Kawanua Basiar di Tanah Deli (Studi Etnografi Kawanua di Kota Medan)

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Kota Medan
Keberadaan kota Medan dimulai dari dibangunnya Kampung
Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi
Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku
Perungityang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan kota
Medan selanjutnya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen
Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan tahun 1887, sebelum akhirnya
statusnya diubahmenjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang
Gubernur pada tahun 1915 13 .Menurut Riwayat Hamparan Perak tulisan
Batak Karo yang disalin tahun 1916, ada disebutkan seorang cucu dari
Sisingamangaraja bernama Siraja Hita, merantau ke tanah Karo dan salah
seorang anaknya bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi. Dia memeluk
agama Islam atas pengaruh seorang ulamayang disebut Datuk Kota
Bangun. Guru Patimpus Sembiring Pelawi adalah orang yang dianggap
sebagai pendiri kota Medan pertama kali.
Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawipada tahun
1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada
tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung

13

Addina Marizka, “Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pemerintah Kota Medan”, Skripsi Strata 1 Fakultas Ekonomi, Medan, Perpustakaan USU Medan,
2009, hal. 51, td.

28
Universitas Sumatera Utara

ini berpenduduk 200 orang dan dipimpin oleh seorang bernama Tuanku
Pulau Berayan yang sudah sejak beberapa tahun bermukim di sanauntuk
menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni
sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai
kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah
ke Medan.
Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar
Jawa,terutama

setelah


pemerintah

kolonial

membuka

perusahaan

perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12
anggota

orang

Eropa,

dua

orang

bumiputra,


dan

seorang

Tionghoa.Menurut legendanya, dalam abad ke 15, terjadi peperangan Aru
Deli Tua/Puteri Hijau dengan Aceh (Sultan Ali Muchajatsjah) 1522 M.
Dimulai di kampung Medan, lalu terus ke Deli Tua. Peperangan itu terjadi
sebanyak 2 kali yang pada akhirnya Deli Tua dan Medan tunduk ke Aceh.
Jadi kalau menurut legenda, Medan sudah berumur kurang lebih 500
tahun.
Ada perbedaan pendapat mengenai hari jadinya kota Medan, ini
terbukti dengan terjadinya pergantian hari jadi kota Medan yang pada
awalnya bertanggal 1 April 1909 menjadi 1 Juli 1590. Sebelumnya Untuk
itu dibentuklah panitia khusus hari jadi kota Medan untuk meneliti hal
tersebut, sehingga nantinya diketahui kapan sebenarnya kota Medan
terbentuk. Hasil dari seminar hari jadi kota Medan tersebut menetapkan
hari jadi kota Medan jatuh pada tanggal 1 Juli 1590. DPRD Medan lewat

29

Universitas Sumatera Utara

keputusan hasil sidangnya memutuskan untuk mengganti hari jadi
kotaMedan yang dulu jatuh pada tanggal 1 April 1909 menjadi tanggal 1
Juli 1590. DPRD Medan juga memberikan saran supaya sidang dewan
mencabut dan membatalkan hari ulang tahun kotamadya Medan yang
selama ini sudah dirayakan pada tiap tanggal 1 April. Untuk masa
mendatang perayaanhari ulang tahun kotamadya Medan supaya dilakukan
pada tiap tanggal 1 Juli dengan catatan perayaan besar-besaran dilakukan
sekali dalam 5 tahun. 14

2.2 Kota Medan Secara Geografis

Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat,
timur dan selatan Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan
Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang
strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang
kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun
internasional.
Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata

2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada
maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. Kotamadya Medan memiliki 21
Kecamatan dan 158 Kelurahan. Adapun luas wilayah masing-masing
kecamatan dapat dilihat dalam tabel I berikut ini
14

http://eprints.walisongo.ac.id/1373/4/08211107

30
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan
NO

Kecamatan

Luas

Presentase


(Km2)

(%)

