Populasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Di perairan Danau Toba, Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Danau Toba
Danau Toba merupakan danau vulkanik dengan panjang sekitar 100 km dan lebar
30 km yang terletak pada beberapa kabupaten dalam Propinsi Sumatera Utara.
Pada pemekaran wilayah kabupaten beberapa tahun lalu, Pulau Samosir dan
perairan Danau Toba di sekitarnya adalah termasuk dalam Kabupaten Samosir
yang beribukota di Pangururan. Pulau Samosir, sebagai pulau vulkanik demikian
juga dataran tinggi lainnya yang mengelilingi Danau Toba merupakan daerah
perbukitan yang terjal. Pembentukan Danau Toba diperkirakan terjadi saat
ledakan vulkanis sekitar 73.000 – 75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan
supervulkano (gunung berapi super) yang paling baru. Sebagian perairan Danau
Toba di sebelah utaranya termasuk kedalam wilayah Kabupaten Simalungun
dengan kota di tepi danaunya adalah Haranggaol dan Parapat. Sebelah barat laut
Danau Toba termasuk wilayah Kabupaten Tanah Karo dengan kota di tepi danau
adalah Tongging. Sedangkan di sebelah barat Danau Toba adalah wilayah
Kabupaten Dairi dengan kota di tepi danau adalah Silalahi. Sementara itu
disebelah timur danau adalah wilayah Kabupaten Tobamas dengan kota-kota di
tepi Danau Toba adalah Ajibata dan Balige. Sedangkan Kabupaten Samosir
meliputi wilayah seluruh Pulau Samosir dan perairan sekitar pantainya dengan

kota-kota di tepi danaunya adalah: Pangururan, Tomok, Ambarita, Simanindo dan
Nainggolan dan banyak desa di sepanjang tepi danau dan di perbukitan Pulau
Samosir (Parlindungan, 2012).
Danau Toba merupakan sumberdaya alam akuatik yang mempunyai nilai
yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi serta fungsi ekonomis.
Pemanfaatan danau memberikan imbas terhadap penurunan kualitas air akibat
berbagai aktivitas masyarakat di mana Danau Toba juga digunakan sebagai
tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian
di sekitar Danau Toba, limbah domestik dari pemukiman dan perhotelan, limbah
nurtrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang

Universitas Sumatera Utara

4

dibudidayakan dalam keramba jaring apung, limbah pariwisata dan limbah
transportasi air. Berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah
terjadi penurunan kualitas air dilokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan
masyarakat (Barus, 2007).
Demikian banyaknya aktivitas yang terjadi di sekitar wilayah danau,

termasuk banyaknya transportasi air dan kapal-kapal penumpang yang beroperasi
di wilayah perairan danau, maka tentu kualitas air danau akan mengalami
perubahan. Akibat berbagai kegiatan yang terjadi di sekitar wilayah Danau Toba,
maka perairan danau akan menerima suatu dampak lingkungan yang
mempengaruhi kehidupan manusia di sekitarnya dan kehidupan organisme
akuatik yang ada dalam badan air danau. Kehidupan akuatik yang dipengaruhi
sangat komplek yaitu terhadap rantai makanan (food chain) dan jaring makanan
(foodweb) dalam ekosistem perairan (Parlindungan, 2012).
Zat-zat yang terlarut dalam suatu perairan dapat berupa partikelpartikel,sedimen dan materi organik. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut di
dalam air maka air akan semakin keruh, sehingga produktivitas primer menurun.
Faktor ini dapat menyebabkan pertumbuhan fitoplankton menurun dan juga
meningkat.

Meningkatnya

pertumbuhan fitoplankton maka

nutrisi

yang


dibutuhkan organisme akuatik akan terpenuhi dan nilai produktivitas primer juga
meningkat, sebaliknya jika pertumbuhan fitoplankton menurun yang disebabkan
oleh limbah buangan baik itu dari aktivitas manusia seperti limbah yang berasal
dari hotel, transportasi, sisa pakan maka nilai produktivitas primer juga menurun.
Hal ini juga mengakibatkan kualitas air menurun (Yazwar, 2008).
Berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah terjadi
penurunan kualitas air di lokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat.
Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air danau yang diambil pada waktu
terjadinya kematian massal ikan mas di perairan Haranggaol Danau Toba pada
bulan November 2004 menunjukkan bahwa nilai kelarutan oksigen (DO) telah
turun pada nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 2,95 mg/l, hal ini menunjukkan
bahwa ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas. Selanjutnya nilai BOD
(Biochemical Oxygen Demand) sebesar 14 mg/l memberikan indikasi tingginya
bahan organik di dalam air. Bahan organik tersebut kemungkinan berasal dari sisa

Universitas Sumatera Utara

5


pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan budidaya. Demikian juga
konsentrasi zat-zat nutrisi seperti nitrogen dan fosfor telah jauh melebihi ambang
batas yang ditetapkan (Barus, 2007).

