Gambaran Pengetahuan Mengenai Amebiasis pada Penyaji Makanan di Kecamatan Medan Baru

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amebiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh organisme protozoa
Entamoeba histolytica dan dapat menimbulkan penyakit intestinal maupun
ekstraintestinal (Alexandre, 2013). Secara global, amebiasis merupakan penyebab
parasit utama terhadap mortalitas manusia selain malaria dan schistosomiasis.
Entamoeba histolytica dapat menginfeksi setengah miliar orang setiap tahun,
dengan 100.000 kematian di seluruh dunia (Anuaret al, 2012).
Sinonim amebiasis termasul “disentri” yang merupakan gejala klinis khas
pada kasus amebiasis yaitu gejala diare berat dengan darah dan mukus yang
disebabkan oleh ulkus pada usus (Knott, 2013).
Amebiasis berdistribusi secara global meskipun prevalensinya sangat
bervariasi tergantung lokasinya. Sebagai contoh, 85% populasi Mexico
mengalami infeksi amebiasis menurut laporan, tapi kurang dari 13.6% (kisaran,
0,8-38%) pada beberapa populasi yang terinfeksi di Amerika Serikat (Burtonet al,
2013). Prevalensi amebiasis di daerah Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan
Asia adalah setinggi 50% (Alexandre, 2013). Prevalensi amebiasis berhubungan
dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada

daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek. Di Indonesia, amebiasis kolon
banyak dijumpai dalam keadaan endemik. Prevalensi Entamoeba histolytica di
berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10–18 % (Rasmaliah, 2003).
Manusia merupakan reservoir utama dari infeksi Entamoeba histolytica.
Infeksi ini terjadi dengan konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi
oleh feses yang mengandung kista. Kista Entamoeba histolyticamemasuki usus
dan melepaskan amoeba yang aktif yaitu trofozoit, yang akan menginvasi kolon
sehingga menyebabkan ulkus. Infeksi ini dapat menyebar dari usus ke organ lain
melalui sistem vena, misalnya hati, paru-paru dan otak (Knott, 2013).
Gambaran infeksi amebiasis dapat berupa kolonisasi asimtomatik, disentri
amoebik, atau amebiasis ekstraintestinal yang sering bermanifestasi sebagai abses
hati. Dari 10% populasi dunia yang terinfeksi Entamoeba histolytica, hanya 1%

Universitas Sumatera Utara

2

yang terjadi bentuk invasif (Anuaret al, 2012). Diagnosis infeksi Entamoeba
histolyticabiasanya secara mikroskopis dan atas dasar metode serologi termasuk
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), indirect haemagglutination assay

dan latex agglutination assay. Diagnosis yang akurat tidak hanya penting untuk
pasien dengan disentri tetapi juga untuk 90% pasien yang asimtomatik karena
dapat menularkan organisme infektif terutama pada negara dengan higienitas yang
buruk (Raza et al, 2013).
Di Indonesia, faktor mikroba masih menjadi penyebab utama penyakit
bawaan

makanan

(food

borne

outbreaks)

berdasarkan

data

surveilans


epidemiologi. Menurut data dari WHO SEA menunjukkan dari 119 kasus
penyakit bawaan makanan di Indonesia pada tahun 2009, 42,14% adalah
disebabkan oleh makanan buatan sendiri dan 55,6% disebabkan makanan yang
dijual di luar rumah terutama dari makanan jajanan (13,21%) dan rumah makan
(26,67%) (Dewanti, 2011). Penyaji makanan yang bertanggungjawab menyajikan
makanan ini sangat berperan sebagai agen transmisi atau reservoir untuk infeksi
makanan bawaan, termasuk amebiasis. Pengetahuan yang berkurang mengenai
risiko mikrobiologikal, suhu penyimpanan makanan, kontaminasi dan higienitas
personel pada penyaji makanan mungkin menjadi penyebab infeksi tersebut (Siow
& Sani, 2011). Atas dasar kenyataan tersebut di atas maka perlu dilakukan
penelitian terhadap gambaran pengetahuan mengenai amebiasis pada penyaji
makanan.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran pengetahuan mengenai amebiasis pada penyaji
makanan di Kecamatan Medan Baru, Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1


Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mengenai amebiasis pada

penyaji makanan di Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.
1.3.2

Tujuan khusus

Universitas Sumatera Utara

3

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang amebiasis
di Kecamatan Medan Baru berdasarkan karakteristik.
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang amebiasis
di Kecamatan Medan Baru berdasarkan pengalaman kerja.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berikut:

1. Untuk melatih penulis dengan menjalankan penelitian di masyarakat untuk
mendapat pengetahuan penyaji makanan terhadap amebiasis.
2. Sebagai wawasan dan pengetahuan tambahan mengenai amebiasis kepada
masyarakat terutamapenyaji makanan di Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.
3. Sebagai bahan pengetahuan dan informasi masukan tentang amebiasis kepada
mahasiswa dan penelitian lain.

Universitas Sumatera Utara