PENGEMBANGAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

CURRENT ISSUES AND TRENDS DUNIA KEPERAWATAN

MATA KULIAH

: KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

DOSEN

: AGUS SANTOSO, S.KP., M.KEP.

NAMA

: HERRY SETIAWAN

NIM

: 22020114410007

PERTANYAAN:
Bagaimana Strategi Pengembangan Tridharma Perguruang Tinggi pada
Civitas Akademika Keperawatan?


Semarang, 11 Maret 2015

Herry Setiawan
NIM.22020114410007

i

STRATEGI PENGEMBANGAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
PADA CIVITAS AKADEMIKA KEPERAWATAN
Herry Setiawan1
1

Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang

A. PENDAHULUAN
Asuhan keperawatan profesional akan mempunyai mutu tinggi apabila
dilandasi atas dasar evidence based practice dan evidence based nursing yang
dihasilkan dari suatu penelitian. Hasil penelitian akan menjadi dasar

pengembangan ilmu dan diberikan kepada peserta didik dalam hal ini melalui
proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang memberikan
pengalaman belajar menarik bagi peserta didik akan menimbulkan motivasi
dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan dalam mengikuti pembelajaran
di perguruan tinggi tidak jauh dengan tuntutan dasar yaitu pemahaman
mendalam dan berpikir kritis (Tiwari, 2006).
Kemampuan akademik yang didapatkan peserta didik selama
pendidikan akan menjadi modal untuk menjadi perawat yang profesional
dalam memberikan asuhan keperawatan. Serangkaian asuhan yang berfokus
klien dilandasi oleh layanan manusiawi berbasis caring, berorientasikan
ilmiah untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara individualistik dan
komprehensif.

Pelayanan yang diberikan tenaga profesional keperawatan

yang kompeten, memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai serta
terikat sebagai pekerjaan seumur hidup. Seluruh tindakan yang diberikan
berorientasi pada keselamatan dan kepuasan klien.
Tenaga profesional dapat diartikan sebagai individu yang mempunyai
motivasi kuat atau panggilan sebagai landasan bagi pemilihan karier

profesionalnya, dan mempunyai komitmen seumur hidup yang mantap
terhadap kariernya. Pelayanan keperawatan profesional yang selalu bekerja
berdasarkan penguasaan suatu body of knowledge dan ketrampilan yang
kompleks. Kegiatan yang mencerminkan pengetahuan atau pembelajaran atau
1

2
praktik sebagai suatu seni untuk melayani orang lain” (Cruess & Cruess,
2004; RNAO, 2007).
Body of knowledge ilmu keperawatan dihasilkan oleh penelitian yang
selalu dilakukan. Penelitian yang semakin memperkaya ilmu keperawatan
yang menjadikan keperawatan semakin profesional dalam pelayanan. Hasil
dari penelitian keperawatan digunakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan di klinik, peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan
mengimplementasikan

secara

langsusng


berupa

kegiatan

pengabdian

masyarakat dan peningkatan mutu pendidikan di akademik selaku pihak yang
bertanggung jawab dalam melahirkan tenaga keperawatan profesional.
Penelitian yang dilakukan dimanfaatkan dosen keperawatan untuk dibawa ke
lingkungan akademisi sehingga materi yang dipaparkan kepada peserta didik
dalam hal ini mahasiswa menjadi sangat nyata. Kenyataan yang terjadi
disampaikan sebagaimana keadaan sesungguhnya terkait hal tertentu.
Perguruan tinggi merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional.
Keberadaannya dalam kehidupan bangsa dan negara berperan penting melalui
penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa perguruan tinggi
berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat (Pasal 20 Ayat 2). Mengingat pesan amanah Undangundang di atas jelas menguatkan bahwa pendidikan yang dilakukan di
institusi keperawatan diharapkan memaparkan hasil-hasil penelitian terkini

untuk meningkatkan kualitas peserta didik. Peserta didik yang berkualitas
sebagai lulusan diharapkan mempunyai jiwa dan tanggung jawab yang besar
untuk membantu kesehatan masyarakat melalui pengabdian masyarakat.
Berdasarkan fakta dan fenomena di atas penulis tertarik melakukan
pembahasan mengenai strategi pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi
pada civitas akademika Keperawatan. Pembahasan ini diharapkan akan
memperkaya dan menumbuhkan kesadaran akan arti penting Tri Dharma
Perguruan Tinggi dalam kehidupan civitas akademika.

