Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Guru-Guru SD di Kecamatan Medan Selayang Terhadap Penatalaksanaan Gigi Avulsi

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN

GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN

MEDAN SELAYANG TERHADAP

PENATALAKSANAAN

GIGI AVULSI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ARTAULI OCTAVIANA MANIK

NIM: 110600052

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2015

Artauli Octaviana Manik

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Guru-Guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap Penatalaksanaan Gigi Avulsi.

x + 40 halaman

Gigi avulsi merupakan salah satu kasus traumatik pada anak-anak dengan tanda-tanda gigi lepas dari soketnya dalam keadaan utuh. Kelompok usia 7-10 tahun merupakan kelompok usia yang paling sering mengalami gigi avulsi. Penatalaksanaan kasus gigi avulsi adalah dengan melakukan replantasi pada gigi tersebut.Prognosis dari replantasi dapat dikatakan baik jika penatalaksanaan gigi avulsi baik. Namun, banyak penelitian mengatakan bahwa guru-guru memiliki pengetahuan yang sedikit untuk menangani kasus trauma dental. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap penatalaksanaan gigi avulsi, untuk mengetahui penyebab utama dari kasus gigi avulsi pada anak SD di Kecamatan Medan Selayang dan untuk mengetahui media yang sering digunakan oleh guru SD ketika terjadi gigi avulsi pada anak-anak SD di Kecamatan Medan Selayang. Penelitian ini merupakan penelitian survey analisis dengan cara membagikan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang penatalaksanaan gigi avulsi, 2 pertanyaan tentang tingkat pengetahuan guru SD dan 3 pertanyaan untuk melihat prevalensi dari suatu kejadian. Selanjutnya, hasil yang didapat dari kuesioner diolah secara komputerisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 93% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dan penatalaksanaan dengan kategori kurang baik. Sebanyak 7% guru termasuk ke


(3)

dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dengan penatalaksanaan yang berkategori baik. Selain itu, sebanyak 89,2% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori kurang baik dan sebanyak 10,8% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori baik. Kemudian, sebanyak 64,3% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksaan yang berkategori kurang baik dan sebanyak 35,7% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksanaan berkategori baik. Dari hasil penelitian yang didapat oleh peneliti disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan guru-guru terhadap penatalaksanaan gigi avulsi pada anak (p=0,006). Daftar rujukan : 23 (1995-2014)


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 27 April 2015

Pembimbing : Tanda Tangan

Hendry Rusdy, drg., Sp. BM., M. Kes ……… NIP. 198005172003121005


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 27 April 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Isnandar, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes 2. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.

Rasa terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada orangtua yang sangat penulis sayangi, Jaditua Manik dan Lestarina Saragih serta adik-adik yang disayangi, Golda Emeralda Maulita Manik, Sarah Angela Manik dan Ray Alexander Martuahman Manik yang selalu menghibur, memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi.

Dalam penulisan laporan hasil penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

2. Hendry Rusdy, drg., Sp.BM., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan arahan, tenaga, saran dan motivasi kepada penulis selama proses pembuatan skripsi berlangsung

3. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) selaku dosen pembimbing akademik atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial atas bantuan yang diberikan sehingga laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik

5. Kepala Sekolah Dasar yang berada di Kecamatan Medan Selayang yang telah memberikan izin kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik


(7)

6. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam melakukan analisis secara statistik dalam penulisan laporan hasil penelitian ini

Penulis juga tak lupa menyampaikan terima kasih kepada sahabat-sahabat terutama Lulu Fanty, Jessica Renata, Octavina, Dina Naulita, Frischa Novita, Khaera Cameliya, Agnes Siagian, Dytha Debrina, Beverly dan Disti Nurcahyati serta teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam penulisan laporan hasil penelitian ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik segala kalangan, baik fakultas, universitas maupun masyarakat.

Medan, 27 April 2015 Penulis,

(Artauli Octaviana Manik) NIM : 110600052


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Hipotesa Penelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ... 5

2.2 Trauma Dental ... 9

2.3 Gigi Avulsi... 11

2.3.1 Definisi ... 11

2.3.2 Etiologi ... 11

2.3.3 Gambaran Klinis ... 11

2.3.4 Penatalaksanaan... 12


(9)

2.3.5 Perawatan ... 15

2.3.5.1 Replantasi Segera ... 16

2.3.5.2 Replantasi dalam Waktu satu Jam Setelah Avulsi ... 16

2.3.5.3 Replantasi Lebih dari Satu Jam Setelah Avulsi... 18

2.3.6 Replantasi Avulsi Gigi ... 18

2.4 Kerangka Teori ... 20

2.5 Kerangka Konsep ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2.1 Tempat penelitian ... 22

3.2.2 Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi ... 22

3.4 Sampel... 22

3.4.1 Kriteria Sampel... 22

3.4.2 Besar Sampel ... 23

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 24

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 24

3.7.1 Pengolahan Data ... 24

3.7.2 Analisis Data... 25

3.8 Pengukuran Data ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran responden... 27

4.2 Prevalensi guru SD yang pernah menemukan kasus gigi avulsi pada anak ... 27

4.3 Persentase distribusi pengetahuan guru SD terhadap gigi avulsi pada anak ... 28

4.4 Penatalaksanaan gigi avulsi pada anak ... 28

4.5 Hubungan tingkat pengetahuan guru SD terhadap penatalaksanaan gigi avulsi... 30

4.6 Penyebab terjadinya gigi avulsi pada anak ... 30

4.7 Media yang digunakan ketika terjadi gigi avulsi sebelum dibawa ke dokter gigi ... 31


(10)

BAB 5 PEMBAHASAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 36 6.2 Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Variabel dan Definisi Operasional ... 24 2 Kategori Nilai Pengetahuan ... 25 3 Karakteristik responden guru Sekolah Dasar di Kecamatan

Medan Selayang ... 27 4 Prevalensi guru-guru yang pernah menemukan kasus gigi avulsi,

gigi yang sering terkena dan pada kelas berapa gigi avulsi pada

anak sering ditemukan (n= 165) ... 28 5 Pengetahuan guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap

bentuk dan penyebab gigi avulsi pada anak (n=165) ... 28 6 Penatalaksanaan gigi avulsi pada anak di Kecamatan Medan

Selayang (n=165) ... 29 7 Hubungan pengetahuan guru SD terhadap penatalaksanaan gigi

avulsi pada anak ... 30 8 Pengetahuan guru SD terhadap penyebab terjadinya gigi avulsi

pada anak ... 31 9 Pengetahuan guru SD terhadap media yang digunakan saat terjadi


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Jadwal Kegiatan

Lampiran 3 Rencana Anggaran Penelitian Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Gambaran tingkat pengetahuan gigi avulsi pada guru-guru SD Lampiran 6 Hasil uji statistik


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2015

Artauli Octaviana Manik

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Guru-Guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap Penatalaksanaan Gigi Avulsi.

x + 40 halaman

Gigi avulsi merupakan salah satu kasus traumatik pada anak-anak dengan tanda-tanda gigi lepas dari soketnya dalam keadaan utuh. Kelompok usia 7-10 tahun merupakan kelompok usia yang paling sering mengalami gigi avulsi. Penatalaksanaan kasus gigi avulsi adalah dengan melakukan replantasi pada gigi tersebut.Prognosis dari replantasi dapat dikatakan baik jika penatalaksanaan gigi avulsi baik. Namun, banyak penelitian mengatakan bahwa guru-guru memiliki pengetahuan yang sedikit untuk menangani kasus trauma dental. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap penatalaksanaan gigi avulsi, untuk mengetahui penyebab utama dari kasus gigi avulsi pada anak SD di Kecamatan Medan Selayang dan untuk mengetahui media yang sering digunakan oleh guru SD ketika terjadi gigi avulsi pada anak-anak SD di Kecamatan Medan Selayang. Penelitian ini merupakan penelitian survey analisis dengan cara membagikan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang penatalaksanaan gigi avulsi, 2 pertanyaan tentang tingkat pengetahuan guru SD dan 3 pertanyaan untuk melihat prevalensi dari suatu kejadian. Selanjutnya, hasil yang didapat dari kuesioner diolah secara komputerisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 93% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dan penatalaksanaan dengan kategori kurang baik. Sebanyak 7% guru termasuk ke


(14)

dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dengan penatalaksanaan yang berkategori baik. Selain itu, sebanyak 89,2% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori kurang baik dan sebanyak 10,8% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori baik. Kemudian, sebanyak 64,3% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksaan yang berkategori kurang baik dan sebanyak 35,7% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksanaan berkategori baik. Dari hasil penelitian yang didapat oleh peneliti disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan guru-guru terhadap penatalaksanaan gigi avulsi pada anak (p=0,006). Daftar rujukan : 23 (1995-2014)


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Trauma dental sering kita temukan pada anak-anak dari usia 8-11 tahun. Biasanya kasus trauma dental terjadi ketika melakukan aktivitas di luar rumah seperti bermain sepeda, olahraga, makan makanan yang keras, serta kecelakaan saat berkendara.1 Contoh dari trauma dental diantaranya adalah gigi avulsi, luksasi pada gigi, gigi intrusi atau gigi ekstrusi.2

Gigi avulsi merupakan salah satu kasus traumatik pada anak-anak dengan tanda-tanda gigi lepas dari soketnya dalam keadaan utuh.3 Kelompok usia 7-10 tahun merupakan kelompok usia yang paling sering mengalami gigi avulsi.4 Penatalaksanaan kasus gigi avulsi adalah dengan melakukan replantasi pada gigi tersebut. Supaya proses replantasi berhasil harus diperhatikan faktor-faktor seperti lamanya gigi keluar dari soket dan media penyimpanan yang dilakukan.5

Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa 48% dari trauma dental didapatkan anak saat jam sekolah dan 52% didapatkan anak saat waktu luang ketika sedang bermain di sekitar rumah. Dari penelitian tersebut 8% kecelakaan terjadi ketika anak sedang berolahraga, 10% terjadi di jalan raya, dan 50% ketika anak-anak bermain sepeda.6 Menurut International Association of Dental Traumatology, cedera paling sering terjadi pada usia 7-15 tahun, dimana insidensi kasus gigi avulsi dua kali lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.7 Sementara di Denmark, dilakukan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat 30% kasus trauma pada gigi sulung dan 22% pada gigi permanen. Dari seluruh kasus trauma gigi, akibat yang paling sering dijumpai adalah goyangnya gigi, intrusi dan avulsi gigi.6

