Peranan Imeum Mukim Dalam Pengambilan Keputusan Sengketa Antar Masyarakat Di Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pranata adat merupakan jiwa masyarakat adat yang masih hidup dan
berkembang di Aceh, pranata tersebut mewajibkan pelaksanaan dan singkronisasi
penerapan hukum adat dalam hukum nasional, sesuai dengan pasal 18B ayat 2
undang-undang 1945 yang memberikan kewenangan khusus untuk pembangunan
pranata adat di daerah masing-masing. Bagi masyarakat dan pemerintah Provinsi
Aceh, hukum adat membuka ruang pelaksanaan dan kedudukan yang khusus dan
istimewa melalui undang-undang dan qanun-qanun untuk terkait dengan adat
peradilan adat masih hidup bahkan berlaku dalam mendukung pemerintahan Aceh.
Keberadaannya memiliki dasar yang kuat baik untuk pengaturan kehidupan sosial
(adat) maupun untuk kehidupan beragama (hukum), dan juga kemudian
pemerintahan.
Hukum adat terlebih dahulu harus di buat berdasarkan kesepakatan
pemukah/perangkat adat setempat. Barulah peradilan adat mampu berperan dalam
menyelesaikan konflik atau sengketa sesama masyarakat yang berada di lingkungan
setempat. Penyebanya sengketa/konflik dilatarbelakang dari persoalan karena

pelanggaran atas tata-prilaku dengan berbagai bentuk baik pencurian, kekerasaan,
tapal batas tanah, rumah tangga, dll. Hasilnya dinamakan hukum adat. Peradilan adat
merupakan bentuk kearifan lokal (local wisdon).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA),
keberadaan mukim sebagai unit pemerintahan kembali mendapat pengakuan,
pengaturan, dan pengukuhannya dalam satu bab tersendiri, yaitu Bab XV tentang
mukim dan gampong. berdasarkan qanun Kabupapten Gayo Lues Nomor 2 tahun
2012 Tentang Pemerintahan Mukim yang merupakan Mukim adalah kesatuan
masyarakat hukum dalam Kabupaten Gayo Lues yang terdiri atas gabungan beberapa
Kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri,
berkedudukan langsung di bawah Camat yang dipimpin oleh Kepala Mukim. Dalam
penyebutan nama Jabatan Mukim terdapat perbedaan dari beberapa Kabupaten dalam
hal nama yang digunakan seperti dalam Qanun Kabupaten Gayo Lues disebut dengan
Kepala Mukim sama dengan artinya Imeum Mukim.

Keberadaan Kepala Mukim semakin kuat dengan diundangkannya Qanun
(Perda) Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan wewenang kepada mukim untuk
memutuskan dan atau menetapkan hukum, memelihara dan mengembangkan adat,
menyelenggarakan perdamaian adat, menyelesaikan dan memberikan keputusankeputusan adat terhadap perselisihan-perselisihan dan pelanggaran adat, memberikan
kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut adat
menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan adat dan adat istiadat.
Dengan telah dinyatakannya mukim sebagai penyelenggara pemerintahan
dalam peraturan perundang-undangan (UU dan Qanun/Perda), maka keberadaan
Mukim mendapat pengakuan dan pengukuhannya dalam hukum positif Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

3

keberlakuan dan penegakan hukumnya telah mendapat dukungan kuat dari institusi
resmi negara dan pemerintahan dan masih tetap dijalankan sampai saat ini.
Dengan mendapatkan pengakuan kembali keberadaan Mukim maka peran
Kepala Mukim dalam membantu tugas dari Camat untuk dapat mengawasi desa yang
menjadi bagian dari Mukim Suluh Jaya dalam perkara-perkara yang terjadi

dikampung seperti perkara kecil biasanya diselesaikan dengan cara baik masih
mengutamakan adat dan adat istiadat dalam penyelesaiannya, dari perkara yang
dihadapi maka keputusan di lakukan Mukim dengan tanpa vonis yaitu tanpa kalah
atau menang karena persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut dengan
hukum kebaikan.
Sengketa atau perselisihan yang terjadi di tingkat gampong dan mukim yang
bersifat ringan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, pasal 14 dan pasal 15 Qanun
Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat
wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau
nama lain di Aceh. Sejak dahulu kala gampong telah memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan perkara-perkara ringan, pencurian kecil, perkelahian, perkara-perkara
sipil yang kecil-kecil yang nilai perkaranya dapat di atasi dengan hukum kebaikan.
Sekarang dengan berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Aceh telah mulai lagi
dilakukan penyelesaian perkara secara adat di kampung-kampung dan bahkan sampai
pada tingkat kemukiman.
Adanya sistem Pemerintahan Mukim ini maka aparat penegak hukum
memberikan kesempatan agar sengketa atau perselisihan diselesaikan terlebih dahulu

