar negeri memang berhasil meningkatkan ekonomi negara yang sedang berkembang tapi jurang kemiskinan antar penduduk tetap melebar dengan kata lain strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi belum mampu mengadakan pemerataan pendapatan,mengurangi kemiskinan,dan juga belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang luas guna mengatasi pengangguran. Kegagalan strategi inilah yang menyebabkan dicarinya strategi baru dan dipilihnya model kebutuhan dasar sebagai dasar upaya pengganti. Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia,baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu maupun kebutuhan pelayanan sosial.


(36)

Manusia mempunyai kecendrungan untuk tetap hidup serta mempertahankan bakat dan kehidupan sosialnya. Sebagai konsekuensinya mereka harus memenuhi kebutuhan hidupnya baik itu primer maupun sekunder agar hidup layak sesuai dengan harkatnya sebagai anggota masyarakat (Sumardi dan Evers, 1989:129).

Adapun kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat adanya. Pada tingkat pertama primary needs atau kebutuhan primer orang membutuhkan sandang, pangan, papan. Apabila kebutuhan primer ini sudah terpenuhi, maka muncullah dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs (kebutuhan tingkat kedua) yang merupakan kebutuhan akan barang-barang perlu, yang antara lain berupa kebutuhan akan sepatu, pendidikan dan sebagainya. Jika keadaan memungkinkan (bertambah kaya) muncul keinginan untuk memenuhi kebutuhan tingkat ketiga yang berisi kebutuhan akan barang mewah, kebutuhan tingkat keempat (quartiary needs) yang berisi akan kebutuhan barang-barang yang benar-benar mubadzir (yang tidak diperlukan sama sekali) dan seterusnya.

2.3 Konsep dan Urutan Jenis Pengeluaran Konsumsi Masyarakat

Asumsi dasar tentang pola konsumsi rumah tangga atau individu adalah bahwa setiap rumah tangga atau individu tersebut akan memaksimumkan kepua-sannya, kesejahteraannya, kemakmurannya, atau kegunaannya.

Pola konsumsi itu sendiri adalah jumlah persentase dari distribusi pendapatan terhadap masing-masing pengeluaran pangan, sandang , jasa-jasa serta rekreasi dan hiburan. BPS menyatakan kategori adalah pengeluaran makanan, perumahan, pakaian, barang, jasa, dan pengeluaran non konsumsi seperti untuk


(37)

usaha dan lain-lain pembayaran. Secara terperinci pengeluaran konsumsi adalah semua pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, pesta atau upacara, barang-barang lama ,dan lain-lain. Yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga baik itu di dalam maupun di luar rumah, baik keperluan pribadi maupun keperluan rumah tangga (BPS,2007:10)

Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mugkin harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka dapat hidup wajar. Kebutuhan Esensial ini antara lain: makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan partisipasi, transportasi, perawatan pribadi, rekreasi.

2.4 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi olehmanusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itusendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspekkehidupan manusia walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya bagi manusiayang bersangkutan. Kemiskinan menurut Rais (1995: 9) adalah kondisi depresiasi

terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan kesenjanganadalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomis yang dimiliki.

Substansi kemiskinan (Sudibyo dalam Rais 1995: 11) adalah kondisidepresiasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupasandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Sedangkan substansi kesenjanganadalah ketidakmerataan akses terhadap sumberdaya ekonomis.


(38)

Masalahkesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial.

Kemiskinan (Friedmann dalam Suyanto, 1995: 207) adalah ketidaksamaanKesempatanuntuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Kemiskinanmemang merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor

ekonomi tetapi juga faktor sosial dan faktor budaya.Menurut Suparlan (1993: 9) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatustandar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materipada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yangrendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaankesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolongsebagai orang miskin.

Dalam ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan dengan menggunakan tolak ukur tertentu. Menurut Suparlan (1993: 10) tolak ukur yang pertama adalah tingkat pendapatan per waktu kerja, dengan adanya tolakukur ini maka jumlah dan siapa-siapa saja yang tergolong sebagai orang miskindapat diketahui, untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang diperangikemiskinannya. Tolak ukur yangkeduaadalah tolak ukur kebutuhan relatif perkeluargayang batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang harusdipenuhi sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya secarasederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercakup dalamtolak ukur kebutuhan relatif per keluarga ini adalah: kebutuhan-kebutuhan


(39)

yangberkenan dengan biaya sewa rumah, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan dan

untuk pengobatan, biaya-biaya untuk menyekolahkan anak-anak, dan biaya untuk sandang yang sewajarnya dan pangan yang sederhana tetapi mencukupi danmemadai.