Hasil statistik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat lima juta kasus gigi avulsi di setiap tahunnya. Kurang lebih sekitar 25% berasal dari peserta


(16)

latihan militer dan anak-anak sekolah. Prevalensi gigi avulsi pada anak-anak sekolah mencapai 0,5 sampai 16% dari keseluruhan kasus traumatik gigi. Penyebabnya seperti bermain sepak bola, bola basket, berkelahi dan kecelakaan mobil.8

Dari berbagai penelitian-penelitian yang dilakukan, rumah dan sekolah adalah tempat yang paling sering terjadinya trauma dental. Ketika terjadi trauma dental peran orangtua dan guru sangat dibutuhkan, terutama pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua dan guru-guru dalam mengatasi trauma dental karena akan mempengaruhi tindakan dan prognosis pada giginya. Namun, banyak penelitian mengatakan bahwa guru-guru memiliki pengetahuan yang sedikit untuk menangani kasus trauma dental.9

Berdasarkan hasil penelitian ke sekolah dasar di Casablanca, Maroko, dari 501 guru-guru terdapat 44,5% responden yang menyatakan bahwa mereka berpengalaman dalam mengatasi kasus gigi avulsi yang terdapat di sekolah mereka. Pada kasus gigi avulsi, terdapat 16,2% responden yang akan membawa anak langsung ke dokter gigi, 64,3% akan memanggil orangtua dari anak yang mengalami gigi avulsi dan 3,1% responden tidak melakukan apa-apa. Dari seluruh responden, hanya 50,9% yang akan mencuci gigi tersebut jika terjadi gigi avulsi dimana larutan yang paling sering digunakan adalah air minum yaitu sebesar 40,8%. Selain air minum, ada juga yang menggunakan antiseptik sebesar 14,9%, obat gigi sebesar 5,1%, air garam 3,52%, alkohol 1,18% dan larutan lain seperti susu, formalin dan bikarbonat sebesar 7,05%. Selain itu, sebanyak 57,3% reponden menyatakan bahwa gigi disimpan didalam medium yang basah, 6,2% menggunakan kertas, 3% menggunakan es dan 2,8% menggunakan saliva. Untuk larutan yang digunakan pada medium yang basah, terdapat 24,74% menggunakan air minum, 21,95% menggunakan susu, 19,52% menggunakan air es, 17,77% menggunakan antiseptik, 14,98% menggunakan serum dan 1,04% menggunakan saliva (di dalam mulut anak).10

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap guru-guru sekolah dasar di luar negeri mengenai pengetahuan tentang penatalaksanaan gigi avulsi, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di Medan, Indonesia. Guru Sekolah Dasar dijadikan sampel karena selain di rumah, anak-anak sebagian besar melakukan aktivitasnya ketika berada di sekolah.9


(17)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pengetahuan guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap penatalaksanaan gigi avulsi?

2. Apa penyebab gigi avulsi yang paling sering ditemukan pada anak-anak SD di Kecamatan Medan Selayang?

3. Apa media yang paling sering digunakan oleh guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang jika terjadi gigi avulsi?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap penatalaksanaan gigi avulsi

2. Untuk mengetahui penyebab utama dari kasus gigi avulsi pada anak SD di Kecamatan Medan Selayang

3. Untuk mengetahui media yang sering digunakan oleh guru SD ketika terjadi gigi avulsi pada anak-anak SD di kecamatan medan Selayang

1.4Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara tingkat pengetahuan guru-guru sekolah dasar terhadap penatalaksanaan gigi avulsi

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Menjadi sumber informasi bagi masyarakat mengenai gigi avulsi sertapenatalaksanaannya.

2. Menjadi sumber informasi bagi instansi pelayanan kesehatan khususnya dokter gigi supaya memberikan edukasi kepada masyarakat tentang penatalaksanaan gigi avulsi.


(18)

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan sebagai sumber informasi tambahan untuk penelitian lebih lanjut mengenai kasus gigi avulsi.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah sikap tahu seseorang yang terjadi setelah melakukan pengindraan berupa indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba terhadap suatu objek tertentu. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut ensiklopedia bebas berbahasa, secara sederhana pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh manusia tentang benda, sifat, keadaan dan harapan-harapan.11

Pada tahun 1956, Benyamin S. Bloom, dkk mengembangkan tujuan pendidikan ke dalam tiga ranah, yaitu: kognitif (berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berpikir), afektif (berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri) dan psikomotor (berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang dan mengoperasikan mesin).12,13 Ketiga hal ini dipublikasikan dengan judul “Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of educational Goals”, yang biasa dikenal dengan nama Taksonomi Bloom. Taksonomi ini menunjukkan bahwa terdapat 6 buah tingkatan knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation .13

Dalam psikologi belajar ada komponen penting yang perlu mendapat perhatian juga disamping aspek kognitif, khususnya proses kognitif. Aspek tersebut adalah komponen pengetahuan. Masing-masing pengetahuan memiliki ciri-ciri penting yang perlu diperhatikan ketika mempelajarinya karena mungkin saja terdapat ciri-ciri yang sama dalam dua ilmu yang berbeda. Maka dari itu terdapat revisi taksonomi Bloom (taksonomi tujuan pendidikan) menjadi taksonomi belajar, mengajar dan asesmen yang diperkenalkan oleh Anderson dan Krathwhol.


(20)

Taksonomi tersebut direpresentasikan dalam dua dimensi yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan.13

a. Dimensi proses kognitif

Pada dimensi ini terdapat 6 buah tingkatan, yaitu:13,14 1. Mengingat (Remember)

Proses mengingat melibatkan pengembalian kembali pengetahuan yang dapat dihubungkan dari ingatan jangka panjang (long-term memory). Proses kognitif yang termasuk di dalam kategori ini adalah recognizing atau identifying dan recalling atau retrieving. Contoh bentuk penilaian yang sering digunakan untuk proses kognitif ini adalah “benar-salah”, pilihan ganda, menjodohkan dan mengisi titik-titik.

2. Mengerti (Understand)

Seseorang dapat dikatakan mengerti jika mereka mampu membentuk suatu makna yang berasal dari pesan-pesan yang disampaikan ketika proses pengajaran yang dilakukan secara lisan, tertulis maupun grafik. Selain itu, seseorang dapat dikatakan sudah paham jika mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang selama ini dimilikinya. Proses kognitif yang termasuk di dalam kategori ini adalah menginterpretasi (interpreting), mengilustrasikan (exemplifying), mengklasifikasi (classifying), summarizing, membandingkan (comparing) dan menjelaskan (explaining).

3. Mengaplikasikan (Apply)

Kategori ini melibatkan penggunaan prosedur untuk melakukan latihan atau memecahkan masalah, sehingga pengaplikasian berhubungan erat dengan pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Kategori ini terdiri atas dua buah proses kognitif yaitu menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

Dalam proses executing, seseorang menerapkan prosedur yang telah ia hafal ke dalam tugas yang sudah dikenalinya. Contohnya adalah latihan. Seseorang diberikan sebuah rumus dan ia harus mampu menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan rumus tersebut, sedangkan dalam proses implementing, terjadi proses penyeleksian prosedur yang telah dimiliki. Oleh karena itu, seseorang harus


(21)

memahami persoalan yang sedang dihadapinya dan memahami sampai sejauh mana prosedur yang sudah dimiliki mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.

4. Menganalisis (Analyze)

Kategori ini melibatkan pemecahan materi ke dalam bagian-bagian penyusunnya dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan satu sama lain.13 Proses menganalisis mencakup proses kognitif membedakan (differentiating), mengorganisasikan (organizing) dan menguraikan (attributing).

5. Mengevaluasi (Evaluate)

Mengevaluasi adalah sebuah aktifitas yang memberikan penilaian berdasarkan kriteria atau standar. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, keefektifan, efisiensi dan konsistensi. Kategori ini mencakup proses kognitif checking (penilaian tentang konsistensi internal) dan critiquing (penilaian berdasarkan kriteria eksternal).

6. Menciptakan (Create)

Proses menciptakan melibatkan aktivitas yaitu meletakkan unsur-unsur yang secara serempak memberikan suatu fungsi atau membentuk suatu koherensi. Proses-proses yang terkait dengan menciptakan dikoordinasikan dengan pengalaman awal yang dimiliki oleh siswa. Meskipun kategori menciptakan membutuhkan berpikir kreatif, tetapi seseorang tidak sepenuhnya dapat bebas dalam mengekspresikan kreatifitasnya.

Proses yang terjadi pada kategori mengerti, mengaplikasikan dan menganalisis juga melibatkan aktivitas mendeteksi hubungan antara unsur yang satu dengan yang lainnya, tetapi berbeda dengan kategori menciptakan karena di dalam proses tersebut melibatkan hasil produk yang orisinil. Dalam kategori menciptakan, seseorang harus mengambil unsur-unsur dari berbagai sumber kemudian meletakkannya secara bersama-sama sehingga membentuk pola baru bergantung pada pengetahuan awal mereka.

Proses kreatif ini dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pemaparan masalah (problem representation), merencanakan pemecahan masalah (solution planning) dan mengeksekusi pemecahan masalah. Oleh karena itu, kategori menciptakan dapat


(22)

diasosiasikan dengan tiga proses kognitif, yaitu mengembangkan (generating), merencanakan (planning) dan membuat (producing).

b. Dimensi Pengetahuan

Proses kognitif yang sudah dijelaskan merupakan kata kerja (verb) yang membutuhkan kata benda (noun), yaitu sesuatu yang hendak dikenai kata kerja tersebut. Kata benda tersebut adalah dimensi-dimensi pengetahuan yang terdiri atas 4 buah tingkatan, yaitu:13,14

1. Pengetahuan faktual

Pengetahuan faktual adalah pengetahuan tentang elemen dasar yang harus diketahui seseorang untuk mengenal suatu disiplin ilmu atau untuk menyelesaikan masalah yang ada didalamnya. Pengetahuan berbentuk fakta seperti nama, nomor, tahun, jumlah, alamat dan sebagainya. Contohnya adalah tahun lahirnya Ki Hajar Dewantara dan nama presiden Indonesia pertama. Pengetahuan ini terdiri atas dua bagian, yaitu knowledge of terminology (pengetahuan tentang istilah) dan knowledge of specific details and elements (pengetahuan tentang rincian dan unsur-unsur).

