Kawanua Basiar di Tanah Deli (Studi Etnografi Kawanua di Kota Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penelitian ini mengkaji tentang studi etnografi kawanua atau orang
Minahasa yang merantau di kota Medan. Penelitian didasarkan pada
ketertarikan peneliti untuk melihat bagaimana keberadaan orang Minahasa
di kota Medan dalam beradaptasi dengan kebudayaan di Medan saat ini.
Di samping itu penelitian ini juga akan merujuk kepada tumbuhnya gejala
etnisitas yang dialami oleh sesama orang Minahasa yang hidup dan
menetap di kota Medan saat ini serta bagaimana orang Minahasa sebagai
perantau beradaptasi dan membentuk pola – pola interaksi dalam proses
sosial mereka di tengah masyarakat kota Medan umumnya .
Sulit rasanya untuk menemukan orang Minahasa di Kota Medan.
Orang Minahasa bukanlah suku asli yang secara historis telah ada di kota
Medan sejak zaman dahulu. Di kota Medan sendiri persebaran orang
Minahasa terpencar dan tidak berkelompok, artinya tidak ada daerah
tertentu yang dijadikan tempat tinggal secara berkelompok oleh orang
Minahasa. Orang Minahasa tersebar tergantung dimana dia mendapatkan
tempat tinggal saat awal mula bermigrasi ke kota Medan. Dari sisi mata
pencaharian, orang Minahasa di Kota Medan bekerja pada sektor-sektor

formal dan informal sebagaimana masyarakat lainnya. Tidak ada sistem
mata pencaharian tertentu yang menurut pandangan masyarakat dikerjakan

1
Universitas Sumatera Utara

oleh orang Minahasa contohnya orang Tionghoa selalu dikaitkan dengan
pedagang dan wirausaha. Menurut pengamatan yang beberapa kali telah
dilakukan penulis, kebanyakan orang Minahasa yang ada di kota Medan
menganut agama Kristen, hal itu disebabkan oleh daerah asal mereka yaitu
Sulawesi Utara yang penduduknya di dominasi oleh agama Kristen. Orang
Minahasa di Kota Medan pada saat ini mulai membangun suatu kekuatan
untuk mempertahankan kebudayaan mereka agar tidak hilang saat berada
di daerah perantauan. Mereka membentuk asosiasi serta perkumpulan
orang minahasa, hal ini dilakukan agar ke depannya kebudayaan serta
tradisi yang mereka miliki tidak hilang dengan adanya hubungan interaktsi
yang kuat antara orang Minahasa dengan orang-orang dari suku yang
lainnya.
Etnis memiliki arti yang sama dengan suku bangsa, secara defenitif
diartikan sebagai himpunan manusia karena kesamaan ras, agama , asal

usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada
sistem nilai budaya. Etnis sebagai suatu kelompok atau himpunan manusia
terbentuk karena adanya ciri yang ditentukan oleh kelompok itu sendiri,
yang kemudian membentuk pola tersendiri dalam hubungan interaksi
antara sesamanya ( Barth, 1988:11 ). Secara umum memang hal ini dapat
dinilai sebagai suatu kriteria, bagaimana seseorang atau sekumpulan orang
yang hidup dalam suatu komunitas suku bangsa dicirikan sebagai anggota
suku bangsa tersebut akibat adanya beberapa kesamaan.

2
Universitas Sumatera Utara

Dalam bahasa popular, etnik merupakan kumpulan masyarakat
yang mendiami sebuah wilayah yang memiliki identitas dan kebiasaannya
tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lainnya. (Purna Made I, 2013:9)
Artinya ada perbedaan yang ditunjukan oleh setiap kelompok etnis yang
hidup dan menetap di suatu daerah.
Etnisitas secara umum lebih kepada penggunaan simbolik dari
berbagai aspek kebudayaan untuk membuat perbedaan antara orang
minahasa dengan kelompok yang lainnya . Fredrik Barth mengatakan

kelompok etnik yang dapat diidentifikasikan sebagai suku bangsa yakni,
suatu kelompok etnik yang memiliki ciri dan kebersamaan secara intern
dan perbedaan secara ekstern dengan kelompok – kelompok yang lainnya
tidak hanya karena memiliki nilai budaya, tetapi juga bahasa yang khas
yang menjadi identitas kelompoknya. (Barth dalam Purna Made I, 2013:
11)
Persoalan etnisitas di era ini sering ditemukan di daerah perkotaan,
karena kota merupakan tempat bertemunya masyarakat dari berbagai suku
bangsa oleh berbagai faktor. Di tengah proses sosial di masyarakat
perkotaan, masyarakat dari berbagai suku bangsa tersebut giat sekali
mempertahankan kebudayaan yang mereka miliki dengan melakukan
interaksi dan adaptasi khusus terhadap orang yang berasal dari suku
bangsa yang sama dengan mereka , misalnya dalam proses komunikasi
sehari-hari masyarakat dari suku bangsa yang sama menggunakan bahasa
adat mereka dalam berkomunikasi. Kota Medan merupakan sebuah daerah