2.4.1 Karakteristik Golongan Miskin

Menurut Zelinsky (1996: 88) karakteristik penduduk dapat dikategorikandalam beberapa klasifikasi berdasarkan rumah tempat tinggal, tingkat pendidikan,jenis pekerjaan, penggunaan lahan, dan kecukupan gizi serta perawatan kesehatanbisa menjadi indikator peningkatan kehidupan sosial masyarakat.Karakteristik golongan miskin menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:13) adalah:

1. Karakteristik demografi dari penduduk miskin.

Secara umum, rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di Indonesia adalah 5,8 orang sedangkan yang bukan miskin adalah 4,5 orang. Banyaknyajumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalammenentukan miskin atau ketidak-miskinan suatu rumah tangga. Bertambahbesarnya jumlah anggota rumah tangga maka bertambah besar pulakecenderungan menjadi miskin. Oleh karena itu dapat diketahui bahwaKeluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk membatasi jumlah anggotarumah tangga adalah relevan dengan upaya-upaya pengentasan kemiskinan.


(40)

Karakteristik dari ekonomi rumah tangga mencakup informasi atas pekerjaankepala rumah tangga apakah sebagai karyawan atau sebagai pengusaha ataubahkan sebagai keduanya. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhijumlah pendapatan keluarga. Pola pengeluaran rumah tangga dapat dijadikanindikator kemiskinan. Jumlah pengeluaran rumah tangga untuk pangan sangatbesar perbandingannya dengan pengeluaran bukan pangan adalah salah satukarakteristik ekonomi penduduk miskin.

3. Karakteristik dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga.

Pekerjaan kepala rumah tangga terbagi menjadi dua jenis yaitu:karyawan/buruh dan pengusaha/majikan. Pekerjaan dengan statuskaryawan/buruh dalam istilah ini merupakan kepala rumah tangga yangmemperoleh upah atau gaji sebagai imbalan atau balas jasa dari pekerjaannyasebagai contoh pegawai negeri, karyawan perusahaan, buruh pabrik, pembanturumah tangga, pengemudi dengan sistem upah atau gaji.Kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan sebagai pengusaha misalnyasebagai pemilik tanah, nelayan yang mempunyai atau menyewa kapal danlain-lain. Di perkotaan dan pedesaan seperti di Jawa dan Bali, di bagian timurIndonesia, maupun di bagian barat Indonesia lebih banyak kepala rumahtangga miskin yang menjadi pengusaha ketimbang yang menjadi buruh.

4. Karakteristik dari pola konsumsi rumah tangga miskin.

Gambaran tentang pola konsumsi makanan dan bukan makanan dari kelompokkomunitas (miskin dan bukan miskin), menunjukkan bahwa secara umumporsi konsumsi makanan dari rumah tangga miskin sampai sebesar


(41)

70%dibandingkan dengan porsi konsumsi bukan makanan yang hanya 29, 31%.dibandingkan dengan kondisi perkotaan porsi konsumsi makanan rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan di pedesaan. Hal ini agak kurangdapat dipercaya mengingat rumah tangga miskin di pedesaan harus mengambilmakanan dari tanah mereka. Penjelasan yang paling memungkinkan untukkondisi ini adalah kemiskinan di pedesaan sudah sedemikian buruknya dimanakeluarga miskin harus mengkonsumsi porsi yang besar dari pendapatannyahanya untuk makan.

5. Karakteristik sosial budaya

Rata-rata orang miskin di perkotaan berpendidikan lebih tinggi daripada dipedesaan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan wargayang tinggal di perkotaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi jikadibandingkan dengan pendapatan di pedesaan. Selain itu di perkotaan fasilitaspendidikan lebih lengkap dan lebih memadai jika dibandingkan dengan pedesaan.

2.4.2 Kemiskinan Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Kemiskinandikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan dalammemenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain,kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisiekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun nonmakanan yang bersifat mendasar. Pengukurannya dilakukandengan menghitung pengeluaran kebutuhan makanan dankebutuhan non makanan per kapita per bulan. Singkatnyapenduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-ratapengeluaran (makanan dan non makanan) per kapita perbulandibawah Garis Kemiskinan.


(42)

Komponen Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan makanan dan Garis Kemiskinan Non makanan. Garis Kemiskinan makanan adalah batas minimal kebutuhan dasarmakanan yang setara dengan pemenuhan kebutuhan kalori2.100 kalori per kapita perhari dimana paket komoditikebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi(padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayuran,kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, lemak dan lain-lain. Garis Kemiskinan Non makanan adalah batas minimal kebutuhan dasar bukan makanan berupa kebutuhan minimumakan perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan dimanapaket komoditi kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi dipedesaan.

2.4.3 Kemiskinan Berdasarkan BKKBN

BKKBN menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan kesejahteraan. Keluarga dapat dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus.