1

Medan Tuntungan

20,68

7,8

2

Medan Selayang

12,81

4,83


3

Medan Johor

14,58

5,50

4

Medan Amplas

11,19

4,22

5

Medan Denai


9,05

3,41

6

Medan Tembung

7,99

3,01

7

Medan Kota

5,27

1,99


8

Medan Area

5,52

2,08

9

Medan Baru

5,84

2,20

10

Medan Polonia


9,01

3,40

11

Medan Maimun

2,98

1,13

12

Medan Sunggal

15,44

5,83


13

Medan Helvetia

13,16

4,97

14

Medan Barat

6,82

2,57

15

Medan Petisah

5,33

2,01

16

Medan Timur

7,76

2,93

17

Medan Perjuangan

4,09

1,54

18

Medan Deli

20,84

7,86

19

Medan Labuhan

36,67

13,83

20

Medan Marelan

23,82

8,89

21

Medan Belawan

26,25

9,90

JUMLAH

265,10

100

31
Universitas Sumatera Utara

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kecamatan Medan Labuhan
memiliki daerah yang paling luas mencapai 36,67 km2. Dan medan secara
keseluruhan dengan luas wilayah 265,10 km
Peta Kota Medan

Gambar 2.1 Peta Kota Medan
Sumber : http.image.ggl.kotamedan

2.3 Komposisi Penduduk Kota Medan
Kota Medan merupakan kota dengan penduduk terpadat ketiga di
Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Pada Sensus yang dilakukan pada

32
Universitas Sumatera Utara

Tahun 2009 Penduduk Kota Medan mencapai 2.121.053 Juta jiwa yang
tersebar di 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan. Berikut data Jumlah
Kelurahan dan penduduk perkecamatan di Kota Medan.
Tabel 2.2Data Jumlah Kelurahan per Kecamatan
NO

Nama Kecamatan

Jumlah Kelurahan

1

Medan Tuntungan

9 Kelurahan

2

Medan Johor

6 Kelurahan

3

Medan Amplas

8 Kelurahan

4

Medan Denai

5 Kelurahan

5

Medan Area

12 Kelurahan

6

Medan Kota

12 Kelurahan

7

Medan Maimun

6 Kelurahan

8

Medan Polonia

5 Kelurahan

9

Medan Baru

6 Kelurahan

10

Medan Selayang

6 Kelurahan

11

Medan Sunggal

6 Kelurahan

12

Medan Helvetia

7 Kelurahan

13

Medan Petisah

7 Kelurahan

14

Medan Barat

6 Kelurahan

15

Medan Timur

11 Kelurahan

16

Medan Perjuangan

9 Kelurahan

17

Medan Tembung

7 Kelurahan

18

Medan Deli

6 Kelurahan

19

Medan Labuhan

7 Kelurahan

20

Medan Marelan

4 Kelurahan

21

Medan Belawan

6 Kelurahan

JUMLAH

158

33
Universitas Sumatera Utara

Sumber Badan Pusat Statistik Kota Med

Data diatas menunjukan bahwa Kecamatan Medan Area dan
Kecamatan Medan Kota memiliki jumlah kelurahan yang paling banyak
berjumlah 12 Kelurahan , dan Kecamatan Medan Marelan dengan Jumlah
kelurahan yang paling sedikit yaitu 4 kelurahan.
Berikut jumlah penduduk Kota Medan di setiap Kecamatan pada
sensus Badan Pusat Statistik Tahun 2009 ;

NO

Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Kota Medan menurut
Kecamatan
Tahun 2013 – 2014
KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK

1

Medan Tuntungan

70.073

2

Medan Johor

116.220

3

Medan Amplas

115.156

4

Medan Denai

139.939

5

Medan Area

109.253

6

Medan Kota

84.292

7

Medan Maimun

57.859

8

Medan Polonia

53.427

9

Medan Baru

44.216

10

Medan Selayang

85.678

11

Medan Sunggal

110.667

12

Medan Helvetia

145.376

13

Medan Petisah

68.120

14

Medan Barat

79.098

15

Medan Timur

113.874

34
Universitas Sumatera Utara

16

Medan Perjuangan

105.702

17

Medan Tembung

141.786

18

Medan Deli

150.076

19

Medan Labuhan

106.922

20

Medan Marelan

126.619

21

Medan Belawan

96.700

JUMLAH

2.121.053

Sumber: Medan dalam angka 2014

Kota Medan sangatlah pantas disebut sebagai kota besar ,tidak hanya
daerah teritorial yang luas dan penduduk yang berjumlah besar, juga banyak
suku bangsa dari penjuru Indonesia hidup dan tinggal menetap di daerah ini.
Data sensus penduduk tahun 2000 mencakup seluruh suku bangsa yang ada
di Indonesia, tetapi dalam penyajian ini hanya ditampilkan dua belas suku
bangsa yang berdasarkan presentase dominan mendiami wilayah kota
Medan.
Secara umum penduduk yang bersuku bangsa jawa menjadi suku
bangsa yang dominan mendiami wilayah Kota Medan sebesar 33,03 persen.
Kemudian disusul oleh suku bangsa Batak Toba sebesar 19,21 persen, Cina
sebesar 10,65 persen, suku bangsa Mandailing/Angkola sebesar 9,36 persen
dan suku bangsa Minang sebesar 8,60.

