Strategi Lanjut Usia (Lansia) Miskin dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga di Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia

2.1.1

Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut merupakan suatu keadaan yang tidak
terelakkan dan merupakan suatu masalah yang semua akan mengalaminya dan
berlaku secara universal. Proses terjadinya tua merupakan suatu proses yang tidak
dihindari oleh setiap manusia yang penting bagi kita adalah mempersiapkan diri dari
pada masa tua agar tetap sehat, bahagia dan produktif (Emile, 2010).
Departemen

Sosial


RI dalam

bukunya

“Pedoman

Penyelenggaraan

Kesejahteraan Lanjut Usia dalam Keluarga memberi batasan penduduk berusia lanjut
yaitu: Lanjut Usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara
fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena permasalahannya tidak
mampu berperan secara kontributif dalam pembangunan (non-potensial) (Djamal,
1998:6). Selanjutnya keputusan Menteri Sosial RI No. HUK. 3-1-50/107 tahun 1971.
Pengertian sebagai berikut seorang tindakan jompo adalah setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya guna mencari nafkah
dari orang lain.
Selanjutnya Prof. Dr. H. Mulyono Gandadiputra MA dalam Djamal (1998)
mengatakan sebagai berikut: Manusia lanjut usia, sebagaimana masyarakat pada
umumnya juga akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam kehidupannya

baik fisik, psikis maupun sosial. Dari segi fisik umumnya ditandai dengan adanya

8
Universitas Sumatera Utara

proses kemunduran kemudian panca indra, kulit yang menjadi keriput serta
kemunduran pada organ tubuh lainnya yang ditandai dengan seringnya mereka
menderita beberapa sakit tua. Proses ketuaan dilihat dari segi psikis ditandai dengan
proses lupa mengenai hal- hal yang baru saja terjadi, mudah sedih, sikap curiga serta
sering merasa sebatang kara.

2.1.2

Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia)
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lanjut usia (lansia) :
1.

Pralansia (prasenilis)
Adalah seseorang yang berusia diantara 45-59 tahun.


2.

Lansia
Adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3.

Lansia resiko tinggi
Adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,
2003).

4.

Lansia potensial
Adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003).

5.


Lansia tidak potensial
Adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Karakteristik Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Budi Anna Keliat (1999), Lansia memiliki karakteristik sebagai

berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
2.

Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.


3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.4

Tipe Lanjut Usia (Lansia)
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Nugroho,2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu:
1. Tipe arif bijaksana
Adalah kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, renda hati,
sederhana, dermawan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Adalah mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan dan bergaul dengan teman.
3. Tipe tidak puas
Adalah konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan

banyak menuntut.

10
Universitas Sumatera Utara

4. Tipe pasrah
Adalah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama
dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Adalah kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

2.2

Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah selsel yang ada didalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dinamakan proses penuaan.


2.2.1

Teori-teori proses penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai

berikut:
1. Teori biologi
Adalah teori yang mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow
theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang.
2. Teori psikologi
Adalah kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat
menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif
dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap
nilai-nilai yang ada hubungannya dengan status sosialnya.

11
Universitas Sumatera Utara

3. Teori sosial
Adalah mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin

interaksi sosial dimana merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya atas dasar kemampuan lansia didalam berinteraksi. Pada teori sosial
ini mencakup teori interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas, teori
kesinambungan dan lain sebagainya.
4. Teori spiritual
Adalah komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan.

2.3

Kemiskinan

2.3.1

Pengertian Kemiskinan
Tidak mudah untuk mendefenisikan kemiskinan, karena kemiskinan itu

mengandung unsur ruang dan waktu. Menurut Sejarah, keadaan kaya dan miskin
secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan

berkembang

pesat

dan

timbulnya

nilai-nilai

sosial

yang

baru.

Dengan

berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan
tertentu sebagai kebiasaan suatu masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah

sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonominsnya sehingga
mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. (Soerjono 2006:
320)
Konsep kemiskinan pada jaman perang akan berbeda dengan konsep
kemiskinan pada jaman merdeka dan modern sekarang ini. Seseorang dikatakan
miskin atau tidak miskin pada zaman penjajahan dahulu akan berbeda dengan saat