Keluarga dimasukkan dalam kategori prasejahtera apabila tidak dapat memenuhi satu dari lima syarat berikut: melaksanakan ibadah menurut agamanya, makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah,dan bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.Miskin menurut BKKBN adalah mereka yang termasuk dalam kategori prasejahtera dan sejahtera I. Sedangkan keluarga sejahtera II adalah keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan tabungan, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi bersama 6 bulan sekali, menggunakan sarana transportasi. Keluarga sejahtera III sudah dapat memenuhi kebutuhan berupa tabungan


(43)

keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi selama 6 bulan sekali, menggunakan sarana transportasi dan tidak aktif memberikan sumbangan materil secara teratur. Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang sudah mampu memberikan sumbangan materil secara aktif dan teratur serta aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.

2.4.4 kemiskinan berdasarkan bank dunia (world bank)

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Menurut World Bank (2004), salah satu sebab kemiskinan adalah karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya tidak memadai.

Menurut World Bank, dalam definisi kemiskinan adalah:

”The denial of choice and opportunities most basic for human development to lead a long healthy, creative life and enjoy a decent standard of living freedom, self esteem and the respect of other”.


(44)

Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu merupakan kon-disi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempa-tan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi keseha-tan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain.

2.4.5 Indikator Kemiskinan

Terdapat beberapa indikator kemiskinan yang biasa digunakan, yaituindikator:

1) Kemiskinan relatif seseorang dikatakan berada dalam kelompok kemiskinan relatif, pertama jika pendapatannya berada di bawah pendapatan di sekitarnya, atau dalam kelompok masyarakat tersebut, ia berada di lapisan paling bawah. Kedua, Bisa jadi meskipun pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun karena dibanding masyarakat di sekitarnya, pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk miskin. Ketiga, Amerika Serikat menggunakan indikator kemiskinan semacam ini.

2) Kemiskinan absolut. Kemiskinan jenis ini dicirikan sebagai berikut: Pertama, dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan kesehatan). Kedua, Jika pendapatan seseorang di bawah pendapatan minimal untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka ia disebut miskin. Ketiga, Indonesia menggunakan indikator kemiskinan jenis ini.


(45)

3) Kemiskinan kultural dikaitkan dengan budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang membantunya keluar dari kemiskinan tersebut.

4) Kemiskinan struktural dimana kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga memunculkan masalah-masalah struktural ekonomi yang makin meminggirkan peranan orang miskin.

2.4.6 Penggolongan Rumah Tangga Berdasarkan Daya Listrik

Menurut Nengah Subadra dalam tulisanya (2008) orang kaya yang umumnya tinggal di rumah-rumah mewah biasanya menggunakan daya listrik yang tinggi (paling sedikit 1.200 watt) untuk keperluan sehari-hari karena semua fasilitas rumahnya seperti lampu, setrika, televisi, kulkas, mesin cuci dan pendingin ruangan menggunakan energi listrik yang sangat banyak. Sedangkan orang miskin hanya menggunakan daya listrik dengan kapasitas 450-900 watt saja karena mereka tidak memiliki alat-alat rumah tangga yang lengkap. Umumnya mereka hanya menggunakan energi listrik untuk penerangan karena mereka memiliki daya bayar yang sangat rendah.

Studi Empris memperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya rumah tangga kaya adalah rumah tangga yang memiliki daya listrik yang terpasang >900 watt. Alat listrik yang digunakan adalah AC, kulkas, dispenser, ricecooker, dan alat-alat elektronik lainya. Sementara untuk rumah


(46)

tangga miskin adalah rumah tangga yang memiliki daya terpasang kurang atau sama dengan 900 watt.

2.5 Teori Konsumsi

2.5.1 Teori Konsumsi John Maynard Keynes

John Maynard keynes (1969) dalam General Theory nya membuat fungsi konsumsi sebagai pusat fluktuasi ekonominya dan teori itu telah memainkan peran penting dalam analisis makro ekonomi sampai saat ini. Keynes membuat dugaan tentang fungsi ekonomi berdasarkan intropeksi dan observasi kasual.

Dugaan pertama keynes adalah bahwa kecendrungan mengkonsumsi marginal adalah antara nol dan satu. Ia menulis bahwa “hukum psikologis fundamental, dengan apa kita dinisbikan untuk tergantung pada keyakinan yang besar adalah bahwa manusia diatur, sebagai peraturan atau berdasarkan rata-rata, untuk meningkatkan konsumsi ketika pendapatan mereka naik, tetapi tidak sebanyak kenaikan dalam pendapatan mereka”.

Dugaan kedua, keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan sehingga ia berharap orang kaya menabung proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.

Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting. Keynes mengatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori.


(47)

2.5.2 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif(Relative Income Hipothesis)

Teori konsumsi yang dikemukakan oleh James S. Duesenberry (1949), yang dikenal sebagai teori pendapatan relatif tentang konsumsi atau hipotesis pendapatan relatif, lebih menekankan pada pendapatan relatif (relative income) dari pada pendapatan absolute sebagaimana dikemukakan Keynes. Selain itu, teori ini mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dari individu atau rumah tangga tidak bergantung pada pendapatan sekarang dari individu, tetapi pada tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai seseorang sebelumnya.