Universitas Sumatera Utara


4

secara adat di gampong atau nama lain, tiap masalah yang ada diselesaikan secara
hukum qanun dan apabila permasalahan tidak dapat diselesaikan maka permasalahan
tersebut baru dibawa kejalur hukum pemerintahan formal, karena perkara yang terjadi
di tergolong dalam

dua yaitu pidana dan perdata yang diutamakan dalam

penyelesaian perkara tersebut harus diselesaikan dengan hukum qanun adat terlebih
dahulu dan biasanya perkara yang ada dapat di selesaikan oleh Kepala Mukim namun
bila perkara tidak dapat ditangani maka baru diserahkan ke hukum Negara. Kini
sistem penyelesaian sengketa secara adat telah mendapat pengaturan yang cukup
tepat didalam satu bab tersendiri pada qanunAceh Nomor 9 Tahun 2008 Pembinaan
Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
Hal ini termasuk di dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 pasal 3 yang
menyebutkan Mukim mempunyai tugas menyelengarakan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan masyarakat dan peningkatan pelaksanaan syari’at Islam.
Sesuai dengan qanun yang ditetapkan maka mukim memiliki wewenang dalam
pengambilan keputusan berdasarkan tugasnya.

Seperti pelaksanaan pemerintahan Mukim dibeberapa kabupaten di Aceh,
penyelengaraan pemerintahan Mukim di Kabupaten Gayo Lues khususnya di Mukim
Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib memberi sedikit ruang permasalahan. Hal ini di
dasari dengan bagaimana lembaga pemerintahan Mukim melakukan perannya di
tangah masyarakat dalam tiap perihal pengambilan keputusan yang dihadapkan dalam
permasalah yang ada di kampung. Maka dengan banyaknya sengketa yanga ada di
mukim ini saya tertarik untuk mencari tahu Bagaimana Peranan Imeum Mukim

Universitas Sumatera Utara

5

Dalam Pengambilan Keputusan sengketa Antar Masyarakat atau penyelesaian
permasalahan antar masyarakat, apakah hanya sebagai mediator atau yang lainnya.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dan mengungkapkannya dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Peranan Imeum Mukim dalam Pengambilan Keputusan Sengketa Antar
Masyarakat di Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah, maka
yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan
Imeum Mukim dalam Pengambilan Keputusan Sengketa Antar Masyarakat di
Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib Kabupaten Gayo Lues”

C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan pasti mempunyai tujuan tertentu yang
hendak dicapai, karena tujuan akan memberikan arah yang jelas, tolak ukur dalam
melakukan sebuah penelitian. Adapun yang tujuannya penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahui Peranan Imeum Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib
Kabupaten Gayo Lues.

2.

Untuk Mengetahui peranan Imeum Mukim dalam pengambilan Keputusan
Sengketa Antar Masyarakat di Mukim Suluh Jaya Kecamatan Rikit Gaib
Kabupaten Gayo Lues .


Universitas Sumatera Utara

6

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :
1.

Secara Subjektif, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melatih,
meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan
metedologis penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai peranan Mukim
dalam pengambilan keputusan.

2.

Bagi Instansi, penelitian ini diharapkan akan bisa menambah bahan masukan
terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues terutama kepada seluruh
Mukim. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi bahan panduan kepada
Pemerintah Mukim dalam pengambilan keputusan sengketa antar masyarakat.


3.

Bagi penulis, demikian juga penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
cakrawala dan sebagai bekal ilmu pengetahuan penulis dalam mengembangkan
dan melaksanakan tugas dilapangan nantinya serta diharapkan sebagai input bagi
Pemerintah serta instansi-instansi lain yang terkait di dalamnya.

4.

Bagi masyarakat, di harapkan penelitan ini bisa memberikan sedikit pencerahan
sejauh mana Mukim dapat melakukan pemerintahannya di dalam masyarakat
dalam tindakan pengambilan keputusan sengketa antar masyarakat.

E. Kerangka Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan
masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Landasan teori perlu

Universitas Sumatera Utara


7

ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar
perbuatan coba-coba (trial and error). (Sugiyono, 2004: 55)
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 1989:37). Sebagai landasan
berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah, perlu adanya pedoman
yang teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian.
Memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami
masalah yang akan diteliti. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang
peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk
menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Dalam
penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah sebagai berikut:
1.

Peranan
Pengertian Peranan menurut Soerjono Soekanto, (2002;243) adalah: “Peranan

merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak

dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
peranan.”
Menurut Beck, William dan Rawlin(1986:293) pengertian peranan adalah
“cara individu memandang dirinya secara utuh meliputi fisik, emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual”.
Menurut Biddle dan Thomas, peranan adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

8

Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi
anjuran, memberi penilaian, memberi sanksi dan lain-lain.
Menurut Beck, William dan Rawlin(1986:293) pengertian peranan adalah cara
individu memandang dirinya secara utuh meliputi fisik, emosional, intelektual, sosial,
dan spiritual.
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa peranan adalah suatu
pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan
posisinya dimasyarakat. Sementara posisi tersebut merupakan identifikasi dari status

atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan dan
aktualisasi diri. Peranan juga diartikan sebagai serangkaian perilaku yang
diharapakan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam
kelompok sosial.

2.

Kepala Mukim

a.

Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan bagi satu situasi khusus

sebab dalam suatu kelompok yang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, dan
mempunyai suatu tujuan serta peralatan-peralatan yang khusus. Pemimpin kelompok
dengan ciri-ciri karakteristik itu merupakan fungsi dari situasi khusus. (Kartini
Kartono1994:48)
Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau
pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan

Universitas Sumatera Utara

9

tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. George R. Terry (yang dikutip dari
Sutarto, 1998 : 17)
b. Pengertian Kepala Mukim
Berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2003 Kepala Mukim atau adalah Kepala
Pemerintahan Mukim yang dalam kesatuan masyarakat hukum dalam Kabupaten
Gayo Lues yang terdiri atas gabungan beberapa Kampung yang mempunyai batas
wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Camat
yang dipimpin oleh Kepala Mukim.
Dalam pembagian wilayah untuk Kepala Mukim membawahi empat sampai
lima desa yang dipimpin oleh kapala mukim. bertugas menyelenggarakan
pemerintahan,

pelaksanaan

pembangunan,

pembinaan

kemasyarakatan

dan

peningkatan pelaksanaan Syariat Islam.
Pernyataan tersebut di perkuat dengan undang-undang Nomor 11 Tahun 2006
mengakui adanya otonomi yang di miliki oleh Mukim dan Gampong (Desa) dimana
Mukim dan Gampong (Desa) yang bersifat administratif yang di bentuk karena
pemekaran atau karena pengembayan ataupun karena alasan yang warganya
pluralisme, majemuk atau heterogen maka kepada Mukim dan Gampong (Desa) di
berikan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan sesuai dengan
perkembangan masyarakat.
c.

Mukim sebagai Masyarakat Hukum Adat
Secara

juridis

lembaga

pemerintahan

mukim

baru

diakui

kembali

keberadaannya sejak tahun 2001 setelah diberlakukannya Undang-Undang tentang

Universitas Sumatera Utara

10

Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam atau tepatnya pada tahun 2003 setelah
diundangkannya Qanun Aceh tentang Pemerintahan Mukim. Namun Secara de facto,
keberadaan mukim masih cukup eksis dan diakui di seluruh Aceh, sekalipun antara
warga masyarakat Aceh terdapat beragam suku dan kultur yang berbeda. (Djuned,
2003: 38)
Suatu masyarakat agar dapat dikatakan sebagai masyarakat hukum adat
(rechtgemeinschaap), haruslah terpenuhi beberapa syarat sebagaimana sering
dikemukakan oleh para ahli dan kemudian ditegaskan pula dalam peraturan
perundang-undangan. Syarat dimaksud adalah:
1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap);
2. Kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
3. Wilayah hukum adat yang jelas;
4. Pranata hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati; dan
5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya

untuk

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Semua persyaratan di atas dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di
gampong-gampong di Aceh. Sebagian besar warga kampung masih memiliki ikatan
geneologis dengan sesamanya. Sehingga kepedulian dan kebersamaan di kampung

dan juga di dalam suatu kemukiman – terutama yang bermukim bukan di perkotaan –
saling keterikatan bukan hanya dikarenakan solidaritas teritorial, tetapi memang
merasa sekaum seketurunan (gemeenschap). Adanya perasaan bersalah atau berdosa
jika tidak melayat ke rumah warga kampung yang tertimpa musibah. Begitu juga jika

Universitas Sumatera Utara

11

ada tetangga yang melakukan hajatan (kerje), sejak malam hari hingga selesainya
khanduri tersebut terus membantu dengan segala upaya agar acara dimaksud sukses

dengan tiada kekurangan sesuatu apapun. Bahkan, seringkali pula pihak yang
melakukan hajatan melimpahkan sepenuhnya penyelenggaraan khanduri tersebut
pada gecik, selaku kepala kampung.
Dalam kehidupan kemukiman di Aceh, masih ditemukan adanya lembagalembaga adat beserta perangkat penguasa adatnya. Hingga hari ini masih bisa
ditemukan eksistensinya:
1. Lembaga pemerintahan mukim yang diketuai oleh Kepala Pemerintahan Mukim,
yang membawahi beberapa kampung.
2. Lembaga musyawarah mukim yang dipimpin oleh sauderen (terdiri dari
masyarakat) Mukim adalah figur yang terdiri dari tokoh-tokoh warga kemukiman

anggota musyawarah kemukiman, yang bertugas dan berfungsi memberikan
nasehat, saran, pertimbangan, atau pendapat kepada Kepala Mukim dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan mukim.
3. Lembaga musyawarah kampung oleh jema tue adalah para orang tua yang
dianggap cerdi,pandai, pemuka masyarakat, alim, ulama, dan tokoh-tokoh adat.
anggota musyawarah kampung yang bertugas dan berfungsi memberikan nasihat,
saran,

pertimbangan,

atau

pendapat

kepada

gecik/pengulu

dalam

menyelenggarakan urusan pemerintahan kampung.