2. Pengetahuan konseptual

Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara elemen dasar dalam suatu struktur yang memungkinkan elemen-elemen tersebut berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan berbentuk konsep, hukum dan prinsip. Contohnya adalah hukum archimedes, prinsip kerja AC dan sebagainya. Pengetahuan konseptual mencakup tentang skema, model mental atau teori teori yang menunjukkan pengetahuan seseorang tentang bagaimana sebuah disiplin ilmu tertentu ditata, bagaimana bagian-bagian yang berbeda dari informasi dikaitkan dengan cara yang lebih sistemis dan bagaimana bagian-bagian tersebut berfungsi secara bersama-sama.

3. Pengetahuan prosedural

Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, metode dan kriteria untuk menggunakan suatu ketrampilan, algoritma, teknik dan suatu metode. Sesuatu tersebut dimulai dari permasalahan yang sering dihadapi


(23)

sampai dengan permasalahan yang benar-benar baru. Contohnya adalah prosedur menerbangkan pesawat terbang, langkah-langkah menyusun modul dan sebagainya.

4. Pengetahuan metakognisi

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan secara umum seperti kesadaran dan pengetahuan tentang kognisinya itu sendiri. Pengetahuan ini sering disebut a process of thinking about thinking atau pengetahuan mengenai proses kognisi dan strategi terkait dengan penerapan pengetahuan tersebut untuk meningkatkan hasil belajar. Contohnya adalah seseorang menyadari bahwa gaya belajar yang ia miliki adalah visual, maka ia akan memilih video sebagai strategi untuk meningkatkan hasil belajarnya.

2.2 Trauma Dental

Trauma dental merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa yang paling sering mengalami trauma dental adalah anak-anak usia sekolah baik di rumah maupun di sekolah. Penyabab terjadinya trauma dental adalah banyaknya anak yang belajar berjalan dan berlari.5,9 Selain itu, trauma dental juga lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2:1. Trauma dental juga paling sering terjadi pada gigi anterior maksila dan diperparah dengan keadaan overjet.15 Klasifikasi trauma dental dapat memberikan efek komunikasi yang lebih baik dan penyebaran informasi yang lebih merata. Sistem yang digunakan didasarkan pada modifikasi yang dibuat oleh Andreasen terhadap klasifikasi yang dibuat oleh WHO (World Health Organization). Klasifikasi ini lebih baik dibandingkan dengan klasifikasi lain karena sistem ini sudah diterima secara internasional dan sudah memiliki format yang deskriptif yang didasari oleh pertimbangan klinik dan anatomik. Klasifikasi tersebut yaitu: 5

a. Fraktur enamel: trauma pada gigi dimana fraktur hanya mengenai email saja dan tidak berbahaya untuk pulpa. Meskipun cedera hanya menimbulkan fraktur pada gigi, bisa juga menyebabkan perubahan letak gigi atau luksasi dan merusak pembuluh darah ke pulpa.


(24)

b. Fraktur mahkota dengan pulpa masih belum terbuka: tipe fraktur ini belum sampai ke pulpa, hanya sebatas enamel dan dentin. Biasanya, cedera seperti ini tidak menimbulkan nyeri yang parah.

c. Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka: fraktur ini sudah sampai ke pulpa sehingga frakturnya menjadi “complicated”, dimana istilah tersebut sering digunakan untuk jenis fraktur ini.

d. Fraktur mahkota-akar: farktur ini terlihat seperti fraktur mahkota, hanya saja lebih luas dan lebih serius karena sudah mengenai daerah akar. Fraktur mahkota-akar lebih sering mengenai gigi premolar dan molar.

e. Fraktur akar: fraktur akar juga disebut dengan fraktur akar intraalveolus, fraktur akar horizontal, dan fraktur akar transversal. Fraktur tipe ini jarang terjadi dan sukar untuk dideteksi.

f. Cedera luksasi: cedera tipe ini akan menimbulkan trauma pada jaringan penyangga gigi dan sering memengaruhi pasokan darah dan saraf ke pulpa. Biasanya, penyebab luksasi adalah hantaman secara tiba-tiba seperti terbentur objek yang keras saat terjatuh. Berdasarkan pemeriksaan klinis terdapat gambaran yang khas dari tipe cedera luksasi, yaitu:5

1. Konkusi: ketika di perkusi, gigi hanya terasa sensitif dan letak gigi tidak berubah

2. Subluksasi: cedera ini menyebabkan gigi sensitif ketika di perkusi. Gigi mobiliti disertai perdarahan sulkus dan gigi tidak berubah letak.

3. Luksasi ekstrusi: pada cedera ini mobilitas gigi meningkat

4. Luksasi lateral: letak gigi berubah ke arah lingual, bukal, mesial atau ke distal yang disebabkan oleh trauma. Artinya, posisi gigi sudah di luar dari posisi normal.

5. Luksasi intrusi: gigi terdorong masuk ke dalam soketnya. Kadang-kadang gigi tidak terlihat.

g. Avulsi: keadaan dimana gigi sudah keluar seluruhnya dari soketnya. Jika gigi yang keluar dari soketnya adalah gigi desidui, maka tidak perlu dilakukan


(25)

replantasi, tetapi jika gigi yang keluar dari soketnya adalah gigi permanen, maka perawatan selanjutnya adalah dengan melakukan replantasi pada gigi.

h. Fraktur prosesus alveolaris: frakturnya soket alveolus atau prosesus alveolaris. Fraktur alveolus sering dikaitkan dengan pulpa nekrosis yang selanjutnya dapat diasosiasikan dengan cedera wajah lainnya.

2.3 Gigi Avulsi

2.3.1 Definisi

Gigi avulsi adalah gigi yang sudah keluar seluruhnya dari soket alveolar akibat adanya cedera pada gigi. Perawatannya adalah dengan mereplantasikan gigi tersebut segera setelah terjadinya cedera. Proses replantasi gigi yang avulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lamanya gigi keluar dari soket dan media penyimpanan yang digunakan. Faktor tersebut sangat penting dalam proses replantasi gigi.1,5

2.3.2 Etiologi

Avulsi merupakan kasus trauma dental yang paling sering terjadi dibandingkan dengan kasus trauma dental lainnya, yaitu sekitar 16%. Penyebab gigi avulsi yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah ketika mereka melakukan aktifitas di sekolah. Selain itu, penyebab gigi avulsi yang sering terjadi adalah ketika mereka melakukan olahraga seperti bermain sepak bola dan bola basket, berkelahi dan kecelakaan mobil.8

2.3.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang dapat dilihat dari gigi avulsi adalah dapat ditemukan bekuan darah di dalam soketnya.16 Avulsi paling sering terjadi pada gigi insisivus sentral pada rahang atas. Fraktur pada prosesus alveolaris dan laserasi pada bibir kemungkinan terlihat bersamaan dengan gigi avulsi.17


(26)

2.3.4 Penatalaksanaan

Gigi avulsi adalah salah satu kasus trauma dental yang memerlukan perawatan darurat. Penanganan yang tepat akan mempengaruhi prognosisnya. Ketika terjadi avulsi pada gigi, kita dapat melakukan hal berikut ini:16,18

1. Tenangkan anak yang bersangkutan.

2. Carilah gigi yang lepas dan peganglah pada bagian mahkotanya. Jangan menyentuh bagian akar.

3. Jika gigi kotor, cucilah dibawah air mengalir dan jangan digosok dengan tujuan agar tetap lembab dalam waktu maksimal 10 detik dan letakkan kembali gigi ke soketnya. Ketika gigi sudah diposisinya semula, gigitlah saputangan untuk menjaga agar gigi tetap ditempatnya.

4. Jika tidak memungkinkan untuk mereposisi giginya, letakkan gigi yang avulsi tersebut ke dalam segelas susu atau tempat penyimpanan lain dan bawa anak ke klinik gawat darurat. Gigi juga bisa diletakkan di dalam mulut antara pipi dan gusi jika anak dalam keadaan sadar. Jika pasien terlalu muda, gigi tersebut bisa ditelannya. Oleh karena itu, sebaiknya beri instruksi kepada anak untuk meludah disuatu wadah kemudian letakkan gigi di wadah tersebut. Hindari pemakaian air sebagai tempat penyimpanannya.

5. Jika ada tempat penyimpanan khusus seperti Hanks Balanced Storage Medium (HBSS atau saline), media tersebut lebih baik digunakan.

Gambar.1 A.Gambaran klinis soket gigi yang avulsi B. Gambaran radiografi keadaan gigi yang avulsi16


(27)

6. Carilah perawatan dental secepatnya. Jika bisa bertemu dokter gigi dalam waktu 30 menit, maka prognosisnya baik. Jika lebih dari waktu tersebut, maka prognosis pada giginya akan berkurang 60-80%. Golden periode untuk melakukan reposisi gigi adalah 2 jam. Jika perawatan replantasi dilakukan lebih dari 2 jam, maka gigi menjadi non vital dan dilakukan perawatan selanjutnya yaitu endodonti setelah gigi difiksasi.

2.3.4.1Media Penyimpanan

Media penyimpanan adalah media yang digunakan untuk menyimpan gigi yang avulsi jika gigi tersebut tidak dilakukan replantasi dengan segera. Tujuan diletakkannya gigi yang avulsi di media penyimpanan adalah untuk memelihara ligamen periodontal dalam waktu yang terbatas sebelum dilakukan perawatan gigi tersebut. Oleh karena itu, medium yang dapat digunakan adalah:1,4,15

a. Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS)

Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS) adalah larutan salin standar. Biasanya, larutan ini digunakan dalam penelitian biomedis yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dari berbagai sel. Larutan ini bersifat biocompatible dengan sel-sel ligamen periodontal karena larutan ini memiliki osmolalitas yang ideal yaitu 270 sampai dengan 320 mOsm. HBSS mengandung berbagai nutrien penting yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme sel yang normal dalam waktu yang lama seperti kalsium, fosfat, kalium dan glukosa.

b. Susu

Susu memiliki kemampuan untuk mendukung kapasitas klonogenik sel-sel periodontal pada suhu ruangan sampai dengan 60 menit. Pada temperatur yang lebih rendah, susu dapat mengurangi pembengkakan sel, meningkatkan viabilitas sel dan perbaikan penyembuhan sel. Selain itu, susu bertemperatur rendah memiliki kemampuan untuk mendukung klogenik sel ligamen periodontal pada gigi avulsi lebih lama 45 menit dibandingkan dengan media penyimpanan susu pada temperatur ruang yang melindungi viabilitas sel selama 60 menit.