Menurut Duesenberry (Nanga, 2001) pengeluaran konsumsi seseorang atau rumah tangga bukanlah fungsi dari pendapatan absolute, tetapi fungsi dari posisi relatif seseorang di dalam pembagian pendapatan di dalam masyarakat. Artinya pengeluaran konsumsi individu tersebut tergantung pada pendapatannya relatif terhadap pendapatan individu lainya di dalam masyarakat. Dalam kaitan ini, Duesenberry menyebutkan bahwa ada dua karakteristik penting dari perilaku konsumsi rumah tangga yaitu adanya sifat saling ketergantungan (interpendent) diantara rumah tangga, dan tidak dapat dirubah (irreversibility) sepanjang waktu. Saling ketergantungan disini menjelaskan mengapa rumah tangga yang berpendapatan rendah cenderung memiliki APC yang lebih tinggi daripada rumah tangga yang berpendapatan tinggi. Hal ini terjadi karena rumah tangga yang berpendapatan rendah telah terkena apa yang oleh Duesenberry disebutnya sebagai efek demonstrasi (demonstration effect), dimana masyarakat


(48)

berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola konsumsi dari masyarakat sekelilinya yang cenderung menaikkan pengeluaran konsumsinya.

Adanya sifat irreversibility dari perilaku konsumsi tersebut telah menyebabkan short-run ratchet effect dari perubahan di dalam pendapatan,dimana seseorang atau rumah tangga lebih mudah untuk meningkatkan pengeluaran konsumsinya kalau terjadi kenaikan pendapatan, tetapi sebaliknya lebih sulit untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya. Kalau terjadi kenaikan pendapatan, tetapi sebaliknya lebih sulit untuk mengurangi pengeluaran konsumsinya kalau terjadi penurunan pendapatan. Dengan kata lain, seseorang atau rumah tangga menurut Duesenberry akan berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan standar hidup atau pola konsumsi mereka, dan itu dilakukan dengan cara mengurangi tabungan. Rumah tangga akan memulai hidup dengan tabungan negatif (dissaving). Hal ini berarti penurunan yang terjadi di dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga hanyalah satu penurunan yang bersifat parsial. Pengeluaran konsumsi sebagaimana telah dikemukakan adalah bersifat

irreversible sepanjang waktu, yang berarti bahwa dengan suatu penurunan di dalam pendapatan, maka pengeluaran konsumsi juga akan mengalami penurunan, namun dalam jumlah yang lebih kecil. Secara singkat adanya sifat irreversibility

dari pengeluaran konsumsi rumah tangga itu mempunyai makna bahwa sekali fungsi konsumsi jangka pendek itu bergeser ke atas, maka akan sangat sulit untuk bergeser kembali ke bawah apalagi terjadi penurunan di dalam pendapatan.

2.5.3 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income hypothesis)


(49)

Dalam bukunya yang berjudul A Theory of the Consumption Function

(1957) Miton Friedman menawarkan hipotesis pendapatan permanen untuk menjelaskan perilaku konsumsi. Hipotesis pendapatan permanen mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi sekarang bergantung pada pendapatan sekarang dan pendapatan yang diperkirakan di masa yang akan datang. Hipotesis juga menekankan bahwa manusia mengalami perubahan acak dan temporer dalam pendapatan mereka dari tahun ke tahun. Friedman beralasan bahwa konsusmi seharusnya terutama bergantung pada pendapatan permanen, kerena konsumen menggunakan tabungan dan pinjaman untuk melancarkan konsumsi dalam menanggapi perubahan transistoris dalam pendapatan.

2.5.4 Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hipothesis)

Teori dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Albert Ando,Richard Brumberg dan Franco Modigliani. Dalam teori ini membagi pola konsumsi seseorang menjadi tiga bagian, yaitu:

• Usia nol sampai usia kerja, maka konsumsinya dalam kondisi

“Dissaving”yaitu konsumsi masih tergantung pada orang lain.

• Dimulai dari usia kerja (sudah kerja) sampai dengan usia dimana orang

tersebut sudah menjelang usia tua (kurang produktif) atau bisa disebut mandiri.

• Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi “Dissaving”.

Hipotesis siklus hidup memberikan sumbangan penting di dalam memahami Tingkah laku konsumsi masyarakat. Hipotesis ini menunjukkan bahwa konsumsi tidak hanya ditentukan pendapatan masa kini tetapi juga oleh pendapatan yang


(50)

diramalkan akan diterima di masa depan. Seterusnya ia menunjukkan pula peranan kekayaan dalam mempengaruhi konsumsi.