Universitas Sumatera Utara

12

4. Lembaga keagamaan di kampung dipimpin oleh pegawe, adalah pemimpin dan
pembina bidang agama (Islam), yang mengetahui hukum haram, halal, makruh
dan mubah yang dianggap paham akan agama.
5. Lembaga pemerintahan kampung dipimpin oleh pengulu/gecik adalah Kepala
kampung, yang memimpin dan mengetuai segala urusan tata kelola pemerintahan
kampung.
6. Hukum Adat adalah semua aturan adat, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan
yang hidup dalam masyarakat Kabupaten Gayo Lues, bersifat mengikat dan
menimbulkan akibat hukum.
Pada masa Kerajaan Aceh hingga awal kemerdekaan, kemukiman memiliki
sistem musyawarah penyelesaian sengketa. Pada masa Sultan Iskandar Muda,
“perkara-perkara kecil biasanya diselesaikan oleh Gecik dengan Mukim dari perkara
yang dihadapi maka keputusan di lakukan mukim dengan tanpa vonis yaitu tanpa
kalah atau menang karena persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut
dengan hukum kebaikan. Sejak dahulu kala gampong telah memiliki kewenangan
untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil, pencurian kecil, perkelahian, perkaraperkara sipil yang kecil-kecil yang nilai perkaranya dapat di atasi dengan hukum
kebaikan. Sekarang dengan berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Aceh telah
mulai lagi dilakukan penyelesaian perkara secara adat di kampung-kampung dan
bahkan sampai pada tingkat kemukiman. Kini malah sistem penyelesaian sengketa
secara adat telah mendapat pengaturannya yang cukup tepat di dalam satu bab
tersendiri pada Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Adat.

Universitas Sumatera Utara

13

d. Mukim Sebagai Pemerintahan Resmi
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan ditegaskan bahwa hirarkhi peraturan perundangundangan Republik Indonesia, adalah :
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden, dan
5. Peraturan daerah (atau qanun)
Keberadaan Pemerintahan Mukim sekarang telah diatur secara cukup jelas
dan tegas dalam Undang-Undang dan Qanun. Yaitu di dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pada Bab XV dengan judul Mukim dan
Gampong. Dan sebagai penjabaran atau peraturan pelaksanaan dari undang-undang
tersebut telah pula diundangkan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Mukim.
Bahkan di dalam Pasal 3 qanun tersebut dinyatakan bahwa Mukim
mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan Syari’at Islam. Dengan
telah dinyatakannya mukim sebagai penyelenggara pemerintahan apalagi dengan
cara cukup eksplisit – dalam peraturan perundang-undangan (UU dan Qanun), maka
keberadaannya telah mendapat pengakuan dan pengukuhannya dalam hukum positif
Indonesia. Dengan demikian, keberadaannya tidak saja hanya diakui dalam tataran

Universitas Sumatera Utara

14

sosial budaya masyarakat Aceh, tetapi juga telah diadopsi kedalam tataran juridis
formal.
e.

Wewenang dan Fungsi Kepala Mukim
Wewenang adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum yang

dimana dengan hak tersebut seseorang atau badan hukum dapat memerintah atau
menyuruh untuk berbuat sesuatu.
Berdasarkan Qanun nomor 2 tahun 2012 pasal 3 tentang Kewenangan Mukim
Mukim:
a.

Melindungi adat dan adat istiadat, membina dan meningkatkan kualitas
pelaksanaan Syari’at Islam;

b.

Mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pembinaan kemasyarakatan kampung;

c.

Melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh Camat;

d.

Di bidang pertanahan dapat menjadi saksi dalam proses perbuatan hukum
pemindahan/peralihan hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun yang
dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
berwenang, sepanjang memenuhi syarat menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

e.

Terlibat dalam proses perencanaan dan pengembangan kawasan kampung dalam
wilayah kemukiman yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak ke tiga;

f.

Melaksanakan tugas pembantuan dari Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

15

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya kekuasaan dan
wewenang yang dimiliki maka Mukim merupakan suatu lembaga pemerintahan di
Provinsi Aceh yang mempunyai kekuatan hukum serta mempunyai tugas dalam
pelayanan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan dalam lingkungan masyarakat
di dalam suatu Gampong (Desa).
Mukim memiliki Fungsi dalam penyelenggaraan pemerintah diantaranya
Fungsi Mukim adalah:
a. penyelenggaraan

pemerintahan

baik

berdasarkan

azas

desentralisasi,

dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan
lainnya;
b. pelaksanaan pembangunan baik pembangunan ekonomi, pembangunan fisik
maupun pembangunan mental spritual;
c. pembinaan kemasyarakatan di bidang pelaksanaan Syari’at Islam, pendidikan,
peradatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat;
e. penyelesaian dalam rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam hal
adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat.
Uraian di atas terlihat jelas bahwa Mukim bertanggung jawab dalam
mengatasi kesenjangan-kesenjangan

sosial yang

terjadi dalam masyarakat dan

bagaimana memberikan suatu pelayanan yang menyeluruh kepada masyarakat dalam
peranan yang dimiliki sehingga tidak terjadi hal-hal yang melanggar aturan yang telah
di tetapkan.

Universitas Sumatera Utara

16

3.

