Gambaran Pengetahuan Penyaji Makanan (Food Handler) Pada Rumah-Rumah Makan Di Jalan Dr Mansur Tentang Amebiasis

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAJI MAKANAN

(FOOD HANDLER) PADA RUMAH-RUMAH MAKAN

DI JALAN Dr MANSUR TENTANG AMEBIASIS

Oleh :

SITI HAFIZAH BINTI ZULKIPLY

070100413

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAJI MAKANAN

(FOOD HANDLER) PADA RUMAH-RUMAH MAKAN

DI JALAN Dr MANSUR TENTANG AMEBIASIS

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SITI HAFIZAH BINTI ZULKIPLY

NIM : 070100413

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran pengetahuan penyaji makanan (food handler) pada rumah-rumah makan di Jalan Dr Mansur tentang amebiasis.

Nama: Siti Hafizah Binti Zulkiply NIM: 070100413

Pembimbing Penguji I

………. ….……… (dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes) (dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes) NIP: 19700819 1999 03 2 001 NIP:19690609 199903 2 001

Penguji II

………. (dr. Dewi Masyitah Darlan, DAP&E, MPH)

NIP: 19740730 2001 12 2 003

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

...

(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Amebiasis merupakan penyebab ketiga kematian akibat infeksi parasit di dunia, mengenai 50 juta orang per tahun, dan menyebabkan hampir 100,000 kematian. Penyaji makanan yang menderita amebiasis asimptomatis adalah sumber penularan terpenting penyakit ini. Indonesia dikatakan kawasan endemis amebiasis, dicatatkan sebanyak 10-18% kasus amebiasis terutamanya di kawasan sosioekonomis rendah, prevalensi tertinggi terjadi pada daerah tropis, keadaan sanitasi buruk dan status gizi yang kurang baik serta di mana strain virulensi E histolytica masih tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan penyaji makanan (food handler) di rumah-rumah makan di Jalan Dr Mansur, Medan tentang amebiasis.

Peneitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi

cross sectional. Populasi yang digunakan ialah penyaji makanan di rumah-rumah makan di Jalan Doktor Mansur, seramai 70 sampel yang bersetuju setelah diberikan penerangan tentang penelitian ini. Informasi diperoleh melalui kuesioner dengan menggunkaan alat ukur angket, dan analisis dilakukan dengan program SPSS dan data disediakan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahawa tingkat pengetahuan 36 dari 70 (51%) penyaji makanan tentang amebiasis adalah sedang, 28 (40%) adalah baik dan 6 orang responden (9%) yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan penyaji makanan di Jalan Dr Mansur adalah sedang, diikuti dengan tingkat pengetahuan baik dan akhir sekali tingkat pengetahuan buruk.


(5)

ABSTRACT

Amebiasis is the third cause of death related to parasitic infection in the world, involving 50 millions people annually, and cause about 100,000 deaths. Food handler who have asymptomatic amebiasis is the most important source of the diseases. Indonesia is said an amebiasis endemic region, with about 10-18% cases of amebiasis reported especially in low socioeconomic, high prevalence in tropics area, low sanitation and low nutritional status and in place where high virulence strain of E histolytica.

The objective of this research is to study the level of knowledge of food handlers in restaurants at Jalan Doktor Mansur, Medan about amebiasis.

This was a descriptive cross sectional study with samples of 70 food handlers who participate willingly after been told about details of the study. The data was taken by distributing questionnaires and finally the data has been analyzed by SPSS software. The results were prepared in distributive frequencies table.

The result of the study shows that 36 from 70 food handlers (51%) possess moderate knowledge of amebiasis, 28 respondents (40%) possess good knowledge and 6 respondents (9%) with poor knowledge.

From this study, we can conclude that the level of knowledgeof food handlers at Jalan Dr Mansur is moderate, followed by good knowledge and finally poor knowledge.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya, dapat saya menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul ‘GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAJI MAKANAN (FOOD HANDLER) PADA RUMAH-RUMAH MAKAN DI JALAN DR MANSUR TENTANG AMEBIASIS’.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang amat berperan penting di dalam memberikan bantuan dan dukungan baik secara moral mahupun materil. Tanpa sentuhan tangan dan pikiran mereka, KTI ini menjadi tumpukan yang tidak bererti. Untuk itu, pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1) Dosen pembimbing saya , dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes yang telah memberikan bimbingan dan arahanya.

2) Dosen penguji I 3) Dosen penguji II

4) Dosen-dosen dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran USU, dr Arlinda Sari Wahyuni, Mkes., dr. Rina Amelia, MARS dan dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, Mpd.Ked yang banyak memberikan tunjuk ajar.

5) Ibu bapa dan rakan-rakan atas doa dan dukungan moral.

Saya menyedari bahwa penyusunan KTI ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu, saya mengharapakan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan KTI ini. Semoga KTI ini dapat memberi manfaat pada kita semua.

Penang, 20 November 2010 Penyusun, (SITI HAFIZAH BINTI ZULKIPLY)


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR SINGKATAN... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 : PENDAHULUAN……….... 1

1.1.Latar belakang……….... 1

1.2.Rumusan Masalah……….. 2

1.3.Tujuan Penelitian……….... 2

1.3.1. Tujuan Umum………... 2

1.3.2. Tujuan Khusus………... 2

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Pengetahuan... 4

2.2. Penyaji makanan... 5

2.3. Amebiasis... 6

2.3.1 Morfologi... 6

2.3.2 Siklus hidup... 7

2.3.3. Patogenesis... 8

2.3.4. Gejala klinis……... 9

2.3.5 Cara penularan……... 10

2.3.6. Pencegahan... 11

BAB 3 : KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 13

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 13

3.2. Definisi Operasional... 13


(8)

BAB 4 : METODE PENELITIAN... 15

4.1. Rancangan Penelitian... 15

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 15

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 15

4.4. Metode Pengumpulan Data... 16

4.4.1. Data primer... 17

4.4.2 Uji Validitas dan reliabilitas... 17

4.5. Metode analisa data... 18

BAB 5 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 19

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 19

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden….……….. 19

5.3. Hasil Analisa Data………. 20

5.3.1. Etiologi amebiasis………. 20

5.3.2. Gejala klinis amebiasis……….. 20

5.3.3. Cara penularan amebiasis……….. 21

5.3.4. Cara pencegahan amebiasis……….. 21

5.3.5. Tingkat pengetahuan amebiasis……… 22

5.4. Pembahasan ……… 23

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN 26 6.1. Kesimpulan……… 26

6.2. Saran………. 26

DAFTAR PUSTAKA... 28

LAMPIRAN... 31

1. Kuesioner... 31

2. Pernyataan persetujuan... 34

3. Data induk responden... 35

4. Daftar riwayat hidup... 36

5. Data induk... 37

6. Output spss... 41


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin 19 5.2. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan

tentang etiologi amebiasis 20

5.3. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan

tentang gejala klinis amebiasis 20 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan

tentang cara penularan amebiasis 21 5.5. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan

tentang cara pencegahan amebiasis 21 5.6. Distribusi frekuensi keseluruhan tingkat pengetahuan penyaji


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(11)

