Penetapan Kadar Mineral Magnesium, Besi, dan Tembaga pada Lobak Putih (Raphanus sativus L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lobak
Lobak (Raphanus sativus) termasuk dalam famili Cruciferae. Tanaman
lobak berasal dari Cina. Akan tetapi, kini tanaman ini telah banyak ditanam di
Indonesia. Tanaman ini mudah ditanam di dataran rendah maupun di dataran
tinggi (pegunungan). Hasil tanaman lobak dapat dipanen setelah umbi cukup
besar, kira - kira berumur dua bulan. Tanaman yang terawat dengan baik dan sehat
dapat menghasilkan umbi 15-20 ton/umbi tiap ha. Bahkan, ada jenis lobak yang
dapat menghasilkan umbi yang beratnya antara 0,5-1 kg tiap tanaman dan
umbinya pun enak dimakan. Produksi lobak saat ini umumnya masih untuk
konsumsi lokal (Sunarjono, 2004).
Pada penanaman berbagai kultivar lobak, jarak tanam yang umum
digunakan adalah 15-25 cm. Berbeda pada kultivar tanaman lobak yang ditanam
masa panen dapat dilakukan antara 50-90 hari untuk mendapatkan kualitas
optimum. Panen dilakukan dengan cara digali menggunakan tangan secara hatihati supaya bagian umbi lobak tidak patah. Jika melewati masa panen akan
menyebabkan timbulnya rasa pahit dan penggabusan pada umbi (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1997).
Dalam kapasitasnya sebagai bahan sayur-mayur yang banyak digemari
masyarakat luas, ternyata lobak memiliki gizi yang cukup tinggi dan lengkap,

beberapa kandungan gizi pada tanaman lobak tiap 100 g bahan adalah kalori 21,0
kkal; protein 0,6 g; lemak 0,10 g; karbohidrat 5,30 g; serat 0,60 g; abu 0,50 g;

5
Universitas Sumatera Utara

vitamin B1 0,03 mg; vitamin B2 0,03 mg; vitamin C 25,00 mg dan niasin 0,3 mg.
sedangkan mineral yang dikandungnya adalah kalsium 32,00 mg; fosfor 21,00
mg; zat besi 0,60 mg; natrium 10,0 mg; kalium 218,0 mg (Rukmana, 1995).
Hampir seluruh bagian tanaman lobak dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan dalam kehidupan manusia. Umbi lobak dapat dimakan mentah sebagai
lalapan, dibuat acar atau asinan, direbus dan disayur. Daun yang masih muda
dapat dijadikan lalapan mentah ataupun dimasak. Dalam berbagai literatur
ditemukan bahwa tanaman lobak berkhasiat sebagai obat tradisional (Rukmana,
1995).
Tanaman lobak dapat digunakan untuk mengobati penyakit pada hati dan
saluran pernapasan. Jus dari akar tanaman lobak menunjukkan aktivitas anti
mikroba terhadap Baccilus subtilis, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella
thyphosa. Akar lobak juga mengandung senyawa alkaloid pirolidin, glukosinolat,
asam-asam organik seperti asam oksalat dan asam malonat, senyawa fenol, enzim

dan minyak. Lobak juga memiliki berberapa khasiat diantaranya anti mikroba,
anti virus, anti tumor, hipotensif, anti agregasi platelet dan pencegahan penyakit
kardiovaskular (Gultierrez dan Perez, 2004).
2.1.1 Taksonomi Tanaman Lobak
Kerabat dekat tanaman lobak yang termasuk suku kubis-kubisan
(Cruciferae atau Brassicaceae) jumlahnya cukup banyak diantaranya: kubis-crop,
kubis-bunga, brokoli, sawi dan mustard. Sedangkan spesies lain dari Raphanus
sativus L. yang umum dibudidayakan adalah Rades (R. sativus L. var. radicula
Pres. A. DC.). Tanaman ini berasal dari Rusia dan Asia tropis yang bentuk
umbinya bulat sampai semi bundar mirip dengan umbi rades (Rukmana, 1995).

6
Universitas Sumatera Utara

Kedudukan tanaman lobak dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) menurut
Rukmana (1995), dikelompokkan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan).


Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas

: Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Famili

: Brassicaceae (Cruciferae)

Genus

: Raphanus


Spesies

: Raphanus sativus L.