Pengambilan Keputusan

a.

Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap

hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan
merupakan tindakan yang paling tepat. (S.P Siagian 2002:10)
Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakn untuk mmemiliki suatu
tindakan sebagi cara pemecahan masalah. (James A.F Stoner 2002) Pengambilan
keputusan adalah pemilihan alternative perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau
lebih alternatif yang ada. (George R. Terry 2002:11)
Penulis dapat menyimpulkan pengambilan keputusan diatas merupakan suatu
proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk
ditindak lanjuti digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah.
b. Teori Pengambilan Keputusan
Secara umum pengertian pengambilan keputusan adalah teknik pendekatan
yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan atau proses memilih tindakan
sebagai cara pemecahan masalah. Teori pengambilan keputusan adalah teori atau
teknik dan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam suatu proses pengambilan
keputusan.
c.

Unsur-unsur Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dapat lebih terarah, maka perlu diketahui unsur-unsur

atau komponen pengambilan keputusan yaitu :

Universitas Sumatera Utara

17

1.

Tujuan dari pengambilan keputusan mengetahui apa terlebih dahulu tujuan dari
pengambilan keputusan itu. Misalnya: jika anda membeli mobil baru, maka anda
harus mengetahui lebih dahulu tujuannya.

2.

Identifikasi alternatif-altermatif keputusan untuk memecahkakn masalah.
Mengadakan idntifikasi alternative yang akan dipilihuntuk mencapai tujuan
tersebut. Untuk itu perlu kiranya membuat daftar macam-macam tindakan yang
memungkinkan untuk mengadakan pilihan.

3.

Perhitungan mengenai faktor-faktor yg dapat diketahui sebelumnya atau di luar
jangkaua manusia perhitungan mengenai faktor-faktor di luar jangkauan
manusia. Peristiwa di luar jangkauan manusia adalah peristiwa yang dapat
dibayangkan sebelumnya, namun manusia tidak sanggup atau kurang berdaya
untuk mengatasinya. Keputusan untuk membeli mobil baru itu perlu dikaitkan
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan misalnya : biaya pembelian bensin karena
hal ini akan berpengaruh terhadap penghematan bagi pemakaian kendaraan
tersebut.

4.

Sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu
pengambilan keputusan. Adanya sarana dan alat untuk mengevaluasi atau
mengukur keberhasilan dari pengambilan keputusan itu. Selanjutnya alternatifalternatif keputusan dan peristiwa di luar jangkauan manusia itu perlu dirinci
dengan menggunakan saran atau alat untuk mengukur pengeluaran yang perlu
dilakukan dari setiap alternatif kombinasi keputusan diluar jangkauan manusia
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

18

4. Peranan Kepala Mukim dalam Pengambilan Keputusan
Pengertian Peranan menurut Soerjono Soekanto, (2002;243) adalah: “Peranan
merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
peranan.” Dengan adanya peranan maka kepala mukim memiliki wewenang dalam
hal pengambilan keputusan dari cara yang di tetapkan dan berjalannya Pemerintahan
Mukim menggambarkan bahwa Mukim memiliki kewenangan dalam pengambilan
keputusan sebagai penyelesai sengketa di tingkat Gampong (Desa) dengan bantuan
lembaga perwakilan Mukim.
Secara umum pengambilan keputusan adalah teknik pendekatan yang
digunakan dalam proses pengambilan keputusan atau proses memilih tindakan
sebagai cara pemecahan masalah. Yang dilakukan kepala mukim berdasarkan fungsi
yang ada diantaranya :
a. Penyelenggaraan

pemerintahan

baik

berdasarkan

azas

desentralisasi,

dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan
lainnya;
b. Pelaksanaan pembangunan baik pembangunan ekonomi, pembangunan fisik
maupun pembangunan mental spritual;
c. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pelaksanaan Syari’at Islam, pendidikan,
peradatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. Peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat;

Universitas Sumatera Utara

19

e. Penyelesaian dalam rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam hal
adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat.
Dengan demikian persoalan yang terjadi di Gampong (Desa) dengan
mangetahui fungsi yang dimiliki maka kepala mukim dapat menjalankan peranannya
untuk bekerja dan mengambil tindakan terhadap segala kendala yang terjadi tanpa
meragukan apa yang dapat dilakukan dengan adanya kejelasan maka Kepala Mukim
sangat membantu camat dalam bertugas.

5.