Hipotesis ini juga menerangkan motivasi masyarakat untuk menabung. Ketika muda mereka cenderung untuk menabung hingga masa pensiunannya. Tujuan penting dari penabungan ini adalah untuk membiayai konsumsi di hari tua. Sedangkan dalam karangan Reksoprayitno (1997), ABM (Ando-Brumberg-Modigliani) menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional. Ini berarti bahwa konsumen berusaha untuk memaksimumkan kepuasan dari aliran pendapatan yang ia perkirakan berlaku untuknya. Mengenai sumber pendapatan, ABM membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga kerja sebagai sumber labour income dan kekayaan sebagai sumber property income.

2.6 Teori Engel

Menurut Meiler dan meineres (1997) dalam tesis Farida Milias Tuty , sebagai pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian Engel melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel. Keempat butir kesimpulanya yang dirumuskan tersebut adalah :

a. Jika Pendapatan meningkat, maka persentasi pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil.

b. Persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan.

c. Persentase pengeluaran konsumsi untuk pengeluaran rumah relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan.


(51)

d. Jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah, dan tabungan semakin meningkat.

Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2000:115) untuk mengetahui suatu barang sebagai kebutuhan pokok atau barang mewah dilakukan dengan menggunakan kurva Engel. Kurva ini mencoba melihat hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi sebagai berikut :

a) Barang kebutuhan pokok, seperti makanan pokok. Perubahan pendapatan nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan permintaan. Bahkan jika pendapatan terus meningkat,permintan terhadap barang tersebut perubahanya makin kecil dibandingkan dengan perubahan pendapatan. Jika dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas pendapatan dari kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat nominal pendapatan makin tinggi.

b) Barang mewah. Kenaikan pendapatan terhadap barang tersebut lebih besar dibandingkan dengan kenaikan tingkat pendapatan. Atau dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap barang mewah mempunyai elatisitas yang besar.(Farida Milias)

2.7 kurva engel

jerman abad 19) yang mencoba melihat pendapatan dengan tingkat konsumsi, bila kurva permintaan individu diturunkan dari PCC kurva engel di turunkan dari ICC


(52)

(Income-consumption curve). Kurva engel digunakan untuk mengetahui apakah suatu barang merupakan barang kebutuhan pokok atau barang mewah.

Kurva Engel adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara pendapatan dan kuantitas yang diminta. Pada barang normal, kurva engel berlereng menanjak karena kenaikan pendapatan akan menambah kemampuan konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa.

Kurva Engel dapat diturunkan dari kurva konsumsi pendapatan konsumen. Misalkan pendapatan konsumen mula-mula N0, titik keseimbangan di titik E0 yaitu persinggungan antara kurva indiferensi I0 dan garis kendala anggaran BL0 sehingga kuantitas barang X yang diminta sebesar X0. Bila pendapatan konsumen naik menjadi N1 dan harga barang-barang tetap sehingga garis kendala anggaran bergeser ke atas sejajar dengan garis kendala anggaran mula-mula menjadi BL1. Keseimbangan baru menjadi E1 yaitu persinggungan antara kurva indiferensi I1 dengan garis kendala anggaran BL1. Dengan naiknya pendapatan konsumen kuntitas barang X yang diminta naik menjadi X2. Bila hubungan antara pendatan konsumen ini dengan kuantitas barang X yang diminta dihubungkan akan diperoleh kurva Engel. Ketika pendapatan konsumen N0 kuantitas barang X yang diminta sebesar X0 pada titik A, sewaktu pendapatan konsumen naik menjadi N1 kuantitas barang X yang diminta sebesar X1 pada titik B.


(53)

Gambar 1: Kurva Engel 2.8Pendapatan

Menurut Sumitro (1957): Pendapatan merupakan jumlah barang dan jasa yang memenuhi tingkat hidup masyarakat, dimana dengan adanya pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan pendapatan rata-rata yang dimiliki oleh setiap jiwa disebut juga dengan pendapatan perkapita yang menjadi tolak ukur kemajuan atau perkembangan ekonomi. Defenisi pendapatan adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan dan organisasi-organisasi lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,ongkos, dan laba, bantuan, tunjangan pengangguran, pensiun, dan lain sebagainya. Pendapatan adalah total penerimaan uang dan bukan uang seseorang atau rumah tangga selama periode tertentu.

Menurut Eugene A. Diulio Ph. D (1993) mengatakan pendapatan sekarang terdiri atas pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan permanen adalah pendapatan yang diharapkan akan diterima oleh rumah tangga selama beberapa tahun mendatang, sedangkan pendapatan sementara terdiri dari


(54)

tiap tambahan atau pengeluaran yang tidak terduga terhadap pendapatan permanen.

Selanjutnya pendapatan perorangan(personal income) merupakanpendapatan agregat (yang berasal dari berbagi sumber) yang secara

actual diterima oleh seseorang atau rumah tangga (Nanga,2001).

Menurut Mankiw (2000) pendapatan perorangan adalah jumlah pendapatan yang diterima rumah tangga dan bisnis nonkorporat. Sedangkan menurut Sukirno (2004), pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu negara.