12
Universitas Sumatera Utara

ini. Demikian juga dari sisi tempat, konsep kemiskinan di negara maju tentulah
berbeda dengan konsep kemiskinan di negara berkembang dan terbelakang. Mungkin
keluarga yang tidak memiliki televisi atau kulkas, seseorang yang tidak dapat
membayar asuransi kesehatan, anak-anak yang bermain tanpa alas kaki, seseorang
yang tidak memiliki telepon genggam, akses internet dan lainnya di negara-negara
Eropa dapat dikatakan miskin. Namun tidak demikian di negara kurang berkembang
seperti negara-negara di Afrika.
Kemiskinan

disebahagian


negara

justru

ditandai

dengan

kelaparan,

kukurangan gizi, ketiadaan tempat tinggal, mengemis, tidak dapat sekolah, tidak
punya akses air bersih dan listrik. Defenisi kemiskinan biasanya sangat bergantung
dari sudut mana konsep tersebut dipandang.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah ketidakmampuan
memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan
maupun non makan. Bank Dunia mendefenisikan bahwa kemiskinan berkenaan
dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter,
tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan adalah bila tidak
memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses akan
sumber air bersih.
Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
1.

Kemiskinan absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan

kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar
minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan
demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang
dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya

13
Universitas Sumatera Utara

yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan
hidupnya.
2.

Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang

sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah
dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan
antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin
besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan
relatif

erat

hubungannya

dengan

masalah

distribusi

pendapatan.

(http://www.repository.usu.ac.id diakses pada tangaal 21 Januari 2015 pukul 11: 12
WIB)

2.3.2

Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Matias Siagian (2012: 114) secara umum faktor-faktor penyebab

kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri
dari dua bagian besar, yaitu:
1.

Faktor Internal
Adalah dalam hal ini berasal dari dalam diri individu yang mengalami

kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan,
yang meliputi:
a.

Fisik , misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

b.

Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya
informasi.

c.

Mental emosional atau temperamental, seperti: malas, mudah menyerah
dan putus asa.

14
Universitas Sumatera Utara

d.

Spritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.

e.

Sosial psikologis, seperti kurang motovasi, kurang percaya diri. depresi,
stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

f.

Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan
tuntutan lapangan kerja.

g.

Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan dan modal kerja.

2.

Faktor Eksternal
Adalah bersumber dari luar diri individu dan keluarga yang mengalami dan

menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin,
meliputi:
a.

Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

b.

Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat
memenuhi kebutuhan hidup.

c.

Terbatasnya pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha
sektor informal.

d.

Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga
yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

e.

Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.

f.

Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang
belum optimal, seperti zakat.

g.

Dampak sosial negatif dari program penyesuaian program struktural
(structural adjusment program).

15
Universitas Sumatera Utara

2.3.3

h.

Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.

i.

Kondisi Geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.

j.

Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.

k.

Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.

l.

Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

Ciri- Ciri Kemiskinan
Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan

indikasi-indikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai penanganan untuk
menytakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang
miskin, sementara orang-orang yang seperti itu disebut tidak miskin. Namun suatu
studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan yaitu:
1.

Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki

faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai ataupun
keterampilan untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata
pencahariannya. Sebagai contoh kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor
produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga
kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksipun tidak
mungkin. Lebih menyesakkan lagi faktor-faktor produksi yang dimiliki justru
digunakan untuk kebutuhan komsumsi, bukan untuk kebutuhan produksi, misalnya
modal atau dana tidak digunakan untuk investasi melainkan hanya untuk komsumsi
demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak kasus
berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan modal.
2.

Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk

memperoleh aset produksi karena kekuatan sendiri. Sebagai contoh, keluarga petani

16
Universitas Sumatera Utara

dengan perolehan pendapatan hanya untuk komsumsi. Mereka tidak berpeluang
untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor
produksi.
3.

Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Kondisi seperti ini akan

berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
waktu mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah
sehingga tidak ada waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan. Demikian
juga dengan anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya karena harus
membantu orang tua mencari tambahan pendapatan. Artinya bagi mereka, anak
tersebut memiliki nilai ekonomis.
4.

Pada umumnya mereka yang masuk ke dalam kelompok penduduk dengan

kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah
mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan
tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal. bahkan
pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara
totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru
lebih sering tidak bekerja. Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan
indikator jam kerja, mereka justru masuk ke dalam kategori pengangguran tidak
kentara. Kondisi demikian mengakibatkan mereka memperoleh pendapatan yang
rendah pula.
5.

Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak

memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu, kota tidak siap
menampung gerak urbanisasi dari desa yang semakin keras. Artinya laju investasi di
perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat
langsung dari derasnya arus urbanisasi. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari sifat

17
Universitas Sumatera Utara

statis desa dalam mendukung kehidupan penduduknya, Dalam keadaan demikian,
masyarakat desa cenderung melakukan migrasi ke kota karena dianggap sebagai
alternatif dalam upaya mengubah nasib (Siagian, 2012: 20).

2.3.4

Aspek - Aspek Kemiskinan
Adapun aspek-aspek kemiskinan menurut Matias Siagian, yaitu:

1.

