Peran Imum Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik Antar Masyarakat di Wilayah Mukim Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makin berkembangnya situasi yang dinamis dalam kehidupan masyarakat adat
di Indonesia juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah, tanpa
disadari keberadaan hukum adat lama-lama akan pudar dan justru lebih menimbulkan
problematik serta akan mengancam disintegrasi bangsa. Pemerintah dalam menyikapi
fenomena yang ada terkadang juga di benturkan oleh problem yuridis dan sosiologi
jika akan memberikan kebijakan terkait pemberlakuan hukum adat di daerah.
Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, adat telah menjadi bagian dari
sistem politik pemerintahan Hindia Belanda dalam melancarkan imperialismenya
melalui kebijakan hukum adat.Pada masa Kerajaan Aceh hingga awal kemerdekaan,
dan juga akhir-akhir ini kecuali Era Orde Baru di gampong-gampong dan juga
dikemukiman memiliki sistem musyawarah penyelesaian sengketa.
Pada masa Sultan Iskandar Muda, perkara-perkara kecil biasanya diselesaikan
oleh keuciek (kepala desa) dengan tengku meunasah (kiai yang memimpin Masjid di
desa) yang dibantu oleh tuha peut.Tanpa vonis, maksudnya, tanpa kalah menang
persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut denganhukum peujroh
(hukum kebaikan) sehingga dari aspek historis, sejak dahulu kala gampong telah
memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil, pencurian kecil,
perkelahian, perkara-perkara sipil yang kecil-kecil yang nilai perkaranya tidaklebih

dari 100 ringgit dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Meskipun dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975
berusaha menghilangkan fungsi mukim dan gampong/kute (desa) tersebut di Aceh
masih tetap diakui dan berjalan. Hukum adat di Aceh masih tetap memegang peran
dalam kehidupan masyarakat.Beberapa Undang-Undang yang lahir pasca reformasi,
semakin membuka peluang bagi otonomi yang lebih besar bagi daerah, antara
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, khusus bagi
aceh terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Aceh
dengan nama Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, serta Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.
Setelah reformasi terjadi amandemen terhadap UUD 1945, salah satu
pengaturan penting yang mendapat tempat dalam perubahan tersebut adalah
mengenai pemerintahan di daerah. Dalam Undang-UndangNomor 18 Tahun 2001
Pasal 18 N disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah
provinsi,kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai
pemerintahan daerah (Pemda). Pemda mengatur sendiri urusan rumah tangga menurut
azaz otonomi dan perbantuan.Pemda menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali

urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
DalamUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 18 Bdisebutkan negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Negara mengakui dan
menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya

Universitas Sumatera Utara

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI yang diatur dalam Undang-Undang.
Berbagai Undang-Undang tersebut telah memberikan kebebasan dan
kewenangan yang besar kepada Aceh dalam melakukan pengelolaan kekayaan alam
dan

juga

kebebasan

menjalankan


sistem

pemerintahannya

menurut

karakteristiknya.Khusus mengenai sistem pemerintahan yang demikian sesungguhnya
tidak bisa dilepaskan dari bagaimana pengelolaannya. Harus diingat bahwa aturan
yang bagus jika tidak dilaksanakan tidak akan berarti apa-apa.
Setelah bergulirnya reformasi di Indonesia, melahirkan pola pemerintahan
yang tidak lagi tersentralisasi.Setiap daerah memiliki kebijakan tersendiri untuk
mengatur daerahnya yang sering disebut desentralisasi. Dalam pemerintahan
masyarakat di Aceh salah satu kebijakan yang diatur oleh daerahnya sendiri adalah
tentang kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri dari beberapa
kute yang mempunyai batas wilayah tertentu dipimpin oleh Imeum Mukim yang
berkedudukan langsung di kecamatan atau lain sesuai daerahnya.Dalam UndangUndang Nomor. 11 Tahun 2016 pasal 98 juga dituliskan bahwa ada beberapa
lembaga adat dan Imeum Mukim menduduki urutan kedua setelah Majelis Adat Aceh
dan diperkuat dengan dibuatnya Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008.
Dalam masyarakat Aceh pada umumnya, mukim sudah mendarah daging,
turun temurun dan mengakar dalam sosial budaya pada masyarakat sepanjang abad

lamanya.Keberadaan mukim dalam sepanjang sejarahnya telah memberikan

Universitas Sumatera Utara

sumbangan yang berharga terhadap keberlangsungan masyarakat Aceh dalam
berbagai perkembangan dan kemajuan.
Masyarakat Aceh sebagian besar mencari dan mendapatkan keadilan
melaluipemecahan masalah secara tradisional (adat).Namun dari banyak penelitian
yang telahdilakukan termasuk penelitian dari UNDP menunjukkan bahwa anggota
masyarakatseringkali tidak menyadari bagaimana pertikaian itu diselesaikan menurut
adat.
Berdasarkan catatan sejarah, Mukim telah ada di dalam tata pemerintahan
Kerajaan Aceh pada zaman kekuasaan Iskandar Muda tahun 1607-1636.Lombard
(2006: 115-116) menguraikan bahwa terdapat pembagian wilayah di negeri Aceh
yang dinamakan “Groot Atjeh” yang terdiri dari empat kaum, tiga sagi yang
kemudian dibagi lagi atas mukim dan sebagainya.Pada prinsipnya, Sultan Iskandar
Muda menggabungkan kampung-kampung yang diatur sebagai sebuah federasi
hingga istilah penggabungan kampung tersebut dikenal sebagai mukim dan
sagi.Namun, sistem pemerintahan yang ada belum diatur secara rigid dan tertib
karena Sultan Iskandar Muda lebih mengandalkan para pengawas dan gubernurnya

yang setia untuk mengawal dan mengelola pemanfaatan sumber daya alam oleh
rakyat Aceh.
Sifat-sifatdasar