Peradilan Adat Model Aceh
Dalam aturan daerah (qanun) yang berlaku di Aceh, telah mengatur tentang

mekanisme penyelesaian yang dianggap dapat membawa keadilan bagi masyarakat
melalui peran serta masyarakat, seperti Qanun Nomor 5 tahun 2003 tentang
Pemerintahan Gampong dan Qanun No.3 tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh, serta Qanun No. 10 tahun 2008 tentang
Lembaga Adat, dimana memposisikan Geuchik, Tuha Peut, Imuem Meunasah, dan
Mukim sebagai penyelenggara Peradilan Adat.
Lebih detail lagi bentuk aturan (qanun) di Aceh juga mengatur secara eksplisit
tentang mekanisme Peradilan Adat di Provinsi Aceh. Di dalam Qanun. 09 tahun 2008
tentang Pembinaan Kehidupan Adat Istiadat, dalam Pasal 13 ayat (1) mengatur ada 18
kasus/perselisihan yang dilimpahkan penyelesaiannya melalui Peradilan Adat di
Aceh, meliputi :
a) Perselisihan dalam rumah tangga

Universitas Sumatera Utara

20

b) Sengketa antara keluarga terkait dengan Faraidh
c) Perselisihan antar warga
d) Khawat Meuseum
e) Perselisihan tentang Hak Milik
f) Pencurian dalam keluarga
g) Perselisihan harta sehareukat
h) Pencurian ringan
i) Pencurian ternak peliharaan
j) Pelanggaran Adat tentang ternak, pertanian, dan hutan
k) Persengketaan di laut
l) Persengketaan di pasar
m) Penganiayaan ringan
n) Pembakaran hutan dalam skala kecil
o) Pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik
p) Pencemaran likungan
q) Ancam mengancam
r) Perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat istidat.
Tahapan dalam mekanisme penyelesaian terbagi menjadi; pertama melalui
tingkat gampong di pimpin Geuchik Gampong, Kedua; melalui tingkatan mukim
dimana putusan di tingkat mukim merupakan putusan bersifat akhir dan mengikat.
Dalam hal penyelesaian ini institusi penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dan

Universitas Sumatera Utara

21

Pengadilan) harus serius serta tidak mengintervensi selama proses penyelesaian
melalui hukum adat dan pengadilan adat berlangsung.
Praktek menerapkan Peradilan Adat berlandaskan kekuatan hukum. Dalam
beberapa Undang-Undang resmi ditegaskan, bahwa penguatan hukum adat dan
peradilan adat harus dimulai dari gampong dan mukim. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 :
No
1.

2.

Regulasi/Peraturan
Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 18B ayat (1) dan (2)

Isi/Subtansi
(1) Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintah daerah
yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan
Undang-Undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuankesatuan
masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesai yang diatur dalam
Undang-Undang.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun Pasal 3 ayat (1) dan (2) menegaskan:
1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan merupakan pengakuan
Keistimewaan Aceh
dan bangsa Indonesia yang diberikan
kepada daerah karena perjuangan dan
nilai-nilai hakiki masyarakat yang
diperlihara secara turun temurun
sebagai landasan spiritual, moral dan
kemanusiaan.
Penyelenggaraan
Keistimewaan
meliputi:
Penyelenggaraan kehidupan beragama;
Penyelenggaraan kehidupan adat;

Universitas Sumatera Utara

22

Penyelenggaraan pendidikan; dan
Peran
ulama
dalam
penetapan
kebijakan daerah.

3.

4.

5.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang pemerintah Aceh , Bab
XIII
tentang lembaga adat
Qanun Nomor 4 Tahun 2003
tentang Pemerintah Mukim dalam
Provinsi
Nanggroe
Aceh
Darussalam

Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kehidupan Adat
dan Adat Istiadat

Pasal 6 menegaskan:
Daerah dapat menetapkan berbagai
kebijakan dalam upaya pemberdayaan,
pelestarian, dan pengembangan adat
serta lembaga adat di wilayah yang
dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam.
Penyelesaian
masalah
sosial
kemasyarakatan secara adat ditempuh
melalui Lembaga Adat (Pasal 98,
Ayat(2))
Memberikan wewenang kepada mukim
untuk:
1. Memutuskan dan atau menetapkan
hukum
2. Memelihara dan mengembangkan
adat
3. Menyelenggarakan perdamaian adat
4. Menyelesaikan dan memberikan
keputusankeputusan adat terhadap
perselisihanperselisihan
dan
pelanggaran adat
5. Memberikan
kekuatan
hukum
terhadap
sesuatu
hal
dan
pembuktian lainnya menurut adat
6. Menyelesaikan
perkara-perkara
yang berhubungan dengan adat dan
istiadat
Dalam Qanun ini diatur beberapa hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan
Peradilan Adat, antara lain:
1. Aparat penegak hukum memberikan
kesempatan
agar
sengketa/perselisihan
diselesaikan
terlebih dahulu secara adat di
gampong atau nama lainnya.

Universitas Sumatera Utara

23

6.

2. Penyelesaian secara adat meliputi
penyelesaian secara adat di gampong
atau nama lainnya, penyelesaian
secara adat di mukim dan
penyelesaian adat di laut
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 Dalam qanun ini disebutkan bahwa
tentang Lembaga Adat.
lembaga adat berfungsi sebagai wahana
partisipasi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan,
pembangunan, pembinaan masyarakat
dan penyelesaian masalahmasalah
sosial
kemasyarakatan.
Dalam
menjalankan fungsinya tersebut maka
lembaga adat berwenang:
1. Menjaga keamanan, ketentraman,
kerukuanan
dan
ketertiban
masyarakat.
2. Membantu
pemerintah
dalam
pelaksanaan pembangunan;
3. Mengembangkan dan mendorong
partisipasi masyarakat;
4. Menjaga eksistensi nilai-nilai adat
dan adat istiadat yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam;
5. Menerapkan ketentuan adat;
6. Menyelesaikan
masalah
sosial
masyarakat;
7. Mendamaikan
sengketan
yang
timbul dalam masyarakat; dan
8. Menegakkan hukum adat.
Kesepakatan bersama
Kesepakatan bersama tentang Penitipan
Peran Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat (FKPM) ke dalam Tuha
Peuet Gampong/Sarak Opat/Majelis
Duduk Setikar Kampong atau nama
lain, yaitu antara Kepala Kepolisian
Daerah (Polda) Aceh dan Gubernur
Aceh,Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Aceh
(DPRA),
Ketua
Mejelis