Kemiskinan bersifat multidimensi
Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari

kondisi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. ditinjau dari segi kebijakan umum,
maka kemiskinan itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan aset,
organisasi sosial, kelembagaan sosial berbagai pengetahuan dan keterampilan yang
dianggap dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan aspek sekunder dari
kemiskinan adalah miskinnya informasi, jaringan sosial dan sumber keuntungan
yang semuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai jembatan
memperoleh suatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan bahkan
meningkatkan kualitas hidup.
Aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Sebagai konsekwensi logisnya kemajuan atau kemunduran pada
salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek
lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya
menganalisis kemiskinan itu menuju pada pemahaman yang komprehensif. Hal lain
yang juga harus dipahami sebagai konsekwensi logis dari kondisi kemiskinan seperti
ini adalah, pemahaman tentang kemiskinan hanya dapat diperoleh jika kita
menganalisis kemiskinan secara agregat. menganalisis kemiskinan secara parsial

18
Universitas Sumatera Utara

akan membawa kita pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu sendiri.
Bahkan, kemiskinan hanya dapat dipahami melalui pendekatan interdisiplinear.
2.

Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur.
Fenomena yang sering kita temui adalah, pendekatan yang diperoleh

sekelompok yang bermukin di tempat yang sama, namun kualitas individu atau
keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Keadaan yang demikian sering
mengondisikan kita untuk mengidentifikasi kemiskinan sebagai sesuatu yang serba
abstrak dan tidak

mungkin diukur. Ada pula yang cenderung menyatakan

kemiskinan itu sebagai abstraksi dari perasaan sehingga mustahil untuk diukur cara
berfikir seperti ini harus dicegah karena akan menjauhkan kita dari pemahaman yang
benar dan holistik tentang kemiskinan itu sehingga kita pun mustahil dapat
menemukan solusi (Siagian, 2012: 13).
Karena kemiskinan adalah fakta yang terukur, maka kemiskinan dapat
diklasifikasikan ke dalam berbagai tingkatan (Siagian, 2012: 14), seperti:
1.

Miskin

2.

Sangat miskin

3.

Sangat miskin sekali
Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklasifikasi kondisi kehidupan

masyarakat ke dalam berbagai tingkat seperti:
1.

Prasejahtera

2.

Sejahtera 1

3.

Sejahtera 2
Berbagai

klasifikasi

yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa,

kemiskinan merupakan fakta yang terukur. Bahwa yang miskin adalah manusianya,
baik secara individual maupun kolektif. Kita sering mendengar istilah kemiskinan

19
Universitas Sumatera Utara

pedesaan (rural poverty), kemiskinan perkotaan (urban poverty), dan sebagainya.
berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu
adalah desa atau kota secara an sich. Kondisi desa atau kota itu merupakan penyebab
kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah
manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukan wilayah.
Sementara itu menurut Drewnoski (dalam Siagian, 2012) mengemukakan
adanya sembilan komponen yang harus disertakan dalam kajian kebutuhan pokok
dalam rangka penentuan indikator kemisinan. kesembilan indikator tersebut adalah:
1.

Gizi

2.

Sandang

3.

Tempat berlindung

4.

Kesehatan

5.

Pendidikan

6.

Waktu terluang

7.

Ketenagan hidup

8.

Lingkungan sosial

9.

Lingkungan fisik
Dengan

indikator

kemiskinan

tersebut

juga

merupakan

indikator

kesejahteraan sosial ekonomi suatu masyarakat.

2.4

Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial sering diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat

atau kesejahteraan umum. Namun ada baiknya jika kata tersebut dipilah, yaitu
kesejahteraan dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah
sejahtera berarti aman, sentosa, maknur, selamat (terlepas dari segala macam

20
Universitas Sumatera Utara

gangguan dan kesusahan). Sedangkan kesejahteraan artinya keamanan, keselamatan,
ketentraman dan keselamatan hidup, dan kemakmuran. Di dalam kamus ilmu
kesejahteraan sosial disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera
yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Dalam UndangUndang No.11 tahun 2009 tentang Kesejateraan Sosial menyebutkan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
PBB mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan-kegiatan
yang terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individuindividu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama
melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud supaya memungkinkan
individu-individu,

kelompok-kelompok,

maupun

komunitas-komunitas

untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian
diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat serta melalui tindakan kerja
sama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial,
keuangan, kesehatan, rekreasi semua individu dan masyarakat. Kesejahteraan sosial
berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok usia, tanpa memandang
status sosial setiap individu. Ketika institusi lain dalam masyarakat, seperti ekonomi
pasar atau keluarga pada suatu waktu gagal memenuhi kebutuhan dasar individu atau
kelompok masyarakat, maka dibutuhkan bentuk pelayanan sosial untuk membantu
mereka.
Istilah kesejahteraan sosial telah lama dikenal di Indonesia, bahkan konsep
kesejahteraan sosial telah ada dalam sistem ketatanegaraan indonesia. Kesejahteraan