(28)

c. Saline fisiologis

Salin fisiologis adalah larutan yang mengandung 0,9% NaCl yang dapat digunakan sebagai media penyimpanan gigi avulsi. Penyimpanan pada media ini tidak menyebabkan pembengkakan pada struktur sel, tetapi kebutuhan metabolit dan glukosa untuk mempertahankan metabolisme sel yang normal tidak bisa dipenuhi oleh saline. Media penyimpanan ini tidak direkomendasikan jika gigi harus disimpan selama satu atau dua jam. Hal ini disebabkan karena kebutuhan sel untuk mempertahankan metabolisme tidak terpenuhi.

d. Saliva

Saliva dapat digunakan sebagai media penyimpanan karena mempunyai suhu yang sama dengan suhu kamar. Beberapa penelitian mengatakan bahwa mendukung penggunaan saliva sebagai media penyimpanan sampai 30 menit pertama dari waktu cedera terjadi. Jika disimpan lebih dari 30 menit, maka dapat menimbulkan masalah karena saliva secara alamiah memiliki mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi berat pada akar gigi sehingga menimbulkan kematian pada sel-sel ligamen periodontal.

Beberapa penelitian menganjurkan bahwa menyimpan gigi di dalam mulut pasien (saliva) adalah baik untuk kelangsungan hidup ligamen periodontal. Gigi tersebut dapat ditahan di vestibulum bukal atau di bawah lidah. Namun, cara tersebut dapat menimbulkan masalah bagi anak, seperti tertelannya gigi atau kemungkinan anak mengunyah giginya. Untuk menghindari masalah tersebut, saliva dapat dikumpulkan di dalam wadah kecil sehingga gigi dapat dimasukkan ke dalamnya.

e. Air kelapa (Cocos nucifera)

Pada umumnya, air kelapa dikenal sebagai Tree of Life, yaitu minuman alami yang dihasilkan secara biologis dan dikemas kedap udara di dalam buah kelapa. Komposisi elektrolit dari air kelapa menyerupai cairan intraseluler yang lebih erat dari plasma ekstraseluler. Air kelapa memiliki osmolaritas tinggi karena adanya kandungan gula didalamnya, terutama glukosa dan fruktosa, juga kaya akan banyak asam amino esensial antara lain lisin, sistin, fenilalanin, histidin dan tryptophan. Air kelapa unggul dalam melakukan pemeliharaan untuk kelanggsungan hidup sel-sel


(29)

ligamen periodontal karena adanya berbagai nutrisi di dalamnya seperti protein, asam amino, vitamin dan mineral. Air kelapa memiliki efektifitas yang menyerupai HBBS dalam menjaga viabilitas sel. Selain memiliki osmolaritas yang lebih unggul dibandingkan HBBS, air kelapa juga lebih murah dan mudah tersedia, sehingga air kelapa layak dianjurkan sebagai media penyimpanan gigi avulsi.

Sebagai media penyimpanan, tidak dianjurkan untuk memakai air karena air bersifat hipotonik dan konsentrasi larutannya tidak memiliki kecocokan untuk menyelamatkan sel yang ada di permukaan akar. Meletakkan gigi avulsi di saliva (dikeluarkan di dalam gelas) atau di dalam vestibulum lebih baik daripada gigi tersebut diletakkan di dalam air karena saliva menjaga sel periodontal dalam waktu kurang dari 30 menit.

2.3.5 Perawatan

Perawatan untuk avulsi gigi adalah dengan melakukan replantasi. Sebelum melakukan replantasi, sebaiknya soket dicuci dengan larutan saline supaya tetap bersih.4,19 Keberhasilan replantasi tergantung pada tenggang waktu antara terjadinya avulsi dengan replantasi, luas kerusakan ligamen periodontium, derajat kerusakan alveolar, dan efektivitas stabilisasi. Faktor waktu sangat menentukan keberhasilan replantasi. Keberhasilan itu dapat dicapai apabila pengembalian gigi pada tempatnya dilakukan tidak lebih dari 30 menit sesudah terjadi cedera. Jika lebih dari 2 jam, maka resorbsi akar hampir tidak terhindarkan lagi.20 Bila avulsi pada gigi terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit, perawatan jangka pendek yang dapat dilakukan adalah dengan pengembalian gigi yang avulsi serta mengembalikan stabilisasi gigi tersebut namun bila lebih dari 30 menit maka perawatan saluran akar dan splinting harus dilakukan.21

Dalam keadaan darurat replantasi sering dilakukan oleh orang nonprofesional, misalnya memasukkan gigi kembali yang dilakukan oleh orang tua atau teman pasien. Secara biologis kondisi ligamen periodontium dan sementum sangat rawan jika dikaitkan dengan perlekatan kembali. Apabila ligamen periodontium mengalami cedera atau ada sementum yang terbuka, kemungkinan besar akan terjadi ankilosis


(30)

(fusi antara tulang dan sementum). Perbaikan suplai vaskular pulpa tidak dimungkinkan lagi, tetapi masih ada kesempatan jika apeks dalam keadaan terbuka. Selain itu, pemeriksaan klinis dan radiografis dapat dilakukan untuk mendeteksi nekrosis pulpa pada gigi yang ditanam kembali karena dapat menyebabkan terjadinya radang dan mengganggu perlekatan kembali atau dapat menimbulkan lesi periodontal atau periapikal.20

Kondisi yang cocok untuk replantasi lebih sering ditemukan pada anak -anak, tetapi untuk gigi sulung sebaiknya tidak dilakukan replantasi. Kehilangan gigi sulung prematur biasanya bukan hal yang serius. Selain itu, jika dilakukan replantasi gigi bisa menyebabkan resiko merusak gigi permanen penggantinya.5,20

Terdapat tiga kemungkinan yang dilakukan ketika terjadi avulsi pada gigi, yaitu:5

1. Meminta nasihat mengenai avulsi pertelepon, sehingga ada peluang untuk melakukan replantasi imediat (dalam beberapa menit)

2. Pasien dibawa ke tempat praktik dengan gigi sudah berada di luar soket kurang dari satu jam atau ditempatkan dalam media yang benar

3. Gigi sudah berada di luar soket lebih dari satu jam dan tidak disimpan di dalam media yang baik

2.3.5.1 Replantasi Segera

Jika dilakukan replantasi segera setelah avulsi, maka prognosisnya semakin baik. Ketika pasien avulsi datang ke praktik dokter gigi dengan kondisi giginya sudah dimasukkan kembali di tempat cedera, hendaknya dokter gigi memeriksa baik secara klinik maupun radiologik untuk memeriksa hasil replantasi yang dilakukannya. Selain itu, periksa juga cedera lain yang mungkin terjadi pada gigi tetangga atau antagonisnya dan stabilitas serta letak gigi yang direplantasikan tersebut.5

2.3.5.2 Replantasi dalam Waktu Satu Jam Setelah Avulsi

Jika replantasi imediat tidak bisa dilakukan, maka pasien dapat dibawa ke klinik. Media transport terbaik yang digunakan adalah salin fisiologis. Jika salin


(31)

fisiologis tidak tersedia, maka pasien dapat menggunakan susu sebagai alternatif yang sangat baik. Selain itu, pasien juga dapat menggunakan saliva sebagai media transportasi sementara air tidak bisa digunakan karena air tidak bisa mempertahankan kevitalan sel permukaan akar.5

Ketika pasien tiba di klinik:5

1. Gigi diletakkan pada cawan yang berisi salin fisiologis

2. Segera lakukan rontgen pada daerah yang terkena cedera untuk melihat apakah ada fraktur alveolus atau tidak

3. Lokasi avulsi diperiksa dengan saksama untuk mengetahui ada-tidaknya serpihan tulang yang harus dibuang. Jika alveolusnya telah runtuh maka soket dikuakkan dengan instrumen.

4. Soket diirigasi dengan menggunakan salin untuk membuang koagulum yang terkontaminasi. Lakukan dengan hati-hati.

5. Pada cawan salin, mahkota gigi diangkat dengan menggunakan tang ekstraksi agar akarnya tidak terkena

6. Periksa gigi apakah masih mengandung debris, jika masih ada bersihkan dengan menggunakan kasa yang dibasahi salin

7. Masukkan kembali gigi ke dalam soketnya. Setelah sebagian sudah masuk, teruskan dengan menekannya perlahan-lahan dengan jari atau pasien disuruh menggigit kasa sampai giginya kembali ke posisi semula.

8. Ketepatan letak gigi dalam lengkung diperiksa dan koreksi jika ada yang mengganjal. Luka-luka di jaringan lunak dijahit, terutama di bagian servikal.

9. Gigi distabilkan selama 1 sampai 2 minggu dengan splin

10. Dianjurkan untuk memberikan antibiotik kepada pasien dengan dosis yang sama seperti untuk infeksi mulut yang ringan sampai moderat. Injeksi tetanus penguatan juga dianjurkan jika pemberian tetanus terakhir dilakuakn lebih dari 5 tahun yang lalu.

11. Pasien diberikan perawatan penunjang. Diet lunak dan analgesik diberikan sesuai dengan keperluan.


(32)

2.3.5.3 Replantasi Lebih dari Satu Jam Setelah Avulsi

Jika gigi telah berada di luar soket lebih dari satu jam dan tidak terjaga kebasahannya dalam medium yang sesuai, maka sel dan serabut ligamen periodontium tidak akan bertahan hidup. Oleh karena itu, dapat dilakukan perawatan sebelum replantasi meliputi pemberian fluor pada permukaan akar untuk mengurangi (melambatkan) proses resorpsinya.5

Ketika pasien tiba di klinik:5

1. Periksalah daerah avulsi dan periksa juga gambaran radiografinya untuk melihat ada-tidaknya fraktur alveolus.

2. Bersihkan debris yang melekat pada permukaan gigi.

3. Celupkan gigi ke dalam larutan NaF 2,4% (diasamkan sampai pH 5,5) selama 5-20 menit.

4. Ekstirpasi pulpa dan saluran akarnya dibersihkan, dibentuk dan diobturasi seraya giginya dipegang memakai kasa yang dibasahi fluor.