adat

yaitu:

mengalir,

lisan

dan

tidak

terstruktur

dikaitkandengan perkembangan hukum di Aceh dan berlakuknya sistem hukum
formal(pengadilan negeri dab mahkamah syariah) menyebabkan timbulnya

berbagaipengertian baik mengenai lembaga adat maupun prosedur umum dari

Universitas Sumatera Utara

prosespenyelesaian perselisihan secara adat. Kondisi ini diperparah oleh terjadinya
bergeseran,kevakuman dan hilangnya kepemimpinan adat yang disebabkan oleh
konflik panjangyang terjadi di Aceh.
Dalam setiap permasalahan yang ada di Aceh diselesaikan terlebih dahulu
secara adat sebelum penyelesaian secara hukum, karena menurut kepercayaan
masyarakat Aceh yang tidak tertulis bahwa adat merupakan landasan dasar dalam
setiap hal dan dipercaya mampu menyelesaikan setiap permasalahan. Penyelesaian
masalah dengan adat tidak menghentikan proses hukum apabila hal itu terkait tindak
pidana namun dapat mengurangi beban hukum yang diterima oleh pelaku tindak
pidana.
Tidak jarang terjadi konflik masyarakat dikemukiman ladang lemisik
Kecamatan Lawe Alas Aceh Tenggara dan merupakan tanggung jawab Imeum
Mukim untuk menyelesaiaknnya.Oleh sebab itu seluruh desa membutuhkan
seseorang yang adil dalam penyelesaian hukum.Di Aceh sendiri penyelesaian
masalah


antar

desa

diserahkan

kepada

Imeum

Mukim.Imeum

Mukim

bertanggungjawab untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.Karena Imeum Mukim
adalah masyarakat adat yang bertugas untuk mengawasi, menjaga dan menjalankan
segala hal yang berhubungan dengan adat yang melalui tahapan pemilihan.
Dalam hal penyelesaian masalah antar kute ini dihadiri oleh kedua belah pihak
Kepala Kute (kepala desa), Badan Permusyawaratan Kute (BPK) dan mukim itu
sendiri


sebagai

pemimpin

tertinggi

dalam

permusyawarah

atau

mufakat

tersebut.Setelah didapati kesepakatan dari seluruh pihak maka dituangkan dalam

Universitas Sumatera Utara

kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala kute dari kedua belah pihak, BPK dan

Mukim.
Musyawarah dan mufakat dijadikan wadah dalam menyelesaiakan masalah
didaerah Aceh karena dipercaya dapat memperbaiki hubungan yang renggang akibat
permasalahan yang timbul serta dapat mengurangi perpecahan karena musyawarah ini
merujuk pada kesepakatan kedua belah pihak dan dijembatani oleh mukim, kepala
kutedari kedua belah pihak serta BPK tiap-tiap kutetersebut.
Mukim

tidak

hanya

berfungsi

sebagai

pemecah

masalah


dalam

musyawarah,tetapijuga sebagai Lembaga adat yang bertugas langsung di bawah
kecamatan untuk melindungi Kute. Keberadaan mukim sangatlah diperlukan didalam
masyarakat dikarenakan Imeum Mukim telah dipercaya sejak kerajaan Sultan
Iskandar Muda yang memangku adat dan mengelola beberapa kute serta berperan
sebagai yang mengimplementasikan setiap kebijakan dan peraturan adat agar tetap
berjalan dan terjaga demi keberlangsungan adat Aceh itu sendiri.
Dengan dijadikannya Imeum Mukim sebagai seseorang yang dipercaya untuk
menangani permasalahan antar kutemembuat penulis tertarik untuk meneliti hal
tersebut, karena hanya di Aceh yang terdapat Imeum Mukim yang membawahi
beberapa kuteuntuk ditangani sebagai penyelenggara pemerintah yang juga berada di
bawah kecamatan. Juga konflik yang terjadi pada antar kute menjadi tanggung jawab
Imeum Mukim dan harus diselesaikan melalui adat terlebihdahulu, sehingga penulis
meneliti dengan judul “Peran Imam Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat di Kemukiman Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh
Tenggara”

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “bagaimana peran Imeum Mukim dalam menyelesaikan konflik masyarakat
pada kemukiman Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara
“.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.

Untuk mengetahui kedudukan Mukim dalam administrasi pemerintahan.

2.

Untuk mengetahuibagaimana peran Imeum Mukim dalam menyelesaikan konflik
masyarakat.

3.

Untuk mengetahui tingkat efektivitas penyelesaian konflik masyarakat yang
ditangani oleh Mukim.

4.

Untuk mengetahui respon masyarakat dengan adanya Imeum Mukim.

D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dan manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Secara subjektif, sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam

Universitas Sumatera Utara

bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang di peroleh
dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi
Negara secara khusus dalam dalam menambah bahan kajian perbandingan
bagi yang menggunakannya.
3. Secara praktis, bagi Mukim Ladang Lemisik, penelitian ini diharapkan
mampu member sumbangsih pemikiran informasi dan saran.
E. Kerangka Teori
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun,1989:37).
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variable pokok, sub variabel
atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto,2000:92).
Teori dapat digunakan sebagai landasan atau dasar berpikir dalam
memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah dimana teori dapan membantu
peneliti sebagai bahan referensi atau pendukung, oleh karena itu kerangka teori
diharapkan dapat memberikan dukungan pemahaman untuk peneliti dalam
memahami masalah yang sedang di teliti.

Universitas Sumatera Utara

1.

Pengertian Peran
Peran merupakan kemampuan seseorang dalam memposisikan diri sesuai
ruang dan waktu serta dapat memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya. Oleh sebab itu seorang Kepala Desa harus tahu dan mampu
memainkan perannya sebagai seorang pemimpin didesanya. Seperti kutipan dari
defenisi Peran merupakan perilaku yang di tuntut untuk memenuhi harapan dari
apa yang di perankannya. Konsep tentang peran (role) menurut Komaruddin
(1994:768) dalam buku “Ensiklopedia manajemen”mengungkapkan sebagai
berikut:
a.

Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.

b.

Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.

c.

Bagian dari suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.

d.

Fungsi yang diharapkan atau menjadi karakteristik yang ada padanya.

e.

Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan

merupakan penilaian sejauhmana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang
usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2
(dua) variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.
Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan lewat beberapa
cara.Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula
dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman yunani

Universitas Sumatera Utara

kuno (Romawi).Dalam arti ini, peran menunjukkan pada karakteristik yang
disandang untuk dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama.
Kedua, suatu penjelasan yang menunjukkan pada konotasi ilmu sosial,
yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial.
Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional menyebutkan
bahwa peran seseorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor
lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu “penampilan/unjuk peran
(role performance)”.Pada dasarnya ada dua paham yang dipergunakan dalam
mengkaji teori peran yakni paham strukturisasi dan paham interaksionis.Paham
strukturisasi lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural, serta
mengacu ke perangkat hak dan kewajiban yang secara normatif telah
direncanakan oleh sistem budaya.
Menurut Beck,William dan Rawlin (1986: 293), pengertian peran adalah
cara individu memandang dirinya secara utuh meliputi fisik, emosional,
intelektual, sosial, dan spiritual. Sementara itu menurut Alvin L.Bertrand seperti
dikutip oleh Soleman B. Taneko menyebutkan bahwayang dimaksud dengan
peran adalah “pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memangku
status atau kedudukan tertentu” (Soleman B. Taneko,1986:23).
Pendapat tersebut senada dengan yang dikatakan Margono Slamet
(1985:15) yang mendefinisikan peranan sebagai “sesuatu perilaku yang
dilaksanakan

oleh

seorang

yang

menempati

suatu

posisi

dalam

Universitas Sumatera Utara

masyarakat.Sedangkan Astrid S. Susanto (1979:94) menyatakan bahwa peranan
adalah dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau
disebut subyektif. Dalam kamus bahasa Inggris, peranan (role) dimaknai sebagai
tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang. Peranan
dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi-fungsi oleh struktur-struktur
tertentu, peranan ini tergantung juga pada posisi dan kedudukan struktur itu dan
harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tersebut.Peranan juga dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari aktor tersebut” (Banyu dan Yani,
2005:31).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah suatu
pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan
posisinya dimasyarakat.Sementara posisi tersebut merupakan identifikasi dari
status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan
perwujudan dan aktualisasi diri.Peranan juga diartikan serangkaian perilaku yang
diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam
kelompok sosial.

2.

Imeum Mukim
a.

Pengertian Imeum Mukim
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat
13, yang dimaksud dengan Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum
dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas gabungan

Universitas Sumatera Utara

beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Kecamatan/Sagoe Cut
atau nama lain yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain.
Melanjutkan Undang-Undang di atas maka dikeluarkan UndangUndang yang secara khusus membahas tentang Pemerintahan Aceh pada
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, Berdasarkan Undang-Undang
diatas, maka dikeluarkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 yang
mencantumkan kembali Mukim didalam struktur pemerintahan kemudian
diteruskan dengan Qanun Aceh Tenggara Nomor 02 Tahun 2014. Pada
Qanun Aceh Tenggara No. 2 Tahun 2014 Pasal 1 menjelaskan bahwa
pengertian Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dibawah Kecamatan
yang terdiri atas beberapa kute yang mempunyai batas wilayah tertentu yang
dipimpin oleh Imeum Mukim dan berkedudukan langsung di Kecamatan.
Imeum Mukim adalah kepala pemerintahan Mukim berkedudukan sebagai
institusi Pemerintahan adat dibawah Kecamatan yang membawahi gabungan
atau federasi dari beberapa kute dalam struktur kemukiman setempat untuk
menyelenggarakan pemerintahan mukim dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan dan kehidupan berdemokrasi dalam wilayah kemukiman,
melestarikan adat serta adat istiadat setempat yang sesuai dengan syariat
Islam, melindungi fungsi ekologi dan sumber daya alam sesuai dengan
kesadaran, aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam desa yang tergabung
dalam struktur kemukiman.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Qanun diatas, Pemerintahan Mukim dilaksanakan oleh
tiga unsur. Pertama, unsur adat yang diwakili oleh Imeum Mukim. Kedua,
unsur agama yang diwakili oleh Imeum Masjid, ketiga, unsur dewan yang
diwakili

oleh

Tuha

Lapan.

Meskipun

ketiga

unsur

itu

dipilah

kewenangannya, namun dalam pengambilan keputusan diperlukan adanya
persetujuan bersama.
Pelaksanaan putusan dipresentasikan Imeum Mukim sehingga
putusan yang diambil merupakan keputusan yang kuat karena merupakan
keputusan semua unsur pimpinan yang mewakili masyarakat. Sebab itu pula
dapat diperkirakan didukung oleh semua unsur yang ada dalam masyarakat.
Imeum Mukim adalah orang yang dipercaya untuk memimpin suatu Mukim
yang

membawahibeberapakutemelaluitahappemilihan

yang

menghadirkankepalakute sertatokohadat dan orang yang dituakan.
b. Kedudukan Mukim
Di dalam lembaga adat sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 Pasal 98 tentang Pemerintah Aceh mempunyai susunan sebagai berikut
:
1) Majelis Adat Aceh
Majelis Adat Aceh (MAA) mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu
membina

dan

mengembangkan

lembaga-lembaga

Adat

Aceh,

melestarikan nilai-nilai adat yang berlandaskan Syariat Islam
2) Imeum Mukim atau nama lain