2.2 Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
Lobster air tawar Cherax quadricarinatus merupakan famili dari Parastacidae
yang habitat asalnya dari Australia. Lobster air tawar ini hanya mampu bertelur
dua kali setahun. Kondisi iklim di Indonesia yang sangat mendukung, juga
sumber pakan alami bagi lobster air tawar juga cukup tersedia di alam, sehingga
pertumbuhan lobster dapat menjadi cepat. Dengan potensi iklim yang mendukung
dan sumber pakan alami tersedia, mampu membuat Indonesia menjadi salah satu
negara produsen utama sekaligus pemasok lobster air tawar di pasar internasional
(Tamima, 2014).
Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu hewan
komoditi perikanan yang mempunyai bentuk tubuh yang unik serta memiliki
warna khas dan beragam. Perkembangan hidupnya sederhana tanpa melalui stadia
larva yang rumit (nauplius, zoea, mysis, postlarva) seperti pada udang
(Holdich,1993 dalam Susanto, 2010).
Menurut Lukito dan Prayugo (2007) untuk memudahkan dalam
identifikasi secara ilmiah, lobster air tawar diklasifikasikan dalam sebuah tata

nama. Biasanya tata nama ini menggunakan bahasa latin yang bisa dipahami
diseluruh dunia. Adapun tata nama lobster air tawar adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Subfilum

: Crustaceae

Kelas

: Malacostraca

Ordo


: Decapoda

Subordo

: Pleocyemata

Famili

: Parastacidae

Genus

: Cherax

Spesies

: Cherax quadricarinatus

Universitas Sumatera Utara


6

2.3 Anatomi dan Morfologi
Secara morfologi, spesies-spesies lobster air tawar termasuk dalam genus Cherax,
famili Parastacidae, ordo Decapoda, kelas Malacostraca, dan filum Arthropoda.
Umumnya, lobster air tawar memiliki ciri-ciri morfologi tubuh terbagi menjadi 2
bagian, yaitu kepala (chepalopthorax) dan badan (abdomen). Antara kepala
bagian depan dan bagian belakang dikenal dengan nama (sub-chepalothorax).
Cangkang yang menutupi kepala disebut karapak (carapace) yang berperan dalam
melindungi organ tubuh, seperti otak, insang, hati, dan lambung. Karapak
berbahan zat tanduk atau kitin yang tebal dan merupakan nitrogen polisakarida
yang disekresikan oleh kulit epidermis dan dapat mengelupas saat terjadi
pergantian cangkang tubuh (molting) (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).

Gambar 1. Morfologi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)
Iskandar (2003) menyatakan bahwa dilihat dari organ tubuh luar, lobster
memiliki beberapa alat pelengkap sebagai berikut:
a. Satu pasang antena yang berperan sebagai perasa dan peraba terhadap pakan
dan kondisi lingkungan
b. Satu pasang antenula yang berfungsi untuk mencium pakan

c. Mulut yang digunakan untuk mengunyah makanan.
d. Sepasang capit (celiped), yang lebar dan ukuran lebih panjang dibandingkan
dengan ruas dasar capitnya.

Universitas Sumatera Utara

7

e. Satu ekor tengah (telson) memipih, sedikit lebar dan dilengkapi dengan duri
duri halus yang terletak disemua bagian tepi ekor.
f. Dua pasang ekor samping (uropod) yang memipih.
g. Enam ruas badan (abdomen), agak memipih dengan lebar rata-rata hampir
sama dengan lebar kepala.
h. Empat pasang kaki renang (plepod), yang berperan dalam melakukan gerak
renang.
i. Empat pasang kaki untuk berjalan (walking legs).