3
Universitas Sumatera Utara

yang memiliki keberagaman suku yang sangat besar, keberagaman

tersebut menunjukan bahwa di Kota Medan semua suku bangsa diterima
keberadaannya dan mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari sukusuku yang lainnya.
Dalam persoalan etnisitas timbul sebuah kesatuan masyarakat atau
kumpulan masyarakat yang berasal dari satu kesatuan dengan ciri – ciri
yang hampir sama. Suku bangsa diartikan sebagai kesatuan kesatuan
manusia atau kolektifitas yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan
kebudayaan, sedangkan kesadaran itu sering dikuatkan oleh kesatuan
bahasa ( Koentjaraningrat ,1990 ). Perlu dipahami maksudnya di sini
adalah kesatuan masyarakat yang terbentuk dari suku bangsa ini memang
didasarkan pada kesamaan tradisi dan adat istiadat terkait dengan cara
mereka untuk mengenang bahwa mereka berasal dari tradisi yang sama
dan kebiasaan yang sama, dalam merespon proses proses sosial yang ada
di sekeliling mereka, dan itu diekspresikan oleh kesatuan masyarakat
tersebut dengan bahasa yang sama dalam interaksi sesama suku bangsa.
Jika kita melihat kelompok etnis dalam sebuah kelompok
masyarakat, biasanya dapat kita identifikasikan dengan ciri-ciri tertentu,
misalnya dari ciri rasa tau warna kulit, dialeg dalam berbicara, dan ciri-ciri
yang lainnya.
Pendapat Narroll (1964) bahwa kelompok etnis dikenal sebagai
suatu populasi yang ;


4
Universitas Sumatera Utara

” secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan,
mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa
kebersamaan dalam suatu bentuk budaya , membentuk
jaringan komunikasi dan interaksi sendiri serta menentukan
cirri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain
dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain “. (Barth,
1969:11)

Dalam penelitian ini penulis tidak hanya melihat sisi orang
Minahasa di kota Medan melalui pendekatan teori etnisitas saja, melainkan
beberapa pendekatan yang di rasa berkesinambungan terhadap proses
etnisitas suatu suku bangsa terhadap masyarakat sekitarnya. Misalnya,
teori-teori dalam studi Antropologi Perkotaan. Dalam studi Antropologi
perkotaan dapat dilihat beberapa kajian terkait dengan gejala migrasi,
strategi adaptasi, dan hubungan antar etnis perkotaan yang timbul dalam
realitas sehari-hari. penelitian akan diarahkan untuk melihat proses

masyarakat-masyarakat tersebut dalam beradaptasi di lingkungan yang
baru dan juga melihat orang Minahasa dalam kaitannya dengan gaya hidup
mereka di Kota Medan. Dalam konteks Penelitian ini, penulis juga tidak
lupa mengamati bagaimana adaptasi yang dilakukan bagi mereka yang
menetap cukup lama dan mereka yang masih baru menetap. Secara khusus
penekanannya

adalah

bagaimana

orang-orang

perantau

harus

menyesuaikan diri kepada budaya dan masyarakat daerah rantau kepada
budaya masyarakat penerim. (Bruener oleh Pelly Usman, 1994)
Dalam penelitian ini penulis juga mencoba mengungkap secara

umum apa yang menjadi tujuan bagi orang minahasa bermigrasi ke kota
Medan dan faktor faktor yang mendorong mereka sampai ke Medan ,

5
Universitas Sumatera Utara

beserta dengan segala bentuk misi budaya 1 yang akan mereka sampaikan
dalam proses adaptasi mereka sehari-hari dengan masyarakat yang luas
dari berbagai elemen suku bangsa.
Kecenderungan masyarakat luar terhadap kehidupan di daerah
perantauan yaitu bagaimana mereka yang tergolong satu etnis berkumpul
bersama dan membangun sebuah interaksi dalam wadah perkumpulan
tertentu secara perlahan-lahan akan muncul sebuah perasaan bahwa
mereka seperti berada di kampung halaman sendiri dengan berkumpul
bersama dengan sesama kelompok etnis sendiri, perasaan diharapkan
terpacu kepada munculnya proses detribalitas 2 seakan mereka sedang
memberikan perasaan klimaks terhadap etnis mereka sendiri serta merasa
ingin selalu berkumpul bersama dan kembali seperti keadaan di kampung
halaman sebelumnya.
Beberapa pengertian dan pemahaman mengenai suku bangsa dan

pola adaptasi yang mereka lakukan dalam proses sosialisasi dengan
masyarakat secara umum, akan menjadi hal yang secara serius diteliti oleh
penulis terutama orang-orang Minahasa di kota Medan, serta bagaimana
mereka beradaptasi dan berkembang menjadi masyarakat yang berbaur
dengan golongan masyarakat dari etnis-etnis lainnya, dan juga bagaimana
mereka sesama etnis Minahasa menjalin komunikasi dan menjaga nilai1

Misi budaya adalah seperangkat tujuan yang diharapkan dicapai oleh anggota suatu
masyarakat tertentu,
yang didasarkan pada nilai-nilai dominan dari pandangan dunia masyarakat tersebut (Usman
Pelly , 2013:11)
2
proses menjadi bersifat kesukuan kembali yang memicu kepada timbulnya rasa idealisme dan
individualism bahwa suku bangsanya yang ada disitu satu-satunya menjadi lebih homogen (Isaac ,
pemujaan terhadap kelompok etnis)

6
Universitas Sumatera Utara

nilai kebudayaan asal yang sebelumnya telah mereka bawa dari daerah

asal mereka atau menjalankan misi budaya 3 agar budaya minahasa sendiri
tetap lestari dan tidak hilang pada diri mereka.