5. Bersihkan soket alveolus dari bekuan darah dengan menyedotnya secara hati-hati. Kemudian soketnya diirigasi dengan salin. Mungkin perlu untuk dianestesi terlebih dahulu.

6. Replantasikan gigi dengan hati-hati ke dalam soketnya, letakkan dengan tepat di lengkungnya dan kontaknya.

7. Pasang splin pada gigi untuk 3 sampai 6 minggu.

2.3.6 Replantasi Avulsi Gigi

Penyebab utama dari kegagalan replantasi avulsi gigi adalah resorpsi akar, yang sering diikuti oleh ankilosis. Menurut Andreasen dan Hjorting-Hansen, terdapat 3 jenis resorpsi yaitu:5,22

a. Resorpsi permukaan: pemeriksaan mikroskopik pada gigi yang telah direplantasi mengungkapkan bahwa adanya lakuna resorpsi di dalam sementum. Hal ini biasanya tidak terlihat dalam radiograf. Resorpsi ini direparasi dengan deposisi sementum yang mencerminkan adanya penyembuhan.


(33)

b. Resorpsi inflamasi: resorpsi ini terjadi sebagai suatu respon terhadap keberadaan pulpa nekrosis yang terinfeksi bersama-sama dengan cedera pada ligamen periodontium. Resorpsi ini terjadi pada gigi yang direplantasi serta pada cedera luksasi yang lain. Resorpsi biasanya mereda setelah pulpa nekrosisnya dibuang, sehingga prognosisnya menjadi baik.

c. Resorpsi penggantian: yang terjadi pada resorpsi ini adalah struktur gigi diresorpsi dan digantikan oleh tulang. Proses tersebut adalah ankilosis, dimana terjadinya penyatuan tulang secara langsung pada permukaan gigi. Karakter ankilosis adalah tidak mempunyai mobilitas fisiologis, tidak bisa bererupsi seperti gigi tetangganya dan adanya bunyi logam yang solid ketika gigi diperkusi.


(34)

2.4 Kerangka Teori

Tingkat Pengetahuan dan

Penatalaksanaan  Definisi

 Etiologi

 Gambaran Klinis  Penatalaksanaan

Bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan dan penatalaksanaan guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang Trauma Dental

Fraktur Enamel

Cedera luksasi Fraktur

mahkota (Pulpa Terbuka) Fraktur

mahkota (Pulpa Tertutup)

Avulsi Fraktur

mahkota -akar

Fraktur akar

Fraktur prosesus alveolaris


(35)

2.5 Kerangka Konsep

Pengetahuan Guru-guru Sekolah Dasar di Kecamatan Medan

Selayang

 Definisi  Etiologi

 Gambaran Klinis  Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Gigi Avulsi


(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei analisis dengan pendekatan cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah-sekolah dasar yang ada di Kecamatan Medan Selayang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan 16 Januari 2015 sampai dengan 20 Maret 2015.

3.3Populasi

Populasi di dalam penelitian ini adalah guru-guru yang berada di Kecamatan Medan Selayang.

3.4Sampel

3.4.1 Kriteria Sampel

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang yang bersedia mengisi kuesioner penelitian

2. Guru-guru SD yang aktif mengajar pada tahun 2014/2015 di Kecamatan Medan Selayang


(37)

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang yang tidak bersedia mengisi kuesioner penelitian

2. Guru-guru SD yang tidak aktif mengajar pada tahun 2014/2015 di Kecamatan Medan Selayang

3.4.2 Besar Sampel

Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Untuk menentukan besar sampel, dapat digunakan rumus:

n= ( Zα Po (1-Po) + Zβ Pa (1-Pa) )2

(Pa-Po)2

Ket :

n = Besar sampel minimum pada penelitian

Zα = Nilai distribusi normal baku (Tabel Z) pada α = 10% adalah 1,64 Zβ = Nilai distribusi normal baku (Tabel Z) pada β = 20% adalah 0,82 Po = Proporsi dari hasil penelitian sebelumnya adalah 44,5%

Pa = Perkiraan proporsi di populasi adalah 54,5%

Pa – Po = Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi adalah 10%

Perhitungan :

n= (1,64 0,445(1 – 0,445) + 0,82 0,545(1 – 0,545) )2

(0,545 – 0,445)2

n= (1,64 0,445 (0,555) + 0,82 0,545 (0,455) )2 (0,1)2

n= (0,815023 + 0,408336)2 (0,1)2

n= (1,22336)2 (0,1)2


(38)

n= 1,496  n= 149,6 sample = 150 sampel 0,01

Pada tingkat kepercayaan 95% dan memperhitungkan drop out sebesar 10% makabesar sampel optimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 165 guru Sekolah Dasar.

3.5Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian Definisi Operasional

Pengetahuan Setiap responden yang tahu terhadap arti dari gigi avulsi, etiologi gigi avulsi, gambaran klinis gigi avulsi, dan penatalaksanaan gigi avulsi.

Avulsi gigi Keadaan yang didapatkan oleh anak-anak dimana gigi akan lepas seutuhnya dan menyebabkan perdarahan. Media penyimpanan Sebuah tempat yang digunakan untuk menyimpan

gigi anak yang terlepas seutuhnya dari gusi ketika terjadinya trauma

Penatalaksanaan Cara seseorang melaksanakan tindakan gigi avulsi dan mengurusnya dari awal sampai akhir prosedur yang ada.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang sudah setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini dan diisi langsung oleh responden.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dari hasil penelitian ini dilakukan dengan cara komputerisasi, yaitu dengan menggunakan rumus Chi square. Rumus ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara satu variabel dengan variabel lain.


(39)

3.7.2 Analisis Data

Data yang sudah diperoleh akan dihitung dan hasilnya dalam bentuk persentase. Kemudian dilihat hubungan antara tingkat pengetahuan guru-guru sekolah dasar terhadap penatalaksanaan gigi avulsi.

3.8 Pengukuran Data

Pengetahuan responden terhadap penatalaksanaan gigi avulsi diukur melalui 2 pertanyaan menenai tingkat pengetahuan, 10 pertanyaan mengenai penatalaksanaan gigi avulsi dan 3 pertanyaan tambahan untuk melihat prevalensi. Jika responden menjawab pertanyaan dengan benar, maka nilainya adalah 1 dan jawaban salah akan dinilai dengan 0. Sehingga nilai tertinggi responden dari 15 pertanyaan adalah 2 untuk tingkat pengetahuan dan 10 untuk penatalaksanaan gigi avulsi. Jumlah skor yang didapatkan setiap responden akan dihitung dengan menggunakan rumus :

P = Persentase

F = Jumlah jawaban yang benar N = Jumlah soal

Tabel 2. Kategori Nilai Pengetahuan menurut Nursalam12

Alat ukur Hasil ukur Kategori Penilaian Kuesioner

10 pertanyaan mengenai

penatalaksanaan

Tidak tepat = 0 Tepat = 1

Baik : 76%-100% dari seluruh pertanyaan Kurang : >56% dari seluruh pertanyaan 2 pertanyaan

mengenai tingkat pengetahuan

Tidak tepat = 0 Tepat = 1

Baik : 76%-100% dari seluruh pertanyaan Cukup : 56%-75% dari seluruh pertanyaan Kurang : >56% dari seluruh pertanyaan 3 pertanyaan Tidak tepat Baik : 76%-100% dari seluruh pertanyaan


(40)

mengenai prevalensi suatu kejadian

= 0 Tepat = 1

Cukup : 56%-75% dari seluruh pertanyaan Kurang : >56% dari seluruh pertanyaan


(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1Gambaran Responden

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah guru-guru sekolah dasar di Kecamatan Medan Selayang yang bersedia mengisi kuisioner dari peneliti. Didapati jumlah sampel sebanyak 165 orang. Persentase responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 25% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 75%.

Tabel 3. Karakteristik responden guru Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Selayang

4.2Prevalensi Guru SD yang Pernah Menemukan Kasus Gigi Avulsi

pada Anak

Penelitian ini menunjukkan sebanyak 47,88% guru menemukan kasus gigi avulsi. Gigi yang paling sering avulsi yaitu gigi seri sebanyak 52,12%, gigi geraham sebanyak 29,09% dan gigi taring sebanyak 18,79%. Gigi avulsi sering terjadi pada anak kelas 1 SD sebanyak 37,58%, diikuti kelas 2 SD sebanyak 26,06%, kelas 3 SD sebanyak 23,03%, kelas 4 SD sebanyak 6,67%, kelas 6 SD sebanyak 4,85% dan kelas 5 SD sebanyak 1,82%.

Tabel 4. Prevalensi guru-guru yang pernah menemukan kasus gigi avulsi, gigi yang sering terkena dan pada kelas berapa gigi avulsi pada anak sering ditemukan (n= 165)

Karakteristik responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n 41 124 % 25 75 Usia 21-30 31-40 41-50 >50 65 46 43 11 39,39 27,88 26,06 6,67


(42)

4.3Persentase Distribusi Pengetahuan Guru SD terhadap Gigi Avulsi pada Anak

Tingkat pengetahuan guru SD terhadap bentuk gigi avulsi adalah sebesar 32,73% dan penyebab gigi avulsi sebesar 23,64%.

Tabel 5. Pengetahuan guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap bentuk dan penyebab gigi avulsi pada anak (n=165)

Tingkat Pengetahuan Tepat Tidak tepat

n % n %

Kondisi gigi avulsi 54 32,73 111 67,27

Penyebab gigi avulsi 39 23,64 126 76,37

4.4 Penatalaksanaan Gigi Avulsi pada Anak

Penelitian ini menunjukkan sebanyak 16,97% guru mengembalikan gigi avulsi ke gusi. Ketika terjadi gigi avulsi 26,06% guru akan memasukkan gigi ke dalam mulut anak (antara pipi dan gusi) dan hanya sebanyak 21,21% guru mencari gigi avulsi dan menghentikan perdarahan. Gelas yang berisi larutan susu paling

Prevalensi n %

Apakah Bapak/Ibu pernah menemukan kasus gigi avulsi? Ya Tidak 79 86 47,88 52,12 Gigi sering terkena jika terjadi gigi avulsi?