a
d


b
c
i

h

g
e

f

Gambar 2. Bagian-bagian Morfologi Cherax quadricarinatus
2.4 Jenis Kelamin
Lobster air tawar merupakan spesies dimorfis, terdiri atas jenis kelamin jantan dan
betina. Jenis kelamin jantan dan betina lobster air tawar dapat dibedakan secara
pasti jika usianya telah mencapai 2-3 bulan dengan panjang total rata-rata 4-6 cm.
Ciri-ciri primer pembeda jenis kelamin calon induk lobster air tawar adalah
bentuk tertentu yang terletak di tangkai kaki jalan dan ukuran capit. Sementara itu,

Universitas Sumatera Utara


8

ciri-ciri sekunder yang dapat dilihat secara visual adalah kecerahan warna
tubuhnya (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Menurut Lim (2006) perbedaan jenis kelamin jantan dan betina pada
lobster air tawar adalah sebagai berikut:
a.

Kelamin jantan
Pada lobster air tawar jantan umumnya terdapat tanda merah di bagian luar
kedua ujung capitnya. Namun, warna merah ini tidak terbentuk bila capitnya
masih kecil. Tanda merah pada capit akan mulai terlihat bila ukuran lobster
sudah mencapai 7,5 cm. Alat kelamin jantan berbentuk seperti sepasang
tonjolan yang terlihat jelas menempel pada kaki jalan keempat yang paling
mendekati badan. Pada usia yang sama, lobster air tawar berkelamin jantan
cenderung mempunyai ukuran yang lebih besar dari lobster air tawar
berkelamin betina. Warna tubuh calon induk jantan lebih cerah dibandingkan
dengan warna dasar tubuh calon induk betina.


b.

Kelamin betina
Lobster air tawar betina tidak memiliki tanda merah di kedua capitnya. Alat
kelamin betina ditandai dengan adanya dua bulatan pada kaki kedua. Sama
halnya dengan kelamin jantan, kelamin lobster juga harus sepasang. Pada usia
yang sama, lobster air tawar berkelamin betina cenderung mempunyai ukuran
yang lebih kecil dari lobster air tawar berkelamin jantan.

2.5 Habitat dan Penyebaran
Habitat asli lobster air tawar adalah danau, rawa-rawa dan daerah sungai. Lobster
air tawar cenderung bersembunyi di celah-celah dan rongga-rongga seperti
bebatuan, potongan-potongan pohon, dan di antara akar tanaman rawa-rawa.
Hewan ini termasuk hewan yang tahan terhadap kondisi yang kurang baik,
misalnya pada saat musim kering mereka bisa hidup dalam tanah bahkan mampu
membuat lobang sampai kedalaman 5 cm (Iskandar, 2003).
Lobster air tawar adalah jenis hewan akuatik yang habitat alaminya adalah
danau, sungai, rawa dan saluran irigasi, hewan ini bersifat endemik karena
terdapat spesies lobster air tawar yang ditemukan di habitat alam tertentu
(Sukmajaya dan Suharjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

9

Berdasarkan data yang terkumpul, jenis lobster air tawar sebanyak 47
spesies. Spesies-spesies ini ada yang sudah dibudidayakan dan masih hidup bebas
di alam terbuka. Lobster air tawar tersebut tersebar luas di seluruh belahan dunia,
mulai dari Benua Eropa hingga Benua Amerika dan Australia. Meskipun beberapa
spesies lobster air tawar yang populer berasal dari Australia dan Amerika,
Indonesia juga memiliki daerah sebagai asal lobster air tawar. Daerah asalnya
yaitu aliran sungai-sungai di Lembah Baliem, Papua. Penyebaran lobster air
tawar pun semakin meluas ke seantero Nusantara. Jakarta, Tangerang, Bogor,
Depok dan Bekasi merupakan pusat perkembangan dan produksi lobster air tawar.
Di Sumatera, beberapa daerah juga menjadi sentra produksi lobster air tawar,
seperti Lampung, Palembang, Padang dan Medan. Di Sulawesi beberapa daerah
juga sudah banyak memproduksi lobster air tawar, seperti Makassar dan Manado.
Samarinda, Banjarmasin dan Balikpapan merupakan wilayah penyebaran lobster
air tawar di Pulau Kalimantan (Lukito dan Prayugo, 2007).