1 . 2 Tinjauan Pustaka
1.2.1 Migrasi
Pada penelitian ini migrasi memiliki kesamaan arti dengan basiar.
Dalam konsepsi pemikiran orang minahasa, basiar yang artinya adalah
berkunjung atau menyinggahi suatu tempat juga dapat dikatakan sebagai
bentuk kesamaan dimana seseorang melakukan kunjungan ke suatu tempat
dan menetap dalam tempo waktu tertentu 4. atau dalam konteks ini disebut
dengan migrasi.
Mochtar naim (2012), dalam penelitian pola migrasi suku
minangkabau mengatakan bahwa merantau merupakan tipe khusus dari
migrasi

dengan

konotasi

budaya


tersendiri

yang

tidak

mudah

diterjemahkan ke dalam bahasa inggris atau bahasa barat manapun.
Merantau adalah istilah melayu,Indonesia, dan Minangkabau. Dari sudut
pandang sosiologi kata merantau mengandung enam unsur pokok berikut :
-

Meninggalkan kampung halaman;

-

Dengan kemauan sendiri;


-

Untuk jangka waktu lama atau tidak;

3

Misi budaya adalah seperangkat tujuan yang diharapkan dicapai oleh anggota-anggota suatu
masyrakat tertentu, yang didasarkan pada nilai dominan dari pandangan dunia masyarakat
tersebut (Usman pelly , 1994 :11)
4
Wawancara yang pernah dilakukan sebelum penelitian ini akan dilakukan dengan ketua ptmp
(perkumpulan tolong menolong pinaesaan)

7
Universitas Sumatera Utara

-

Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari
pengalaman

-

Biasanya dengan maksud kembali pulang ; dan

-

Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya

Dari beberapa kriteria sudut pandang mengenai merantau, sangat jelas
bahwa orientasi merantau adalah proses yang akan melibatkan dua unsur,
yaitu; unsur daerah asal , dan daerah tujuan. Yang dimaksud adalah akan
ada konsep konsep pemikiran yang dibawa oleh perantau daerah asal
kepada daerah tujuan, konsep pemikiran tersebut berupa budaya-budaya
asal atau adat istiadat .
Dalam konteks kota Medan yang secara umum diisi oleh berbagai
perantau dari banyak suku bangsa, hubungan antar budaya para migran
atau perantau dan adaptasi terhadap budaya tuan rumah dipengaruhi oleh
“misi budaya”(Usman Pelly ,1994). maksudnya adalah Orang orang yang
merantau ke luar daerah yang bukan merupakan daerahnya bukan lagi
berinteraksi dan berkomunikasi dengan kaum kerabatnya atau anggota
kelompok etniknya saja, melainkan juga dengan orang yang latar belakang
etnik dan kulturnya berbeda-beda dan dalam perbedaan itu budaya asal
sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya orang yang merantau tersebut
dalam

proses

beradaptasi.

Mereka

yang

merantau

juga

kerap

mengkombinasikan kebudayaan di daerah asal mereka dengan kebudayaan
yang ada disekitar mereka sehingga memunculkan kebudayaan yang baru.

8
Universitas Sumatera Utara

Merantau menurut pandangan masyarakat luas terkait dengan
orang-orang yang ingin mengadu nasibnya di luar daerahnya. Itu artinya
ada indikasi bahwa merantau merupakan suatu mobilitas sosial dan
ekonomi. Kecenderungan merantau juga mungkin terjadi karena suatu
keadaan keadaan dimana perekonomian di daerah asal sangat sulit
terdorong akibat adanya persaingan yang ketat sehingga mencoba
peruntungan di daerah tujuan. Dengan kata lain merantau akan
menghadapkan seseorang juga terhadap kondisi suhu persaingan ekonomi
yang baru.
Dampak selanjutnya dari faktor merantau sebagai mobilitas sosial
ekonomi akan terlihat apabila seseorang sudah merasa mencapai titik
kesuksesan yang tertinggi maka akan berdampak pada menetapnya orang
tersebut di daerah itu.
Anhar Gonggong (2004) dalam pengantarnya terhadap Migrasi dan
orang bugis, menjelaskan apa yang kita saksikan dengan migrasi orang
bugis, baik yang terjadi di dalam wilayah dari negeri yang dahulu disebut
“Nusantara”, maupun migrasi diluar nusantara, seperti johor, Malaysia,
ialah kemampuan mereka untuk berusaha mencapai tujuan meninggalkan
negeri

tempat

kelahirannya,

yaitu

untuk

memperbaiki

kualitas

kehidupannya.