35
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Presentase Penduduk Menurut Suku bangsa Tahun 2000
NO

Suku Bangsa

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

1

Jawa

33,02

33,03

33,03

2

Batak Toba/ Tapanuli

19,06

19,35

19,21

3

Cina/ Tionghoa

10,65

10,66

10,65

4

Mandailing dan Angkola

9,37

9,36

9,36

5

Minang

8,72

8,48

8,60

6

Melayu

6,57

6,62

6,59

7

Karo

4,01

4,20

4,10

8

Lainnya

3,88

4,03

3,95

9

Aceh

2,92

2,65

2,78

10

Simalungun

0,68

0,70

0,69

11

Nias

0,80

0,58

0,69

12

Pakpak

0,35

0,34

0,34

Sumber :Sensus Penduduk 2000
Data diatas menunjukkan bahwa orang Melayu yang menurut sejarah
merupakan penduduk asli Kota Medan memiliki jumlah penduduk lebih
sedikit jika dibandingkan dengan suku bangsa pendatang seperti jawa ,
batak dan Cina. Sementara data untuk orang Minahasa yang ada di Kota
Medan tidak dapat dirincikan secara jelas karena suku bangsa ini tidak
memiliki penduduk yang jumlah presentasenya mencapai 0.25 persen
sehingga menurut data sensus penduduk orang Minahasa tergolong kepada

36
Universitas Sumatera Utara

suku yang lainnya. Dengan arti bahwa didalam suku bangsa yang lainnya itu
terdapat suku bangsa yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia lainnya
dan dipersentasekan mencapai angka 3,95 persen.

2.4 Suku Minahasa di Kota Medan
2.4.1 Sejarah Suku Minahasa Secara Umum
Minahasa merupakan sebuah daerah di Provinsi Sulawesi Utara.
Menurut hasil penelitian PPM UGM SUJ Tahun 2005, Suku bangsa
Minahasa berasal dari Formosa 15 Taiwan, keturunan suku bangsa-bangsa
Austronesia dari Formosa Taiwan yang sedang melakukan perjalanan
panjang dari Filipina hingga Sulawesi. Dari segi bahasa banyak kesamaan
yang dimiliki antara suku Minahasa dengan bahasa di Formosa Taiwan.
Seorang ahli penafsir tulisan kuno bernama Tandean menjelaskan
pada saat dia melakukan penelitian pada batu yang bertuliskan “Min Nan
Tou”. 16Min Nan Tou memiliki arti keturunan Raja Ming. Penelitian tersebut
menguatkan asumsi masyarakat yang menyatakan adanya identitas yang
sama antara orang Minahasa dengan orang Tionghoa dari segi ciri-ciri ras.
Sebutan Minahasa berasal dari kata, Mina yang berarti telah
diadakan/telah terjadi dan Asa/ Esa yang artinya satu, jadi Minahasa berarti
telah diadakan persatuan atau mereka yang telah bersatu, jadi Minahasa
berarti telah diadakan persatuan atau mereka yang telah bersatu.

15

Formosa merupakan gugusan kepulauan yang berada dibawah naungan wilayah geografis
Taiwan, wilayah ini dipercaya sebagai asal nenek moyang beberapa suku di Nusantara.
16
Manjo ka leilem Magazine, Sekilas tentang Minahasa oleh PPM UGM SUJ Tahun 2015