DAFTAR SINGKATAN

WHO World health organization

DepKes RI departemen kesehatan republic indonesia

SPSS Statistical product and sevice solutions

IgA Immunoglobulin A

E histolytica Entamoeba histolytica

IFN-d interferon-d

NO nitrit oksida

TNF-α tumor necrosis factor-alpha

FK Fakultas kedokteran

Na+ ion natrium

K+ ion kalium


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner 31

2 Pernyataan persetujuan 34

3 Data induk responden 35

4 Daftar riwayat hidup 36

5 Data induk 37

6 Output SPSS 41


(13)

ABSTRAK

Amebiasis merupakan penyebab ketiga kematian akibat infeksi parasit di dunia, mengenai 50 juta orang per tahun, dan menyebabkan hampir 100,000 kematian. Penyaji makanan yang menderita amebiasis asimptomatis adalah sumber penularan terpenting penyakit ini. Indonesia dikatakan kawasan endemis amebiasis, dicatatkan sebanyak 10-18% kasus amebiasis terutamanya di kawasan sosioekonomis rendah, prevalensi tertinggi terjadi pada daerah tropis, keadaan sanitasi buruk dan status gizi yang kurang baik serta di mana strain virulensi E histolytica masih tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan penyaji makanan (food handler) di rumah-rumah makan di Jalan Dr Mansur, Medan tentang amebiasis.

Peneitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi

cross sectional. Populasi yang digunakan ialah penyaji makanan di rumah-rumah makan di Jalan Doktor Mansur, seramai 70 sampel yang bersetuju setelah diberikan penerangan tentang penelitian ini. Informasi diperoleh melalui kuesioner dengan menggunkaan alat ukur angket, dan analisis dilakukan dengan program SPSS dan data disediakan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahawa tingkat pengetahuan 36 dari 70 (51%) penyaji makanan tentang amebiasis adalah sedang, 28 (40%) adalah baik dan 6 orang responden (9%) yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan penyaji makanan di Jalan Dr Mansur adalah sedang, diikuti dengan tingkat pengetahuan baik dan akhir sekali tingkat pengetahuan buruk.


(14)

ABSTRACT

Amebiasis is the third cause of death related to parasitic infection in the world, involving 50 millions people annually, and cause about 100,000 deaths. Food handler who have asymptomatic amebiasis is the most important source of the diseases. Indonesia is said an amebiasis endemic region, with about 10-18% cases of amebiasis reported especially in low socioeconomic, high prevalence in tropics area, low sanitation and low nutritional status and in place where high virulence strain of E histolytica.

The objective of this research is to study the level of knowledge of food handlers in restaurants at Jalan Doktor Mansur, Medan about amebiasis.

This was a descriptive cross sectional study with samples of 70 food handlers who participate willingly after been told about details of the study. The data was taken by distributing questionnaires and finally the data has been analyzed by SPSS software. The results were prepared in distributive frequencies table.

The result of the study shows that 36 from 70 food handlers (51%) possess moderate knowledge of amebiasis, 28 respondents (40%) possess good knowledge and 6 respondents (9%) with poor knowledge.

From this study, we can conclude that the level of knowledgeof food handlers at Jalan Dr Mansur is moderate, followed by good knowledge and finally poor knowledge.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Amebiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica

dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Amebiasis merupakan penyebab ketiga kematian akibat infeksi parasit di dunia setelah malaria dan skistomiasis. Pada dasar global, amebiasis mengenai 50 juta orang per tahun, dan menyebabkan hampir 100,000 kematian (Dhawan, 2008).

Amebiasis terjadi di seluruh dunia, namun prevalensi tertinggi terjadi pada daerah tropis, negara berkembang dengan keadaan sanitasi buruk, status sosial ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik serta di mana strain virulensi E histolytica masih tinggi. Kebanyakan mortalitas dan morbiditas penyakit infeksi berlaku di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan Amerika Sentral. Prevalensi E histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar di antara 10-18% (Junita et al, 2006). Hanya ±10% penderita menjadi simptomatik dan berbeda simptomnya mengikut geografi. Prevalensi penderita asimptomatik berkisar sebanyak ±90%, namun berbeda prevalensinya mengikut geografi (Markel et al, 1999).

Persentase mortalitas bagi pasien dengan abses hepar nonkomplikasi adalah kurang dari 1%, manakala fulminan kollitis amebiasis lebih dari 50%. Pleuropulmonar amebiasis mempunyai persentase mortalitas 15-20%, perikarditis amebik pula sebanyak 40%. Amebiasis serebral mempunyai persentase yang paling tinggi iaitu 90% (Dhawan, 2008).

Di antara semua amebae intestinal, hanya entamoeba histolytica yang bersifat patogen dan signifikan terhadap kesehatan manusia. Protozoa ini juga merupakan penyebab utama disentri amebik (Yulfi, 2006).

Entamoeba histolytica ditransmisi terutamanya melalui fecal-oral secara direk, kontak orang ke orang seperti menukar lampin bayi dan praktis seksual oral-anal atau indirek melalui ingesti makanan atau minuman terkontaminasi. Faktor


(16)

transmisi fekal-oral ialah higine individu yang buruk terutama pada anak-anak yang dijaga di tempat penitipan anak-anak, kemudian institusi seperti penjara, rawat inap psikiatri, dan rumah anak yatim akibat displin kebersihan yang tidak terjaga. Faktor lain ialah kawasan water-borne epidemics, diare migrans dan wisatawan serta pria homoseksual yang melakukan kontak oral-anal.

Penyaji makanan ialah seseorang yang bertanggungjawab dalam menyajikan makanan, berperan penting dalam penularan amebiasis jika menderita amebiasis asimptomatis sehingga diperlukan higienis dan sanitasi yang baik dan etis sebagai usaha pencegahan. Atas dasar kenyataan tersebut di atas maka perlu diketahui gambaran pengetahuan penyaji makanan amebiasis (disentri ameba).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran pengetahuan penyaji makanan di rumah-rumah makan di Jalan dr Mansur kota Medan tentang Amebiasis?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penyaji makanan (food handler) pada rumah-rumah makan di Jalan dr Mansur Medan tentang amebiasis.

1.3.2Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui gambaran pengetahuan penyaji makanan tentang gejala klinis amebiasis.

2. Mengetahui gambaran pengetahuan penyaji makanan tentang cara penularan amebiasis

3. Mengetahui gambaran pengetahuan penyaji makanan tentang cara pencegahan amebiasis.


(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :

1. Menambahkan wawasan pengetahuan penyaji makanan di Jalan dr Mansur tentang tanda dan gejala, cara penularan serta cara pencegahan terhadap amebiasis.

2. Sebagai bahan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk upaya peningkatan dan perbaikan sistem surveilans epidemiologi serta dapat dirumuskan strategi yang efisien, efektif dan komprehensif dalam penanggulangan amebiasis di Kota Medan.

3. Sebagai informasi tambahan mengenai cara penularan, tanda dan gejala serta cara pencegahan terhadap amebiasis bagi peneliti lain.


(18)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyaji makanan

Menurut WHO yang dimaksudkan makanan adalah semua benda yang termasuk dalam diet manusia sama ada dalam bentuk asal atau sudah diolah. Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki, bebas dari pencemaran, bebas dari perubahan fisik atau kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.dan bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

Penyaji makanan adalah seseorang yang bertanggugjawab menyajikan makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi.

Pengertian higiene menurut Departemen Kesehatan (Depkes) adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu.