3
B. TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan tiga pilar dasar pola pikir dan
menjadi kewajiban bagi civitas akademika sebagai kaum intelektual di negara
ini. Dosen dan mahasiswa adalah ujung tombak perubahan bangsa ke arah
yang lebih baik ke depannya. Pernyataan ini menjadi terbukti ketika melihat
sejarah bangsa dimana sebagian perubahan besar yang ada di negara ini
dimulai oleh pergerakan civitas akademika, adapun Tri Dharma Perguruan
tinggi yang biasanya dikenal, meliputi:
1. Pendidikan
Dosen berkewajiban meningkatkan mutu diri secara khusus agar

mutu bangsapun meningkat pada umumnya dengan ilmu yang mereka
miliki. Dosen memberikan pelajaran kepada mahasiswa selama pendidikan
di kampus sesuai bidang keilmuan tertentu. Mahasiswa dan pendidikan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga ketika
mahasiswa melakukan segala kegiatan dalam hidupnya, semua harus
didasari pertimbangan rasional. Pembentukan karakter mahasiswa
dipengaruhi bagaimana mereka diperlakukan dan diberikan pendidikan
oleh dosennya. Metode pembelajaran, sarana dan prasarana juga ikut
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
2. Penelitian dan Pengembangan
Ilmu pengetahuan yang civitas akademika miliki melalui proses
pendidikan di perguruan tinggi harus diimplementasikan dan diterapkan.
Salah satunya dengan langkah ilmiah, seperti melalui penelitian. Penelitian
yang dilakukan bukan hanya akan mengembangkan diri, namun juga
memberikan manfaat bagi kemajuan peradaban dan kepentingan bangsa
dalam menyejahterakan bangsa. Selain pengembangan diri secara ilmiah
dan akademis, civitas akademika senantiasa mengembangkan kemampuan
diri dalam hal softskill dan kedewasaan diri dalam menyelesaikan segala
masalah yang ada. Menyelesaikan dengan penyelesaian yang benar
melalui suatu metode pengujian. Mengembangkan pola pikir yang kritis

terhadap segala fenomena yang ada dan mengkajinya secara keilmuan.

4
3. Pengabdian pada Masyarakat
Civitas

akademika

menempati

lapisan

kedua

dalam

relasi

kemasyarakatan, yaitu berperan sebagai penghubung antara masyarakat
dengan pemerintah. Civitas akademika dalam hal ini dosen dan mahasiswa

adalah pihak yang paling dekat dengan rakyat dan memahami secara jelas
kondisi masyarakat. Kewajiban menjadi front line dalam masyarakat
dalam mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah terhadap rakyat karena
sebagaian besar keputusan pemerintah di masa ini sudah terkontaminasi
oleh berbagai kepentingan politik tertentu. Sebagai kaum intelektual yang
memiliki mata yang masih bening tanpa ternodai kepentingan-kepentingan
serupa mampu melihat secara jernih, melihat yang terdalam dari yang
terdalam terhadap intrik politik yang tidak jarang mengeksploitasi
kepentingan rakyat.
Civitas akademik berperan untuk membela kepentingan masyarakat,
tentu tidak dengan jalan kekerasan dan aksi chaotic, namun menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur pendidikan, mengkaji terlebih dahulu, memahami
keadaan, dan mensosialisasikan pada masyarakat. Memiliki ilmu tentang
permasalahan yang ada juga yang dapat membuka mata masyarakat
sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap masyarakat.
C. STRATEGI IMPLEMENTASI TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
Eksistensi suatu perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting
dalam memengaruhi perubahan-perubahan suatu masyarakat. Peran dan
fungsi perguruan tinggi sebagai implementasi dari Tri Dharma yang menjadi
kewajibannya. Implementasi ini dapat diwujudkan dalam bentuk membangun

gerakan pembelajaran masyarakat untuk mendorong terciptanya transformasi
sosial dan terjaganya nilai-nilai budaya bangsa.
Perguruan tinggi dapat mengembangkan model pembangunan yang
benar-benar berbasis pada keilmuan dan sumberdaya lokal dalam kerangka
sistem nilai budaya bangsa, membangun basis-basis pengembangan keilmuan
yang benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka

5
merespon perubahan global yang sangat dinamis pada era sekarang,
mengembangkan

pusat-pusat

pengembangan

masyarakat

dengan

memanfaatkan sumberdaya dan nilai-nilai lokal yang ada, membantu

pengembangan kebijakan strategis terhadap legislatif dan eksekutif serta
mengontrol implementasi kebijakan-kebijakan tersebut.
Perguruan tinggi dapat berperan dalam mengembangkan strategi
kebudayaan, hal tersebut sangat diperlukan dalam membangun peradaban
bangsa, terutama untuk membangun nilai-nilai yang sejalan dengan
kemajemukan bangsa agar keberagaman diterima sebagai sebuah kekayaan
secara utuh dan tidak dipertentangkan. Oleh karena itu, pembangunan
peradaban sendiri perlu berbasis pada nilai etika dan nilai budaya yang sudah
melekat dalam jati diri bangsa.
Perguruan tinggi dalam melaksanakan pendidikan haruslah melalui
prosedur akreditasi yang mana telah diamanatkan oleh undang-undang dan
peraturan pemerintah. Kegiatan akreditasi dimaksudkan untuk menjaga dan
membangun kualitas bagi masing-masing institusi pendidikan dan dalam hal
ini ilmu keperawatan sendiri. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
(BAN-PT) adalah badan yang bertugas melakukan akreditasi perguruan
tinggi. Pada awal pembentukannya BAN-PT memutuskan untuk melakukan
akreditasi program studi terlebih dahulu dengan pertimbangan bahwa
program studi lebih menentukan mutu hasil pendidikan. Pada kenyataannya
menunjukkan bahwa mutu program studi dipengaruhi oleh keterkaitan antara
program studi satu dengan yang lainnya dalam satu institusi.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 61 ayat (2) yang menyatakan bahwa ijazah diberikan kepada
peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau
penyelesaian

suatu

jenjang

pendidikan

setelah

lulus

ujian

yang

diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Hal ini jelas
mengindikasikan bahwa keperluan akreditasi institusi adalah penting. Dimana
institusi yang terakreditasi dianggap layak dan mempunyai kewenangan
dalam hal mengeluarkan ijazah untuk mahasiswa yang diluluskan.

6
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 86 ayat (1)
dinyatakan bahwa Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan dan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa kewenangan akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Lembaga Mandiri
yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan akreditasi,
pada Pasal 87 ayat (1) dinyatakan akreditasi oleh pemerintah sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 86 ayat (1) butir (b) dilaksanakan oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) terhadap program dan/atau
satuan pendidikan jenjang pendidikan tinggi dan Pasal 94 ayat (b) ketentuan
peralihan dari Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standart
Nasional

Pendidikan

dinyatakan

bahwa

Satuan

Pendidikan

wajib

menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7
(tujuh) tahun sejak ditetapkannya.
Visitasi oleh tim akreditasi BAN-PT sangat menjadikan momok bagi
institusi karena penilaian yang akan dilakukan. Sebelum kunjungan oleh tim
akreditasi BAN-PT biasanya terlebih dahulu dilakukan pengiriman borang
akreditasi oleh institusi yang bersangkutan. Borang akreditasi adalah
sekumpulan data-data yang harus dijabarkan oleh institusi mengenai keadaan
yang sebenar-benarnya dari visi misi institusi hingga menyangkut kegiatan
pembelajaran dan kemahasiswaan. Kesulitan yang biasa ditemui dalam
penyusunan borang akreditasi adalah dalam hal mengumpulkan berkas-berkas
pendukung, ini disebabkan tidak terdokumentasinya dengan baik kegiatan
yang dilakukan selama kegiatan kampus dan kegiatan belajar mengajar
berlangsung.
Kegiatan persiapan akreditasi institusi pendidikan harus dirancang
sedemikan rupa sehingga mempunyai konsep yang jelas. Kegiatan belajar
mengajar, sarana belajar yang dipakai dan metode belajar mengajar yang
dilaksanakan haruslah didesain dan didokumentasikan dengan baik.
Pengaktifan unit penjamin mutu yang ada dalam institusi mempunyai
kewajiban lebih dalam kegiatan persiapan akreditasi. Kejelasan pembagian

7
peran dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kampus sangatlah
penting sehingga kegiatan perkuliahan, skills lab, praktikum, tutorial dan
lainnya dapat berjalan dengan baik.
Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di kampus harapnnya
memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi mahasiswa.
Pengalaman yang menyenangkan akan menimbulkan keinginan mahasiswa
untuk belajar lebih aktif dan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis yang
tinggi. Pembelajaran mengenai asuhan keperawatan yang baik dan
mencerminkan bagaimana dengan keadaan pasien yang sebenarnya harus
diperhatikan. Hal ini terkait dengan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan kepada peserta didik. Perkuliahan yang terlalu dominan dengan
sistem Teacher Centre Learning (TCL) akan membuat mahasiswa menjadi
pasif. Kegiatan perkuliahan dengan metode Problem Based Learning (PBL)
dapat menjadi pilihan yang bisa diterapkan karena terbukti meningkatkan
performa akademik karena mendukung program Student Centre Learning
(SCL).