Gigi Seri Gigi Geraham Gigi Taring 86 48 31 52,12 29,09 18,79 Anak-anak kelas berapa yang paling sering

mengalami gigi avulsi? Kelas 1 SD

Kelas 2 SD Kelas 3 SD Kelas 4 SD Kelas 5 SD Kelas 6 SD

62 43 38 11 3 8 37,58 26,06 23,03 6,67 1,82 4,85


(43)

banyak digunakan untuk menyimpan gigi avulsi yaitu sebesar 4,85%. Ketika gigi avulsi jatuh di tempat yang kotor 46,06% guru akan membersihkan gigi di bawah air yang mengalir. Hanya 23,64% guru mencuci gigi dalam waktu 10 detik. Ketika gigi avulsi terjadi pada anak, hanya 13,94% guru yang membawa anak ke praktek dokter gigi terdekat. Ketika guru menemukan kasus gigi avulsi sebanyak 58,79% guru akan mencuci gigi tersebut. Sebanyak 60,61% guru menggunakan air bersih untuk mencuci gigi avulsi. Sebanyak 13,94% guru mengembalikan gigi avulsi ke gusi dalam waktu yang tepat yaitu 1 jam setelah terjadinya trauma.

Tabel 6. Penatalaksanaan gigi avulsi pada anak di Kecamatan Medan Selayang (n=165)

Penatalaksanaan Tepat Tidak tepat

n % n %

Pengembalian gigi avulsi 28 16,97 137 83,03 Yang dilakukan pada gigi saat gigi

avulsi terjadi

43 26,06 122 73,94

Yang dilakukan pada anak saat gigi avulsi terjadi

35 21,21 130 78,79 Media yang dipakai untuk

menyimpan gigi avulsi

8 4,85 157 95,15

Yang akan dilakukan jika gigi terjatuh di tempat yang kotor

76 46,06 89 53,94

Waktu untuk mencuci gigi avulsi 39 23,64 125 76,36 Tempat pertama kali anak dibawa

ketika terjadi gigi avulsi

23 13,94 142 86,06

Pencucian gigi avulsi 97 58,79 68 41,21 Larutan yang digunakan untuk

mencuci gigi avulsi

100 60,61 65 39,39

Waktu yang tepat mengembalikan gigi avulsi


(44)

4.5Hubungan Tingkat Pengetahuan Guru SD terhadap Penatalaksanaan Gigi Avulsi

Berdasarkan kategori tingkat pengetahuan dan penatalaksanaan, sebanyak 93% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dan penatalaksanaan dengan kategori salah. Sebanyak 7% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dengan penatalaksanaan yang berkategori benar. Selain itu, sebanyak 89,2% guru termasuk kedalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori salah dan sebanyak 10,8% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori benar. Kemudian, sebanyak 64,3% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksaan yang berkategori salah dan sebanyak 35,7% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksanaan berkategori benar (p=0,006).

Tabel 7. Hubungan pengetahuan guru SD terhadap penatalaksanaan gigi avulsi pada anak

Tingkat pengetahuan

Penatalaksanaan

Jumlah

p r

Salah Benar

n % n % n %

Buruk 80 93 6 7 86 100

0,006 0,102

Sedang 58 89,2 7 10,8 65 100

Baik 9 64,3 5 35,7 14 100

4.6Penyebab terjadinya Gigi Avulsi pada Anak

Pengetahuan responden terhadap penyebab terjadinya gigi avulsi pada anak adalah sebanyak 24, 85% responden menjawab dikarenakan memakan makanan yang manis, sebanyak 23,64% responden menjawab dikarenakan jatuh ketika anak sedang berolahraga, sebanyak 26,67% responden menjawab dikarenakan memakan makanan yang keras dan 24,85% responden tidak mengetahui penyebab terjadinya gigi avulsi.


(45)

Table 8. Pengetahuan guru SD terhadap penyebab terjadinya gigi avulsi pada anak

Penyebab gigi avulsi n %

Penyebab gigi avulsi

Makan makanan yang manis

Jatuh ketika anak sedang berolahraga Makan makanan yang keras

Tidak tahu 41 39 44 41 24,85 23,64 26,67 24,85

4.7Media yang Digunakan Ketika Terjadi Gigi Avulsi Sebelum Dibawa

ke Dokter Gigi

Pengetahuan responden terhadap media yang digunakan ketika terjadi gigi avulsi sebelum dibawa ke dokter gigi adalah sebanyak 58,18% responden menjawab akan menggunakan selembar tisu, sebanyak 4,85% responden menjawab akan menggunakan kantung seragam dari anak yang bersangkutan, sebanyak 21,82% responden menjawab akan menggunakan gelas berisi alkohol, sebanyak 4,85% responden menjawab menggunakan gelas yang berisi larutan susu dan sebanyak 10,3% responden tidak tahu media yang digunakan ketika terjadi gigi avulsi pada anak.

Tabel 9. Pengetahuan guru SD terhadap media yang digunakan saat terjadi gigi avulsi pada anak

Media yang digunakan n %

Selembar tisu

Kantung seragam anak Gelas berisi alkohol Gelas berisi larutan susu Tidak tahu 96 8 36 8 17 58,18 4,85 21,82 4,85 10,3


(46)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 165 guru sebanyak 47,88% pernah menemukan kasus gigi avulsi. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Toure dkk pada 501 guru di Iran yaitu 44,5%. Hal ini mungkin disebabkan karena guru-guru kurang memahami arti dari gigi avulsi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi gigi yang paling sering avulsi yaitu gigi seri sebanyak 52,12%, gigi geraham sebanyak 29,09% dan gigi taring sebanyak 18,79%. Selain itu, menurut guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang prevalensi gigi avulsi sering terjadi pada anak kelas 1 SD sebanyak 37,58%, diikuti kelas 2 SD sebanyak 26,06%, kelas 3 SD sebanyak 23,03%, kelas 4 SD sebanyak 6,67%, kelas 6 SD sebanyak 4,85% dan kelas 5 SD sebanyak 1,82%.

Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan dari 165 guru SD didapatkan 32,73% guru menjawab benar mengenai bentuk gigi avulsi dimana bentuk gigi avulsi adalah berupa mahkota dan akar gigi. Hal ini mungkin disebabkan guru jarang menjumpai kasus gigi avulsi di lingkungan sekolah.

Penelitian ini juga menunjukkan sebanyak 23,64% guru yang menjawab benar mengenai penyebab gigi avulsi dimana penyebab gigi avulsi adalah karena adanya benturan yang keras pada gigi anak saat terjatuh. Hal ini mungkin disebabkan guru jarang menjumpai kasus gigi avulsi di lingkungan sekolah.

Pada penelitian ini, 16,97% guru mengembalikan gigi avulsi ke gusi. Hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian Young dkk pada 594 guru di Hongkong yaitu 23,2%. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru -guru SD mengenai gigi avulsi.2

Penelitian ini menunjukkan 26,06% guru akan memasukkan gigi ke dalam mulut anak (antara pipi dan gusi atau dibawah lidah) ketika terjadi gigi avulsi. Hal ini


(47)

sesuai dengan pernyataan Louis H. Berman yang menyatakan bahwa gigi dapat disimpan di bawah lidah (jika keadaan memungkinkan).4

Hasil penelitian ini menunjukkan 21,21% guru akan mencari gigi yang terlepas dan menghentikan perdarahan ketika terjadi gigi avulsi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Louis H. Berman yang menyatakan bahwa gigi avulsi tersebut harus ditemukan.4 Selain itu, hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Supreetha dkk, pada 600 guru di India yaitu 41%.23 Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan guru-guru terhadap penatalaksanaan gigi avulsi dan belum ada penyuluhan yang diberikan oleh instansi kesehatan yang ada di Kecamatan Medan Selayang.

Pada penelitian ini didapat 4,85% guru akan menyimpan gigi pada gelas yang berisi larutan susu. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Toure dkk, pada 501 guru di Iran yaitu 21,95%.12 Selain itu, hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Supreetha dkk, pada 600 guru di India yaitu 9,3%.23 Hal ini mungkin disebabkan pilihan jawaban pada kuesioner berbeda dan kurangnya pengetahuan guru-guru SD terhadap penatalaksanaan gigi avulsi pada anak.

Hasil penelitian ini ditemukan 46,06% guru akan membersihkan gigi avulsi di bawah air mengalir. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lars Andersson dkk yang menyatakan bahwa jika gigi dalam keadaan kotor, gigi dapat dicuci di bawah air dingin yang mengalir.18

Hasil penelitian ini ditemukan sebanyak 23,64% guru akan mencuci gigi avulsi selama 10 detik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lars Andersson dkk yang menyatakan bahwa gigi avulsi dicuci maksimal selama 10 detik di bawah air dingin yang mengalir.18

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 13,94% guru membawa anak ke dokter gigi terdekat jika terjadi gigi avulsi. Hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian Toure dkk, pada 501 guru di Iran yaitu 32,6%.10 Hal ini mungkin disebabkan belum ada penyuluhan tentang penatalaksanaan gigi avulsi yang diberikan oleh instansi kesehatan yang berada di Kecamatan Medan Selayang.


(48)

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 58,79% guru akan mencuci gigi avulsi tersebut. Hasil ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan penelitian Toure dkk, pada 501 guru di Iran yaitu 50,9%.10 Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kebiasaan dari setiap orang yang akan mencuci benda kotor.

Dalam penelitian ini didapat sebanyak 60,61% guru menggunakan air bersih sebagai larutan untuk mencuci gigi avulsi. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Toure dkk, pada 501 guru di Iran yaitu 40,8%.10 Hal ini mungkin disebabkan pilihan jawaban dalam kuesioner yang digunakan berbeda. Pada penelitian Toure dkk, pilihan jawabannya yaitu air bersih, antiseptik, air garam, alkohol, formalin, susu dan bikarbonat, sedangkan pada penelitian ini, pilihan jawabannya yaitu air bersih, antiseptik, larutan susu dan tidak tahu.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 93% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dan penatalaksanaan dengan kategori kurang baik. Sebanyak 7% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan dengan kategori buruk dengan penatalaksanaan yang berkategori baik. Selain itu, sebanyak 89,2% guru termasuk kedalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori kurang baik dan sebanyak 10,8% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan sedang dengan penatalaksanaan yang berkategori baik. Kemudian, sebanyak 64,3% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksaan yang berkategori kurang baik dan sebanyak 35,7% guru termasuk ke dalam tingkat pengetahuan berkategori baik dengan penatalaksanaan berkategori baik (p=0,006). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan guru SD terhadap penatalaksanaan gigi avulsi.