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merosak kesehatan.Hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi makanan adalah setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Tujuannya adalah mencegah pencemaran dari tubuh dan memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi.

Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersil yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya (Depkes, 1990).


(19)

2.2 Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : a. Tahu (know) diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension) harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application) diartikan apabila telah memahami objek, dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evalusi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ialah pengalaman yang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain, tingkat pendidikan yang dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang dan keyakinan. Selain itu, fasilitas seperti radio, televisi, majalah dan koran yang tersedia, penghasilan berhubungan dengan kemampuan untuk menyediakan fasilitas dan sosial budaya juga dapat mempengaruhi pengetahuan (Notoadmojo, 2007).


(20)

2.3 Amebiasis

Parasit adalah organisma yang mendapatkan makanan dan perlindungan dari organisma lain, dan mengambil semua keuntungan dari assosiasi ini. (Ghaffar, 2010). Protozoa intestinal terdiri atas amebae, flagellata dan cilliata, namun yang signifikan pada kesehatan manusia ialah Entamoeba histolytica (Amebae),

Balantidium coli (Ciliates), Giardia lamblia dan Trichomonas vaginalis (Flagellata) serta Cryptosporidium parvum dan Isospora belli (Sporozoa). Termasuk amebae intestinal adalah Entamoeba coli, Entamoeba histolytica, Entamoeba hartmanni, Endolimax nana, Iodomoeba butschlii, Dientamoeba fragillis dan Blastocystis hominis, namun hanya Entamoeba histolytica yang bersifat patogen, yang lainnya nonpatogen, dan juga merupakan penyebab utama disentri amebik. (Yulfi, 2006) Infeksi amebiasis pertama sekali didiskripsi oleh Fedor Losch pada 1875 dari tinja disentrai seorang penderita di St. Petersburg, Russia (Lacasse, 2009), dia menamakan organisma itu Amoeba coli (Dhawan, 2008). Pada tahun 1893 Quiche dan Roos menemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amebae yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli (Rasmaliah, 2003). Pada tahun 1980, Sir William Osler melaporkan kasus pertama amebiasis Amerika Utara, semasa dia mengobservasi amebae pada tinja dan cairan abses dari seorang

physician. Pada 1913, di Filipina, Walker dan Sellards mendokumentasi kista sebagai bentuk infektif E histolytica. Siklus hidup Entamoeba histolytica pula dipublikasi oleh Dobell pada 1925 (Lacasse, 2009).

2.3.1 Morfologi

Amebae berasal dari filum Sarcomastigophora, order Amoebida dan famili Amoebidae.

Terdapat dua bentuk Entamoeba histolytica iaitu bentuk invasif, disebut trofozoit yang aktif bergerak, makan dan berreproduksi namun tidak mampu bertahan


(21)

di luar tubuh hospes dan bentuk kista yang dorman, tahan tanpa makan dan bertanggungjawab pada transmisi infeksi manusia-ke-manusia (Yulfi H, 2006).

Habitat trofozoit ialah di usus besar. Di kolon, trofozoit mengubah diri ke bentuk kista yang lebih baik untuk ketahanan hidupnya (Dhawan, 2008). Rata-rata trofozoit berukuran 25mm, berkisar diantara 10-60mm. Ia mempunyai ektoplasma jernih dan mempunyai satu nukleus yang berukuran rata-rata 3mm hingga 5mm, ditandai dengan karyosom padat yang terletak di tengah, serta kromatin yang tersebar di pinggiran. Ia mempunyai sitoplasma bergranular dan mengandungi eritrosit, yang merupakan penanda penting untuk diagnosa. Amebae memiliki karakteristik umum berupa gerak ameboid yang ditimbulkan oleh alat gerak ektoplasma trofozoit yang lebar disebut, pseudopodia.

Ukuran rata-rata kista ialah 12mm, berkisar di antara 5-20mm dan mempunyai bentuk memadat mendekati bulat. Kista mempunyai 1-4 nuklei yang secara morfologi sama dengan nuklei trofozoit, namun tidak lagi dijumpai eritrosit dalam sitoplasma. (Dhawan, 2008). Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.

Prekista ialah bentuk peralihan dari trofozoit ke kista, di mana ektoplasma memendek dan di dalam sitoplasma tidak lagi dijumpai eritrosit. Bentuk ini dahulu,disebut bentuk minuta.

2.3.2 Siklus hidup

Siklus hidup Entamoeba histolytica terjadi apabila manusia tertelan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Makanan ini mengandungi bentuk infektif

Entamoeba histolytica iaitu metakista. Setelah tertelan, metakista akan mengalami eksistasi di ileum bahagian bawah dan menjadi trofozoit. Setiap kista menghasilkan delapan amebulae kecil, metakista trofozoit melalui pembelahan kedua sitoplasma dan nuklei trofozoit. Trofozoit yang matang, bentuk minuta dibentuk lagi melalui konstan belah pasang (binary fussion) di usus besar. Kemudian 90% dari minuta


(22)

mengalami ensistasi membentuk kista uninukleasi yang mengandungi bodi kromatoid dan vakuol glikogen besar. Kemudian membentuk kista dengan dua nuklei dan bodi kromatoid, seterusnya kista dengan empat nuklei atau metakista yang dilepaskan bebas bersama feces dan menjadi infeksius jika diingesti oleh manusia. Sebahagian bentuk minuta mungkin membentuk bentuk magna, yang menginvasi dinding usus dan melalui aliran darah, memasuki organ lain seperti hepar, paru, dan otak dan bisa membentuk abses (Louis, 2009).

2.3.3 Patogenesis

Kebanyakan trofozoit tetap tinggal di lumen usus besar, namun ada sebahagian yang menginvasi mukosa intestinal, masuk ke pembuluh darah (hematogen) dan berkembang di ekstraintestinal. E histolytica menyebabkan proteolisis. Lisisnya jaringan bisa menyebabkan terjadinya apoptosis sel-hospes (Alexandre, 2009). Invasi bermula dengan perlekatan Entamoeba histolytica pada mucin kolon, sel epitel dan leukosit. Perlekatan trofozoit dibantu lektin sebagai pelengket penghambat-galaktosa. Selepas perlengketan, trofozoit menginvasi epitelium kolon dan menghasilkan lesi ulseratif, tipikal khas amebiasis intestinal yaitu ukuran sentral pinhead dan pinggiran tinggi sebagai tempat masuk mukus, sel nekrotik dan amebae. Trofozoit melisiskan sel target dengan menggunakan lektin untuk bergabung dengan membran sel target dan menggunakan protein ionophorelike

untuk menggalakkan pengeluaran ion (Na+,K+,Ca+) dari sitoplasma sel target. Banyak hemolysin, dikode dengan plasmid (rDNA) dan sitotoksik pada sel mukosa intestinal, telah didiskripsi pada Entamoeba histolytica. Terdapat sisteine kinase ekstraselluler yang dapat menyebabkan destruksi proteolitik tisu, menghasilkan ulser berbentuk flask yang disebutkan oleh penyebaran lateral secara cepat oleh pembelahan amebae. Lesi ini mempunyai bukaan kecil melalui mukosa yang sempit ke submukosa yang mempunyai area nekrosis yang luas. Forbol ester dan activator C protein kinase menggalakkan aktivitas sitolitik parasit.