PBL

menumbuhkan

mengaktifkan
motivasi,

kemampuan
meningkatkan

menganalisis,
kemampuan

berdiskusi mengenai situasi dan menemukan solusi bermakna
sebagai suatu keputusan dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi (Setiawan, 2014).
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi mengatakan
bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan setelah pendidikan menangah.
Pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa dengan dosen dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pendidikan yang dilaksanakan di
perguruan tinggi termasuk dalam pendidikan ilmu keperawatan tidak hanya
menyangkut kognitif, pendidikan juga dilakukan di ranah afektif dan
psikomotor.
Kemampuan kognitif peserta didik dapat dikembangkan dengan
beberapa strategi yang menunjang dan memberikan kesempatan kepada

8
mereka untuk berkembang secara mandiri dalam pemikiran. Menganut sistem
Student Centre Learning (SCL), dosen dapat mengeksplorasi lebih jauh
kemampuan kognitif mahasiswa dengan memberikan tugas secara mandiri
melalui Discovery Learning yang kemudian dilanjutkan dengan Small Group
Discussion mengenai topik yang telah mereka tentukan. Problem Based
Learning (PBL) juga membantu mahasiswa belajar serta berdiskusi dengan
aktif, membicarakan kondisi nyata dari keadaan yang sebenarnya terkait suatu
masalah kesehatan tertentu. Hal ini dapat meingkatkan kemampuan kognitif
dan rasa percaya diri mahasiswa dalam mencari jalan keluar dari suatu
pemecahan masalah tertentu.
Kemampuan psikomotor dengan ditunjang kemampuan kognitif dan
afektif mahasiswa akan mudah didapat melalui kegiatan laboratorium klinik
dalam hal ini skills lab bukan praktikum. Kegiatan skills lab memberikan
kesempatan yang sama kepada semua peserta didik melakukan skills yang
dicontohkan oleh instruktur. Mahasiswa diberikan kesempatan mengulang
tindakan yang sudah dicontohkan sehingga kemampuan meniru apa yang
ditargetkan untuk dikuasai lebih efektif. Berbeda dengan kegiatan praktikum
yang mana setiap peserta didik tidak mempunyai kesempatan yang sama
untuk melakukan suatu skills.
Perbaikan dalam sistem pelaksanaan skills lab juga sangat diharapkan.
Menganut sistem yang dilakukan oleh American Heart Association (AHA),
dimana skills yang diajarkan oleh instruktur sebelumnya direkam secara
audio visual terlebih dahulu sehingga berapapun banyak jumlah kelompok
kecil yang melakukan hal yang sama, dapat dipastikan terjadinya kesamaan
persepsi mengenai hal yang diajarkan. Keberadaan instruktur skills lab dalam
hal ini hanyalah sebagai fasilitator bukan dominan sebagai instruktur.
Pengembangan kemampuan dosen keperawatan juga menjadi sorotan
tersendiri, harapan ke depan adalah seorang dosen tidak hanya mempunyai
kemampuan akademisi yang dilaksanakan di ruang kelas saat kegiatan belajar
mengajar. Kemampuan dosen untuk menjadi pembicara dalam sebuah
seminar harus dipupuk sedini mungkin karena kegiatan seperti ini secara

9
tidak langsung juga memberikan nilai lebih terhadap institusi asal mereka.
Beberapa item penilaian akreditasi terhadap institusi juga menyoroti sejauh
apa partisipasi dosen dalam lingkup disiplin ilmunya. Poin tambahan akan
diberikan ketika banyak dosen keperawatan yang mempunyai kemampuan
untuk berbicara dalam sebuah seminar baik itu lingkup regional, nasional
bahkan internasional.
Mengenai Tri Dharma Perguruan Tinggi maka tidak hanya berbicara
mengenai kegiatan belajar mengajar dalam hal ini pendidikan. Penelitian
yang dilakukan oleh dosen keperawatan juga terkadang masih sangat rendah,
kegiatan