21
Universitas Sumatera Utara

sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda walaupun substansinya tetap
sama dan mencakup tiga konsepsi, yaitu:
1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.
2. Institusi, bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan
berbagai profesi kemanusiaan yang meyelenggarakan usaha kesejahteraan
sosial dan pelayanan sosial.
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan usaha yang terorganisir untuk
mencapai kondisi sejahtera.
Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat
kehidupan (levels of livings), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment),
kualitas hidup (quality of life), dan pembangunan manusia (human development).
Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah
berbagai uasaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik
secara fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, kehhidupan spritual agar terwujud
kehidupan yang layak dan bermartabat.
Kesejahteraan sosial dalam arti luas mencakup berbagai tindakan yang
dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan
yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi, dan fisik belaka, tetapi juga
ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spritual. Kesejahteraan
sosial dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu:
1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi, kesejahteaan sosial dapat dilihat
dari rumusan Undang-Undanng NO. 11 tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial. Kesejahteraan sosial adalah sebagai suatu tata

22
Universitas Sumatera Utara

kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi
setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohanian dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta
masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia
sesuai dengan pancasila.
2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.
Sebagi suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba
mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan
suatu masyarakat, baik dari level mikro, maupun makro dengan mengembangkan
metode intervensi termasuk didalamnya aspek strategi dan teknik.
3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.
Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat dilihat antara
lain dari definisi yang dikembangkan oleh Friedlander “Kesejahteraan sosial
merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha
kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu atau kelompok agar
dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan”. Pengertian ini
sekurang-kuranya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem
pelayanan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun
dalam pengertian yanng dikemukakan Friedlander secara eksplisif menyatakan
bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti
luas pengertian Friedlander juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.
4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan
Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir
keseluruh penjuru dunia sehingga menjadi gerakan tersendiri yang bertujuan

23
Universitas Sumatera Utara

memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal
yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global
maupun parsial. Oleh karena itu, muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud
organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani isu
kesejahteraan sosial ini (Adi, 2013: 40).
Okamura (2005) menjabarkan tujuh karakteristik di dalam kesejahteraan
sosial, diantaranya:
1. Ekonomi yang stabil
2. Pekerjaan yang layak
3. Keluarga yang stabil
4. Jaminan kesehatan
5. Jaminan pendidikan
6. Kesempatan dalam masyarakat
7. Kesempatan budaya atau rekreasi
Hal-hal di atas menjadi tuntutan dasar dalam masyarakat sosial. ketika semua
karakteristik atau tuntutan dasar dalam kehidupan bermasyarakat sudah terpenuhi,
secara otomatis kesejahteraan sosial juga sudah didapat (Lubis, Suwardi. 2013).

2.5

Teori Kebutuhan Keluarga
Kebutuhan merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia, kebutuhan

yang wajib dipenuhi manusia adalah kebutuhan hidup. Menurut Gilarso (2002:19)
kebutuhan hidup adalah kebutuhan yang minimal harus dipenuhi untuk hidup
layaknya manusia. Mangkunegara (2002:5) kebutuhan muncul akibat adanya
dorongan dalam diri manusia dan kenyataan bahwa manusia memerlukan sesuatu
untuk tetap bisa bertahan hidup.

24
Universitas Sumatera Utara

Soekanto (2009:1) keluarga adalah unit pergaulan hidup yang paling kecil
dalam masyarakat, secara umum keluarga masih bisa dibagi menjadi keluarga batih
dan keluarga besar. Keluarga batih merupakan kelompok sosial yang terdiri dari
suami, isteri, dan anak-anak yang belum menikah, sedangkan keluarga besar adalah
keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih. Dalam satu keluarga terdapat
kepala keluarga yang berkewajiban untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya. Setiap keluarga memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda dan
beranekaragam. Perbedaan tingkat kebutuhan keluarga juga terlihat pada keluarga
lanjut usia (lansia) di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota
Medan yang disebabkan oleh perbedaan tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan
keluarga lanjut usia (lansia). Semakin besar pendapatan dan jumlah tanggungan
keluarga lanjut usia (lansia) maka semakin beragam pula kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh keluarga lanjut usia (lansia) begitupun sebaliknya.
Maslow (dalam Mangkunegara, 2002:6-7) membagi kebutuhan manusia
dalam beberapa tingkatan yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar atau tingkat terendah yang
diperlukan seorang manusia seperti: kebutuhan akan makanan, minuman,
pakaian, dan sebagainya.
b. Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan yang diperlukan seseorang agar
tetap merasa aman dari ancaman, bahaya, pertentangan dan sebagainya.