2.1.2 Morfologi Tanaman Lobak
Lobak termasuk dalam sayuran musim dingin tetapi masih dapat bertahan
pada suhu hangat. Umbi lobak dengan kualitas terbaik diperoleh pada penanaman
dengan suhu antara 10,0 dan 15,5°C. Perbedaan varietas juga mempengaruhi
persyaratan suhu penanaman. Oleh karena itu, pemilihan variasi untuk lokasi
tertentu sangat penting untuk mendapatkan umbi lobak dengan kualitas terbaik
(Salunkhe dan Kadam, 1998).
Umbi lobak berkembang dari bagian akar primer dan hipokotil. Bagian
umbi yang membesar bervariasi dalam berbagai ukuran, bentuk, dan warna,
tergantung pada budidaya. Warna umbi lobak dapat bewarna putih atau merah.
Benih lobak berbentuk bulat dan berukuran sekitar 3 mm. Pada awalnya benih
bewarna kekuningan ketika dewasa berubah menjadi coklat kemerahan (Salunkhe
dan Kadam, 1998).
Bentuk umbi lobak umumnya bulat panjang, warna kulit dan daging umbi
putih bersih, namun setelah ditemukan ragam varietas lobak hibrida (Daikon)


7
Universitas Sumatera Utara

banyak mengalami perubahan. Ukuran umbi lobak hibrida umumnya besar-besar
dengan bentuk umbi sangat bervariasi antar bulat-panjang, semibulat sampai
bundar. Demikian pula warna kulit dan daging umbi lobak hibrida sangat
beragam, diantaranya ada yang berwarna putih-bersih, putih kehijau-hijauan dan
merah. Daun lobak berbentuk lonjong, pinggirnya berlekuk-lekuk, dan
permukaannya ditumbuhi oleh bulu-bulu halus. Struktur daun lobak umumnya
tumbuh tunggal, namun pada lobak hibrida tiap tangkai daun terdapat beberapa
helai daun yang letakknya berpasangan seperti menjari (Rukmana, 1995).
Tanaman lobak yang umurnya cukup dewasa untuk memasuki fase
reproduktif akan menghasilkan rangkaian bunga. Rangkaian bunga tumbuh dari
ujung tanaman, bercabang banyak dan tiap cabang rangkaian bunga terdapat
banyak kuntum bunga yang berwarna putih dengan variasi warna ungu dibagian
ujungnya. Bunga lobak dapat menghasilkan buah yang bentuknya mirip “polong”,
tiap buah (polong) berisi biji antara 1-6 butir. Biji-biji inilah yang banyak
dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana,
1995).


2.2 Mineral
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik, air dan sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Dalam tubuh unsur
mineral berperan sebagai zat pebangun dan pengatur fungsi fisiologis. Mineral
juga dikenal sebagai zat anorgaik atau kadar abu karena pada proses pembakaran,
bahan-bahan organik akan terbakar tetapi tidak pada zat anorganik (Winarno,
2004).

8
Universitas Sumatera Utara

Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu, mineral berperan dalam berbagai
tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim
(Almatsier, 2004).
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg
sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah
mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg. Yang termasuk mineral makro

adalah natrium, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur. Adapun yang
termasuk mineral mikro adalah besi, seng, mangan dan tembaga (Almatsier, 2004;
Winarno, 2004).
2.2.1 Magnesium
Kandungan magnesium yang terdapat di dalam tubuh manusia yaitu 250
mg/kg. Jumlah kebutuhan magnesium harian berada dalam rentang 300-400 mg.
Magnesium berperan sebagai penyusun dan pengaktivasi banyak enzim,
khususnya yang berperan dalam konversi senyawa fosfat yang memiliki energi
tinggi dan sebagai stabilisator membran plasma, membran intraselular dan asam
nukleat. Magnesium merupakan elemen penyangga kehidupan dikarenakan
peranannya

dalam

metabolisme

tubuh.

Kekuragan


magnesium

dapat

menyebabkan gangguan kesehatan serius (Belitz, dkk., 2009).
Magnesium mempengaruhi beberapa proses fisiologis. Magnesium
diperlukan secara luas sebagai kofaktor reaksi katalis enzim terutama reaksi yang
membutuhkan ATP sebagai energi. Enzim yang memerluan ATP termasuk enzim

9
Universitas Sumatera Utara

yang menambah gugus fosfat (enzim foforilasi) dan pembentukan cAMP. Kedua
jenis proses fisiologis ini memegang peranan penting dalam sel. Magnesium juga
berperan luas dalam fungsi biokimia yaitu ion magnesium bekerja sebagai
modulator fisiologis dimana terjadi kompetisi dengan kalsium untuk masuk ke
dalam membran sel. Secara umum kompetisi yang terjadi antara mineral
dipandang sebagai efek negatif, akan tetapi kompetisi yang terjadi antara
magnesium dan kalsium pada membran sel dapat menjaga keseimbangan sel.
Keseimbangan ini dapat juga terjadi di luar sel dimana magnesium dapat