penelitian

dosen

biasanya

hanya

sekedar

membimbing

mahasiswanya dalam skripsi atau dalam pendampingan kegiatan Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Banyak dana sebenarnya yang dialokasikan
oleh setiap perguruan tinggi untuk membiayai penelitian seperti hibah yang
setiap tahunnya diselenggarakan. Hibah kompetitif, nonkompetitif yang
ditujukan kepada para dosen yang mempunyai minat meneliti dengan tuntutan
tema yang sudah ditentukan.
Tahun 2015 di Fakultas Kedokteran UNLAM melalui surat edaran
dengan nomor 002/UP.KTI/SU/2015 tentang pengumuman hibah penelitian
dan pengabdian FK UNLAM, dengan tema “Lahan Basah”. Hal ini
sebenarnya merupakan peluang yang harus dimaksimalkan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penyerapan maksimal dari
dosen-dosen keperawatan akan memberikan angka maksimal pada penilaian
saat akreditasi dilakukan. Pendanaan penelitian tidak hanya bersumber pada
kegiatan hibah Fakultas bahkan Universitas. Dana BO-PTN dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan juga mempunyai peluang yang sama untuk
dimanfaatkan semaksimalnya.
Peningkatan penelitian dosen keperawatan bersama perawat rumah
sakit juga bisa dilakukan dengan mengimplemntasikan kegiatan “Joint
Research” antara institusi pendidikan dan instansi rumah sakit. Harapan ada
ketika adanya penelitian bersama antara dosen keperawatan dengan perawat
peneliti rumah sakit. Hasil penelitian-penelitian ini dipakai dalam materi

10
pembelajaran di kelas. Fenomena dan kenyataan lapangan yang dapat
digambarkan dengan jelas akan semakin meningkatkan mutu pendidikan dan
kualitas lulusan peserta didik dari institusi tersebut.
Hasil penelitian yang mempunyai kualitas tinggi dan dapat ditarik
kesimpulannya secara generalis, tidak memberikan efektivitas yang berarti
apabila

tidak

dipublikasikan

untuk

memberikan

kontribusi

dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini keperawatan. Maka dari
itulah ada kewajiban yang seharusnya selalu diingat dan diemban oleh
peneliti, yaitu publikasi ilmiah. Banyak kegiatan yang dilaksanakan dalam
upaya publikasi ilmiah. Oral presentation maupun poster presentation
tentang hasil penelitian merupakan salah satu metode yang bisa dilaksanakan
dalam publikasi ilmiah. Suatu institusi biasanya akan diminta menunjukkan
bukti bahwa pernah mengikuti kegiatan publikasi ilmiah seperti ini. Buku
prosiding maupun sertifikat keikutsertaan adalah bukti konkrit yang bisa
diberikan institusi kepada tim akreditasi. Pengakuan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) yang didapat dari suatu penelitian yang baik juga akan
memberikan nilai tambahan dalam kegiatan penilaian saat akreditasi.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat merupakan poin ketiga dari
inti Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana hasil belajar melalui proses
pendidikan, ilmu pengetahuan yang merupakan hasil dari penelitian
diharapkan akan diimplementasikan untuk kemaslahatan masyarakat secara
luas melalui kegiatan pengabdian masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
dalam pengabdian masyarakat dapat dilakukan dengan menggandeng pihak
terkait misalkan Dinas Kesehatan setempat, Palang Merah Indonesia (PMI),
Badan Narkotika Nasional (BNN) atau instansi terkait lainnya sehingga
kegiatan pengabdian masyarakat tidak selalu diartikan sebagai pendidikan
kesehatan dalam lingkup sempit. Secara luas pengabdian masyarakat yang
bisa dilakukan dengan upaya strategi promosi kesehatan meliputi advokasi,
bina suasana dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu,

11
keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu,
mau dan mampu mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Bentuk kegiatan pemberdayaan yang bisa dilaksanakan oleh civitas
akademika antara lain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat dalam bentuk misalnya koperasi, pelatihanpelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (income
generating skill). Meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga akan
berdampak terhadap kemampuan dalam pemeliharaan kesehatan mereka,
misalnya terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat desa, berdirinya
polindes, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan semacam ini di masyrakat sering
disebut “gerakan masyarakat” untuk kesehatan. Dari uraian tersebut sasaran
pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat.
Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutanpanutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya dalam kehidupan
bermasyarakat.