25
Universitas Sumatera Utara

c. Kebutuhan untuk merasa memiliki
Kebutuhan untuk merasa memiliki merupakan kebutuhan yang diperlukan
seseorang untuk diterima oleh kelompok seperti berinteraksi dan kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai
d. Kebutuhan akan harga diri
Kebutuhan akan harga diri merupakan kebutuhan manusia untuk dihormati
dan dihargai oleh orang lain
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri
Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk
menggunakan potensi dan skill yang dimiliki, kebutuhan untuk berpendapat,
menentukan penilaian terhadap sesuatu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
kebutuhan keluarga adalah segala sesuatu yang dibutuhkan keluarga baik untuk tetap
hidup maupun sebagai penunjang hidup. Pada penelitian ini peneliti hanya
memfokuskan pada kebutuhan keluarga lanjut usia (lansia) miskin yang bersifat
fisiologis atau kebutuhan pokok keluarga harus dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia)
miskin. Menurut Gilarso (2002:19) unsur kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh
setiap masyarakat termasuk masyarakat miskin antara lain: kebutuhan pangan,
sandang atau pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan uraian di
atas secara rinci kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia)
miskin dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.

Kebutuhan Pangan
Kebutuhan pokok pertama yang wajib dipenuhi oleh setiap keluarga adalah

kebutuhan pangan atau makanan. Menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996
kebutuhan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,

26
Universitas Sumatera Utara

baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan
yang sangat dasar dan wajib dipenuhi karena kebutuhan pangan adalah kebutuhan
yang diperlukan manusia untuk tetap hidup. Kekurangan kebutuhan pangan dapat
berakibat negatif bagi tubuh seseorang sebagaimana pendapat yang dikemukaan
Tejasari (2005:1) yang menyatakan bahwa kebutuhan pangan sangat dibutuhkan
manusia untuk bartahan hidup, karena didalam makanan mengandung senyawa kimia
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Senyawa kimia dalam makanan yang mutlak
diperlukan manusia adalah zat gizi karena jika tubuh manusia kekurangan zat
tersebut maka fungsi organ akan terganggu yang mengakibatkan penyakit.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan pangan adalah kebutuhan manusia akan makanan dan minuman yang
diperlukan oleh tubuh manusia kebutuhan pangan wajib dipenuhi oleh manusia untuk
tetap bisa hidup. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin jumlah gizi yang
terkandung dalam makanan tidaklah penting karena yang terpenting bagi mereka
adalah makanan yang mereka makan bisa mangenyangkan.
2.

Kebutuhan Sandang
Kebutuhan yang perlu dipenuhi setelah kebutuhan pangan adalah kebutuhan

sandang. Sandang adalah pakaian yang diperlukan oleh manusia sebagai makhluk
berbudaya. Pada zaman dahulu manusia membuat pakaian dari kulit kayu dan kulit
binatang yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari cuaca. Kemudian manusia
mengembangkan teknologi pemintal kapas menjadi benang untuk ditenun menjadi
bahan pakaian. Kemajuan teknologi membuat fungsi pakaian bukan hanya sebagai
pelindung tubuh saja tetapi untuk memberi kenyamanan sesuai dengan jenis-jenis
kebutuhan seperti pakaian kerja, pakaian rumah, pakaian untuk tidur dll.

27
Universitas Sumatera Utara

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan_primer). Seiring berjalannya waktu fungsi
pakaian tidak hanya digunakan sebagai pelindung tubuh tetapi pakaian juga
digunakan untuk menunjukkan kelas sosial seseorang. Seseorang yang memiliki
kedudukan tinggi atau berada pada kelas sosial atas akan memilih pakaian dengan
merk terkenal walaupun dengan harga mahal sedangkan untuk seseorang dengan
kelas sosial menengah kebawah akan membeli pakaian sesuai kebutuhan tanpa
melihat merk dengan harga relatif murah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Sumardi dan Evers (1985:200) yang menyatakan bahwa pakaian
bagi seseorang dapat mencerminkan keadaan atau kelas sosial keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sandang atau
pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan yang berfungsi untuk
melindungi tubuh dari panas dan dingin serta untuk menjaga nilai kesopanan
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Model dan kualitas pakaian bukanlah hal
yang penting bagi keluarga lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin, tetapi yang
terpenting bagi mereka adalah pakaian yang mereka pakai bisa menutupi anggota
badan dan melindungi mereka dari cuaca. Pada umumnya setiap anggota keluarga
lamjut usia (lansia) yang tergolong miskin hanya memiliki pakaian dalam jumlah
yang terbatas.
3.