Pendapatan (income) adalah total penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu. Ada tiga sumber penerimaan rumah tangga yaitu:

1. Pendapatan dari gaji dan upah.Gaji dan upah adalah balas jasa terhadap kesediaan menjadi tenaga kerja. Besar gaji atau upah seseorang secara teoritis sangat tergantung dari prodiktivitasnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu:

a. Keaahlian(Skill) adalah kemampuan teknis yang dimiliki seseorang untuk mampu menengani pekerjaan yang dipercayakan. Makin tinggi jabatan seseorang, keahlian yang dibutuhkan semakin tinggi, karena itu gaji atau upahnya juga semakin tinggi.


(55)

b. Mutu modal manusia (human capital) adalah kapasitas pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang., baik karena bakat bawaan maupun hasil pendidikan dan penelitian. c. Kondisi kerja (Working conditions) adalah lingkungan dimana

seseorang bekerja. Bila risiko kegagalan atau kecelakaan makin tinggi, walaupun tingkat keahlian yang dibutuhkan tidak jauh berbeda.

1. Pendapatan dari asset produktif. Asset produktif adalah asset yang memberikan pemasukan atas batas jasa penggunaanya. Ada dua kelompok asset produktif. Pertama, asset financial seperti deposito yang menghasilkan pendapatan bunga, saham, yang menghasilkan deviden dan keuntungan atas modal bila diperjualbelikan. Kedua, asset bukan financial seperti rumah yang memberikan penghasilan sewa.

2. Pendapatan dari pemerintah. Pendapatan dari pemerintah atau penerimaan transfer adalah pendapatan yag diterima bukan sebagai balas jasa input yang diberikan. Atau pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah misalnya pembayaran untuk jaminan sosial yang diambil dari pajak yang tidak menyebabkan pertambahan dalam output.

2.9 Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga

Masliah (1991) dalam penelitiannya “Hubungan antara konsumsi dan pendapatan nasional sendiri saling berhubungan. Hal ini didasarkan kondisi yang terjadi bahwa konsumsi tergantung pada persepsi masyarakat terhadap pendapatan permanen (pendapatan masyarakat dalam hidupnya) dari pada pendapatan yang


(56)

dibelanjakan yang mereka peroleh pada saat ini dalam kondisi ekonomi mengalami kemajuan, konsumsi akan cenderung tertinggal oleh naiknya tingkat pendapatan sementara pada masa ekonomi mengalami kemunduran, tingkat konsumsi tidak akan turun secepat tingkat pertumbuhan pendapatan”.

Teori Engel’s yang menyatakan bahwa:“Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan” (Sumarwan ,1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan.

Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi padatingkat pendapatan. Seiring makin meningkatnya pendapatan,maka kecukupan akan makanan dapat terpenuhi. Dengan demikianpendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan kualitasdan kuantitas bahan makanan. Besar kecilnya pendapatan rumahtangga tidak lepas dari jenis pekerjaan ayah dan ibu serta tingkatpendidikannya (Soekirman, 1991).

Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah,60-80%dari pendapatannya dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang digambarkan dari persentaseperubahan kebutuhan akan makanan untuk tiap 1 % perubahanpendapatan, lebih besar pada rumah tangga yang miskin


(57)

Penelitian Crotty, dkk (1989) menunjukkan bahwa pada rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah di Australiamengalokasikan uangnya dalam jumlah yang sedikit untuk bahanmakanan seperti gandum, produk susu, buah dan sayuran.Pengeluaran rumah tangga sebagai proksi dari pendapatanmempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga. Semakin besar pengeluaran total mengakibatkan konsumsi energi rumah tanggajuga bertambah dengan kata lain apabila pengeluaran total rumahtangga bertambah maka pertambahan tersebut digunakan untukmemenuhi kekurangan konsumsi energi (Arifin danSudaryanto,1991).

2.10Tinjauan Empiris

Aulia rahma (2011) dalam skripsinya studi perbandingan pola konsumsi pangan dan non pangan rumah tangga kaya dan miskin di kota makassar mene-mukan bahwa pola konsumsi makanan dari rumah tangga miskin dapat dikatakan tinggi yaitu rata-rata lebih dari 60% atau sampai sebesar 70% dari total pendapa-tan dibandingkan dengan porsi/alokasi konsumsi bukan makanan yang hanya rata-rata sebesar 29,31%.

Yuliana (2010) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan menemukan bahwa rata-rata tingkat pendapatan keluarga miskin adalah berkisar Rp600.000,-per bulan, rata-rata pendidikan keluarga miskin adalah SD ke bawah dan rata-rata jenis pekerjaannya adalah supir, rata-rata jumlah tanggungan keluarga miskin adalah 2-4 orang.

Elwin (2001) dalam skripsinya Analisis Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin Pasca Kenaikan Harga BBM Di Kota Makassar menemukan bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin pasca kenaikan harga BBM relatif


(58)

menurun, hal ini disebabkan karena harga barang naik, sedangkan kemampuan konsumsi tidak mampu lagi untuk menjangkaunya.