mengantagonis kalsium yang mendorong proses pembekuan darah (DiSilvestro,
2005).
Magnesium memegang peranan penting dalam banyak sistem enzim di
dalam tubuh. Magnesium bertindak didalam sel jaringan lunak sebagai katalisator
dalam reaksi-reaksi biologis termasuk reaki-reaksi yang berkatan dengan
metabolisme energi, karbohidrat, lipid, protein dan asam nukleat. Di dalam cairan
sel ektraselular megnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan
pembekuan darah. Dalam hal ini peranan megnesium berlawanan dengan kalsium.
Kalsium merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium merelaksasi otot.
Kalsium mendorong penggumpalan darah sedangkan magnesium mencegahnya
(Almatsier, 2004).
2.2.2 Besi
Kandungan besi yang terdapat di dalam tubuh adalah 4-5 gram.
Kebanyakan besi terdapat dalam hemoglobin (darah) dan pigmen myoglobin
(jaringan otot). Besi juga terdapat dalam beberapa enzim (peroksidase, katalase,
hidroksilase dan enzim flavin), sehingga besi penting dalam asupan harian.

10
Universitas Sumatera Utara


Jumlah besi yang diperlukan bergantung terhadap usia dan jenis kelamin individu,
sekitar 1,5-2,2 mg/hari. Besi yang dikandung dalam asupan harus berada sekitar
15 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan harian besi. Besarnya variasi asupan
tergantung pada absorbsi besi yang terdapat pada berbagai makanan (Belitz, dkk.,
2009).
Sumber utama berasal dari daging, dengan tingkat absorbsi 20-30%.
Absorbsi besi lebih rendah pada konsumsi pangan seperti hati (6,3%) dan ikan
(5,9%) atau pada sereal, sayuran dan susu yang memiliki tingkat absorbsi paling
rendah (1,0-1,5%). Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap
penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan bagian dari hemoglobin dan
mioglobin yang terdapat pada daging hewan dapat diserap dua kali lipat dari pada
besi-nonhem (Almatsier, 2004; Belitz, dkk., 2009).
Dalam tiap sel, besi bekerja bersama dengan protein pengangkut elektron
yang berperan dalam langkah terakhir metabolime energi. Protein tersebut
memindahkan hidrogen dan elektron yeng berasal dari zat gizi penghasil energi ke
oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP.
Sebagian besar besi berada di dalam hemoglobin, yaitu molekul protein
mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobin dari otot. Hemoglobin di
dalam darah berfungsi membawa oksigen dari paru-paru menuju ke seluruh
jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida yang berasal dari seluruh

sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai
reservoir oksigen yaitu untuk menerima, menyimpan dan melepaskan oksigen di
dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi berada di dalam hemoglobin
dan selebihnya terdapat dalam mioglobin (Almatsier, 2009).

11
Universitas Sumatera Utara

Menurunya produktivitas kerja akibat kekurangan besi disebabkan oleh
dua hal, yaitu (a) berkurangnya enzim-enzim yang mengandung besi dan besi
sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi dan (b)
menurunya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi di dalam sel otot
terganggu (Almatsier, 2004).
2.2.3 Tembaga
Kandungan tembagan yang terdapat di dalam tubuh adalah 80-100 mg.
Tembaga merupakan komponen dalam sejumlah enzim oksidoreduktase (sitokrom
oksidase, superoksida dismutase, tirosinase, uricase dan amin oksidase). Di dalam
plasma darah, tembaga terikat pada seruloplasmin, yang mengkatalisis oksidasi
Fe2+ manjadi Fe3+. Reaksi memegang peranan penting dikarenakan hanya Fe3+ di
daam darah yang dapat ditransportasikan oleh protein transferin ke pusat
cadangan besi di hati (Belitz, dkk., 2009).
Fungsi utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim.
Enzim-enzim mengandung tembaga mempunyai berbagai peranan berkaitan
dengan reaksi yang menggunakan oksigen. Tembaga merupakan bagian dari
enzim metaloprotein yang teribat dalam fungsi rantai sitokrom dalam oksidasi di
dalam mitokondria, sintesis protein-protein komplek jaringan kolagen di dalam
kerangka tubuh dan pembuluh darah serta dalam sintesis pembawa rangsangan
saraf (neurotransmitter) seperti noradrenalin dan neuropeptida, seperti ensefalin.
Sebagian besar tembaga di dalam sel darah merah terdapat sebagai metaloenzim
superoksida dismutase yang terlibat di dalam pengurangan radikal bebas (sebagai
antioksidan) (Almatsier, 2004).