Kebutuhan Papan
Kebutuhan rumah atau papan menduduki tingkat ke tiga dalam tangga

kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga. Menurut (Sardjono,
2004:1) rumah atau papan dalam tingkat kebutuhan manusia menempati tingkat
utama atau primer bersama dengan makanan (pangan) dan pakaian (sandang).
Penyediaan rumah memerlukan investasi yang cukup besar tidak seperti kebutuhan
pangan dan sandang yang mudah dipenuhi. Rumah tinggal merupakan bagian yang

28
Universitas Sumatera Utara

tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap keluarga membutuhkan rumah
untuk kelangsungan hidupnya serta sebagai wadah kegiatan keluarga dalam
membentuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia sebagai individu, keluarga dan
masyarakat. Pendapat Sardjono sesuai dengan pendapat Sedayu (2010:89) yang
mengatakan bahwa rumah merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus
dipenuhi oleh manusia karena rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan
melangsungkan keturunan.
Sedangkan menurut Maslow (dalam Sastra dan Marlina, 2006:2) sesudah
manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya, yaitu pangan sandang dan kesehatan,
kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk
mengembangkan kehidupan yang lebih tinggi. Menurut Sastra dan Marlina (2006:2)
rumah dapat didefinisikan sebagai tempat dimana manusia bernaung dan tinggal
dalam kehidupannya. Bagi manusia tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar
(basic need), disamping kebutuhan akan pangan dan sandang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan papan atau rumah adalah kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang
digunakan untuk berlindung dari cuaca, beristirahat, dan sebagai tempat
berkumpulnya anggota keluarga. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin
yang terpenting bukanlah luas dan model suatu rumah tapi yang terpenting bagi
mereka adalah rumah yang mereka tempati bisa digunakan untuk berteduh dan
melindungi mereka dari cuaca.
4.

Kebutuhan Kesehatan
Sehat merupakan suatu syarat bagi seseorang untuk tetap produktif karena

seseorang tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal dalam keadaan sakit.
Menurut Pearson (dalam Wiranto, 2013:3) sehat adalah kemampuan seseorang dalam

29
Universitas Sumatera Utara

melakukan peran dan fungsinya dengan baik. Menurut World Healt Organization
(WHO) kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani, dan bukan
hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. King (dalam Wiranto, 2013:3)
mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan yang dinamis di dalam siklus hidup dan
memperoleh adaptasi terus menerus terhadap stres.
Sedangkan Menurut Sudarma (2008:16-17) kesehatan secara lebih rinci dapat
diartikan sebagai kebutuhan manusia dari berbagai kalangan dilihat dari status
ekonomi (kaya-miskin), status sosial (kalangan elit-wong alit), status geografi (desakota), psikologi perkembangan (bayi-manula) maupun status kesehatan (sakit-sehat).
Orang sakit memerlukan penyebuhan (kuartif) sedangkan orang sehat memerlukan
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), perbaikan (rehabilitatif) dan
pemeliharaan (konservatif).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan kesehatan adalah kebutuhan manusia akan kesejahteraan badan, jiwa dan
sosial agar bisa produktif secara sosial maupun secara ekonomi. Bagi lanjut usia
(lansia) yang tergolong miskin ketika dalam kondisi sakit mereka akan lebih memilih
membeli obat di warung atau berobat ke puskesmas karena lebih murah dibanding
harus periksa ke klinik dokter.
5.

Kebutuhan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan proses yang penting bagi perkembangan

seorang anak karena pendidikan merupakan proses pembentukan karakter seorang
anak. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi seorang anak karena
orang tua adalah orang pertama yang berinteraksi dan membentuk karakter awal
seorang anak. Menurut Purwadaminta (dalam Tatang, 2012:13) pendidikan
merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha

30
Universitas Sumatera Utara

mendewasakan manusia dengan pengajaran dan latihan. Sedangkan menurut Basri
(dalam Tatang, 2012:14) pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja
dan secara sistematis untuk memotivasi membina, membantu, dan membimbing
seseorang untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki sehingga ia bisa
mencapai kualitas diri yang lebih baik.
Selain pendidikan keluarga, pendidikan formal merupakan pendidikan yang
sangat penting karena melalui pendidikan formal seorang anak akan dapat belajar
dan mengasah keterampilannya sebagai bekal seorang anak untuk bekerja
sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2005:165)
yang menyatakan bahwa pendidikan formal berfungsi mengajarkan pengetahuan
umum dan pengetahuan yang bersifat khusus dalam rangka mempersiapkan anak
untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Pendidikan formal terdiri dari beberapa jenjang
pendidikan. Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:268) jenjang pendidikan yang
termasuk dalam pendidikan formal adalah SD, SMP, SMA dan Universitas.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang melibatkan instansi pendidikan
sehingga diperlukan biaya untuk menempuh pendidikan ini. Menurut Suseno (2001:
131) indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan sekolah adalah uang saku, iuran
sekolah, alat tulis dan buku.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan pendidikan adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi di dalam
diri seseorang agar menjadi lebih cerdas dan terampil. Berdasarkan observasi awal
yang dilakukan peneliti tingkat pendidikan tertinggi anak lanjut usia (lansia) miskin
di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan hanya sampai
jenjang SMA bahkan ada sebagian anak lanjut usia (lansia) yang terpaksa berhenti
sekolah hanya sampai pada jenjang SMP dan SD.