Universitas Sumatera Utara

Imeum Mukim bertindak sebagai Kepala Pemerintahan Mukim, yang
membawahi federasi dari beberapa gampong.
3) Imeum Chik atau nama lain
Imeum Chik atau nama lain adalah imeum masjid pada tingkat
mukim orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di mukim
yang berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan syari’at
Islam.
4) Keuchik atau nama lain
Keuchik atau nama lainmerupakan kepala persekutuan masyarakat
adat

gampong

yang

bertugas

menyelenggarakan

pemerintahan

gampong, melestarikan adat istiadat dan hukum adat, serta menjaga
keamanan, kerukunan, ketentraman dan ketertiban masyarakat.
5) Tuha Peut Gampong atau nama lain
Tuha Peut Mukim atau nama lain adalah alat kelengkapan

mukim

yang berfungsi memberi pertimbangan kepada imeum muk.
6) Tuha Lapan atau nama lain
Tuha Lapan memiliki fungsi dan tugas menginventarisir semua potensi
gampong berupa berupa sumber daya alam (SDA) yang dapat
dimanfaatkan baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan
masyarakat gampong
7) Imeum Meunasah atau nama lain

Universitas Sumatera Utara

Imeum Meunasah atau nama lain adalah orang yang memimpin
kegiatan-kegiatan masyarakat di gampong yang berkenaan dengan
bidang agama Islam, pelaksanaan dan penegakan syari’at Islam
8) Keujreun Blang atau nama lain
Keujreun Blang merupakan ketua adat yang membantu pimpinan
gampong dalam urusan pengaturan irigasi untuk pertanian dan sengketa
sawah.
9) Panglima Laot atau nama lain
Panglima laot atau nama lain adalah orang yang memimpin dan
mengatur adat istiadat di bidang pesisir dan kelautan.
10)

Pawang Glee atau nama lain
Pawang Glee dan/atau Pawang Uteun atau nama lain adalah orang
yang memimpin dan mengatur adat-istiadat yang berkenaan dengan
pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan.

11)

Peutua Seuneubok atau nama lain
Peutua Seuneubok atau nama lain adalah orang yang memimpin dan
mengatur ketentuan adat tentang pembukaan dan penggunaan

lahan

untuk perladangan/perkebunan.
12)

Haria Peukan atau nama lain
Haria Peukan atau nama lain adalah orang yang mengatur ketentuan
adat tentang tata pasar, ketertiban, keamanan, dan kebersihan pasar
serta melaksanakan tugas-tugas perbantuan.

Universitas Sumatera Utara

13)

Syahbandar atau nama lain
Syahbandar adalah pejabat adat yang mengatur urusan kepelabuhanan,
tambatan kapal/ perahu, lalu lintas angkutan laut, sungai dan danau.
Kedudukan Imeum Mukim berdasarkan undang-undang di atas

berada di bawah Majelis Adat Aceh sedangkan pada perangkat pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota Mukim berdasarkan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2001 Pasal 1 Ayat (12) mengatakan bahwa Mukim berkedudukan di
bawah Kecamatan.
Bagan kedudukan Pemerintahan Mukim berdasarkan Undang Nomor
18 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat (12) adalah :

Bupati

DPRD
Sekretaris
Daerah

Dinas Daerah
Camat

Sekretaris
DPRD

Imeum Mukim

Kepala Kute

Gambar 1.1 Bagan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota Di Aceh

Universitas Sumatera Utara

Bagan kedudukan Pemerintahan Kabupaten/Kota berdasarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :

Bupati
Wakil Bupati

DPRD

Sekretaris
Daerah

Dinas Daerah

Kecamatan
Kecamatan
Kecamatan

Sekretaris
DPRD

Kelurahan
Kelurahan
Kelurahan
/ Desa
Gambar 1.2 Struktur Pemerintahan Kabupaten / Kota

c. Fungsi Imeum Mukim
Fungsi Imeum Mukim berdasarkan kedudukannya sebagai salah satu
lembaga adat daerah di Aceh dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
Pasal 98 Ayat (1) dan (2) tentang Pemerintahan Aceh adat berfungsi dan
berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota di bidang keamanan,
ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat. Serta memiliki tugas yaitu
menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan secara adat selaku salah satu

Universitas Sumatera Utara

lembaga adat, dan pada Ayat 4 menyebutkan mengenai tugas, kewajiban serta
fungsi imeum mukim diatur pada qanun kabupaten/kota.
Adapun penjelasan mengenai fungsi Imeum Mukim lebih lanjut
berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 pasal 3 dan 4
Qanun tersebut Mukim mempunyai fungsi meliputi:
1) Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan adat, asa desentralisasi maupun
asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintah
lainnya yang berada dilingkungannya.
2) Menyelengarakan pemilu kute
3) Pelaksanaan

pembangunan

untuk

meningkatkan

kesejahteraan

dan

kehidupan berdemokrasi secara berkeadilan dan inklusif mukim.
4) Pembinaan dan peningkatan kualitas pelaksanaan Syari’at Islam, kehidupan
beragama, kerukunan hidup beragama dan antar umat beragama.
5) Pembinaan dan fasilitasi kemasyarakatan di bidang pendidikan, peradatan,
sosial budaya, perlindungan hak-hak dasar, ketentraman dan ketertiban
masyaraka kemukiman.
6) Penyelesaian persengketaan adat mukim
7) Pengawasan pembangunan, fungsi ekologi dan pengelolaan Sumber Daya
Alam (SDA).
Hal diatas menunjukkan regulasi serta pembagian tugas yang diserah kan
Camat kepada Mukim serta yang menjadi tanggung jawab Imeum Mukim dalam
pelaksanaan tugas selama masa jabatannya dan menjadi pedoman dalam bekerja.

Universitas Sumatera Utara

d. Hak dan Wewenang Imeum Mukim
Menurut Qanun Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 02 Tahun 2014 Pasal
5:
1) Kewenangan Mukim meliputi:
a.

Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Mukim dan
ketentuan adat serta adat istiadat;

b.

Kewenangan yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan;

c.

Kewenangan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan belum
menjadi/belum dilakasanakan oleh pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten,
Pemerintah Kecamatan;

d.

Kewenangan pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kecamatan;dan

e.

Kewenangan melakukan pengawasan pembangunan, fungsi ekologi dan
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).

2) Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d disertai dengan
pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.
3) Mukim berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai
dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.
4) Pembangunan

dalam

wilayah

Kemukiman

harus

mendapat

persetujuan/rekomendasi Imeum Mukim setempat.

Universitas Sumatera Utara

5) Setiap transaksi peralihan hak yang terjadi dalam wilayah Kemukiman harus
mengetahui Imam Mukim.
e. Mukim Sebagai Pemerintahan Resmi
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan ditegaskan bahwa hirarkhi peraturan Perundangundangan Republik Indonesia, adalah :
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden, dan
5. Peraturan daerah (atau qanun)
Keberadaan Pemerintahan Mukim sekarang telah diatur secara cukup jelas
dan tegas dalam Undang-Undang dan Qanun.Yaitu di dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pada Bab XV dengan judul Mukim dan
Gampong.Dan sebagai penjabaran atau peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
tersebut telah pula diundangkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Mukim.
Bahkan di dalam Pasal 3 Qanun tersebut dinyatakan bahwa Mukim
mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan Syari’at Islam. Dengan
telah dinyatakannya mukim sebagai penyelenggara pemerintahan apalagi dengan
cara cukup eksplisit – dalam peraturan Perundang-Undangan (UU dan Qanun), maka

Universitas Sumatera Utara

keberadaannya telah mendapat pengakuan dan pengukuhannya dalam hukum positif
Indonesia. Dengan demikian, keberadaannya tidak saja hanya diakui dalam tataran
sosial budaya masyarakat Aceh, tetapi juga telah diadopsi kedalam tataran juridis
formal.
f. Mukim sebagai penyelesai Konflik
Yang dimaksud dengan Mukim sebagai penyelesai konflik adalah tugas
ataupun kewajiban yang diemban oleh Imeum Mukimberdasarkan Qanun Kabupaten
Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 Mukim menururt fungsi sebagai penyelesai
sengketa didalam masyarakat dan sebagai tokoh utama dalam pembuat keputusan
dalam menyelesaian konflik yang terjadi. Dalam hal ini Imeum Mukim memiliki
pengaruh besar terhadap masyarakat karena setiap kata dan uncapan yang
disampaikan Mukim didepan masyarakat menjadi pedoman didalam kehidupan sosial
masyarakat tersebut, dalam menjalankan fungsinya ketika menyelesaikan konflik di
masyarakat Imeum Mukim membuat keputusan dibantu oleh beberapa elemen sesuai
Qanun Kabupaten Aceh Tenggara No.2 Tahun 2014 Pasal 31 yaitu terdiri dari:
1.

Unsur Ulama Kute

2.

Tokoh masyarakat termasuk pemuda dan perempuan

3.

Pemuka adat

4.

Cerdik pandai/cendikiawan
Seluruh elemen diatas merupakan bagian dalam penyelesaian konflik yang terjadi

dimasyarakat hal ini berfungsi untuk mengambil jalan tengah yang disetujui seluruh
pihak dan agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan serta agar tidak

Universitas Sumatera Utara

mencederai adat istiadat yang ada, namun yang memiliki peran penting tetaplah
Imeum Mukim.
g.

Mekanisme Penyelesaian Masalah Berdasarkan Adat
Dalam menyelesaiakan masalah berdasarkan adat sesuai Qanun Kabupaten

Aceh Tenggara No. 2 Tahun 2014 Pasal 14 tentang Mukim melalui tahapan:
1) penyelesaian persengketaan Adat Mukim dipimpin oleh Imeum Mukim dan
dibantu oleh Sekretaris Mukim bersama seluruh anggotaSimetuwe.
2) proses penyelesaian persengketaan adat dilakukan atas asal usul Imeum Mukim
guna menyelesaiakan perkara-perkara yang berkaitan persoalan adat dan adat
istiadat.
3) penyelesaian persengketaan Adat Mukimberfungsi sebagai mekanise untuk
memelihara dan mengembangkan adat, menyelenggarakan perdamaian adat,
menyelesaikan dan memberikan putusan-putusan adat terhadap perselisihanperselisihan dan pelanggaran adat berdasarkan prinsip-prinsip pembuktian secara
adat sesuai dengann peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
melaksanakan

putusan-putusan

penyelesaian

persengketaan

adat

yang

bersangkutan.
4) penyelesaian persengketaan adat di tingkat kemukiman sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diselesaiakan terlebih dahulu oleh imeum mukim sebelum
diselesaiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) putusan-putusan adat dari penyelesaian persengketaan adat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) bersifat final dan menjadi pedoman bagi para pengulu

Universitas Sumatera Utara

dalam menjalankan pemerintahan kute sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Konflik
a.