9
Universitas Sumatera Utara

Berikutnya merantau juga dapat dinilai sebagai “agent of cultural
transmission” 5 . Maksudnya merantau itu akan menjadi penyalur arus
budaya bagi dua kebudayaan yang berbeda, misalnya bagi orang minahasa
yang bermigrasi ke medan pasti memiliki budaya asal yang secara tidak
langsung akan tersampaikan seiring dengan proses adaptasinya. Keduanya
akan bertemu dalam dua kutub ; melalui perbuatan merantau maka budaya
tempat asal akan disuplai, diperkuat dan ditantang oleh budaya baru; dan
melalui merantau pula setiap perantau sedikit banyaknya juga bertindak
sebagai penyalur budaya dari budaya asal, sambil menyesuaikan dirinya
dan berorientasi dengan budaya yang ada di rantau (Mochtar Naim ,
2012:13)
Merantau juga dapat diidentikkan dengan konsep cultur area ,
karena adanya tempat yang terkait pada dimana seseorang merantau.
Culture area menggolongkan berpuluh-puluh kebudayaan yang masingmasing berbeda ke dalam satu golongan, berdasarkan atas persamaan dari
sejumlah ciri yang menyolok dalam kebudayaan tersebut 6. Artinya disini
bahwa dalam proses merantau pasti juga memiliki ranah – ranah
kebudayaan dan kebudayaan yang lebih dari satu, walaupun terkadang di
daerah tertentu terdapat budaya – budaya tertentu yang mungkin
mendominasi. Contohnya saja di kota medan kita harus mengakui
dominasi yang kuat dari etnis tionghoa dalam hal berdagang , orang jawa
dikalangan buruh dan lainnya.
5

Studi klasik tentang The Polish Peasant (Petani Polandia) oleh W.I Thomas dan Florian Znaniecki
dalam buku adaptasi urbanisasi usman pelly .
6
Clark Wissler (1870-1947) dalam sejarah Teori Antropologi Pertama ( Koentjaraningrat, 1980 )

10
Universitas Sumatera Utara

1.2.2 Adaptasi
Ortega

Y

Gasset

(dalam

Daeng,

2000:44)

memberikan

pemikirannya mengenai adaptasi, yaitu; I am I and my circumstances yang
artinya aku adalah aku bersama dengan lingkunganku. Manusia dari setiap
karakter yang berbeda haruslah menempatkan dirinya bersama dengan
keadaan lingkungan tempat tinggalnya. Proses sosial yang dilakukan
setiap harinya akan selalu mengikutsertakan lingkungan sebagai struktur
teratasnya. Oleh karena itu segala bentuk adaptasi manusia pasti berjalan
beriringan dengan lingkungan tempat tinggalnya
Menurut pandangan secara umum, adaptasi adalah kemampuan
yang dimiliki oleh Makhluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap
habitatnya. Habitat lebih dikenal dengan istilah daerah tempat tinggal atau
lingkungan. Manusia sebagai makhluk sosial haruslah mampu beradaptasi
dengan lingkungannya, dan ini merupakan suatu kewajiban utama
mengingat manusia tidak dapat hidup normal tanpa bersosialisasi dengan
orang lain.
Aristoteles (348-322 SM) menjelaskan zoon politicon, artinya pada
dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dengan
berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat 7.
Sedangkan menurut Adam Smith, ia menyebut istilah mahkluk
sosial dengan Homo Homini socius, yang berarti manusia menjadi sahabat
bagi manusia lainnya.Bahkan, Adam Smith menyebut manusia sebagai

7

https://giffarnurmansyah99.wordpress.com/2012/10/07/manusia-sebagai-makhluk-sosial/

11
Universitas Sumatera Utara

makhluk ekonomi (homo economicus), makhluk yang cenderung tidak
pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha
secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya.
Kedua pendapat ilmuwan tersebut mengenai Makhluk sosial cukup
menjelaskan bahwa manusia tidak mampu untuk hidup sendiri apabila
tidak ada orang lain dalam proses sosialnya. Untuk mengimplementasikan
proses kehidupan sosial itu diperlukan adaptasi yang benar-benar baik dari
manusia satu ke yang lainnya agar kebutuhan yang diperlukan sama sama
mampu terpenuhi.
Adaptasi juga mendorong manusia untuk lebih memperhatikan
interaksi sosial yang terjalin di lingkungan sekitarnya. Apabila proses
adaptasi tidak diiringi dengan interaksi sosial yang baik, maka dapat
memicu timbulnya konflik atau pergesekan. Misalnya, orang orang
Minahasa yang tinggal di Medan harus menyesuaikan dirinya terhadap
cara bertegur sapa di Medan yang mungkin caranya atau kata-katanya
berbeda dengan yang ada di kampung halaman sebelumnya.
Parsudi Suparlan (1993) mengatakan, adaptasi itu sendiri pada
hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan hidup. Salah satu dari syarat tersebut adalah syarat sosial
dimana manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan
keteraturan untuk tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai
kebudayaan. (http://repository.usu.ac.id).

