Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI Pada Ibu Nifas Di Klinik Bersalin Sumiariani Medan Johor

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Nifas
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi
dan parous yang artinyamelahirkan atau berari masa setelah melahirkan. Masa
nifas (puerperium) merupakan masa yang berlangsung selama 6 minggu sejak
bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil
sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi psikologi karena proses kehamilan
(Bobak, et al., 2005). Periode pemulihan pascapartum ini berlangsung sekitar 6
minggu atau sekitar 42 hari.
Rubin (1961, dalam Bobak, et al., 2005) menjelaskan bahwa adaptasi psikologi
ibu pada masa nifas terbagi dalam 3 fase yaitu:
1. Fase menerima (taking in)
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat
bergantung pada orang lain sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
akan istirahat dan makanan, fokus perhatian terhadap tubuhnya sendiri. Ibu
lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami.
2. Fase taking hold

Terjadi pada hari3-4 setelah persalinan, ibu lebih berkonsentrasi pada
kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap
perawatan bayi dan keinginan untuk melakukan segala sesuatu secara
mandiri. Pada masa ini, ibu menjadi sangat sensitif dan tidak jarang terjadi
depresi. Perasaan mudah tersinggung bisa timbul akibat berbagai faktor.

6
Universitas Sumatera Utara

7

Secara psikologis, ibu mungkin jenuh dengan banyaknya tanggung jawab
sebagai orang tua dan perasaan kehilangan dukungan yang pernah diterima
ketika hamil. Selain itu, keletihan setelah melahirkan diperburuk oleh
tuntutan bayi yang banyak sehingga dengan mudah dapat timbul perasaan
depresi. Ibu membutuhkan bimbingan dan dukungan dari keluarga, petugas
kesehatan, dan orang-orang terdekat.
3. Fase letting go
Dialami setelah ibu


dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh

menyadari tanggung jawab sebagai seorang ibu dan menyadari bahwa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.
2. Konsep Laktasi
Depkes RI (2005) mendefinisikan laktasi adalah keseluruhan proses menyusui
mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI.
Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk
manusia.
Laktasi mempunyai 2 pengertian yaitu pembentukan ASI (refleks prolaktin)
dan pengeluaran ASI (reflek oksitosin/let down) (Perinasia, 2011).
a. Pembentukan ASI (refleks prolaktin)
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan payudara terutama besarnya
payudara yang disebabkan oleh adanya proliferasi sel-sel duktus laktiferus
dan sel-sel kelenjar pembentukan ASI serta lancarnya peredaran darah pada
payudara. Proses proliferasi ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang
dihasilkan oleh plasenta, yaitu prolaktin, esterogen dan progesteron.

Universitas Sumatera Utara


8

Hormon prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresi oleh glandula
pituitari dan memiliki peranan penting dalam memproduksi ASI. Kerja
hormon ini dihambat oleh hormon plasenta. Dengan lepasnya atau
keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka kadar esterogen dan
progesteron berangsur-angsur menurun sampai pada tingkat dimana
prolaktin dapat dilepaskan dan diaktifkan. Hormon prolaktin kemudian
merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi memproduksi air susu. Kadar
prolaktin yang tinggi dipertahankan melalui efek menyusui, dan sekresi air
susu yang banyak sekali mulai dan tampak secara klinis dua hingga tiga hari
pascapartum. Menyusui melalui stimulasi puting susu memberi stimulasi
terhadap pelepasan prolaktin. Tanpa stimulasi puting susu, kadar prolaktin
menurun sampai pada kadar wanita tidak hamil. Dalam payudara, juga
terdapat mekanisme lokal pengendalian air susu. Contohnya, pengeluaran
air susu menstimulasi sintesis air susu dan jika air susu tidak dikeluarkna,
sekresi berhenti selama periode beberapa hari. Kecepatan sintesis air susu
dan banyaknya air susu yang diproduksi dapat bervariasi pada tiap payudara
menurut frekuensi menyusui dan banyaknya air susu yang dikeluarkan. Pada
ibu menyusui prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti: a)

Stress atau pengaruh psikis, b)Anestesi, c) Operasi, d) Rangsangan puting
susu, e) Hubungan kelamin, dan f) Obat-obatan trangulizer hipotalamus
seperti reserpin, klorpromazim, dan fenotiazid.