(23)

Trofozoit dari usus melaui vena portal, menyebabkan abses hepar yang dipenuhi dengan debris protein. Trofozoit Entamoeba histolytica melisiskan hepatosit dan juga neutrophil, ini menjelaskan sel inflammatorik yang terdapat pada abses hepar. Toksin neutrophil mungkin kontribusi pada nekrosis hepatosit. Abses hepar terjadi pada 5% penderita dengan amebiasis simptomatik intestinal dan 10 kali lebih banyak pada laki-laki usia 18-50 dibanding wanita.

Respons Immunoglobulin A (IgA) terhadap E histolytica terjadi semasa invasi. Cell mediated immunity penting bagi mengawal perjalanan penyakit dan mencegah pengulangan. Berlakunya respons blastogenik spesifik-antigen, yang menyebakan produksi limfokin, termasuk interferon-d (IFN-d) yang mengaktivasi kematian trofozoit E Histolytika melalui makrofag, ini bergantung pada kontak, jalur oksidatif, jalur nonoksidatif dan nitrit oksida (NO). Limfokin seperti tumor nekrosis faktor-alpha (TNF-α) mampu mengaktivasi aktivitas amebisidal neutrofil (Dhawan, 2008).

2.3.4 Gejala klinis

Gejala amebiasis bervariasi dari asimptomatik, parah dan kematian. 90% pesakit hanya mempunyai infeksi asimptomatik yang selalunya sembuh dalam 12 bulan. 10% lagi menjadi simptomatik amebiasis, dan hanya ± 4-10% berkembang menjadi kolitis atau ekstraintestinal amebiasis (Lacasse, 2009).Infeksi asimptomatik bertanggungjawab pada penularan parasit dengan kista yang terdapat pada tinja, penularan tidak terjadi oleh trofozoit karena akan dirusak oleh asam lambung.

Dosis infeksi, strain ameba, status nutrisi penderita yaitu tinggi karbohidrat, rendah protein dan keadaan flora intestinal adalah penentu kemajuan penyakit (Louis, 2009). Amebiasis lebih parah pada penderita yang sangat muda terutamanya neonatus, usia tua, penderita yang menerima kortikosteroid, wanita hamil dan postpartum, penderita malignansi dan penderita yang kurang gizi.

Karakteristik gejala klinis bagi amebiasis intestinal ialah asimptomatik, terkadang disertai tanda dan simptom ringan atau nonspesifik seperti flatulens,


(24)

konstipasi dan tinja encer, akut proktokilitis (disentri) yang dikarakteristik dengan kejang abdomen, tenesmus, dan tinja berdarah dan bermukus. Gejala primer amebiasis melibatkan sekum, apendiks dan kolon asendens (Markell, 1999). Manakala, gejala sekunder melibatkan katup iliosekal dan terminal ileum kemudian melibatkan kolon sigmoid dan rektum. Manifestasi di usus yang lain adalah seperti kollitis fulminan dengan perforasi, megakolon toksik, kolitis nondisenteri kronis, ameboma dan ulserasi perianal.

Ekstraintestinal amebiasis sering terjadi di hepar, paru dan otak. Abses hepar ditandai dengan tanda dan simptom demam, nyeri abdominal, dan penurunan berat badan, ruptur abses pula bisa mengakibatkan kematian. Bisa juga terjadi penyakit pleuropulmoner yang umumnya akibat penyebaran dari rupturnya abses hepar melalui hemidiafram kanan. Sekitar 10% penderita abses hepar berkembang menjadi pleuropulmoner amebiasis dengan tanda batuk, nyeri pleuritik dan dyspnea. Amebiasis serebral mempunyai onset yang cepat dan progresif kematian dalam 12-72 jam, penderita hadir dengan perubahan kesedaran dan tanda fokal neurologik. Selain itu, bisa terjadi peritonitis, perikarditis dan penyakit genitourinari yang bisa menyebabkan ulser genital dan amebiasis tuba fallopi(Lacasse, 2009).

2.3.5 Cara penularan

Amebiasis disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Umumnya, penularan amebiasis terjadi kerana makanan atau minuman yang terkontaminasi kista ameba. Penularan tidak terjadi oleh trofozoit karena akan dirusak oleh asam lambung. Kista dapat hidup lama dalam air (10 -14 hari). Dalam lingkungan yang dingin dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan terhadap Khlor yang terdapat dalam air kran dan kista akan mati pada suhu 50° C atau dalam keadaan kering.

Entamoeba histolytica juga ditransmisi direk melalui fekal-oral iaitu kontak orang ke orang seperti menukar lampin bayi dan praktis seksual oral-anal.


(25)

Kista infektif bisa dijumpai pada suplai air dan makanan yang sudah terkontaminasi dengan tinja dan tangan penyaji makanan (carrier) iaitu penderita amebiasis tanpa gejala klinis yang dapat megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari dan ini merupakan sumber penting infeksi. Akut disenteri amebik tidak memainkan peranan penting dalam transmisi amebiasis karena trofozoit tidak bisa bertahan lama di luar badan hospes.

Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoa (lipas), sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi yang disebabkan berbagai masalah, antara lain penyediaan air bersih, karena sumber air sering tercemar oleh sistem kumbahan yang bocor. Tidak adanya jamban menyebabkan defikasi disembarang tempat yang memungkinkan amoeba dapat dibawa oleh lalat atau kecoa dan pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat atau kecoa yang berperan sebagai vektor mekanik (Rasmaliah, 2003).

2.3.6 Pencegahan

Amebiasis dicegah dengan mengeradikasi kontaminasi feces pada makanan dan minuman melalui pembaikan sanitasi dan higienis. Kista tidak dapat dibunuh dengan sabun atau konsentrasi rendah klorin atau yodium, maka air di kawasan endemis harus dimasak lebih dari 1 minit dan sayuran harus dibersihkan dengan sabun detergen dan direndam di dalam asam asetat selama 10-15 minit sebelum konsumsi.

Bagi pencegahan amebiasis di persekitaran rumah, digalakkan mencuci tangan seluruhnya dengan sabun dan air yang mengalir selama lebih kurang 10 saat selepas menggunakan jamban atau selepas menukar lampin bayi dan sebelum menyaji makanan. Kamar mandi dan jamban harus dibersihkan selalu, beri perhatian lebih pada mangkuk jamban dan pipa. Hindari penggunaan bersama handuk atau pencuci muka. Selain itu, harus buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia


(26)

untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah ditempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat. Juga mengelakkan praktis seksual yang melibatkan kontak fekal-oral (Rasmaliah, 2003).

Untuk menurunkan angka sakit, maka perlu diadakan usaha jangka panjang berupa pendidikan kesehatan dan perbaikan sanitasi lingkungan dan usaha jangka pendek berupa penyuluhan kesehatan dan pembersihan kampung halaman secara serentak (gotong royong) dan juga dengan pengobatan massal ataupun individual.


(27)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka hal-hal yang hendak diteliti adalah tingkat pengetahuan penyaji makanan di rumah-rumah makan tentang amebiasis.

3.2 Definisi Operasional dan skala pengukuran

Definisi Operasional

1. Pengetahuan tentang amebiasis meliputi tanda dan gejalanya, penyebabnya, cara penularannya dan cara pencegahannya.

2. Pengetahuan tentang etiologi amebiasis digambarkan melalui pertanyaan no 1. 3. Pengetahuan tentang gejala klinis amebiasis digambarkan melalui pertanyaan 3 ,4

dan 7.