12
Universitas Sumatera Utara

Untuk mengenali dan mempelajari kebudayaan orang lain perlu
proses adaptasi dan strategi adaptasi. Proses ini berlangsung untuk
menjaga hubungan dan mempertahankan keadaan yang baik dengan
masyarakat lokal. Oleh karena adaptasi terbilang cukup penting untuk
setiap orang yang tergolong baru di suatu kelompok masyarakat, oleh
karena itu juga strategi adaptasi sangatlah diperlukan bagi mereka yang
ingin lebih terkoneksi dengan golongan lainnya yang berada di lingkungan
sekitar lewat proses adaptasi .
Strategi adaptasi adalah cara-cara yang dipakai perantau untuk
mengatasi rintangan – rintangan yang mereka hadapi dan untuk
memperoleh suatu keseimbangan positif dengan kondisi – kondisi latar
belakang perantauan (Usman Pelly, 1994:104). Strategi adaptasi akan
mengarahkan seseorang kepada zona yang cukup nyaman dan tidak rawan
konflik dikarenakan ini dilakukan sesuai dengan tuntutan apa yang harus
kita lakukan dilingkungan tempat dimana kita beradaptasi. Strategi
adaptasi merupakan bekal seorang perantau terhadap gejala sosial yang
tidak biasa ditemukan di daerah asalnya, misalnya saat orang Minahasa
tiba di Medan mindset yang tertanam dalam pikirannya adalah gambaran
masyarakat lokal yang cukup keras dalam gaya berbicaranya, oleh karena
itu orang Minahasa tersebut harus mempersiapkan dirinya agar tidak
mudah tersinggung jika berinteraksi dengan orang Medan. Strategi
adaptasi juga sering di kaitkan dengan faktor faktor yang mendorong
keberhasilan seorang perantau menurut keberhasilan perekonomian.

13
Universitas Sumatera Utara

Strategi adaptasi dianggap berhasil apabila tingkat perekonomian seorang
perantau jauh lebih baik dibandingkan saat mereka pertama kali tinggal di
daerah yang baru ini. Artinya indikator seseorang dinyatakan mampu
beradaptasi adalah tingkat perekonomian dan kesejahteraan hidup yang
diperoleh saat sebelum dan sesudah merantau.
Untuk mencapai suatu integrasi sosial yang baik masyarakat
perantau harus beradaptasi dengan lingkungan barunya dengan santun,
menghargai kearifan lokal (local wisdom) yang ada pada daerah itu dan
memulai ritual baru untuk ikut bersama dengan masyarakat lokal
melestarikan kearifan lokal tersebut seakan merasa bahwa itu merupakan
kearifan milik bersama. Integrasi yang adalah sebagai dari hasil bentukan
dari adaptasi akan sangat indah bila dipandang sebagai suatu prestisidium
dari multikulturalisme yang ada pada masyarakat di lingkungan itu.
Sementara itu dalam proses adaptasi terdapat beberapa aspek yang penting
itu dilihat sebagai varian dalam penjelasan dalam konsep tersebut antara
lain kontak budaya dan asimilasi
Kontak budaya adalah suatu proses Interaksi antara dua
kebudayaan yang berbeda tanpa melihat batasan-batasan tradisi suku
bangsa tersebut. Kontak budaya terjadi karena adanya sikap terbuka dari
suatu suku bangsa tertentu terhadap suku bangsa yang lainnya. Kontak
budaya terjadi salah satunya karena faktor migrasi yang terjadi di
masyarakat. Dalam kontak budaya oleh masyarakat perantau terjadi
pembauran kebudayaan dan tidak jarang juga terjadi perenggangan

14
Universitas Sumatera Utara

kebudayaan, karena penduduk asli tidak menginginkan budaya baru,
sementara ada kecenderungan kelompok migran mempertahankan
kebudayaan dan kepastian teritori (cultural imperative and territorial
imperative) 8. Hal ini tercermin adanya pola pemukiman yang terdiri dari
kantung-kantung pemukiman yang didasarkan pada budaya tertentu tetapi
pada daerah itu tidak seluruhnya berasal dari suku bangsa yang sama.
Misalnya, adanya kampung Jawa di sudut-sudut kota Medan tetapi
faktanya ada orang yang bukan berasal dari suku jawa tinggal disana.
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa orang-orang yang bermigrasi
ke suatu tempat, pasti akan membawa kebudayaan dari tempat dimana ia
berasal menuju ke tempat tinggal barunya. Oleh karena itu mereka yang
bermigrasi akan mengalami pertemuan dua unsur kebudayaan, apakah itu
kebudayaan daerah asal dan daerah tujuan sekarang. Pertemuan kedua
unsur kebudayaan ini akan menimbulkan pergeseran budaya asli atau
budaya asal dan akan membentuk suatu kebudayaan yang baru. Biasanya
asimilasi adalah sebuah cara untuk mengurangi perbedaan antara manusia
atau kelompok karena merupakan bagian dari proses adaptasi budaya.
Koentjaraningrat (1996:160) menjelaskanAsimilasi adalah suatu
proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar
belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif,
sehingga sifat khas dari unsur – unsur kebudayaan golongan – golongan
itu masing – masing berubah menjadi unsur – unsur kebudayaan
8

sumber www.academia.edu/17682543/Kontakbudaya diakses pada 29 Juni 2016 Pukul 19.00
WIB

15
Universitas Sumatera Utara

campuran. Tidak akan ada yang terlihat dominan dalam proses asimilasi
ini mengingat sudah terpadu dua kebudayaan tersebut dan menjadi budaya
yang baru .
Sementara itu Asimilasi menurut Soerjono Soekanto;merupakan
proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan

yang

terdapat

kelompok-kelompok

manusia

yang

antara

orang-perorangan

meliputi

usaha-usaha

atau
untuk

mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses mental dengan
memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama. 9
Jadi asimilasi merupakan pembauran dua budaya atau lebih yang
menghasilkan budaya – budaya baru. Misalnya orang jawa yang tinggal di
daerah tanah karo dalam waktu yang cukup lama, sudah dapat dipastikan
mengalami perubahan dalam dialeg berbicara karena sehari – hari nya
banyak interaksi yang terjadi dengan orang karo dan membentuk
kebiasaan – kebiasaan dalam cara berdialog oleh orang jawa.