37
Universitas Sumatera Utara

Secara historis belum ada data yang dapat menjelaskan sejak kapan
orang Minahasa mulai tinggal di Kota Medan. Namun seorang informan
bernama Frans Tumilaar

mengatakan bahwa pada zaman dahulu

kedatangan orang Minahasa di Kota Medan dimulai pada saat zaman
penjajahan Jepang di Indonesia. Pada saat itu Jepang mengirimkan tentara
bentukan mereka yang ada di Minahasa menuju kota Medan dalam rangka
memperkuat sektor militer mereka, dan pada era tersebut orang Minahasa
mulai muncul di Kota Medan dan semakin berkembang. Informan juga
menjelaskan pada tahun 1980-an orang Minahasa semakin lama semakin
bertambah banyak jumlahnya di Kota Medan. kedatangan orang Minahasa
ke Kota Medan beberapa diantaranya karena tugas pekerjaan, pendidikan
dan dorongan dari keluarga yang sudah lebih dahulu menetap di Kota
Medan.
Dari penjelasan informan terkait dengan awal mula kedatangan
orang Minahasa di Kota Medan memberikan penjelasan kepada penulis
bahwa kedatangan orang Minahasa terdiri atas dua fase. Fase yang pertama
disebut dengan fase awal dimana pada tahapan ini orang Minahasa tiba di
Kota Medan karena adanya pengaruh Jepang sebagai penjajah. Fase kedua
disebut dengan fase Modern dimana orang Minahasa datang ke Kota Medan
dipengaruhi oleh faktor-faktor perkembangan zaman sebagai contoh adanya
tugas pekerjaan, pendidikan dan dorongan dari keluarga.
Orang Minahasa di Kota Medan tidak terlalu memperlihatkan
eksistensinya sebagai suku bangsa pendatang, berbeda dengan suku bangsa

38
Universitas Sumatera Utara

yang lainnya seperti Minang, Mandailing yang menunjukan eksistensi
mereka dengan berbagai cara-cara beradaptasi sehingga menyebabkan
masyarakat luas di Kota ini melihat keberadaan suku itu sesungguhnya.
Menurut

data

yang

diterima

oleh

penulis

dari

Sekretaris

Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP) suatu organisasi
paguyuban orang Minahasa, ada 169 kepala keluarga yang terdaftar secara
resmi dan menjadi anggota organisasi ini. Data tentang jumlah orang
Minahasa di yang ada di PTMP menjadi tolak ukur bagi penulis untuk
menyimpulkan jumlah kesuluruhan orang Minahasa di Medan, walaupun
beberapa temuan juga berkembang bahwa dapat dipastikan masih ada orang
Minahasa lainnya yang tidak termasuk dalam anggota organisasi ini hidup
dan menetap di Kota Medan.

2.4.2 Kawanua di Kota Medan Medan
Situasi Kawanua di Kota Medan dalam proses Interaksi sosial yang
mereka jalani berkaitan kuat dengan bagaimana strategi mereka dalam
mempertahankan identitas etnisnya serta batasan-batasan yang ada dalam
keberlangsungan proses interaksi tersebut. Keberlangsungan proses
interaksi pada kawanua di Kota Medan tidak sepenuhnya berjalan lurus
sesuai dengan tradisi-tradisi yang ada pada kebudayaan mereka sendiri.
Hal itu disebabkan karena masing masing kebudayaan yang ada di Medan
terkontaminasi dengan orang-orang Minahasa dan memberikan pengaruh

39
Universitas Sumatera Utara

serta tekanan yang sangat kuat, sehingga kawanua sendiri merasa bahwa
kebudayaan itu bisa saja terkikis oleh kebudayaan lainnya.
Kehadiran kelompok paguyuban yang berbasis organisasi sosial
menjadi alasan terkuat bahwa berbagai upaya telah dilakukan untuk
meminimalisir kemungkinan terkikisnya Kebudayaan sendiri. Proses
adaptasi individualistis dinilai belum mampu mendobrak kawanua untuk
tetap bertahan pada tradisi dan identitas diri yang sebenarnya sehingga
adaptasi itu kembali dibentuk dan dikemas dalam konsep pengelompokan.
Apa yang terjadi dengan Kawanua di Kota Medan dapat di kaitkan
dengan konsep asimilasi menurut Koentjaraningrat dimana suatu proses
sosial timbul

diantara golongan manusia dengan latar belakang

kebudayaan yang berbeda, saling bergaul langsung secara intensif untuk
waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan
tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya
masing-masing berubah wujudnya menjadi kebudayaan campuran, dan
biasanya proses asimilasi ini terjadi antara satu golongan mayoritas dengan
golongan minoritas. 17
Proses sosial dan gambaran kebudayaan di kota Medan sudah pasti
membawa orang minahasa untuk hidup berdampingan dengan orang-orang
dari suku bangsa yang lainnya. Kawanua merupakan kelompok-kelompok
minoritas yang dalam proses sosial itu berkembang dengan kelompokkelompok mayoritas. Misalnya bagi kawanua yang menikah dengan orang