4. Pengetahuan tentang cara penularan amebiasis digambarkan melalui pertanyaan 9,10 dan 12.

• Pengetahuan tentang cara pencegahan amebiasis digambarkan melalui pertanyaaan 13, 14 dan 15.

Pengetahuan :

- Tanda dan gejala

-Cara penularan

-Pencegahan


(28)

• Cara ukur : Angket, pengetahuan dinilai dari 10 pertanyaan.

Ditentukan bahwa setiap jawaban yang

betul diberi nilai 1 dan jawaban yang salah dan juga jawaban tidak tahu diberi nilai 0.

• Alat ukur : Kuesioner

• Hasil Ukur : 1. Baik, apabila jawaban responden benar >75% dari nilai tertinggi. Responden harus menjawab sekurang-kurangnya 8 jawaban yang benar.

2. Sedang, apabila jawaban responden benar antara 40 - 75% dari nilai tertinggi. Responden harus menjawab 4-7 jawaban yang benar.

3. Kurang, apabila jawaban responden benar kurang dari 40% dari nilai tertinggi. Responden hanya mampu menjawab 0 - 3 jawaban yang benar.


(29)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study, dimana penelitian ini akan menggambarkan tentang gambaran pengetahuan penyaji makanan di rumah-rumah makan di Jalan Dr Mansur, Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ialah rumah-rumah makan di Jalan Dr Mansur, Medan. Lokasi ini dipilih karena terdapat banyak rumah makan dan juga terdapat banyak rumah kos sehingga rumah-rumah makan di sini mempunyai banyak pelanggan. Waktu membuat penelitian ialah pada bulan Juni sampai dengan bulan Augustus 2010.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ialah penyaji-penyaji makanan karena mereka adalah sumber penularan terpenting amebiasis, tidak dimasukkan koki karena mereka lebih sibuk dan sentiasa berada di dapur. Terdapat 83 rumah makan di sepanjang Jalan Dr. Mansur, dan setiap rumah makan, diambil 2 penyaji makanan untuk diuji, maka populasi yang didapatkan ialah 166. Jumlah ini dimasukkan di dalam rumus, dan dikirakan besar sampel. Kriteria inklusi ialah semua penyaji makanan di rumah makan di Jalan Dr Mansur, setiap rumah makan mempunyai lebih dari seorang penyaji makanan yang bekerja tetap dan sudah bekerja lebih dari sebulan supaya bisa menggambarkan kebiasaan penyajian makanan bagi rumah makan tersebut. Kriteria eksklusi ialah penyaji makanan yang bekerja sampingan dan baru mula bekerja yaitu, kurang dari sebulan.


(30)

Tehnik penarikan sampel yang digunakan ialah accidental sampling yang merupakan jenis non probability sampling.

Perkiraan besar sampel pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus dibawah ini (Notoatmodjo, 1993), dimana tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 0.1.

N n =

1 + N (d²)

Keterangan:

N = Jumlah Populasi

n = Besar Sampel

d² = Tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,1)

166

n =

1 + 166 (0,1²)

= 62.4

= 63

Maka, besar sampel minimum yang didapatkan bagi penelitian ini ialah 63.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Bagi mengumpul data, digunakan kuesioner sebagai alat ukur dan angket sebagai cara ukur, kerana mengambil kira jadwal penyaji makanan yang sibuk. Soalan-soalan yang akan ditanyakan termasuk pengetahuan tentang amebiasis, gejala klinis amebiasis, cara penularan amebiasis dan cara pencegahan amebiasis. Sebelum


(31)

kuesioner diedarkan, peneliti telah menerangkan tujuan dan konsekuensi penelitian kepada sebjuk penelitian, kemudian meminta persetujuan dan kesediaan ubjek untuk menjadi responden dalam penelitian. Setelah mengisi lembar kesediaan, subjek diberi kuesioner. Kemudian, dikirakan markah, dan ditentukan sama ada tingkat pengetahuan penyaji makanan baik, sedang ataupun kurang.

4.4.1 Data primer

Data untuk penelitian ini diperoleh lansung dari sumber data. Pengumpulan dilakukan dengan jawaban responden dari kuesioner yang disediakan.

4.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Dilakukan uji validitas dengan menggunakan korelasi Pearson, dengan menkorelasikan skor yang didapat dari jawaban yang diberikan responden pada kuesioner, dari setiap butir pertanyaan dengan skor total untuk setiap reponden. Kuesioner juga telah disahkan valid secara validity of content. Pengesahan ini telah dilakukan oleh dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes. Perbaikan sudah dilakukan menurut saranan yang diberikan dan disetujui untuk digunakan dalam penelitian. Dilakukan juga uji reliabilitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dengan rumus Koefision Reliabilitas Alpha.

Hasil Uji Validitas dan Realibilitas

Variabel Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.526 Valid 0.720 Reliabel

3 0.217 Validity

content

4 0.468 Valid Reliabel


(32)

9 0.625 Valid Reliabel

10 0.205 Validity

content

12 0.712 Valid Reliabel

13 0.601 Valid Reliabel

14 15

0.850 0.572

Valid Valid

Reliabel Reliabel

4.5 Metode Analisis Data

Data diperoleh dari penilaian jawaban kuesioner responden. Kemudian data diolah dengan bantuan sistem perangkat lunak program komputer SPSS. Setelah itu, dilakukan analisa dengan cara deskriptif dengan melihat persentase data yang terkumpul dan disajikan dalam tabel-tabel distribusi frekuensi.


(33)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional dengan menggunakan alat ukur kuesioner di rumah-rumah makan di Jalan Dr Mansyur, Medan. Jalan sepanjang lebih kurang 2 kilometer ini terdapat banyak rumah makan yang dikunjungi mahasiwa dan terdapat juga banyak rumah kos di sepanjang jalanan.

5.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Jumlah keseluruhan responden yang diambil ialah 70 orang. Pada setiap rumah makan yang diteliti, diambil 2 orang penyaji makan yang sudah bekerja tetap dan bekerja lebih dari sebulan untuk menjadi responden. Distribusi responden menurut jenis kelamin hampir sama banyak jumlah laki-laki dan perempuan (tabel5.1).

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 34 49

Perempuan 36 51


(34)

5.3 Hasil Analisa Data 5.3.1 Etiologi amebiasis

Gambaran tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang etiologi amebiasis digambarakn pada pertanyaan no 1. Bisa dilihat pada tabel di bawah ini dimana berdasarkan data yang didapat ternyata tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang etiologi amebiasis umumnya masih kurang (tabel 5.2.).

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang etiologi amebiasis

Etiologi Frekuensi Persentase

Benar 22 31

Salah 48 69

5.3.2 Gejala klinis amebiasis

Diare yang disertai darah dan lendir (disentri ameba) sebagai gejala klinis amebiasis yang ditanyakan pada pertanyaan no 3 sudah diketahui responden. Sedangkan adanya penderita amebiasis yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatis) yang ditanyakan pada pertanyaan no 4 belum begitu mereka ketahui. Komplikasi amebiasis iaitu kematian yang ditanyakan pada pertanyaan no 7 sudah diketahui responden. Tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang gejala klinis dan komplikasi dapat dilihat pada tabel 5.3.