Universitas Sumatera Utara

9

b. Pengeluaran ASI (Refleks oksitosin/let down reflex/milk ejection reflex)
Proses pelepasan ASI atau sering disebut sebagai refleks letdown berada
dibawah kendali neouroendokrin. Rangsangan sentuhan pada payudara
(hisapan bayi) akan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hiposfisis
posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan kontraksi sel-sel
myoepithel yang mengelilingi alveolus mamae dan duktus lactiferous.
Kontraksi sel-sel myoepithel ini mendorong ASI keluar dari alveoli melalui
duktus lactiferous menuju sinus lactiferous, tempat ASI disimpan. Pada saat
bayi menghisap, ASI didalam sinus tertekan keluar, masuk kedalam mulut
bayi. Beberapa tanda adanya refleks oksitosin menurut Depkes RI (2005)
adalah: a) Rasa diperas atau tingling pada payudara sebelum dan selama
menyusui, b) ASI keluar bila ibu memikirkan bayinya dan mendengar

tangisannya, c) ASI menetes pada payudara yang lain bila bayi menyusui, d)
Rasa sakit karena kontraksi rahim, kadang-kadang disertai keluarnya darah,
waktu menyusui, dan e) Isapan pelan dan dalam serta menelan menunjukkan
ASI mengalir kedalam mulut bayi.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) mengatakan bahwa hal-hal yang
dapat meningkatkan produksi oksitosin, antara lain : a) Ibu dalam keadaan
tenang, b) Mencium dan mendengarkan celotehan bayi dan tangisannya, c)
Melihat dan memikirkan bayinya dengan perasaan kasih sayang, d)
Memikirkan untuk menyusui bayi, e) Ayah menggendong bayi dan
diberikan kepada saat akan menyusui, f) Ayah menggantikan popok dan
memandikan bayi, g) Ayah bermain, menggendong, mendendangkan

Universitas Sumatera Utara

10

nyanyian, dan membantu pekerjaan rumah tangga, h) Ayah memijat bayi.
Sementara itu, hal-hal yang dapat mengurangi produksi oksitosin, antara
lain: a) Ibu merasa takut jika menyusui dan merusak bentuk payudara, b)
Ibu merasa khawatir produksi ASI-nya tidak cukup, c) Ibu merasa

kesakitan, terutama saat menyusui, d) Ibu merasa sedih, cemas, kesal, dan
bingung, e) Ibu merasa malu untuk menyusui, f) Ibu merasa kelelahan, dan
g) Suami atau keluarga kurang mendukung dan tidak mengerti ASI.

Gambar 2.1 Refleks Oksitosin
Sumber: Depkes RI, 2005

Universitas Sumatera Utara

11

3. Pijat oksitosin
Salah satu cara yang dilakukan untuk mempelancar produksi ASI adalah
dengan pijat oksitosin. Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang
belakang mulai dari costa ke 5-6 sampai scapula atau tulang belikat akan
mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke hipofisis
posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin (Suherni, 2010; Hamranani,
2010). Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks
let down dan bisa dilakukan dengan bantuan keluarga terlebih suami. Secara
umum, Pace (2001) mengatakan bahwa pijat secara signifikan dapat

mempengaruhi system saraf perifer, meningkatkan rangsangan dan konduksi
impuls saraf, melemahkan dan menghentikan rasa sakit serta meningkatkan aliran
darah ke jaringan dan organ serta membuat otot menjadi fleksibel sehingga
merasa nyaman dan rileks. Oleh karena itu, setelah dilakukan pijat oksitosin ini
diharapkan ibu akan merasa rileks sehingga ibu tidak mengalami kondisi stress
yang bisa menghambat refleks oksitosin.
Langkah-langkah pijat oksitosin menurut Depkes (2007) adalah sebagai berikut:
1) Posisikan ibu dalam keadaan nyaman
2) Meminta ibu untuk melepaskan baju bagian atas
3) Ibu miring kekanan atau kekiri dan memeluk bantal atau ibu duduk
dikursi, kemudian kepala ditundukkan/ meletakkan diatas lengan.
4) Petugas kesehatan memasang handuk dipangkuan ibu
5) Petugas kesehatan melumuri kedua telapak tangan dengan minyak zaitun
atau baby oil

Universitas Sumatera Utara

12

6) Kemudian melakukan pijatan sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu

dengan menggunakan dua kepalan tangan dengan ibu jari menunjuk
kedepan
7) Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakangerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jari
8) Pada saat yang bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang ke arah
bawah, dari leher ke arah tulang belikat, selama 2-3 menit
9) Mengulangi pemijatan hingga 3 kali
10) Membersihkan punggung ibu dengan waslap yang sudah dibasahi air