Pada penelitian ini terdapat 13,94% guru yang mengembalikan gigi avulsi ke gusi dalam waktu 1 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lars Andersson dkk yang menyatakan bahwa kondisi sel tergantung kepada media penyimpanan yang digunakan, terutama waktu pengeringan yang berbahaya bagi keselamatan sel. Setelah waktu pengeringan selama 1 jam atau lebih, semua sel ligament periodontal tidak dapat hidup.18


(49)

Berdasarkan pernyataan Louis H. Berman dkk, penyebab gigi avulsi yang paling sering terjadi adalah ketika anak sedang berolahraga, bermain dan kecelakaan mobil. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 24,85% guru menjawab penyebab gigi avulsi dikarenakan memakan makanan yang manis, sebanyak 23,64% responden menjawab dikarenakan jatuh ketika anak sedang berolahraga, sebanyak 26,67% responden menjawab dikarenakan memakan makanan yang keras dan 24,85% responden tidak mengetahui penyebab terjadinya gigi avulsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan guru terhadap penyebab gigi avulsi adalah buruk.


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat pengetahuan guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap penatalaksanaan gigi avulsi pada anak adalah sebesar 93% berpengetahuan buruk dengan penatalaksanaan salah dan 7% berpengetahuan buruk dengan penatalaksanaan benar, sebesar 89,2% berpengetahuan sedang dengan penatalaksanaan salah dan 10,8% berpengetahuan sedang dengan penatalaksanaan benar serta sebesar 64,3% berpengetahuan baik dengan penatalaksanaan salah dan sebesar 35,7% berpengetahuan baik dengan penatalaksanaan benar.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang penyebab gigi avulsi yang paling banyak yaitu makan makanan yang keras sebesar 26,67%, diikuti makan makanan yang manis dan tidak tahu sebesar 24,85% dan jatuh ketika anak sedang berolahraga sebesar 23,64%.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut guru-guru SD di Kecamatan Medan Selayang media yang paling banyak digunakan sebagai tempat penyimpanan sementara gigi avulsi adalah selembar tisu yaitu sebesar 58,18%, diikuti gelas berisi alkohol sebesar 21,82%, tidak tahu menggunakan media apapun sebesar 10,3%, kantung seragam anak sebesar 4,85% dan gelas berisi larutan susu sebesar 4,85%.

6.2Saran

1. Diharapkan dengan adanya data ini, kesehatan gigi dan mulut dapat ditingkatkan melalui program penyuluhan yang dapat dilakukan secara berkala setiap tahunnya


(51)

2. Diharapkan data hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya

3. Diharapkan dengan adanya data ini, instansi kesehatan yang berada di Kecamatan Medan Selayang dapat melakukan pelatihan ke guru-guru SD mengenai penatalaksanaan gigi avulsi pada anak

4. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya agar meningkatkan daya kontrol ketika membagikan kuesioner


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arrizza AM, Ramadhan AF. Coconut water (Cocos nucifera) as storage media for avulsed tooth. J Dent Indo 2010; 3 (17): 74-79.

2. Young C, Wong KY, Cheung LK. Emergency management of dental trauma: Knowledge of Hong Kong primary and secondary school teachers.Hong Kong Med J 2012; 5 (18): 362-70.

3. Harty FJ, Ogston R. Kamus kedokteran gigi. Alih Bahasa. Sumawinata N. Jakarta: EGC, 1995: 32.

4. Berman LH, Blanco L, Cohen S. eds. A clinical guide to dental traumatology.Philadelphia: Elsevier., 2007: 400-401.

5. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia. Alih Bahasa. Sumawinata N. Jakarta: EGC, 2008: 517-518.

6. Christiono S, Perwitasari D. Penatalaksanaan trauma dental pada gigi sulung.

http://fkg.unissula.ac.id/index.php?option=com_content&view=article &id=28:penatalaksanaan-trauma-dental-pada-gigi-sulung&catid=2:berita-uta ma-fkg (6 Oktober 2014).

7. Kaur M, Gupta K, Goyal R, Chaudhary N. Knowledge and attitude of school teachers towards tooth avulsion in Rural and Urban areas. Int J Sci Study 2014; 4 (1): 17-20.

8. Bonjar AHS. Embedding avulsed permanent tooth in patient's connective tissues insures better possible prognosis in replantation; A hypothesis. J Internasional 2012; 6 (2): 112-113.

9. Ramroop V, Wright D, Naidu R. Dental health knowledge and attitudes of primary school teachers toward developing dental health education. West Indian Med J 2011; 60 (5): 576.


(53)

10. Toure B, Benoist FL, Faye B, Kane AW, Kaadioui S. Primary school teachers’ knowledge regarding emergency management of avulsed permanent incisors. J of Dent 2011; 3 (8): 117-122.

11. Suparyanto. Konsep pengetahuan. http://dr-suparyanto. blogspot.com/2012/02/konsep-pengetahuan.html (4 Oktober 2014). 12. Aldursanie R. Taksonomi Anderson. http://ridwan202.wordpress.com/

2014/03/19/taksonomu-anderson/ (4 Oktober 2014).

13. Katminingsih Y. Mengenal revisi taksonomi Bloom oleh Anderson dan Krathwohl. http://yunikatminingsih.blogspot.com/2012/10/2-mengenal-revisi-taksonomi-bloom-oleh.html (Oktober 4.2014).

14. Nugroho IA. Taksonomi kognitif. http://webcache.google usercontent.com/search?q=cache:_jOEmTvQorMJ:staff.uny.ac.id/sites/de fault/files/pendidikan/Ikhlasul%2520Ardi%2520Nugroho,%2520M.Pd./T AKSONOMI%2520KOGNITIF (4 Oktober 2014).

15. Dowd F. Mosby’s review for the NBDE part II. Missouri: Mosby Elsevier., 2007: 1-30, 145-204.

16. Dewi TS. Gigi avulsi. http://www.academia.edu/6246829/Gigi_Avulsi (6 Oktober 2014).

17. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology: Principles and interpretation. 6 th ed., Missouri: Mosby Elsevier., 2009: 541-61.

18. Andersson L, Andreasen JO, Day P, Heithersay G, Trope M et al.Avulsion of permanent teeth. DentTraumatology 2012; 28: 88-96. 19. Juniper RP, Parkins BJ. Kedaruratan dalam praktik kedokteran gigi. Alih

bahasa. Hutauruk C. Jakarta: Hipokrates, 1996.

20. Pedersen GW. Buku ajar bedah mulut. Alih Bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC, 1996: 230.

21. Stefanac SJ, Nesbit SP. Treatment planning in dentistry. 2 nd ed., Missouri: Mosby Elsevier., 2007: 113-35.

22. Grossman LI, Oliet S, Rio CED. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih Bahasa. Abyono R. Jakarta: EGC, 1995: 363.


(54)

23. Shamarao S, Jain J, Haridas R et al. Knowledge and attitude regarding management of tooth avulsion injuries among school teachers in rural India. J of Int Soc of Preventive and Community Dent 2014; 4 (Suppl): 44-48.


(55)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Artauli Octaviana Manik Tempat/ Tanggal Lahir : Prabumulih/ 26 Oktober 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Alamat : Jalan Stella Raya Perumahan Villa Setiabudi Makmur I Medan-Sumatera Utara

Orangtua :

Ayah : Ir. Jaditua Manik

Ibu : Lestarina Saragih

Riwayat Pendidikan :

1. 1998-1999 : TK Baptis Palembang 2. 1999-2005 : SD Baptis Palembang

3. 2005-2008 : SMP Kristen Kalam Kudus Pekanbaru 4. 2008-2011 : SMA Taruna Bumi Khatulistiwa Pontianak 5. 2011-2015 : S1-Fakultas Kedokteran Gigi USU


(56)

LAMPIRAN 2. JADWAL KEGIATAN

No. Kegiatan

Bulan

Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April 1. Pembuatan Proposal

dan Seminar X X X X X X X X X X X X X X X X X

2. Perbaikan Proposal X

3. Pelaksanaan Penelitian X X X X X X X X X X X X

4. Pengolahan Data X X

5. Pembuatan Laporan

Penelitian X X

6. Seminar Hasil X

7. Perbaikan Seminar

Hasil X


(57)

LAMPIRAN 3. RENCANA ANGGARAN PENELITIAN

Banyak @ Jumlah

PROPOSAL

1. Biaya Pencarian Sumber Tinjauan Pustaka

1 set Rp 150.000,00 Rp 150.000,00

2. Fotokopi Pencarian Sumber Tinjauan Pustaka

8 set Rp 1.000,00 Rp 8.000,00

3. Print Proposal 1 set Rp 25.000,00 Rp 25.000,00 4. Fotokopi Proposal 7 set Rp 6.000,00 Rp 42.000,00 5. Jilid Proposal 8 set Rp 3.000,00 Rp 24.000,00 ANALISIS DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN

1. Print Laporan Hasil Penelitian

1 set Rp 30.000,00 Rp 30.000,00

2. Fotokopi Laporan Hasil Penelitian

8 set Rp 6.500,00 Rp 52.000,00

3. Jilid Laporan Hasil Penelitian

8 set Rp 5.000,00 Rp 40.000,00

4. Print Lembaran Kuisioner 170 set Rp 1.000,00 Rp 170.000,00 BIAYA LAIN-LAIN

1 Souvenir 165 buah Rp 2.000,00 Rp 330.000,00 2 Pemakaian LCD 3 kali Rp 50.000,00 Rp 150.000,00 3 Konsumsi sidang akhir 17 kotak - Rp 500.000,00


(58)

LAMPIRAN 4

KUESIONER UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nama : No :

Jenis kelamin : Umur : Asal sekolah :

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TERHADAP PENATALAKSANAAN GIGI AVULSI PETUNJUK PENGISIAN :

1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh guru-guru sekolah dasar yang masih aktif mengajar pada tahun 2014

2. Pertanyaan dapat dijawab dengan melingkarkan salah satu jawaban yang dianggap Bapak/Ibu benar

3. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban

4. Tidak diperkenankan untuk menggunakan alat bantu seperti internet dan buku yang berkaitan dengan gigi avulsi

5. Jika kurang mengerti dengan pertanyaannya, Bapak/Ibu dapat bertanya kepada peneliti


(59)

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA Gigi avulsi = gigi yang lepas dari gusi