1.3 Rumusan Masalah
Topik yang diangkat dalam penelitian ini yang pertama membahas
bagaimana orang Minahasa yang bermigrasi ke kota Medan. Kedua
,menggambarkan bagaimana orang Minahasa atau kawanua beradaptasi
dengan masyarakat kota medan yang majemuk. Permasalahan ketiga

9

http://lutvyar-fib13.web.unair.ac.id/artikel_detail-100087-CulturePerbedaan%20Akulturasi%20dan%20Asimilasi.html diakses pada 3 Juli 2016 pukul 21.00 WIB

16
Universitas Sumatera Utara

meneliti

bagaimana

strategi

orang

Minahasa

dalam

upaya

mempertahankan identitas etnisnya di Kota Medan.

1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah sub sebelumnya , maka tujuan
penelitian ini adalah

untuk mengetahui bagaimana gambaran orang

Minahasa yang ada di Kota Medan menurut tradisi suku bangsanya sendiri
,serta strategi beradaptasi dan pola hidup bermasyarakat di kota Medan
yang majemuk.

1.5 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini , peneliti mengharapkan
beberapa manfaat yang dapat diterima dalam penelitian ini, antara lain ;
1. Pengetahuan peneliti dan pembaca, khususnya mengenai keberadaan
orang Minahasa sebagai etnis yang dapat dikatakan minoritas di Kota
Medan ini Menambah menjalin proses sosial dengan masyarakat yang
lainnya melalui proses adaptasi dan sifat kesukuan yang dirasakan oleh
orang Minahasa setelah hidup berdampingan dengan suku bangsa
lainnya, yang relative jumlahnya lebih banyak dari mereka.
2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai kebudayaan
Minahasa secara umum dan realitas yang terjadi di lapangan terkait
kehidupan bermasyarakat orang minahasa di kota Medan.

17
Universitas Sumatera Utara

3. Sebagai bahan literature bagi peneliti lainnya yang ingin mengkaji
tentang masalah yang sama dengan konteks atau pemahaman yang
berbeda serta metode dan bentuk pendekatan yang berbeda .
4. Sebagai bahan penellitian untuk menyelesaikan tugas akhir (Skripsi)
sebagai syarat menyelesaikan S1 di Departemen Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di berbagai tempat di kota Medan dimana
ada orang Minahasa yang tinggal dan menetap melalui data sekunder yang
didapat lewat Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan kota Medan.
Hambatan memang cukup berat dalam hal penentuan lokasi penelitian
karena pola pemukiman orang minahasa di Kota Medan cenderung
tersebar. Menurut informasi data sekunder yang sementara ini di dapati,
memang tidak ada daerah khusus yang menunjukan bahwa didalamnya
dihuni sebagian besar orang Minahasa. Selain itu peneliti mencoba
memilih untuk ikut setiap diadakan acara doa oleh Perkumpulan Tolong
Menolong Pinaesaan Kawanua Medan.

18
Universitas Sumatera Utara

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
1.6.2.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dalam hal ini yaitu mengumpulkan data – data
penelitian dengan cara membaca dan mengkaji buku – buku atau literature
– literatur yang berkenaan dengan judul penelitian dan masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini. Selain buku – buku dan literature – literature,
studi kepustakaan juga mengkaji hasil penelitian – penelitian terdahulu
yang relevan atau sesuai dengan masalah penelitian yang dikaji hanya
pada perbedaan studi kasus yang membedakannya , selain itu studi
kepustakaan juga menggunakan internet untuk mencari bahan – bahan
yang relevan maupun berkaitan dengan masalah ini.

1.6.2.2 Pengamatan (observation)
Pengamatan (observation) dilakukan untuk mengamati fenomena –
fenomena yang terjadi di lapangan selama penelitian dilaksanakan, seperti
mengamati komunikasi dan aktivitas organisasi STM yang terjalin saat ada
perkumpulan doa PTMP (Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan)
kawanua Medan. Mengamati interaksi yang dilakukan orang minahasa
terhadap suku bangsa lainnya misalnya dalam lingkungan tempat
tinggalnya atau saat di rumah-rumah ibadah menurut agama yang dianut
orang Minahasa yang di amati, dan bagaimana cara mereka beradaptasi di
lingkungan-lingkungan yang lainnya misalnya di lingkungan perusahaan,
instansi pemerintahan dan lainnya.