(35)

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang gejala klinis amebiasis

No Gejala klinis

Benar Salah

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 Disentri ameba 58 83 12 17

2 Asimptomatis 15 21 55 79

3 Komplikasi-kematian 54 77 16 23

5.3.3 Cara penularan amebiasis

Distribusi tingkat pengetahaun penyaji makanan tentang cara penularan amebiasis bisa dilihat pada tabel 5.4. Penyaji makanan umumnya telah mengetahui tentang cara penularan terpenting amebiasis iaitu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi yang ditanyakan melalui pertanyaan no 9 dan juga mengenai kebersihan makanan, diri dan linkungan yang ditanyakan melalui pertanyaan no 12. Namum peranan mereka sebagai carrier yang ditanyakan melalui pertanyaan no 10 belum begitu difahami.

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang cara penularan amebiasis

No Cara penularan

Benar Salah

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 Makanan / minuman yang terkontaminasi

55 79 15 21

2 Penderita asimptomatis 34 49 36 51

3 Kebersihan makanan,


(36)

5.3.4 Cara pencegahan amebiasis

Gambaran tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang cara pencegahan amebiasis bisa dilihat pada tabel 5.5. Mayoritas responden sudah mengetahui pengelolaan makanan/minuman dengan higienis yang benar yang ditanyakan melalui pertanyaan no 14, memasak sehingga matang dan hindar kecoa dan lalat merupakan upaya pencegahan amebiasis.

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang cara pencegahan amebiasis

No Cara pencegahan

Benar Salah

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 Masak sehingga matang 56 80 14 20

2 Sanitasi dan higienis makanan

57 81 13 19

3 Cuci tangan, elak kecoa dan lalat

60 86 10 14

5.3.5 Tingkat pengetahuan

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi keseluruhan tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang amebiasis

Tingkat pengetahuan Jumlah responden Persentase

Baik (>75%) 28 40

Sedang (40-75%) 36 51

Kurang (<40%) 6 9


(37)

5.4 Pembahasan

5.4.1 Etiologi amebiasis.

Melalui hasil penelitian, didapati responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai etiologi amebiasis yaitu sebesar 69% dimana 48 orang responden memilih jawaban virus sebagai etiologi amebiasis. Untuk masalah ini, mereka lebih sering mendengar tentang perkataan virus dari Ameba, sedangkan Ameba adalah sejenis parasit dan bukannya virus. Amebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya

Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease) (Rasmaliah, 2003). Di antara semua ameba intestinal, hanya Entamoeba histolytica yang bersifat patogen dan signifikan terhadap kesehatan manusia. Protozoa ini juga merupakan penyebab utama disentri amebik (Yulfi, 2006). Berdasarkn pernyataan ini, adalah penting bagi penyaji makanan untuk mempunyai pengetahuan tentang etiologi amebiasis.

5.4.2 Gejala klinis amebiasis

Mayoritas responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang gejala amebiasis dimana 58 responden memilih sindroma disentri sebagai gejala amebiasis. Bahwa amebiasis dapat mengakibatkan kematian juga sudah banyak responden yang mengetahui tetapi hanya 15 orang responden mengetahui bahwa tidak semua penderita amebiasis memperlihatkan gejala. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Markel (1999) bahwa hanya 10% dari penderita amebiasis yang memperlihatkan gejala. Gejala klinis amebiasis terdiri dari intestinal amebiasis dan ekstraintestinal amebiasis. Intestinal amebiasis bisa mempunyai gejala tidak spesifik atau gejala ringan seperti flatulens, konstipasi dan tinja encer. Setengah bisa berkembang menjadi disenteri yang mempunyai karakterisitik kejang abdominal tenesmus dan tinja berdarah dan berlendir. Ekstraintestinal amebiasis terjadi dalam persentase yang rendah dan bisa melibatkan pelbagai organ temasuk hepar, paru dan otak. Abses hepar adalah manifestasi tersering ekstraintestinal amebiasis dan ruptur abses bisa


(38)

mengakibatkan kematian. Namun amebiasis serebral mempunyai onset yang cepat dan progresif kematian dalam hanya 12-72 jam (Lacasse, 2009).

5.4.3 Cara penularan amebiasis

Melalui hasil penelitian, didapati responden mempunyai pengetahuan yang baik mengenai cara penularan amebiasis. Dapat dilihat bahwa 55 responden mengetahui amebiasis bisa ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dan 61 responden mengetahui, sebagai penyaji makanan, mereka bisa menularkan amebiasis jika tidak menjaga kebersihan makanan, diri dan lingkungan. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa amebiasis disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Kista infektif bisa dijumpai pada suplai air dan makanan yang sudah terkontaminasi dengan tinja dan tangan penyaji makanan (carrier) yaitu penderita amebiasis tanpa gejala klinis yang dapat megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari dan ini merupakan sumber penting terjadinya infeksi. Kajian terdahulu menunjukkan 28% pekerja di sektor makanan disahkan positif mengidap amebiasis (Mohamed Nor Z, 2003). Penyaji makanan adalah sumber terpenting penularan amebiasis akibat kontak dengan makanan yang akan disajikan kepada khalayak ramai.

5.4.4 Cara pencegahan amebiasis

Tingkat pengetahuan responden tentang cara penularan amebiasis adalah baik yaitu 56 orang responden memilih cara memasak makanan sehingga matang bisa mencegah amebiasis. Mereka juga bersetuju bahawa menjaga sanitasi dan higienis makanan, mencuci tangan dan menjaga makanan dari lalat dan kecoa bisa mencegah amebiasis.

Amebiasis dicegah dengan mengeradikasi kontaminasi feces pada makanan dan minuman melalui perbaikan sanitasi dan higienis. Di Indonesia, amebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemis, dan terdapat penelitian yang menyatakan amebiasis di kawasan endemis ditularkan melalui penggunaan sumber air yang


(39)

terkontaminasi dengan feses yang mengandungi kista. Berdasarkan cara penyebaran protozoa usus ini, sumber air untuk kegunaan harian dan tempat dimana manusia membuang air besar adalah penting karena akan berdampak terhadap prevalensi infeksi protozoa usus (Yusof H, 2009). Maka air di kawasan endemis harus dimasak lebih dari 1 menit sebelum dikosumsi. Untuk pencegahan amebiasis di sekitar rumah, digalakkan mencuci tangan seluruhnya dengan sabun dan air yang mengalir selepas menggunakan jamban atau selepas menukar lampin bayi dan sebelum menyaji makanan (Rasmaliah, 2003). Menurut Kajian Askriwati (2009) tentang Penyakit amebiasis di Kalangan Masyarakat Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi didapati bahwa ada hubungan antara kasus penyakit amebiasis dengan indeks lalat, yaitu masih terdapatnya kasus penyakit amebiasis di Kecamatan Genteng ternyata diikuti dengan indeks lalat yang sedang. Artinya pencegahan lalat sebagai vektor amebiasis adalah penting untuk menurunkan angka sakit.

Berdasarakn Villanino et al (1992), 38% penyakit tertular makanan (foodborne disease) disebabkan oleh temperatur yang salah, 18% disebabkan oleh higienis buruk, 14% cara memasak yang salah , 13% alat masakan yang terkontaminasi, 5% dari bahan yang tidak selamat dan 9% lain-lain. Ini menunjukkan bahawa pentingnya pencegahan amebiasis yang disebut juga penyakit tertular makanan melalui memasak sehingga matang dan juga higienis yang baik.