Universitas Sumatera Utara

24

7.

Keputusan Bersama Gubernur Aceh,
Kepala Kepolisian Daerah Aceh dan
Ketua Majelis Adat Aceh tentang
Peneyelenggaraan Peradilan Adat
dan Mukim atau nama lain di Aceh
tertanggal 20 Desember 2011

Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh,
Ketua Mejelis Adat Aceh (MAA),
Rektor IAIN Ar-Raniri, Presidium
Balai Syura Ureung Inong Aceh, Ketua
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
Ketua
KomiteNasional
Pemuda
Indonesia (KNPI) Aceh, tertanggal 2
Maret 2010.
Butir Satu : Sengketa/perselisihan
yang terjadi di tingkat gampong dan
mukim
yang
bersifat
ringan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,
pasal 14, dan pasal 15 Qanun Aceh
Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat
Istiadat wajib diselesaikan terlebih
dahulu
melalui
Peradilan
Adat
Gampong dan Mukim atau nama lain di
Aceh.
Butir Dua : Aparat Kepolisian
memberi kesempatan agar setiap
sengketa/perselisihan
sebagaimana
dimaksud dalam dictum KESATU
untuk diselesaikan terlebih dahulu
melalui Peradilan Adat Gampong dan
Mukim atau nama lain di Aceh.
Butir Ketiga : Semua pihak wajib
menghormati
penyelenggaraan
Peradilan Adat Gampong dan Mukim
atau nama lain di Aceh.
Butir Keempat : Penyelenggaraan
Peradilan Adat Gampong dan Mukim
atau nama lain di Aceh dalam
memberikan
keputusan
dilarang

Universitas Sumatera Utara

25

menjatuhkan sanksi badan, seperti
pidana penjara, memandikan
dengan air kotor, mencukur rambut,
menggunting pakaian dan bentukbentuk lain yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islami

Tanggung jawab/Akuntabilitas
Non Diskriminasi
Terpercaya/Amanah
Kesetaraan di Depan Hukum
Mufakat dan Terbukaan Untuk Umum
Jujur dan Kompetensi
Ikhlas dan Sukarela
Praduga Tidak Bersalah
Asas – Asas Dalam Peradilan Adat
Keberagaman dan Keadilan
Penyelesaian Damai dan Kerukunan
Cepat dan Terjangkau
Tabel 1.1
Sumber pedoman peradilan adat Aceh

a.

Badan Penyelenggara Peradilan Adat Di Aceh
Pada umumnya penyelenggaraan Peradilan Adat dilakukan oleh Lembaga

Gampong dan Mukim. Hal yang sama berlaku untuk seluruh Aceh. Hanya saja,
dibeberapa daerah tertentu mereka menggunakan istilah lain. Namun, fungsinya tetap
sama, yaitu sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau perkara adat.
Kita dapat melihat bagaimana struktur peran penyelenggaraan peradilan adat
tersebut pada Tingkat Mukim dapat digambarkan sebagai berikut pada Gambar 1.1 :

Universitas Sumatera Utara

26

SEKRETARIS
MUKIM Sebagai
Panitera

MAJELIS
ADAT MUKIM
SEBAGAI
ANGGOTA

IMEUM CHIEK
SEBAGAI
ANGGOTA

IMEUM MUKIM
SEBAGAI
KETUA
SIDANG

TUHA PEUET
MUKIM
SEBAGAI
ANGGOTA

ULAMA,
CENDIKIAWAN
TOKOH ADAT
LAINNYA
SEBAGAI
ANGGOTA

Gambar 1.1
Struktur Peradilan Adat Tingkat Mukim

Badan perlengkapan peradilan adat ditingkat Mukim dan mekanisme kerjanya
hampir sama dengan tingkat gampong.
Kasus yang diselesaikan pada peradilan adat tingkat Mukim :
1.

Kasus yang terjadi antar gampong yang berada dalam juridiksi mukim

2.

Kasus yang tidak bisa diselesaikan ditingkat gampong
kewenangan

mukim

untuk

penyelenggarakan

peradilan

adat

juga

diperintahkan oleh Qanun No.4 tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim dalam
Provinsi Aceh, yang menegaskan bahwa :

Universitas Sumatera Utara

27

1.

Lembaga mukim berwenang untuk memutuskan dan atau menetapkan hukum
dalam hal adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan
hukum adat (pasal 4, E) ;

2.

