B. Sifat Fisis Dan Kimia Unsur Unsur Per

B. Sifat Fisis Dan Kimia Unsur-Unsur Periode Ke Empat
Unsur transisi periode keempat mempunyai sifat-sifat khas yang membedakannya dari
unsur golongan utama.
1.

Sifat Logam
Semua unsur transisi periode keempat bersifat logam, baik dalam sifat kimia maupun dalam
sifat fisis. Harga energi ionisasi yang relative rendah (kecuali seng yang agak tinggi), sehingga,
mudah membentuk ion positif. Demikian pula, harga titik didih dan titik lelehnya relative tinggi
(kecuali Zn yang membentuk TD dan TL relative rendah). Hal ini disebabkan orbital subkulit d
pada unsure transisi banyak orbital yang kosong atau tersisi tidak penuh. Adanya orbital yang
kosong memungkinkan atom-atom membentuk ikatan kovalen (tidak permanen) disamping
ikatan logam. Orbital subkulit 3d pada seng terisi penuh sehingga titik lelehnya rendah.
Bandingkan dengan unsure utama yang titik didih dan titik lelehnya juga relative rendah.

2.

Sifat Magnet
Adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan pada sub kulit d menyebabkan unsur-unsur
transisi bersifat paramagnetic (dapat ditarik oleh medan magnet) seperti : Sc, Ti, V, Cr dan Mn. Makin
banyak electron yang tidak berpasangan, maka makin kuat pula sifat paramagnetknya. Unsur

yang memiliki elektron berpasangan (Zn dan Cu) bersifat diamagnetic (tidak tertarik oleh
medan magnet. Unsur Fe, Co, Ni bersifat Ferromagnetic meski logam ini dijauhi
medan magnet, tetapi induksi magnet logam ini tidak hilang.

3.

Titik Didih dan Titik Leleh
Titik didih dan titik leleh unsur transisi meningkat dari 1.541°C (Skandium) sampai 1.890°C
(Vanadium), kemudian turun sampai 1.083 °C (Tembaga) dan 420 °C (Seng).

4. Konfigurasi Elektron
a. Jari-Jari Atom
Jari-jari atom berkurang dari Sc ke Zn, hal ini berkaitan dengan semakin bertambahnya
elektron pada kulit 3d, maka semakin besar pula gaya tarik intinya, Sehingga jarak elektron pada
kulit terluar ke inti semakin kecil.
b. Energi Ionisasi
Perubahan senergi ionisasi dari Sc sampai ke Zn tidak terlalu besar seperti halnya pada unsurunsur golongan utama. Kecilnya perubahan tersebut juga disebabkan oleh konfigurasi
elektronnya, yaitu bahwa penambahan electron dari Sc sampai ke Zn masuk pada kulit ketiga.

5.


Bilangan Oksidasi
Kecuali Sc dan Zn, unsur-unsur transisi periode keempat mempunyai beberapa tingkat
oksidasi. Senyawa-senyawa unsur transisi di alam ternyata mempunyai bilangan oksidasi lebih
dari satu. Adanya bilangan oksidasi lebih dari satu ini disebabkan mudahnya melepaskan
elektron valensi. Dengan demikian, energi ionisasi pertama, kedua dan seterusnya memiliki
harga yang relatif lebih kecil dibanding unsur golongan utama.
Walaupun unsur transisi memiliki beberapa bilangan oksidasi, keteraturan dapat dikenali.
Bilangan oksidasi tertinggi atom yang memiliki lima elektron yakni jumlah orbital d berkaitan
dengan keadaan saat semua elektron d (selain elektron s) dikeluarkan. Jadi, dalam kasus
skandium dengan konfigurasi elektron (n-1)d 1ns2, bilangan oksidasinya 3. Mangan dengan
konfigurasi (n-1)d5ns2, akan berbilangan oksidasi maksimum +7.
Bila jumlah elektron d melebihi 5, situasinya berubah. Untuk besi Fe dengan konfigurasi
elektron (n-1)d6ns2, bilangan oksidasi utamanya adalah +2 dan +3. Sangat jarang ditemui
bilangan oksidasi +6. Bilangan oksidasi tertinggi sejumlah logam transisi penting seperti kobal
Co, Nikel Ni, tembaga Cu dan zink Zn lebih rendah dari bilangan oksidasi atom yang kehilangan
semua elektron (n–1)d dan ns-nya. Di antara unsur-unsur yang ada dalam golongan yang sama,
semakin tinggi bilangan oksidasi semakin penting untuk unsur-unsur pada periode yang lebih
besar.


6.

Membentuk Senyawa-Senyawa Berwarna
Senyawa unsur transisi (kecuali scandium dan seng), memberikan bermacam warna baik
padatan maupun larutannya. Warna senyawa dari unsure transisi juga berkaitan dengan adanya
orbital sub kulit d yang terisi tidak penuh. Peralihan electron yang terjadi pada pengisian subkulit
d (sehingga terjadi perubahan bilangan oksidasi) menyebabkan terjadinya warna pada senyawa
logam transisi.
Senyawa dari Sc3+ dan Ti4+ tidak berwarna karena subkulit 3d-nya kosong, serta senyawa dari
Zn2+ tidak berwarna karena subkulit 3d-nya terisi penuh, sehingga tidak terjadi peralihan
elektron.
Warna senyawa logam transisi dengan berbagai bilangan oksidasi:

7. Membentuk Ion Kompleks

Ion kompleks adalah ion yang terdiri atas atom pusat dan ligan. Biasanya atom pusat
merupakan logam transisi yang bersifat elektropositif dan dapat menyediakan orbital kosong
sebagai tempat masuknya ligan. Contohnya ion besi (III) membentuk ion kompleks [Fe(CN)6].
Ligan yang merupakan basa Lewis sekurang-kurangnya harus mempunyai sepasang elektron
bebas dalam orbital ikatan. Perbandingan besarnya ligan dan atom pusat menentukan jumlah

ligan maksimum yang dapat diikat. Jumlah ikatan kovalen koordinasi yang dapat terbentuk pada
pembentukan kompleks disebut bilangan koordinasi dari ion pusat. Contohnya ion Cu2+
mempunyai bilangan koordinasi 4 dalam [Cu(H2O)4]2+, [Cu(NH3)4]2+, dan dalam [CuCl4]2¯.
Ion Fe3+ mempunyai bilangan koordinasi 6 dalam [Fe(H2O)6]3+, [FeF6]3, dan dalam
[Fe(CN)6]3¯. Adapun Ag+ mempunyai bilangan koordinasi 2 dalam [Ag(NH3)2]+, dan dalam
[Ag(CN)2]¯.
Aturan penamaan senyawa koordinasi:
Berikut merupakan tata nama senyawa atau ion kompleks menurut IUPAC.
1) Penamaan Ligan
a. Beberapa ligan diberi nama khusus.
Contoh
NH3 = amin NO = nitrosil
H2O = aqua CO = karbonil
b. Logam anion diberi nama yang umum dan diberi akhiran -o.
Contoh
F¯ = fluoro CN¯ = siano
Cl¯ = kloro OH¯ = hidrokso
Br¯ = bromo CO32¯ = karbonato
CH3COO¯ = asetato C2O42¯ = oksalato
c.


Alkil diberi nama seperti tata nama alkana.
Contoh
CH3 = metil C6H5 = fenil

d. Ligan yang menggunakan nama biasa tanpa diberi spasi
Contoh

(CH3)2SO4 = dimetilsulfatsida
C5N2N = piridin
(C6H5)3P = trifenilfosfin
e. Ligan N2 dan O2 disebut dinitrogen dan dioksigen
2)

Untuk menyebut banyaknya ligan yang sejenis digunakan awalan Yunani (misalnya di-, tri-,
tetra-, penta-, heksa-).

3) Nama atom pusat diikuti bilangan oksidasinya yang ditulis dengan angka romawi.
4)


Untuk kompleks berupa kation atau molekul netral maka nama atom pusat tidak berubah.
Adapun senyawa berupa anion kompleks negatif maka nama atom pusat diakhiri dengan -at).
Contoh
Kompleks kation:
[Cu(NH3)4]2+ = ion tetraamin tembaga (II)
[Ag(NH3)2]+ = ion diamin perak (I)
[Co(NH3)4Cl2]+ = ion tertraamin diklorokobalt (III)
Kompleks netral:
[Co(NH3)4(H2O)CN]Cl2 = tetraamin aquasianokobalt (II) klorida
[Co(NH3)5CO3]Cl = pentaamin karbonatokobalt (II) Klorida

8. Keaktifan Katalik
Salah satu sifat penting unsur transisi dan senyawanya, yaitu kemampuannya untuk menjadi
katalis-katalis reaksi-reaksi dalam tubuh. Kemampuan unsure transisi mengkatalisasi suatu reaksi
diperkirakan karena unsur transisi mempunyai beberapa bilangan oksidasi. Di dalam tubuh,
terdapat enzim sitokrom oksidase yang berperan dalam mengoksidasi makanan. Enzim ini dapat
bekerja bila terdapat ion Cu2+. Beberapa logam transisi atau senyawanya telah digunakan secara
komersial sebagai katalis pada proses industri seperti TiCl3 (Polimerasasi alkena pada pembuatan

plastic), V2O5 (proses kontak pada pembuatan margarine), dan Cu atau CuO (oksidasi alcohol

pada pembuatan formalin).

A. SIFAT FISIS UNSUR TRANSISI PERIODE KEEMPAT
I. Unsur-unsur transisi periode keempat mempunyai sifat-sifat yang khas. Sifat-sifat khas unsurunsur transisi periode keempat antara lain :
(1)
Unsur-unsur transisi bersifat logam, maka sering disebut logam transisi.
(2)
Bersifat logam, maka mempunyai bilangan oksidasi positif dan pada umumnya lebih dari satu.
(3)
Banyak diantaranya dapat membentuk senyawa kompleks.
(4)
Pada umumnya senyawanya berwarna.
(5)
Beberapa diantaranya dapat digunakan sebagai katalisator.
(6)
Titik didih dan titik leburnya sangat tinggi.
(7)
Mudah dibuat lempengan atau kawat dan mengkilap.
(8)
Sifatnya makin lunak dari kiri ke kanan.

(9)
Dapat menghantarkan arus listrik.
(10) Persenyawaan dengan unsur lain mempunyai oksida positif.
II. Senyawa yang dibentuk pada umumnya berwarna. Hal ini disebabkan karena konfigurasi
elektron unsur transisi menempati sub kulit d, elektron-elektron pada orbital d yang tidak penuh
memungkinkan untuk berpindah tempat. Elektron dengan energi rendah akan berpindah ke
tingkat energi yang lebih tinggi (tereksitasi) dengan menyerap warna misalnya energi cahaya
dengan panjang gelombang tertentu karena energi yang diserap besarnya pun tertentu. Struktur
elektron pada orbital d yang bebeda akan mengasilkan warna yang pula.