19
Universitas Sumatera Utara

Adapun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan dua unsur
metode observasi dalam proses penelitiannya, antara lain ;
-

Observasi Tanpa Partisipasi
Teknik observasi ini dilakukan hanya sebatas melakukan

pengamatan terhadap masalah yang diteliti tanpa ikut serta kedalam
kegiatannya misalnya hadir dalam acara malam baku dapa dan mengamati
bagaimana orang Minahasa saat itu melaksanakan silahturahmi dan
disertai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan ritual adat-istiadat
mereka tanpa ikut berpartisipasi di dalam acara itu. Teknik ini melakukan
pengamatan untuk melihat aktifas ataupun kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat yang akan diteliti. Dengan observasi tanpa partisipasi ini
peneliti akan memperoleh data yang dibutuhkan untuk menjawab masalah
yang ada. Juga dalam observasi ini setiap informasi yang diterima diolah
berdasarkan kesamaan teori – teori yang sudah dikumpulkan sehingga
ditarik kesimpulan dari observasi ini menurut keterkaitannya dengan teori
yang dimaksud.
-

Observasi Partisipasi (Participant observation)
Tehnik observasi ini adalah suatu tehnik observasi dimana peneliti

ikut serta secara langsung dan berpartisipasi bersama-sama dengan
informan dalam proses kehidupan informan yang ingin diteliti, Misalnya
ikut serta dalam perkumpulan doa yang dilaksanakan oleh Perkumpulan
Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP). Dalam aktifitas ini peneliti menjadi
bagian dalam peserta Jemaat doa yang artinya peneliti bersama-sama

20
Universitas Sumatera Utara

dengan orang Minahasa melaksanakan rutinitas mereka dan ikut serta
dalam interaksi yang mereka lakukan. Artinya dalam hal ini apa yang
dirasakan oleh informan juga harus dilaksanakan oleh peneliti. Informan
dalam hal ini dianggap sebagai raja , peneliti tidak boleh merasa lebih
pintar daripada informan melainkan dalam hal ini peneliti adalah orang
yang sedang belajar dari informan dan menggali pengetahuan yang
berasal dari informan tersebut. Observasi partisipasi juga bertujuan agar
informan semakin dengan peneliti atau merasa memiliki kedekatan
emosional, atau membuat apa yang disebut dengan rapport 10 Akibat dari
kedekatan emosional tersebut menyebabkan keterbukaan yang diberikan
oleh informan dalam menjawab dan memberikan data – data akurat sesuai
dengan apa yang dicari oleh peneliti.

1.6.2.3 Wawancara Etnografis
Tehnik wawancara etnografis adalah suatu wawancara yang
dilakukan hampir menyerupai cirri- cirri percakapan persahabatan. Dalam
kenyataan,

seorang

etnografer

berpengalaman

sering

sekali

mengumpulkan banyak data melalui pengamatan terlibat dan berbagai
macam percakapan, seperti layaknya percakapan persahabatan. Etnografer
mungkin mewawancarai orang-orang tanpa kesadaran orang-orang itu

10

Hubungan Yang Baik dengan informan

21
Universitas Sumatera Utara

dengan cara sekedar melakukan percakapan biasa, tetapi di dalam
percakapan itu etnografer memasukan beberapa pertanyaan etnografis 11.
Idealnya memang , wawancara etnografi terselenggara tatkala telah
tercipta suasana kondusif antara etnografer dengan informan dalam sebuah
percakapan persahabatan dan sedikit demi sedikit etnografer atau peneliti
memasukkan beberapa unsur baru informasi yang dia perlukan dan
diharapkan dijawab oleh informan. Memaksakan unsur baru pertanyaan
etnografi dengan tidak hati-hati hanya akan membuat wawancara berubah
menjadi wawancara formal belaka. 12
Perihal

wawancara

etnografis

adalah

sebagai

serangkaian

percakapan persahabatan yang di dalamnya peneliti secara perlahan
memasukan beberapa unsur baru guna membantu informan memberikan
jawaban sebagai seorang informan ( Spradley , 1979 : 85 ).

Wawancara Mendalam (Depth Interview)
Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara
yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam.
Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
11

Pertanyaan terkait gambaran-gambaran penting dalam penelitian.
Sumber aukomunikasi.wordpress.com “Wawanca etnografi” diakses pada 1 juli 2016 pukul
19.00
12

22
Universitas Sumatera Utara

wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
social yang relatif lama (Sutopo 2006: 72).
Dalam tehnik wawancara ini peneliti harus terlebih dahulu
memperkenalkan dirinya dan memberitahu kepada informan tujuan dari
dilaksanakannya wawancara tersebut. Setelah itu peneliti memberitahukan
pokok persoalannya bagaimana orang-orang minahasa beradaptasi di Kota
Medan serta bersosialisasi dengan masyarakat luas, lalu setelah itu akan
merujuk kepertanyaan- pertanyaan berikutnya yang menjurus lebih dalam.
Wawancara dilakukan berdasarkan persetujuan dari informan dan tidak
memberatkan informan saat dilakukan wawancara.
Dalam teknik wawancara mendalam (dept interview) ini peneliti
tidak membawa atau tidak menggunakan pedoman wawancara saat
melakukan wawancara dengan maksud untuk menciptakan suasana kondisi
yang santai dan nyaman menghindari ketegangan informan pada saat
berlangsung proses wawancara antara peneliti dan informan.