5.4.5 Tingkat pengetahuan

Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemis. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10– 18 % (Junita A et al, 2006). Untuk menurunkan angka sakit, maka perlu diadakan usaha jangka panjang berupa pendidikan kesehatan dan perbaikan sanitasi lingkungan dan usaha jangka pendek berupa penyuluhan kesehatan dan pembersihan kampung halaman secara serentak (gotong royong) dan juga dengan pengobatan massal ataupun individual.


(40)

Setelah diolah data, ternyata persentase jawaban yang benar bagi menggambarkan tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang cara penularan dan cara pencegahan amebiasis lebih tinggi dari persentase jawaban yang benar bagi menggambarkan tingkat pengetahuan tentang gejala klinis amebiasis. Ini mungkin karena penyuluhan tentang higienis dan penyakit yang bisa ditularkan melalui makanan sudah meluas. Namun jenis penyakit dan gejala yang bisa ditimbulkan oleh penyakit itu masih kurang.


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1) Bagi tingkat pengetahuan tentang etiologi amebiasis, 69% (n=48) responden mempunyai pengetahuan yang kurang.

2) Bagi tingkat pengetahuan tentang gejala klinis amebaisis, 83% (n=58) responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang gejala disentri ameba, tetapi hanya 21% (n=15) responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang penderita asimptomasis amebiasis.

3) Bagi tingkat pengetahuan tentang cara penularan amebiasis, 79% (n=55) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang penularan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dan 49% (n=34) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang peran carrier dalam penularan amebiasis.

4) Bagi tingkat pengetahuan tentang cara pencegahan amebiasis, 81% (n=57) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang pentingnya higiene dan sanitasi yang baik dalam pengelolaan makan.

5) Berdasarkan data yang telah didapat di dalam penelitian ini tingkat pengetahuan responden secara keseluruhan tentang amebiasis pada penyaji makanan adalah sedang, 51%, 40% dengan tingkat pengetahuan baik dan hanya 9% yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang.

6.2 Saran

Peneliti menyarankan agar penelitian ini ditindak lanjuti dalam hal :

- Melakukan penyuluhan tentang amebiasis kepada penyaji-penyaji makanan karena mereka adalah sumber utama penularan.

- Mengkaji tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang gejala klinis dan komplikasi amebiasis setelah diberi penyuluhan.


(42)

- Mengkaji perilaku penyaji makanan yaitu sikap dan tindakan mereka terhadap cara pencegahan amebiasis, karena melalui penelitian ini sudah didapat tingkat pengetahuan penyaji makanan tentang cara pencegahan dan cara penularan amebiasis sudah baik. Hal ini amat terkait erat dengan kenyataan bahwa pengetahuan yang baik tidak dapat memastikan tindakan yang dilakukan akan baik pula.

- Mengkaji prevalensi penyakit amebiasis untuk melihat jika ada penurunan angka sakit setelah penyuluhan dilakukan.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Asrikawati, Devi S, 2009, Kajian tentang Penyakit Amebiasis di Kalangan Masyarakat Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi

Baron,S 1996, Medical Microbiology – NCBI Bookshelf

[Accessed 9 Maret 2010]

David C. D, 2008, Amebiasis, Available from :

Maret 2010]

Departemen KesehatanR.I,1990 ,No. 304 /menkes/PenIV/1989 tgl. 22 April 1989; tentang persyaratan kesehatan rumah makan dan restoran. Jakarta

Departemen R.I

Dhawan,V K 2008, Amebiasis (Pediatrics, General Medicine) Available from : February 2010]

DPDx, Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern, 2003 Centre for Disease Control and Prevention, CDC. Available from:

2010]


(44)

Ghaffar A, 2010, Parasitology Chapter One Intestinal and Luminal Protozoa, Microbiology and Immunology on-line, University of South Carolina School of Medicine, Available from :

2010]

Haque,R, Huston C. D., Hughes,M, Houpt,E, Petri W.A., 2003, Amebiasis – The NewEngland Journal of Medicine. Available from :

Heymann DL, 2004, Amebiasis, Control of communicable diseases manual. 18th ed.Washington D.C.: American Public Health Association; 11–5.

Junita A, Widita H, Soemohardjo S, 2006, Beberapa Kasus Abses Hati Amuba, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar,Bagian llmu Penyakit Dalam RSU Mataram

Lacasse, A, 2009. Amebiasis (Infectious Diseases). Available from : February 2010]

Limbah B3 dan non B3 Solusi- PT. Tenang Jaya Sejahtera 2009, Penyajian Makanan (Prinsip Food Hygiene), Available from :

Markell EK, John DT, and Wojciech KA, 1999. Markell and Voge’s Medical Parasitology, 8th edition. W.B. Saunders Company, Philadelphia, 25-43


(45)

Mohamed Nor Z, 2003, Amebiasis Ekstraintestinal di Kalangan Pesakitdi PPUM : Satu Kajian Serologi, Jabatan Parasitologi, FAkulti Perubatan Universiti Malaya

Notoadmojo, S, 2007. Konsep perilaku dan perilaku kesehatan In : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta, 139-142

Rasmaliah, 2003, Epidemiologis Amebiasis dan Upaya Pencegahannya, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara

Ravdin JI, Stauffer WM.2005 Entamoeba histolytica(amoebiasis). Principles and Practice of Infectious Diseases. 6th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 3097–111.

Richard D. Pearson, 2007, Amebiasis Parasitic Infections, Merck Manual. Available from : [Accessed 9 Maret 2010]

Ward H, 2004, Intestinal Protozoa, Division of Geographic Medicine and Infectious Diseases, Tufts- New England Medical Center

Web Atlas of Medical Parasitology, 2002, Entamoeba Histolytica, Available from:

Yulfi H, 2006, Protozoa Intestinalis.

Yusof H, Abd Ghani MK, 2009, Infeksi Entamoeba histolytica di Kalangan

Kanak-kanak Orang Asli di Pos Lenjang, Pahang, Jurnal Sains Kesehatan


(46)

LAMPIRAN Lampiran 1

KUESIONER

1. Apakah itu disentri ameba ?

A. Infeksi yang disebabkan oleh Ameba (Entamoeba histolytica) (1) B. Infeksi yang disebabkan oleh virus (0)

C. Tidak tahu (0)

2. Organ manakah yang merupakan habitat (tempat hidup) parasit ini?

A. Ginjal (0) B. Usus (1) C. Tidak tahu (0)

3. Gejala tersering disentri ameba ialah?

A. Disentri (mencret berdarah dan berlendir) (1) B. Sesak nafas (0)

C. Tidak tahu (0)

4. Apakah semua penderita disentri ameba mengalami gejala (terlihat sakit)?

A. Ya (0) B. Tidak (1) C. Tidak tahu (0)

5. Penderita disentri ameba manakah yang akan menunjukkan gejala yang lebih berat?

A. Penderita yang sangat muda atau usia tua, hamil dan setelah melahirkan, penderita kanker (penyakit keganasan) (1)

B. Penderita yang mempunyai gizi yang bagus dan daya tahan tubuh yang kuat (0)


(47)

C. Tidak tahu (0)

6. Organ apa saja bisa terlibat dalam penyebaran disentri ameba sehingga menimbulkan tanda dan gejala?

A. Hati dan otak (1) B. Ginjal dan limpa (0) C. Tidak tahu (0)

7. Menurut anda, apakah disentri ameba bisa menyebabkan kematian?

A. Ya (1) B. Tidak (0) C. Tidak tahu (0)

8. Penyebaran disentri ameba di organ manakah yang paling banyak menyebabkan kematian?

A. Usus (0) B. Otak (1) C. Tidak tahu (0)

9. Bagaimanakah cara penularan terpenting disentri ameba?

A. Melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (1) B. Melalui jarum suntik (0)

C. Tidak tahu (0)

10.Menurut anda, siapakah yang menjadi sumber penularan tanpa disadarinya?