PengertianKonflik
Menurut Soerjono Soekanto, konflik sosial adalah suatu proses sosial
dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan
jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan
Menurut teori konflik, masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan
yang di tandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsurunsurnya. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan
sumbangan terhadap disintegrasi sosial.
Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering
bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan,
berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa
kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian
besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001:4).
Dalam setiap kelompok sosial selalu ada benih-benih pertentangan
antara individudan individu, kelompok dan kelompok, individu atau
kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non
fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak
berbentuk kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configure
yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai

Universitas Sumatera Utara

suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan
atau membuatnya tidak berdaya. Dalam teori hubungan masyarakat. Fisher
menyebutkan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
serta tidak adanya saling percaya dalam masyarakat yang melahirkan
permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Selain itu, penyebab konflik dalam masyarakat juga dapat disebabkan
oleh kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Dalam teori kebutuhan manusia,
Fisher mengatakan bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh
kebutuhan dasar manusia (fisik), mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau
dihargai. Hoult (1969) sebagaiman dikutip Wiradi (2000) menyebutkan
bahwa konflik sebagai situasi proses interaksi antara dua (atau lebih) orang
atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas
objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan
tanah, seperti air dan perairan, tanaman, tambang dan juga udara yang
berada di atas tanah yang bersangkutan.
Konflik yang terjadi dapat berupa konflik vertikal, yaitu antar
pemerintah, masyarakat dan swasta, antar pemerintah pusat, pemerintah kota
dan desa serta konflik horizontal yaitu konflik antar masyarakat. Menurut
teori konflik, unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat cenderung
bersifat dinamis atau seringkali mengalami perubahan. Setiap elemenelemen yang terdapat pada masyarakat dianggap mempunyai potensi

Universitas Sumatera Utara

terhadap disintegrasi sosial. Menurut teori ini keteraturan yang terdapat
dalam masyarakat hanyalah karena ada tekanan atau pemaksaan kekuasaan
dari golongan yang berkuasa.
Adanya perbedaan

peran

dan

status

di

dalam

masyarakat

menyebabkan adanya golongan penguasa dan yang dikuasi. Distribusi
kekuasaan dan wewenang yang tidak merata menjadi faktor terjadinya
konflik sosial secara sistematis (Ritzer, 2002:26).
Dahrendrof membedakan golongan yang terlibat konflik atastiga tipe
kelompok, yaitu kelompok semu (Quasi Group) atau sejumlah pemegang
posisi dengan kepentingan yang sama atau merupakan kumpulan dari para
pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang terbentuk karena
munculnya kelompok kepentingan. kelompok yang kedua adalah kelompok
kepentingan. Kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang
lebih luas, mempunyai struktur, organisasi program, tujuan, serta anggota
yang jelas. Kelompok kepentingan ini lah yang menjadi sumber nyata
timbulnya konflik (Dahrendrof, 1959: 180).
Dari berbagai jenis kelompok kepentingan inilah muncul kelompok
konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok aktual. Konflik
yang terjadi menyebabkan perubahan –perubahan dalam masyarakat. segera
setelah kelompok konflik muncul, kelompok tersebut akan melakukan
tindakan yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam struktur sosial. Bila
konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah perubahan yang radikal, bila

Universitas Sumatera Utara

konflik itu disertai dengan tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur
secara tiba-tiba (Ritzer, 2002:156). Secara akademis, konflik tidak harus
berarti kekerasan.
Konflik juga bisa berupa kompetisi untuk perebutan sumber daya alam
yang yang ketersediaanya terbatas (Pratikono, dkk,2004:29). Konflik muncul
ketika individu saling berhadapan dan bertentangan dengan kepentingan,
tujuandan nilai yang di pegang oleh masing-masing individu. Demikian juga
halnya pada masyarakat di kemukiman ladang lemisik.Secara teoritis, konflik
yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan kedalam dua bentuk, yaitu
konflik sosial vertikal dan horizontal.
Konflik sosial vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat
dan Negara dan dapat dikatakan konflik laten, sebab benih-benih konflik
sudah ada dan telah terpendam pada masa sebelumnya. Konflik sosial
horizontal disebabkan karena konflik antar etnis, suku, golongan, agama atau
antar kelompok masyarakat yang dilatar belakangi oleh kecemburuan sosial
yang memang sudah terbentuk dan eksis sejak masa kolonial. Pola konflik
dibagi kedalam tiga bentuk yaitu pertama, konflik laten sifatnya tersembunyi
dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif.
Kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat
nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan
berbagai macam efeknya. Dan yang ketiga adalah, konflik di permukaan
memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena

Universitas Sumatera Utara

kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan
komunikasi (Fisher,2001:6). Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam
masyarakat, tentu kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab suatu
konfik itu dapat terjadi.
Dalam pandangan sosiologis, masyarakat itu selalu dalam perubahan
dan setiap elemen dalam masyarakat selalu memberikan sumbangan bagi
terjadinya konflik. Collins mengatakan bahwa konflik berakar pada masalah
individual karena akar teoritisnya lebih pada fenomenologis. Menurut Collins,
konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik dan konflik adalah
proses sentral dalam kehidupan sosial. Salah satu penyebab terjadinya konflik
adalah karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan manusia ,seperti
aspek sosial, ekonomi, dan kekuasaan.
Konflik dapat juga terjadi karena adanya mobilisasi sosial yang
memupuk keinginan yang sama. Menurut perspektif sosiologi (Soekanto,
2002:98), konflik di dalam masyarakat terjadi karena pribadi maupun
kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan badaniah, emosi, unsurunsur kebudayaan, pola perilaku dengan pihak lain. Konflik atau pertentangan
adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan menantang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman dan/ atau kekerasan.

Sebagai contoh, misalnya perbedaan

kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Konflik akibat perbedaan
kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan

Universitas Sumatera Utara

budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antar kelompok dengan
individu, misalnya konflik antar kelompok.
Faktor terjadinya konflik juga dapat disebabkan karena perubahanperubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial.Tahapan Konflik Fisher, dkk menyebutkan ada
beberapa alat bantu unntuk menganalisissituasi konflik, salah satunya adalah
penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas,
intensitas,ketegangan dan kekerasan yang berbeda (Fisher,2001:19-20).
Tahap-tahap ini adalah:
1.

Pra-Konflik
Merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuain sasaran diantara
dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik.Konflik tersembunyi dari
pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin
mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan
hubungan diantara beberapa pihak dan/ atau keinginan untuk menghindari
kontak satu sama lain.