Informan
Dalam penelitian ini peneliti mencari dan memperoleh data tidak
hanya dari data sekunder saja, tetapi lewat data-data yang didapat melalui
wawancara dengan informan atau narasumber. Adapun informan yang
akan diwawancarai dalam penelitian ini antara lain ;
-

Tokoh Masyarakat di kota Medan yang juga orang Minahasa. Alasan
penulis memilih Tokoh Masyarakat di Kota Medan yang berasal dari

23
Universitas Sumatera Utara

suku Minahasa karena penulis ingin mencari tahu bagaimana orang
Minahasa mampu beradaptasi dengan masyarakat luas dan mampu
diterima oleh masyarakat luas.
-

Badan Pengurus Harian Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan
(PTMP) Kawanua Medan. Alasan penulis memilih badan pengurus
harian PTMP karena penulis ingin mengetahui bagaimana strategi
PTMP sebagai paguyuban Minahasa dalam rangka menanamkan
kepada seluruh anggota untuk mempertahankan identitas etnisnya dan
memobilisasi seluruh anggota untuk tetap ikut campur tangan dalam
mempertahankan kelompok sosial mereka

-

Dewan Penasehat Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP)
Kawanua Medan. Alasan penulis memilih Dewan Penasehat PTMP
karena penulis ingin mengetahui bagaimana PTMP dahulunya
dibentuk dan bagaimana kehidupan sosial orang Minahasa yang sudah
lama menetap di Kota Medan.

-

Anggota Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP) Kawanua
Medan yang ada di beberapa daerah di Kota Medan. Alasan penulis
memilih anggota PTMP karena penulis ingin melihat bagaimana
adaptasi dilakukan dalam mempertahankan identitas etnis misalnya
dari orang Minahasa yang menikah dengan orang yang berasal dari
suku karo,batak dan suku-suku yang lainnya, dan juga melihat
bagaimana interaksi sosial berlangsung antara sesama orang
Minahasa.

24
Universitas Sumatera Utara

-

Orang Minahasa dari berbagai lintas agama yang ada di kota Medan.
Alasan penulis memilih orang Minahasa dari berbagai lintas agama
karena penulis ingin melihat bagaimana orang Minahasa dari agama
lain menjalankan tradisi dan kebudayaan yang dimilikinya dengan
adanya pengaruh dari agamanya sendiri.

-

Anggota Organisasi Koor Family. Alasan penulis memilih anggota
organisasi Koor Family karena penulis ingin lebih mendalami
organisasi yang diikuti oleh orang Minahasa sebagai salah satu usaha
mempertahankan identitas etnisnya.

1.7 Pengalaman Selama Penelitian
Pada penelitian skripsi ini penulis memiliki banyak sekali
pengalaman yang dialami pada saat mencari data kelapangan. Pengalaman
dimulai saat penulis masih dalam tahap penyusunan proposal penelitian.
Dalam tahap ini banyak sekali perencanaan terkait data-data yang akan
dicari, siapa informan yang akan diwawancarai dan menyusun pertanyaan
yang akan ditanyakan kepada informan.
Penulis memiliki banyak sekali informan, dimana setiap informan
memiliki kesibukan yang berbeda-beda sehingga apabila penulis ingin
bertemu dengan informan harus membuat janji terlebih dahulu. Rata-rata
informan merupakan orang tua yang disibukkan dengan masing-masing
pekerjaan mereka. Selama penelitian penulis menggunakan sepeda motor
sebagai akses untuk menemui informan.

25
Universitas Sumatera Utara

Informan yang diwawancarai oleh penulis rata-rata merupakan
anggota Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan kawanua Medan
sekitarnya. Tetapi ada juga beberapa informan yang berasal dari luar
Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan Kawanua Medan sekitarnya,
Penulis tidak menemui

kesulitan dalam menentukan informan karena

orang tua penulis adalah ketua Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan
kawanua Medan sekitarnya.Penulis memanfaatkan posisi orang tua penulis
sebagai ketua organisasi untuk mencari informan yang akan diwawancarai.
Pencarian data dilakukan dalam kurun waktu satu bulan lebih.
Penulis mendatangi secara langsung kerumah informan yang akan
diwawancarai. Saat tiba di kediaman informan, penulis tidak langsung
menyatakan maksud dan tujuan penulis datang ke kediamannya. Penulis
sedikit berbasa-basi bercerita topik lainnya dan setelah itu barulah penulis
memulai wawancara.
Penulis juga hadir ketika PTMP kawanua Medan mengadakan
perkumpulan doa. Disana penulis juga ikut serta sebagai jemaat doa dan
mengikuti acara doa dari awal hingga acara selesai. Penulis mengamati
bagaimana situasi dan keadaan orang Minahasa saat berkumpul dalam
wadah suatu organisasi paguyuban. Dalam perkumpulan doa penulis juga
memanfaatkan situasi untuk mendokumentasikan

keadaan selama

perkumpulan doa berlangsung
Dalam mencari data, penulis bertemu dengan informan tidak hanya
sekali saja melainkan dalam itensitas waktu yang berulang-ulang hingga

26
Universitas Sumatera Utara

data yang dicari sudah lengkap. Penulis selalu memohon maaf kepada
informan apabila penulis secara berulang-ulang hadir untuk menemui
informan dalam rangka pencarian data. Hal ini dilakukan penulis untuk
tetap menjaga hubungan baik antara penulis dengan informan.

27
Universitas Sumatera Utara