17

Prof.Koentjaraningrat PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI

40
Universitas Sumatera Utara

karo, asimilasi terbentuk dalam proses ini, dimana orang Minahasa
membangun proses sosial tersebut menjadi sebuah kesatuan dan berjalan
berdampingan. Realitas yang terjadi dominasi dari pihak suku karo tetap
berjalan sesuai dengan porsinya dalam sistem kekerabatan dan berjalannya
tradisi-tradisi adat istiadat tersebut, dengan tidak menghilangkan tradisitradisi Minahasa yang juga tetap di junjung oleh Kawanua. Adanya sikap
saling menghormati antara kedua kebudayaan itu membuat kerabat dari
pihak suku karo juga menghargai bahwa orang minahasa juga memiliki
tradisi-tradisi serta kearifan yang tidak dapat dihilangkan dari identitas
mereka.
Tetapi walaupun dalam hal tradisi adat istiadat tidak ada yang
berubah, dalam kebiasaan sehari-hari kedua kebudayaan yang saling
berdampingan antara Minahasa dan karo dapat bersatu, dan menciptakan
unsur-unsur kebudayaan yang baru yang mungkin dapat diterima hanya
oleh anggota kerabat inti (nuclear family) mereka saja. Misalnya orang
Minahasa memang sudah terbiasa memakai alas kaki dirumah sementara
bagi orang karo hal ini merupakan sesuatu yang tidak baik karena
melanggar norma adat istiadat orang karo. Fenomena ini hanya dapat
diterima oleh keluarga inti orang Minahasa dan orang karo tersebut.
Apabila kebiasaan ini dilakukan oleh kawanua di tengah-tengah keluarga
besar dari karo maka kawanua akan mendapatkan teguran dan sanksi
sosial dari kerabat yang berasal dari suku karo. Misalnya apabila ada acara
perpulungen orang-orang karo maka kawanua diwajibkan untuk menaati

41
Universitas Sumatera Utara

kebiasaan-kebiasaan dalam acara tersebut seperti menanggalkan alas kaki
selama acara berlangsung. Dalam hal ini orang Karo memahami tradisi
yang dimiliki oleh pasangannya sehingga apabila itu dilakukan di tengah
proses kehidupan mereka tidak memicu terjadinya konflik, hanya saja
penting bagi kawanua untuk memahami dimana hal itu bisa dilakukan dan
tidak bisa dilakukan olehnya.
PTMP menjadi sebuah solusi bagi Kawanua untuk melawan
tekanan-tekanan yang berasal dari dominasi suku bangsa lainnya.
Keberadaan PTMP dinilai mampu meningkatkan kepercayaan diri setiap
orang yang bergabung di dalamnya. Keyakinan ini timbul karena PTMP
membuat kawanua dan seisi anggotaannya merasakan bahwa ada
kelompok yang mampu memberikan dukungan dan perlindungan terhadap
kegiatan-kegiatan sosialisasi yang mereka lakukan. Bahkan mereka merasa
bahwa PTMP menjadi keluarga kedua bagi mereka. Walaupun seseorang
memiliki kemapanan yang baik dalam siklus kehidupannya tidak dapat
dipungkiri bahwa orang tersebut pasti membutuhkan orang lain, analogi
ini sangat cocok dihubungkan dengan kawanua di Kota Medan. Tradisi
kebudayaan yang dimiliki orang Minahasa akan hilang apabila tradisitradisi itu tidak pernah mereka lakukan dalam kehidupan mereka seharihari, tetapi kehadiran PTMP sebagai suatu komunitas sosial mendorong
kembali berlangsungnya tradisi-tradisi tersebut.
Dalam membangun interaksi sosial di daerah perantauan, kawanua
memiliki batasan-batasan dalam mentransmisikan tradisi dan kebudayaan