Pada

dasarnya

upaya

bina

suasana

adalah

suatu

pengembangan kemampuan masyarakat untuk menjaga kesehatan diri mereka
oleh mereka sendiri melalui kemampuan memfasilitasi civitas akademika.
Terdapat tiga kategori proses bina suasana yang dapat dilakukan civitas
akademika untuk mewujudkan masyarakat yang sehat yaitu (1) bina suasana
individu; (2) bina suasana kelompok dan (3) bina suasana publik.
Bina suasana individu, dilakukan oleh individu-individu, tokoh
masyarakat. Pada kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individuindividu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Bagaimana
kemampuan civitas akademika mendekati individu yang berpengaruh dalam
masyarakat dapat digali semaksimal mungkin. Tokoh masyarakat ini yang
nantinya akan mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut
(misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka agama yang tidak merokok)
kepada masyarakatnya. Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia menjadi
kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang
kondusif bagi perubahan perilaku individu.

12
Bina suasana kelompok, dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga
(RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi
wanita, organisasi siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, serikat pekerja dan
lain-lain. Bina suasana ini dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang
telah peduli. Pada kategori ini civitas akademika memfasilitasi kelompokkelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap perilaku yang
sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya dalam pelaksanaan
di tengah masyarakat. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut
lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol sosial
terhadap individu-individu anggotanya.
Bina suasana publik, dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi, seperti
radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat
tercipta pendapat umum. Pada kategori ini media-media massa tersebut peduli
dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Media massa tersebut
dapat diminta oleh civitas akademika menjadi mitra dalam rangka
menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menciptakan pendapat umum atau opini publik yang positif tentang perilaku
tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula
sebagai social pressure oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga
akhirnya masyarakat mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan.
Advokasi dapat dilakukan oleh civitas akademika dengan melakukan
pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan
dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi
maupun non materi. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah
pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di
berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut mau
mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para
pejabat pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang

13
dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat
keputusan, surat instruksi dan sebagainya.
Kegiatan advokasi ini bermacam-macam bentuk, baik secara formal
maupun informal. Secara formal misalnya, civitas akademika melakukan
penyajian atau presentasi dan seminar tentang issu atau usulan program yang
ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait. Kegiatan advokasi
secara informal misalnya silaturahmi kepada para pejabat yang relevan
dengan program yang diusulkan, untuk secara informal meminta dukungan,
baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau fasilitas
lain. Dari uraian dapat diadvokasi adalah para pejabat baik eksekutif maupun
legislatif, di berbagai tingkat dan sektor yang terkait dengan masalah
kesehatan (sasaran tertier).
D. PENUTUP
Tri Dharma Perguruan Tinggi mempunya tiga pilar utama yaitu
Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Ketiga pilar ini sangat
erat hubungannya karena penelitian harus menjunjung tinggi kedua dharma
yang lain. Penelitian diperlukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan penerapan teknologi. Penelitian yang akan dilakukan memerlukan tenagatenaga ahli yang dihasilkan melalui proses pendidikan. Ilmu pengetahuan
yang dikembangkan sebagai hasil pendidikan dan penelitian itu hendaknya
diterapkan melalui pengabdian pada masyarakat sehingga masyarakat dapat
memanfaatkan dan menikmati kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut.
E. DAFTAR PUSTAKA
Agnes Tiwari, Patrick Lai, Mike So & Kwan Yuen. A Comparison of the
Effects of Problem-Based Learning and Lecturing on the Development
of Students’ Critical Thinking. Journal Medical Education. 2006; 40:
547–554.

Cruess, S. R., Johnston, S., & Cruess, R. L. (2004). “Profession”: A working
definition for medical educators. Teaching and Learning in Medicine,
16:1, 74-76.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 tahun 2014 tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional
Pendidikan. Pasal 86, 87 dan 94.
Registered Nurses of Ontario. (2007). Professionalism in Nursing. Toronto,
ON: Author.
Setiawan, Herry. (2014). Efektifitas Problem-Based Learning (PBL)
Terhadap Peningkatan Performa Akademik Mahasiswa Keperawatan:
Systematic Review. Universitas Diponegoro; Semarang.
Surat Edaran Nomor 002/UP.KTI/SU/2015 tentang Pengumuman Hibah
Penelitian dan Pengabdian FK UNLAM.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 20 Ayat 2.

PENGEMBANGAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
PADA CIVITAS AKADEMIKA KEPERAWATAN

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Mata Kuliah:
“Kepemimpinan dalam Keperawatan”
Dosen: Dr. Tri Hartati, S.KM., M.Kep.
Agus Santoso, S.Kp., M.Kep.

Oleh :
Herry Setiawan
NIM.22020114410007

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015