2.6 Karakteristik
Pada umumnya semua udang memiliki sifat alami yang sama, yakni aktif pada
malam hari (nocturnal), baik aktivitas untuk mencari makan dan reproduksi.
Beberapa indera yang digunakan udang untuk mendeteksi makanan adalah
penglihatan (sight), audio atau vibrio sense, thermosense dan chemosense. Dari
keempat indera tersebut chemosense atau chemoreseptor merupakan alat yang
paling peka untuk mendeteksi pakan. Mencari pakan, udang lebih mengandalkan
indera kimia daripada indera penglihatan (Yuniarso, 2006).
Sifat lobster adalah kanibalisme yaitu memakan sesama jenis sebab lobster
mempunyai karakter menyukai makanan yang berasal dari daging dan memiliki
aroma amis, sehingga pada saat lobster mengalami pergantian kulit (molting)
tubuhnya lunak serta menimbulkan aroma amis, hal ini mengundang lobster lain
untuk mendekat dan memangsanya. Kanibal juga dapat terjadi jika makanan tidak
mencukupi kebutuhan dan pertumbuhan tidak seragam. Lobster dalam keadaan
lemah setelah molting atau sakit, maka menjadi santapan lobster yang kuat.
(Hamiduddin, 2005 dalam Priyono 2009).

Universitas Sumatera Utara

10

Pertumbuhan pada lobster air tawar merupakan penambahan protoplasma
dan pembelahan sel yang terus menerus pada waktu ganti kulit. Secara umum
dinyatakan bahwa laju pertumbuhan krustasea merupakan fungsi dan frekuensi
ganti kulit dan pertambahan berat badan setiap proses ganti kulit atau molting.
Pada lobster pergantian kulit pertama dimulai pada umur 2-3 minggu, frekuensi
molting sering terjadi sebelum individu tumbuh menjadi dewasa (berumur 6-7
bulan) dan setelah dewasa proses molting jarang terjadi (Wickins, 1982 dalam
Yuniarso, 2006).
Frekuensi ganti kulit udang dipengaruhi oleh umur dan makanan yaitu
jumlah dan mutu makanan yang diserap. Udang yang makanannya berkualitas
baik dalam jumlah yang banyak akan lebih cepat mengalami pergantian kulit
daripada makanannya sedikit ataupun yang kualitasnya kurang baik (Ling, 1976
dalam Aris, 2011).

2.7 Faktor Lingkungan Tumbuh
Di habitat aslinya, lobster air tawar hidup di rawa-rawa, sungai, dan danau air
tawar. Lobster air tawar merupakan spesies yang berasal dari daerah tropis yang
tersebar di sekitar Australia bagian utara. Penyebaran ini membuat lobster tahan
terhadap berbagai kondisi dan cuaca (Lim, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan
lingkungan. Pakan berfungsi sebagai nutrisi dan energi yang digunakan untuk
mempertahankan hidup, membangun tubuh dan untuk proses perkembangannya.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup lobster adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), pH, dan substrat
(Ekawati et al., 1995).
Menurut

Yuniarso

(2006)

kelulusan

pertumbuhan organisme perairan juga

hidup

(survival

rate)

dan

dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan seperti lobster
air tawar antara lain suhu, derajat keasaman, kadar oksigen terlarut, substrat
bahan-bahan yang berpotensi racun seperti amonia dan nitrit.

Universitas Sumatera Utara

11

2.7.1 Suhu
Suhu air mempunyai peranan paling besar dalam perkembangan dan
pertumbuhan udang air tawar. Secara umum suhu optimal bagi udang air tawar
adalah 25-30oC. Suhu di atas 20oC masih dianggap baik bagi kehidupan udang.
Udang akan kurang aktif apabila suhu air turun di bawah 18 oC dan pada suhu 15o
C atau lebih rendah akan menyebabkan udang stres (Wardoyo, 1997 dalam
Yuniarso, 2006).

2.7.2 pH
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH
netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang
ideal bagi organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7-8,5 (Barus, 2004).

2.7.3 DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam
suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme-organisme air. Oksigen terlarut di dalam air bersumber
terutama dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses
fotosintesis. Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke
atmosfer dan melalui aktivitas respirasi organisme akuatik (Barus, 2004).

2.7.4 Substrat
Lobster air tawar biasanya hidup di perairan yang dasarnya berlumpur
dengan beberapa bebatuan dan potongan cabang tanaman. Dari penelitian
dilaporkan bahwa lobster air tawar yang dipelihara di lingkungan dengan substrat
berbatu dan berlumpur memiliki tingkat pertumbuhan lebih cepat dibandingkan
dengan yang dipelihara di substrat buatan, seperti plastik (Lukito dan Prayugo,
2007).

Universitas Sumatera Utara