2.

Konfrontasi
Pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka.Jika hanya satu pihak yang
merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan
demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya.

Universitas Sumatera Utara

3.

Krisis
Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/ kekerasan terjadi
paling hebat.Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang,
ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh.Komunikasi normal
diantara dua pihak kemungkinan putus, pernyataan-pernyataan umum
cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya.

4.

Akibat
Kedua pihak mungkin setuju bernegosiasi dengan atau tanpa perantara.
Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang lebih
berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan
pertikaian.

5.

Pasca-Konflik
Akhirnya situasi diselesaikan dengan

cara mengakhiri berbagai

konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah
lebih normal diantara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan masalahmasalah yang timbul karena sasran mereka saling bertentangan tidak
diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik.

b. Pola Konflik
Pola konflik dibagi kedalam tiga bentuk; pertama, konflik latent sifatnya
tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara

Universitas Sumatera Utara

efektif.Kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat
nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan
berbagai macam efeknya. Ketiga, konflik dipermukaan memiliki akar yang
dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai
sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi ( Fisher, 2001:6).

c.

Dampak Konflik Sosial
Konflik sosial memiliki dampak yang bersifat positif dan negatif. Adapun
dampak positif dari konflik sosial adalah sebagai berikut:
1.

Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih belum
tuntas.

2.

Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan nilainilai yang berlaku dalam masyarakat.

3.

Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.

4.

Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau
kelompok.

5.

Konflik dapat memunculkan kompromi baru.
Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh konflik sosial adalah

sebagai berikut:
1.

Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan
kelompok.

Universitas Sumatera Utara

2.

Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban
jiwa.

3.

Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian.

4.

Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang

.
4.

Pengertian Desa (Kute)
Desa adalah kesatuan hukum yang memiliki batasan-batasan wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Landasa
pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi,
otonimi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat desa.(Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004) sedangkan menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah
Nomor.72 Tahun 2005 tentang Desa, dinyatakan bahwa “kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan msayarakat setempat, berdasarakan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia“.Pengertian desa adalah wadah kebersamaan masyarakat setempat dalam
mengelola kepentingan bersama.
Menurut R.Birtanto (1968:95), desa adalah suatu perwujudan geografis yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial ekonomis, politis, dan kultural yang
terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.

Universitas Sumatera Utara

Menurut P.J. Bouman (1971:19), desa adalah salah satu bentuk kuno dari
kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling
mengenal, kebanyak yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan
sebagainya usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan
dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan
dan kaidah-kaidah sosial.
Menurut I. Nyouman Beratha (1982:27), desa atau dengan nama aslinya yang
setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hokum berdasarkan susunan asli
adalah suatu “badan hukum” dan adalah pula “badan pemerintah” yang merupakan
bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkupinya.
Menurut R.H Unang Soenardjo (1984:11), desa dalah suatu kesatuan
masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah
yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik
karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik,
ekonomi, sosial dan keamanan; memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama;
memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan
rumah tangga sendiri.

5. Peradilan Adat Aceh
Dalam aturan daerah (qanun) yang berlaku di Aceh, telah mengatur tentang
mekanisme penyelesaian yang dianggap dapat membawa keadilan bagi masyarakat
melalui peran serta masyarakat, seperti Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang

Universitas Sumatera Utara

Pemerintahan Gampong dan Qanun No.3 tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh, serta Qanun No. 10 tahun 2008 tentang
Lembaga Adat, dimana memposisikan Geuchik, Tuha Peut, Imuem Meunasah, dan
Mukim sebagai penyelenggara Peradilan Adat.
Lebih detail lagi bentuk aturan (qanun) di Aceh juga mengatur secara eksplisit
tentang mekanisme Peradilan Adat di Provinsi Aceh. Di dalam Qanun 9 tahun 2008
tentang Pembinaan Kehidupan Adat Istiadat, dalam Pasal 13 ayat (1) mengatur ada 18
kasus/perselisihan yang dilimpahkan penyelesaiannya melalui Peradilan Adat di
Aceh, meliputi :
a) Perselisihan dalam rumah tangga
b) Sengketa antara keluarga terkait dengan Faraidh
c) Perselisihan antar warga
d) Khawat/Meuseum
e) Perselisihan tentang Hak Milik
f) Pencurian dalam keluarga
g) Perselisihan harta sehareukat
h) Pencurian ringan
i) Pencurian ternak peliharaan
j) Pelanggaran Adat tentang ternak, pertanian, dan hutan
k) Persengketaan di laut
l) Persengketaan di pasar
m) Penganiayaan ringan

Universitas Sumatera Utara

n) Pembakaran hutan dalam skala kecil
o) Pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik
p) Pencemaran likungan
q) Ancam mengancam
r) Perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat istidat.
Tahapan dalam mekanisme penyelesaian terbagi menjadi; pertama melalui
tingkat gampong di pimpin Geuchik Gampong, Kedua; melalui tingkatan mukim
dimana putusan di tingkat mukim merupakan putusan bersifat akhir dan mengikat.
Dalam hal penyelesaian ini institusi penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dan
Pengadilan) harus serius serta tidak mengintervensi selama proses penyelesaian
melalui hukum adat dan pengadilan adat berlangsung.
Praktek menerapkan Peradilan Adat berlandaskan kekuatan hukum.Dalam
beberapa Undang-Undang resmi ditegaskan, bahwa penguatan hukum adat dan
peradilan adat harus dimulai dari gampong dan mukim. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 :
No
1.