12
Universitas Sumatera Utara

Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara
membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin dan melepas simpanan
besi di dalam hati. Sebagai bagian dari enzim seruloplasmin, tembaga berperan
dalam perubahan asam amino tirosin menjadi melanin, yaitu pigmen rambut dan
kulit. Disamping itu tembaga berperan dalam pengikatan silang kolagen yang
diperlukan untuk menjaga kekuatannya (Almatsier, 2004).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
2.3.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom
Spektroskopi serapan atom merupakan bentuk spektroskopi serapan yang
digunakan untuk mendeteksi atom suatu logam dalam wujud gas. Metode ini
biasanya menggunakan nyala api untuk mengubah larutan analit menjadi atom
berwujud gas. Spektroskopi serapan atom digunakan secara luas untuk analisis
kuantitatif suatu logam dalam matriks dan memiliki batas deteksi yang relatif
rendah (Bender, 1987).
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah yang kecil. Cara analisis ini memberikan kadar total
unsur logam dalam suatu sampel. Cara ini cocok untuk analisis logam karena
mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),
pelaksanaannya relatif sederhana dan interferensinya sedikit (Gandjar dan
Rohman, 2009).
Spektroskopi serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom.
Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung
pada sifat unsurnya. Sebagai contoh magnesium menyerap cahaya pada panjang
gelombang 285,2 nm; besi menyerap cahaya pada panjang gelombang 248,3 nm

13
Universitas Sumatera Utara

dan tembaga menyerap cahaya pada panjang gelombang 324,8 nm. Cahaya pada
panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat
elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan
memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan
tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985; Gandjar dan Rohman,
2009).
Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi
radiasi, energi kimia dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang spesifik
untuk setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan
jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat di dalamnya. Proses interaksi ini
mendasari analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorbsi
(Gandjar dan Rohman, 2009).
2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
Menurut Harris (2009), sistem peralatan spektrofotometer serapan atom
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2009).

14
Universitas Sumatera Utara

a. Sumber sinar
Sumber sinar yang umum dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari
unsur atau dilapisi unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis. Tabung
logam ini diisi dengan gas mulia dengan tekanan rendah yang jika diberikan
tegangan pada arus tertentu, katoda akan memancarkan elektron-elektron yang
bergerak menuju anoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi. Elektron dengan
energi tinggi ini akan bertabrakan dengan gas mulia sehingga gas mulia
kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion gas mulia bermuatan
positif akan bergerak menuju katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi
sehingga menabrak unsur-unsur yang terdapat pada katoda. Akibat tabrakan ini,
unsur-unsur akan terlempar ke luar permukaan katoda dan mengalami eksitasi ke
tingkat energi elektron yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2012).
b. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat
yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom
yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman,
2012).
Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai
oleh gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar
1800ºC, gas alam-udara 1700ºC, gas asetilen-udara 2200ºC dan gas asetilendinitrogen oksida sebesar 3000ºC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan

15
Universitas Sumatera Utara

adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi
(Gandjar dan Rohman, 2012).
Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan
sejumlah sampel di dalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan sistem
elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan
ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom netral dan
dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi
proses penyerapan energi (Gandjar dan Rohman, 2012).
c. Monokromator
Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator berfungsi untuk
memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis. Di
dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan
panjang gelombang yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2012).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Biasanya, detektor yang digunakan adalah tabung
penggandaan foton (photomultiplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2012).
e. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan
dapat berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan
absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2012).

16
Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom
adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).
Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang terjadi
pada spektrofotometri serapan atom adalah:
a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala.
b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom
yang terjadi di dalam nyala.
c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan absorbansi atom yang
dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang terdisosiasi di dalam
nyala.
d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan
ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,
reprodusibel dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan
Rohman, 2009; Harmita, 2004).

17
Universitas Sumatera Utara

Menurut Harmita (2004), beberapa parameter analisis yang harus
dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:
1. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai
kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut
yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai
prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:
i.

Metode simulasi (spiked-placebo recovery)
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke

dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut
dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan
(kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).
ii.

Metode penambahan baku (standard addition method)
Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu

analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi.
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang
diharapkan) (Harmita, 2004).
Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan
sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode
adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.

18
Universitas Sumatera Utara

Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit
yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).
2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis
dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel
yang berbeda signifikan secara statistik (Harmita, 2004).
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu
metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya
dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap
sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, dan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis
sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).
4. Linearitas dan Rentang
Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil
uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang
diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberpa baik kurva kalibrasi
yang menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Liniearitas
dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang
berbeda-beda. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi

19
Universitas Sumatera Utara

analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan
dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004; Gandjar dan Rohman, 2009).
5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.
Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai
kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat
dan seksama (Harmita, 2004).
6. Ketangguhan Metode (Ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti
laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda.
Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan
operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004).
7. Kekuatan (Robustness)
Kekuatan merupakan kemampuan metode untuk tetap tidak terpengaruh
oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Kekuatan suatu metode adalah
dengan membuat variasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara
sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman,
2009).

20
Universitas Sumatera Utara