42
Universitas Sumatera Utara

mereka sebagai suatu identitas. Batasan-batasan tersebut mengacu kepada
pola perilaku yang mereka lakukan dalam beradaptasi dan membangun
kelompok sosialnya. Pola perilaku yang dimaksud mengarah kepada
sejauh mana kontak sosial yang terbangun dengan suku lainnya dibatasi
oleh apa yang perlu disampaikan dan tidak perlu disampaikan.
Apa yang perlu dan tidak perlu disampaikan, Misalnya pada saat
kawanua mengadakan perayaan seremonial suka cita seperti upacara
pernikahan, menurut tradisi adat istiadat Minahasa biasanya terdapat mata
acara yang dinamakan badansa, dimana kedua pengantin akan berdansa
bersama seperti halnya berdansa dalam kebudayaan Barat. Berdansa
memiliki ciri khas dimana orang yang melaksanakannya merupakan
sepasang perempuan dan laki-laki, keduanya menari dengan gaya-gaya
seperti menari sambil berpelukan dan gaya romantis lainnya. Hal ini dirasa
sangatlah janggal apabila dipertontonkan bagi masyarakat dari suku
bangsa lainnya. Berdansa seperti budaya barat tidak pernah terlihat
dilaksanakan pada upacara tertentu dalam tradisi dan kebiasaan suku-suku
yang ada di Kota Medan. Fenomena yang tidak biasa dilihat ini
memunculkan pendapat bahwa di Kota Medan hal tersebut tidak terlalu
disarankan untuk dilakukan dalam upacara pernikahan Kawanua di Kota
Medan. Batasan-batasan dalam berperilaku perlu dilakukan oleh Kawanua
dalam membangun interaksi di daerah perantauan ini.
Batasan suatu kelompok etnis timbul karena adanya wilayah
sebagai faktor utama pembentuk kontak sosial antara berbagai kelompok

43
Universitas Sumatera Utara

etnis yang berbeda. Perbedaan yang memunculkan adanya klaster
mayoritas dan minoritas merupakan pemicu terbentuknya batas-batas
dalam berbudaya. Cenderung golongan mayoritas menciptakan batasanbatasan mereka dalam cakupan yang sangat luas karena merasa memiliki
kekuatan sehingga idealisme dalam berbudaya pun muncul. Sementara
golongan minoritas menciptakan batasan-batasan mereka menurut apa
yang dapat diterima oleh masyarakat secara keseluruhan termasuk
golongan mayoritas.
F . Barth mengatakan kelompok etnik bukan semata-mata
ditentukan oleh wilayah yang didudukinya (1988:16). Orang minahasa
yang tinggal di kota Medan membangun komunitas sosial mereka
walaupun wilayah yang diduduki bukan daerah asalnya tetapi mereka tetap
mengembangkan kelompok etniknya dan menjalankan misi budaya yang
mereka bawa dari daerah asal. Wilayah sering menjadi kendala bagi
seseorang dalam membangun interaksi dan kontak sosial terhadap
lingkungannya, wilayah terkadang menggambarkan identitas lainnya dari
suatu suku bangsa, misalnya Medan identik dengan orang melayu dan
batak. oleh karena itu kehadiran komunitas sosial menjadi pendorong bagi
seseorang untuk lebih percaya diri dalam membangun interaksi di wilayah
yang didudukinya

44
Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Pola Permukiman Kawanua
Pola pemukiman suatu suku bangsa sering menjadi identitas yang
kuat terkait pengetahuan masyarakat tentang suku bangsa tersebut. Misalnya
bila yang ditanyakan suku Tionghoa masyarakat Kota Medan akan berpikir
dengan daerah sekitar Jalan Asia dan Jalan Thamrin , Suku Melayu di
kawasan Amaliun , Suku Batak Kawasan Perumnas Mandala dan Suku Karo
di Kawasan Padang Bulan dan Simalingkar.
Orang Minahasa menurut pola pemukiman tidak tinggal dalam satu
daerah tertentu, melainkan menyebar. Tidak ada suatu kawasan atau tempat
tertentu yang dapat menjelaskan bahwa ada sekelompok orang Minahasa
yang tinggal disana. Orang Minahasa tinggal menyebar dan bermukim di
suatu tempat dan hidup berdampingan dengan suku bangsa yang lainnya.
Pola pemukiman yang menyebar dari orang Minahasa ini terjadi karena
adanya faktor kepentingan

individual

dan

kepentingan

kelompok.