Gambar 2.2 Pijat Oksitosin
Sumber : Depkes RI, 2007

Universitas Sumatera Utara

13

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pijat oksitosin pada ibu nifas
Keberhasilan

pijat


oksitosin

tidak

terlepas

dari

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya. Hasil penelitian Purnama (2013) mengatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI
adalah sebagai berikut:
4.1. Faktor psikologi
Persiapan psikologis ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui
(IDAI, 2008). Stress, khawatir, ketidakbahagiaan pada periode menyusui
sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI. Faktor-faktor ini akan
diperkirakan dapat meningkatkan kadar epinefrin dan neroepinefrin yang
selanjutnya akan menghambat transportasi oksitosin ke dalam payudara. Ada

beberapa jenis stres yang umum dialami oleh ibu menyusui. Dari mulai
khawatir akan kurangnya kuantitas produksi ASI, khawatir kualitas ASInya
tidak cukup baik untuk sang bayi, takut bentuk tubuh atau payudaranya
berubah, perubahan pola/gaya hidup (terutama bagi ibu yang menyusui anak
pertama), merasa pemberian ASI kurang praktis bagi ibu yang bekerja, dan
stres akibat kurangnya dukungan suami terhadap pemberian ASI sebagai
makanan terbaik untuk bayi. Derek (2005) juga mengatakan bahwa produksi
ASI ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam
keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan, ketakutan, pengunjung
yang tidak simpatik dan berbagai bentuk ketegangan emosional, akan
mengakibatkan ibu gagal dalam menyusui bayinya karena kondisi ini dapat
menghambat pengeluaran hormon oksitosin sehingga mencegah masuknya ASI

Universitas Sumatera Utara

14

ke dalam pembuluh payudara. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh
Perinasia (2011) yang mengatakan bahwa produksi ASI sangat dipengaruhi
oleh kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya

diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI
bahkan produksi ASI berhenti sama sekali
4.2. Faktor kenyamanan ibu
Umumnya, ibu akan mengalami gangguan rasa nyaman segera setelah
memasuki masa nifas. Bagi ibu yang menyusui gangguan rasa nyaman
biasanya adalah rasa nyeri karena puting lecet yang disebabkan oleh posisi
menyusui dan perlekatan bayi yang tidak tepat dan payudara bengkak yang
disebabkan oleh air susu yang melimpah tidak keluar. Puting lecet dan
payudara bengkak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengeluaran

ASI.

Ibu

sering

berhenti

menyusui

karena

kondisi

ketidaknyamanan yang ibu rasakan (Purnama, 2013). Rangsangan isapan bayi
akan berkurang karena ibu berhenti menyusui sehingga pengeluaran ASI juga
akan menurun (Suradi, 2004).
4.3. Pelaksanaan Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin dilakukan di sepanjang kedua sisi tulang belakang ke arah
bawah, dari leher kearah tulang belikat. Pijatan dilakukan dengan menekan
kuat-kuat ke dua sisi tulang belakang menggunakan kepalan tangan dengan
ibu jari menunjuk ke depan dan membentuk gerakan melingkar kecil-kecil
dengan kedua ibu jari. Frekuensi dilakukannya pijat oksitosin juga dapat
mempengaruhi hasil pengeluaran ASI. Menurut Hockenberry (2002, dalam

Universitas Sumatera Utara

15

Purnama, 2013) menyatakan bahwa produksi ASI dengan menggunakan pijat
oksitosin dan perawatan payudara lebih efektif apabila dilakukan sehari 2 kali,
pagi dan sore. Pijat oksitosin bisa dilakukan dengan bantuan keluarga terlebih
suami.
4.4. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga (suami dan orang tua) sangat diperlukan untuk
ketentraman ibu menyusui, selain itu nasehat dari mereka yang lebih
berpengalaman akan membantu keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2005).
Seorang ayah dan lingkungan yang mengelilingi ibu sangat menentukan
keberhasilan menyusui. Bahkan proses pemberian ASI itu sendiri memiliki
aspek psikologis dan rohaniah antara ibu, bayi, dan seorang ayah, bukan hanya
sekedar tempel dan biarkan menyusui saja (IDAI, 2008). Seorang suami
mempunyai peran yang sangat baik dalam membantu ibu mencapai
keberhasilan menyusui bayinya. Suami dan keluarga memiliki peran penting
dalam menciptakan ketenangan, kenyamanan dan kasih sayang. Kebahagiaan,
kenyamanan, dan ketenangan yang dirasakan ibu akan meningkatkan produksi
hormon oksitosin sehingga ASI dapat mengalir dengan lancar (Permenegpp RI,
2010).
4.5. Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan sangat diperlukan untuk memandirikan dan
memberdayakan ibu dan keluarga dirumah. Petugas kesehatan dalam hal ini
perawat atau bidan memberikan informasi mengenai tentang pijat oksitosin dan
melakukan pijat oksitosin. Selain itu, petugas kesehatan juga perlu memotivasi

Universitas Sumatera Utara

16

ibu untuk melakukan pijat oksitosin secara mandiri .Petugas kesehatan dapat
memberikan dukungan pada ibu dengan cara berkomunikasi, memberikan
saran, dorongan dan penyuluhan untuk memfasilitasi kemampuan ibu dalam
memberikan ASI (Purnama, 2013). Selain itu, motivasi dari petugas kesehatan
juga bisa meningkatkan kepercayaan diri ibu, sehingga ibu bisa memiliki
dorongan untuk melakukan pijat oksitosin dirumah (Tiok, 2008).

Universitas Sumatera Utara