Majelis adat mukim berfungsi sebagai

badan

yang memelihara dan

mengembangkan adat, menyelenggarakan perdamaian adat, menyelesaikan dan
memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihan-perselisihan dan
pelanggaran adat, memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan
pembuktian lainnya menurut adat [pasal 12, ayat (2)].
Khususnya yang menyangkut dengan kasus yang diteruskan ketingkat mukim,
Qanun 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Aceh
menegaskan bahwa :
Pihak-pihak yang keberatan terhadap keputusan perdamaian sebagai mana
dimaksud pada pasal 12, ayat (2) dapat meneruskannya kepada Imeum mukim
dalam keputusan Imeum mukim bersifat akhir dan meningkat (pasal 12 ayat
3)

Peradilan Adat Tingkat Mukim merupakan upaya terakhir untuk mendapatkan
keadilan dalam jurisdiksi adat. Perkara-perkara atau sengketa-sengketa yang tidak
dapat diselesaikan pada tingkat mukim, akan diselesaikan oleh lembaga peradilan
Negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku seperti
gambar skema di bawah ini Gambar 1.2:
Peradilan Adat
Mukim

Tiada penyelesaian dan/atau perkara pidana berat

Lembaga
Peradilan
Negara

Gambar 1.2
Tingkatan Penyelesaian Perkara

Universitas Sumatera Utara

28

Maka dari gambar skema di atas itu terlihatlah bagaimana tingkatan yang
dilakukan untuk proses penyelesaian sengketa yang terjadi setelah perkara di
serahkan dari gampong ke tingkat mukim dan di bawa ke tingkat selanjutnya apabila
tidak dapat diselesaikan dimukim.
Maka tata letak sidang peradilan adat gampong penetapan tempat duduknya
dapat terlihat dari gambar yang dibuat seperti di bawah ini Gambar 1.3 :

Gambar 1.3 Posisi Perangkat dalam Persidangan Gampong

Universitas Sumatera Utara

29

Keterangan Bagan:
Bagan 1 warna Merah alur Penyelesaian Perkara Pertama
Bagan II Warna Biru alur Penyelesaian Perkara Kedua (tidak Selesai )
Bagan II Warna Orenge alur Penyelesaian Perkara Ketiga (banding)
Keterangan : Diolah dari data LSM People Crisis Center

6.

Pengertian Persengketaan
Persengketaan adalah sebagai suatu proses sosial antar dua pihak atau lebih

ketika pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak yang lainnya dengan cara
menghancurkan dengan membuat lawannya tidak berdaya. Latar belakang adanya
konflik adalah adanya perbedaan yang sulit ditemukan kesamaanya atau didamaikan.
Pengertian konflik menurut para ahli Soerjono Soekanto adalah suatu proses
sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi kebutuhannya
dengan cara menantang pihak lawan dengan disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Menurut Gillin dan Gillin konflik adalah bagian dari proses sosial yang terjadi
karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi, kebudayaan dan perilaku.
Menurut Minneri pengertian konflik adalah interaksi antar dua atau lebih
pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan namun terpisahkan
oleh perbedaan dan tujuan.

F. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

30

secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahakan pemahaman dan
menghindari terjadinya interpensi ganda dari variabel yg diteliti

(Singarimbun,

1995:37)
Oleh karena itu untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing
konsep dari yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep dari penelitian
yaitu :
1. Peranan adalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari sesorang
yang berdasarkan posisinya dimasyarakat. Sementara posisitersebut merupakan
identifikasi dari status atau tempat sesorang dalam suatu sistem sosial dan
merupakan perwujudan dan akuntabilitas diri dan peranan juga diartikan sebagai
serangkaian perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan
fungsi individu dalam kelompok sosial.
2. Imeum Mukim berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan
Mukim Kepala Mukim atau adalah Pemerintah mukim dalam kesatuan
masyarakat hukum dalam Kabupaten Gayo Lues yang terdiri atas gabungan
beberapa kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan
sendiri, berkedudukan langsung dibawah Camat yang dipimpin oleh Kepala
Mukim.
3. Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari
beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindak lanjuti digunakan sebagai
suatu cara pemecahan masalah atau pengambilan keputusan adalah teknik

Universitas Sumatera Utara

31

pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan atau proses
memilih tindakan sebagai pemecahan masalah.
4. Sengketa Antar Masyarakat sebagai suatu proses antara dua pihak atau lebih
ketika pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara
menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Latar belakang adanya sengketa
adalah adanya perbedaan yang sulit ditemukan kesamaannya atau didamaikan
baik itu perbedaan : Perselisihan dalam rumah tangga, Sengketa antara keluarga
terkait dengan Faraidh, Perselisihan antar warga, Khawat/Mesum, Perselisihan
tentang Hak Milik, Pencurian dalam keluarga, Perselisihan harta sehareukat,
Pencurian ringan, Pencurian ternak peliharaan, Pelanggaran Adat tentang ternak,
pertanian, dan hutan, Persengketaan di laut.

Universitas Sumatera Utara