Kepentingan individual misalnya karena orang Minahasa harus bergantung
dengan kepentingan tugas pekerjaan, mata pencaharian dan segala hal yang
berhubungan dengan upaya mempertahankan kebutuhan individualistik.
Sedangkan kepentingan kelompok suatu yang sifatnya mengarah kepada
kecenderungan terhadap kelompok yang memiliki ikatan emosional yang
kuat terhadap masyarakat pendatang misalnya ada saudara ataupun kerabat
yang tinggal dalam satu kawasan yang sama, maka pendatang akan memilih
tempat tersebut untuk bermukim.

45
Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Mata Pencaharian Kawanua
Di kota Medan mata pencaharian terkadang menjadi sebuah identitas
bagi masyarakat tertentu. Ketika melihat orang Tionghoa maka yang
terlintas dalam pikiran kita yaitu wirausaha, orang Minang dengan usaha
kuliner rumah makan khasnya dan lain-lain.
Dari sisi mata pencaharian, orang Minahasa tidak memiliki identitas
khusus seperti halnya orang Tionghoa , Jawa dan Minang. Orang Minahasa
di kota Medan menggeluti berbagai bidang profesi misalnya sebagai
angkatan militer, rohaniawan , guru , pengusaha , pegawai negeri sipil dan
lain lain. Tidak ada bentuk mata pencaharian yang dominan di kerjakan oleh
orang Minahasa, perspektif masyarakat tidak akan timbul karena kelompok
suku bangsa ini dari segi jumlah tidak banyak oleh karena itu masyarakat
masih melihat hal hal yang sifatnya umum dari mata pencaharian orang
Minahasa.

2.4.5 Kepercayaan Kawanua
Sulawesi Utara adalah salah satu Provinsi dengan populasi umat
Kristen yang cukup besar di Indonesia. Bahkan di daerah itu penganut
agama Kristen memiliki jumlah lebih besar daripada umat Islam. Dominasi
umat Nasrani pada Sulawesi Utara disebabkan karena salah satu faktor
topografi Sulawesi Utara yang sangat dekat jaraknya dengan Filipina ,
dimana Filipina mayoritas adalah Kristen. Orang Minahasa di Kota Medan
juga di dominasi penganut Agama Kristen dan Katholik. Hal ini dapat

46
Universitas Sumatera Utara

dibuktikan dengan adanya konsistensi dan eksistensi kelompok paguyuban
orang Minahasa yang berdiri atas dasar keagamaan Kristen. Tetapi bukan
berarti eksistensi kelompok tersebut saja yang dapat mewakili bahwa orang
minahasa dominan beragama Nasrani, ada kelompok lain yang merupakan
keturunan Minahasa membuat paguyuban yang sifatnya lebih umum atau
nasional dan didalamnya terdiri dari banyak sekali agama dan kepercayaan.
Misalnya HIMSU (Himpunan Masyarakat Sulawesi Utara) dan KorFamily .

2.4.6 Tingkat Pendidikan Kawanua
Pendidikan menjadi sebuah elemen terpenting dalam kehidupan
manusia. Tingkah laku dan proses kehidupan yang dialami setiap manusia
tak jarang ditentukan oleh tingkat pendidikan yang dikecap oleh manusia
tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya berpengaruh
terhadap kualitas hidup orang tersebut. Pendidikan tersebut juga selalu
beriringan dengan dinamika kebudayaan yang terjadi pada masa ini.
Tentunya dengan semakin berkembangnya zaman dan teknologi sudah pasti
akan semakin merubah kebudayaan yang ada pada masyarakat tersebut
karena teknologi akan terus mempengaruhi masyarakat dengan modenya
yang dari waktu ke waktu akan selalu berubah.
Bagi suku suku pendatang, pendidikan adalah suatu modal sangat
penting yang harus dimiliki dan dikemas dengan sangat kompleks, karena
pendidikan merupakan bekal utama bagi masyarakat pendatang untuk dapat
bertahan hidup di daerah orang. Oleh karena itu banyak orang orang yang

47
Universitas Sumatera Utara

bermigrasi ke suatu tempat mempersiapkan diri mereka dengan keadaan
budaya orang hanya mengandalkan pendidikannya sebagai senjata utama.
Orang Minahasa di Kota Medan menurut pengamatan peneliti
memiliki tingkat pendidikan rata-rata diatas Sekolah Menengah Atas
(SMA). Keadaan perekonomian yang cukup baik menjadikan alasan utama
bahwa orang Minahasa di Kota Medan memiliki pendidikan yang cukup
baik.

48
Universitas Sumatera Utara