31
Universitas Sumatera Utara

2.6

Strategi Memenuhi Kebutuhan Keluarga
Strategi memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat dipahami sebagai cara

untuk mengatasi kesulitan dalam hidup. Strategi bertahan hidup dirumuskan oleh
Snel dan Traring (dalam Setia, 2005) sebagai serangkaian tindakan yang dipilih
secara sadar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi.
Dengan strategi ini seorang individu berusaha untuk menambah penghasilan lewat
pemanfaatan

sumber-sumber

lain

ataupun

mengurangi

pengeluaran

lewat

pengurangan kuantitas barang dan jasa.
Edi Suhartono seorang pengamat masalah kemiskinan dari IPB, menyatakan
bahwa defenisi dari bertahan hidup (coping strategi) adalah kemampuan seseorang
dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
melingkupi kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, strategi penanganan
masalah ini pada dasarnya merupakan segenap aset yang dimilikinya bisa juga
dinamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan
tekanan (Shock and Stress) (Suhartono, 2007. http://www.policy.hu diakses tanggal
11 Mei 2015 pukul 08.30 WIB).
Selanjutnya Edi Suhartono menyatakan strategi bertahan hidup (coping
strategi) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakkukan dengan
berbagai cara yang dapat dikelompokkan dengan 3 cara yaitu :
1.

Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga
untuk (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja,
memanfaatkan sumber atau tanaman liar dilingkungan sekitar dan
sebagainya).

32
Universitas Sumatera Utara

2.

Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran
sandang, pangan, kesehatan, biaya sosial, pendidikan dan kebutuhan seharihari).

3.

Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal
dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembangaan (misalnya:
meminjam uang tetangga, mengutang diwarung, memanfaatkan program
kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank dan sebagainya).
(Suhartono, 2007. http://www.policy.hu diakses tanggal 11 Mei 2015 pukul
08.30 WIB).

33
Universitas Sumatera Utara

2.7

Kerangka Pemikiran
Manusia bekerja untuk berusaha meningkatkan status sosial dan status

ekonominya. Akan tetapi tidak semua orang bisa melakukannya, terkadang bagi
sebagian orang, bekerja hanyalah untuk mencukupi kebutuhan minimal sehari-hari
atau untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Karena pendapatan yang mereka
dapatkan dari pekerjaan mereka tidaklah banyak atau mungkin jauh dari kata cukup.
Salah satunya adalah lanjut usia (lansia) miskin, yang umumnya memiliki
pendapatan yang hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan biaya
pendidikan yang terbatas bagi anak-anaknya. Jika ingin menabung atau berinvestasi
sangatlah kecil kemungkinan bagi mereka. Dari segi pendapatan, lanjut usia (lansia)
miskin di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tidak jauh
berbeda dengan lanjut usia (lansia) pada umumnya. Dengan pendapatan yang sedikit
dan tanpa jaminan sosial sudah dapat dipastikan bahwa sosial ekonomi keluarga
merekapun rendah.
Akan tetapi dengan upah yang sedikit, lanjut usia (lansia) miskin harus tetap
bekerja demi mempertahankan hidup atau pemenuhan kebutuhan keluarga serta
membiayai pendidikan anak-anak mereka. Disisi lain, yang mereka lakukan
bukanlah hanya berdiam diri. Untuk menambah pendapatan mereka yang memiliki
lahan juga melakukan aktivitas pertanian seperti menanam pisang, ubi, serai dan ada
juga kerja bangunan serta melakukan aktivitas membersihkan lingkungan mesjid.
Selain itu, untuk bertahan hidup mereka menekan biaya konsumsi perhari baik
secara individu maupun biaya konsumsi keluarga secara menyeluruh. Dengan
frekuensi makan 3 kali sehari tetapi dengan lauk yang apa adanya. Misalnya dengan
memanfaatkan hasil tanaman sendiri maupun tumbuhan liar yang ada disekitar
tempat tinggal mereka. Karena selain uang yang tidak mencukupi, pada umumnya