2.11Kerangka Konseptual

Pola Konsumsi sering digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Konsumsi seseorang sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang diterimanya. Berdasarkan kurva Engel yaitu tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat pula dikatakan membaik apabila pendapatan meningkat dan sebagian pendapatan tersebut digunakan untuk mengkonsumsi non makanan, begitupun sebaliknya.Mereka mengalokasikan kelebihan pendapatan mereka pada pengeluaran non makanan dan selebihnya mereka tabung. Namun hal ini begitu berbeda dengan seseorang/rumah tangga yang berpendapatan rendah dalam hal ini adalah rumah tangga miskin dimana penghasilannya pas-pasan, mereka lebih cenderung untuk memprioritaskan pengeluaran mereka untuk konsumsi makanan dan berbagai macam kebutuhan lainya dan terkadang pendapatan mereka tidak tersisa lagi untuk ditabung. Hal ini membuktikan bahwa konsumsi seseorang berbandinglurus dengan pendapatan.

Dari gambar 2.10 di bawah ini, dapat dilihat bahwa pola konsumsi dalam penelitian ini diduga dipengaruhi pendapatan.

Berdasarkan batasan teoritik serta rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka kerangka konseptual dari penelitian ini yaitu:


(59)

2.12 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah seperti yang telah diuraikan dalam bab.I serta dengan berpedoman kepada kerangka konseptual di atas, maka hipotesis yang dapat dibentuk adalah sebagai berikut :

Terdapat perbedaan pola konsumsi antara rumah tangga kaya denganrumah tangga miskin dikarenakan pendapatan dan kebutuhan yang berbeda-beda pula.

Gambar 2.10 Kerangka Konseptual

Rumah Tangga

Miskin Kaya

Pendapatan dan Pengeluaran


(60)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang atau masyarakat mempunyai skala kebutuhan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Makin tinggi pendapatan, makin banyak jumlah barang yang dikonsumsi. Sebaliknya, semakin sedikit pendapatan maka semakin berkurang jumlah barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi digunakan akibatnya tabungan berkurang. Demikian juga kemampuan untuk investasibila tingkat bunga tinggi maka masyarakat termotivasi untuk lebih banyak menabung dan mengurangi konsumsi. Sebaliknya, bila tingkat bunga rendah maka masyarakat lebih cenderung menaikkan konsumsi.

Kesejahteraan suatu masyarakat adalah tujuan utama dan cita-cita setiap negara. Tingkat kesejahteraan suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di negara tersebut.Pola konsumsi masya-rakat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyamasya-rakat tersebut. Konsumsi rumah tangga berbeda-beda antara satu dengan lainya dikarenakan pendapatan, jumlah tanggungan, jabatan dan kebutuhan yang berbeda-beda pula

Pengeluaran konsumsi masyarakat dapat dijadikan salah satu perbedaan antaramasyarakat yang sudah mapan dan yang belum mapan, atau antara negara maju dan negaraberkembang. Pengeluaran konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya didominasi olehkonsumsi kebutuhan pokok atau kebutuhan primer (kebutuhan makanan), sedangkan polakonsumsi masyarakat yang sudah


(61)

mapan cenderung lebih banyak teralokasi kedalam kebutuhansekunder atau bahkan tersier (kebutuhan non makanan).Pengeluaran konsumsi rumah tanggaadalah nilai belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jeniskebutuhannya dalam satu tahun tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakanuntuk membeli makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayarsewa rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untukmemenuhi kebutuhanya, dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi. Rumahtanggamemutuskan berapa banyak dari pendapatan yang akan dibelanjakan untuk konsumsi danmereka menabung sisanya. Jadi rumah tangga harus membuat keputusan tunggal bagaimanamembagi sisa pendapatan antara konsumsi dan tabungan. Pengeluaran konsumsi rumah tanggamerupakan komponen terbesar dari keseluruhan pengeluaran aktual(Sukirno,2004).

Kemudian hubungan konsumsi dengan pendapatan dijelaskan dalam teori Keynes yang menjelaskan bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposible saat ini. Dimana pendapatan disposible adalah pendapatan yang tersisa setelah pembayaran pajak. Jika pendapatan disposible tinggi maka konsumsi juga naik. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposibel. Selanjutnya menurut Keynes ada batas konsumsi minimal, tidak tergantung pada tingkat pendapatan yang disebut konsumsi otonom. Artinya tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi walaupun tingkat pendapatan = nol, dan hal ini ditentukan oleh faktor di luar pendapatan,


(1)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola konsumsi rumah tangga kaya dan miskin di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan data primer dengan sampel sebanyak 100 responden yang tinggal di Kota Medan. Analisis yang digunakan adalah fungsi konsumsi= a+bY.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat kesejahteraan rumah tangga atau semakin miskin suatu rumah tangga maka semakin condong untuk lebih banyak mengalokasikan pengeluarannya pada kebutuhan primer dibanding kebutuhan sekunder ataupun kebutuhan tersier. Sebaliknya semakin tinggi kesejahteraan rumah tangga atau semakin kaya suatu rumah tangga semakin cenderung untuk lebih banyak mengalokasikan pengeluarannya pada kebutuhan sekunder bahkan kebutuhan tersier dibandingkan dengan kebutuhan primer.