Regulasi/Peraturan
Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 18B ayat (1) dan (2)

Isi/Subtansi
(1) Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintah daerah
yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan
Undang-Undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuankesatuan
masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan

Universitas Sumatera Utara

2.

prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesai yang diatur dalam
Undang-Undang.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun Pasal 3 ayat (1) dan (2) menegaskan:
1999
tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan merupakan pengakuan
Keistimewaan Aceh
dan bangsa Indonesia yang diberikan
kepada daerah karena perjuangan dan
nilai-nilai hakiki masyarakat yang
diperlihara secara turun temurun
sebagai landasan spiritual, moral dan
kemanusiaan.
Penyelenggaraan
Keistimewaan
meliputi:
Penyelenggaraan kehidupan beragama;
Penyelenggaraan kehidupan adat;
Penyelenggaraan pendidikan; dan
Peran
ulama
dalam
penetapan
kebijakan daerah.

3.

4.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang pemerintah Aceh , Bab
XIII
tentang lembaga adat
Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Pemerintah Mukim dalam Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam

Pasal 6 menegaskan:
Daerah dapat menetapkan berbagai
kebijakan dalam upaya pemberdayaan,
pelestarian, dan pengembangan adat
serta lembaga adat di wilayah yang
dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam.
Penyelesaian
masalah
sosial
kemasyarakatan secara adat ditempuh
melalui Lembaga Adat (Pasal 98,
Ayat(2))
Memberikan wewenang kepada mukim
untuk:
1. Memutuskan dan atau menetapkan
hukum
2. Memelihara dan mengembangkan
adat
3. Menyelenggarakan perdamaian adat
4. Menyelesaikan dan memberikan

Universitas Sumatera Utara

5.

keputusankeputusan adat terhadap
perselisihanperselisihan
dan
pelanggaran adat
5. Memberikan
kekuatan
hukum
terhadap
sesuatu
hal
dan
pembuktian lainnya menurut adat
1. Menyelesaikan
perkara-perkara
yang berhubungan dengan adat dan
istiadat
Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Dalam Qanun ini diatur beberapa hal
tentang Pembinaan Kehidupan Adat yang berkaitan dengan pelaksanaan
Peradilan Adat, antara lain:
dan Adat Istiadat
1. Aparat penegak hukum memberikan
kesempatan
agar
sengketa/perselisihan
diselesaikan
terlebih dahulu secara adat di
gampong atau nama lainnya.
2. Penyelesaian secara adat meliputi
penyelesaian secara adat di gampong
atau nama lainnya, penyelesaian
secara adat di mukim dan
penyelesaian adat di laut
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 Dalam qanun ini disebutkan bahwa
tentang Lembaga Adat.
lembaga adat berfungsi sebagai wahana
partisipasi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan,
pembangunan, pembinaan masyarakat
dan penyelesaian masalahmasalah
sosial
kemasyarakatan.
Dalam
menjalankan fungsinya tersebut maka
lembaga adat berwenang:
1. Menjaga keamanan, ketentraman,
kerukuanan
dan
ketertiban
masyarakat.
2. Membantu
pemerintah
dalam
pelaksanaan pembangunan;
3. Mengembangkan dan mendorong
partisipasi masyarakat;
4. Menjaga eksistensi nilai-nilai adat

Universitas Sumatera Utara

6.

Kesepakatan bersama

7.

Keputusan Bersama Gubernur Aceh,
Kepala Kepolisian Daerah Aceh dan
Ketua Majelis Adat Aceh tentang
Peneyelenggaraan Peradilan Adat
dan Mukim atau nama lain di Aceh
tertanggal 20 Desember 2011

dan adat istiadat yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam;
5. Menerapkan ketentuan adat;
6. Menyelesaikan
masalah
sosial
masyarakat;
7. Mendamaikan
sengketan
yang
timbul dalam masyarakat; dan
8. Menegakkan hukum adat.
Kesepakatan bersama tentang Penitipan
Peran Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat (FKPM) ke dalam Tuha
Peuet Gampong/Sarak Opat/Majelis
Duduk Setikar Kampong atau nama
lain, yaitu antara Kepala Kepolisian
Daerah (Polda) Aceh dan Gubernur
Aceh,Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Aceh
(DPRA),
Ketua
Mejelis
Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh,
Ketua Mejelis Adat Aceh (MAA),
Rektor IAIN Ar-Raniri, Presidium
Balai Syura Ureung Inong Aceh, Ketua
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
Ketua
KomiteNasional
Pemuda
Indonesia (KNPI) Aceh, tertanggal 2
Maret 2010.
Butir Satu : Sengketa/perselisihan
yang terjadi di tingkat gampong dan
mukim
yang
bersifat
ringan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,
pasal 14, dan pasal 15 Qanun Aceh
Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat
Istiadat wajib diselesaikan terlebih
dahulu
melalui
Peradilan
Adat
Gampong dan Mukim atau nama lain di
Aceh.
Butir

Dua

:

Aparat

Kepolisian

Universitas Sumatera Utara

memberi kesempatan agar setiap
sengketa/perselisihan
sebagaimana
dimaksud dicantum dalam KESATU
untuk diselesaikan terlebih dahulu
melalui Peradilan Adat Gampong dan
Mukim atau nama lain di Aceh.
Butir Ketiga : Semua pihak wajib
menghormati
penyelenggaraan
Peradilan Adat Gampong dan Mukim
atau nama lain di Aceh.
Butir Keempat : Penyelenggaraan
Peradilan Adat Gampong dan Mukim
atau nama lain di Aceh dalam
memberikan
keputusan
dilarang
menjatuhkan sanksi badan, seperti
pidana penjara, memandikan
dengan air kotor, mencukur rambut,
menggunting pakaian dan bentukbentuk lain yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islami
Tanggung jawab/Akuntabilitas
Non Diskriminasi
Terpercaya/Amanah
Kesetaraan di Depan Hukum
Mufakat dan Terbukaan Untuk Umum
Asas – Asas Dalam Peradilan Adat
Jujur dan Kompetensi
Ikhlas dan Sukarela
Praduga Tidak Bersalah
Keberagaman dan Keadilan
Penyelesaian Damai dan Keruk