34
Universitas Sumatera Utara

mereka hanya berbelanja satu kali dalam seminggu walaupun jarak antara tempat
tinggal mereka dengan pasar tradisional tempat berbelanja mudah dijangkau.
Selain menekan biaya pengeluaran pangan, mereka juga menekan biaya
pengeluaran untuk pendidikan. Bagi mereka yang disebut dengan bersekolah cukup
hanya disekolah saja, sangat jarang diantara mereka yang memberikan les tambahan
kepada anak-anak mereka. Karena selain hemat biaya, juga hemat waktu, anak-anak
mereka sudah diharuskan untuk membantu orangtuanya setelah pulang sekolah.
Kehidupan mereka juga tidak jauh dari program kemiskinan seperti BLT (Bantuan
Langsung Tunai), Raskin, Jamkesmas, karena mereka memang tergolong dalam
kategori keluarga miskin. Selain untuk program pengentasan kemiskinan strategi
tersebut juga merupakan strategi individu maupun keluarga lanjut usia (lansia)
miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.
Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut
untuk melihat lebih jelas alur pikiran tersebut sebagi berikut:
Kemiskinan

Lanjut Usia (Lansia) Miskin

Strategi Pemenuhan Kebutuhan Keluarga
1. Strategi Aktif
2. Strategi Pasif, dan
3. Strategi Jaringan

35
Universitas Sumatera Utara

2.8

Definisi Konsep dan Definisi Operasional

2.8.1 Definisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya
menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Sebagai
konsekwensi logis dari salah pengertian yang terjadi dalam memaknai suatu konsep,
maka terbuka pula kemungkinan salah penggunaan atas konsep tersebut. Seorang
peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti untuk
menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek
penelitian. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu
penelitian disebut dengan definisi konsep.
Secara sederhana, definisi ini diartikan sebagai batasan arti. Perumusan
definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah
salah pengertian atas konsep yang diteliti, dengan kata lain peneliti berupaya
membawa para pembaca hasil penelitian tersebut untuk memaknai konsep itu sesuai
dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti. Definisi konsep adalah
pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian
(Siagian, 2011: 136).
Peneliti memberikan batasan konsep untuk memfokuskan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan strategi dalam penelitian ini adalah strategi aktif
adalah dengan mengoptimalkan segala potensi keluarga. Strategi pasif adalah
mengurangi pengeluaran keluarga dan strategi jaringan adalah menjalin relasi
baik formal maupun informal dengan lingkungan sosial dan lingkungan
kelembagaan.

36
Universitas Sumatera Utara

2. Yang dimaksud dengan lanjut usia (lansia) miskin dalam penelitian ini adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas dan berprofesi sebagai
bertani atau berladang, petugas jaga malam di komplek,tukang kusuk,
petugas kebersihan pekarangan rumah warga.
3. Yang dimaksud dengan memenuhi kebutuhan keluarga dalam penelitian ini
adalah cara atau strategi yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin agar
dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti kebutuhan pangan, kebutuhan
sandang, kebutuhan papan, kebutuhan kesehatan dan kebutuhan pendidikan.

2.8.2 Definisi Operasional
Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan
bahwa perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari definisi konsep.
Definisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep.
Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis
menjadi dinamis, jika konsep itu sudah bersifat dinamis maka akan memungkinkan
untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang
benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terkandung dalam
kosep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, 2011: 141).
Adapun yang menjadi definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Lanjut Usia (Lansia) miskin, dengan indikator:
a. Usia
b. Pendidikan
c. Jenis pekerjaan
d. Jam kerja per hari

37
Universitas Sumatera Utara

2. Strategi Aktif
a. Anggota keluarga yang terlibat untuk bekerja
b. Jenis pekerjaan tambahan
c. Frekuensi waktu bekerja dalam sehari
d. Kontribusi pekerjaan tambahan
3. Strategi Pasif
a. Frekuensi makan sehari
b. Keseimbangan gizi dalam makanan
c. Frekuensi membeli pakaian
d. Kualitas pakaian
e. Tingkat pendidikan
f. Kualitas pendidikan
g. Akses mendapatkan pelayanan kesehatan
h. Rata-rata biaya sosial yang dikeluarkan per minggu
4. Strategi Jaringan
a. Jenis program kemiskinan yang diterima
b. Kontribusi program kemiskinan terhadap individu atau keluarga
c. Frekuensi meminjam uang dari rentenir
d. Kontribusi uang pinjaman dari rentenir
e. Frekuensi mengutang di warung
f. Frekuensi mengutang kepada tetangga atau kerabat

38
Universitas Sumatera Utara