A. Penderita yang mempunyai gejala (0) B. Penderita yang tidak menunjukkan gejala (1) C. Tidak tahu (0)


(48)

11.Serangga apakah yang bisa menularkan penyakit ini?

A. Tikus (0)

B. Lalat dan kecoa (1) C. Tidak tahu (0)

12.Bagaimanakah penyaji makanan bisa menularkan penyakit ini?

A. Tidak menjaga kebersihan makanan, diri dan lingkungan (1) B. Menggunakan resep memasak yang dibuat sendiri (0) C. Tidak tahu (0)

13.Apakah cara memasak yang benar?

A. Memasak setengah matang (0) B. Masak sehingga matang (1) C. Tidak tahu (0)

14.Apakah cara pencegahan yang paling penting dilakukan oleh penyaji makanan?

A. Menjaga sanitasi dan higienis makanan (1) B. Memasak makanan yang sedap dan populer. (0) C. Tidak tahu (0)

15.Apakah ciri-ciri higienis yang benar?

A. Mencuci tangan, menjaga makanan dari dimasuki lalat dan kecoa (1) B. Menggunakan rempah makanan yang berkualiti. (0)


(49)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

(Informed Consent)

Saya Siti Hafizah binti Zulkiply / NIM 070100413 adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang melaksanakan penelitian yang berjudul ‘Gambaran pengetahuan penyaji makanan (food handler) pada rumah-rumah makan di Jalan dr. Mansur Medan tentang amebiasis. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Block Community Research Programme.

Untuk keperluan tersebut, saya mohon kesediaan ibu/bapak untuk menjadi responden kuesioner dalam penelitian ini dan menjawab soalan dengan jujur dan apa adanya. Hasil penelitian ini tidak akan dipublikasikan, hanya diambil sebagai masukan data bagi penelitian saya.

Medan, Mei 2010

Responden, Peneliti.


(50)

LAMPIRAN Lampiran 2

DATA INDUK RESPONDEN

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Alamat :

Nama rumah makan :

Pengalaman bekerja :


(51)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Lampiran 3

Nama : Siti Hafizah Binti Zulkiply

Tempat / Tanggal Lahir : Melaka, Malaysia / 3 disember 1988 Agama : Islam

Alamat : No 13, Jalan Bayan 5, Taman Bukit Katil, 75450, Bukit Katil, Melaka

Riwayat pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Taman Paroi Jaya 1995-1997 2. Sekolah Kebangsaan Serkam1997-2000

3. Sekolah Menengah Agama Sharifah Rodziah 2001 - 2003

4. Sekolah Menengah Sains Muzaffar Syah 2004 - 2005 5. Kolej Matrikulasi Melaka 2006

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru FKUSU, Medan

2. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia

Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia seIndonesia (PKPMI).


(52)

2. Ahli Persatuan Mahasiswa Malaysia USU (PM-USU)


(53)

OUTPUT SPSS

jenkel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

L 34 49.0 49.0 49.0

P 36 51.4 51.4 100.4

Total 70 100.0 100.0

soal1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 48 68.6 68.6 68.6

1 22 31.4 31.4 100.0

Total 70 100.0 100.0

soal3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 12 17.1 17.1 17.1

1 58 82.9 82.9 100.0


(54)

soal4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 55 78.6 78.6 78.6

1 15 21.4 21.4 100.0

Total 70 100.0 100.0

soal7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 16 22.9 22.9 22.9

1 54 77.1 77.1 100.0

Total 70 100.0 100.0

soal9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 15 21.4 21.4 21.4

1 55 78.6 78.6 100.0


(55)

soal10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 36 49.3 51.4 51.4

1 34 46.6 48.6 100.0

Total 70 95.9 100.0

soal12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 9 12.3 12.9 12.9

1 61 83.6 87.1 100.0

Total 70 95.9 100.0

soal13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 14 19.2 20.0 20.0

1 56 76.7 80.0 100.0


(56)

soal14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 17.8 18.6 18.6

1 57 78.1 81.4 100.0

Total 70 95.9 100.0

soal15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 13.7 14.3 14.3

1 60 82.2 85.7 100.0

Total 70 95.9 100.0

hasil

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

baik 28 40.0 40.0 40.0

kurang 6 8.6 8.6 48.6

sedang 36 51.4 51.4 100.0


(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Lampiran 3

Nama : Siti Hafizah Binti Zulkiply

Tempat / Tanggal Lahir : Melaka, Malaysia / 3 disember 1988

Agama : Islam

Alamat : No 13, Jalan Bayan 5, Taman Bukit Katil, 75450, Bukit

Katil, Melaka

Riwayat pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Taman Paroi Jaya 1995-1997

2. Sekolah Kebangsaan Serkam1997-2000

3. Sekolah Menengah Agama Sharifah Rodziah 2001 -

2003

4. Sekolah Menengah Sains Muzaffar Syah 2004 - 2005

5. Kolej Matrikulasi Melaka 2006

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru FKUSU,

Medan

2. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia

Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia

seIndonesia (PKPMI).


(2)

2. Ahli Persatuan Mahasiswa Malaysia USU (PM-USU)


(3)

OUTPUT SPSS

jenkel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

L 34 49.0 49.0 49.0

P 36 51.4 51.4 100.4

Total 70 100.0 100.0

soal1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 48 68.6 68.6 68.6

1 22 31.4 31.4 100.0

Total 70 100.0 100.0

soal3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 12 17.1 17.1 17.1

1 58 82.9 82.9 100.0


(4)

soal4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 55 78.6 78.6 78.6

1 15 21.4 21.4 100.0

Total 70 100.0 100.0

soal7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 16 22.9 22.9 22.9

1 54 77.1 77.1 100.0

Total 70 100.0 100.0

soal9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 15 21.4 21.4 21.4

1 55 78.6 78.6 100.0


(5)

soal10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 36 49.3 51.4 51.4

1 34 46.6 48.6 100.0

Total 70 95.9 100.0

soal12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 9 12.3 12.9 12.9

1 61 83.6 87.1 100.0

Total 70 95.9 100.0

soal13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 14 19.2 20.0 20.0

1 56 76.7 80.0 100.0


(6)

soal14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 17.8 18.6 18.6

1 57 78.1 81.4 100.0

Total 70 95.9 100.0

soal15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 13.7 14.3 14.3

1 60 82.2 85.7 100.0

Total 70 95.9 100.0

hasil

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

baik 28 40.0 40.0 40.0

kurang 6 8.6 8.6 48.6

sedang 36 51.4 51.4 100.0