1. Apakah Bapak/Ibu pernah menemukan kasus gigi avulsi?

a. Pernah b. Tidak pernah

2. Apakah Bapak/Ibu tahu bagaimana bentuk gigi avulsi tersebut?

a. Hanya berupa mahkota gigi saja b. Gigi yang utuh, ada mahkota dan akar c. Hanya berupa akar gigi saja

d. Tidak tahu

5. Apa penyebab gigi avulsi secara umum? a. Makan makanan yang manis

b. Jatuh ketika anak sedang berolahraga c. Makan makanan yang keras

d. Tidak tahu

4. Jika terjadi gigi avulsi, apakah Bapak/Ibu mengembalikan gigi ke gusinya?

a. ya b. Tidak

5. Apa yang akan Bapak/Ibu lakukan pada gigi jika terjadi gigi avulsi pada anak?

a. Dibiarkan saja


(60)

c. Dimasukkan kedalam wadah berisi alkohol d. Dimasukkan ke dalam mulut anak (antara pipi dan gusi)

e. Tidak tahu

6. Apa yang akan Bapak/Ibu lakukan pada anak jika terjadi gigi avulsi?

a. Mencari gigi yang terlepas dan menghentikan perdarahan

b. Menghentikan perdarahan di tempat kejadian c. Membawa anak ke UKS

d. Tidak tahu

7. Jika gigi tidak dikembalikan ke gusinya, media apakah yang akan Bapak/Ibu gunakan untuk menyimpan gigi tersebut?

a. Selembar tisu

b. Kantung seragam anak c. Gelas berisi alkohol d. Gelas berisi larutan susu e. Tidak tahu

8. Jika gigi jatuh di tempat yang kotor, apa yang akan Bapak/Ibu lakukan pada gigi tersebut?

a. Membersihkan gigi dengan menggunakan tangan b. Membersihkan dan membungkus gigi dengan tisu

c. Membersihkan gigi di bawah air yang mengalir d. Tidak melakukan apa-apa


(61)

9. Berapa lama waktu yang digunakan untuk mencuci gigi tersebut?

a. 5 detik b. 10 detik c. 15 detik d. 30 detik e. 60 detik

10. Menurut Bapak/Ibu, kemanakah anak pertama kali dibawa ketika terjadi gigi avulsi?

a. UKS b. Puskesmas

c. Rumah Sakit Umum

d. Menghubungi orangtua dari anak yang bersangkutan

e. Praktek dokter gigi terdekat

11. Apakah Bapak/Ibu akan mencuci gigi avulsi tersebut?

a. Ya b. Tidak

12. Larutan apa yang akan Bapak/Ibu gunakan untuk mencuci gigi tersebut?

A. Air bersih b. Antiseptik c. Larutan susu d. Tidak tahu


(62)

13. Menurut Bapak/Ibu, berapa lama waktu yang tepat untuk mengembalikan gigi avulsi ke gusinya?

a. 30 menit b. 1 jam c. 5 jam d. 12 jam e. Tidak tahu

14. Gigi apa yang sering terkena jika terjadi gigi avulsi? a. Gigi Seri

b. Gigi Taring c. Gigi Geraham

15. Anak-anak kelas berapa yang paling sering mengalami gigi avulsi?

a. Kelas 1 SD b. Kelas 2 SD c. Kelas 3 SD d. Kelas 4 SD e. Kelas 5 SD f. Kelas 6 SD


(1)

9. Berapa lama waktu yang digunakan untuk mencuci

gigi tersebut?

a. 5 detik

b. 10 detik

c. 15 detik

d. 30 detik

e. 60 detik

10. Menurut Bapak/Ibu, kemanakah anak pertama kali

dibawa ketika terjadi gigi avulsi?

a. UKS

b. Puskesmas

c. Rumah Sakit Umum

d. Menghubungi orangtua dari anak yang

bersangkutan

e. Praktek dokter gigi terdekat

11. Apakah Bapak/Ibu akan mencuci gigi avulsi

tersebut?

a. Ya

b. Tidak

12. Larutan apa yang akan Bapak/Ibu gunakan untuk

mencuci gigi tersebut?

A. Air bersih

b. Antiseptik

c. Larutan susu

d. Tidak tahu


(2)

13. Menurut Bapak/Ibu, berapa lama waktu yang tepat

untuk mengembalikan gigi avulsi ke gusinya?

a. 30 menit

b. 1 jam

c. 5 jam

d. 12 jam

e. Tidak tahu

14. Gigi apa yang sering terkena jika terjadi gigi avulsi?

a.

Gigi Seri

b.

Gigi Taring

c.

Gigi Geraham

15. Anak-anak kelas berapa yang paling sering

mengalami gigi avulsi?

a. Kelas 1 SD

b. Kelas 2 SD

c. Kelas 3 SD

d. Kelas 4 SD

e. Kelas 5 SD

f. Kelas 6 SD


(3)

LAMPIRAN 5. Gambaran tingkat pengetahuan gigi avulsi pada guru-guru SD

Pengetahuan guru SD terhadap gigi avulsi

n

%

Bentuk gigi avulsi yang ditemukan

Hanya berupa mahkota gigi saja

Gigi yang utuh, ada mahkota dan

akar

Hanya berupa akar gigi saja

Tidak tahu

29

54

18

64

17,57%

32,73%

10,91%

38,79%

Penyebab gigi avulsi

Makan makanan yang manis

Jatuh ketika anak sedang berolahraga

Makan makanan yang keras

Tidak tahu

41

39

44

41

24,85%

23,64%

26,67%

24,85%

Gambaran Penatalaksanaan gigi avulsi pada anak

Penatalaksanaan gigi avulsi

n

%

Jika terjadi gigi avulsi, apakah Bapak/Ibu mengembalikan gigi ke gusinya?

Ya

Tidak

28

137

16,97%

83,03%

Apa yang akan Bapak/Ibu lakukan pada gigi jika terjadi gigi avulsi pada anak?

Dibiarkan saja

Dimasukkan ke dalam kantung plastik

Dimasukkan ke dalam wadah berisi alkohol

Dimasukkan ke dalam mulut anak (antara pipi dan gusi)

Tidak tahu

45

43

46

6

25

27,27%

26,06%

27,88%

3,64%

15,15%

Apa yang akan Bapak/Ibu lakukan pada anak jika terjadi gigi avulsi?

Mencari gigi yang terlepas dan menghentikan perdarahan

Menghentikan perdarahan di tempat kejadian

Membawa anak ke UKS

Tidak tahu

35

51

66

13

21,21%

30,91%

40%

7,88%

Jika gigi tidak dikembalikan ke gusinya, media apakah yang akan Bapak/Ibu gunakan untuk

menyimpan gigi tersebut?

Selembar tisu

Kantung seragam anak

Gelas berisi alkohol

Gelas berisi larutan susu

Tidak tahu

96

8

36

8

17

58,18%

4,85%

21,82%

4,85%

10,3%

Jika gigi jatuh di tempat yang kotor, apa yang akan Bapak/Ibu lakukan pada gigi tersebut?

Membersihkan gigi dengan menggunakan tangan

Membersihkan dan membungkus gigi dengan tisu

Membersihkan gigi di bawah air yang mengalir

Tidak melakukan apa-apa

8

48

76

21

4,85%

29,09%

46,06%

12,73%


(4)

Tidak tahu

12

7,27%

Berapa lama waktu yang digunakan untuk mencuci gigi tersebut?

5 detik

10 detik

15 detik

30 detik

60 detik

41

39

35

30

19

25,45%

23,64%

21,21%

18,18%

11,52%

Menurut Bapak/Ibu, kemanakah anak pertama kali dibawa ketika terjadi gigi avulsi?

UKS

Puskesmas

Rumah Sakit Umum

Menghubungi orangtua dari anak yang bersangkutan

Praktek dokter gigi terdekat

91

23

7

21

23

55,15%

13,94%

4,24%

12,73%

13,94%

Apakah Bapak/Ibu akan mencuci gigi avulsi tersebut?

Ya

Tidak

97

68

58,79%

41,21%

Larutan apa yang akan Bapak/Ibu gunakan untuk mencuci gigi tersebut?

Air bersih

Antiseptik

Larutan susu

Tidak tahu

100

46

5

14

60,61%

27,88%

3,03%

8,48%

Menurut Bapak/Ibu, berapa lama waktu yang tepat untuk mengembalikan gigi avulsi ke

gusinya?

30 menit

1 jam

4 jam

12 jam

Tidak tahu

44

23

6

12

80

26,67%

13,94%

3,64%

7,27%

48,48%


(5)

LAMPIRAN 6. Tingkat pengetahuan * Penatalaksaan

Crosstab

Penatalaksaan Total

kurangbaik (skor : 0-4)

Baik (skor : >= 5)

Tingkat pengetahuan

buruk

Count 80 6 86

Expected Count 76.6 9.4 86.0

% within Tingkat pengetahuan

93.0% 7.0% 100.0%

% within Penatalaksaan 54.4% 33.3% 52.1%

% of Total 48.5% 3.6% 52.1%

sedang

Count 58 7 65

Expected Count 57.9 7.1 65.0

% within Tingkat pengetahuan

89.2% 10.8% 100.0%

% within Penatalaksaan 39.5% 38.9% 39.4%

% of Total 35.2% 4.2% 39.4%

baik

Count 9 5 14

Expected Count 12.5 1.5 14.0

% within Tingkat pengetahuan

64.3% 35.7% 100.0%

% within Penatalaksaan 6.1% 27.8% 8.5%

% of Total 5.5% 3.0% 8.5%

Total

Count 147 18 165

Expected Count 147.0 18.0 165.0

% within Tingkat pengetahuan

89.1% 10.9% 100.0%

% within Penatalaksaan 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 89.1% 10.9% 100.0%


(6)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 10.233a 2 .006

Likelihood Ratio 7.534 2 .023

Linear-by-Linear Association 7.006 1 .008

N of Valid Cases 165

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.53.

Directional Measures

Value Asymp.

Std. Errora

Approx. Tb Approx.

Sig.

Ordinal by Ordinal

Somers' d

Symmetric .152 .071 1.990 .047

Tingkat pengetahuan Dependent

.297 .137 1.990 .047

Penatalaksaan Dependent

.102 .050 1.990 .047

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Ordinal by Ordinal Gamma .458 .185 1.990 .047

N of Valid Cases 165

a. Not assuming the null hypothesis.