(2)

ABSTRACT

This study aims to determine differences in household consumption patterns of rich and poor in medan city. This study uses primary data with a sample of 100 respondents living in the city of medan analysis method is a function the consumption= a+bY.

The results showed that the lower the level of household welfare or the poorer the household, the more inclined to allocate more spending on primary needs than the needs of secondary or tertiary. otherwise the higher the household welfare or the richer the household increasingly tend to allocate more spending on the needs of secondary and even tertiary needs compared with the primary.


(3)

KATA PENGANTAR PujidansyukurpenulispanjatkankehadiratTuhanYang MahaEsakarenaberkatrahmatNya-lahpenulisdapat

menyelesaikanskripsidenganjudul “Studi Perbandingan Pola Konsumsi Rumah Tangga Kaya Dan Miskin Di Kota Medan.” Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini tidak terlepas dari jasa berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Orangtua penulis,Bapak Normal Pelawi dan Ibu Tenang br Ginting, Kakak saya Vivi Widya br Pelawi dan adik saya Triposa br Pelawi yang selalu mendoakan serta mendukung penulis baik dukungan moril maupun materi, menjadi motivasi penulis untuk lebih cepat dalam menyelesaikan studi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ramli SE, M.S. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Hasan Basri Tarmizi. SU.,selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis, memberikan saran, pengarahan, petunjuk-petunjuk, dan masukan yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Haroni Doli Hamoraon Ritonga, SE, M.Si selaku Dosen Pembanding I dan Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Dosen Pembanding II yang telah


(4)

banyak memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu dan perhatiannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat memberi kontribusi yang bermanfaat bagi para pembaca dan bidang akademik.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT.... ii

KATA PENGANTAR……….………... iii

DAFTAR ISI...... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB IPENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang.……….……..…...……… 1

1.2 RumusanMasalah……….…………... 5

1.3 TujuanPenelitian……….………… 5

1.4 ManfaatPenelitian……….………….. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TinjauanTeoritis……….…. 6

2.1.1 PengertianKonsumsi……….…. 6

2.1.2 PengeluaranKonsumsiRumahTangga……….. 6

2.2 KonsepKebutuhanDasar………...9

2.3 KonsepdanUrutanJenisPengeluaranKonsumsi………... 10

2.4 PengertianKemiskinan……….…… 11

2.4.1 KarakteristikGolonganMiskin………... 13

2.4.2 KemiskinanBerdasarkan BPS………... 15

2.4.3 KemiskinanBerdasarkan BKKBN………. 16

2.4.4 IndikatorKemiskinan……….. 17

2.4.5 PenggolonganRumahTangga………... 18

2.5 TeoriKonsumsi 2.5.1 TeoriKonsumsi John Maynard Keynes……… 18

2.5.2 TeoriKonsumsiHipotesisPendapatanRelatif.…....… 19

2.5.3 TeoriKonsumsiHipotesisPendapatanPermanen……. 21

2.5.4 TeoriKonsumsiHipotesisSiklusHidup………….….. 22

2.6 Teori Engel……….. 23

2.7 Pendapatan……….. 24

2.8 PengaruhPendapatanTerhadapPolaKonsumsi………. 26

2.9 PenelitianTerdahulu………..…. 28

2.10 KerangkaKonseptual……….. 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 WaktudanLokasiPenelitian………... 31

3.2 JenisdanSumber Data……….. 31

3.3 PopulasidanSampel………... 32

3.4 Model Analisis……… 34

3.5 BatasanVariabel……….. 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 GambaranUmum Daerah Penelitian………...…….. 37


(6)

4.1.1 Luas Wilayah danJumlah Penduduk……….... 37

4.2 StrukturPendudukMenurut Tingkat Pendidikan………...39

4.3 KarakteristikResponden………..….40

4.3.1 Tingkat Pendidikan Formal……….……….41

4.3.2 Pekerjaan……….…….…………42

4.3.3 Tingkat Pendapatan……….…….…………43

4.3.3.1 KelompokPendapatanKepalaRumahTangga…….43

4.3.3.2 KelompokPendapatanAnggotaRumah Tangga ...45

4.3.3.3 KelompokPendapatan Total RumahTangga…...….46

4.3.4 JumlahTanggunganKeluarga………...48

4.4.1 KelompokAlokasiPengeluaranuntukKebutuhanPokok....50

4.4.2 KelompokAlokasiPengeluaranKebutuhanSekunder…....51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………...….54

5.2 Saran………..55